bab ii 2005nhe

42
TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Anak Pengertian pertumbuhan anak dibatasi pads sustu proses perubahan jasmani secara kuantitatif pada tubuh seorang anak sejak pembuahan. berupa pertambahan ukuran dan struktur tubuh (Satata 1990). Lebih lanjut dijelaskan bahwa perubahan ukuran dan struktur tersebut tidak hanya terjadi pada bagian badsn atsu tubuh bagian luar, nsmun juga pada organ dalsm tubuh, termasuk pertumbuhan atak. Berdasarkan definisi dalam The British Medical Dictionary, pertumbuhan merupakan perkembangan progresif makhluk hidup atsu bagian organisme mulai dan tahap paling awal sampai dewasa, termasuk pertambahan dalam ukuran (Hurlock 1991). Menurut Sinclair (1991), pertumbuhan melibatkan sustu rangkaian perubahan, tidak hanya peningkatan dalsm ukuran tetapi juga spesialisasi berbagai bagian tubuh untuk melakukan fungsi-fungsi yang berbecla. Status Antropometri Pertumbuhan dapat diukur dengan metoda antropornetri rnelalui pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, dan tebal lernak kulit. Berat badan digunakan untuk mengukur pertumbuhan menyeluruh, tinggi badan atau panjang badan dipakai untuk mengukur pertumbuhan linier. Lingkaran organ tubuh tertentu (Iengan atas, kepala, dada, paha) atau panjang organ tertentu (tulang belakang, tulang paha, tulang lengan, rentang tangan, tinggi duduk) atau tebal lemak di bawah kulij dipakai sebagai ukuran pengganti tak langsung (Gibson 1990). Sampai usia satu tahun, bayi normal mempunyai berat badan tiga kali berat lahir dan panjang badan meningkat sebesar 50% (Pipes 1996). Berdasarkan referensi WHO-NCHS (National Center for HeaUh Statistic) tahun 2000, anak berumur 5-7 bulan mempunyai berat badan dan panjang badan standar seperti tampak pada Tabel1. Terdapat sedikij perbedaan laju pertumbuhan antara anak laki-Iaki dan perempuan. Pertambahan berat badan anak laki-Iaki selama enam bulan untuk anak umur 5 bulan, 6 bulan dan 7 bulan masing-masing 2.6 kg, 2.4 kg dan 2.1 kg dan pertambahan panjang badan masing-masing 9 em, B.3 em dan 7.7 em. Pertambahan berat badan anak perempuan selama enarn bulan untuk anak umur 5 bulan, 6 bulan dan 7 bulan masing-masing 2.5 kg, 2.3 kg dan 2.1 kg dan pertambahan panjang badan masing-masing 9 em, 8.4 em dan 7.7 em.

Upload: agung-haryadi

Post on 24-Nov-2015

50 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

j

TRANSCRIPT

  • TINJAUAN PUSTAKA

    Pertumbuhan Anak Pengertian pertumbuhan anak dibatasi pads sustu proses perubahan

    jasmani secara kuantitatif pada tubuh seorang anak sejak pembuahan. berupa pertambahan ukuran dan struktur tubuh (Satata 1990). Lebih lanjut dijelaskan bahwa perubahan ukuran dan struktur tersebut tidak hanya terjadi pada bagian badsn atsu tubuh bagian luar, nsmun juga pada organ dalsm tubuh, termasuk pertumbuhan atak. Berdasarkan definisi dalam The British Medical Dictionary, pertumbuhan merupakan perkembangan progresif makhluk hidup atsu bagian organisme mulai dan tahap paling awal sampai dewasa, termasuk pertambahan dalam ukuran (Hurlock 1991). Menurut Sinclair (1991), pertumbuhan melibatkan sustu rangkaian perubahan, tidak hanya peningkatan dalsm ukuran tetapi juga spesialisasi berbagai bagian tubuh untuk melakukan fungsi-fungsi yang berbecla.

    Status Antropometri Pertumbuhan dapat diukur dengan metoda antropornetri rnelalui

    pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, dan tebal lernak kulit. Berat badan digunakan untuk mengukur pertumbuhan menyeluruh, tinggi badan atau panjang badan dipakai untuk mengukur pertumbuhan linier. Lingkaran organ tubuh tertentu (Iengan atas, kepala, dada, paha) atau panjang organ tertentu (tulang belakang, tulang paha, tulang lengan, rentang tangan, tinggi duduk) atau tebal lemak di bawah kulij dipakai sebagai ukuran pengganti tak langsung (Gibson 1990).

    Sampai usia satu tahun, bayi normal mempunyai berat badan tiga kali berat lahir dan panjang badan meningkat sebesar 50% (Pipes 1996). Berdasarkan referensi WHO-NCHS (National Center for HeaUh Statistic) tahun 2000, anak berumur 5-7 bulan mempunyai berat badan dan panjang badan standar seperti tampak pada Tabel1. Terdapat sedikij perbedaan laju pertumbuhan antara anak laki-Iaki dan perempuan. Pertambahan berat badan anak laki-Iaki selama enam bulan untuk anak umur 5 bulan, 6 bulan dan 7 bulan masing-masing 2.6 kg, 2.4 kg dan 2.1 kg dan pertambahan panjang badan masing-masing 9 em, B.3 em dan 7.7 em. Pertambahan berat badan anak perempuan selama enarn bulan untuk anak umur 5 bulan, 6 bulan dan 7 bulan masing-masing 2.5 kg, 2.3 kg dan 2.1 kg dan pertambahan panjang badan masing-masing 9 em, 8.4 em dan 7.7 em.

  • 5

    Tabel1 Berat dan Panjang Badan Anak menurut NCHS (2000) Laki-Iaki Perempuan

    Umur Berst Badan Panjang Badan Berat Badan Panjang Badan 5 bulan 65.9 7.3 64.1 6.7 11 bulan 74.9 9.9 73.1 9.2 Perubahan 9 2.6 9 2.5

    5 bulan 67.8 7.8 65.9 7.2 11 bulan 76.1 10.2 74.3 9.5 Perubahan 8.3 2.4 8.4 2.3

    5 bulan 69.5 8.3 67.8 7.7 11 bulan 77.2 10.4 75.5 9.8 Perubahan 7.7 2.1 7.7 2.1

    Penilaian status gizi masyarakat dalsm kegiatan yang berkaitan dengan program gizi di Indonesia, dianjurkan menggunakan secars seragam baku rujukan WHO-NCHS sebagai pembanding dalsm penilaian status gizi dan pertumbuhan perorangan maupun masyarakat. Kesepakatan pakar gizi Indonesia yang beke~asama dengan UNICEF (Widyakarya 2000) memberikan keseragaman istilah status gizi dan baku antropometri berdasarkan baku antropometn WHO-NCHS sebagai benkut : a. BB/u Gizi Lebih >2,0 SO baku WHO-NCHS

    b. TB/U

    C. BBITB

    Gizi Baik Gizi Kurang Gizi Buruk

    Nonnal PendeklStunted

    Gemuk Normal Kurus/Wasted Sangat Kurus

    -2,0 SO - +2,0 SO baku WHO-NCHS =+3,0 SO baku WHO-NCHS =-2,0 SO baku WHO-NCHS 2,0 SO baku WHO-NCHS -2,0 SO - +2,0 SO baku WHO-NCHS =+3,0 SO baku WHO-NCHS

  • 6

    Pertumbuhan dan Gangguan Pertumbuhan.

    Pola pertumbuhan dibatasi oleh dUB hal utama yaitu faldor genetik dan faldor lingkungan. Kemampuan genetik dapat muncul secara optimal jika didukung faldor lingkungan yang kondusif. Perturnbuhan akan berlangsung optimal jika kebutuhan zat gizi untuk pertumbuhan organ tubuh tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang tepat dan tubuh tidak terpapar infeksi yang dapat mengganggu proses pertumbuhan. Jika ada hal yang tidak mendukung pertumbuhan maka akan terjadi gangguan pertumbuhan. Gangguan pertumbuhan dalam jangka waktu lama akan menyebabkan terjadinya gagal tumbuh.

    Gangguan tumbuh kembang dapat diartikan sebagai pertumbuhan mendatar yang menyimpang dari standar baku pertumbuhan WHO. Gangguan pertumbuhan banyak ditemui di negara berkembang tennasuk Indonesia. Studi di Lahore (Jalil et .,. 1993) dengan melibatkan 5000 ibu hamil di pedesaan, periurban slum, urban slum dan kelompok menengah ke atas menunjukkan tingginya insidens stunting (pendek menurut umur) pada bayi 7s.83% dibandingkan dengan NCHS reference dan stunting ini dimulai pada umur sekitar enam bulan dan berlanjut sampai 18 bulan. Penelitian Cross-sectional Study di Guatemala menunjukkan gangguan pertumbuhan sudah mulai pada bayi berumur tiga bulan dengan insidens wasting pada umur 36 bulan 34% (Ruel et .1. 1995), berat badan pada umur tiga tahun 3.6 kg lebih rendah dibanding standar WHOICDC median Guatemala. Gambar 1 di bawah ini menyajikan pola pertumbuhan anak Indonesia .

    i

    ...

    0.5

    1.0

    _1.5

    -1.0

    _1.5

    -1989 -1991 -199l5 -1998

    Q ~ ~ ~ = ~ ~ ~ ~ ~ ~ R ~ ~ ; 1 ~ ~ ~ ~ U"ur(Bulll)

    Gambar 1 Pola Pertumbuhan Anak Indonesia Data SUSENAS (Jahari et al. 2000)

  • 7

    Hampir selama 10 tahun pertumbuhan snak balita di Indonesia relatif tidak mengalami perbaikan. Meskipun pads saat lahir status gizi snak baik yang ditunjukkan dengan ZeBU 2: 0, namun semakin meningkat umur snak sernakin menjauh dari slandar ZBBU seharusnya. Selelah umur 12 bulan le~adi pertumbuhan mendatar pada ZeBU antara -1 sampai -2.

    Pertumbuhan anak Indonesia pads periode 6-24 bulan lebih lambat dibanding anak-snak Amanka, meskipun pads usia 0-6 bulan pertumbuhan tersebut relatif sarna baiknya dengan bayi di Amerika (Gam bar 2). Keadaan ini mengakibatkan anak Indonesia menjadi lebih pendek 5 em dengan berat badan yang lebih rendah 2 kg pads usia 2 tahun dibandingkan dengan snak di negara lain (UNICEF 2000). Hasil kajian Jahari at al. (2000) lerhadap data SUSENAS menunjukkan tingginya prevalensi gizi kurang di Indonesia sekitar 28% pada lahun 1998 dan te~adi peningkatan prevalensi gizi buruk dari 6% pada tahun 1989 menjadi 9.5% pada tahun 1999. Penelilian lersebut juga menunjukkan masalah gangguan pertumbuhan sudah mulai muncul pada usia dini (1-6 bulan).

    8 6 4 2 o

    CJ Indonesia U.S.

    o 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 18 24 Umur(bulan)

    Gambar 2 Perbandingan Rata-rata Berat Badan Anak Indonesia dan Anak-anak Amerika Serikat (Sumber data: SUSENAS 1998, WHO International Growth Curves)

    Gangguan tumbuh kembang pada anak bawah dua tahun te~adi baik pada anak perempuan maupun anak laki-Iaki (Gambar 3 dan 4). Dari data Survei Gizi dan Kesehatan HKI, tinggi badan rata-rata anak balita ini pada umumnya mendekati rujukan hanya sampai dengan usia 5-6 bulan, kemudian perbedaan tinggi badan menjadi melebar setelah usia 6 bulan, baik pada anak laki-Iaki

  • 8

    maupun perempuan. Kondisinya sama dan tahun 1999 sampai dengan tahun 2002).

    110 -----_. ----~

    100

    90 ! I 80 J

    70

    60 -y--

    50 0 5

    Gambar 3 Pola Pertumbuhan Anak Perempuan Indonesia Berumur 0-24 bulan (HKI,2002)

    110

    100

    90 , I 80 ,

    70

    60

    50

    _._-- -----

    . -----.----~

    --'~"":""1999 f-- .. . I, ~-2000~ i-2001! I ,

    ~------____ . '-2002.

    -, -- .-_-__ --:c', = __ ~~e~ ;_1 o 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60

    --,

    Gambar 4 Pola Pertumbuhan Anak Laki-Iaki Indonesia Berumur 0-24 bulan (HKI,2002)

    Perbedaan pola pertumbuhan anak bawah dua tahun tampak jelas antara anak dari keluarga mampu dan keluarga yang tidak mampu (Gambar 5). Hal ini memperkuat pernyataan Waterlow (1994b) bahwa gangguan pertumbuhan bukan terjadi karena perbedaan etnik dan genetika tapi lebih disebabkan karena faktor lingkungan.

  • 9

    Berat Badan (kg) Anak keluarga mampu 16.

    --------... - ........

    - .... " .. -~ .. *-*-------......- '" .. -~ ....... _4 _ -

    14.

    12.

    10.

    /' -- ... /"," .... - .. -- _ Anak Kurang Mampu

    / " -"';-. ... - ---

    .. .. .. '..... ....-; _ ___ Rata-rats

    ," .. - --... /; ..... --. . Persentil3% NCHS 2.

    Median NCHS PersentIl97'11o'" NCHS 0.0.

    0113" 5 6 7 8 9101l1l1l141S161718191011221-J Umur(bulan)

    Gambar 5 Pola Pertumbuhan Anak Keluarga Mampu dan Tidak Mampu

    Periode Dua Tahun Kritis Awal Kehidupan

    Dua tahun awal kehidupan manusia merupakan titik kritis kedua setelah melalui proses tumbuh kembang di dalsm kandungan. Otak tumbuh pesat selama janin dalam kandungan sehingga ketika lahir tumbuh sel otak baru mencapai 60% dan berat otsk 25% dan mielinisasi 10%. Tumbuh kembang in; dilanjutkan setelah snak Ishir. Pertumbuhan dan perkembangan otak setelah lahir berlangsung Jebih kurang sampai anak berumur 18 bulan (Linder 1992). Selain ~u, Linder (1992) menyatakan terdapat dua titik kritis utama dalam tumbuh kembang otak yaitu sekitar masa kehamilan 32 minggu dan umur 15 bulan. Dengan demikian, rnalnutrisi yang terjadi pada masa kritis ini dapat mengganggu proses tumbuh kembang otak dan menyebabkan keadaan yang bersitat permanen. Sehingga diupayakan tidak terjadi kekurangan gizi pada masa-masa ini. Kekurangan gizi dapat bersifat reversibel (pulih kembali) atau irreversibel (permanen) tergantung pada: 1) Mana yang dipenganuhi, 2) Lamanya dipenganuhi, 3) Faktor yang mempenganuhi dan 4) Tingkat beratnya delisiensi yang te~adi (Nassar 1996).

    Dampak Gangguan Tumbuh Kembang terhadap KuaJitas SDM

    Gangguan pertumbuhan yang dicerminkan dengan rendahnya tinggi badan menurut umur (stunting) erat kaitannya dengan kualitas anak tersebut. Kurang gizi yang dimanifestasikan dalam bentuk gangguan pertumbuhan akan

  • 10

    berpengaruh terhadap perilaku dan kecerdasan anak. Pengaruh langsung adalah terganggunya fungsi sistem neuron dan susunan pusat syaraf; pengaruh tidak langsung adalah isolasi fungsional yang di tunjukan dengan rendahnya aktivitas snak untuk melakukan eksplorasi sebagai adaptasi menghemat penggunaan energi (Levitsky & Strupp 1984). Lebih lanjut Levitsky & Strupp (1984) menjelaskan bahwa menurunnya perkembangan dalam keadaan isolasi fugsional bukan disebabkan oleh menurunnya kemampuan otak untuk memproses informasi akan tetapi karena berkurangnya informasi; penurunan belajar karena keadaan isolasi fungsional ini terjadi bukan belajar terhadap kebutuhan esensial seperti makan dan lain-lain, namun terutama kemampuan belajar tingkat tinggi (advantageous learning) yang diperlukan untuk kehidupan dimasa depan.

    Berbagai hasit penelitian menunjukkan kekurangan gizi pada usia dini berdampak pada terganggunya tumbuh kembang, rendahnya kemampuan kognitif yang tercermin dari IQ, rendahnya kematangan sosial pada saat usia sekolah yang ditunjukkan dengan rendahnya perhatian, kemampuan belajar dan pencapaian prestasi di sekolah (Martorell 1995). Disisi lain imunitas tubuh anak juga rendah sehingga lebih rentan terhadap serangan penyakit infeksi.

    Gambar 6 berikut ini menjelaskan dampak jangka pendek dan jangka panjang dari keadaan gizi pada masa janin dan usia dini.

    Dampak jangka pendek Dampak jangka panjang

    Perkembangan otak Kognltif dan performans t pendidikan Keadaa~ Pertumbuhan dan Irnunitas rnassa otot serta gizipada komposisi tubuh Kapasitas kerja

    masa janin daDU'iad~ ... t Diabetes, Obesitas,

    Program rnetabolisme: Jantung, Hipertensi, glukosa, lemak, protein, Kanker, Stroke dan hormon/reseptor/gen Penuaan Dlni

    Gambar 6 Dampak Jangka Pendek dan Panjang dan Keadaan Gizi pada Masa Janin dan Usia Dini (Sumber: ACCISCN 2000)

  • 11

    Giz; kurang dan buruk tidak hanya meningkatkan resiko morbiditas dan mortalitas prenatal dan bay; tetapi juga mempengaruhi pertumbuhan fisik jangka panjang, perkembangan kognitif, kapasitas belajar, prestasi sekolah dan prestasi kerja di masa depan. Sehubungan dengan hal nu, Bar1

  • 12

    Mutu konsumsi anak balita di Indonesia relatif rendah. Berdasarkan DHS (1997) bahwa separuh anak tidak pemah makan protein hewani sampai mencapai umur 1 (satu) tahun (Gambar 7). Hal ini terka~ dengan perilaku ibu dan rendahnya daya jangkau terhadap pangan hewani. Padahal pangan hewani selain merupakan sumber protein juga sumber zat besi yang arnat baik.

    80

    70

    60

    50

    140 30

    20

    10

    o 6-7. 8-9. 10-11. 12-13. 14-15. 16-17. 18-23 24-29 30-35

    B u I a n

    Gambar 7 Jumlah Anak yang Tidak Pemah Mengkonsumsi Daging, Telur, Ayam dan Hati di Indonesia (Sumber: DHS 1997)

    Upaya Mengatas; Gangguan Tumbuh Kembang

    Secara garis besar gangguan tumbuh kembang dapat dicegah dan diperbaiki melalui: perbaikan konsumsi dengan pemberian ASI dan MPASI, suplemen, penyuluhan gizi, peningkatan kualitas pola asuh, pelayanan kesehatan dan pencegahan terhadap infeksi. Perbaikan pola konsumsi sesuai dengan rekomendasi WHO melalui: 1) Pemberian ASI eksklusif minimum sampai umur 4-6 bulan; 2) Mulai umur enam bulan, berikan MPASI dengan bahan dari sumber hewani (telur, hati, dll); 3) Tambahan mikronutrien, makanan pendamping yang difortifikasi atau campuran mikronutrien mutlak perlu.

    Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk meningkatkan status gizi dengan berbagai pendekatan namun sebagjan besar dengan pendekatan

  • 13

    tunggal. Penelitian suplemen pangan telah banyak diteliti dengan hasil yang bervariasi saperti yang terlihat pada Tabel2.

    Bhandari et a/. (2001) melakukan penel~ian dengan desain controlled trial untuk melihat apakah suplemen yang didukung dengan penyuluhan ke rumah-rumah lebih baik dibanding penyuluhan saja dengan melibatkan 418 bayi yang diberi intervensi sejak berumur 4 sampai 12 bulan. Terdapat empat kelompok yaitu kelompok yang menerima makanan berbasis sereal, susu dan diberi penyuluhan; kelompok yang hanya menerima penyuluhan sebulan sekali, satu kelompok kontrol terhadap kunjungan rumah dan satu kelompok yang tidak menerima intervensi apapun. Hasil penelitian ini menunjukkan suplemen yang didukung dengan penyuluhan pada kelompok snak berumur 4-12 bulan secara nysts memperbaiki pertumbuhan. Per1ambahan berat badan dan panjang badan pads kelompok suplemen masing-masing 250 gram dan 0.4 em nyata lebih besar dibanding kelompok yang didatangi ke rumah. Kelompok yang diberi penyuluhan intake anergi lebih besar 280-752 kJ dibanding yang tidak diberi penyuluhan tapi tidak nyata berbeda terhadap pertambahan ber.t badan dan panjang badan.

    Menurut Husaini (2000) peningkatan pola asuh dapat dilakukan dangan empat pendekatan yaitu pendekatan motorik anak dengan KMS perkembangan motorik, pendekatan informasi, pendekatan keterampilan, pendekatan sumberdaya keluarga.

    Studi toksiksitas menyarankan penggunaan bahan alami jauh lebih aman dibanding bahan buatan meskipun pada kenyataannya sulit membuat makanan formula tanpa fortiftkasi. Selain itu, pemberian bahan fortifikasi yang berlebihan dapat menyebabkan toksik. Sahingga idealnya suplementasi menutupi gap kekurangan antara konsumsi dan kebutuhan.

  • 14

    Tabel2 Ringkasan 8erbagai Hasil Studi Pemberian Makanan Tambahan (PMT)

    " ,

    I pe' Indonesia kelompok mglhr In:-O.48 WAZ&HAZ

    urnur. H Zn+Fe=seng Zn+Fe:-O.38 In: 0.01&0.14 bulan +besi Zn+Fe+vit.A: mengalami 1 Omglhr -0.57 213 anemia In+Fe+vit.A Placebo:-O.60 &-0.13

    Placebo Placebo: 0.03

    , I (Kartika, V dan snak pabrik48 bungkus@24 perlakuan WAZ. -0.86, Perlakuan: Perlakuan: Jahari, A. 2003) gramJhari gram per minggu 51 anak energi 197 k HAZ-O.78 WAZ.-O.15 +325 glbln 1.57 cmlbln

    miskin kontrol; cal, protein WIH -0.33 HAZ-O.02 umur5 4.8 g. Ca BBIPB-O.14 Kontrol: Kontrol: bulan 216 mg, Fe Kontrol: +130 1.39cmlbl

    4.8 mg, Zn WfJ.Z. -0.10, Kontrol: (NS) 1.9mg, HAZ-O.66, WAZ.--O.60 vit.A624IU, W/H -0.53 HAZ-O.33 vlt.C 24 mg WII-I-O.45

    WAZ.&WIH

    II I II (Soenaryo. E. anak MPG contoh: 143 sld-1.24 WAZ., HAZ, W IH MPG:260g MPG:1.33 2003) (+Glutamln) bayi HAZ: -1.09 sid MPG: -0.18, MPK: 257 9 MPK: 1.27

    MPK{Komersial) -1.13 -0.07, -0.15 MPP: 240 9 MPP: 1.33 MPP(tanpa WIH: -0.44 MPK: -0.18, glutamin) sid -0.51 -.DB, -0.14

    MPP: -0.20

    (Martorell 1995; hamil sid ASI +O,13HAZ Schroede 1995) vitamin anak 36 bin-

    14

  • (Gershoff st al.

    etal.

    stal.

    pangan untuk anak

    pangan untuk anak

    pusst : 3 bin

    ... diteliti oleh Simondon fit BI. 1996; NS=Non Significant

    15

    Tabel 2 (Ianjutan)

    -2.4 HAl

    bin -2.4 HAl (NS) +0.01 WAl

    -2.11WAl

    15

  • 16

    Perkembangan Anak

    Istilah pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua hal yang barbeda tetapi tidak berdiri sendiri (Hu~ock 1991). Pertumbuhan berkaijan dengan perubahan kuantitatif yaitu peningkatan ukuran dan struktur sedangkan perkembangan berkaitan dengan perubahan kualitatW dan kuantitatif sehingga perkembangan dapat didefinisikan sebagai deretan progresif dari perubahan yang taratur dan koheren. Hurlock (1991) menyebutkan perkembangan anak terdiri dari perkembangan fisik, perkembangan motorik, perkembangan bicars, perkembangan emosi, perkembangan scsial, perkembangan bermain, perkembangan kreativitas, perkembangan kognitif, perkembangan moral, perkembangan pera" seks dan perkembangan kepribadian.

    Terdapat beberapa teori tentang perkembangan anak namun yang mempunyai dampak terbesar pada penelitian ilmiah adaJah teori yang menyatakan bahwa perkembangan anak dipengaruhi tidak hanya oleh lingkungan atau genetik saja tapi marupakan interaksi keduanya (Ruch, 1967). Dikatakan lebih lanjut olah Ruch, (1967) bahwa meskipun dasar pola perkembangan pada mulanya adalah genetik tapi polanya tergantung pada faldor lingkungan dan lingkungan mempengaruhi perkembangan melalui 2 (dua) cara yaitu penyediaan stimulasi dan situssi yang kondusif bagi anak untuk belajar. Perkembangan tergantung kematangan sistem syaraf dan kematangan organ tubuh lainnya dan stimulasi hanya akan berarti jika kematangan ini telah tercapai

    Pengaruh Gizi Terhadap Perkembangan Anak

    Defisiensi gizi kronis berpengaruh tidak hanya pada pertumbuhan fisik, juga akan berpengaruh terhadap perkembangan kecerclasan anak (Matorrel 1997; Husaini 1999). Watarlow (1994) menyatakan bahwa pertumbuhan mendatar (gangguan tumbuh kembang) berasosiasi dengan katerlambatan perkembangan motorik (Waterlow 1994; Grantham- McGregor 1992).

    Protein-Energi. Berbagai hasil penelitian di beberapa negara menunjukkan hubungan nyata antara tinggi menurut umur atau stunting dan perkembangan anak antara lain studi di Guatemala (Lasky et 81.1981); Chili (Monckeberg at 81.1972); Jamaica (Powell & Grantham McGregor, 1985); Kenya (Sigman et al. 1989). Relatil sedikij hasil penelitian yang gagal menunjukkan hubungan antara stunting dan perkembangan anak. Deskripsi singkat penelitian

  • 17

    lersebul seperti yang lerlihal pada Tabel 3 di bawah ini. Berbagai sludi suplemen protein dan energi talah dilakukan untuk rnelihat pengaruhnya terhadap perkembangan anak. Berbagai hasil studi menunjukkan suplemen berdampak posilif lerhadap perkembangan anak (TabeI4).

    Zat Besi. Talah banyak penelitian yang dilakukan mengenai hubungan antara keadaan kurang besi dengan kognitif. Walaupun ada beberapa penelitian mengemukakan bahwa defisiensi besi kurang "yata berhubungan dengan kemunduran intelektual tapi banyak penelitian yang membuktikan bahwa defisiensi besi mempengaruhi pemusatan perhatian, kecerdasan dan prestasi belajar di sekolah (Husaini 1999). Sandslead (2000) menyimpulkan bahwa defisiensi basi sedang sampai berat dapat mengganggu fungsi neuropsichologic. Tabel 5 berikul ini merupakan gambaran hasil beberapa penelilian yang rnelakukan intervensi salama 2 sampai 6 bulan.

    Sang. Defisiensi sang merupakan masalah masyarakat yang umum terjadi di banyak tempat. Defisiensi seng bertlubungan dengan komplikasi kelahiran dan kejadian beral badan lahir rendah (Goldenberg et al. 1995), lerganggunya fungsi imun (Caslillo et al. 1987) dan meningkalnya lama dan lingkal beral kejadian diare pada anak (Sazawal et a/. 1996). Defisiensi seng juga dapal menyebabkan lerganggunya pertumbuhan dan beberapa sludi suplemen seng menunjukkan hasil yang signifikan lerhadap pertumbuhan yang dnunjukkan dengan tinggi dan berat badan menurut tinggi badan.

    Penelilian Sandslead at al (1998) dengan desain double-blind randomized controlled trials pada 740 bayi Cina dan penenlian Penland et al. (1999) pada 240 bayi Mexico-Amerika dan 6-9 bulan yang diberi Zn 20 mg per hari dan mikronutien lainnya nyata meningkatkan fungsi neuropsychO/ogic. Hasil penelilian lersebul bertenlangan dengan hasif penelnian Hamadani et al. (2001) dengan desain double blind, controlled trial di Dhaka. Siudi ini dilakukan pada 301 bayi berumur satu bulan dengan suplemen Zn 5 mg setiap han selama 5 (lima) bulan. Kemudian 212 bayi pada saal berumur 7 dan 13 bulan diamali perkembangannya dengan tes Bayley. Hasilnya menunjukkan score indeks perkembangan menial pada kelompok yang diberi Zn nyala lebih rendah dibanding placebo dan diduga karena ketidakseimbangan mikronutrien sehingga disarankan perlu hati-hati jika melakukan suplementasi mikronutrien. Tabel 6 berikut ini gambaran singkat berbagai hasil penelitian Zn tertladap perkembangan anak.

  • Tabel 3 Hasil Penelitian Hubungan antara Panjang Badan (PB) menurut Umur dan Perkembangan Anak Penelitlltempat Contoh

    Sigman at al. n=110 umur 18-30 bulan (1989) Kenya

    Powell & n-168 Grantham- umur 6-30 bulan McGregor (1985) Jamaica

    Pangukuran Panjang Badan Bayle Scales, MDI & PDI Pengamatan aktivitas bermain dirumah

    PB menurut umur Griffiths Mental Developmental Scales, Developmental Quetient

    Lasky at al. (1981) n=418; 6 bulan PS, Mental & Motorik: Guatemala 383 bayi 15 bulan (n=383) & Composite Infant Scale

    334 bayi 24 bulan diamati

    Monckeberg (1972). Chili

    n-118 umur 1-3 tahun

    PB menurut umur DO

    Hasil Skor Bayley berhubungan positif dengan PB (r=O.25, P

  • Tabel4 Hasil Studi Pengaruh Suplementasi Energi dan Protein terhadap Perkembangan Anak

    Peneliti/tempat Contoh

    Husalni et at n=113; 6-20 bulan di 20 (1991) Indonesia Tempal Penitipan Anak

    (TPA)

    9TPA' suplemen

    11 TPA: kontrol

    Polli! et a/. (1997) n=334: 6-60 bulan Indonesia

    suplementasi th 1986

    dan 334 anak diamati kembali:

    kip suplementasl: 125

    kip kontrol: 106

    Jahari et a/. n=53; 12 bulan (2000) Indonesia

    n=83; 18 bulan

    Perlakuan Test

    Pangan perhari dg 10.66 kJ Mental & Motorik (400kkal) dan 5 9 protein Bayley Test

    suplementasi 3 bulan: -1672 Diamati th 1994 kJ (400 kkal) th 1986

    -Memory Function

    -Peabody Picture-Vocabulary Test, -Word Fluency Arithmetic Test

    -Stenberg Test of Working Memory

    Hasil

    Berpengaruh nyata terhadap perkembangan motorik tapi tidak nyata terhadap mental

    Kip suplementasi tidak nyata berbeda dg kip kontrol tapi nyata berbeda pada kip suplementasi yang contohnya berumur 18 bulan (n=73)

    E=1171kJ+12 mg Fe

    M=209 kJ+12 mg Fe

    Perkembangan Motorik Kip 12 bulan: anak kip E lebih cepat bisa dengan

    s= 104 kJ Bayley Test

    Suplementasi: 3 bin Baseline; sekali dua bulan

    berjalan dan skor Bayley lebih tinggl serta lebih aktif dibanding kip M&S

    Kip 18 bulan: total motor activity score berbeda

    19

  • Pollit et a/ (2000) Indonesia

    Walka et at. (2000) Indonesia

    ,d,

    sd,

    Tabel4 (lanjutan) sd,

    sd,

    Bayley Test Kip 12 bulan: anak kip E lebih cepat bisa be~alan dan skor Bayley lebih tinggi serta lebih matang sosialkognitif dan emosi dibanding kip M&S

    Perilaku bermain: Tidak berpengaruh terhadap bermain relational, Functional & kualitatif Simbolic Play Dengan metode yg dikembangkan oJeh Ungerer, Sigman dkk

    20

  • TabelS Percobaan Pemberian Zat Besi pada Anak Anemia Berumur Qua tehun Penelitiftempat Contoh Perlakuan Ujl Hasil

    Lozoff at al. (1987) Umur 12-24 bulan Oral atau intramuscular Fe Bayley Test Skor MOI&POllebih rendah pada anak n=52 (anemia) untuk 1 minggu anemia n=non anemia Oral Fe 12 minggu Tidak ada pengaruh perlakuan setelah Acak menerima perlakuan & satu minggu placebo Anak anemia yang dapat recovery

    sesudah 3 bulan tidak berbeda nyata skor MOl dan POI saat 15 bulan; anak anemia yang recoverynya tidak sempuma mempunyai skor nyata lebih rendah

    Walter et 81 .(1989) 1. n 196, umur 3 bulan yg 1.Pangan yg difortifikasi Fe Bayley Test 1. Kelompok anemia skor MOl dan Chili distratifikasi menurut dari 3-12 bulan POllebih rendah pada umur 12

    pemberian ASI, random 2.0ral Fe selama 10 han bulan assignment untuk perlakuan 3.0ral Fe selama 3 bulan 2. Tidak ada efek perlakuan terhadap atau placebo skor MOl dan POI

    2. n=39 anemia dan n=30 non 3. Tidak ada perbedaan pada anemia perubahan MOl dan POI pada

    3. Semua anak menerima pada kelompok anemia dan kontrol kl~ 2 menerima Fe

    Idjradinata & Pollitt (1993) Umur 12-18 bulan Fe selama 4 bulan Bayley Test Skor MOl & POI anak anemia lebih Indonesia 50 anemia dan 29 non anemia rendah dibanding 2 kip lainnya

    Besi, 47 Fe cukup dan masing- Anak anemia nyata meningkat & kejar masing diacak untuk menenma tumbuh 2 kIp lainnya perlakuan dan ~Iacebo

    Lozoff at al. (1996) Umur 12-23 bulan Fe selama 6 bulan Bayley Test Skor MOl di awat penelitian anak CostaRica n=32 anak anemia anemia nyata lebih rendah & tidak ada

    n=54 anak non anemia peningkatan. POllebih rendah tapi Acak untuk perlakuan dan tidak nyata dan tidak berubah

    ~Iacebo Williams at al. (1998) n=100 bayi 7 bulan Y9 minum Formula yg difortifikasi Fe Griffiths pada 7, 18. 18 bulan: tidak nyata England susu sapi atau susu sapi dan 7-18 bulan 24 bulan 24 bulan: Developmental Quetient dan

    Acak untuk perlakuan dan semua subsea/e nyala kecuali kontrol locomotor

    "

  • Penelitiltempat Benlley (1997) Guatemala

    Sazawal et af. (1996) India

    Friel et al. (1993) Canada

    Fahmida, U (2003).lndonesia

    Tabel 6 Studi Pengaruh Pemberian Seng terhadap Behaviour dan Fungsi Kognitif

    Contohldesaln n-108 Double blind randomized controlled trial

    n-93 umur 12-23 bulan Double blind randomized controlled treatment trial n-52 bayi dengan berat lahir sangat rendah. rata-rata umur gestasi 29 minggu Randomized controfled treatment trial n=200 per kelompok umur: 3-6 bulan mengalami anemia

    Perlakuan 10 mg Zn atau Placebo selama 7 bulan

    10 mg elemental Zn setiap hari selama 6 bulan Suplementasi 6 bulan: 11 mg/l Zn Tdk suplementasi: 6.7 mgtt Zn, 0.6 mglt Cu

    4 kelompok penelitian yaitu: Zn=seng 10 mglhr Zn+Fe=seng+besi 10mglhr Zn+Fe+vit.A=seng+Fe+

    vit.A 1000 IUlhr Placebo

    Suplementasi dilakukan selama 6 bulan

    Test Pengamatan Behaviour baseline, 3 dan 7 bulan kemudian

    Pengamatan Behaviour 2 hari, 5 jam per hari

    -Biokimia: darah & rambut -Antropometri -Cognitive: Griffiths Developmental Assesment Bayley II

    Hasil Tidak beda nyata antara baseline atau 3 bulan 7 bulan: kip suplementasi duduk dan bermain lebih banyak dan menangisnya lebih sedikit. Mayor milestones tidak berbeda Nyata meningkatkan aktivitas dan activity rating score & energy expenditure score Berbeda nyata pada growth velocities Griffiths motor subscale Tidak nyata berbeda pada Griffiths global score

    Perubahan MDI dan POI selama penelilian lidak beda nyala. Perubahan POI masing-masing: Zn=2.216.8; Zn+Fe=7.418.B Zn+Fe+vit.A=4.017.1 Placebo= 4.619.4 Perubahan MDI=-O.3 sid 3.1 point Asuhan psikososial (HOME) dan zat gizi mikro mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan. PDllebih ditentukan stalus gizi, usia, kesakilan dan asupan gizi dibanding HOME sedangkan MDI dipengaruhi oleh gabungan suplementasi, Hb dan HOME. Setelah 6 bulan pengaruh suplementasl terhadap status gizl tidak nyala tapi nyale untuk HOME.

    22

  • 23

    Pengukuran Outcome Perkembangan

    Para ahU psikologi telah mengembangkan alat untuk mengukur tingkat perkembangan dan $udah digunakan dalam berbagai penelitian ilmiah. Pengukuran outcome ini berdasarkan pengamatan terhadap milestone perkembangan. Menurut Pediatrics Neurology (2001) lerdapat 6 kelompok milestone dalam developmental milestone yaitu cognitive milestone, language milestone, social milestone, social and emotional milestone, gross motor milestone, fine motor milestone, dan self help milestone. Husaini at al. (1999) mengukur perkembangan motorik kasar dengan milestone menurut Denver Developmental Screening Test dan Bayley Scales of Infant Development Motor Scale seperti yang lelihat pada Tabel7 berikut ini:

    No Milestones 1. Duduk 1 2. Duduk 2 3. Duduk 3 4. Gengsot 5. Tengkurap 1

    6. Tengkurap 2

    7. Merangkak 1

    B. Merangkak 2

    9. Berdiri 1 10. Berdiri 2 11. Berjalan 1 12. Berdiri 3 13. Berjalan 2 14. Berjalan 3 15. Berjalan 4 16. Lari

    Tabel7 Milestone Perkembangan Motorik

    Keterangan Duduk dengan bantuan Duduk tanpa dibantu. tapi belum tegak Duduk tegak tanpa dibantu Sambil duduk dapat bergerak maju atau mundur Telungkup dan dapat mengangkat kepala dengan bertumpu pada tangannya Telungkup dan dapal mengangkat kepala dengan bertumpu pada tangan dan jari kakinya Tengkurap dan dapat bergerak pelan-pelan ke depan dan ke belakang Tengkurap dan dapat bergerak kesana-kemari dengan menggunakan kedua tangan dan lutut. Belajar berdiri Berdiri sambi! berpegangan Berialan dengan bantuan seseorang Berdiri tanpa bantuan Dapat be~alan beberapa langkah dan kaki sudah menapak Berjalan dengan langkah-Iangkah pendek tetapi badan belum tegak Berialan dengan langkah-Iangkah panjang dan sempuma Lari

    Husaini pada tahun 1994 menguji kognitif dengan menggunakan komputer melalui 4 pendekatan yailu: simple and choise reaction time; Stendberg working memory screening (ST); Probe recall dan tochiostosopic threshold (TT).

    Skala Bayley merupakan a~at pengukuran perkembangan yang cukup populer digunakan di banyak penelitian. Pada mulanya Bayley mengembangkan pengukuran perkembangan untuk anak berumur 3-24 bulan (Bayley 1969) lalu

  • 24

    Bayley mengembangkannya menjadi Bayley II Developmental Assesment untuk mengukur perkembangan anak berumur 1-42 bulan (Bayley, 1993). Skala-skala Bayley (Bayley, 1993) dibagi dalam liga bagian yang saling melengkapi, yailu:

    1. Skala Perkembangan Menial alau Mentel Developmental Index (MDn yailu skala untuk diagnostik kemampuan intelektual, terdiri dari 163 tugas terbagi dalam kelompok-kelompok, masing-masing kelompok mempunyai rentang 10 bulan. Pengukuran kecerdasan anak usia bayi ditekankan pada keterampilan sensorimotor. Skala tersebut mengevaluasi berbagai kegiatan dan proses yang meliputi ketajaman membedakan stimulus, perhatian, kemampuan memanipulasi benda, imitasi, Yokalisasi, daya ingat, mengatasi masalah dan menyebutkan nama objek. Contohnya adalah untuk menguji kemampuan memperhatikan rangsangan visual dan akuistik maka lesl yang dilakukan adalah memperlihalkan reaksi !erhadap cahaya dan keconsong.

    2. Skala Perkembangan Psikomotorik atau PDI (Psichomotor Developmental Index); terdiri dari 81 tugas meliputi kemampuan melakukan motorik kasar dan halus antara lain mengukur perkembangan kemampuan motorik serta pengendalian gerak kepala, memutar tubuh, duduk, merangkak, berjalan, memanjat dan naik tangga. Juga diperiksa motorik halus (misalnya sikap ibu jari terhadap jari-jari lainnya pada gerakan meraih) dan motorik kasar (misalnya melempar bola, melonca!). Waklu yang diperlukan unluk mengetes anak, rata-rata membutuhkan 45 menit untuk setiap anak. Biasanya 10 persen dari sampel membutuhkan waktu 50 menit atau lebih.

    3. Rekaman Perilaku Anak (Infant Behaviour Record) disini dicatat secara kualitatif perilaku anak selama pemeriksaan berlangsung. Pencatatan ini dikelompokkan ke dalam 27 kalegori. Faklor-faklor perilaku yang dica!a! dan yang dinilai pada pencatatan perilaku ini antara lain cara menjalin kontak sosial, verbalisasi, rasa takut, sikap bertahan dalam permainan, perhatian terhadap alat-alat permainan, kemampuan bekerjasama dan sebagainya. Penilaian perilaku ini menggunakan sebuah tabel yang menunjukkan persentase angka-angka dari setiap penggolongan perilaku anak. Oengan cara ini dapat diketahui apakah seorang anak menunjukkan perilaku yang sesuai atau tidak dengan hasil standar.

  • 25

    Pengukuran Llngkungan Pengasuhan.

    Cadwell dan Bradley (1979) merancang HOME (Home Observation for Measurement of the Env;ronment) yang merupakan pendekatan pengukuran lingkungan pengasuhan rumah. HOME ini terdiri dari 45 butir pertanyaan yang menggambarkan kualitas lingkungan anak. Masing-masing butir diskor satu jika sesuai dengan pertanyaan atau 0 apabila tidak sesuai dengan pertanyaan.

    HOME Inventory ini terdiri dari dua versi yaitu untuk mengukur lingkungan pengasuhan yang diselenggarakan orang lua unluk kelompok bayi (0-3 lahun) dan snak usia prasekolah (3-6 tahun). Masing-masing versi tercliri dari sub-skala yaitu:

    1. Penerimaan terhadap emosi dan kata-kata snak (11 pertanyaan) 2. Penerimaan lerhadap perilaku anak (8 pertanyaan) 3. Organisasi lingkungan fisik ( 6 pertanyaan) 4. Penyediaan alat permainan (9 pertanyaan) 5. Kelerlibalan oranglua dengan anak (6 pertanyaan) 6. Kesempatan yang diperoleh snak melalui stimulasi yang diberikan orang

    lua (5 pertanyaan)

    HOME dirancang berlandaskan 12 dasar pemikiran yang bersifat teoritis dan empiris berkaitan dengan pengaruh lingkungan terhadap perkembangan anak ya~u perkembangan anak dapal d~ingkalkan melalui:

    1. Pemenuhan kebutuhan fisik dasar dan pemenuhan kebutuhan kesehatan serta keselamatan

    2. Kontak dengan sejumlah orang dewasa di sekitar dan lingkungan anak 3. Suasana emosional yang positif 4. Menyediakan kebutuhan anak secara optimal 5. Pemberian rangsangan sensoris yang beragam dan berpola 6. Hadimya orang yang selalu memberikan respon secara fisik, kata-kata

    dan rasa terhadap perhatian anak 7. Tersedianya lingkungan yang memungkinkan anak untuk memperoleh

    kesempatan menjelajahi atau melakukan eksplorasi lingkungan 8. Pengorganisasian lingkungan anak dengan baik 9. Tersedianya alat bermain yang memungkinkan. anak melakukan

    koordinasi sensori motor

  • 26

    10. Pemberian kesempatan untuk mengadakan kontak dengan orang dewasa yang mau memberikan nilsi positif terhadap tercapainya suatu perilaku yang sesuai dengan harapan lingkungan

    11. Pemberian kesempatan untuk mendapatkan pengalaman kepada snak

    Pads umumnya semakin tinggi Skor HOME makin baik perkembangan snak. Dimensi yang paling konsisten berkorelasi tinggi dengan 10 adalah keterlibatan ibu, alat bennsin dan varias; stimulasi (PatmonodewQ 1993).

    Stimulasi Psikososial

    Stimulasi Psikosiadalah serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk membantu anak mencapai tingkat perkembangan yang optimal; kegiatan ini dilakukan melalui serangkaian latihan terarah dan berkesinambungan yang meliputi kegiatan gerak, bicara, bergaul dan pembinaan kemandirian anak (Madanijah 2002). Awal kehidupan anak merupakan masa kritis dalam kehidupan manusia dan kematangan yang dicapai harus disempumakan dangan rangsangan yang tepat. Menurut Zigler (Patmonodewo 1993) intervensi dini membantu anak dalam keluarga, bertujuan agar anak dapat bertahan dan optimal dalam perkembangannya. White menekankan bahwa pada usia tiga tahun partama adalah masa panting untuk diberi intervensi dan Patmonodawo (1993) menyatakan bahwa sangat teriambat jika intervensi diberikan pada ulang tahun kedua.

    Hasil penelitian di Tempat Penitipan Anak Pangalengan menunjukkan bahwa anak yang diasuh oleh pengasuh yang mandapatkan pelatihan psikososial mempunyai IQ rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang diasuh oleh pengasuh yang tidak dilatih (Pollit et al . 1998). Sehingga peranan keluarga terutama ibu dalam mengasuh anak sangat menentukan tumbuh kembang anak. Pengasuhan yang baik dalam pemberian makanan, pemeliharaan kesehatan, dan stimulasi mental serta dukungan emosional dan kasih sayang akan memberikan kontribusi yang nyata terhadap pertumbuhan dan perkembangan intelektual anak (Engle et al. 1998; Husaini, 1999).

  • 27

    Bina Keluarga Balita

    Paket stimulasi Bins Keluarga Balita (BKB) merupakan program stimulasi yang relalil sudah lama dilaksanakan di Indonesia. Sejak tahun 1980 BKB dirintis melalui suatu proyek yang diprakasai oleh Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanfta dengan penanggungjawab di lapangnya adalah Badan Koordiansi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

    Tujuan umum program BKB ini adalah untuk meningkatkan paran ibu dan anggota rumah tangga lain untuk sedini mung kin memberikan stimulasi pads perkembangan anak yang menyeluruh dalam aspek fisik, mental, dan sosial yaitu terbentuknya manusia Indonesia seutuhnya yang menghayati dan dapat mengamalkan Pancasila (BKB 1996). Penjelasan lenlang BKB akan lebih dalam dijelaskan pads sub bab Program intervensi anak usia dini di Indonesia.

    Beberapa peneliti telah melakukan penelitian yang berhubungan dengan pelaksanaan BKB ini. Hasil penelilian Sadli (1986) menyimpulkan bahwa program BKB meningkatkan kesadaran ibu terhadap peranannya dalam berbagai keperluan keluarganya, serta meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan pengasuhan anak.

    Himaklullah (1999) membandingkan keberhasilan belajar peserta BKB dan bukan BKB di wilayah perkolaan dan pedesaan menemukan lerdapal perbedaan nyala dari lingkal keberhasilan belajar anlara ibu-ibu peserta BKB dan lidak BKB; lingkal keberhasilan belajar peserta BKB di perkotaan lebih baik dibanding pedesaan dan 3 (tiga) faktor pembelajaran yang mempunyai hubungan nyata dengan hasil belajar adalah tingkat pendidikan ibu, pendapatan keluarga, frekuensi kehadiran dan media pengajaran. Manihuruk (1998) menemukan perkembangan molorik anak balfta yang ibunya peserta BKB 1 skor (14.3%) lebih tinggi dibandingkan anak balita bukan BKB.

    Ibu Maju Anak Benmutu Patmonodewo (1993) seorang ahli psikologi dari Universitas Indonesia

    merancang pakel pelalihan yang diperunlukan bagi ibu-ibu di pedesaan yang mempunyai anak berumur 12-24 bulan yang berpendidikan rendah. Paket ini dirancang unluk menyederhanakan konsep-konsep psikologi perkembangan sehingga mudah dipahami oleh ibu-ibu di pedesaan dengan pendidikan relatif

  • 28

    rendah. Terdapat 10 tahapan kegiatan pelatihan untuk ibu yaitu: Mendengar Aktif dan Pesan Diri, Kegiatan Bermain, Perkembangan Gerakan Kasar, Gerakan Kasar Praktek, Gerakan Halus, Praktek Gerakan Halus, Perkembangan Kecerdasan, Praktek Kecerdasan, Perkembangan Sasial, Praktek Perkembangan Sosial.

    Oampak Stimulasi tsrhadap Perkembangan Anak

    Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat pengaruh stimulasi psikososial terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, baik yang dilakukan dalam bentuk intervensi tunggal maupun gabungan dangan intervensi lainnya. Walker dan Grantham McGregor (2000) melakukan penelitian dengan memberikan intervensi stimulasi psikososial salama 2 tahun pada anak berumur 9-24 bulan. 5elain itu Grantham-McGregor et ai, 1997) melakukan penel~ian dengan intervensi stimulasi psikososial yang dipadukan dengan suplemen. Patmonodewo (1993) melakukan studi eksperimental kuasi di dua desa untuk menguji efektifitas paket Ibu Maju Anak bermutu menyimpulkan bahwa pelatihan pada ibu dengan paket terse but nyata berdampak pos~if terhadap perkembangan anak dan skor HOME. Anwar (2002) yang mencoba melakukan studi intervensi terpadu selama 6 bulan dengan bentuk intervensi: stimulasi psikososial ulbu Maju Anak Bermutu. penyuluhan gizi setiap dua minggu sekali, penyuluhan kesehatan setiap dua minggu sekali", dan pemberian makanan tambahan berupa bahan makanan pokok yaitu beras, kentang dan telur dengan kandungan zat gizi mendekati 70% kebutuhan zat gizi anak umur 12-18 bulan juga menunjukkan dampak positif perlakuan terpadu terhadap perkembangan .nak dan skor HOME ibu.

    Muljati, 5 (1997) yang secara purposive menel~i 52 anak berumur 6-32 bulan penderita Kurang Kalon Protein (KKP) menemukan kelompok-kelompok yang diintervensi selama 6 bulan dengan penyuluhan gizi. pemberian susu skim satu ons per orang per kunjungan dan stimulasi nyata perkembangannya lebih baik dibanding kontrol. Gambaran singkat beberapa hasil penelitian stimulasi psikososial seperti terlihat pada Tabel 8 di bawah ini.

  • 29

    Tabel 8 Hasil Penelitian Intervensi Stimulasi Psikososial pada Anak

    Penelill Contoh Intervensl&desaln Pengukuran Hasll&Keslmpulan Patmonodewo, S 69 anak umur 1224 Intervensi penyuluhan ibu maju Home Observation for Perkembangan snak dan skor HOME pade ibu di (1993) bulan dan ibu dangan anak bennutu pada ibu dg Ateasu~ntofthe kelompok intervensi nyata lebih tinggi dibanding

    kriteria umur 20-35 Pelatihan 21 han tdd 6 kali leon Environment (HOME) kontrol tahun dan pendidikan @2jam dan 4 kali praktek @90 mnt Bayley Scales 4-9 tahun KIp Kontrol: 35 ibu

    KID InteNensi: 34 Ibu Muljati, at ai, (1997) Purposive 52 snak; Kelompok Intervensi: penyuluhan Bayley Scales Kelompok Intervensi nyats lebih baik

    Umur: 6-32 bulan gizi, pemberian susu skim satu ons Anak KKP, Klinik per orang per kunjungan; Stirnulasi Puslitbang Gizi Kelompok Kontrol: sda tapi tanpa Boaor. stimulasi. Intervensi 6 bulan

    Anwar (2002) 105 anak; 1218 bin Intervensi: penyuluhan gizi, Home Observation for MOl kip III & I nyata berbeda penyuluhan kesehatan, pemberian Measur&ment of the MOl kip II & III tidak nyata makanan tambahan (telur, kentang Environment (HOME) & beras) dan stimulasi psikososial Bayley Scales POI tidak berbeda nyate. kip I: kontrol; KIp II: intelV8nsi Terdapat hubungan nyeta antara MDI, PDI dg Total tunaaal; Klo III: intelV8nsi teroadu HOME

    Grantham 127 anak; Q..24 bin KIp I: Suplementasi; KIp II: Generel cognitive, KIp I, II, III nyats lebih baik dibanding kontrol McGregor et al. Stimulasi; KIp III: Suppl+Stimulasi Perceptual-motor factor, KIp III bisa kajar tumbuh (32 anak) (1997) KIp IV: kontrol Memory Kip II hanya nyate pada ibu yang 10 verbalnya lebih

    Intervensi: 2 tahun tinaai Walker & Anak Q..24 bulan Stimulasi psikososial selama 2 Sesudah 4 tahun Dampak stimulasi Psikososial kecil tapi nyate Grantham KIp I: growth tahun intelV8nsi berdampak positif jangka panjang terhadap kognitif McGregor (2000) restricted children WICS Performans kip I nyata lebih jelek dibanding kip II

    KIp II: non restricted children

    Walker et a/. BBLR-140 anak Intervensi psikososial dengan 15 bulan dan 24 bulan Nyata berdampak positif terhadap Skor Development (2004). Jamaica NonBBLR=94 anak kunjung rumahlminggu dari lahir..s Griffith scales Quotient (DO) dan performsn sub skala hsnd&eye

    minggu dan dari 7-24 bulan pada umur 15 bulan dan 24 bulan serta HOME Skor DQ bayi BBLR lebih rendah setelah intervensi. BBLR berhubungan dengan keterlambatan perkembangan dan stimulasi psikososial dapat menekan keterlambatan tsb

    29

  • 30

    Para nan ASI tarhadap Partumbuhan dan Parkambangan

    Pemberian ASI dapal mencegah le~adinya gangguan lumbuh kembang pada kelompok bayi dengan papa ran inleksi linggi. Hasil penelilian Vilalpando dan Lopez (1999), menunjukkan panjang badan kelompok yang diberi ASI cenderung lebih tinggi dibanding yang diberi formula.

    Salah satu penyebab terjadinya gangguan tumbuh kembang di Indonesia yaitu rendahnya pemberian ASI eksklusif kepada snak bawah dua tahun. Hasil penelilian MPASI pada 4200 anak di 5 Propinsi memperlihalkan pada anak 6 bulan hanya 6% yang menyusui secara eksklusil (Gambar 8). Pada saal 2 bulan, kurang dari setengah yang masih menyusui secara eksklusif. Anak seharusnya diberikan ASI eksklusif setidaknya sampai umur 4 bulan dan bils

    memungkinkan sampai 6 bulan.

    % aDak 70 60

    50 40 30

    20

    10 0

    63%

    Gambar 8 Persenlase Bayi yang Mendapal ASI EksklusW Menurut Umur (Sumber: Unicel Complemenlary Feeding Sludy, 1997))

    Makanan Pandamplng ASI,

    Banyak studi yang menunjukkan defisiensi mikronutrien berhubungan dengan konsumsi pangsn hewani. 8erdasarkan kajian terhadap beberapa studi Krebs (2000) menyalakan bahwa peningkalan intake pangan hewani dan ASI pada bayi berumur dialas 6 (enam) bulan akan mendukung kebuluhan lerhadap seng dan besi. Penelitian di pedesaan Egyptia menunjukkan ibu hamil yang

  • 31

    banyak mengkonsumsi produk hewani selama kehamilannya berhubungan dengan kecerdasan anaknya (Kirk et 81. 1991). Produk hewani berhubungan dengan kemampuannya sebagai sumber besi heme. Besi pangan terdapat dalam dua bentuk yaitu Fe-Heme dan Fe-non heme. Hampir 50% besi pada daging adalah Fe-Heme (Fe-protopofirin) dengan tingkat bioavailabilijinya 15-35% sedangkan bioavailabilitas pangan lain berkisar antar 2-20% (Monsen 1988). Phitat (5 dan 6 phosphale inosijol) pada produk sereal dan kacang-kacangan menghambat absorpsi basi dan sang karena tubuh manusia tidak mampu mengatasi pengaruh inhibilor ini (Brune et 81. 1989).

    Terclapat dua janis MPASI yang umum diberikan yaitu makanan formula dan makanan rumah olahan sendiri. Sehubungan dangan hal tersebut, hasil penelitian Jahari et a/. (2000) menunjukkan terdapat kecenderungan prevalansi kurang gizi pada kelompok anak yang diberi makanan rumah lebih tinggi dibanding yang diberi makanan formula. Secara umum, makanan rumah tidak mampu memenuhi kebutuhan zat gizi anak khususnya mikronutrien seperti vitamin A, besi dan seng. MPASI yang baik seharusnya memenuhi tiga kriteria utama yaitu: mengandung zat gizi yang cukup, aman bagi kesehatan dan dengan harga yang te~angkau. Namun aspek penling lainnya yang perlu diperhatikan dalam pemberian MPASI ini adalah perilaku ibu, mengingat ibu merupakan pengambil keputusan utama dalam pemberian makanan anak yang dibedakan menjadi dua yaitu makanan rumah dan makanan formula pabrik.

    Kebutuhan Zat Gizi bagi Tumbuh Kembang Anak

    Seorang anak yang lahir ke dunia telah disediakan baginya makanan lengkap yang kualitasnya tidak dapat ditandingi dengan makanan lain yaitu Air Susu Ibu. ASI pada awal-awal kehidupan dapat memenuhi kebutuhan bayi namun be~alan dengan waktu produksi ASI tidak mampu memenuhi kebutuhan bayi yang semakin besar. Ketika AS] tidak mampu memenuhi seluruh kebutuhan zat gizi yang diperlukan bayi maka asupan gizi harus ditambahkan dari sumber selain ASI.

    Energi. Rekomendasi kebutuhan energi yang harus dipenuhi seperti yang lerlihat pada Tabel 9. KebUluhan energi yang akan dilambahkan tergantung tingkal asupan ASI (rendah, sedang, alau tinggi). Sehingga tambahan energi untuk asupan selain ASI berbeda pada ketiga kelompok lersebut (Tabel 10).

  • 32

    Produksi AS! dan kebutuhan bayi di negara berkembang berbeda dengan negara industri sehingga besarnya energi yang perlu ditambahkan juga berbeda untuk kedua negara (Tabe110 dan TabeI11).

    Protein dan Mlkronutrien. Sarna halnya dengan penghitungan kebutuhan energi, kebutuhan protein dan mikronutrien yang aka" ditambahkan dari MPASI tergantung apakah ibu memberikan ASI atau tidak dan tingkat pemberian ASI tersebut dibedakan lagi menjadi tiga kelompok yaitu rendah, rata-rata dan tinggi.

    Tabel 9 Kebutuhan Energi bagi Anak pada Kelompok Umur 0-23 bulan') Rekomendasi Energi

    Umur FAOIWHO/UNU 1985' Buttle 199611 Torun eta/.1996e (bulan) Kkal/kg Kkal/hari kkall kkallhari kkall kkallhari

    BBlhari kg BBlhari kg BBlhari 0-2 16 520 88 404 3-5 99 662 82 550 6-8 95 784 83 682 9-11 101 949 59 830 12-23 106 1170 86 1092

    *) Sumber: WHO.199S. Complementary Feeding of Young Children in Developing Countries. A review of current SCientific knowledge.

    Tabel10 Kandungan Energi (kkai) yang Berasal dari AS! dan Jumiah yang Diperlukan dari Makanan Pendamping ASI (MPAS! ) menurut Umur di Negara-negara Berkembang"

    3-5 6-8 9-11 12-23

    314 217 157 90

    474 413 379 346

    634

    609 601 602

    236 465 673 1002

    76 269 451 746

    o 73

    229 490

    iSumber: WHO, 1998. Complementary Feeding of Young Children in Developing Countries. A review of current scientific knowl9dge.

    a) Untuk umur 0-2 dan 3-5 bulan. asupan energi dari ASI eksklusif; b) Rendah (mean 2 SO); Rata-rata (mean) dan Tinggi (Mean+2 SO) c) Energi yang diperlukan dan MPASI dihitung dari perbedaan antara kebutuhan (1aOOI1)

    dengan asupan dari AS!. d) Kategori rendah, sedang dan tinggi OOrhubungan dengan asupan dari ASI pada b)

  • 33

    Tabel11 Kandungan Energi (kkal) yang Serasal dari ASI dan Jumlah yang Diperlukan dari Makanan Pendamping ASI (MPASI ) menunJI Umur di Negara-negara Industri*)

    Konsumsi energi dari ASI (kkal) Energi yang dibutuhkan dan MPASI Kelompok Tingkat Konsumsi ASI Tingkat Konsumsi ASI Umur{bln) Rendah Sedans Tinggi Rendah Sedang Ting9i

    0-2 294 490 666 110 0 0 3-5 362 548 734 188 2 0 6-8 274 486 698 408 196 0 9-11 41 375 709 789 455 121 12-23 0 313 669 1092 770 423

    jSumber. WHO, 1998. Complementary Feeding of Young Children in Developing Countries. A review of current scientmc knowfedge.

    a) Untuk umur 0-2 dan 3-5 bulan, asupan energi dan ASI eksklusif; b} Rendah (mean 2 SO); Ratarata (mean) dan linggi (Mean+2 SO). e) Energi yang diperlukan dari MPASI dihilung dan perbedaan antara kebutuhan (TabeI1)

    dengan asupan dari ASI. d) Kategori rendah, sedang dan linggl berhubungan dengan intake dari ASI pada b).

    Pengukuran dan Penilaian Konsumsi Pangan

    Terdapat berbagai metode pengukuran dan penilaian konsumsi pangan. Salah satunya adalah dengan cara mengukur semua pangan yang dikonsumsinya dengan metode recall. Pada bayi, pangan yang dikonsumsi dapal dikelompokkan menjadi dua kelompok yailu ASI dan Makanan Pendamping ASI. Selanjutnya data konsumsi pangan dikonversikan ke dalam nilai energi dan zat gizi yaitu protein, vitamin A, vitamin C dan tiamin, serta mineral kalsium, fosfor dan besi dengan menggunakan Dattar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) (Departemen Kesehalan, 1995; Hardinsyah dan Briawan, 1994). Khusus MPASI produk induslri, kandungan gizinya dih~ung berdasarkan komposisi zat gizi yang ada dalam kemasan makanan/minuman tersebut. Penghitungan kandungan energi dan zat gizi konsumsi pangan anak dilakukan dengan program Food Processor atau Nutrisof yang telah dikembangkan

    Pusl~bang Gizi Bogor, 1999 .. Kandungan zat gizi dari ASI dihitung dengan cara konversi kandungan

    energi dan zat gizi ASI seperti terlihat pada Tabel 12. Dalam penghitungan lingkal kecukupan konsumsi gizi dapal dilakukan dengan membandingkan zal gizi yang dikonsumsi dengan angka kecukupannya. Terdapat dua angka kecukupan yang dapat digunakan yaitu angka kecukupan individu atau angka kecukupan untuk kelompok umur.

  • 34

    Tabel12 Estimasi Kandungan Energi dan Zat Gizi dari ASI Kandungan

    No Zat Gizi Per liter 1) Per 100 9 2} 1 Energi (Kkal) 681.00 86.00 2 Prolein (g) 10.50 1.02 3 Kalsium (mg) 280.00 27.20 4 Posfor (mg) 140.00 13.60 5 Besi (mg) 0.30 0.03 6 Vilamin A (RE) 500.00 48.50 7 Vilamin C (mg) 40.00 3.90 8 Vilamin B1 (mg) 0.21 0.02

    Keterangan : 1) Sumber: WHO.1998 2) Olhltung dengan berat jenis ASI = 1.03

    Angka kecukupan zat gizi untuk kelompok umur yang dianjurkan menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) VI seperti yang lerlihal pada tabel berikut ini. Mengingat adanya variasi umur dan berat badan pads satu kelompok umur maka angka kecukupan individu lebih dianjurkan penggunaanya. Angka kecukupan individu unluk beberapa zal gizi seperti lampak pada Tabe114.

    Tabel13 Angka Kecukupan Energi dan Zal Gizi Yang Dianjurkan per Orang per Hari (WKNPG,1998)

    Umur BB Energi Protein Vit.A Tiamin V~.C Kalsium Fostor Besi (bulan) (kg) (Kkal) (g) (RE) (mg) (mg) (mg) (mg) (mg) 0 6 5.5 560 12 350 0.3 30 300 200 3 7 -12 8.5 800 15 350 0.4 35 400 250 5 13 - 3 12.0 1250 23 350 0.5 40 500 250 6

    Tabel 14 Angka Kecukupan Energi dan Zal Gizi Individu per kilogram Beral Badan per Hari (WKNPG, 1998)

    Umur BB Energi Protein Vit.A Tiamin Vit.C Kalsium Fosfor Besi (bin) (kg) (Kkal) (g) (RE) (mg) (mg) (mg) (mg) (mg) 0-6 5.5 112 2.4 70 0.1 6 60 40 0.6 7-12 8.5 94.1 1.8 41.2 0.1 4.1 47.1 29.4 0.6 13-47 12.0 104.2 1.9 29.2 0.1 3.3 41.7 20.8 0.7

  • 35

    Tingkat Kecukupan Zat Gizi (TKG) snak merupakan perbandingan antara konsumsi dengan angka kecukupannya, dinyatakan dalam persentase. Mutu glzl konsurnsi pangan dinyatakan sebagai Nilsi Rata-rata Tingkat Konsumsi Gizi (NRTKG) yang dih~ung berdasarkan perhilungan Tingkal Kecukupan dari delapan jenis zat gizi pangan yang dikonsumsi oleh anak, dengan rumus sebagai berikut:

    Total konsumsi zat gizi TKG (i) = ------------------ x 100 %

    AKG zal gizi (i)

    NRKG = (TKG 8 zat gizi) I 8

    Klasifikasi mulu gizi adalah sebagai berikut (Gibson, 1990): NRKG ~ 85% : mutu gizi baik 70% < NRKG > 85% NRKG s 70%

    : mutu gizi kurang baik : mutu gizi 5angat kurang I buruk

    Program Pengembangan Anak Dini Usia di Indonesia Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)

    Bermula dengan program UPGK di laman gizi yang dilahirkan pada lahun 1969 yang bersifal edukalif unluk meningkalkan gizi masyarakal lalu berkembang menjadi kegialan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) pada lahun 1984. Posyandu ini merupakan salah satu bentuk Pembangunan Kesehatan Masyarakal Desa (PKMD) yang kegialannya merupakan ke~asama linlas sektoral dan peran serta masyarakat.

    Tujuan Posyandu meliputi: (1) mempercepat penurunan angka kematian bayi dan anak balita serta penurunan angka kelahiran; (2) mempercepat penerimaan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahlera (NKKBS); (3) meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan kegiatan-kegiatan lain yang menunjang sesuai kebutuhan (Depkes RI, 1986).

    Terdapal 5 (lima) program ulama pelayanan di Posyandu melipuli: pelayanan KB, Gizi, imunisasi, penanggulangan diare dan KIA. Kelima program dilaksanakan secara terpadu dengan kerjasama lintas seldoral.

  • 36

    Penyelenggaraan Posyandu dilaksanakan sebulan sekali dengan pols 5 (lima) meja yang dilaksanakan oleh kader. Pols lima meja tersebut terdiri dan: Meja 1: pendaftaran Meja 2: penimbangan bayi dan anak bafits Meja 3: pencatatan atau pengisian KMS Meja 4: penyuluhan perorangan meliputi: (1) mengenai anak bafita berdasarkan hasil penimbangan berat badan, diikuti pemberian makanan tam bahan, oralit dan vitamin A dosis tinggi; (2) penyuluhan hamil bagi ibu hamil beresiko tinggi diikuti dengan pembenan lablel lambah darah; (3) penyuluhan bagi Pasangan Usia Subur agar menjadi anggota KB lestari diikuti dengan pelayanan alat kontrasepsi Meja 5: pelayanan oleh tenaga profesional meliputi pelayanan KIA, KB, irnunisasi sarta pelayanan lain sesuai kebutuhan setempat.

    Sejak krisis moneter 1997 masalah gizi meningkat sedangkan kegiatan posyandu justru banyak mengalami penurunan maka sehubungan dengan hal lersebul pada langgal 3 Marel 1999, pemerinlah mengeluarkan Sural Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor: 411.3/536/SJ tentang revitalisasi posyandu. Secara umum revitalisasi posyandu ini bertujuan untuk meningkatkan fungsi dan kinerja posyandu untuk mempertahankan dan meningkatkan status gizi dan derajat kesehatan ibu dan anak, memantapkan sistem pelayanan kesehatan dalam rangka pembangunan kualitas manusia serta meningkatkan kemampuan organisasi kemasyarakatan dalam kemandirian untuk kesejahteraannya.

    Tercalal pada lahun 2002 jumlah Posyandu di Indonesia 245-758 Posyandu yang melayani sekilar 10.785 255 anak balila. Keberadaan posyandu telah mampu membawa perbaikan status gizi dan kesehatan masyarakat dari jumlah anak yang berslalUs gizi baik 53.06% pada lahun 1989 membaik menjadi 63.09% pada lahun 1995 (Direktoral PADU, 2002).

    Penyuluhan Glzi-Kesehatan. Penyuluhan berasal dan kala suluh yang berarti obor alau pelila sehingga

    secara harfiah penyuluhan berarti upaya yang memberi penerangan bagi orang yang berjalan dalam kegelapan (Pranadji, 1992). Berdasarkan berbagai pendapat tentang definisi penyuluhan, penyuluhan pada hakekatnya suatu sislem pendidikan luar sekolah (non lonnal) yang bertujuan untuk mengubah penlaku ke arah yang lebih baik dengan pendekalan belajar sambil berbual sehingga sasaran menjadi tahu, mau dan mampu memecahkan masalah yang

  • 37

    dihadapi baik secara sandiri-sandin maupun bersama-sama dalam rangka meningkalkan kesejahleraan din, keluarga dan masyarakat (Slamel, 1990 dan Mardikanlo, 1993).

    Oi Indonesia program yang berkaitan dengan penyuluhan gizi-kesehatan telah dimulai sejak tahun 1950-an dengan pembentukan Panitia Perbaikan Makanan Rakyal di Jawa Tengah lalu dilanjulkan dengan lahimya UPGK pada tahun 1969. Pada tahun 1992 melalui Undang-undang No 23 lahun 1992 yang salah salu inlinya adalah PKM (Penyuluhan Kesehalan Masyarakal), Depkes mempertegas kesungguh-sungguhannya dalam kegiatan penyuluhan. Disebutkan bahwa PKM diselen,ggarakan guns meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat dan aktif berperan serta dalam upaya kesehatan. Berkenaan dengan hal tersebut maka pelaksanaan PKM melekal pada seliap kegialan program kesehalan (PPKM, 1993). Hal ini menunjukkan aspek penyuluhan selalu ada dalam setiap program kesehatan baik yang dilakukan oleh pemerintah, swasta maupun oleh masyarakat. Dalam organisasi pelaksanaannya, fungsi aparat PKM ada pada setiap tingkatan dimulai dari tingkat nasional yang bemaung di bawah PPKM dan bertanggungjawab kepada Menlen Kesehalan RI (PPKM, 1995).

    Implementasi kegiatan penyuluhan kesehatan dilakukan pemerintah melalui berbagai media dan tempat misalnya secara langsung di posyandu dan puskesmas, melalui media TV, radio, media massa, poster, selebaran dan berbagai media lainnya. Posyandu merupakan ujung tombak dalam program penyuluhan baik melalui penyuluhan perorangan di meja 4 atau secara masal dan berkelompok.

    Suplementasi dan Pemberlan Makanan Tambahan. Salah satu program pemberian makanan tambahan yang sudah sejak lama

    dilaksanakan adalah PMT di posyandu yang langsung dikelola masyarakal dengan dana gabungan dan pemennlah dan masyarakal. Selain ~u program pembenan makanan lambahan berupa PMT pemulihan juga sudah diperkenalkan sepuluh tahun terakhir ini di puskesmas. PMT pemulihan adalah PMT bagi anak yang mengalami gizi buruk yang disediakan secara gratis di posyandu.

    Berkenaan dengan meningkatnya gizi kurang dan buruk pada masa krisis moneter, pemerintah membuat program PMT untuk balita dari keluarga miskin

  • 38

    dengan program Jaringan Pengamanan Sosial Bidang kesehatan (Depkes RI, 1999). Bersamaan dengan PMT Balita keluarga miskin ini juga digulirkan program Beras Murah bagi keluarga miskin. Berbagai program PMT atau program lainnya bagi keluarga marjinal menjadikan posyandu sebagai ujung tombak untuk penentuan sasaran. Posyandu dibawah puskesmas bersama-sarna melakukan penetapan sasaran dan monitoring pelaksanaan PMT dan bantusn. Selain PMT berupa pangsn, di posyandu dan puskesmas juga telah dilakukan program pemberian kapsul vitamin A bagi balita dan tablet besi bagi ibu hami!.

    Bina Keluarga Ballta (BKB) Paket stimulasi Bina Keluarga Balita (BKB) merupakan program stimulasi

    yang relatif sudah lama dilaksanakan di Indonesia dengan pembinaan difokuskan pads pembinaan keluarga sebagai pengasuh yang akan dibina untuk bertugas menstimulasi anak dirumah. Sejak tahun 1980 BKB dirintis melalui suatu proyek yang diprakasai oleh Kantor Menteri Negara Urusan Paranan Wanita (Palmonodewo S. 1993) dengan penanggungjawab di lapangnya adalah Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Tujuan umum program BKB ini adalah untuk meningkatkan peran ibu dan anggota rumah tangga lain untuk sedini mungkin memberikan stimulasi pada perkembangan anak yang menyeluruh dalam aspek fisik, mental, dan sosial yaitu terbentuknya manusia Indonesia seutuhnya yang menghayati dan dapat mengamalkan Pancasila (BKB 1996).

    Program penyuluhan BKB terdiri dari 16 pertemuan dengan tema pembicaraan masing-masing meliputi: (1) keterpaduan Keluarga Berencana dengan BKB; (2) konsep din ibu dan peranan ibu dalam pendidikan balila; (3) lumbuh kembang anak usia 0-5 lahun; (4) pemantapan pertemuan 1 sampai 3; (5) gerakan kasar; (6) gerakan halus; (7) perkembangan bieara; (8) pemanlapan pertemuan 5 sampai dengan 7; (9) kecerdasan; (10) kecerdasan (Ianjutan); (11) menolong din dan bergaul; (12) pemanlapan pertemuan 9 sampai 11; (13) pemeeahan masalah balila; (14) pemecahan masalah (Ianjulan); (15) pemanlapan pertemuan 13 sampai 14; (16) penulup, kesan dan pesan. Seliap pertemuan berlangsung 2 jam yang lerbagi dalam 3(liga) bagian yailu: (1) bagian permulaan selama 20 menit meliputi kegiatan pemanasan, pembukaan dan diskusi pekerjaan rumah; (2) bagian inti selama 50 menit meliputi penjelasan

  • 39

    bahan baru, demonstrasi oleh pelatih dan penentuan peke~aan rumah; (3) bagian penutupan selama 40 menit meliputi kesimpulan hasil pertemuan, peserta pulang, pembersihan ruangan, pengisian Isporan dan pertemuan khusus.

    Agar penyuluhan dapat berhasil dengan baik maka kader BKB harus: (1) mempelajari dan memahami materi yang akan disampaikan dalsm setiap pertemuan; (2) memahami ciri belajar orang dewasa yaitu: tidak menggurui, tidak menjadi ahli, tidak memutus bicara, tidak berdebat, tidak diskriminatif; (3) memahami hambatan-hambatan dalsm penyuluhan antars lain: faktor sosial budays, faktor kondisi lingkungan dan faktor penyuluhan sendiri; (4) mampu melakukan komunikasi dua arah (BKKBN, 1997). Terdapat 8 (delapan) indikator keberhasilan BKB yaitu: (1) jumlah kelompok bertambah; (2) kepengurusan lengkap; (3) pertemuan kelompok, pelayanan dan rujukan be~alan; (4) pencatatan dan pelaporan berjalan rapih dan benar; (5) meningkatnya pentahapan KS; (6) menurunnya angka perceraian; (7) meningkatnya ketahanan keluarga 25 tahun dan 50 tahun dan (8) meningkatnya jumlah peserta KB MJPlMandiri (BKKBN, 1997)

    Buku petunjuk BKB berisi tugss kader dan ibu dalsm menstimulasi snak yang diasuh yang terlbagi dalam tujuh kelompok perkembangan yaitu Gerakan Motorik Kasar, Gerakan Motorik Halu8, Komunikasi Pasif, Komunikasi Aktif, Kecerdasan, Menolong diri sendiri dan Tingkah laku sosial. Ketujuh kelompok perkembangan tersebut dibagi menurut umur yaitu 0-12 bulan; 12-24 bulan; 24-36 bulan; 3648 bulan; 48-60 bulan; 60-72 bulan (BKKBN 1996).

    Alat bantu pelaksanaan BKB meliputi: alat permainan, poster, buku dan lembar balik penyuluhan. Menurut buku II bahan penyuluhan program BKB kelompok umur 0-1 tahun, seeara keseluruhan terdapat 34 tugas perkembangan untuk kelompok anak berumur 0-12 bulan terdiri dari: 5 tugas untuk gerakan motorik kasar; 4 tugas untuk gerakan motorik halus; 5 tugas untuk komunikasi pasif; 5 tugas untuk komunikasi aktif; 7 tugas untuk kecerdasan; 3 tugas untuk kemampuan menolong diri sendiri; 5 tugas untuk tingkah laku sosial (BKKBN 1996).

    BKB telah disebarluaskan di 27 propinsi wilayah Republik Indonesia namun pamor BKB mulai menurun pada saat restrukturisasi organisasi pemerintah banyak dilakukan dan kebijakan otonomi daerah mulai diluncurkan. Selain itu cakupan pelayanan BKB yang ada di seluruh Indonesia baru membina 2 526 204 keluarga dari 244 567 kelompok BKB yang telah dibentuk (Direktorat PADU,

  • 40

    2002). Hasil penelitian Herawati (2002) di Bogar menunjukkan dari 256 keluarga yang diteliti di kabupaten dan kota Bogar hanya 15% keluarga yang mengenal dan mengetahui BKB.

    Pendidikan Anak Oini Usia Melalui Kepmendiknas Nomor: 0511012001 pada tanggal 19 April 2001

    telah terbentuk Direktorat Pendidikan Anak Dini Usia (PADU) dibawah D~jen Luar Sekolah dan Pemuda, Oepdiknas. 8eberapa hal yang menjadi latar belakang lahimya program PADU di Indonesia adalah: (1) berbagai hasil penelitian khususnya penemuan-penemuan penting tentang prinsip dalam proses tumbuh kembang otak; (2) Kesadaran terhadap pentingnya PADU telah mengglobal dan beberapa menjadi komitmen internasional antara lain: Pemenuhan hak-hak dasar anak (CRC-20 Covember 1989) dan Pencegahan diskriminasi dan adanya persamaan hak bagi snak dan wanita (CEDAW-18 Desember 1979); (3) rendahnya cakupan anak dini usia yang sudah dilayani program pengembangan snak dini usia; (4) rendahnya pematian pemerintah dalam pendidikan anak dini usia terbukti pada PP No. 27 tshun 1990 tentang pendidikan prasekolah baru diberikan pada anak sekurang-kurangnya usia 3 tahun (Direktorat PADU, 2002).

    Pada awal program PADU diperkenalkan terdapat tiga pilar utama PADU yaitu gizi, kesehatan dan pendidikan sehingga PADU didefinisikan sebagai pemberian layanan gizi, kesehatan dan pendidikan secara terpadu agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Namun akhir-akhir ini penulis melihat dalam pelaksanaannya lebih mengarah kepada pendidikan. Penulis menduga karena program PADU berada di lingkungan Depdiknas sehingga dalam pelaksanaannya program PADU lebih terkonsentrasi pada pendidikan.

    Visi Direktorat PADU adalah: ~terwujudnya anak dini usia yang sehat, cerdas, ceria, serta memiliki kesiapan fisik, mental, sosial dan spiritual dim memasuki pendidikan lanjutan & kehidupan sosial~. Perwujudan visi tersebut dituangkan dalam misi PADU meliputi: (1) Mengupayakan pemerataan layanan, peningkatan mutu dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan anak dini usia; (2) Mengupayakan peningkatan kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam memberikan layanan pendidikan dini; (3) Mempersiapkan anak sedini mung kin agar kelak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut dan kehidupan sosial (Direktorat PADU, 2002).

  • 41

    Berbagai strategi yang ditempuh dalam mencapai tujuan PADU tersebut antara lain: (1) Pemantapan kurikulum "asianal yang bersitat terbuka dan dinamis; (2) Peningkatan status dan profesionalisme tenaga pendidik; (3) Pengembangan sistem manajemen pendidikan yang tanggap, parsipatori, dan ankuntabel; (4) Berorientasi pada daerah yang sulit terjangkau dan pelayanan masyarakat marjinal; (5) Sosialisasi melalui berbagai media massa; (6) Peningkatan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan dini; (7) Pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar; (8) Diversifikasi layanan pendidikan dini; (9) Pembimbingan teknis, pemantauan dan evaluasi secara sistematis; (10) Peningkatan komitmen dukungan keuangan secara bertahap dan berkesinambungan; (11) Peningkatan ke~asama intemasional.

    Menurut Direktorat PADU (2002), pola pembinaan pengembangan anak dini usia merupakan ke~asama lintas sektoral dari berbagai instansi meliputi: (1) Oepkes bertugas memfasilitasi program kesehatan dan gizi anak dan keluarga balita; (2) Depdiknas bertugas memfasilitasi program pendidikan anak dini usia dan keluarga melalui jalur sekolah dan luar sekolah; (3) BKKBN bertugas memfasilitasi program pemberdayaan keluarga dalam pengasuhan anak dini usia; (4) Depdagri bertugas memfasilnasi pola koordinasi program PADU; (5) Depag bertugas memfasilitasi PADU dibidang agama; (6) Departemen lain atau LSM yang terkait dan peduli dengan PADU. Melalui kerjasama lintas sektoral dan dengan dukungan sarana, tenaga, dana, pola pembinaan dan sistem evaluasi, program PADU dilaksanakan dengan cakupan pelayanan aspek kesehatan, gizi, dan pendidikan secara terpadu.

    Pemberian layanan PADU melalui tiga jalur utama yattu: (1) Jalur Pendidikan Formal : TK, RA dan sejenis; (2) Jalur Pendidikan Non Formal: Kelompok Bermain, TPA, sejenis; (3) Jalur Pendidikan Informal: keluarga. Adapun peran PADU meliputi: (1) Pendidikan sebagai proses belajar dalam diri anak. Anak harus diberikan kesempatan untuk belajar secara optimal, kapan saja dan dimana saja. lmplementasinya antara lain dengan memberikan kesempatan pada anak untuk mendengar, melihat, mengamati dan menyentuh benda-benda disekitamya; (2) Pendidikan sebagai proses sosialisasi, dengan demikian pendidikan bukan hanya untuk mencerdaskan dan membuat anak terampil, tapi juga membuat anak menjadi manusia bertanggungjawab, bennoral dan beretika; (3) Pendidikan sebagai proses pembentukan kerjasama peran sehingga anak

  • 42

    dapat mengetahui bahwa manusia adalah makhluk sosial yang saling melengkapi dan membutuhkan orang lain.

    Terdapat 9 kemampuan belajar yang diharapkan tercipta pads anak melalui PADU yaitu: (1) Kecerdasan linguistik; (2) Kecerdasan logika matematika; (3) kecerdasan tisual spasial; (4). Kecerdasan musikal; (5) Kecerdasan kinestetik; (6). Kecerdasan naturalis; (7) Kecerdasan interpersonal; (8) Kecerdasan Intrapersonal dan (9) Kecerdasan spiritual. Sembilan kemampuan belajar ini disampaikan melalui metode pembelajaran dengan 2 (dua) prinsip utama yaitu (1) berpusat pada anak dan (2) belajar melalui bermain.

    Implementasi PADU memerlukan guru untuk menyampaikan materi pembelajaran. Guru PADU dituntut memiliki karakteristik khUBUS mengingat peran pentingnya sebagai peletak pondasi yang akan membentuk anak dini usia dan berperan dalam pembentukan kepribadian dan kecerdasan snak didik. Tiga karalderistik yang seharusnya dimiliki dan dijiwai seorang guru PADU meliputi: (1). Karalderistik Filosofis: memahami kemampuan diri sendiri dan kemampuan serta kebutuhan anak usia dini; (2). Karalderistik Professional: menguasai kompetensi sebagai pendidik; (3). Karalderistik Pribadi: memiliki sikap dan kepribadian yang patu! untuk dijadikan sebagai model bagi pembentukan sikap dan perilaku usia dini.

    Sejak program PADU diperkenalkan dan disosialisasikan dengan cepat diterima baik oleh masyarakat maupun pemerintah daerah di berbagai Kabupaten. Bersamaan dengan ini permintaan dari masyarakat terhadap PADU juga meningkat Program.

    Kekuatan dan Kelemahan Kebijakan Pengembangan Anak Dini Usia Berbagai program intervensi pada anak balita sudah banyak dilakukan

    sejak lama namun perkembangan kualitas anak balita di Indonesia cukup tertinggal dibanding anak balija negara telangga. Pada saat ini masalah pertumbuhan dan perkembangan terjadi dengan prevalensi cukup tinggi dan sudah terjadi pada anak dari usia sangat dini (dibawah 5 bulan). Sehubungan dengan hal tersebut, upaya mengkaji kembali berbagai program intervensi pada anak balita dirasa perlu dilakukan. Berikut ini penulis mengkaji kekualan dan kelemahan program posyandu, BKB, Penyuluhan dan PADU berdasarkan pemikiran penulis (TabeI15)

  • Tabel15 Kekuatan dan Kelemahan Program Pengembangan Anak Oini Usia

    Program Keadaan Kekuatan Kelemahan 1. Posyandu

    Kebijakan/komitmen politik Tingkat nasional ada Revitalisasi posyandu memperkuat Adanya otonomi kebijakan keberadaan posyandu nasional tidak didukung sepenuh

    dg kebijakan daerah Manajemen Pelaksanaan Sistem lima meja tapi Spesialisasi penanganan masalah Sulit dilaksanakan khususnya

    kepengurusan kurang jelas menjadi spesifik meja penyuluhan. Program Gizi, Kesehatan, Penyuluhan, KB, Banyak program dengan basisnya di Tidak fokus karens tidak

    Pemberdayaan ekonomi Posyandu dan berpeluang dipadukan spesialisasi Pelaksana Kader Tokoh masyarakat sehingga punya Kemampuan sebagai kader

    pengaruh dan popular terbatas sedangkan tugss sangat beragam.

    Kelembagaan Populer dan sudah melembaga Daya terima tinggi Digunakan unluk berbagai dimana-mana kepentingan program

    Waktu pelaksanaan Sebulan sekali Tidak membosankan Efektifitas menurun karena monitoring menjadi lama

    2. BKB Kebijakan/komitmen politik Tingkat nasional ada Otonomi daerah Manajemen Pelaksanaan Kepengurusan dengan lugas yang Teratur, pembagian lugas jelas, Sulit dilaksanakan dengan

    jelas administrasi rapi kualitas kader yang rendah Program Pesan KB, keluarga dan stimulasi Terpadu dan sudah punya panduan Terlalu banyak pesan sehingga

    perkembangan anak pelaksanaan yg jelas tidak fokus dan terarah Pelaksana Kader Tokoh masyarakat sehingga punya Kemampuan sebagai kader

    pengaruh dan populer terbatas sedangkan tugas menuntut keahlian khusus

    Kelembagaan Kelembagaan tidak spesifik seperti Dapat digabung dengan program lain Tidak khusus sehingga daya posyandu terima rendah

    Waktu Pelaksanaan Mengikuti kesepakan Komitmen masyarakat tinggi karena Ketidak jelasan waktu bottom up pelaksanaan

    43

  • 3. Penyuluhan di Posyandu Kebijakan/komitmen paUlik Manajemen Pelaksanaan

    Program

    Pelaksana

    Kelembagaan Waktu Pelaksanaan

    4. Pembertan Makanan Tambahan Kebijakanlkomitmen politik Manajemen Pelaksanaan Program

    Pelaksana

    Kelembagaan Waktu Pelaksanaan

    Biaya

    Tabel15 (Ianjutan)

    Tingkat Nasional Belum ada materi, teknik, metoda yang jeles dan deflnitif; Program umum

    Sudah jelas di struktur organisasi level dines tapi tidak di level posyandu Posyandu, puskesmas Tidak terencans dengan sistematis

    Ada Ada panduan

    PMT buatsn rumah di posyandu

    Paket susu dan MPASI di puSkesmas bagi keluarga miskin atau penderita gizi buruk Vitamin A, tablet besi, Vitadele, dil Kader dan petugas puskesmas

    Posyandu dan puskesmas Sekali sebulan (PMT posyandu) Kapan saja tergantung kejadian gizi buruk (PMT pemulihan) Jadwal pelaksanaan (Vitamin A, tablet besi, PMT program) Pemerintah dan masyarakat

    Menjadi generik yang biss diterapkan di berbagai tempat Wewenang dan tuges jeles tapi pelaksanaanya tidak jelas

    Days terima lembaga lin99i

    Kekuatan politis ada Jelas standar pelaksanaannya

    Dapat disesuaikan dengan keinginan $Ssaran dan sumberdaya lokasi Spesifik pada masalah

    Pelaksana dapat menentukan sasarsn dengan tepat Populer dgn days terima tinggi Tidsk membosankan dan daya tarik

    Jelas kapan mengambil tindakan

    Te~adwal sehingga masyarakat terbiasa

    Ada partisipaSi masyarakat

    Tidak unik padehal masalah giziw kesehatan unik Kualitas pelaksana kurang

    Program Posyandu ter1alu padal Ketidakjelasan waktu

    Menimbulkan ketergantungan Komitmen pelaksana di lapang dalam mencapai tujuan PMT tidak terencana dengan baik untuk mencapai tujuan jelas Tidak didukung dengan kesinambungan

    Menurut perkiraan kader saja sehingga tidak tepat sasaran

    Efektifitasnya akan kurang

    Ter1ambat karena sudah terjadi sehingga tidak preventif

    Penanggungjawab kurang jelas

    44

  • 4. PADU Kebijakanlkomitmen politik Manajemen Pelaksanaan

    Program

    Pelaksana Kelembagaan Waktu Pelaksanaan

    Biaya

    Tabel15 (Ianjutan)

    Tingkat Nasional Pengurus jelas dan panduan pelaksanaan sudah ada

    Pendidikan kepada Anak Oini Usia dengan kur1kulum PAOU yang sudah tersusun

    Guru PAOU Oibangun kelembagaan baru Mengikuti kesepakatan dengan frekuensi yang jelas minimal 3 kali seminggu layaknya sekolah Orangtua membayar dengan subsidi pemer1ntah

    Komitmen politis jelas Fleksibel dalam pelaksanaannya

    Slimulasi perkembangan yang dapat dilaksanakan dimana saja

    Guru khusus Menimbulkan keingintahuan masyarakat Komitmen masyarakat tinggi karena bottom up dan pelaksanaannya berkesan formi!. Rasa memiliki peserta lil1ggi

    Otonomi daerah Per1u pelaksana dengan kualitas khusus dan panduan bersifat generik sehingga sulit dilaksanakan dan menimbulkan salah dalam implementasinya Overlapping dengan pendidikan TK Depdiknas, TPA dan Kelompok Bermain di bawah Oepsos. Kader kemampuan terbatas Perlu sosialisasi Penyesuaian antara kegiatan luang ibu dan guru

    Tidak terjangkau

    45