bab i1

14
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terbentuknya Arsitektur Tradisional Bali karena adanya pola ruang dan pola perumahan pada desa Tradisional sebagai lingkungan yang di buat masyarakat Bali, memiliki adat istiadat, pedoman dari ajaran agaman Hindu, sistem dan kepercayaan aspek-aspek kehidupan. Peran agama Hindu sangat penting dalam mempengaruhi Arsitektur Bali dalam konsep maupun ukuran suatu bangunan yang tertulis dalam lontar dengan ini mengetahui bahwa Arsitektur Bali merupakan warisan budaya yang diturunkan oleh leluhur.Konsep Arsitektur Tradisional Bali merupakan konsep inti yang di pakai oleh masyarakat Bali sebagai pedoman dalam membangun suatu bangunan. Perkembangan Arsitektur di Bali jauh berbeda dengan Arsitektur yang ada di dunia seperti pada merancang yang tidak membutuhkan Arsitek dalam merancang suatu bangunan, melainkan undagi (tukang bali) yang membangun suatu bangunan karena seluruh aturan dalam ukuran dan rancangan sudah diatur pada aturan yang ada. Tri Hita Karana merupakan konsep inti digunakan sejak awal yang kemudian diturunkan menjadi konsep lain yang mengatur pembagian pada 1

Upload: wisnu-maha-adi

Post on 30-Sep-2015

214 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

asd

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar BelakangTerbentuknya Arsitektur Tradisional Bali karena adanya pola ruang dan pola perumahan pada desa Tradisional sebagai lingkungan yang di buat masyarakat Bali, memiliki adat istiadat, pedoman dari ajaran agaman Hindu, sistem dan kepercayaan aspek-aspek kehidupan. Peran agama Hindu sangat penting dalam mempengaruhi Arsitektur Bali dalam konsep maupun ukuran suatu bangunan yang tertulis dalam lontar dengan ini mengetahui bahwa Arsitektur Bali merupakan warisan budaya yang diturunkan oleh leluhur.Konsep Arsitektur Tradisional Bali merupakan konsep inti yang di pakai oleh masyarakat Bali sebagai pedoman dalam membangun suatu bangunan. Perkembangan Arsitektur di Bali jauh berbeda dengan Arsitektur yang ada di dunia seperti pada merancang yang tidak membutuhkan Arsitek dalam merancang suatu bangunan, melainkan undagi (tukang bali) yang membangun suatu bangunan karena seluruh aturan dalam ukuran dan rancangan sudah diatur pada aturan yang ada.Tri Hita Karana merupakan konsep inti digunakan sejak awal yang kemudian diturunkan menjadi konsep lain yang mengatur pembagian pada bangunanmaupun pada area, salah satunya Tri Angga yang membagi tiga bagian badan dimana dalam pengertian arsitektur bali suatu bangunan terbagi atas 3 bagian yang meliputi kepala, badan dan kaki. pada pembagian zona sebagai batas maya pada suatu area turut memakai konsep Tri Angga tersebut sebagai panutan dalam membagi suatu zona yang merupakan awal dari tahap membangun suatu bangunan Bali.Menurut pembagiannya zona tersebut terdiri atas zona utama, madya dan nista yang nantinya akan menentukan letak dari massa bangunan akan diletakan. Konsep tersebut merupakan konsep yang berasal dari budaya yang hanya dipakai di Bali berbeda dengan zoning yang kita kenal dalam Arsitektur dimana kita mengenal area privat, semi privat dan publik. Pada makalah ini kami akan mengulas lebih dalam tentang Tri Angga dan pengaplikasiannya pada zoning dalam Arsitektur Bali dan perbandingannya pada Arsitektur masa kini yang ada di Bali. 1.2. Batasan Masalah1.2.1. Dalam makalah ini, kami hanya menjabarkan materi dan hasil observasi tentang Zoning dalam Arsitektur Tradisional Bali dan Arsitektur masa kini.

1.3. Rumusan Masalah1.3.1. Apa Pengertian Zoning dalam Arsitektur ?1.3.2. Bagaimana Zoning dalam Konsep Arsitektur Tradisional Bali ?1.3.3. Bagaimana Perbandingan Arsitektur Tradisional Bali dengan Arsitektur Masa Kini ?

1.4. Tujuan1.4.1. Untuk mengetahui pengertian Zoning dalam Arsitektur1.4.2. Untuk mengetahui zoning dalam Arsitektur Tradisional Bali 1.4.3. Untuk mengetahui perbandingan Arsitektur Tradisional Bali dengan Arsitektur masa kini

1.5. Manfaat1.5.1 Dapat mengetahui pengaplikasian dari konsep Tri Angga pada Zoning

1.6. Metodelogi Penulisan Metode dalam penulisan makalah ini yaitu metode analogi, observasi dan pelaporan makalah yang dibantu oleh sumber berupa bacaan, baik bacaan local maupun refrensi berbahasa asing. Selain itu, dibantu juga oleh teknologi internet, ensiklopedia online serta narasumber di lapangan.

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. ZoningMenurut pengertiannya, zona, zoning dan zoning regulation yaitu. Zona adalah kawasan atau area yang memiliki fungsi dan karakteristik lingkungan yang spesifik. Zoning adalah pembagian kawasan ke dalam beberapa zona sesuai dengan fungsi dan karakteristik semula atau diarahkan bagi pengembangan fungsi-fungsi lain. Sedangkan zoning regulation dapat didefinisikan sebagai ketentuan yang mengatur tentang klasifikasi, notasi dan kodifikasi zona-zona dasar, peraturan penggunaan, peraturan pembangunan dan berbagai prosedur pelaksanaan pembangunan.2.1.1 TujuanTujuan penyusunan peraturan zonasi dapat dirumuskan sebagai berikut :1. Mengatur kepadatan penduduk dan intensitas kegiatan, mengatur keseimbangan dan keserasian peruntukan tanah dan menentukan tindak atas suatu satuan ruang.2. Melindungi kesehatan, keamanan dan kesejahteraan masyarakat. 3. Mencegah kesemrawutan, menyediakan pelayanan umum yang memadai serta meningkatkan kualitas hidup.4. Meminimumkan dampak pembangunan yang merugikan.5. Memudahkan pengambilan keputusan secara tidak memihak dan berhasil guna serta mendorong peran serta masyarakat.2.1.2. Fungsi peraturan zonasiSebagai pedoman penyusunan rencana operasional. Peraturan zonasi dapat menjadi jembatan dalam penyusunan rencana tata ruang yang bersifat operasional, karena memuat ketentuan-ketentuan tentang perjabaran rencana dari yang bersifat makro ke dalam rencana yang bersifat meso sampai kepada rencana yang bersifat mikro (rinci).Sebagai panduan teknis pemanfaatan lahan. Ketentuan-ketentuan teknis yang menjadi kandungan peraturan zonasi, seperti ketentuan tentang penggunaan rinci, batasan-batasan pengembangan persil dan ketentuan-ketentuan lainnya menjadi dasar dalam pengembangan dan pemanfaatan lahan.Sebagai instrumen pengendalian pembangunan. Peraturan zonasi yang lengkap akan memuat ketentuan tentang prosedur pelaksanaan pembangunan sampai ke tata cara pengawasannya. Ketentuan-ketentuan yang ada karena dikemas dalam aturan penyusunan perundang-undangan yang baku dapat dijadikan landasan dalam penegakan hukum.

2.1.3. Zoning terbagi menjadi 3 area :1. PrivatDipilih area yang paling terhindar dari kebisingan jalan dan lingkungan sekitar. Maka dipilih area ini adalah area yang jauh dari jalan umum/penduduk.2. Semi PrivatDipilih area yang memiliki kebisingan dan lalulintas kegiatan sedang. Perancang memilih area ini berada di tengah-tengah lahan perancangan.3. PublikDipilih area yang paling dekat dengan kebisingan jalan dan kepadatan lalulintas kegiatan sekitar. Maka yang dipilih adalah area yang paling dekat dengan jalan.Penentuan zona-zona di atas adalah tahap penting dalam memulai perancangan blok massa / bangunan. Karena dengan mendefinisikan gambar-gambar zoning, kami dapat menentukan fungsi arsitektur apa yang hendak ditempatkan di atas lahan perancangan serta dimana persisnya kami menempatkan setiap fungsi tersebut.

2.2. Konsep Tri Angga (Tri Mandala)Tri Angga adalah ungkapan tata nilai pada ruang terbesar jagat raya mengecil sampai elemen-elemen terkecil pada manusia dan arsitektur. Pada alam semesta (bhuwana agung) susunan tersebut tampak selaku bhur, bhuwah dan swah (tiga dunia/tri loka) bhur sebagai alam bawah adalah alam hewan atau butha memiliki nilai nista, bwah adalah alam manusia dengan nilai madya dan swah alam para Dewa memiliki nilai utama. Demikin pula pada manusia (bhuwana alit) ungkapan tata nilai ini terlihat pada tubuhnya yang tersusun atas: kaki sebagai nista angga, badan sebagai madya angga dan kepala adalah utama angga. Konsep Tri Angga ini diproyeksikan dalam setiap wujud fisik arsitektur, teritorial perumahan dan teritorial desa.Pada arsitektur konsep Tri Angga menampakan dirinya dengan jelas, yakni rab/atap bangunan adalah kepalanya; pengawak atau badan bangunan selaku madya angga; serta bebataran merupakan kaki sebagai nista angga. Penyusunan Tri Angga pada areal pekarangan rumah, yakni teba (tempat ternak, pembuangan sampah dan kotoran rumah tangga lainnya) selaku nista angga, tegak umah atau tempat massa bangunan adalah madya angga, dan pelataran pemerajan/tempat suci adalah utama angganya. Dalam pola tata ruang desa, pura-pura desa sebagai utama angga, desa pakraman (daerah pemukiman) sebagai madya angga, dan setra atau kuburan sebagai nista angga.Pada badan manusia yang berdiri vertikal dengan mudah tampak bahwa yang nista di bawah, madya di tengah dan utama di atas. Pada bidang yang horizontal seperti pekarangan rumah dan areal desa, pola tata letak nista-madya-utama berpedoman pada orientasi kosmologis dan tata nilai ritual yang menempatkan arah kaja dan kangin sebagai arah utama, serta kelod dan kauh sebagai arah nista.

BAB IIISUBSTANSI

3.1. Zoning dalam Arsitektur Tradisional BaliDalam menentukan zoning dalam Rumah Tradisional Bali, kita mengenal beberapa konsep diantaranya :a) Tri Angga dan Tri Loka Tri Hita Karana (tiga unsur kehidupan) yang mengatur keseimbangan manusia dengan alam, tersusun dalam susunan jasad atau angga yang memberikan turunan konsep ruang yang disebut Tri Angga. Tri Angga memiliki arti Tri yang berarti tiga, dan Angga yang berarti badan, dimana Tri Angga ini lebih menekankan pada tiga nilai fisik yaitu: Utama Angga (kepala), bagian yang diposisikan pada kedudukan yang paling tinggi Madya Angga (badan), bagian yang terletak di tengah Nista Angga (kaki), bagian yang terletak di bawah, kotor, rendahKonsep Tri Angga ini dalam Bhuana Agung sering disebut dengan Tri Loka atau disebut Tri Mandala. Tri Angga merupakan system pembagian zona atau area dalam perencanaan arsitektur tradisional Bali. Konsepsi Tri Angga ini berlaku dari yang bersifat makro sampai yang paling mikro. Ketiga konsep dari tata nilai tersebut jika didasarkan secara vertikal maka nilai Utama berada pada posisi teratas / sakral, Madya pada posisi tengah, dan terakhir Nista pada posisi terendah / kotorb) Orientasi OrientasiSelain memberikan nilai secara vertical, Tri Angga juga memiliki tata nilai Hulu-Teben, yang merupakan tata nilai dalam mencapai keselarasan antara Bhuana Agung/alam semesta dan Bhuana Alit/manusia. Konsep Hulu-Teben ini mempunyai beberapa orientasi orientasi, antara lain : Orientasi dengan konsep sumbu ritual Kangin-Kauh Kangin (Matahari terbit)luan, nilai Utama Kauh (Matahari terbenam)-teba, nilai Nista Orientasi dengan konsep sumbu bumi / Natural Kaja-Kelod Kaja (kearah gunung)-luan, nilai Utama Kelod (kearah laut)-teba, nilai Nista Orientasi dengan konsep Akasa-Pertiwi, atas-bawah Alam Atas-Akasa, Purusa Alam Bawah-Pertiwi, PradanaKonsep Akasa-Pertiwi ini diterapkan dalam pola ruang kosong (open space) dalam perumahan atau lingkungan di Bali di kenal dengan Natah.c) Sanga MandalaKonsep Tata ruang Sanga Mandala juga merupakan konsep yang lahir dari Sembilan manifestasi Tuhan, yaitu Dewata Nawa Sanga yang menyebar di delapan arah mata angin dan ditambah satu di tengah dalam menjaga keseimbangan alam semesta. Konsep sanga mandala ini menjadi pertimbangan dalam penzoningan kegiatan dan tata letak bangunan pada Arsitektur Tradisional Bali. Kegiatan utama atau yang memerlukan ketenangan diletakkan di daerah Utamaning Utama, dan kegiatan yang dianggap kotor diletakkan di daerah Nistaning Nista, sedangkan kegiatan diantaranya diletakkan di tengah atau yang kita kenal dengan pola Natah.

3.2. Zoning dalam Arsitektur Masa Kini

Pada jaman sekarang ini, pembagian zona seperti pada arsitektur Tradisional Bali dalam arsitektur masa kini, khususnya untuk di daerah Bali, sudah sulit untuk diterapkan. Hal ini dikarenakan makin terbatasnya space atau lahan untuk membangun rumah tinggal dengan zoning menurut arsitektur Tradisional Bali. Zoning pada rumah tinggal masa kini hanya sebatas memisahkan ruang ruang berdasarkan kegiatannya tanpa mengikuti aturan- aturan atau konsep pada arsitrktur Tradisional Bali seperti zona privat (kamar tidur), zona semi public (ruang keluarga), zona public (ruang tamu) dan zona servis (dapur, carport, gudang)Dalam rumah tinggal Tradisional Bali masih berpedoman pada konsep konsep Tri Loka, Tri Angga dan Sanga Mandala sehingga setiap bangunan dalam rumah tinggal Tradisional Bali terpisah pisah sesuai kegiatannya, sehingga memerlukan space yang cukup luas. Apabila pada Arsitektur masa kini, pembagian zona yang bisa dilakukan hanya dalam menempatkan Sanggah atau merajan pada zona Utamaning Utama di arah timur laut pada lahan rumah tinggal yang akan dibangun dan sisanya tergabung dalam satu massa bangunan, tanpa dibedakan sesuai kegiatannya seperti pada rumah tinggal Tradisional Bali.

BAB IVPENUTUP4.1. KesimpulanDengan ini kita dapat mengetahui pembagian zoning pada arsitektur bali lebih mendalam dan pengaplikasiannya pada masa sekarangyang kita ketahui bahwa arsitektur bali merupakan warisan leluhur yang dilandasi oleh budaya dan nilai agama yang mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat bali, berbeda dengan pembagian zoning pada arsitektur secara umum yang lebih menekan kepada klarifikasi berdasarkan fungsi suatu area tanpa adanya nilai agama dan budaya yang mengikat pada teori tersebut.

4.2 SaranMelalui makalah tersebut diharapkan kepada pembaca dan seluruh mahasiwa arsitektur dapat memahami tata letak dari perbedaan zona-zona yang terbagi pada arsitektur bali yang merupakan warisan budaya kita sendiri dan nilai filosofis yang ada dibalik teori-teori yang diwariskan dari leluhur kita serta perbedaannya dengan teori yang kita kenal pada arsitektur secara umum.

DAFTAR PUSTAKA

Dwijendra, Acwin. 2010. Arsitektur Rumah Tradisional Bali Berdasarkan Asta Kosala-kosali. Denpasar: Udayana University Press.

http://bhagawandesain.blogspot.comegenyoungganers.blogspot.comhttp://dr-n3ws.blogspot.com/2010_10_01_archive.html10