bab i-vi adoh

153
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sebagai kota yang berada di daratan rendah, Jakarta tidak terlepas dari ancaman banjir yang sewaktu-waktu dapat menyerang. Menurut catatan sejarah Ibukota Jakarta telah dilanda banjir sejak tahun 1621. Salah satu bencana banjir terparah yang pernah terjadi di Batavia adalah banjir yang terjadi di bulan Februari 1918. Saat itu hampir sebagian besar wilayah Batavia terendam air. Banjir yang terjadi selalu menimbulkan kerugian bagi mereka yang terkena banjir baik secara langsung maupun tidak langsung yang dikenal sebagai dampak banjir. Dampak banjir yang terjadi sering kali menganggu kesehatan lingkungan dan kesehatan warga. Lingkungan tidak sehat karena segala sampah dan kotoran yang hanyut seringkali mencemari lingkungan. Sampah-sampah terbawa air dan membusuk mengakibatkan penyakit gatal-gatal di kulit, dan lalat banyak beterbangan karena sampah yang membusuk sehingga sakit perut juga banyak terjadi. Sumber air bersih tercemar sehingga mereka yang terkena banjir 1

Upload: dennys-bercia

Post on 29-Dec-2014

170 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

BAB I-VI adoh

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I-VI adoh

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Sebagai kota yang berada di daratan rendah, Jakarta tidak terlepas dari ancaman

banjir yang sewaktu-waktu dapat menyerang. Menurut catatan sejarah Ibukota Jakarta

telah dilanda banjir sejak tahun 1621. Salah satu bencana banjir terparah yang pernah

terjadi di Batavia adalah banjir yang terjadi di bulan Februari 1918. Saat itu hampir

sebagian besar wilayah Batavia terendam air. Banjir yang terjadi  selalu menimbulkan

kerugian  bagi mereka yang terkena banjir baik secara langsung maupun tidak

langsung yang dikenal sebagai dampak banjir.

Dampak banjir yang terjadi sering kali menganggu kesehatan lingkungan dan

kesehatan warga. Lingkungan tidak sehat karena segala sampah dan kotoran yang

hanyut seringkali mencemari lingkungan. Sampah-sampah terbawa air dan

membusuk mengakibatkan penyakit gatal-gatal di kulit, dan lalat banyak beterbangan

karena sampah yang membusuk sehingga sakit perut juga banyak terjadi. Sumber air

bersih tercemar sehingga mereka yang terkena banjir kesulitan air bersih dan

mengkonsumsinya karena darurat, sebagai penyebab diare.

Penyakit Diare merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan

mortalitas pada anak di seluruh dunia, yang menyebabkan satu biliun kejadian sakit

dan 3-5 juta kematian setiap tahunnya. Di Amerika Serikat, ada 20-35 juta kejadian

diare terjadi setiap tahunnya, sedangkan pada 16,5 juta anak sebelum berusia 5

tahun menghasilkan 2,1-3,7 juta anak yang harus berobat ke dokter akibat dari

penyakit diare tersebut. Selain itu 500 bayi dan anak di Amerika Serikat

meninggal karena diare pertahunnya.1,2

1

Page 2: BAB I-VI adoh

Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi salah satu masalah kesehatan

masyarakat di Indonesia dengan angka kesakitan yang tinggi yaitu 200 - 400

kejadian diare di antara 1000 penduduk setiap tahunnya. Di Indonesia

diperkirakan ditemukan penderita diare sekitar 60 juta kejadian setiap tahunnya,

sebagian besar (70-80%) dari penderita ini adalah anak di bawah umur 5 tahun .Bayi

dan balita merupakan kelompok usia yang paling banyak menderita diare, kerentanan

kelompok usia ini juga banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur anak,

pemberian ASI, status gizi anak dan status imunisasi campak.3

Kelurahan Pejaten Timur, Jakarta Selatan di pilih menjadi tempat penelitian

dikarenakan menurut catatan di puskesmas kelurahan Pejaten Timur angka

kejadian diare pada anak di sana khususnya pada balita menempati posisi yang

cukup tinggi setelah penyakit ISPA dan penyakit infeksi kulit. Selain itu RW 05,

RW 07 dan RW 08 dipilih dikarenakan daerah di lingkungan tersebut

merupakan daerah yang rawan banjir pada musim penghujan. Dimana hal

tersebut nantinya akan sangat berkaitan erat dengan peran kesehatan

lingkungan sebagai faktor penyebab angka kejadian penyakit diare.

Berdasarkan uraian-uraian di atas penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

faktor kesehatan lingkungan apa sajakah yang mempunyai hubungan sehingga dapat

dilakukan tindakan pencegahan untuk menekan angka kejadian diare tersebut.

2

Page 3: BAB I-VI adoh

1.2. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalahfaktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita pasca

banjir terutama di Kelurahan Pejaten Timur, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta

Selatan, Tahun 2013.

1.3. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Tercapainya penurunan kejadian diare pasca banjir pada balita

2. Tujuan Khusus

a) Mengetahui hubungan antara Pengadaan sarana air bersih, jamban dan

pengelolaan sampah terhadap angka kejadian diare pada balita di Kelurahan

Pejaten Timur.

b) Mengetahui hubungan antara usia, ASI ekslusif, status gizi, imunisasi campak,

kebersihan tangan dan kuku terhadap angka kejadian diare pada balita di

Kelurahan Pejaten Timur.

c) Mengetahui hubungan antara usia pendidikan, pengetahuan, penghasilan,

kebiasaan mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak terhadap

angka kejadian diare pada anak balita di Kelurahan Pejaten Timur.

3

Page 4: BAB I-VI adoh

1.4. HIPOTESIS

Berdasarkan variabel yang diteliti maka hipotesis dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut : ( jadi kerangka konsep kita kan berubah,mana aja yg mw diilangin

a) Ada hubungan antara faktor lingkungan yang meliputi Pengadaan sarana air

bersih terhadap angka kejadian diare pada balita di Kelurahan Pejaten Timur.

b) Ada hubungan antara faktor anak yaitu usia terhadap angka kejadian diare

pada balita di Kelurahan Pejaten Timur.

c) Ada hubungan antara faktor ibu yang meliputi usia, pendidikan, pengetahuan,

penghasilan, kebiasaan mencuci tangan terhadap angka kejadian diare pada

balita di Kelurahan Pejaten Timur.

1.5 MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat bagi peneliti

Untuk menambah pengalaman belajar serta wawasan tentang ilmu kedokteran

khususnya tentang hubungan kesehatan lingkungan dengan penyakit diare dan juga

untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah didapat khususnya dalam

melakukan penelitian ilmiah.

2. Manfaat bagi masyarakat

Memberikan gambaran kesehatan untuk masyarakat umumnya mengenai

pentingnya kebersihan dan kesehatan lingkungan.

4

Page 5: BAB I-VI adoh

3. Manfaat bagi instansi kesehatan

Bagi instansi kesehatan yang terkait yaitu Puskesmas Kelurahan

Pejaten Timur, untuk mengetahui gambaran hubungan antara Perilaku hidup bersih

dan sehat serta faktor lingkungan di masyarakat terhadap angka kejadian diare

dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain yang belum diteliti pada penelitian ini.

Meningkatkan promosi kesehatan dalam upaya pencegahan terjadinya diare pasca

banjir

4. Manfaat bagi institusi pendidikan

Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan data awal dan acuan bagi peneliti

selanjutnya yang ingin meneliti lebih dalam mengenai kesehatan lingkungan.

1.6. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada faktor perilaku hidup bersih dan

sehat serta faktor lingkungan di Posyandu Kelurahan Pejaten Timur, Kecamatan

Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Tahun 2013.

5

Page 6: BAB I-VI adoh

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Banjir

2.1.1 Definisi

Banjir adalah peristiwa tergenang dan terbenamnya daratan (yang biasanya

kering) karena volume air yang meningkat. Banjir dapat terjadi karena peluapan air

yang berlebihan di suatu tempat akibat hujan besar, peluapan air sungai, atau

pecahnya bendungan sungai.Di banyak daerah yang gersang di dunia, tanahnya

mempunyai daya serapan air yang buruk, atau jumlah curah hujan melebihi

kemampuan tanah untuk menyerap air. Ketika hujan turun, yang kadang terjadi

adalah banjir secara tiba-tiba yang diakibatkan terisinya saluran air kering dengan air.

2.1.2 Penyebab Banjir

Banjir merupakan bencana yang sering kita hadapi dalam kehidupan sehari-

hari, baik yang terjadi di lingkungan sekitar kita maupun yang jauh dari tempat kita

berada. Banjir sangat merugikan karena bisa merusak roda perekonomian di suatu

daerah, menghentikan aktivitas kegiatan manusia, meninggalkan kerusakan harta

benda, menebar penyakit, bahkan dapat pula menelan korban jiwa.

Berikut ini adalah beberapa hal yang dapat menyebabkan banjir :

1. Luapan Air Sungai

Sungai yang lebar dan kedalamannya tidak berubah, namun di sekitarnya

terjadi peningkatan jumlah penduduk yang sangat signifikan dapat menyebabkan

ketidakmampuan sungai untuk menampung secara keseluruhan air buangan, air hujan

6

Page 7: BAB I-VI adoh

dan sampah yang masuk ke dalamnya. Jika sudah penuh, maka air akan menggenangi

pinggiran sungai dan daerah rendah lainnya.

2. Pendangkalan Sungai, Kali, Selokan, Danau, Situ, Dll

Jika membuang sampah di sungai atau terus-menerus terjadi erosi tanah di

sekitarnya, maka akan terjadi pendangkalan. Sungai, danau dan selokan yang dangkal

tidak akan mampu menampung air dalam jumlah besar sehingga air akan meluap

menggenangi sekitarnya dan daerah-daerah yang rendah.

3. Kegagalan Tanah Menyerap Air

Jika jumlah luas keseluruhan lahan terbuka hijau dan tanah kosong berkurang

drastis di suatu daerah akibat berbagai sebab, maka air hujan yang turun akan

langsung dengan cepat ke selokan, sungai dan akhirnya ke laut. Jika air yang

mengalir tersebut sangat banyak jumlahnya, maka otomatis tidak akan tertampung di

saluran air yang ada. Akibatnya air yang tidak dapat ditampung oleh saluaran

pembuangan air akan tergenang bebas dan menyebabkan banjir.

4. Penggundulan Hutan

Hutan yang berisi berbagai macam pohon-pohon lebat serta semak belukar

yang rimbun dengan lantai hutan yang penuh dengan kompos alami sampah hutan

dapat menyerap air hujan dalam jumlah besar. Jika hutan digunduli dan dipersempit,

maka air hujan akan meluncur ke sungai dan kemudian berakhir di laut. Jika sungai

tidak mampu menampung air dalam jumlah besar, maka akan terjadi banjir di sekitar

sungai dan daerah rendah yang ada di sekitarnya.

7

Page 8: BAB I-VI adoh

5. Air Bah / Banjir Bandang

Air bah atau air banjir bandang yang datangnya cepat dan tiba-tiba bisa saja

terjadi akibat terjadinya sesuatu hal seperti jebol tanggul, jebol bendungan, tanah

longsor, hujan lebat di daerah sekitar hulu sungai, salju mencair massal secara tiba-

tiba dan lain sebagainya. Banjir yang tiba-tiba ini bisa saja langsung menggenangi

daerah pemukiman penduduk.

6. Hujan Deras Yang Lama

Jika hujan terjadi dengan intensitas yang tinggi dalam waktu yang panjang

bisa mengakibatkan suatu daerah yang tidak biasa banjir menjadi banjir jika tidak

sigap menghadapi kuantitas air yang tidak wajar di luar kebiasaan normalnya.

7. Air Laut Pasang (Rob)

Permukaan air laut yang dari tahun ke tahun mengalami kenaikan dan

permukaan daratan yang terus-menerus mengakibatkan pada saat air pasang, daerah-

daerah pantai dan daerah yang rendah akan digenangi air laut yang asin.

8. Saluran Air Mampet

Jika got, selokan, comberan, parit dan atau sebangsanya mampet karena

sampah, maka aliran air akan terhambat, dengan begitu air yang tidak bisa menembus

tumpukan sampah tersebut akan meluap dan menggenangi di sekitar saluran air

tersebut. Oleh sebab itu perlu kesadaran masyarakat yang tinggi untuk tidak

membuang sampah sembarangan.

8

Page 9: BAB I-VI adoh

9. Perubahan Sistem Drainase Pembuangan Air

Suatu daerah yang biasanya tidak banjir bisa saja menjadi daerah langganan

banjir baru jika daerah di sekitarnya melakukan sesuatu yang mengubah sistem

drainase yang sudah ada tanpa memperhatikan amdal (analisis mengenai dampak

lingkungan). Contohnya seperti peninggian secara keseluruhan suatu wilayah rendah

untuk komplek perumahan baru, menyempitkan saluran air yang ada untuk suatu

pembangunan, hilangnya daerah rawa-rawa untuk dijadikan mall, dan lain

sebagainya.

10. Tsunami Air Laut

Adanya gempa bumi, pergeseran lempengan bumi, tumbukan meteor besar,

ledakan bom, angin besar, tanah longsor, es longsor, dan lain sebagainya bisa saja

menyebabkan gelombang tinggi air laut yang menyapu suatu daratan baik skala kecil

maupun besar. Banjir air laut akibat sunami bisa mencapai ketinggian ratusan meter

sehingga dapat menewaskan banyak orang yang dilaluinya.

2.1.3 Penanganan Banjir

Berikut ini beberapa cara untuk menanggulangi banjir.

1. Normalisasi fungsi sungai dan selokan.

2. Larangan membuat rumah di dekat sungai. Biasanya, yang mendirikan rumah

di dekat sungai adalah para pendatang yang datang ke kota besar.

3. Menanam pohon dan pohon-pohon yang tersisa tidak ditebangi lagi. Pohon

adalah salah satu penopang kehidupan di suatu kota. Pohon selain sebagai

9

Page 10: BAB I-VI adoh

penetralisasi pencemaran udara di siang hari, sebagai pengikat air di saat

hujan melalui akar-akarnya.

2.2 Kesehatan Lingkungan

2.2.1 Definisi

Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,

keadaan dan makhluk hidup, termasuk didalamnya manusia dan perilakunya yang

mempengaruhi perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup

lainnya (UU RI No.23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup).

Kesehatan Lingkungan adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang

optimal, sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang

optimal pula.4

2.2.2 Tujuan & Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan

Secara umum tujuan dan ruang lingkup kesehatan lingkungan

adalah :5

1) Melakukan korelasi atau perbaikan terhadap segala bahaya dan ancaman pada

kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia.

2) Melakukan usaha pencegahan dengan cara mengatur sumber- sumber lingkungan

dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia.

3) Melakukan kerja sama dan menerapkan program terpadu di antara masyarakat

dan isntitusi pemerintah serta lembaga non- pemerintah dalam menghadapi

bencana alam atau wabah penyakit menular.

10

Page 11: BAB I-VI adoh

Sedangkan tujuan dan ruang lingkup kesehatan lingkungan secara khusus

meliputi usaha-usaha perbaikan atau pengendalian terhadap lingkungan hidup

manusia yang diantaranya berupa:5

1) Penyediaan air bersih yang cukup dan memenuhi persyaratan kesehatan.

2) Makanan dan minuman yang diproduksi dalam skala besar dan dikonsumsi secara

luas oleh masyarakat.

3) Pencemaran udara akibat sisa pembakaran kendaraan bermotor, batubara,

kebakaran hutan atau gas beracun yang berbahaya bagi kesehatan dan makhluk hidup

lain dan menjadi penyebab perubahan ekosistem.

4) Limbah cair dan padat yang berasal dari rumah tangga, pertanian, peternakan,

industri, rumah sakit, dan lain-lain.

5) Kontrol terhadap vektor-vektor penyakit dan cara memutuskan rantai penularan

penyakitnya.

6) Perumahan dan bangunan yang layak huni dan memenuhi syarat kesehatan.

7) Kebisingan, radiasi dan kesehatan kerja.

8) Survei sanitasi untuk perencanaan, pemantauan dan evaluasi program kesehatan

lingkungan.

11

Page 12: BAB I-VI adoh

2.2.3 Sanitasi Sumber Air

Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara.

Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun

dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa air. Kebutuhan air rata-rata setiap

individu per hari berkisar antara 150-200 liter/35-40 galon, kebutuhan tersebut

bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan dan kebiasaan

masyarakat. Berdasarkan analisis WHO pada negara-negara maju setiap orang

memerlukan air antara 60-120 liter perhari, sedangkan pada negara berkembang tiap

orang memerlukan air antara 30-60 liter per hari.4

Air yang berada di permukaan bumi ini dapat berasal dari berbagai

sumber, berdasarkan letak sumbernya air dapat dibagi menjadi):5

a) Air Angkasa atau Air Hujan

Air angkasa atau air hujan merupakan sumber utama air di bumi. Air ini

dapat dijadikan sebagai sumber air minum. Walau pada saat presipitasi

merupakan air yang paling bersih, air tersebut cenderung mengalami pencemaran

ketika berada di atmosfer. Pencemaran tersebut dapat disebabkan oleh partikel debu,

mikroorganisme dan juga gas.

b) Air Permukaan

Air permukaan adalah air yang terdapat pada permukaan tanah, air tersebut

meliputi badan-badan air semacam sungai, danau, telaga, waduk yang sebagian

besar berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi. Oleh karena keadaannya

yang terbuka, maka air permukaan mudah terkena pengaruh pencemaran, baik oleh

tanah, sampah maupun lainnya.

12

Page 13: BAB I-VI adoh

c) Air Tanah (Ground Water)

Air tanah berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi yang kemudian

mengalami penyerapan ke dalam tanah dan mengalami proses filtrasi alamiah,

sehingga membuat air tanah menjadi lebih baik dan lebih murni dibandingkan dengan

proses yang telah dialami air hujan tersebut.

Air minum yang ideal seharusnya jernih, tidak berwarna, tidak berasa dan

tidak berbau6. Air dinyatakan tercemar apabila mengandung bibit penyakit, parasit,

bahan-bahan kimia yang berbahaya dan sampah atau limbah industri. Berikut ini

merupakan batasan-batasan sumber air yang bersih dan aman:3

a) Bebas dari kontaminasi kuman atau bibit penyakit

b) Bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun

c) Tidak berasa dan tidak berbau

d) Dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan domestik/rumah tangga

e) Memenuhi standar minimal yang ditentukan oleh WHO atau Departemen

Kesehatan RI

2.2.4 Penyediaan Jamban Keluarga

Di negara berkembang, masih banyak terjadi pembuangan tinja secara

sembarangan akibat tingkat sosial ekonomi yang rendah, pengetahuan

dibidang kesehatan lingkungan yang kurang dan kebiasaan buruk dalam

pembuangan tinja yang diturunkan dari generasi ke generasi. Kondisi tersebut

biasanya ditemukan terutama pada masyarakat di pedesaan dan daerah kumuh

perkotaan5.

13

Page 14: BAB I-VI adoh

Untuk menentukan letak pembuangan kotoran, terlebih dahulu kita harus

memperhatikan ada atau tidaknya sumber-sumber air. Harus diperhatikan juga

keadaan tanah, kemiringannya, permukaan tanah, pengaruh banjir pada musim hujan

dan sebagainya4. Menurut konstruksi dan cara mempergunakannya. Dikenal

macam- macam tempat pembuangan tinja (jamban/kakus), yaitu7:

a) Jamban Cemplung

Bentuk jamban ini adalah yang paling sederhana yang sering dijumpai

masyarakat di pedesaan. Jamban cemplung ini hanya terdiri atas sebuah galian yang

di atasnya diberi lantai dan tempat jongkok. Jamban semacam ini masih

menimbulkan gangguan karena baunya.

b) Jamban Plengsengan

Nama jamban ini berasal dari kata ”melengseng” yang artinya miring dan

digunakan karena dari lubang tempat jongkok ke tempat penampungan kotoran

dihubungkan oleh suatu saluran yang miring.

c) Jamban Bor

Dinamakan demikian karena tempat penampungan kotorannya dibuat

dengan menggunakan bor. Jamban bor mempunyai keuntungan bau yang

ditimbulkan sangat berkurang, akan tetapi kekurangannya adalah perembesan kotoran

akan lebih jauh dan mengotori air tanah.

d) Jamban Leher Angsa (Angsatrine / Water Seal Latrine)

Jamban jenis ini di bawah tempat jongkoknya ditempatkan atau dipasang alat

yang berbentuk seperti leher angsa yang disebut bowl. Bowl ini berfungsi mencegah

timbulnya bau karena terhalang oleh air yang selalu terdapat dalam bagian yang

melengkung.

14

Page 15: BAB I-VI adoh

e) Jamban di atas Balong/Empang (Fishpond Latrine)

Jamban jenis ini semacam rumah-rumahan di atas kolam, rawa, balong,

empang atau sungai. Kerugiannya adalah mengotori air permukaan tersebut

sehingga bibit penyakit yang terdapat di dalamnya dapat tersebar melalui media

air tersebut.

f) Jamban Septic Tank

Dipergunakan nama septic tank karena dalam pembuangan kotoran terjadi

proses pembusukan oleh kuman-kuman pembusuk yang bersifat anaerob.

Bahaya terhadap kesehatan yang dapat ditimbulkan akibat pembuangan tinja

secara tidak baik adalah pencemaran tanah, pencemaran air, kontaminasi makanan

dan perkembangbiakan lalat . Penyakit-penyakit yang dapat terjadi akibat

keadaan tersebut misalnya adalah diare, disentri, tifoid, penyakit infeksi cacing,

penyakit infeksi gastrointestinal lain.3

2.2.5 Sarana Pembuangan Sampah

Menurut definisi (WHO) , Sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan,

tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari

kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya.

Sampah, baik kuantitas maupun kualitasnya sangat dipengaruhi oleh berbagai

kegiatan dan taraf hidup manusia. Beberapa faktor yang penting antara lain adalah6:

a) Jumlah penduduk, semakin banyak penduduknya maka akan semakin

banyak pula sampahnya. Pengelolaan sampah inipun berpacu dengan laju

pertambahan penduduk.

15

Page 16: BAB I-VI adoh

b) Keadaan sosial ekonomi, semakin tinggi keadaan sosial ekonomi masyarakat maka

semakin banyak jumlah perkapita sampah yang dibuang.

c) Kemajuan Teknologi, dengan kemajuan teknologi akan menambah jumlah

maupun kualitas sampah, karena pemakaian bahan baku yang semakin beragam, cara

pengepakan dan produk manufaktur yang semakin beragam pula.

Berdasarkan zat kimia yang terkandung didalamnya, sampah terbagi menjadi

sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik misalnya sisa makanan,

daun, sayuran, buah. Sedangkan sampah anorganik misalnya logam, barang

pecah belah atau abu. Berdasarkan bisa atau tidaknya dibakar, sampah terbagi

menjadi sampah yang mudah terbakar misalnya kertas, plastik, daun kering, kayu.

Dan sampah yang tidak mudah terbakar misalnya kaleng, besi, gelas. Jika

berdasarkan dapat atau tidaknya membusuk, sampah terbagi menjadi sampah yang

mudah membusuk misalnya sisa makanan. Dan sampah yang sulit membusuk

misalnya plastik.8

Berdasarkan ciri atau karakteristiknya, sampah dapat dibedakan menjadi7:

a) Garbage, terdiri atas zat-zat yang mudah membusuk dan dapat terurai dengan

cepat, khususnya jika cuaca panas. Sampah jenis ini dapat ditemukan ditempat

pemukiman, rumah makan, pasar, dan sebagainya.

b) Rubbish, terbagi menjadi 2 yaitu rubbish yang mudah terbakar yang terdiri atas

zat-zat organik misalnya kayu, kertas, daun kering. Dan rubbish yang tidak

mudah terbakar yang terdiri atas zat-zat anorganik misalnya kaca, kaleng.

c) Ashes, merupakan semua sisa pembakaran industri.

d) Street Sweeping, merupakan sampah dari jalan atau trotoar akibat aktivitas mesin

atau manusia.

16

Page 17: BAB I-VI adoh

e) Dead Animal, merupakan bangkai binatang besar misal anjing atau kucing yang

mati akibat kecelakaan atau secara alami.

f) House Hold Refuse, merupakan sampah campuran (berasal dari rubbish,

garbage, ashes) yang berasal dari perumahan.

g) Abandoned Vehicles, merupakan jenis sampah yang berasal dari bangkai

kendaraan.

h) Demolotion Waste & Constructions Waste merupakan sampah yang berasal dari

sisa-sisa hasil pembangunan atau perombakan gedung.

i) Sampah Industri, merupakan sampah yang berasal dari industri pengolahan hasil

bumi, tumbuh-tumbuhan dan industri lainnya.

j) Sewage Solid, terdiri dari benda-benda solid atau kasar yang umumnya

berupa zat organik hasil saringan pada pintu masuk pusat pengolahan air buangan.

k) Sampah Khusus, yaitu sampah yang membutuhkan penanganan khusus dalam

pengelolaannya. Misal kaleng, zat radioaktiif.

Pengelolaan sampah mempunyai pengaruh terhadap masyarakat dan

lingkungannya. Pengaruh dari pengelolaan sampah yang tidak benar tampak pada 3

aspek yaitu8 :

a) Aspek Kesehatan

Sampah dapat memberikan tempat tinggal yang baik bagi vektor penyebab

penyakit, seperti serangga, tikus, cacing dan jamur. Dan dari vektor tersebut dapat

menimbulkan penyakit seperti diare dengan vektor pembawanya adalah lalat.

17

Page 18: BAB I-VI adoh

b) Aspek Lingkungan

Sampah dapat mempengaruhi estetika lingkungan, penurunan kualitas

udara dan pencemaran air.

c) Aspek Sosial Masyarakat

Pengelolaan sampah yang tidak baik dapat mencerminkan status keadaan

sosial masyarakat.

2.3 Penyakit Diare

2.3.1 Definisi

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair

atau setengah cair dengan kandungan air tinja lebih banyak daripada biasanya yakni

lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam9. Diare merupakan salah satu penyebab

kematian terbesar pada anak-anak di seluruh dunia karena pada usia tersebut sangat

rentan terhadap dehidrasi.9

2.3.2 Klasifikasi

Diare dapat di klasifikasikan berdasarkan:

1) Lamanya waktu diare :

a) Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari 15 hari, sedangkan

menurut World Gastroenterology Organisation global guidelines 2005, diare akut

didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih banyak dari

normalnya dan berlangsung kurang dari 14 hari.

b) Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari c) Diare Persisten

merupakan kelanjutan dari diare akut, peralihan antara diare akut dan kronik.9

18

Page 19: BAB I-VI adoh

2) Berdasarkan Mekanisme Patofisiologiknya9 :

a) Diare Osmotik, disebabkan meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari usus

halus yang disebabkan oleh obat- obat/zat kimia yang hiperosmotik, malabsorpsi

umum dan defek dari absorpsi mukosa usus.

b) Diare Sekretorik, disebabkan meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus,

menurunnya absorpsi. Penyebab dari diare ini antara lain karena efek enterotoksin

pada infeksi Vibrio cholerae atau Escherichia coli, penyakit yang menghasilkan

hormon, reaksi ileum dan efek obat laksatif.

3) Berdasarkan ditemukannya darah yang terlihat secara kasat mata disebut dengan

Disentri1.

2.3.3 Etiologi

Diare disebabkan oleh banyak penyebab dan dapat dibedakan menjadi diare

infeksi dan diare non-infeksi2.

1) Diare Infeksi dapat disebabkan oleh beberapa jenis agen-agen penyebab,

yaitu:2

a) Enteropatogen Bakteri

Enteropatogen bakteri dapat menyebabkan diare radang atau non radang dan

enteropatogen spesifik dapat disertai dengan salah satu manifestasi klinis. Umumnya

diare radang akibat Aeromonas spp, Campylobacter jejuni, Clostridium difficle, E.

coli enteroinvasif, E. coli enterohemorhagik, Salmonella spp, Shigella spp, Vibrio

parahaemolyticus dan Yersinia enterocolitica. Sedangkan diare non radang dapat

disebabkan oleh E. coli enteropatogen, E.coli enterotoksik, dan Vibrio cholerae.

19

Page 20: BAB I-VI adoh

b) Enteropatogen Parasit

Enteropatogen parasit yang paling sering di Amerika Serikat adalah Giardia

lamblia. Patogen yang lainnya adalah Entamoeba histolytica, Cryptosporidium,

Strongyloides stercoralis, Isospora belli dan Enterocytozoon bieneusi.

c) Enteropatogen Virus

Penyebab gastroenteritis virus adalah Rotavirus, Adenovirus enterik,

Astovirus, Kalsivirus dan Virus Norwalk.

2) Sedangkan diare non-infeksi disebabkan oleh2 :

a) Kesukaran Makan

b) Kelainan Struktur Anatomi pada saluran cerna, misal pada atrofi mikrovilli,

penyakit Hirschprung, dan sebagainya.

c) Pada Malabsorpsi

d) Pada Endokrinopati

e) Pada Keracunan Makanan

f) Pada Neoplasma

g) Macam-macam lainnya, misal karena obat pencahar, alergi susu, penyakit

Crohn, kolitis ulseratif, pada penyakit defisiensi imun.

2.3.4 Faktor Risiko

Kelompok risiko tinggi yang mungkin mengalami diare infeksi adalah10 :

1) Orang yang baru saja bepergian ke negara berkembang, daerah tropis. Misal pada

orang yang sering berkemah atau pergi ke tempat endemik.

20

Page 21: BAB I-VI adoh

2) Orang dengan imunosupresi dan imunodefisiensi, misal pada penderita HIV atau

penekanan sistem imun karena obat-obatan.

3) Orang yang baru saja menggunakan obat-obatan antimikroba pada institusi,

misal di rumah sakit.

4) Makanan atau keadaan makan yang tidak biasa, misal makan makanan

mentah atau mengkonsumsi makanan yang terpapar agen penyebab diare, misal:

Salmonella, Shigella.

2.3.5 Gejala Klinis

Secara umum gejala klinis yang timbul akibat diare adalah10 :

1) Akibat kehilangan cairan tubuh:

a) turgor kulit berkurang

b) nadi lemah

c) takikardi

d) mata cekung

e) suara parau

f) kulit dingin

g) jari-jari sianosis

h) membran mukosa kering

i) buang air kecil kurang (anuria)

21

Page 22: BAB I-VI adoh

2) Akibat gangguan keseimbangan asam basa dan kehilangan elektrolit:

a) Defisit bikarbonat (asidosis), dengan gejala: muntah, pernafasan cepat

dan dalam

b) Defisiensi kalium, dengan gejala: lemah otot, aritmia jantung, ileus paralitik

c) Kejang dan koma

2.3.6 Patofisiologi

Mekanisme utama dalam diare adalah terjadinya kelainan transport air dan

elektrolit. Distensi usus akibat bertambahnya cairan dan gas di lumen usus akan

merangsang timbulnya hiperperistalsis11. Ada beberapa mekanisme utama

patofisiologi dasar diare. Yang pertama, diare sekretorik akibat sekresi air dan

elektrolit yang berlebihan ke usus akibat rangsangan toksin suatu bakteri pada

mukosa usus. Yang kedua merupakan diare osmotik akibat makanan yang

mengandung zat yang sukar diserap. Yang ketiga akibat gangguan transport ion,

misal karena ketidakmampuan usus menyerap ion klor, akhirnya terjadi diare akibat

kekacauan motilitas usus seperti pada sindrom kolon iritabel. Dan yang keempat

adalah gabungan dari mekanisme tersebut.12

2.3.7 Diagnosis

Beberapa hal yang perlu dilakukan bila mendapatkan pasien terutama anak

dengan diare akut 2 :

1) menilai tingkat dehidrasi dan memberikan pengganti cairan dan

elektrolit

2) mencegah penyebaran enteropatogen

3) menentukan agen etiologi dan memberikan terapi spesifik jika terindikasi.

22

Page 23: BAB I-VI adoh

2.3.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien diare adalah rehidrasi dengan menilai dari derajat

dehidrasinya. Dehidrasi dapat timbul jika diare berat dan asupan oral terbatas karena

nausea atau muntah terutama pada anak- anak dan lansia. Dehidrasi bermanifestasi

sebagai rasa haus yang meningkat, berkurangnya jumlah frekuensi urin pada

keadaan yang lanjut dapat mengarah ke gagal ginjal akut.2

Derajat Dehidrasi akibat diare pada anak dibedakan menjadi tiga yaitu13 :

1) Tanpa dehidrasi, biasanya anak tampak normal, tidak ada tanda- tanda dehidrasi

2) Dehidrasi ringan/sedang, menyebabkan anak tampak rewel atau gelisah, mata

sedikit cekung, merasa haus, turgor kulit agak lambat jika dicubit

3) Dehidrasi berat, terjadi penurunan kesadaran pada anak, mata tampak cekung,

tidak bisa minum atau malas minum, turgor kulit sangat lama kembalinya jika

dicubit, nafas cepat dan anak terlihat lemah. Sedangkan derajat dehidrasi

menurut keadaan klinisnya terbagi atas9 :

1) Dehidrasi ringan, jika kekurangan cairan < 5% berat badan

2) Dehidrasi sedang, jika kekurangan cairan 5-10% berat badan

3) Dehidrasi berat, jika kekurangan cairan > 10% berat badan

Tujuan Pengobatan yang efektif dalam menangani anak-anak yang menderita

diare akut menurut WHO adalah13 :

1) Penggantian cairan (rehidrasi), cairan diberikan secara oral untuk mengatasi

dehidrasi.

2) Pemberian makanan terutama ASI dan makanan lunak selama diare dan masa

penyembuhan tetap dilakukan untuk mencegah kekurangan gizi.

23

Page 24: BAB I-VI adoh

3) Tidak menggunakan obat antidiare, antibiotika diberikan hanya pada kasus yang

sudah diketahui secara pasti apa agen yang menjadi penyebab diare tersebut.

Misalnya pada kasus kolera atau disentri yang disebabkan oleh Shigella.

4) Memberikan petunjuk dan edukasi yang efektif bagi ibu serta pengasuh dalam

penanganan dan pencegahan masalah diare

5) Diberikan terapi tambahan misalnya dengan pemberian suplemen zinc untuk

mengurangi lama dan beratnya diare.

2.3.9 Pencegahan

Penyakit diare dapat dicegah melalui promosi kesehatan lingkungan, yaitu3 :

1) Menggunakan sumber air bersih dan memasak air hingga mendidih

sebelum diminum untuk mematikan sebagian besar kuman penyakit.

2) Mencuci tangan dengan sabun pada waktu sebelum makan, sesudah makan

dan sesudah buang air besar.

3) Menggunakan jamban yang sehat untuk keluarga dan membuang tinja bayi dan

anak dengan benar.

4) Menjaga higienitas makanan dan minuman.

5) Pengelolaan pembuangan sampah yang baik dan benar.

2.3.10 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Diare

Banyak faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya diare pada bayi dan

balita. Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal–oral yaitu melalui

makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung

dengan tangan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau

24

Page 25: BAB I-VI adoh

tidak langsung melalui lalat. (melalui 4 F = finger, flies, fluid, field). Adapun faktor

resiko terjadinya diare yaitu :

Faktor Anak

Bayi dan balita merupakan kelompok usia yang paling banyak menderita

diare, kerentanan kelompok usia ini juga banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor

yaitu umur anak, pemberian ASI, status gizi anak dan status imunisasi campak.

a. Faktor umur

Sebagian besar diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi

tertinggi terjadi pada kelompok umur 6 sampai 11 bulan, pada saat diberikan

makanan pendamping ASI. Hal ini dikarenakan belum terbentuknya kekebalan alami

dari anak usia dibawah satu tahun. Pola ini menggambarkan kombinasi efek

penurunan kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan

yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia

atau binatang pada saat bayi mulai dapat merangkak.7,14

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sinthamurniwaty (2005)15 terhadap

faktor-faktor risiko kejadian diare akut di Semarang menyatakan bahwa kelompok

umur yang paling banyak menderita diare adalah umur < 24 bulan yaitu sebesar 58,68

%, kemudian 24-36 bulan sebesar 24,65 %, sedangkan paling sedikit umur 37- 60

bulan 16,67 %.

b. Status Gizi

Status gizi pada anak sangat berpengaruh terhadap kejadian penyakit diare.

Pada anak yang menderita kurang gizi dan gizi buruk yang mendapatkan asupan

makan yang kurang mengakibatkan episode diare akutnya menjadi lebih berat dan

mengakibatkan diare yang lebih lama dan sering. Risiko meninggal akibat diare

25

Page 26: BAB I-VI adoh

persisten dan atau disentri sangat meningkat bila anak sudah mengalami kurang gizi.

Beratnya penyakit, lamanya dan risiko kematian karena diare meningkat pada anak-

anak dengan kurang gizi, apalagi pada yang menderita gizi buruk. Dari penelitian

yang dilakukan oleh Adisasmito (2007)16 terhadap beberapa penelitian faktor risiko

diare di Indonesia didapatkan hasil bahwa status gizi yang buruk merupakan

faktor risiko terjadinya diare. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Sinthamurniwaty (2005)15 yang menyatakan bahwa balita dengan status gizi rendah

mempunyai risiko 4,21 kali terkena diare akut dibanding balita dengan status gizi

baik.

c. Status Imunisasi Campak

Pada balita, 1-7% kejadian diare berhubungan dengan campak, dan diare yang

terjadi pada campak umumnya lebih berat dan lebih lama (susah diobati,

cendrung menjadi kronis) karena adanya kelainan pada epitel usus. Diare dan

disentri lebih sering terjadi atau berakibat berat pada anak-anak dengan campak atau

menderita campak dalam 4 minggu terakhir. Hal ini disebabkan karena penurunan

kekebalan pada penderita.13,17

Faktor Orang tua

Peranan orang tua dalam pencegahan dan perawatan anak dengan diare

sangatlah penting. Faktor yang mempengaruhinya yaitu umur ibu, tingkat pendidikan,

pengetahuan ibu mengenai hidup sehat dan pencegahan terhadap penyakit.

Rendahnya tingkat pendidikan ibu dan kurangnya pengetahuan ibu tentang

pencegahan diare dan perawatan anak dengan diare merupakan penyebab anak

terlambat ditangani dan terlambat mendapatkan pertolongan sehingga beresiko

mengalami dehidrasi.

26

Page 27: BAB I-VI adoh

Faktor lingkungan

Di daerah kumuh yang padat penduduk, kurang air bersih dengan sanitasi

yang jelek akan mengakibatkan penyakit mudah menular. Pada beberapa tempat

shigellosis yaitu penyebab diare merupakan penyakit endemik, infeksi dapat

berlangsung sepanjang tahun, terutama pada bayi dan anak- anak yang berumur 6

bulan sampai 3 tahun.17

Penularan penyakit diare sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dimana

sebagian besar penularan melalui fekal-oral yang sangat dipengaruhi oleh

ketersediaan sarana air bersih dan jamban keluarga yang memenuhi syarat kesehatan

serta perilaku sehat dari keluarga.

Hygiene dan Kebersihan diri

Perilaku hyegine dan kebersihan ibu dan anak mempunyai pengaruh terhadap

pencegahan terjadinya diare pada bayi dan balita, salah satu perilaku hidup bersih

yang sering dilakukan adalah mencuci tangan sebelum dan sesudah makan pada

anak dan juga setelah anak buang air besar18. Banyak penyakit mudah ditularkan

melalui makanan yang terkontaminasi atau dari tangan ke mulut. Perilaku mencuci

tangan mengurangi risiko penularan penyakit pada saluran cerna (tinja) maupun

saluran pernafasan. Tangan yang kotor dan kuku panjang merupakan sarana

berkembang biaknya agen kuman dan bakteri terutama penyebab penyakit diare. Oleh

sebab itu pentingnya orang tua memperhatikan kebersihan tangan dan kuku pada anak

usia bayi dan balita, dimana pada usia ini anak berada pada tahapan dimana

lebih cendrung untuk memasukkan benda atau tangan ke dalam mulut.

27

Page 28: BAB I-VI adoh

Faktor Resiko

EksternalInternal

Penyakit Diare

Balita(sebagai Host)Agen Penyakit

Penyimpanan sampah Pengumpulan sampahPembuangan sampah

Sarana air bersihPenyediaan JambanPengelolaan sampah individu

Syarat pembuangan kotoranSyarat bangunan jamban

LingkunganJenis KelaminUsiaStatus GiziImunisasi campak

Banjir

Faktor Ibu :UsiaPendidikanPengetahuanMencuci tangan sebelum memberikan makan

2.4 Kerangka Teori

Bagan 3.1 kerangka teori

28

Page 29: BAB I-VI adoh

BAB III

KERANGKA KONSEP, VARIABEL PENELITIAN DAN DEFINISI

OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Bagan 3.2 Kerangka konsep variabel-variabel yang berhubungan dengan diare pada anak

29

Faktor Anak :

Usia Jenis Kelamin Pemberian ASI Ekslusif Status Gizi Imunisasi Campak

Kejadian diare pada balita pasca banjir

Faktor Ibu :

Usia Pendidikan Pengetahuan Kebiasaan mencuci tangan

sebelum memberikan makan pada anak

Faktor Lingkungan :

Pengadaan sarana air bersih

Pengadaan jamban Pengelolaan sampah

Page 30: BAB I-VI adoh

3.2 Identifikasi variable penelitian

Variabel independent :

1. Faktor usia balita

2. Faktor jenis kelamin balita

3. Faktor pemberian ASI eksklusif

4. Faktor gizi balita

5. Faktor imunisasi campak

6. Faktor usia ibu dari balita yang diambil sebagai sampel

7. Faktor pendidikan ibu

8. Faktor pengetahuan ibu terhadap diare

9. Faktor penghasilan keluarga

10. Penyediaan sarana air bersih

11. Penyediaan jamban keluarga

12. Pengelolaan pembuangan sampah

Variabel dependen :

Penyakit diare pada balita pasca banjir.

30

Page 31: BAB I-VI adoh

3.3 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional

Cara Ukur dan Alat

ukur

Hasil Ukur Skala Referensi

Variabel Dependen

Kejadian

Diare

Bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari 3 atau lebih disertai dengan perubahan konsistensi feses menjadi encer

0 = Tidak diare1 = Diare

Nominal

Simadibrata Marcellus, Daldiyono. Diare Akut : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007: 408 – 413

Variabel Independent

Usia anak Lamanya hidup yang dihitung berdasarkan bulan kelahiran

Cara ukur: melihat catatan medis dan mengisi berdasarkan ulang tahun terakhir dalam tahunAlat ukur :

1 = 0-24 bulan2 =25-59 bulan

Interval

31

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Page 32: BAB I-VI adoh

Kuesioner

Jenis Kelamin

Identitas diri atau seksual anak sejak ia dilahirkan

Melihat catatan medis dan melihat langsung pasien

1 = Laki-laki2 = Perempuan

Nominal

Asi ekslusif Pemberian hanya ASI saja sampai usia bayi 6 bulan

Jawaban yang ada di kuesioner

1= mendapatkan ASI eksklusif2 = tidak mendapatkan ASI eksklusif

Ordinal

Imunisasi campak

Cakupan pemberian imunisasi campak yang didapatkan dalam 1 tahun pertama

Jawaban yang ada di kuesioner

0 = mendapatkan imunisasi campak1 = tidak mendapatkan imunisasi campak2 = belum cukup umur

Nominal

Status Gizi Keadaan tubuh balita yang diukur dengan indeks berat badan menurut umur (BB/U) lalu

Cara ukur : Melihat dari catatan Kartu Menuju Sehat (KMS)

1 = gizi buruk2 = kurang gizi3 = normal

Ordinal

32

Page 33: BAB I-VI adoh

dibandingkan dengan standart WHO dan dikelompokkan berdasarkan nilai Z score pada standart

Usia ibu Lamanya hidup yang dihitung berdasarkan tahun kelahiran

Berdasarkan isi kuesioner yang ditulis ibu

1 = 20-30 tahun (tidak berisiko)2= <20 dan >30 tahun (berisiko)

Ordinal

Pendidikan Ibu

Pendidikan formal terakhir yang diikuti dan dinyatakan lulus

Melihat dari pendidikan ibu yang diisi dari kuesioner

1=Tinggi (Tamat SLTA/Diploma)2=Rendah (Tamat SD – Tamat SLTP)

Ordinal

Pengetahuan

Pemahaman tentang subtansi yang diukur berdasarkan nilai/skor terhadap jawaban yang benar (Arikunto, 1993)

Cara Ukur : Dengan melihat skor yang diperoleh responden, kemudian membandingka n dengan skor maksimal dan dikalikan 100Alat Ukur : Kuesioner

0=Baik, bila nilai/skor ≥ 76%1=Cukup, bila nilai skor 56-75 %2=Kurang baik bila nilai/skor ≤ 55 %

Interval

33

Page 34: BAB I-VI adoh

Kebiasaan cuci tangan

Perilaku ibu untuk membersihkan tangan sebelum memberikan makan anak dengan menggunakan sabun

Jawaban dari kuesioner

1 = buruk2 = baik

Ordinal

Penghasilan keluarga

Kondisi keuangan atau penghasilan yang diperoleh keluarga per bulan

Catatan Ukur : Jawaban dari kuesionerAlat Ukur : kuesioner

1=Tinggi, bila penghasilanper bulan >2jt2=Rendah bila penghasilanper bulan <2 jt

Ordinal

Sarana air bersih

Sumber air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang memenuhi syarat kualitas air bersih

Kuesioner 1 = Tidak memenuhi kualitas air bersih2= Memenuhi kualitas air bersih

Ordinal

34

Page 35: BAB I-VI adoh

Penyediaan jamban

Jenis tempat buang air besar yang digunakan oleh keluarga yang memenuhi syarat pembuangan kotoran sesuai aturan kesehatan

Kuesioner 1= Jamban yang tidak memenuhi aturan kesehatan 2 = Jamban yang memenuhi aturan kesehatan

Ordinal

Pengelolaan Pembuangan Sampah

Jenis tempat dan pengelolaan sampah perorangan yang meliputi : Penyimpanan, Pengumpulan, dan Pembuangan

Kuesioner 1 = Tidak memenuhi kesehatan 2 = Memenuhi kesehatan

Ordinal

35

Page 36: BAB I-VI adoh

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Design Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik yaitu metode

penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk mencari hubungan antara

variabel yang satu dengan variabel yang lain, dengan mengunakan pendekatan

rancangan potong silang (cross sectional).

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di RW 05 pada RT 05,RW 07 pada RT

16 dan RT 17, RW 08 pada RT 0 5 Kelurahan Pejaten Timur, Kecamatan

Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada tanggal 25 Februari 2013 – 30 Maret 2013.

4.3 Subyek Penelitian

4.3.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh balita di Posyandu Kelurahan Pejaten

Timur, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Tahun 2013.

36

Page 37: BAB I-VI adoh

4.3.2 Sampel

Perkiraan besar sampel yang digunakan pada penelitian ini menggunakan

rumus.

Rumus populasi infinit:

n = (Za)2 PQ

(d)2

Keterangan :

n = besarnya sampel

a = batas kemaknaan, yang digunakan adalah 0,05

Za = untuk a sebesar 0,05 dari tabel dua arah didapatkan nilai 1,96

P = proporsi penyakit diare

Q = 1-P

d = Akurasi dari ketepatan pengukuran untuk p adalah 0,05

Proporsi yang digunakan berdasarkan angka proporsi kejadian diare di

Kelurahan Pejaten Timur, Kecamatan Pasar minggu, Jakarta Selatan tahun 2011

sebesar 17%. berdasarkan rumus di atas didapatkan sampel:

n = (1,96) 2 x 0,17 x (1-0,17)

(0,05) 2

= 216,819 dibulatkan menjadi 217

37

Page 38: BAB I-VI adoh

n = 217 responden

Rumus Populasi finit:

n = Besar sample yang di butuhkan untuk populasi finit

No = Besar sample dari populasi infinit = 217 responden

N = Besar sample populasi finit ( penderita penyakit diare di Kelurahan Pejaten

Timur Januari 2013 sampai Februari 2013 )

n = 217 = 89,743589

(1+217/153)

n = 89,743 dibulatkan menjadi 90

Sample akhir, N1 = n + n (10%)

N1 = 90 + 99 (0.1)

N1 = 99

Jadi besar sampel penelitian 99 sampel

38

Page 39: BAB I-VI adoh

4.4 Teknik sampling

Sampel diambil dengan menggunakan metode Simple Random Sampling,

yaitu suatu tipe sampling probabilitas, di mana peneliti dalam memilih sampel dengan

memberikan kesempatan yang sama kepada semua anggota populasi untuk ditetapkan

sebagai anggota sampel. Dengan teknik semacam itu maka terpilihnya individu

menjadi anggota sampel benar-benar atas dasar faktor kesempatan (chance), dalam

arti memiliki kesempatan yang sama, bukan karena adanya pertimbangan subjektif

dari peneliti . Sampel diberi nomor dan dipilih sesuai dengan jumlah sampel yang

dibutuhkan secara acak dengan bantuan software Research Randomizer. Kemudian

nomor data yang keluar diambil sebagai sampel.

4.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

4.5.1 Kriteria Inklusi

a) Ibu yang memiliki balita yang mengunjungi Posyandu tersebut di hari

pengambilan data Kelurahan Pejaten Timur, Kecamatan Pasar Minggu,

Jakarta Selatan.

b) Bersedia menjadi responden dan menandatangani informed consent

4.5.2 Kriteria Eksklusi

a) Ibu yang tidak kooperatif.

b) Ibu yang tidak ingin berpartisipasi dalam penelitian.

39

Page 40: BAB I-VI adoh

4.6 Instrumen penelitian

Instrumen penelitian ini diambil dengan menggunakan kuesioner yang berisi

pertanyaan tertutup dan terbuka tentang variabel-variabel penelitian yang diberikan

langsung kepada responden untuk diisi, dan melalui proses wawancara.

4.7 CARA PENGUMPULAN DATA

4.7.1 Alur Pengumpulan Data

Gambar 4.1 Alur Pengumpulan Data

40

Proposal disetujui

Saringan populasi

Mengumpulkan sampel

Peneliti melakukan wawancara dan kuesioner

Peneliti mengumpulkan data

Peneliti mengolah dan menganalisis data dalam bentuk

tabular, tekstular dan grafik dengan menggunakan Microsoft

Word dan SPSS 21,0

Penyajian data dalam bentuk presentasi

Peneliti mendapatkan data yaitu populasi terjangkau berjumlah 359 Balita dari Puskesmas Kelurahan Pejaten Timur

Page 41: BAB I-VI adoh

Pengumpulan Data Primer

Data yang diperoleh dari hasil wawancara langsung dan kuesioner pada

responden yang dilakukan di Posyandu Kelurahan Pejaten Timur, Kecamatan Pasar

Minggu, Jakarta Selatan.

Pengumpulan Data Sekunder

Data yang diperoleh dari pencatatan kejadian penyakit diare yang didapatkan

dari laporan surveillance Puskesmas Kelurahan Pejaten Timur.

Pengumpulan Data Tersier

Data diperoleh dari buku teks, jurnal, dan penelitian yang ada sebelumnya.

4.8 Rencana pengolahan dan analisis data

Data yang telah berhasil diperoleh diolah secara elektronik setelah melalui

proses penyuntingan, pemindahan data ke komputer dan tabulasi. Data yang

terkumpul dari hasil kuesioner diolah, dianalisis dan dimasukkan dalam program

komputer Microsoft office excel 2007 dan SPSS 21.0.

Adapun langkah-langkah pengolahan data dilakukan seperti tahap-tahap

dibawah ini :

1. Cleaning

Memeriksa kelengkapan data, kelengkapan kuesioner, apakah semua

pertanyaan telah dijawab dengan lengkap dan benar.

Memeriksa kesinambungan data, dalam arti tidak ditemukannya data atau

keterangan antara satu dengan yang lainnya.

Memeriksa keseragaman data, apakah ukuran yang digunakan dalam

mengumpulkan data sudah seragam atau tidak.

2. Coding

41

Page 42: BAB I-VI adoh

Pengkodean data (data coding) yaitu mengklasifikasikan data dan memberi

kode atau simbol tertentu, misal berupa angka untuk setiap jawaban.

3. Editing

Pengeditan data (editing) yaitu mengeluarkan data yang dianggap janggal,

yaitu dengan melihat distribusi frekuensi dari variabel-variabel dan melihat

kelogisannya. Setelah dicek kembali untuk memastikan data tersebut telah

bersih dari kesalahan, maka data tersebut siap untuk dianalisa.

4. Entry

Pemasukan data (data entry) yaitu memasukkan data kedalam program

computer yaitu SPSS untuk kemudian dianalisa.

4.9 Analisa Data

4.9.1 Analisis Univariat

Analisa menggunakan distribusi frekuensi data berdasarkan nilai rata-

rata (mean) terhadap variabel-variabel yang diteliti.

4.9.2 Analisis Bivariat

Analisa bivariat yang digunakan adalah uji statistik chi-square, untuk

mencari hubungan yang bermakna secara statistik antara variabel dependen

dengan variabel independen yang mengacu pada nilai p-value <0,05.

4.10 Penyajian Data

Tekstural, hasil penelitian disajikan dalam bentuk kalimat.

Tabulasi, hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel.

Grafik, hasil penelitian disajikan dalam bentuk diagram pie dan diagram

batang

BAB V

42

Page 43: BAB I-VI adoh

HASIL PENELITIAN

Kelurahan Pejaten Timur merupakan salah satu kelurahan yang berada di

Kecamatan Pasar Minggu di Jakarta Selatan memiliki 11 RW dengan 25 Posyandu

dengan luas wilayah 2.88 km2, terdiri dari 8,145 Keluarga (KK) dengan jumlah balita

2848 jiwa.

5.1 Hasil Univariat

Analisa univariat ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik dari

masing-masing variabel yang diteliti di Kelurahan Pejaten Timur, Kecamatan Pasar

Minggu Jakarta Selatan dengan responden yang berjumlah 99 ibu yang memiliki

balita.

5.1.1 Karakteristik Responden

5.1.1.1 Usia Ibu

Berdasarkan hasil penelitian dari usia responden. Adapun secara lengkap

deskripsi distribusi responden dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Ibu menurut Usia

Usia Frekuensi Persentase ( %)

20-30 83 83.8

<=20 / >=30 16 16.2

Total 99 100.0

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan usia ibu dengan terbanyak yaitu umur 20-30

tahun sejumlah 83 orang (83,8 %)

43

Page 44: BAB I-VI adoh

5.1.1.2 Pendidikan Ibu

Berdasarkan hasil penelitian dari pendidikan responden. Adapun secara

lengkap deskripsi distribusi responden dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi ibu menurut pendidikan

Pendidikan Frekuensi Persentase

Rendah 75 75.8

Tinggi 24 24.2

Total 99 100.0

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui jumlah terbanyak yaitu ibu yang

berpendidikan rendah dengan jumlah 75 orang (75,8%)

5.1.1.3 Penghasilan dalam Keluarga

Berdasarkan hasil penelitian dari penghasilan keluarga responden. Adapun

secara lengkap deskripsi distribusi responden dapat dilihat dalam tabel sebagai

berikut :

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi ibu menurut penghasilan perbulan dalam keluarga

44

Page 45: BAB I-VI adoh

Penghasilan Frekuensi Persentase (%)

< Rp. 2.000.000,- 61 61.6

>Rp. 2.000.000,- 38 38.4

Total 99 100.0

Tabel di atas menunjukkan jumlah terbanyak yaitu ibu dengan penghasilan per bulan

dalam keluarga kurang dari Rp 2.000.000,- dengan jumlah 61 orang ( 61,6 %)

5.1.1.4 Pengetahuan Ibu tentang Diare

Berdasarkan hasil penelitian dari pengetahuan responden terhadap diare.

Adapun secara lengkap deskripsi distribusi responden dapat dilihat dalam tabel

sebagai berikut :

Tabel 5.4 Distribusi frekuensi ibu menurut tingkat pengetahuan

Pengetahuan Ibu Frekuensi Persentase ( %)

Buruk ( < = 56%) 68 68.7

Cukup( 56- 75 %) 30 30.3

Baik ( => 75%) 1 1.0

Total 99 100.0

45

Page 46: BAB I-VI adoh

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa ibu yang memiliki pengetahuan

yang buruk tentang diare merupakan jumlah paling banyak dengan jumlah 68 orang

( 68,7 %)

5.1.1.5 Kejadian Diare pada anak

Berdasarkan hasil penelitian dari kejadian diare pada anak responden. Adapun

secara lengkap deskripsi distribusi responden dapat dilihat dalam tabel sebagai

berikut :

Tabel 5.5 Distribusi frekuensi kejadian diare pada anak

Kejadian diare Frekuensi Persentase (%)

Diare 57 57.6

Tidak diare 42 42.4

Total 99 100.0

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan jumlah kejadian diare yang terbanyak

pada anak dengan jumlah 57 orang ( 57,6 %)

5.1.1.6 Usia Anak

Berdasarkan hasil penelitian dari usia anak responden. Adapun secara lengkap

deskripsi distribusi responden dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :

46

Page 47: BAB I-VI adoh

Tabel 5.6 Distribusi frekuensi usia anak

Usia anak Frekuensi Persentase ( %)

0 - 24 bulan 36 36.4

25 – 59 bulan 63 63.6

Total 99 100.0

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan anak berusia antara usia 25 – 59

bulan merupakan jumlah terbanyak yaitu 63 orang (63,6%)

5.1.1.7 Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian dari jenis kelamin anak responden. Adapun

secara lengkap deskripsi distribusi responden dapat dilihat dalam tabel sebagai

berikut :

Jenis kelamin Frekuensi Persentase ( %)

Laki –laki 47 47.5

Perempuan 52 52.5

Total 99 100.0

Tabel 5.7 Distribusi jenis kelamin anak

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan jenis kelamin anak perempuan dengan

jumlah terbesar yaitu 52 orang (52,5%)

47

Page 48: BAB I-VI adoh

5.1.1.8 Asi eksklusif

Berdasarkan hasil penelitian dari pemberian ASI eksklusif dari anak

responden. Adapun secara lengkap deskripsi distribusi responden dapat dilihat dalam

tabel sebagai berikut :

Asi eksklusif Frekuensi Persentase ( %)

Mendapat 63 63.6

Tidak mendapat 36 36.4

Total 99 100.0

Tabel 5.8 Distribusi asi eksklusif pada anak

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan anak yang mendapat asi eksklusif

merupakan jumlah terbanyak dengan jumlah 63 anak (63,6%)

5.1.1.9 Status Gizi Anak

Berdasarkan hasil penelitian dari status gizi anak dari responden. Adapun

secara lengkap deskripsi distribusi responden dapat dilihat dalam tabel sebagai

berikut :

Tabel 5.9 Distribusi status gizi anak

48

Page 49: BAB I-VI adoh

Status gizi Frekuensi Persentase ( %)

Normal 52 52.5

Kurang 46 46.5

Buruk 1 1.0

Total 99 100.0

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan status gizi anak yang normal sebanyak

52 orang (52,5%),

4.1.1.10 Imunisasi campak

Berdasarkan hasil penelitian dari imunisasi campak dari anak responden.

Adapun secara lengkap deskripsi distribusi responden dapat dilihat dalam tabel

sebagai berikut :

Tabel 5.10 Distribusi imunisasi campak

Imunisasi campak Frekuensi Persentase (%)

Dapat 80 80.8

Belum Dapat 19 19.2

Total 99 100.0

49

Page 50: BAB I-VI adoh

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan anak yang sudah mendapat imunisasi

campak sebanyak 80 (80,4%), anak yang belum mendapatkan imunisasi campak

sebanyak 19 (19,2 %)

5.1.1.11 kebiasaan cuci tangan

Berdasarkan hasil penelitian dari kebiasaan cuci tangan responden. Adapun

secara lengkap deskripsi distribusi responden dapat dilihat dalam tabel sebagai

berikut :

Tabel 5.11 Distribusi kebiasaan cuci tangan Ibu

Kebiasaan cuci tangan Frekuensi Persentase ( %)

Baik 77 77.8

Buruk 22 22.2

Total 99 100.0

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan kebiasaan cuci tangan yang baik

sebanyak 77 orang (77,8 %), kebiasaan cuci tangan yang buruk sebanyak 22 orang

(22,2%)

5.1.1.12 Ketersediaan Air Bersih

Berdasarkan hasil penelitian dari ketersediaan air bersih. Adapun secara

lengkap deskripsi distribusi responden dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :

50

Page 51: BAB I-VI adoh

Tabel 5.12 Distribusi Ketersediaan air bersih di tempat tinggal

Ketersediaan air bersih Frekuensi Persentase (%)

Tidak tersedia 66 66.7

Tersedia 33 33.3

Total 99 100.0

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan ketersediaan air bersih yang tidak

tersedia di tempat tinggal sebanyak 66 (66,7 %), ketersediaan air bersih yang tersedia

di tempat tinggal sebanyak 33 (33,3%)

5.1.1.13 Pengelolaan Sampah

Berdasarkan hasil penelitian dari pengelolaan sampah. Adapun secara lengkap

deskripsi distribusi responden dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 5.13 Distribusi Pengelolaan sampah di tempat tinggal

Pengelolaan sampah Frekuensi Persentase( %)

Tidak memenuhi 59 59.6

Memenuhi 40 40.4

Total 99 100.0

51

Page 52: BAB I-VI adoh

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan pengelolaan sampah yang tidak

memenuhi di tempat tinggal sebanyak 59 (59,6 %), pengelolaan sampah yang

memenuhi di tempat tinggal sebanyak 40 (40,4%)

5.1.1.14 Ketersediaan Jamban

Berdasarkan hasil penelitian dari ketersediaan jamban. Adapun secara lengkap

deskripsi distribusi responden dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 5.14 Distribusi Ketersediaan Jamban di tempat tinggal

Ketersediaan Jamban Frekuensi Persentase ( %)

Tidak tersedia 57 57.6

Tersedia 42 42.4

Total 99 100.0

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan ketersediaan jamban di tempat tinggal

sebanyak 42 (42,4 %), jamban yang tidak tersedia di tempat tinggal sebanyak 57

(57,6%)

52

Page 53: BAB I-VI adoh

5.2 Analisa Bivariat

Analisa bivariat pada penelitian ini untuk melihat hubungan antara faktor-

faktor dengan kejadian diare pada balita di Kelurahan Pejaten Timur, Kecamatan

Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Pada analisa bivariat dilakukan uji statistic dengan uji

chi square. Berikut ini adalah hasil analisis bivariat antara variabel kejadian diare

pada balita dengan variabel-variabel yang berhubungan dengan kejadian diare pada

balita tersebut.

5.2.1 Hubungan usia anak terhadap kejadian diare pada balita

Tabel 5.15 Hubungan usia anak terhadap kejadian diare pada balita

kejadian diare TotalP PR

diare tidak diare

usia anak

25-59jumlah 42 22 64

0,028 1,531Persentase 73.7% 52.4% 64.6%

0-24jumlah 15 20 35

Persentase 26.3% 47.6% 35.4%

Totaljumlah 57 42 99

Persentase 100.0% 100.0% 100.0%

Analisis PR diperoleh nilai PR = 1,128 yang berarti balita dengan usia 25-59

bulan memiliki resiko diare 1,128 kali lebih besar dibandingkan dengan balita usia 0-

53

Page 54: BAB I-VI adoh

24 bulan. Hasil analisis dengan Chi-Square menunjukan nilai p = 0,028 maka Ho

ditolak, berarti bermakna secara statistik sehingga disimpulkan ada hubungan antara

usia balita dengan kejadian diare akut pasca banjir.

5.2.2 Hubungan jenis kelamin anak terhadap kejadian diare pada balita

Tabel 5.16 Hubungan jenis kelamin anak terhadap kejadian diare pada balita

kejadian diare TotalP PR

diare tidak diare

jenis kelamin

laki-lakijumlah 28 19 47

0,702 1,068Persentase 49.1% 45.2% 47.5%

perempuanjumlah 29 23 52

Persentase 50.9% 54.8% 52.5%

Totaljumlah 57 42 99

Persentase 100.0% 100.0% 100.0%

Analisis PR diperoleh nilai PR = 1,068 yang berarti balita dengan jenis

kelamin laki-laki memiliki resiko diare 1,068 kali lebih besar dibandingkan dengan

balita dengan jenis kelamin perempuan. Hasil analisis statistik dengan Chi-Square

menunjukan nilai p = 0,702 maka Ho diterima, berarti tidak bermakna secara statistik

sehingga disimpulkan tidak ada hubungan antara jenis kelamin balita dengan kejadian

diare akut pasca banjir.

54

Page 55: BAB I-VI adoh

5.2.3 Hubungan pemberian ASI ekslusif pada anak terhadap kejadian diare

pada balita

Tabel 5.17 Hubungan pemberian ASI ekslusif pada anak terhadap kejadian diare

pada balita

kejadian diare TotalP PR

diare tidak diare

asi ekslusive

tidak

mendapat

jumlah 27 9 36

0,008 1,576Persentase 47.4% 21.4% 36.4%

mendapatjumlah 30 33 63

Persentase 52.6% 78.6% 63.6%

Totaljumlah 57 42 99

Persentase 100.0% 100.0% 100.0%

Analisis PR diperoleh nilai PR = 1.576 yang berarti balita yang tidak

mendapat asi ekslusive memiliki resiko diare1.576 kali lebih besar dibandingkan

dengan balita yang mendapat asi ekslusive. Hasil analisis dengan Chi-Square

menunjukan nilai p = 0,008 maka Ho ditolak, berarti bermakna secara statistik

sehingga disimpulkan ada hubungan antara asi ekslusive dengan kejadian diare akut

pasca banjir.

55

Page 56: BAB I-VI adoh

5.2.4 Hubungan imunisasi campak pada anak terhadap kejadian diare pada

balita

Tabel 5.18 Hubungan imunisasi campak pada anak terhadap kejadian diare pada

balita

kejadian diare TotalP PR

diare tidak diare

imunisasi campak

belum dapatjumlah 16 3 19

0,009 1,639Persentase 28.1% 7.1% 19.2%

dapatjumlah 41 39 80

Persentase 71.9% 92.9% 80.8%

Totaljumlah 57 42 99

Persentase 100.0% 100.0% 100.0%

Analisis PR diperoleh nilai PR = 1.639 yang berarti balita yang belum

mendapat imunisasi memiliki resiko diare 1.639 kali lebih besar dibandingkan

dengan balita yang sudah mendapat imunisasi campak. Hasil analisis dengan Chi-

Square menunjukan nilai p = 0,009 maka Ho ditolak, berarti bermakna secara statistik

sehingga disimpulkan ada hubungan antara imunisasi campak dengan kejadian diare

akut pasca banjir.

56

Page 57: BAB I-VI adoh

5.2.5 Hubungan usia ibu terhadap kejadian diare pada balita

Tabel 5.19 Hubungan usia ibu terhadap kejadian diare pada balita

kejadian diare TotalP PR

Diare tidak diare

usia ibu

20-30jumlah 48 35 83

0,907 1,027Persentase 84.2% 83.3% 83.8%

<=20 / >=30jumlah 9 7 16

Persentase 15.8% 16.7% 16.2%

Totaljumlah 57 42 99

Persentase 100.0% 100.0% 100.0%

Analisis PR diperoleh nilai PR = 1,027 yang berarti balita dengan ibu berusia

20-30 tahun memiliki resiko diare 1,027 kali lebih besar dibandingkan dengan balita

dengan ibu berusia ≤20 / ≥30. Hasil analisis dengan Chi-Square menunjukan nilai p =

0,907 maka Ho diterima, berarti tidak bermakna secara statistik sehingga disimpulkan

tidak ada hubungan antara usia ibu dengan kejadian diare akut pasca banjir.

57

Page 58: BAB I-VI adoh

5.2.6 Hubungan tingkat pendidikan ibu terhadap kejadian diare pada balita

Tabel 5.20 Hubungan tingkat pendidikan ibu terhadap kejadian diare pada balita

kejadian diare TotalP PR

diare tidak diare

pendidikan

ibu

rendah ( sd - sltp )jumlah 48 27 75

0,022 1,706Persentase 84.2% 64.3% 75.8%

tinggi ( >=slta )jumlah 9 15 24

Persentase 15.8% 35.7% 24.2%

Totaljumlah 57 42 99

Persentase 100.0% 100.0% 100.0%

Analisis PR diperoleh nilai PR = 1.706 yang berarti balita dengan ibu

berpendidikan rendah memiliki resiko diare 1.706 kali lebih besar dibandingkan

dengan balita dengan ibu berpendidikan tinggi. Hasil analisis dengan Chi-Square

menunjukan nilai p = 0,022 maka Ho ditolak, berarti bermakna secara statistik

sehingga disimpulkan ada hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian diare

akut pasca banjir.

58

Page 59: BAB I-VI adoh

5.2.8 Hubungan kebiasaan cuci tangan terhadap kejadian diare pada balita

Tabel 5.21 Hubungan kebiasaan cuci tangan terhadap kejadian diare pada balita

kejadian diare TotalP PR

Diare tidak diare

Kebiasaan

cuci tangan

burukjumlah 17 5 22

0,034 1,488Persentase 29.8% 11.9% 22.2%

baikjumlah 40 37 77

Persentase 70.2% 88.1% 77.8%

Totaljumlah 57 42 99

Persentase 100.0% 100.0% 100.0%

Analisis PR diperoleh nilai PR = 1.488 yang berarti balita dengan ibu yang

tidak memiliki kebiasaan mencuci tangan sebelum memberikan makan kepada balita

memiliki resiko diare 1.488 kali lebih besar dibandingkan dengan balita dengan ibu

yang memiliki kebiasaan mencuci tangan sebelum memberikan makan kepada balita.

Hasil analisis dengan Chi-Square menunjukan nilai p = 0,034 maka Ho ditolak,

berarti bermakna secara statistik sehingga disimpulkan ada hubungan antara

kebiasaan ibu mencuci tangan dengan kejadian diare akut pasca banjir.

59

Page 60: BAB I-VI adoh

5.2.9 Hubungan jumlah penghasilan keluarga terhadap kejadian diare pada

balita

Tabel 5.22 Hubungan jumlah penghasilan keluarga terhadap kejadian diare pada

balita

kejadian diare TotalP PR

diare tidak diare

penghasilan

rendah ( <2jt )jumlah 44 17 61

0,000 2,118Persentase 77.2% 40.5% 61.6%

tinggi ( >2jt )jumlah 13 25 38

Persentase 22.8% 59.5% 38.4%

Totaljumlah 57 42 99

Persentase 100.0% 100.0% 100.0%

Analisis PR diperoleh nilai PR = 2.118 yang berarti balita dari keluarga

berpenghasilan rendah memiliki resiko diare 2.118 kali lebih besar dibandingkan

dengan balita dari keluarga berpenghasilan tinggi. Hasil analisis dengan Chi-Square

menunjukan nilai p = 0,000 maka Ho ditolak, berarti bermakna secara statistik

sehingga disimpulkan ada hubungan antara penghasilan keluarga dengan kejadian

diare akut pasca banjir.

60

Page 61: BAB I-VI adoh

5.2.10 Hubungan ketersediaan air besih terhadap kejadian diare pada balita

Tabel 5.23 Hubungan ketersediaan air besih terhadap kejadian diare pada balita

kejadian diare Total

P PRDiare tidak

diare

ketersediaan

air bersih

tidak tersediajumlah 43 23 66

0,031 1,540Persentase 75.4% 54.8% 66.7%

tersediajumlah 14 19 33

Persentase 24.6% 45.2% 33.3%

Totaljumlah 57 42 99

Persentase 100.0% 100.0% 100.0%

Analisis PR diperoleh nilai PR = 1.540 yang berarti balita yang daerahnya

tidak memiliki ketersediaan air bersih memiliki resiko diare 1.540 kali lebih besar

dibandingkan dengan balita yang daerahnya memiliki ketersediaan air bersih. Hasil

analisis dengan Chi-Square menunjukan nilai p = 0,031 maka Ho ditolak, berarti

bermakna secara statistik sehingga disimpulkan ada hubungan antara ketersediaan air

bersih dengan kejadian diare akut pasca banjir.

61

Page 62: BAB I-VI adoh

5.2.11 Hubungan ketersediaan jamban terhadap kejadian diare pada balita

Tabel 5.24 Hubungan ketersediaan jamban terhadap kejadian diare pada balita

kejadian diare TotalP PR

Diare tidak diare

ketersediaan

jamban

tidak memenuhijumlah 38 19 57

0,033 1,476Persentase 66.7% 45.2% 57.6%

Memenuhijumlah 19 23 42

Persentase 33.3% 54.8% 42.4%

Total jumlah 57 42 99

Persentase 100.0% 100.0% 100.0%

Analisis PR diperoleh nilai OR = 1.476 yang berarti balita yang daerahnya

tidak memiliki ketersediaan jamban yang memenuhi syarat memiliki resiko diare

1.476 kali lebih besar dibandingkan dengan balita yang daerahnya memiliki

ketersediaan jamban yang memenuhi syarat. Hasil analisis dengan Chi-Square

menunjukan nilai p = 0,033 maka Ho ditolak, berarti bermakna secara statistik

sehingga disimpulkan ada hubungan antara ketersediaan jamban yang memenuhi

persyaratan dengan kejadian diare akut pasca banjir.

62

Page 63: BAB I-VI adoh

5.2.12 Hubungan pengelolaan sampah terhadap kejadian diare pada balita

Tabel 5.25 Hubungan pengelolaan sampah terhadap kejadian diare pada balita

kejadian diare Total

P PRDiare tidak

diare

pengelolaan

sampah

tidak

memenuhi

jumlah 41 18 59

0,004 1,737Persentase 71.9% 42.9% 59.6%

memenuhijumlah 16 24 40

Persentase 28.1% 57.1% 40.4%

Totaljumlah 57 42 99

Persentase 100.0% 100.0% 100.0%

Analisis PR diperoleh nilai PR = 1.737 yang berarti balita yang daerahnya

tidak memiliki pengelolaan sampah yang memenuhi syarat memiliki resiko diare

1.737 kali lebih besar dibandingkan dengan balita yang daerahnya memiliki

pengelolaan sampah yang memenuhi syarat. Hasil analisis dengan Chi-Square

menunjukan nilai p = 0,004 maka Ho ditolak, berarti bermakna secara statistik

sehingga disimpulkan ada hubungan antara pengelolaan sampah yang memenuhi

persyaratan dengan kejadian diare akut pasca banjir.

63

Page 64: BAB I-VI adoh

5.2.13 Hubungan status gizi anak terhadap kejadian diare pada balita

Tabel 5.26 Hubungan status gizi anak terhadap kejadian diare pada balita

kejadian diare TotalP PR

Diare tidak diare

status gizi

Burukjumlah 33 14 47

0,016 1,519Persentase 57.9% 33.3% 47.5%

Baikjumlah 24 28 52

Persentase 42.1% 66.7% 52.5%

Totaljumlah 57 42 99

Persentase 100.0% 100.0% 100.0%

Analisis PR diperoleh nilai PR = 1.519 yang berarti balita yang memiliki

status gizi buruk memiliki resiko diare 1.519 kali lebih besar dibandingkan dengan

balita yang status gizinya baik. Hasil analisis dengan Chi-Square menunjukan nilai p

= 0,016 maka Ho ditolak, berarti bermakna secara statistik sehingga disimpulkan ada

hubungan antara status gizi dengan kejadian diare akut pasca banjir.

64

Page 65: BAB I-VI adoh

5.2.14 Hubungan pengetahuan ibu terhadap kejadian diare pada balita

Tabel 5.27 Hubungan pengetahuan ibu terhadap kejadian diare pada balita

kejadian diare TotalP PR

diare tidak diare

pengetahuan

ibu ttg diare

burukjumlah 46 22 68

0,003 1,904persentase 80.7% 52.4% 68.7%

baikjumlah 11 20 31

Persentase 19.3% 47.6% 31.3%

Totaljumlah 57 42 99

persentase 100.0% 100.0% 100.0%

Analisis PR diperoleh nilai PR = 1.904 yang berarti balita yang memiliki ibu

dengan pengetahuan yang buruk tentang diare memiliki resiko diare 1.904 kali lebih

besar dibandingkan dengan balita yang memiliki ibu dengan pengetahuan yang baik

tentang diare Hasil analisis dengan Chi-Square menunjukan nilai p = 0,003 maka Ho

ditolak, berarti bermakna secara statistik sehingga disimpulkan ada hubungan antara

pengetahuan ibu ttg diare dengan kejadian diare akut pasca banjir.

65

Page 66: BAB I-VI adoh

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Hubungan Sarana Air Bersih Terhadap Kejadian Diare Pada Balita

Hasil penelitian didapatkan adanya hubungan antara sarana air bersih dengan

kejadian diare pada balita di Kelurahan Pejaten Timur.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Wulandari (2009),

Renggani (2002) dan Adhawiyah (2000) yang mendapatkan hasil sumber air bersih

berpengaruh dengan kejadian diare. Menurut penelitian Wulandari (2009)

menyatakan ada hubungan yang signifikan antara sumber air minum dengan

kejadian diare pada balita, hal ini disebabkan sebagian besar bakteri penyebab diare

menular melalui air yang tercemar.19,20,21

Transmisi fekal oral merupakan cara terbanyak dalam penyebaran diare.

Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fekal oral

tersebut bersama dengan air atau makanan yang tercemar. Maka dari itu

sumber air minum mempunyai peranan yang penting dalam penyebaran

penyakit tersebut (Depkes RI, 2000)

6.2 Hubungan Ketersediaan Jamban Keluarga Terhadap Kejadian Diare

Pada Balita

Hasil penelitian didapatkan adanya hubungan antara penyediaan jamban

keluarga dengan kejadian diare pada balita di Kelurahan Pejaten Timur

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Wulandari (2009),

Renggani (2002) dan Adhawiyah (2000) yang mendapatkan jenis jamban

66

Page 67: BAB I-VI adoh

berpengaruh dengan kejadian diare. Menurut penelitian Wulandari (2009)

menyatakan ada hubungan yang signifikan antara jenis jamban dengan kejadian

diare pada balita, hal ini disebabkan jenis jamban merupakan sarana sanitasi yang

berkaitan dengan kejadian diare. Jamban yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan

meningkatkan resiko terjadinya diare.19,20

Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar masyarakat di Kelurahan

Pejaten Timur menggunakan jamban jenis leher angsa. Akan tetapi ada juga sebagian

masyarakat yang dikarenakan tidak memiliki jamban sendiri didalam rumah mereka

memilih membuat jamban cemplung. Walaupun ada juga sebagian dari responden

yang tidak memiliki jamban di dalam rumah, mereka memilih untuk menumpang di

jamban tetangga apabila ingin buang air besar. Selain itu banyak juga dari ibu-ibu

terutama yang memiliki balita yang berusia di bawah 1 tahun yang tidak membuang

kotoran anaknya dengan benar, sebagian besar dari mereka membuang kotoran anak

mereka ke sembarang tempat. Hal tersebut justru akan meningkatkan risiko terjadinya

diare, karena menurut Depkes (2000) di dalam kotoran balita tersebut terdapat

banyak mikroorganisme seperti bakteri dan virus yang merupakan penyebab

tersering dari penyakit diare.

6.3 Hubungan Pengelolaan Pembuangan Sampah Terhadap Kejadian Diare

Pada Balita

Hasil penelitian didapatkan adanya hubungan antara pengelolaan

pembuangan sampah dengan kejadian diare pada balita di Kelurahan Pejaten Timur.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Rahmawaty (2004)

yang mendapatkan hasil jenis pembuangan sampah dan saluran

pembuangan air limbah berpengaruh dengan kejadian diare.22

Berdasarkan hasil penelitian, masih banyak masyarakat di Kelurahan

Pejaten Timur yang belum mengerti cara mengelola dan membuang sampah dengan

67

Page 68: BAB I-VI adoh

baik dan benar. Hal ini terlihat dari banyaknya ibu-ibu yang kurang menyediakan

sarana tempat sampah untuk di dalam rumah dan di luar rumah sehingga kebersihan

di dalam rumah menjadi kurang terjaga. Selain itu, banyak juga masyarakat yang

tidak menggunakan jasa petugas pengangkut sampah, sehingga mereka melakukan

pengelolaan dan pemusnahan sampah dengan cara mereka masing-masing. Sebagai

alternatifnya bagi masyarakat yang tidak menggunakan jasa petugas pengangkut

sampah, mereka melakukan pembakaran sampah secara masing-masing di halaman

rumahnya. Ada juga masyarakat yang hanya membuang sampah dan dibiarkan

begitu saja di suatu tempat terbuka, hal ini akan menjadi masalah karena dapat

menjadi sumber penularan penyakit yang ditularkan oleh vektor atau serangga

tertentu yang membawa kuman dari sampah tersebut ke dalam makanan manusia dan

nantinya akan menyebabkan penyakit diare. Selain itu masih ada masyarakat yang

membuang sampah ke sungai, hal ini juga akan mengakibatkan rusaknya ekosistem

air dan mencemari sungai yang nantinya akan menimbulkan sumber penyakit

yang ditularkan melalui air dan akan meningkatkan kejadian diare pada balita

di musim penghujan apabila terjadi banjir akibat banyaknya masyarakat yang masih

membuang sampah ke sungai.

6.4 Hubungan Usia Ibu Terhadap Kejadian Diare Pada Balita

Hasil penelitian didapatkan tidak adanya hubungan antara usia ibu dengan

kejadian diare pada balita di Kelurahan Pejaten Timur.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wulandari

(2009)19 yang menunjukkan usia ibu tidak berhubungan dengan kejadian diare pada

abalita dengan nilai p= 0,08. Penelitian yang dilakukan oleh Mediratta (2007) juga

menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara usia ibu dengan kejadian

diare di Ethiopia, dengan nilai p= 0,995.23

68

Page 69: BAB I-VI adoh

Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Sintamurniwati (2006), yang menjelaskan bahwa lebih banyak ibu berusia < 20 dan

> 30 tahun yang anaknya mengalami diare dibandingkan dengan usia ibu antara 20-

30 tahun. Dari hasil analisa didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara

usia ibu dengan kejadian diare.15

Perbedaan hasil penelitian diatas dapat dijelaskan bahwa pada usia 20-30 tahun

merupakan usia subur dan produktif, kemungkinan ibu pada usia ini bekerja diluar

rumah sehingga ibu kurang memperhatikan kondisi dan kesehatan anak.

6.5 Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Terhadap Kejadian Diare Pada Balita

Hasil penelitian didapatkan adanya hubungan antara tingkat pendidikan ibu

dengan kejadian diare pada balita di Kelurahan Pejaten Timur.

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Sender (2005) dari hasil

penelitian menunjukan tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan

kejadian diare. Wulandari (2009) dalam penelitiannya pun menjelaskan bahwa tidak

ada hubungan yang significant antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian diare

dengan nilai p= 0,080.19,24

Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan Febriyanti

(2003), cahyono (2003) dan Yanbani ( 2005 ), yang menjelaskan tidak ada hubungan

antara tingkat pendidikan ibu dengan angka kejadian diare pada anak. Wulandari

(2009) dalam penelitiannya pun menjelaskan bahwa tidak ada hubungan yang

significant antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian diare dengan nilai p=

0,080.19,25,26,27

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Santosa

(2009), tentang hubungan tingkat pendidikan ibu dengan kejadian diare pada anak.

69

Page 70: BAB I-VI adoh

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa ada hubungan yang

signifikan dengan tingkat korelasi kuat antara tingkat pendidikan ibu dengan perilaku

pencegahan diare pada anak, semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki

semakin baik pula perilaku pencegahan terhadap penyakit diare. Hasil penelitian

Ibrahim ( 2003 ), Johar ( 2004 ), dan Fitriyani ( 2005 ), menjelaskan ada hubungan

antara tingkat pendidikan ibu dengan angka kejadian diare pada anak 28, 29,30

Menurut Khalili (2006) menjelaskan pendidikan orang tua adalah faktor yang

sangat penting dalam keberhasilan manajemen diare pada anak. Orang tua dengan

tingkat pendidikan rendah, khususnya buta huruf tidak akan dapat memberikan

perawatan yang tepat pada anak diare karena kurang pengetahuan dan kurangnya

kemampuan menerima informasi.

Perbedaan hal tersebut memberikan gambaran bahwa tingkat pendidikan

seseorang belum menjamin dimilikinya pengetahuan tentang diare dan

pencegahannya.

6.6 Hubungan Pengetahuan Ibu Terhadap Kejadian Diare Pada Balita

Hasil penelitian didapatkan ada hubungan pengetahuan ibu terhadap kejadian

diare pada balita di Kelurahan Pejaten Timur.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Warma (2008) yang

menyatakan bahwa tingkat pengetahuan ibu berhubungan secara signifikan dengan

kejadian diare, dari hasil analisis didapatkan ibu yang mempunyai tingkat

pengetahuan tinggi sebesar 46,5% dan ibu dengan tingkat pengetahuan sedang

yaitu sebesar 53,5%.

Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Djunaidi (2008) juga didapatkan

bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian diare dengan

70

Page 71: BAB I-VI adoh

hasil X2 hitung lebih dari X2 tabel yaitu 6,88 ; 8,805 dengan taraf signifikan 5%

dan probabilitas (p) = 0,032. Lestari (2007) dalam penelitiannya juga menjelaskan

bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan orang tua terhadap

kejadian diare pada anak.

Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh faktor-faktor lain yang

menyebabkan tingginya kejadian diare pada anak padahal dari tingkat

pengetahuan ibu cukup dan tinggi. Faktor-faktor tersebut adalah predisposisi factor

seperti adanya tradisi dan kepercayaan masyarakat yang masih dianut si ibu),

enabling factor yaitu tersedianya fasilitas atau sarana dan prasarana kesehatan dan

reinforcing factor adalah sikap dan prilaku tokoh masyrakat, dan tokoh agama serta

petugas kesehatan (Apriyanti, 2009).

6.7 Hubungan Kebiasaan Ibu Mencuci Tangan Terhadap Kejadian Diare Pada

Balita

Hasil penelitian didapatkan ada hubungan kebiasaan ibu mencuci tangan

terhadap kejadian diare pada balita di Kelurahan Pejaten Timur.

Dari hasil analisis hubungan antara kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum

memberikan makan pada anak dengan kejadian diare pada penelitian ini

menunjukkan ibu yang selalu mencuci tangan lebih banyak dibandingkan dengan ibu

yang kadang-kadang mencuci tangan dan yang jarang/tidak pernah mencuci tangan.

Hasil uji statistik menjelaskan ada hubungan antara kebiasaan ibu mencuci tangan

dengan kejadian diare. Salah satu perilaku hidup bersih yang penting dilakukan ibu

adalah mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak. Perilaku cuci tangan

ibu yang tidak memenuhi syarat hygiene berpotensi untuk meningkatkan risiko

terjadinya diare pada anak.

71

Page 72: BAB I-VI adoh

Penelitian ini sesuai dengan penelitian Hira (2002) menjelaskan dalam

penelitian bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan ibu mencuci tangan

ibu sebelum memberikan makan pada anak (p value= 0,02). Hal ini juga di dukung

oleh penelitian yang dilakukan oleh Apriyanti (2009), menunjukkan ada hubungan

yang signifikan antara kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare pada anak.18

Penelitian yang dilakukan oleh Adisasmito (2007) memperlihatkan pada

aspek perilaku ibu menunjukkan bahwa perilaku hidup bersih yang dilakukan ibu

mempunyai hubungan yang bermakna dalam mencegah terjadinya penyakit diare

pada bayi dan balita.16

6.8 Hubungan Jumlah Penghasilan Keluarga Terhadap Kejadian Diare Pada

Balita

Hasil penelitian didapatkan ada hubungan pendapatan keluarga terhadap

kejadian diare pada balita di Kelurahan Pejaten Timur.

Hasil penelitian ini sejalan sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Adisasmito (2007) menyatakan bahwa pendapatan keluarga dan status sosial ekonomi

menjadi faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian diare, kejadian diare lebih

sering muncul pada keluarga dengan pendapatan dan status sosial ekonomi yang

rendah.16

Penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Darmawan (2008),

menemukan 95% keluarga yang memiliki anak dengan diare berasal dari status

ekonomi menengah kebawah. Penelitian Wiluda dan Panza (2006) juga menemukan

bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara status ekonomi dengan kejadian

diare pada balita. Status sosial ekonomi rendah meningkatkan risiko terjadinya diare

pada balita, kemungkinan disebabkan oleh tidak adekuatnya fasilitas sanitasi, sanitasi

lingkungan dan rumah yang buruk serta kurangnya kebersihan diri anak.32,33

72

Page 73: BAB I-VI adoh

Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yance Warma

(2008), dimana dalam penelitiannya ini diketahui bahwa 83 % responden tergolong

keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I, artinya secara umum responden

masih tergolong keluarga miskin. Oleh sebab itu usaha untuk pencegahan penyakit,

pemanfaatan pelayanan kesehatan tidak terpenuhi oleh karena keterbatasan uang. Hal

ini menyebabkan masyarakat rentan menderita penyakit menular seperti diare ini.

Kemiskinan bertanggung jawab atas penyakit yang ditemukan pada anak. Hal ini

karena kemiskinan mengurangi kapasitas orangtua untuk mendukung perawatan

kesehatan yang memadai pada anak, cenderung memiliki higiene yang kurang,

miskin diet, miskin pendidikan. Sehingga anak yang miskin memiliki angka

kematian dan kesakitan yang lebih tinggi untuk hampir semua penyakit.

6.9 Hubungan Usia Anak Terhadap Kejadian Diare Pada Balita

Hasil penelitian didapatkan ada hubungan usia anak terhadap kejadian diare

pada balita di Kelurahan Pejaten Timur. Hal ini sesuai dengan penelitian Kasman

(2003) di Padang yang menyatakan adanya hubungan usia anak dengan kejadian diare

yang dinyatakan dengan p=0,022.32

6.10 Hubungan Jenis Kelamin Anak Terhadap Kejadian Diare Pada Balita

Hasil penelitian didapatkan tidak ada hubungan jenis kelamin terhadap

kejadian diare pada balita di Kelurahan Pejaten Timur.

Hal ini sesuai dengan penelitian Kasman (2003) di Padang yang menyatakan

tidak adanya hubungan jenis kelamin anak dengan diare yang dinyatakan dengan

p=0,679.32

73

Page 74: BAB I-VI adoh

6.11 Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Anak Terhadap Kejadian Diare Pada

Balita

Hasil penelitian didapatkan ada hubungan ASI eksklusif terhadap kejadian

diare pada balita di Kelurahan Pejaten Timur.

Hasil ini sesuai dengan penelitian Febriyanti (2003) di Jambi dan Giyantini

(2000)35 di Jakarta Timur yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pemberian

ASI eksklusif dengan kejadian diare.25

Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Adhawiyah (2000) di Tangerang dan

Fitriyani (2005) di Palembang yang menyatakan tidak ada hubungan signifikan antara

pemberian ASI eksklusig dengan kejadian diare.21,30

6.12 Hubungan Pemberian Imunisasi Campak Anak Terhadap Kejadian Diare

Pada Balita

Hasil penelitian didapatkan ada hubungan imunisasi campak terhadap

kejadian diare pada balita di Kelurahan Pejaten Timur.

Hal ini sesuai dengan penelitian Cahyono (2003) di Bekasi yang menyatakan

ada hubungan antara pemberian imunisasi campak terhadap kejadian diare. 26

Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Adhawiyah (2000) di Tangerang dan

Fitriyani (2005) di Palembang.21, 30

74

Page 75: BAB I-VI adoh

6.13 Hubungan Status Gizi Anak Terhadap Kejadian Diare Pada Balita

Hasil penelitian didapatkan ada hubungan status gizi anak terhadap kejadian

diare pada balita di Kelurahan Pejaten Timur.

Hal ini sesuai dengan penelitian Hamisah (2010) di Klaten yang menyatakan

adanya hubungan antara status gizi dengan kejadian diare akut pada balita di

Kabupaten Klaten bermakna secara statistik dimana balita dengan dengan status gizi

tidak baik berhubungan dengan kejadian diare.36

Hal ini sesuai dengan penelitian Nugraha (2012) yang menyatakan adanya

hubungan antara frekuensi diare dengan status gizi balita dengan nilai negatif berarti

frekuensi diare berbanding terbalik dengan status gizi, artinya semakin tinggi

frekuensi diare, maka semakin turun status gizi. p = 0,001 (p < 0,05).

Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Budiono (2011) yang menyatakan

hubungan antara diare dengan status gizi balita memiliki p = 0,063 dengan a = 0,05,

sehingga dikatakan tidak ada hubungan antara status gizi anak-anak dengan diare

karena nilai p>a.

75

Page 76: BAB I-VI adoh

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 KESIMPULAN

a) Ada hubungan antara faktor anak (usia, ASI ekslusif, status gizi dan imunisasi

campak) terhadap kejadian diare akut paska banjir pada balita di Kelurahan

Pejaten Timur.

b) Ada hubungan antara faktor ibu (pendidikan, pengetahuan, penghasilan,

kebiasaan mencuci tangan) terhadap kejadian diare akut paska banjir pada balita

di Kelurahan Pejaten Timur.

c) Ada hubungan antara faktor lingkungan (Pengadaan sarana air bersih, jamban

dan pengelolaan sampah) terhadap kejadian diare akut paska banjir pada balita di

Kelurahan Pejaten Timur.

d) Tidak ada hubungan antara jenis kelamin anak terhadap kejadian diare akut

paska banjir pada balita di Kelurahan Pejaten Timur.

e) Tidak ada hubungan antara usia ibu dari balita terhadap kejadian diare akut

paska banjir pada balita di Kelurahan Pejaten Timur.

7.2 SARAN

Berdasarkan hasil yang didapatkan dan pembahasan masalah yang ada, maka

beberapa saran dapat diberikan kepada:

1. Untuk instansi kesehatan terkait yang berada di Kelurahan Pejaten

Timur, baik Puskesmas Kelurahan Pejaten TImur maupun yang lainnya

hendaknya melakukan penyuluhan kepada masyarakat mengenai pemberian

asi ekslusif, peningkatan gizi balita, pemberian imunisasi campak,

pengetahuan tentang penyakit diare terutama penatalaksanaan awal dan

76

Page 77: BAB I-VI adoh

pencegahan, perilaku hidup bersih dan sehat, kebersihan dan kesehatan

lingkungan terutama dalam hal sarana air bersih, pemakaian jamban

keluarga yang sehat dan juga dalam hal pembuangan sampah. Upaya

penyuluhan tersebut hendaknya dilakukan secara rutin hingga masyarakat

dapat memahami dengan benar mengenai pentingnya kebersihan dan

kesehatan lingkungan. Selain itu juga dapat diberikan bantuan berupa

pembangunan sarana kesehatan di wilayah tersebut.

2. Untuk masyarakat Kelurahan Pejaten Timur diharapkan agar lebih

meningkatkan kesadaran pentingnya pemberian asi ekslusif, pemantauan

berkala tumbuh kembang anak di posyandu,kesehatan serta pemberian

imunisasi campak, perilaku hidup bersih dan sehat serta selalu menjaga

sanitasi kebersihan lingkungan untuk mencegah terkena penyakit diare dan

penyakit menular lainnya. Selain itu juga agar dapat diupayakan untuk

pembuatan jamban atau WC bagi masyarakat yang masih belum memiliki

jamban sendiri. Sehingga kebiasaan lama masyarakat yang masih buang

air besar di atas sungai karena tidak memiliki jamban dirumah dapat

dihilangkan.

3. Bagi peneliti selanjutnya yang meneliti tentang kejadian diare

diharapkan dapat menjadi dasar untuk penelitian selanjtnya dan dapat

menambahkan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kejadian diare

pada balita, misalnya mengenai keadaan rumah, kualitas bakteriologis, dan

sebagainya.

77

Page 78: BAB I-VI adoh

DAFTAR PUSTAKA

1. Kumar, Vinay, dkk. Robbins Basic Pathology, 7th ed.Jakarta: EGC;

2007: 605-609

2. Nelson WE, Behrman RE, dkk. Nelson Textbook of Pediatrics, 18th ed.

Jakarta : EGC; 2007: 55

3. Widoyono. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &

Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga; 2011: 248

4. Mubarak W I, Chayatin Ns N. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Teori dan

Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika; 2009.

5. Chandra, Budiman. Pengantar kesehatan Lingkungan. Jakarta : EGC;

2006; 42-44

6. Juli Soemirat, Slamet. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gajah

Mada University Press; 2009:199-205

7. Notoatmodjo S. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. Jakarta:

Rineka Cipta; 2007: 229-231

8. Mukono H J. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Surabaya:

Airlangga University Press; 2008: 155-157

9. Simadibrata Marcellus, Daldiyono. Diare Akut : Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007: 408 – 413

10. Nasronudin. Penyakit Infeksi di Indonesia Solusi Kini &

Mendatang.Surabaya: Airlangga University Press; 2007 : 448 - 452

11. Silbernagl Stefan, Lang Florian. Color Atlas of Pathophysiology.2nd

ed. Jakarta: EGC; 2007:162

12. A n t o n i u s H . D i a r e A k u t . D a l a m : H e g a r B ,

H a n d r y a s t u t i S , I d r i s S N , penyunting. Pedoman

78

Page 79: BAB I-VI adoh

Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jilid 1.Jakarta: Badan

Penerbit IDAI ; 2010 : 58-61

13. Arif Mansjor, Kuspuji Triyanti, Rakmi Savitri, Wahyu Ika Wardhani,

dan Wiwiek Setiowulan. Gastroenterologi : Diare Akut. Arif Mansjor,

Kuspuji Triyanti, Rakmi Savitri, Wahyu Ika Wardhani, dan Wiwiek

Setiowulan. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta :

Media Aesculapius 2001; 500-504.

14. Juffrie. Gastroenterologi- hepatologi, jilid 1. Jakarta: Badan penerbit

IDAI; 2011.87-121.

15. Sinthamurniwati. Faktor-faktor resiko kejadian diare akut pada balita

(studi kasus di semarang) [Tesis]. Semarang : Universitas Diponegoro;

2006.

16. Adisasmito,W. Faktor risiko diare pada bayi dan balita di

Indonesia: Systematic review penelitian akademik di bidang kesehatan

masyarakat. Makara, kesehatan; vol. 11, no. 1, Juni 2007. hal 1-10.

17. Departemen Kesehatan RI. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2

Diare. Jakarta : Ditjen PPm dan PL; 2000.

18. Hira.A.M.(2002). Analisis faktor resiko terhadap kejadian diare pada

anak balita di kecamatan bantimurung tahun 2002: Analisis faktor

kejadian diare. Februari 15, 2011. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat

pada website: http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkppk-

gdl- s2-2004-amhira-1349-diare.

19. Wulandari, Anjar Purwidiana. Hubungan Antara Faktor Lingkungan

dan Faktor Sosiodemografi dengan Kejadian Diare pada Balita di Desa

Blimbing Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen tahun 2009.

Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2009.

20. Renggani, Reny Farlia. Hubungan Sarana Sanitasi Dasar dengan

Kejadian Diare pada Balita di Pemukiman Tidak Terencana Kebon

79

Page 80: BAB I-VI adoh

Singkong Kelurahan Klender Jakarta Timur tahun 2002.

Depok: Universitas Indonesia; 2002.

21. Adhawiyah, Nurul Aidil. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

Kejadian Diare di Pemukiman Kumuh KP. Kebon Bali Kelurahan

Selapanjang Jaya Batu Ceper Kodya Tanggerang Jawa Barat tahun

2000. Depok: Universitas Indonesia; 2000.

22. Rahmawaty Dyah. Hubungan Antara Kualitas Bakteriologis Sumber

Air Bersih, Perilaku dan Sarana Sanitasi dengan Kejadian Diare pada

Pemulung Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung

Depok tahun 2004. Depok: Universitas Indonesia; 2004.

23. Mediratta. RP, Feleke. A, Moulton. LH, Yifru. S. Sack. RB, Risk

factors and case management of acute diarrhoea in North Gondar

Zone, Ethiopia, J Health Popul Nutr,2010 Jun 28 (3): 253-263.

24. Sender, M.A. Hubungan faktor sosio budaya dengan kejadian diare di

desa Candinegoro kecamatan Wonoayu Sidoarjo. Jurnal Medika.

Vol.2. No. 2 Juli-Desember; 2005. hal 163-193.

25. Febriyanti, Heni. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian

Diare Pada Balita di Wilayah Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi tahun

2003 [Skripsi]. Depok : Universitas Indonesia; 2003.

26. Cahyono, Imron. Hubungan Faktor Lingkungan dengan Kejadian

Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Gede Kota

Bekasi tahun 2003 [Tesis]. Depok : Universitas Indonesia; 2003.

27. Luza, Yan Bani. Hubungan Kualitas Bakteriologis Peralatan Makan

Balita dengan Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Sukaresmi Kabupaten Cianjur Propinsi Jawa Barat

tahun 2005 [Tesis]. Depok : Universitas Indonesia; 2005.

28. Ibrahim. Hubungan Kondisi Sarana Air Bersih, Pembuangan

Limbah dan Karakteristik Individu dengan Kejadian Diare Balita

80

Page 81: BAB I-VI adoh

di Kota Solok, Sumatera Barat tahun 2003 [Tesis]. Depok :

Universitas Indonesia; 2003.

29. Johar. Hubungan Jenis Sarana Sumber Air Penduduk dengan

Kejadian Diare pada Balita di Sekitar TPA Sampah Kec. Bantar

Gebang Kota Bekasi tahun 2004 [Skripsi]. Depok : Universitas

Indonesia; 2004.

30. Fitriyani. Hubungan Faktor-faktor Risiko dengan Kejadian Diare

pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Boom Baru Palembang

tahun 2005 [Skripsi]. Depok : Universitas Indonesia; 2005.

31. Khalili, Gorbanali, Khalili, M, Mardani, M & Cuevas, L.E. Risk

factors for hospitalization of children with diarrhea in Shahrrekord,

Iran. Iranian Journal of Clinical Infectious Diseases, 1(3); 2006. Hal

131-136.

32. Darmawan. Gambaran faktor- faktor yang berhubungan dengan

tingginya diare pada balita di kelurahan Krian, Kecamatan Krian,

Kabupaten Sidoharjo (Studi kasus); 2008. Diunduh tanggal 5 Juni

2011 dari http://www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/penelitian.

33. Wilunda, C, Panza, A. (2006). Factor associated with diarrhea among

children less than 5 years old in Thailand: A secondary analisis of

Thailand multiple indicator cluster survey 2006. J Health res 2009,

23 (suppl);2006. hal 17-22.

34. Kasman. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare

Pada Balita Di Puskesmas Air Dingin Kecamatan Koto Tangah Kota

Padang Sumatera Barat Tahun 2003. Medan : Universitas Sumatra

Utara; 2003.

35. Giyantini, Trisiana. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan

Diare pada Balita di Kec. Duren Sawit Jakarta Timur [Tesis].

Depok : Universitas Indonesia; 2000.

81

Page 82: BAB I-VI adoh

36. Hamsiah, Irma. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Diare Akut

pada Balita di Kabupaten Klaten. Yogyakarta : Universitas Gadjah

Mada; 2010.

37. Nugraha, Iqbal. Hubungan Frekuensi Diare dengan Status Gizi Balita

penderita Diare Usia 2-4 Tahun di Posyandu Wilayah Kerja

Puskesmas Cipedes Kota Tasikmalaya 2012 [Jurnal]. Tasikmalaya

Universitas Siliwangi; 2012.

38. Budiono. Hubungan Antara Diare Terhadap Status Gizi Balita (6-59

Bulan) di Dusun Morotanjek dan Perumahan Singhasari, Desa

Purwosari, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang. Fakultas

Kedokteran Universitas Airlangga; 2011.

82

Page 83: BAB I-VI adoh

Lampiran 1 :

Jadwal Kegiatan Penelitian

Tahapan KegiatanWaktu Dalam Minggu

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

A Perencanaan

1 Orientasi dan Identifikasi Masalah                    

2 Pemilihan Topik

3 Penelurusan kepustakaan                    

4 Pembuatan Proposal                    

5 Konsultasi dengan pembimbing

6 Pembuatan questionnaire                    

7 Presentasi Proposal                    

B Pelaksanaan

1 Ujicoba questionnaire

2 Pengumpulan data dan Survey                    

3 Pengolahan data

4 Analisis data                    

5 Konsultasi dengan Pembimbing                    

C Pelaporan Hasil

1 Penulisan laporan sementara                    

2 Diskusi

3 Presentasi hasil laporan sementara

4 Revisi                    

5

Presentasi Hasil akhir

(puskesmas dan trisakti)                    

6 Penulisan laporan akhir                    

83

Page 84: BAB I-VI adoh

LAMPIRAN 2

Perkiraan Biaya Penelitian

Penggandaan Kuesioner Rp. 250.000,-

Transportasi Rp. 200.000,-

Kertas A4 Rp 30,000,-

Tinta Printer Rp. 220.000,-

Cenderamata Rp 100,000,-

Biaya tak terduga: Rp. 300.000,-

Rp. 1.100.000,-

84

Page 85: BAB I-VI adoh

Lampiran 3 :

Kuesioner

Petunjuk Pengisian :

1. Isilah pertanyaan dibawah ini sesuai dengan keadaan sebenarnya

2. Bacalah baik-baik pertanyaan pada setiap soal

3. Memberikan tanda ( V ) sesuai dengan jawaban yang anda pilih

4. Jika pertanyaan terbuka tulislah dengan singkat dan jelas

Diagnosa Media Diare Bukan Diare

A. Karakteristik Anak

1. Jenis Kelamin : Laki-laki

Perempuan

2. Tahun dan bulan lahir : ………………

3. Imunisasi campak : Ya Tidak

4. Bila tidak diberikan, alasannya :

Anak sakit saat akan diimunisasi

Layanan kesehatan jauh

Tidak ada biaya

Takut, , jika anak di imunisasi akan mengalami kelumpuhan dan panas

Belum cukup umur

Lain-lain………………………….

5. Berat badan saat ini : Kg

6. Tinggi badan saat ini : cm

85

Page 86: BAB I-VI adoh

7. Apakah anak medapatkan ASI : Ya Tidak

8. Sampai usia berapa anak hanya diberikan ASi saja tanpa diselingi dengan

pemberian susu formula dan makanan pendamping ASI (MP-ASI) :

…………….Bulan

9. Sampai usia berapa anak mendapatkan ASI :………………………

10. Selain diberikan ASI apakah anak diberikan minuman lainnya :

Ya Tidak

11. Bila ya, jenis minuman yang diberikan :

Susu formula Sari buah/ jus buah

Air putih Air teh

Gula atau air gula Madu/ air madu

Air tajin lain-lain………………..

12. Alasan ibu tidak memberikan ASI eksklusif

ASI tidak cukup

Bayi tidak mau menyusu

Karena ibu harus bekerja

Lain-lain

13. Mulai usia berapa anak diberikan susu formula dan makanan pendamping

ASI (MP-ASI) :……………Bulan

14. Jenis MP-ASI yang diberikan pada anak :

Bubur susu

Bubur saring

Buah (pisang)

Lain-lain (sebutkan)………………

86

Page 87: BAB I-VI adoh

B . Karakteristik Ibu

1. Usia Ibu : ………….tahun

2. Pendidikan terakhir :

SD SLTP Sarjana

SLTA Diploma

3. Jumlah penghasilan keluarga dalam sebulan :

< 2 juta > 2 juta

4. Kepemilikan rumah ( tempat tinggal) :

Milik sendiri

Kost

Kontrak/sewa

5. Suku Ibu :

Betawi Jawa

Sunda Luar Jawa

87

Page 88: BAB I-VI adoh

C. Pengetahuan tentang Diare

Petunjuk Pengisian :

1. Bacalah baik- baik pertanyaan pada setiap soal

2. Jawablah setiap pertanyaan sesuai dengan yang ibu ketahui dengan

memberikan tanda silang ( X ) pada jawaban yang paling benar

Pertanyaan Pengetahuan tentang diare pada anak dan perawatannya :

1. Dibawah ini adalah pengertian diare pada anak yaitu :

a. Buang air besar cair lebih dari 3 kali pada anak

b. Buang air besar cair yang juga disertai dengan lendir dan darah

c. Anak buang air besar cair lebih dari biasa

d. Penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk

2. Diare pada anak dapat disebabkan oleh……, kecuali…..

a. Memakan makanan yang terkontaminasi oleh bakteri dan kuman

b. Makanan basi

c. Alergi susu

d. Penyakit keturunan

3. Penyebaran kuman penyebab diare dapat terjadi lewat perantara…

a. Tinja,makanan dan minuman yang tercemar

b. Melalui udara dan cipratan ludah

c. Memakai peralatan penderita diare yang higienis

88

Page 89: BAB I-VI adoh

4. Tanda-tanda dan gejala anak yang mengalami diare yang harus diwaspadai

orang tua…

a. Tinja cair

b. Berat badan menurun

c. Bibir kering, cubitan kulit kembali lambat, ubun-ubun cekung

d. Kulit kering dan bersisik

5. Bila anak muntah setelah diberi minum , hal yang harus dilakukan ibu

adalah ….

a. Menghentikan pemberian minum

b. Menghentikan sekitar 10 menit, kemudian mencoba memberi minum

lagi dengan pelan-pelan

c. Memaksa anak untuk minum

d. Dibiarkan saja karena anak sudah mendapatkan cairan infus

6. Bila diare pada anak tidak ditangani dengan baik maka akan

mengakibatkan terjadinya…

a. Kekurangan cairan bahkan mengakibatkan kematian

b. Kelumpuhan

c. Gangguan pernafasan

d. Gangguan kecerdasan

7. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak terjadi diare yaitu….,

kecuali..

a. Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan

b. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan

c. Buang air besar ( BAB) di jamban/wc

d. Makan dan jajan di sembarang tempat

89

Page 90: BAB I-VI adoh

8. Apa yang harus dilakukan ibu apabila anak mengalami diare dirumah…

a. Berikan anak cairan yang banyak termasuk pemberian Larutan Gula

Garam (LGG)

b. Diberi obat warung untuk menghentikan diare

c. Didiamkan saja, biasanya anak diare menandakan bertambahnya

kepintaran anak

d. Diberi obat penurun panas

9. Perawatan yang diberikan pada anak diare dirumah, yaitu….kecuali…

a. Tetap berikan ASI pada anak

b. Didiamkan saja dan diberikan obat warung

c. Berikan cairan yang lebih banyak dari biasanya

d. Tetap berikan makanan sesuai usia anak

10. Pada kondisi apa anak harus segera dibawa ke pelayanan kesehatan

( puskesmas/ rumah sakit)…………kecuali…..

a. Demam terus menerus

b. Tidak mau makan dan minum

c. Cubitan kulit kembali cepat

d. Ada darah dalam tinja

90

Page 91: BAB I-VI adoh

D. Mencuci Tangan

1. Apakah ibu mencuci tangan sebelum memberi makan pada anak ?

a. Ya b. Tidak

2. Apakah ibu mencuci tangan sebelum menyusui?

a. Ya b. Tidak

3. Apakah ibu mencuci tangan setelah membersihkan tinja anak?

a. Ya b. Tidak

4. Apakah ibu mencuci tangan setelah BAB ( buang air besar)?

a. Ya b. Tidak

5. Apakah ibu mencuci tangan memakai sabun?

a. Ya b. Tidak

6. Apakah ibu mencuci tangan dengan air mengalir?

a. Ya b. Tidak

E. Penyediaan Sarana air bersih

1. Untuk keperluan sehari-hari ( mencuci, mandi), apakah tersedia sumber air

bersih di tempat tinggal?

a. Ya

b. Tidak

91

Page 92: BAB I-VI adoh

2. Untuk keperluan memasak,makan dan minum menggunakan sumber air

yang berasal dari?

a. Air sumur

b. Air kemasan

c. Air sungai

d. Perusahaan air minum (PAM)

3. Apakah air yang digunakan sehari-hari berbau?

a. Ya

b. Tidak

4. Apakah air yang digunakan sehari-hari berwarna/ keruh?

a. Ya

b. Tidak

5. Apakah air yang dikonsumsi terdapat rasa ( manis, asam atau asin) ?

a. Ya

b. Tidak

92

Page 93: BAB I-VI adoh

F. Penyediaan Jamban Keluarga

1. Apa jenis jamban dirumah ibu?

a. Jamban tanpa tangki septik (jamban cemplung, jamban diatas

balong/empang/sungai)

b. Jamban dengan tangki septik ( jamban leher angsa)

2. Apakah jarak sumber air dengan tangki septik lebih dari 10 meter ?

a. Ya

b. Tidak

3. Apakah ibu dan keluarga selalu menggunakan jamban keluarga untuk

buang air besar ( BAB) ?

a. Ya

b. Tidak

4. Apakah ibu membuang kotoran / tinja balita ibu ke jamban?

a. Ya

b. Tidak

5. Apakah di jamban selalu tersedia air bersih yang cukup?

a. Ya

b. Tidak

6. Apakah kondisi jamban selalu bersih dan bebas serangga ( lalat, kecoa)?

a. Ya

b. Tidak

93

Page 94: BAB I-VI adoh

G. Sarana Pembuangan Sampah

1. Apakah ibu dan keluarga selalu menjaga kebersihan lingkungan rumah

dari sampah?

a. Ya

b. Tidak

2. Apakah di dalam rumah ibu tersedia tempat sampah yang memadai?

a. Ya

b. Tidak

3. Apakah dirumahibu tersedia tempat penampungan sampah sementara?

( berupa bak atau rumah sampah)?

a. Ya

b. Tidak

4. Apakah ibu dirumah mengelompokkan / memisahkan tempat sampah

berdasarkan jenisnya ( sampah organik/ mudah membusuk dan sampah

non-organik/ tidak mudah membusuk)?

a. Ya

b. Tidak

5. Bagaimana cara ibu membuang atau memusnahkan sampah hasil rumah

tangga ibu ( baik sampah organik maupun non organik)?

a. Membuangnya ke sungai

b. Menimbun sampah dengan tanah

c. Mengumpulkan sampah di suatu tempat dan dibakar

d. Sampah dibuang dan diletakkan begitu saja di tanah lapang atau di

tempat penampungan

e. Sampah dikumpulkan dan nantinya diangkut oleh petugas pengangkut

sampah

94

Page 95: BAB I-VI adoh

KUNCI JAWABAN KUESIONER PENGETAHUAN TENTANG

DIARE

1. A

2. D

3. A

4. D

5. B

6. A

7. D

8. A

9. B

10.C

95

Page 96: BAB I-VI adoh

Lampiran 4 : Data Output SPSS

usia anak * kejadian diare

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 3.994a 1 .046

Continuity Correctionb 3.193 1 .074

Likelihood Ratio 3.984 1 .046

Fisher's Exact Test .058 .037

Linear-by-Linear Association 3.953 1 .047

N of Valid Cases 99

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15.27.

b. Computed only for a 2x2 table

96

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for usia anak (0-

24 / 25-59)

.429 .186 .991

For cohort kejadian diare =

diare

.683 .454 1.027

For cohort kejadian diare =

tidak diare

1.591 1.018 2.485

N of Valid Cases 99

Page 97: BAB I-VI adoh

jenis kelamin * kejadian diare

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .146a 1 .702

Continuity Correctionb .032 1 .858

Likelihood Ratio .146 1 .702

Fisher's Exact Test .839 .429

Linear-by-Linear Association .145 1 .703

N of Valid Cases 99

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19.94.

b. Computed only for a 2x2 table

97

Page 98: BAB I-VI adoh

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for jenis kelamin

(perempuan / laki-laki)

.856 .385 1.903

For cohort kejadian diare =

diare

.936 .668 1.312

For cohort kejadian diare =

tidak diare

1.094 .689 1.737

N of Valid Cases 99

asi ekslusive * kejadian diare

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 7.032a 1 .008

Continuity Correctionb 5.955 1 .015

Likelihood Ratio 7.280 1 .007

Fisher's Exact Test .011 .007

Linear-by-Linear Association 6.961 1 .008

N of Valid Cases 99

98

Page 99: BAB I-VI adoh

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15.27.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for asi ekslusive

(mendapat / tidak mendapat)

.303 .123 .747

For cohort kejadian diare =

diare

.635 .461 .875

For cohort kejadian diare =

tidak diare

2.095 1.135 3.867

N of Valid Cases 99

imunisasi campak * kejadian diare

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 6.829a 1 .009

Continuity Correctionb 5.546 1 .019

Likelihood Ratio 7.534 1 .006

Fisher's Exact Test .010 .007

99

Page 100: BAB I-VI adoh

Linear-by-Linear Association 6.760 1 .009

N of Valid Cases 99

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.06.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for imunisasi

campak (dapat / belum

dapat)

.197 .053 .730

For cohort kejadian diare =

diare

.609 .456 .813

For cohort kejadian diare =

tidak diare

3.088 1.067 8.933

N of Valid Cases 99

usia ibu * kejadian diare

100

Page 101: BAB I-VI adoh

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .014a 1 .907

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .014 1 .907

Fisher's Exact Test 1.000 .559

Linear-by-Linear Association .014 1 .907

N of Valid Cases 99

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.79.

b. Computed only for a 2x2 table

pendidikan ibu * kejadian diare

101

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for usia ibu (20-

30 / <=20 / >=30)

1.067 .362 3.140

For cohort kejadian diare =

diare

1.028 .643 1.644

For cohort kejadian diare =

tidak diare

.964 .524 1.774

N of Valid Cases 99

Page 102: BAB I-VI adoh

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 5.227a 1 .022

Continuity Correctionb 4.199 1 .040

Likelihood Ratio 5.194 1 .023

Fisher's Exact Test .032 .021

Linear-by-Linear Association 5.174 1 .023

N of Valid Cases 99

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.18.

b. Computed only for a 2x2 table

102

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for pendidikan

ibu (rendah ( sd - sltp ) /

tinggi ( >=slta ))

2.963 1.144 7.672

For cohort kejadian diare =

diare

1.707 .991 2.939

For cohort kejadian diare =

tidak diare

.576 .374 .888

N of Valid Cases 99

Page 103: BAB I-VI adoh

kebiasaan cuci tangan * kejadian diare

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 4.493a 1 .034

Continuity Correctionb 3.516 1 .061

Likelihood Ratio 4.752 1 .029

Fisher's Exact Test .049 .028

Linear-by-Linear Association 4.447 1 .035

N of Valid Cases 99

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.33.

b. Computed only for a 2x2 table

103

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for kebiasaan

cuci tangan (baik / buruk)

.318 .107 .948

For cohort kejadian diare =

diare

.672 .492 .919

For cohort kejadian diare =

tidak diare

2.114 .946 4.728

N of Valid Cases 99

Page 104: BAB I-VI adoh

penghasilan * kejadian diare

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 13.784a 1 .000

Continuity Correctionb 12.275 1 .000

Likelihood Ratio 13.949 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 13.645 1 .000

N of Valid Cases 99

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.12.

b. Computed only for a 2x2 table

104

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for penghasilan

(rendah ( <2jt ) / tinggi

( >2jt ))

4.977 2.079 11.918

For cohort kejadian diare =

diare

2.108 1.321 3.366

For cohort kejadian diare =

tidak diare

.424 .266 .674

N of Valid Cases 99

Page 105: BAB I-VI adoh

ketersediaan air bersih * kejadian diare

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 4.652a 1 .031

Continuity Correctionb 3.768 1 .052

Likelihood Ratio 4.636 1 .031

Fisher's Exact Test .051 .026

Linear-by-Linear Association 4.605 1 .032

N of Valid Cases 99

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.00.

b. Computed only for a 2x2 table

ketersediaan jamban * kejadian diare

105

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for ketersediaan

air bersih (tidak tersedia /

tersedia)

2.537 1.078 5.973

For cohort kejadian diare =

diare

1.536 .994 2.372

For cohort kejadian diare =

tidak diare

.605 .389 .941

N of Valid Cases 99

Page 106: BAB I-VI adoh

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 4.546a 1 .033

Continuity Correctionb 3.711 1 .054

Likelihood Ratio 4.556 1 .033

Fisher's Exact Test .041 .027

Linear-by-Linear Association 4.500 1 .034

N of Valid Cases 99

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17.82.

b. Computed only for a 2x2 table

106

Risk Estimated

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for ketersediaan

jamban (tidak memenuhi /

memenuhi)

2.421 1.066 5.497

For cohort kejadian diare =

diare

1.474 1.008 2.155

For cohort kejadian diare =

tidak diare

.609 .385 .963

N of Valid Cases 99

Page 107: BAB I-VI adoh

pengelolaan sampah * kejadian diare

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 8.488a 1 .004

Continuity Correctionb 7.324 1 .007

Likelihood Ratio 8.538 1 .003

Fisher's Exact Test .004 .003

Linear-by-Linear Association 8.402 1 .004

N of Valid Cases 99

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.97.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

107

Page 108: BAB I-VI adoh

Odds Ratio for pengelolaan

sampah (tidak memenuhi /

memenuhi)

3.417 1.474 7.922

For cohort kejadian diare =

diare

1.737 1.147 2.632

For cohort kejadian diare =

tidak diare

.508 .321 .806

N of Valid Cases 99

status gizi * kejadian diare

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 5.850a 1 .016

Continuity Correctionb 4.907 1 .027

Likelihood Ratio 5.932 1 .015

Fisher's Exact Test .025 .013

N of Valid Cases 99

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19.94.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

108

Page 109: BAB I-VI adoh

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for status gizi (1 /

2)

.364 .159 .834

For cohort kejadian diare =

diare

.657 .464 .931

For cohort kejadian diare =

tidak diare

1.808 1.090 2.998

N of Valid Cases 99

pengetahuan ibu ttg diare * kejadian diare

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 9.018a 1 .003

Continuity Correctionb 7.749 1 .005

Likelihood Ratio 9.025 1 .003

Fisher's Exact Test .004 .003

N of Valid Cases 99

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.15.

109

Page 110: BAB I-VI adoh

b. Computed only for a 2x2 table

110

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for pengetahuan

ibu ttg diare (1 / 2)

3.802 1.555 9.296

For cohort kejadian diare =

diare

1.906 1.154 3.150

For cohort kejadian diare =

tidak diare

.501 .326 .772

N of Valid Cases 99