isi bab i-vi

119
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam mencapai kondisi masyarakat yang hidup sehat dan sejahtera di masa yang akan datang, akan sangat diperlukan adanya lingkungan permukiman yang sehat. Secara umum, menurut Peraturan Menteri PU nomor: 21/PRT/M/2006 yang berasal dari aspek persampahan, maka kata sehat akan berarti sebagai kondisi yang akan dapat dicapai bila sampah dapat dikelola secara baik sehingga bersih dari lingkungan permukiman dimana manusia beraktifitas di dalamnya. Visi pengembangan sistem pengelolaan persampahan Departemen Kimpraswil, yaitu “Permukiman Sehat Yang Bersih Dari Sampah” menggambarkan keinginan terwujudnya suatu kondisi lingkungan yang baik dan sehat. Secara umum, menurut Peraturan Menteri PU nomor: 21/PRT/M/2006, daerah yang mendapatkan pelayanan 1

Upload: debazto

Post on 24-Dec-2015

233 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

my final paper from chapter I to IV

TRANSCRIPT

Page 1: ISI BAB I-VI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Dalam mencapai kondisi masyarakat yang hidup sehat dan sejahtera di

masa yang akan datang, akan sangat diperlukan adanya lingkungan permukiman

yang sehat. Secara umum, menurut Peraturan Menteri PU nomor: 21/PRT/M/2006

yang berasal dari aspek persampahan, maka kata sehat akan berarti sebagai

kondisi yang akan dapat dicapai bila sampah dapat dikelola secara baik sehingga

bersih dari lingkungan permukiman dimana manusia beraktifitas di dalamnya.

Visi pengembangan sistem pengelolaan persampahan Departemen

Kimpraswil, yaitu “Permukiman Sehat Yang Bersih Dari Sampah”

menggambarkan keinginan terwujudnya suatu kondisi lingkungan yang baik dan

sehat. Secara umum, menurut Peraturan Menteri PU nomor: 21/PRT/M/2006,

daerah yang mendapatkan pelayanan persampahan yang baik akan dapat

ditunjukkan memiliki kondisi sebagai berikut:

a. Seluruh masyarakat memiliki akses untuk penanganan sampah yang

dihasilkan dari aktifitas sehari-hari, baik di lingkungan perumahan, perdagangan,

perkantoran, maupun tempat-tempat umum lainnya.

b. Masyarakat memiliki lingkungan permukiman yang bersih karena sampah

yang dihasilkan dapat ditangani secara benar.

c. Masyarakat mampu memelihara kesehatannya karena tidak terdapat

sampah yang berpotensi menjadi bahan penularan penyakit seperti diare, tipus,

1

Page 2: ISI BAB I-VI

disentri, dan lain-lain; serta gangguan lingkungan baik berupa pencemaran udara,

air atau tanah.

d. Masyarakat dan dunia usaha/swasta memiliki kesempatan untuk

berpartisipasi dalam pengelolaan persampahan sehingga memperoleh manfaat

bagi kesejahteraannya.

Prinsipnya pendekatan sumber sampah menghendaki dikuranginya produk

sampah yang akan dikirim ke tempat pengolahan akhir. Cara yang dapat ditempuh

untuk mengurangi sampah antara lain pemilahan sampah dan penerapan prinsip

3R (Reduce, Reuse, Recycle) atau pengurangan, penggunaan kembali dan

mendaur ulang sampah (Syafruddin, 2004).

Pengkajian mengenai pengelolaan sampah yang diuji cobakan menjadi

kajian yang sangat menarik dan strategis, sebagai sebuah upaya untuk mengatasi

permasalahan sampah, terkait dengan jumlah sampah yang semakin meningkat.

Hasil dari kajian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam rangka menemukan

model yang paling tepat tentang pengelolaan sampah rumah tangga berbasis

masyarakat yang dapat diterapkan baik di perdesaan maupun perdesaan pada

umumnya,khususnya di RT 17/RW 03 dan RT 18/RW 03 Desa Taman Kecamatan

Taman Kabupaten Sidoarjo.

Dalam GBHN, dinyatakan bahwa pola dasar pembangunan Nasional pada

hakekatnya adalah Pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan

masyarakat Indonesia. Jadi jelas bahwa hubungan antara usaha peningkatan

kesehatan masyarakat dengan pembangunan, karena tanpa modal kesehatan

niscaya akan gagal pula pembangunan kita.

2

Page 3: ISI BAB I-VI

Usaha peningkatan kesehatan masyarakat tidaklah mudah, karena masalah

ini sangatlah kompleks, dimana penyakit yang terbanyak diderita oleh masyarakat

terutama pada yang paling rawan yaitu ibu dan anak, ibu hamil dan ibu meneteki

serta anak bawah lima tahun .

Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama adalah ISPA

(Infeksi Saluran Pernapasan Akut) yaitu meliputi infeksi akut saluran pernapasan

bagian atas dan infeksi akut saluran pernapasan bagian bawah. ISPA adalah suatu

penyakit yang terbanyak diderita oleh anak- anak, baik di negara berkembang

maupun di negara maju dan sudah mampu. Banyak dari mereka perlu masuk

rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran

pernapasan pada masa bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai

masa dewasa, dimana ditemukan adanya hubungan dengan terjadinya Chronic

Obstructive Pulmonary Disease .

ISPA sebagai penyebab utama kematian pada bayi dan balita diduga

karena pnemonia dan merupakan penyakit yang akut dan kualitas penata

laksanaannya masih belum memadai. Upaya pemberantasan penyakit ISPA

dilaksanakan dengan fokus penemuan dini dan tata laksana kasus secara cepat dan

tepat. Upaya ini dikembangkan melalui Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Jumlah penderita dari tahun ketahun masih cukup tinggi.

3

Page 4: ISI BAB I-VI

Jumlah Penderita, Incidence Rate & Case Fatality Rate ISPA di Jawa Timur, 2001-2006

0

0

1

10

100

1.000

10.000

100.000

2001 2002 2003 2004 2005 2006

Penderita IR CFR

Gambar I . Jumlah Penderita, IR & CFR ISPA di Jawa Timur Tahun

2001-2006

Namun jumlah yang tercatat tersebut belum seluruh penderita yang

ditemukan. Baru pada tahun 2006 kasus yang ditemukan bisa mencakup 92,85%

dari perkiraan kasus, sebagaimana yang ditunjukkan pada gambar dibawah. Upaya

pemberantasan penyakit ISPA dilaksanakan dengan fokus penemuan dini dan tata

laksana kasus secara cepat dan tepat. Upaya ini dikembangkan melalui

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).

Jumlah penderita pnemonia keseluruhan sebesar 114.858, dengan jumlah

balita penderita pnemonia yang dilaporkan di Jawa Timur tahun 2006 sebanyak

98.050, yang dapat ditangani 93.215 (95,07 %), dibandingkan pada tahun 2005

terjadi kenaikan dimana jumlah penderita pnemonia pada balita pada tahun 2005

sebesar 89.410, yang mendapatkan penanganan sebesar 62.629 (70,05 %), namun

4

Page 5: ISI BAB I-VI

demikian prosentase balita yang ditangani hampir mencapai target yang telah

ditentukan yaitu mencapai 100% seluruh penderita. ( Dinas Kesehatan Propinsi

Jawa Timur, 2001-2006).

Desa Taman termasuk di urutan 3 besar desa yang memiliki angka

kejadian ISPA yang cukup tinggi setiap bulannya. Di desa Taman dilaporkan

tahun 2013 sebanyak 37 Orang (7,2%).

Tabel I. Rekapitulasi Hasil Penemuan Penderita ISPA atau Pneumonia

Bulan Januari – September tahun 2013

No

.

Desa Jan Fe

b

Mar Ap

r

Mei Jun Jul Agu

s

Sept Total

1. Taman 2 10 3 6 2 4 6 3 1 37

2. Kedung

Turi

- 6 1 3 2 - 2 1 2 17

3 Ketegan 3 6 6 1 5 4 3 8 1 37

4 Sepanjang 4 8 5 7 2 3 2 2 3 36

5 Wonocolo 10 25 7 4 5 4 12 6 8 81

6 Bebekan 8 13 3 12 6 3 6 3 8 62

7 Ngelom 4 10 10 7 2 2 3 1 5 44

8 Kletek 5 10 5 7 5 3 4 5 1 45

9 Kalijaten 1 5 7 2 5 1 10 2 4 37

10 Geluran 5 12 8 3 2 2 2 2 3 39

11 Zemundo - 2 4 3 4 - 2 2 3 20

12 Sadang 1 1 1 - - - 1 - - 4

5

Page 6: ISI BAB I-VI

No

.

Desa Jan Fe

b

Mar Ap

r

Mei Jun Jul Agu

s

Sept Total

13 Tawang

Sari

7 9 3 2 4 5 5 1 6 42

14 Bohar - 2 - - - 1 - - - 3

15 Wage - 5 - - - 1 3 1 3 13

Total 50 12

4

63 57 44 33 61 37 48 517

1.2 RUMUSAN MASALAH

Dengan melihat latar belakang di atas, timbul pertanyaan penelitian

(research question) sebagai berikut :

Bagaimana hubungan pembakaran sampah dengan angka kejadian ISPA di

RT 17/RW 03 dan RT 18/03 Desa Taman Kecamatan Taman Kabupaten

Sidoarjo ?

1.3. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan penelitian

(research question) yang muncul dengan latar belakang seperti yang diuraikan di

atas. Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.3.1. TUJUAN UMUM

6

Page 7: ISI BAB I-VI

Mengetahui hubungan antara pembakaran sampah rumah tangga dengan

kejadian ISPA di wilayah RT 17/RW 03 dan RT 18/RW 03 Desa Taman

Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo.

1.3.2. TUJUAN KHUSUS

1. Memperoleh gambaran pembakaran sampah rumah tangga yang ada di

wilayah RT 17/RW 03 dan RT 18/RW 03 Desa Taman Kecamatan

Taman Kabupaten Sidoarjo.

2. Memberikan rekomendasi untuk menyempurnakan pengelolaan sampah

rumah tangga yang ada di RT 17/RW 03 dan RT 18/RW 03 Desa

Taman Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo .

3. Memberikan pengetahuan pada masyarakat di RT 17/RW 03 dan RT

18/RW 03 Desa Taman Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo tentang

bahaya pembakaran sampah rumah tangga dirumah untuk kesehatan.

1.4. MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi Puskesmas Taman

Menjadi referensi yang bisa digunakan untuk kegiatan penyuluhan dalam

rangka bahan penyempurnaan sistem pengelolaan sampah untuk meningkatkan

kualitas lingkungan di wilayah RT 17/RW 03 dan RT 18/RW 03 Desa Taman

Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo serta mengurangi angka kejadian ISPA

pada anak yang disebabkan karena asap hasil pembakaran sampah rumah tangga

2. Bagi Peneliti

7

Page 8: ISI BAB I-VI

a. Meningkatkan kemampuan dalam melakukan penelitian khususnya untuk

permasalahan kesehatan lingkungan yang terjadi dalam kehidupan sekitar.

b. Menjadi materi referensi penelitian dalam bidang pengelolaan sampah

yang mengikutsertakan peran aktif masyarakat.

8

Page 9: ISI BAB I-VI

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PERKEMBANGAN DESA DAN PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Desa adalah suatu wilayah yang di tempati oleh sejumlah penduduk

sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat dan

hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah

camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan

Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU No.5 Tahun 1979).

Perkembangan desa yang cepat membawa dampak pada masalah

lingkungan. Perilaku manusia terhadap lingkungan akan menentukan wajah desa,

sebaliknya lingkungan juga akan mempengaruhi perilaku manusia. Lingkungan

yang bersih akan meningkatkan kualitas hidup (Alkadri et al, 1999:159).

Perkembangan desa akan diikuti pertambahan jumlah penduduk, yang juga

akan di ikuti oleh masalah – masalah sosial dan lingkungan. Salah satu masalah

lingkungan yang muncul adalah masalah persampahan. Permasalahan lingkungan

yang terjadi akan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan (Alkadri et al,

1999:163).

Sampah akan menjadi beban bumi, artinya ada resiko-resiko yang akan

ditimbulkannya (Hadi, 2000:40). Ketidakpedulian terhadap permasalahan

pengelolaan sampah berakibat terjadinya degradasi kualitas lingkungan yang tidak

9

Page 10: ISI BAB I-VI

memberikan kenyamanan untuk hidup, sehingga akan menurunkan kualitas

kesehatan masyarakat. Degradasi tersebut lebih terpicu oleh pola perilaku

masyarakat yang tidak ramah lingkungan, seperti membuang sampah di badan air

( Alkadri et al., 1999:264) sehingga sampah akan menumpuk di saluran air yang

ada dan menimbulkan berbagai masalah turunan lainnya. Kondisi ini sering terjadi

di wilayah-wilayah padat penduduk di perdesaan.

2.2. SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH

Sistem pengelolaan sampah adalah proses pengelolaan sampah yang

meliputi 2 (dua) macam aspek/komponen yang saling mendukung dimana antara

satu dengan yang lainnya saling berinteraksi untuk mencapai tujuan (Dept.

Pekerjaan Umum, SNI 19-2454-2002). Aspek tersebut meliputi: aspek teknis

operasional dan aspek peran serta masyarakat.

2.2.1. Aspek Teknik Operasional

Aspek Teknis Operasional merupakan komponen yang paling dekat

dengan obyek persampahan. Menurut Hartoyo (1998:6), perencanaan sistem

persampahan memerlukan suatu pola standar spesifikasi sebagai landasan yang

jelas. Spesifikasi yang digunakan adalah Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor

19-2454-2002 tentang Tata Cara Pengelolaan Sampah di Permukikman. Teknik

operasional pengelolaan sampah bersifat integral dan terpadu secara berantai

dengan urutan yang berkesinambungan yaitu: penampungan/pewadahan,

pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pembuangan/pengolahan.

10

Page 11: ISI BAB I-VI

Aspek Teknik Operasional merupakan salah satu upaya dalam mengontrol

pertumbuhan sampah, namun pelaksanaannya tetap harus disesuaikan dengan

pertimbangan kesehatan, ekonomi, teknik, konservasi, estetika dan pertimbangan

lingkungan (Tchobanoglous,1997:363).

1). Penampungan sampah

Proses awal dalam penanganan sampah terkait langsung dengan sumber

sampah adalah penampungan. Penampungan sampah adalah suatu cara

penampungan sampah sebelum dikumpulkan, dipindahkan, diangkut dan dibuang

ke TPA. Tujuannya adalah menghindari agar sampah tidak berserakan sehingga

tidak menggangu lingkungan. . Faktor yang paling mempengaruhi efektifitas

tingkat pelayanan adalah kapasitas peralatan, pola penampungan, jenis dan sifat

bahan dan lokasi penempatan (SNI 19-2454-2002)

2) Pengumpulan sampah

Pengumpulan sampah adalah cara proses pengambilan sampah mulai dari

tempat penampungan sampah sampai ke tempat pembuangan sementara. Pola

pengumpulan sampah pada dasarnya dikempokkan dalam 2 (dua) yaitu pola

individual dan pola komunal (SNI 19-2454-2002) sebagai berikut :

a. Pola Individual

Proses pengumpulan sampah dimulai dari sumber sampah kemudian

diangkut ke tempat pembuangan sementara/ TPS sebelum dibuang ke TPA.

b. Pola Komunal

11

Page 12: ISI BAB I-VI

Pengumpulan sampah dilakukan oleh penghasil sampah ke tempat

penampungan sampah komunal yang telah disediakan / ke truk sampah yang

menangani titik pengumpulan kemudian diangkut ke TPA tanpa proses

pemindahan.

3) Pemindahan sampah

Proses pemindahan sampah adalah memindahkan sampah hasil

pengumpulan ke dalam alat pengangkutan untuk dibawa ke tempat pembuangan

akhir. Tempat yang digunakan untuk pemindahan sampah adalah depo

pemindahan sampah yang dilengkapi dengan container pengangkut dan atau ram

dan atau kantor, bengkel (SNI 19-2454-2002). Pemindahan sampah yang telah

terpilah dari sumbernya diusahakan jangan sampai sampah tersebut bercampur

kembali (Widyatmoko dan Sintorini Moerdjoko, 2002:29).

4) Pengangkutan sampah

Pengangkutan adalah kegiatan pengangkutan sampah yang telah

dikumpulkan di tempat penampungan sementara atau dari tempat sumber sampah

ke tempat pembuangan akhir. Berhasil tidaknya penanganan sampah juga

tergantung pada sistem pengangkutan yang diterapkan. Pengangkutan sampah

yang ideal adalah dengan truck container tertentu yang dilengkapi alat pengepres,

sehingga sampah dapat dipadatkan 2-4 kali lipat (Widyatmoko dan Sintorini

Moerdjoko, 2002:29).

12

Page 13: ISI BAB I-VI

Tujuan pengangkutan sampah adalah menjauhkan sampah dari perdesaan

ketempat pembuangan akhir yang biasanya jauh dari kawasan perdesaan dan

permukiman.

5) Pembuangan akhir sampah

Pembuangan akhir merupakan tempat yang disediakan untuk membuang

sampah dari semua hasil pengangkutan sampah untuk diolah lebih lanjut. Prinsip

pembuang akhir sampah adalah memusnahkan sampah domestik di suatu lokasi

pembuangan akhir. Jadi tempat pembuangan akhir merupakan tempat pengolahan

sampah. Menurut SNI 19-2454-2002 tentang Teknik Operasional Pengelolaan

Sampah Perdesaan, secara umum teknologi pengolahan sampah dibedakan

menjadi 3 metode yaitu :

a. Metode Open Dumping

Merupakan sistem pengolahan sampah dengan hanya membuang/

menimbun sampah disuatu tempat tanpa ada perlakukan khusus/ pengolahan

sehingga sistem ini sering menimbulkan gangguan pencemaran lingkungan.

b. Metode Controlled Landfill (Penimbunan terkendali)

Controlled Landfill adalah sistem open dumping yang diperbaiki yang

merupakan sistem pengalihan open dumping dan sanitary landfill yaitu dengan

penutupan sampah dengan lapisan tanah dilakukan setelah TPA penuh yang

dipadatkan atau setelah mencapai periode tertentu.

c. Metode Sanitary landfill (Lahan Urug Saniter)

Sistem pembuangan akhir sampah yang dilakukan dengan cara sampah

ditimbun dan dipadatkan, kemudian ditutup dengan tanah sebagai lapisan

13

Page 14: ISI BAB I-VI

penutup. Pekerjaan pelapisan tanah penutup dilakukan setiap hari pada akhir jam

operasi.

d. Metode Incenerator (Pembakaran)

Membakar sampah yang sudah terkumpul sudah menjadi kebiasaan

masyarakat kebanyakan di pinggir kota dan di pedesaan, cara ini paling praktis,

namun hal ini mencemari udara dan mengganggu pernapasan. Sisa sampah yang

belum terbakar sempurna akan bertebaran. Karena itu, dianjurkan agar setiap kali

mambakar sampah harus diusahakan sampai apinya berkobar,sehingga sampah

bisa langsung habis di lalap api tanpa tersisa sedikit pun. Cara yang lebih praktis

dan aman dapat dilakukan dengan menggunakan mesin pembakar sampah

(incinerator)

2.2.2. Aspek Peran Serta Masyarakat

Peran serta masyarakat sangat mendukung program pengelolaan sampah

suatu wilayah. Peran serta masyarakat dalam bidang persampahan adalah proses

dimana orang sebagai konsumen sekaligus produsen pelayanan persampahan dan

sebagai warga mempengaruhi kualitas dan kelancaran prasarana yang tersedia

untuk mereka. Peran serta masyarakat penting karena peran serta merupakan alat

guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat

setempat,masyarakat lebih mempercayai proyek/program pembangunan jika

merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaan (LP3B Buleleng-Clean

Up Bali, 2003).

14

Page 15: ISI BAB I-VI

Bentuk peran serta masyarakat dalam penanganan atau pembuangan

sampah antara lain: pengetahuan tentang sampah/kebersihan, rutinitas

pembayaran retribusi sampah, adanya iuran sampah RT/RW/Kelurahan, kegiatan

kerja bakti, penyediaan tempat sampah.

2.3. DAMPAK JIKA SAMPAH TIDAK DIKELOLA

Menurut Gelbert dkk (1996:46-48), jika sampah tidak dikelola dengan

baik akan menimbulkan dampak negatif terhadap manusia dan lingkungan, yaitu:

2.3.1. Dampak terhadap Kesehatan

Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan

sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa

organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing yang dapat

menjangkitkan penyakit. Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah

sebagai berikut (Gelbert dkk 1996:46-48):

a. Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal

dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air minum.

b. Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit).

c. Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contohnya

adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini

sebelumnnya masuk ke dalam pencernakan binatang ternak melalui makanannya

yang berupa sisa makanan/sampah.

d. Sampah beracun: Telah dilaporkan bahwa di Jepang kira-kira 40.000 orang

meninggal akibat mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi oleh raksa(Hg).

15

Page 16: ISI BAB I-VI

Raksa ini berasal dari sampah yang dibuang ke laut oleh pabrik yang

memproduksi baterai dan akumulator.

2.3.2. Dampak terhadap Lingkungan

Cairan rembesan sampah (lindi) yang masuk ke dalam drainase atau

sungai akan mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati

sehingga beberapa spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan berubahnya

ekosistem perairan biologis (Gelbert dkk., 1996).

Penguraian sampah yang dibuang ke dalam air akan menghasilkan asam organik

dan gas cair organik, seperti metana. Selain berbau kurang sedap, gas ini dalam

konsentrasi tinggi dapat meledak (Gelbert dkk., 1996).

2.3.3. Dampak terhadap Keadaan Sosial dan Ekonomi

Dampak-dampak tersebut menurut Gelbert dkk, 1996 adalah sebagai

berikut:

a. Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang

kurang menyenangkan bagi masyarakat: bau yang tidak sedap dan pemandangan

yang buruk karena sampah bertebaran dimana-mana.

b. Memberikan dampak negatif terhadap kepariwisataan.

c. Pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat

kesehatan masyarakat. Hal penting disini adalah meningkatnya pembiayaan secara

langsung (untuk mengobati orang sakit) dan pembiayaan secara tidak langsung

(tidak masuk kerja, rendahnya produktivitas).

16

Page 17: ISI BAB I-VI

d. Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan akan

memberikan dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan, jembatan,

drainase, dan lain-lain.

e. Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang tidak

memadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk pengelolaan air. Jika

sarana penampungan sampah yang kurang atau tidak efisien, orang akan

cenderung membuang sampahnya di jalan. Hal ini mengakibatkan jalan perlu

lebih sering dibersihkan dan diperbaiki.

2.4. PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA

Pasal 19 UU RI Nomor 18 Tahun 2008 mengatur mengenai pengelolaan

sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga. Pasal tersebut

menyebutkan bahwa pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis

sampah rumah tangga terdiri atas pengurangan sampah dan penanganan sampah.

Dalam hal pengurangan sampah, lebih lanjut disebutkan dalam Pasal 20 sebagai

berikut :

a. Pengurangan sampah yang dimaksud dalam Pasal 19 huruf a meliputi kegiatan:

(1) pembatasan timbulan sampah; (2) pendauran ulang sampah; dan/atau (3)

pemanfaatan kembali sampah.

b. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut: (1) menetapkan target pengurangan

sampah secara bertahap dalam jangka waktu tertentu; (2) memfasilitasi penerapan

teknologi yang ramah lingkungan; (3) memfasilitasi penerapan label produk yang

17

Page 18: ISI BAB I-VI

ramah lingkungan; (4) memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur

ulang; (5) memfasilitasi pemasaran produk produk daur ulang.

c. Pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) menggunakan bahan produksi yang menimbulkan sampah sesedikit mungkin,

dapat diguna ulang, dapat didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.

d. Masyarakat dalam melakukan kegiatan pengurangan sampah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) menggunakan bahan yang dapat diguna ulang, didaur

ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.

e. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengurangan sampah sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan PP. UU RI Nomor 18

Tahun 2008 juga telah mengatur mengenai reward and punishment (hadiah dan

hukuman) berupa pemberian insentif dan disintensif sebagaimana diatur dalam

pasal Pasal 21 :

a. Pemerintah memberikan: (1) insentif kepada setiap orang yang melakukan

pengurangan sampah; dan (2) isinsentif kepada setiap orang yang tidak melakukan

pengurangan sampah.

b. Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, bentuk, dan tata cara pemberian insentif

dan disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan

pemerintah. Dalam Pasal 22 UU tersebut juga diatur mengenai mengenai

penanganan

sampah, yang meliputi :

a. pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan

jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah;

18

Page 19: ISI BAB I-VI

b. pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber

sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah

terpadu;

c. pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari

tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah

terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir;

d. pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah

sampah.

e. pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu

hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.

2.4.1. Paradigma Baru Pengelolaan Sampah

M Gempur Adnan, Deputi II Bidang Pengendalian Pencemaran

kementerian Negara Lingkungan Hidup, mengatakan sebagai pengganti sistem

penumpukan sampah di tempat pembuangan akhir yang banyak diprotes

masyarakat, pemerintah kini mendorong penerapan pengelolaan sampah dengan

sistem 3R (reuse, reduce, dan recycle) pada skala desa. Program pengelolaan

sampah terpadu dengan prinsip pengunaan kembali, daur ulang dan pengurangan

(reuse, recycle, reduce/3R) ini bermanfaat untuk menjaga kelestarian lingkungan.

Dengan prinsip tersebut, jumlah sampah yang dibuang ke TPA tinggal 35 persen

sehingga meringankan beban TPA sekaligus memperpanjang masa pemakaiannya.

Undang-undang RI nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

menegaskan bahwa pengelolaan sampah harus dilakukan secara komprehensif

19

Page 20: ISI BAB I-VI

sejak hulu sampai hilir. Pada tingkat perumahan atau kelurahan, dilakukan

kegiatan pengurangan sampah melalui program 3R.

Dalam pengelolaan menuju zero waste, proses pemilahan dan pengolahan

harus dilaksanakan di sumber sampah, baik bersamaan maupun secara berurutan

dengan pewadahan sampah. Pengelolaan sampah diawali dari lokasi timbulan

sampah atau produsen sampah. Sampah dipisah antara sampah organik dan

sampah anorganik, dan ditempatkan pada wadah sampah yang berbeda. Sampah

organik untuk diproses menjadi kompos, sedangkan sampah anorganik biasanya

dimanfaatkan untuk didaur ulang maupun dimanfaatkan kembali. Proses

selanjutnya baik pengumpulan, pemindahan maupun pengangkutan sampah yang

telah terpilah diusahakan jangan tercampur kembali. Upaya ini untuk

meningkatkan efisiensi pengolahan sampah.

2.4.2. Implementasi Program Pengelolaan Sampah di Masyarakat

berbasis masyarakat 3R

Untuk mengimplementasikan Program Pengelolaan Sampah Berbasis

Masyarakat, sudah ada aturan yang dapat dipakai sebagai rujukan, yaitu Revisi

SNI 03-3242-1994 tentang Taa Cara Pengelolaan Sampah di Permukiman.

Perubahan mendasar dari revisi ini adalah pada penerapan 3R mulai dari kegiatan

di sumber timbulan sampah sampai dengan TPS. Selanjutnya akan diuraikan

tentang aspek-aspek/komponen-komponen pada Pengelolaan Sampah Berbasis

Masyarakat menurut Revisi SNI 03-3242- 1994 tentang Tata Cara Pengelolaan

Sampah di Permukiman, adalah sebagai berikut:

20

Page 21: ISI BAB I-VI

2.4.2.1. Pengelolaan di Sumber Sampah Permukiman

Dalam masalah sampah, sumber sampah adalah pihak yang menghasilkan

sampah, seperti rumah tangga, restoran, toko, sekolah, perkantoran dan lainnya.

Pengelolaan sampah di tingkat sumber dilakukan sebagai berikut :

- Sediakan wadah sampah minimal 2 buah per rumah untuk wadah sampah

organik dan anorganik

- Tempatkan wadah sampah anorganik di halaman bangunan

- Pilah sampah sesuai jenis sampah. Sampah organik dan anorganik masukan

langsung ke masing-masing wadahnya ;

- Pasang minimal 2 buah alat pengomposan rumah tangga pada setiap bangunan

yang lahannya mencukupi ;

- Masukkan sampah organik dapur ke dalam alat pengomposan rumah tangga

individual atau komunal ;

- Tempatkan wadah sampah organik dan anorganik di halaman bangunan bagi

sistem pengomposan skala kingkungan.

2.4.2.1.1. Pengumpulan Sampah

Pengumpulan sampah dari sumber sampah dilakukan sebagai berikut :

- Pengumpulan sampah dengan menggunakan gerobak atau motor dengan bak

terbuka atau mobil bak terbuka bersekat dikerjakan sebagai berikut :

- Kumpulkan sampah dari sumbernya minimal 2 (dua) hari sekali

- Masukkan sampah organik dan anorganik ke masing-masing bak di dalam alat

pengumpul

21

Page 22: ISI BAB I-VI

- Pindahkan sampah sesuai dengan jenisnya ke TPS atau TPS Terpadu

- Pengumpulan sampah dengan gerobak atau motor dengan bak terbuka atau

mobil bak terbuka tanpa sekat dikerjakan sebai berikut :

- Kumpulkan sampah organik dari sumbernya minimal 2(dua) hari sekali dan

angkut ke TPS atau TPS Terpadu

- Kumpulkan sampah anorganik sesuai jadwal yang telah ditetapkan dapat

dilakukan lebih dari 3 hari sekali oleh petugas RT atau RW atau oleh pihak

Swasta.

2.4.2.1.2. Pembakaran sampah Rumah Tangga

Pada umumnya, terutama sampah dari rumah dibakar secara serampangan.

Kegiatan ini akan menghasilkan karbomonoksida (CO) yang bila terhirup manusia

dapat mengganggu fungsi kerja hemoglobin (sel darah merah) yang semestinya

mengangkut dan mengedarkan oksigen (O2) ke seluruh tubuh.  Kekurangan O2

ini bisa menimbulkan kematian. Sebagai gambaran kasar, satu ton sampah yang

dibakar akan berpotensi menghasilkan gas CO sebanyak 30 kg.

Asap dari pembakaran sampah plastik akan menghasilkan senyawa kimia

dioksin atau zat yang bisa digunakan sebagai herbisida (racun tumbuhan). Selain

itu, proses tersebut juga dapat menghasilkan fosgen atau gas beracun berbahaya

yang pernah digunakan sebagai senjata pembunuh pada masa Perang Dunia

pertama. Hasil pembakaran sampah yang mengandung klorin dapat menghasilkan

75 jenis zat beracun lain.

22

Page 23: ISI BAB I-VI

Asap dari pembakaran sampah mengandung benzopirena (gas beracun

penyerang jantung) sebanyak 350 kali. Zat ini ditengarai sebagai biang keladi

penyebab kanker dan hidrokarbon berbahaya (seperti asam cuka) penyebab iritasi.

Membakar kayu juga dapat menghasilkan senyawa yang mengakibatkan kanker.

Sedangkan melamin dapat menghasilkan formaldehida (formalin) bila

dibakar dengan suplai oksigen yang banyak atau HCN (asam sianida) bila kurang

oksigen.

Pembakaran sampah di area terbuka dapat menghasilkan partikel debu

halus atau Particulate Matter (PM) yang mencapai level PM 10 (10 mikron).

Dengan tingkatan tersebut, zat ini tidak dapat disaring oleh alat pernapasan

manusia, sehingga bisa masuk ke paru-paru dan mengakibatkan gangguan

pernapasan.

Pembakaran sampah dapat menyebabkan kabut asap yang tebal dan

mengurangi jarak pandang dan kenyamanan di lingkungan tempat tinggal. Yang

lebih parah, bisa memicu terjadinya kebakaran dengan skala lebih besar. Kita

tentu masih ingat terjadinya kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan yang

menyebabkan kapal laut menabrak tebing dan menghentikan aktivitas

penerbangan komersial di beberapa bandara.

2.4.2.2. Kemitraan

Pemerintah Daerah Kabupaten/Desa secara sendiri-sendiri atau bersama

sama dapat bermitra dengan badan usaha pengelolaan sampah dalam

penyelenggaraan pengelolaan sampah (Pasal 27). Kemitraan sebagaimana

23

Page 24: ISI BAB I-VI

dimaksud dituangkan dalam bentuk perjanjian antara pemerintah daerah

kabupaten/desa dan badan usaha yang bersangkutan. Sedangkan mengenai tata

cara pelaksanaan kemitraan dimaksud dilakukan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

2.4.2. 3. Peran Masyarakat

Aspek ini sangat penting dalam melaksanakan pengelolaan sampah sesuai

dengan perencanaan yang dilakukan. Merubah perilaku masyarakat adalah hal

yang cukup sulit, namun jika dilakukan pembinaan secara terus-menerus maka

hasilnya akan didapatkan walaupun perlu waktu puluhan tahun. Adapun tingkat

cara pengelolaan sampah rumah tangga sekitar 44% dikategorikan kurang, dengan

penilaian pada ketersediaan pewadahan, pemilahan sampah dan penerapan konsep

3R secara sederhana. Masyarakat sudahterbiasa membuang sampah sembarangan

di sekitar rumahnya ataupun ke sungai Negara, sehingga tingkat perilaku terhadap

kebersihan lingkungan dikategorikan buruk (67%). Menurut Notoatmojo (1985)

bentuk operasional perilaku terbagi dalam tiga jenis yaitu pengetahuan, sikap dan

tindakan masyarakat dapat berperan dalam pengelolaan sampah yang

diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah (Pasal 28). Peran

sebagaimana dimaksud dapat dilakukan melalui:

a. pemberian usul, pertimbangan, dan saran kepada Pemerintah

b. perumusan kebijakan pengelolaan sampah;

c. pemberian saran dan pendapat dalam penyelesaian sengketa persampahan.

24

Page 25: ISI BAB I-VI

Sedangkan ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara peran

masyarakat sebagaimana dimaksud diatur dengan PP dan/atau Perda.

Faktor-faktor yang Berkorelasi dengan Cara Pengelolaan Sampah

Rumah Tangga

a. Tingkat Pendidikan.

Sebagian besar responden (53%) berpendidikan rendah (tidak sekolah, SD

sederajat). Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan nilai signifikansi < 0,05

sehingga Ho ditolak, dengan koefisien korelasi sebesar 0,669. Hal ini berarti

tingkat pendidikan berkorelasi positif dengan pengelolaan sampah rumah tangga.

Menurut Hadiwiyoto (1983), kebodohan merupakan salah satu faktor yang

menimbulkan masalah sampah. Jalan yang ditempuh dalam upaya meningkatkan

kesadaran masyarakat agar mengelola sampah hasil produksinya setiap hari salah

satunya dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui pendidikan formal

maupun non formal.

b. Tingkat Pendapatan.

Didapatkan sekitar 60% responden berada pada tingkat pendapatan yang

rendah (< 1 juta perbulan). Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan nilai

signifikansi < 0,05 maka Ho ditolak, dengan koefisien korelasi sebesar 0,603. Hal

ini berarti tingkat pendapatan keluarga berkorelasi positif dengan cara pengelolaan

sampah rumah tangga. Artinya sesuai dengan pendapat Neolaka (2008),

kemiskinan membuat orang tidak peduli dengan lingkungan. Orang dalan keadaan

25

Page 26: ISI BAB I-VI

miskin dan lapar, pusing dengan kebutuhan keluarga, pendidikan dan lain-lain,

bagaimana dapat berpikir tentang peduli lingkungan. Misalnya tidak mampu

menyediakan pewadahan atau tempat sampah di rumah tangga karena faktor

ketidakmampuan secara ekonomi.

c. Perilaku terhadap Kebersihan Lingkungan.

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan nilai signifikansi < 0,05 maka

Ho ditolak, dengan koefisien korelasi sebesar 0,65. Hal ini berarti perilaku

terhadap kebersihan lingkungan berkorelasi positif dengan cara pengelolaan

sampah rumah tangga. Perilaku dalam bentuk operasionalnya terbagi atas

pengetahuan, sikap dan tindakan (Notoatmojo ,1985). Kebiasaan masyarakat yang

berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) salah satunya tidak membuang sampah

secara sembarangan. Menurut Menurut Pramudya (2001) dalam Susilo (2008),

terdapat dua jenis bencana akibat rusaknya daya dukung lingkungan. Pertama,

kerusakan karena faktor internal yakni kerusakan yang berasal dari alam sendiri.

Kedua, kerusakan karena faktor eksternal yaitu kerusakan lingkungan yang

berasal dari perilaku manusia, seperti limbah rumah tangga yang dibuang di

sungai-sungai. Menurut Hadiwiyoto (1983), sikap mental atau perilaku

merupakan salah satu faktor yang menimbulkan masalah sampah, sehingga sukar

untuk dikendalikan.

26

Page 27: ISI BAB I-VI

d. Pengetahuan tentang Perda Persampahan.

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan nilai signifikansi < 0,05 maka

Ho ditolak, dengan koefisien korelasi sebesar 0,646. Hal ini berarti pengetahuan

tentang peraturan daerah persampahan berkorelasi positif dengan cara pengelolaan

sampah rumah tangga. Selama ini Pemerintah Kabupaten HSS belum optimal

dalam mensosialisasikan Perda No. 5 tahun 2004 kepada masyarakat luas,

sehingga banyak masyarakat tidak mengetahuinya. Jika peraturan tersebut benar-

benar ditegakkan tentunya hal ini akan memberikan efek jera terhadap masyarakat

yang melanggarnya. Penegakkan hukum ini akan memberikan dampak positif

terhadap pengelolaan sampah rumah tangga yang lebih baik.

Menurut Soemarwoto (2004), di negeri ini penegakan hukum sangat

lemah. Peraturan banyak yang dilanggar, misalnya pembuangan sampah di sungai

dan selokan, dapat berjalan tanpa tindakan nyata dari aparat penegak hukum.

Salah satu sebab utamanya ialah adanya KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme)

yang merebak karena dorongan untuk mendapatkan dana yang besar guna

mendukung pola hidup yang mewah. Padahal menurut Hadi (2005), dalam

konteks lingkungan hidup, hukum diharapkan menjadi pedoman agar tata

kehidupan kita ini mendasarkan pada prinsip-prinsip kelestarian lingkungan.

e. Kesediaan Membayar Retribusi Sampah.

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan nilai signifikansi < 0,05 maka

Ho ditolak, dengan koefisien korelasi sebesar 0,577. Hal ini berarti kesediaan

membayar retribusi berkorelasi positif dengan cara pengelolaan sampah rumah

tangga. Di Kecamatan Daha Selatan belum dilakukan pelayanan persampahan

27

Page 28: ISI BAB I-VI

sehingga masyarakat belum diwajibkan membayar retribusi sampah rumah

tangga. Namun beberapa masyarakat yang menyadari akan pentingnya kebersihan

lingkungan bersedia membayar retribusi asal mendapatkan pelayanan pengelolaan

sampah oleh pemerintah. Mereka berusaha mengelola sampah rumah tangganya

secara mandiri, walaupun wilayahnya belum mendapatkan pelayanan

persampahan. Menurut Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro (1982), teknik

pengeluaran preventif mengestimasi nilai minimum kualitas lingkungan

berdasarkan kesediaan orang mengeluarkan biaya untuk menghilangkan atau

paling tidak mengurangi akibat buruk lingkungan.

2.5. ISPA

2.5.1. Pengertian ISPA

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernafasan

akut yang menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru yang berlangsung

kurang lebih 14 hari, ISPA mengenai struktur saluran di atas laring, tetapi

kebanyakan penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan bawah secara stimulan

atau berurutan (Muttaqin, 2008). ISPA adalah penyakit yang menyerang salah

satu bagian dan atau lebih dari saluran pernafasan mulai dari hidung hingga

alveoli ter masuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan

pleura (Nelson, 2003).

Jadi disimpulkan bahwa ISPA adalah suatu tanda dan gejala akut akibat

infeksi yang terjadi disetiap bagian saluran pernafasan atau struktur yang

berhubungan dengan pernafasan yang berlangsung tidak lebih dari 14 hari.

28

Page 29: ISI BAB I-VI

2.5.2. Etiologi ISPA

Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia.

Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptokokus, Stafilokokus,

Pneumokokus, Hemofillus, Bordetelia dan Korinebakterium. Virus penyebab

ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adnovirus, Koronavirus,

Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain (Suhandayani, 2007).

2.5.3. Klasifikasi ISPA

Klasifikasi penyakit ISPA dibedakan untuk golongan umur dibawah 2

bulan dan untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun (Muttaqin, 2008):

a. Golongan Umur Kurang 2 Bulan

1) Pneumonia Berat

Bila disertai salah satu tanda tarikan kuat di dinding pada bagian bawah atau

napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 6x per

menit atau lebih.

2) Bukan Pneumonia (batuk pilek biasa)

Bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau napas

cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur kurang 2 bulan, yaitu:

a) Kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari ½

volume yang biasa diminum)

b) Kejang

29

Page 30: ISI BAB I-VI

c) Kesadaran menurun

d) Stridor

e) Wheezing

f) Demam / dingin.

b. Golongan Umur 2 Bulan-5 Tahun

1) Pneumonia Berat

Bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan di dinding dada bagian bawah ke

dalam pada waktu anak menarik nafas (pada saat diperiksa anak harus dalam

keadaan tenang, tidak menangis atau meronta).

2) Pneumonia Sedang

Bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah:

a) Untuk usia 2 bulan-12 bulan = 50 kali per menit atau lebih

b) Untuk usia 1-4 tahun = 40 kali per menit atau lebih.

3) Bukan Pneumonia

Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas

cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun yaitu :

a) Tidak bisa minum

b) Kejang

c) Kesadaran menurun

d) Stridor

e) Gizi buruk

30

Page 31: ISI BAB I-VI

Klasifikasi ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah :

a. ISPA ringan

Seseorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan gejala batuk, pilek dan

sesak.

b. ISPA sedang

ISPA sedang apabila timbul gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih dari 390 C dan

bila bernafas mengeluarkan suara seperti mengorok.

c. ISPA berat

Gejala meliputi: kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba, nafsu makan

menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan gelisah.

2.5.4. Penyebab penyakit ISPA

ISPA disebabkan oleh bakteri atau virus yang masuk kesaluran nafas.

Salah satu penyebab ISPA yang lain adalah asap pembakaran bahan bakar kayu

yang biasanya digunakan untuk memasak. Asap bahan bakar kayu ini banyak

menyerang lingkungan masyarakat, karena masyarakat terutama ibu-ibu rumah

tangga selalu melakukan aktifitas memasak tiap hari menggunakan bahan bakar

kayu, gas maupun minyak. Timbulnya asap tersebut tanpa disadarinya telah

mereka hirup sehari-hari, sehingga banyak masyarakat mengeluh batuk, sesak

nafas dan sulit untuk bernafas.

Polusi dari bahan bakar kayu tersebut mengandung zat-zat seperti Dry

basis, Ash, Carbon, Hidrogen, Sulfur, Nitrogen dan Oxygen yang sangat

berbahaya bagi kesehatan (Depkes RI, 2002).

31

Page 32: ISI BAB I-VI

2.5.5. Faktor resiko

Faktor resiko timbulnya ISPA menurut Dharmage (2009) :

a. Faktor Demografi

Faktor demografi terdiri dari 3 aspek yaitu :

1) Jenis kelamin

Bila dibandingkan antara orang laki-laki dan perempuan, laki-laki yang banyak

terserang penyakit ISPA karena mayoritas orang laki-laki merupakan perokok dan

sering berkendaraan,

sehingga mereka sering terkena polusi udara.

2) Usia

Anak balita dan ibu rumah tangga yang lebih banyak terserang penyakit ISPA.

Hal ini disebabkan karena banyaknmya ibu rumah tangga yang memasak sambil

menggendong anaknya.

3) Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam

kesehatan, karena lemahnya manajemen kasus oleh petugas kesehatan serta

pengetahuan yang kurang di masyarakat akan gejala dan upaya

penanggulangannya, sehingga banyak kasus ISPA yang datang kesarana

pelayanan kesehatan sudah dalam keadaan berat karena kurang mengerti

bagaimana cara serta pencegahan agar tidak mudah terserang penyakit ISPA.

32

Page 33: ISI BAB I-VI

b. Faktor Biologis

Faktor biologis terdiri dari 2 aspek yaitu (Notoatmodjo, 2007):

1) Status gizi

Menjaga status gizi yang baik, sebenarnya bisa juga mencegah atau terhindar dari

penyakit terutama penyakit ISPA. Misal dengan mengkonsumsi makanan 4 sehat

5 sempurna dan memperbanyak minum air putih, olah raga yang teratur serta

istirahat yang cukup. Karena dengan tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh akan

semakin menigkat, sehingga dapat mencegah virus ( bakteri) yang akan masuk

kedalam tubuh.

2) Faktor rumah

Syarat-syarat rumah yang sehat (Suhandayani, 2007):

a) Lantai : Ubin atau semen adalah baik. Syarat yang penting disini adalah tdak

berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan. Untuk

memperoleh lantai tanah yang padat (tidak berdebu) dapat ditempuh dengan

menyiram air kemudian dipadatkan dengan benda-benda yang berat, dan

dilakukan berkali-kali. Lantai yang basah dan berdebu merupakan sarang penyakit

gangguan pernapasan.

b) Dinding : Tembok adalah baik, namun disamping mahal tembok sebenarnya

kurang cocok untuk daerah tropis, lebih-lebih bila ventilasinya tidak cukup.

Dinding rumah di daerah tropis khususnya di pedesaan lebih baik dinding atau

papan. Sebab meskipun jendela tidak cukup, maka lubang-lubang pada dinding

33

Page 34: ISI BAB I-VI

atau papan tersebut dapat merupakan ventilasi, dan dapat menambah penerangan

alamiah.

c) Atap Genteng : Atap genteng adalah umum dipakai baik di daerah perkotaan

maupun pedesaan. Disamping atap genteng cocok untuk daerah tropis, juga dapat

terjangkau oleh masyarakat dan bahkan masyarakat dapat membuatnya sendiri.

Namun demikian, banyak masyarakat pedesaan yang tidak mampu untuk itu,

maka atap daun rumbai atau daun kelapa pun dapat dipertahankan. Atap seng

ataupun asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan, di samping mahal juga

menimbulkan suhu panas didalam rumah.

d) Lain-lain (tiang, kaso dan reng)

Kayu untuk tiang, bambu untuk kaso dan reng adalah umum di pedesaan. Menurut

pengalaman bahan-bahan ini tahan lama. Tapi perlu diperhatikan bahwa lubang

lubang bambu merupakan sarang tikus yang baik. Untuk menghindari ini cara

memotongnya barus menurut ruas-ruas bambu tersebut, maka lubang pada ujung-

ujung bambu yang digunakan untuk kaso tersebut ditutup dengan kayu.

e) Ventilasi

1. Pengertian

Ventilasi adalah tempat sebagai proses penyediaan udara segar ke dalam

dan pengeluaran udara kotor dari suatu ruangan tertutup secara alamiah maupun

mekanis. Tersedianya udara segar dalam rumah atau ruangan amat dibutuhkan

34

Page 35: ISI BAB I-VI

manusia, sehingga apabila suatu ruangan tidak mempunyai sistem ventilasi yang

baik dan over crowded maka akan menimbulkan keadaan yang dapat merugikan

kesehatan (Lamsidi, 2003).

2. Fungsi Ventilasi

Fungsi dari ventilasi dapat dijabarkan sebagai berikut (Suhandayani, 2007):

a. Mensuplai udara bersih yaitu udara yang mengandung kadar oksigenyang

optimum bagi pernapasan.

b. Membebaskan udara ruangan dari bau-bauan, asap ataupun debu dan zat-zat

pencemar lain dengan cara pengenceran udara.

c. Mensuplai panas agar hilangnya panas badan seimbang.

d. Mensuplai panas akibat hilangnya panas ruangan dan bangunan.

e. Mengeluarkan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh radiasi tubuh,

kondisi, evaporasi ataupun keadaan eksternal.

f. Mendisfungsikan suhu udara secara merata.

3. Jenis Ventilasi Rumah

Berdasarkan kejadiannya, maka ventilasi dapat dibagi ke dalam dua jenis,

yait(Notoatmodjo, 2007):

a. Ventilasi alam.

Ventilasi alam berdasarkan pada tiga kekuatan, yaitu: daya difusi dari gas-

gas, gerakan angin dan gerakan massa di udara karena perubahan temperatur.

Ventilasi alam ini mengandalkan pergerakan udara bebas (angin), temperatur

udara dan kelembabannya. Selain melalui jendela, pintu dan lubang angin, maka

35

Page 36: ISI BAB I-VI

ventilasi pun dapat diperoleh dari pergerakan udara sebagai hasil sifat porous

dinding ruangan, atap dan lantai.

b. Ventilasi buatan

Pada suatu waktu, diperlukan juga ventilasi buatan dengan menggunakan

alat mekanis maupun elektrik. Alat-alat tersebut diantarana adalah kipas angin,

exhauster dan AC (air conditioner).

4. Syarat Ventilasi

Persyaratan ventilasi yang baik adalah sebagai berikut (Mukono, 2000) :

a. Luas lubang ventilasi tetap minimal 5 % dari luas lantai ruangan, sedangkan

luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimal 5 % dari luas

lantai. Jumlah keduanya menjadi 10% dari luas lantai ruangan.

b. Ventilasi sering di buka untuk keluar masuk udara

c. Udara yang masuk harus bersih, tidak dicemari asap dari sampah atau pabrik,

knalpot kendaraan, debu dan lain-lain.

d. Aliran udara diusahakan cross ventilation dengan menempatkan lubang

ventilasi berhadapan antar dua dinding. Aliran udara ini jangan sampai terhalang

oleh barang-barang besar, misalnya lemari, dinding, sekat dan lain-lain.

5. Penilaian Ventilasi Rumah

Secara umum, penilaian ventilasi rumah dengan cara membandingkan

antara luas ventilasi dan luas lantai rumah, dengan menggunakan Role meter.

Menurut indikator pengawasan rumah, luas ventilasi yang memenuhi syarat

kesehatan adalah 10% luas lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak memenuhi

syarat kesehatan adalah < 10% luas lantai rumah (Notoatmodjo, 2007)

36

Page 37: ISI BAB I-VI

Rumah dengan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan

membawa pengaruh bagi penghuninya. Luas ventilasi rumah yang < 10% dari

luas lantai (tidak memenuhi syarat kesehatan) akan mengakibatkan berkurangnya

konsentrasi oksigen dan bertambahnya konsentrasi karbondioksida yang bersifat

racun bagi penghuninya.

Ventilasi yang kurang akan menyebabkan peningkatan kelembaban

ruangan karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan.

Kelembaban ruangan yang tinggi akan menjadi media yang baik untuk tumbuh

dan berkembang biaknya bakteri-bakteri patogen termasuk kuman (Notoatmodjo,

2007).

Selain itu, luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatanakan

mengakibatkan terhalangngya proses pertukaran aliran udara dan sinar matahari

yang masuk ke dalam rumah, akibatnya kuman yang ada di dalam rumah tidak

dapat keluar dan ikut terhisap bersama udara pernafasan. Rumah yang memenuhi

syarat ventilasi baik akan mempertahankan kelembaban yang sesuai dengan

temperature kelembaban udara. Berdasarkan hasil penelitian Ratnawati (2002)

diperoleh sebanyak 17,2% responden tidak ISPA dan sebanyak 82,8% menderita

ISPA pada ventilasi kurang. Hal ini menunjukkan bahwa pada ventilasi rumah

yang kurang baik, jumlah kejadian ISPA pada balita lebih banyak jika ventilasi

rumah yang baik.

37

Page 38: ISI BAB I-VI

6. Akibat Yang Ditimbulkan Karena Ventilasi Yang Kurang

Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya O2 (oksigen) di dalam

rumah yang berarti kadar CO2 (karbondioksida) yang bersifat racun bagi

penghuninya menjadi meningkat. Di samping itu tidak cukupnya ventilasi akan

menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadi proses

penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Luas ventilasi yang tidak memenuhi

syarat kesehatan akan mengakibatkan terhalangngya proses pertukaran aliran

udara dan sinar matahari yang masuk ke dalam rumah, akibatnya kuman yang ada

di dalam rumah tidak dapat keluar dan ikut terhisap bersama udara pernafasan.

f) Cahaya

Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak

terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk kedalam ruangan rumah, terutama

cahaya matahari di samping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat

yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya terlalu

banyak cahaya didalam rumah akan menyebabkan silau, dam akhirnya dapat

merusakan mata.

c. Faktor Polusi

Adapun penyebab dari faktor polusi terdiri dari 2 aspek yaitu (Lamsidi, 2003) :

1) Cerobong asap

Cerobong asap sering kita jumpai diperusahaan atau pabrik-pabrik industri yang

dibuat menjulang tinggi ke atas (vertikal). Cerobong tersebut dibuat agar asap bisa

38

Page 39: ISI BAB I-VI

keluar ke atas terbawa oleh angin. Cerobong asap sebaiknya dibuat horizontal

tidak lagi vertikal, sebab gas (asap) yang dibuang melalui cerobong horizontal dan

dialirkan ke bak air akan mudah larut. Setelah larut debu halus dan asap mudah

dipisahkan, sementara air yang asam bisa dinetralkan oleh media Treated Natural

Zeolid (TNZ) yang sekaligus bisa menyerap racun dan logam berat. Langkah

tersebut dilakukan supaya tidak akan ada lagi pencemaran udara, apalagi hujan

asam.Cerobong asap juga bisa berasal dari polusi rumah tangga, polusi rumah

tangga dapat dihasilkan oleh bahan bakar untuk memasak, bahan bakar untuk

memasak yang paling banyak menyebabkan asap adalah bahan bakar kayu atau

sejenisnya seperti arang.

2) Kebiasaan merokok

Satu batang rokok dibakar maka akan mengelurkan sekitar 4.000 bahan kimia

seperti nikotin, gas karbon monoksida, nitrogen oksida, hidrogen cianida,

ammonia, acrolein, acetilen, benzol dehide, urethane, methanol, conmarin, 4-

ethyl cathecol, ortcresorperyline dan lainnya, sehingga di bahan kimia tersebut

akan beresiko terserang ISPA.

d. Faktor timbulnya penyakit

Faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit menurut Bloom dikutip

dari Effendy (2004) menyebutkan bahwa lingkungan merupakan salah satu faktor

yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, sehat atau tidaknya

lingkungan kesehatan, individu, keluarga dan masyarakat sangat tergantung pada

perilaku manusia itu sendiri. Disamping itu, derajat kesehatan juga dipengaruhi

39

Page 40: ISI BAB I-VI

oleh lingkungan, misalnya membuat ventilasi rumah yang cukup untuk

mengurangi polusi asap maupun polusi udara, keturunan, misalnya dimana ada

orang yang terkena penyakit ISPA di situ juga pasti ada salah satu keluarga yang

terkena penyakit ISPA karena penyakit ISPA bisa juga disebabkan karena

keturunan, dan dengan pelayanan sehari-hari yang baik maka penyakit ISPA akan

berkurang dan kesehatannya sedikit demi sedikit akan membaik, dan pengaruh

mempengaruhi satu dengan yang lainnya.

2.5.6. Tanda dan gejala

ISPA merupakan proses inflamasi yang terjadi pada setiap bagian saluran

pernafasan atas maupun bawah, yang meliputi infiltrat peradangan dan edema

mukosa, kongestif vaskuler, bertambahnya sekresi mukus sert perubahan struktur

fungsi siliare (Muttaqin, 2008). Tanda dan gejala ISPA banyak bervariasi antara

lain demam, pusing, malaise (lemas), anoreksia (tidak nafsu makan), vomitus

(muntah), photophobia (takut cahaya), gelisah, batuk, keluar sekret, stridor (suara

nafas), dyspnea (kesakitan bernafas), retraksi suprasternal (adanya tarikan dada),

hipoksia (kurang oksigen), dan dapat berlanjut pada gagal nafas apabila tidak

mendapat pertolongan dan mengakibatkan kematian. (Nelson, 2003).

Sedangkan tanda gejala ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah :

a. Gejala dari ISPA Ringan

Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih

gejala-gejala sebagai berikut:

40

Page 41: ISI BAB I-VI

1) Batuk

2) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misal pada

waktu berbicara atau menangis).

3) Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung.

4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370 C atau jika dahi anak diraba.

b. Gejala dari ISPA Sedang

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA

ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:

1) Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur kurang dari

satu tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang berumur satu tahun

atau lebih. Cara menghitung pernafasan ialah dengan menghitung jumlah tarikan

nafas dalam satu menit. Untuk menghitung dapat digunakan arloji.

2) Suhu lebih dari 390 C (diukur dengan termometer).

3) Tenggorokan berwarna merah.

4) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak.

5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.

6) Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).

7) Pernafasan berbunyi menciut-ciut.

c. Gejala dari ISPA Berat

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-gejala ISPA

ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:

41

Page 42: ISI BAB I-VI

1) Bibir atau kulit membiru.

2) Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernafas.

3) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.

4) Pernafasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak tampak gelisah.

5) Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas.

6) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.

7) Tenggorokan berwarna merah.

2.5.7. Penatalaksanaan Kasus ISPA

Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang

benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya

kematian karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk

yang kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA).

Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar

pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangipenggunaan

antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat

batuk yang kurang bermanfaat. Strategi

penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan dan

minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi pederita

ISPA .

Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut

(Smeltzer & Bare, 2002) :

42

Page 43: ISI BAB I-VI

a. Pemeriksaan

Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit anak dengan

mengajukan beberapa pertanyaan kepada ibunya, melihat dan mendengarkan

anak. Hal ini penting agar selama pemeriksaan anak tidak menangis (bila

menangis akan meningkatkan frekuensi napas), untuk ini diusahakan agar anak

tetap dipangku oleh ibunya. Menghitung napas dapat dilakukan tanpa membuka

baju anak. Bila baju anak tebal, mungkin perlu membuka sedikit untuk melihat

gerakan dada. Untuk melihat tarikan dada bagian bawah, baju anak harus dibuka

sedikit. Tanpa pemeriksaan auskultasi dengan steteskop penyakit pneumonia

dapat didiagnosa dan diklassifikasi.

b. Klasifikasi ISPA

Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut :

1) Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada

kedalam (chest indrawing).

2) Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.

3) Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam,

tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis

dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia.

c. Pengobatan

1) Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral,

oksigendan sebagainya.

43

Page 44: ISI BAB I-VI

2) Pneumonia : diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak

mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol

keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu

ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.

3) Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di

rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain

yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan,

antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol.

Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat

adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher,

dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi

antibiotik (penisilin) selama 10 hari. Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan

tanda bahaya harus diberikan perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya.

d. Perawatan di rumah

Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang

menderita ISPA.

1) Mengatasi panas (demam)

Untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun demam diatasi dengan memberikan

parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus

segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara

pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan

44

Page 45: ISI BAB I-VI

diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan

pada air (tidak perlu air es).

2) Mengatasi batuk

Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk

nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan

tiga kali sehari.

3) Pemberian makanan

Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu

lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang

menyusu tetap diteruskan.

4) Pemberian minuman

Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari

biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan

menambah parah sakit yang diderita.

5) Lain-lain

a) Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat,

lebih-lebih pada anak dengan demam.

b) Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan

dan menghindari komplikasi yang lebih parah.

c) Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup

dan tidak berasap.

d) Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan

untuk membawa kedokter atau petugas kesehatan.

45

Page 46: ISI BAB I-VI

e) Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan

agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh.

Dan untuk penderita yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari

anak dibawa kembali ke petugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang.

8. Pencegahan ISPA

Menurut Depkes RI, (2002) pencegahan ISPA antara lain:

a. Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik

Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik maka itu akan mencegah kita atau

terhindar dari penyakit yang terutama antara lain penyakit ISPA. Misalnya dengan

mengkonsumsi makanan empat sehat lima sempurna, banyak minum air putih,

olah raga dengan teratur, serta istirahat yang cukup, kesemuanya itu akan menjaga

badan kita tetap sehat. Karena dengan tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh

kita akan semakin meningkat, sehingga dapat mencegah virus / bakteri penyakit

yang akan masuk ke tubuh kita.

b. Imunisasi

Pemberian immunisasi sangat diperlukan baik pada anak-anak maupun orang

dewasa. Immunisasi dilakukan untuk menjaga kekebalan tubuh kita supaya tidak

mudah terserang berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh virus / bakteri.

c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan

Membuat ventilasi udara serta pencahayaan udara yang baik akan mengurangi

polusi asap dapur / asap rokok yang ada di dalam rumah, sehingga dapat

mencegah seseorang menghirup asap tersebut yang bisa menyebabkan terkena

46

Page 47: ISI BAB I-VI

penyakit ISPA. Ventilasi yang baik dapat memelihara kondisi sirkulasi udara

(atmosfer) agar tetap segar dan sehat bagi manusia.

d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) ini disebabkan oleh virus/ bakteri yang

ditularkan oleh seseorang yang telah terjangkit penyakit ini melalui udara yang

tercemar dan masuk ke dalam tubuh. Bibit penyakit ini biasanya berupa virus /

bakteri di udara yang umumnya berbentuk aerosol (anatu suspensi yang melayang

di udara). Adapun bentuk aerosol yakni Droplet, Nuclei (sisa dari sekresi saluran

pernafasan yang dikeluarkan dari tubuh secara droplet dan melayang di udara),

yang kedua duet (campuran antara bibit penyakit).

47

Page 48: ISI BAB I-VI

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual Penelitian

Gambar III: Kerangka Konsep Modifikasi (Darmanto, 2007; Tambayong,

2009; dan Corwin, 2009)

Keterangan: : Variabel yang diteliti

--------------- : Variabel yang tidak diteliti

48

FAKTOR

EKSTRINSIK

Kondisi Rumah

Ventilasi

Pengelolaan Sampah

Pembakaran Sampah

Polusi

Kebiasaan Merokok

FAKTOR INTRINSIK

Status Gizi

Status Imunisasi

ISPA

Page 49: ISI BAB I-VI

Faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA dipengaruhi oleh faktor

ekstrinsik yang terdiri dari kondisi rumah diliat dari segi ventilasi,

pengelolaan sampah yang berasal dari pembakaran sampah, polusi dan

kebiasaan merokok. Faktor intrinsik yang terdiri dari status gizi dan

imunisasi.

3.2 Hipotesis Penelitian

1. Adanya hubungan ventilasi rumah yang menjadi faktor resiko terjadinya

ISPA pada balita.

2. Adanya hubungan pembakaran sampah rumah tangga yang menjadi faktor

resiko terjadinya ISPA pada balita.

49

Page 50: ISI BAB I-VI

BAB IV

METODE PENELITIAN

4. 1 Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang dilaksanakan termasuk jenis penelitian observasional

karena tidak ada intervensi pada subyek penelitian. Dari segi sifat dan cara

pembahasan masalahnya penelitian ini termasuk penelitian analitik yaitu data-data

diolah dan dianalisis dengan uji statistik untuk menjelaskan hubungan antara

variable melalui pengujian hipotesis. Dari segi waktu merupakan penelitian Cross

Sectional dan menurut tempat adalah penelitian lapangan. Penelitian ini

dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran tentang hubungan pembakaran

sampah rumah tangga dengan angka kejadian ISPA pada balita di wilayah RT 17

dan RT 18 RW 3 di desa Taman kecamatan Taman kabupaten Sidoarjo tahun

2013.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Pengambilan data akan dilaksanakan pada bulan Oktober 2013

2. Tempat penelitian

Lokasi dilaksanakan di Posyandu RT 17 dan RT 18 RW 03 di desa Taman

kecamatan Taman kabupaten Sidoarjo.

Lokasi ini dipilih dengan pertimbangan sebagai berikut :

50

Page 51: ISI BAB I-VI

Tingginya angka kejadian ISPA pada ibu yang memiliki balita di RT 17 dan RT

18 RW 03 di desa Taman kecamatan Taman kabupaten Sidoarjo.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi

Sebagai populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita di

wilayah RT 17 dan RT 18 RW 3 di desa Taman kecamatan Taman kabupaten

Sidoarjo.

4.3.2 Sampel

Besar sampel dalam penelitian ini adalah 20 ibu yang memiliki balita di

wilayah RT 17 dan RT 18 RW 3 di desa Taman kecamatan Taman kabupaten

Sidoarjo.

Cara Penentuan Besar Sampel

Cara yang digunakan untuk menentukan besar sample adalah sebagai

berikut :

Besarnya sample :

n = N = 25

1 + N (d)² 1+25 (0,1) ²

= 25

1+ 25(0,01)

= 20

51

Page 52: ISI BAB I-VI

Sumber : Kunjungan ibu di posyandu di wilayah RT 17 dan RT 18

RW 3 di desa Taman kecamatan Taman kabupaten Sidoarjo.

Keterangan

n = Jumlah Sampel

N = Jumlah populasi

d = Presisi (0,1)

Cara Pengambilan Sampel

Penetapan sample ibu hamil yang diteliti ditentukan secara simple

random sampling.

4.4 Variabel Penelitian

1. Variabel Penelitian

a. Variabel bebas adalah variable yang mempengaruhi variable terikat.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah yang terdiri ventilasi rumah dan

pembakaran sampah.

b. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variebel bebas.

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah balita yang terkena

ISPA.

2. Cara Pengukuran

Dalam penelitian ini cara yang digunakan untuk mengukur variabel

pendidikan, jampersal, dan pengetahuan adalah dengan lembar kuisioner,

wawancara, dan lembar observasi.

52

Page 53: ISI BAB I-VI

4.5. Definisi Operasional

Tabel IV. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Kriteria Skala

1 Ventilasi Pergerakan

udara masuk

ke dan keluar

dari ruang

tertutup

Lembar

kuisioner

Wawancara

Baik

Buruk

Nominal

2 Pembakaran

sampah

Teknologi

pengolahan

sampah

dengan cara di

bakar

Lembar

kuisioner

Wawancara

Dibakar

Tidak

dibakar

Nominal

3 ISPA (Infeksi

Saluran

Pernafasan

Akut)

infeksi yang

menyerang

tenggorokan,

hidung dan

paru-paru yang

berlangsung

kurang lebih

14 hari

Lembar

kuisioner

Wawancara

ISPA

Tidak

ISPA

Nominal

53

Page 54: ISI BAB I-VI

4.6. Teknik Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data

a. Jenis Data

Pada penelitian ini menggunakan 2 jenis data yaitu data primer dan

data sekunder yaitu :

1. Data Primer

Merupakan data yang diperoleh melalui tinjauan langsung di

lapangan yaitu dengan melakukan observasi, wawancara dan

pengisian kuisioner dengan ibu yang memiliki balita yang

menjadi sample.

2. Data Sekunder

Merupakan data yang diperoleh dari instansi yaitu Kantor

Kecamatan Taman dan Puskesmas Taman yang meliputi

geografis, keadaan demografi, dan cakupan ibu yang memiliki

balita.

b. Metode Pengumpulan Data

1. Wawancara

Wawancara dilakukan dengan tanya jawab secara langsung

kepada responden dengan menggunakan lembar kuisioner

untuk memperoleh data yang diperlukan

2. Observasi

54

Page 55: ISI BAB I-VI

Observasi yang dilakukan dengan pengamatan langsung.

3. Dokumentasi

Metode ini digunakan untuk memperoleh data lengkap melalui

menyalin data sekunder antara lain sekunder antara lain data

demografi, geografi dan lain-lainnya

2. Instrumen Pengumpulan Data

Dalam pelaksanaannya di lapangan untuk pengambilan data

diperlukan beberapa instrument antara lain :

a. Lembar Kuisioner

b. Lembar Observasi

c. Alat Tulis

4.7 Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

a. Editing

Melihat data yang diperoleh untuk mengetahui apakah data

tersebut sudah baik dan dapat disiapkan untuk proses selanjutnya.

b. Coding

Mengklasifikasikan data atau jawaban dari responden sesuai

dengan macamnya dengan kode pada masing-masing jawaban.

c. Tabulasi

Penyusunan data dalam bentuk tabel untuk memudahkan

pembacaan dan analisis data.

55

Page 56: ISI BAB I-VI

2. Analisis Data

a. Interpretasi table yaitu menyajikan data hasil penelitian yang telah

diolah dalam bentuk tabel distribusi dan tabel silang.

b. Uji statistik untuk membuktikan kebenaran hipotesis yang digunakan

adalah Uji Chi Square yang dilanjutkan dengan uji Kontingen.

56

Page 57: ISI BAB I-VI

BAB V

HASIL DAN ANALISA DATA

5.1 DESKRIPTIF DAERAH PENELITIAN

A. Gambaran Umum Daerah Penelitian

1. Data Wilayah/Geografis

Wilayah kerja Puskesmas Taman meliputi sebagian wilayah

Kecamatan Taman dengan batas-batas sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kecamatan Karang Pilang, Kodya

Surabaya.

Sebelah Timur : Kecamatan Waru

Sebelah Selatan : Kecamatan Sukodono

Sebelah Barat : Wilayah kerja Puskesmas Trosobo, Kec.

Taman

2 Luas daerah dan keadaan daerah :

Luas 14,96 km 2 (2,54% dari luas kabupaten Sidoarjo), wilayah

kerja Puskesmas Taman terbagi menjadi 8 kelurahan, 7 desa yang

semuanya sudah Swasembada dengan 101 RW, 448 RT

Gambar V. Wilayah Kerja Puskesmas Taman

57

Page 58: ISI BAB I-VI

3. Data Dasar

a. Data Umum

1. Nama Puskesmas : Taman

2. Kecamatan : Taman

3. Kabupaten : Sidoarjo

4. Propinsi : Jawa Timur

b. Data Wilayah

Luas wilayah Puskesmas Taman adalah 14.96 km2, yang

terdiri dari tanah pekarangan (pemukiman) dan tanah

(tegalan). Wilayah kerja Puskesmas Taman meliputi 7

(tujuh) desa, dan 8 (delapan) kelurahan, sebagai berikut:

1. Taman

2. Kedung Turi

3. Ketegan

4. Sepanjang

5. Wonocolo

6. Bebekan

7. Ngelom

8. Kalijaten

9. Kletek

10. Geluran

11. Jemundo

12. Sadang

13. Tawang Sari

58

Page 59: ISI BAB I-VI

14. Bohar

15. Wage

4. Data Kependudukan

Jumlah penduduk Wilayah kerja Puskesmas Taman berdasarkan

proyeksi BPS (SUPAS) Kabupaten Sidoarjo tahun 2012 adalah

156.077 Jiwa dengan 42.004 Rumah tangga/KK atau rata – rata 3,7

jiwa per rumah tangga

a. Penduduk laki-laki : 78.574 jiwa (50,34%)

b. Penduduk perempuan : 77.503 jiwa (49,66%)

5.2 Karakteristik Responden

Dari hasil penelitian mengenai hubungan pembakaran sampah dengan

angka kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita

Untuk lebih jelas akan di uraikan sebagai berikut :

59

Page 60: ISI BAB I-VI

1. Pendidikan

Tabel V.I : Tingkat Pendidikan Responden di Posyandu IV

RT 17 dan 18 /RW 03 Kelurahan Taman

Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo periode

Januari-September 2013.

PENDIDIKAN

TERAKHIR

Rendah (<

SLTA)

Tinggi ( ≥

SLTA )

Total

Orang % Orang %

13 32 % 28 68 % 41(100%)

Sumber: Hasil survey

Dari tabel di atas diketahui bahwa ibu yang membawa balita

dengan pendidikan Rendah (< SLTA) sebanyak 13, dan pendidikan

Tinggi (≥ SLTA) sebanyak 28 dari total 41 ibu. Hal ini menunjukkan

bahwa ibu yang membawa balita di wilayah RT 17 dan 18/RW 03

Kelurahan Taman Kabupaten Sidoarjo termasuk berpendidikan

tinggi.

60

Page 61: ISI BAB I-VI

2. Pendapatan

PENDAPATAN <Rp.500.000,00

/bulan

Rp.500.000,00 -

Rp.1.000.000,00/bulan

>Rp.1000.000,00

/bulan

TOTAL

Orang % Orang % Orang %

10 25% 18 44% 13 31% 41(100%)

Tabel V.II : Jumlah Pendapatan Responden di Posyandu

IV RT 17 dan 18 /RW 03 Kelurahan Taman

Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo periode

Januari-September 2013.

Sumber: Hasil survey

Dari tabel di atas diketahui bahwa ibu dengan penghasilan keluarga

< Rp.500.000,00/bulan sebanyak 10 , ibu dengan penghasilan

keluarga Rp.500.000,00-Rp.1.000.000,00 sebanyak 18 dan ibu

dengan penghasilan keluarga > Rp.1.000.000,00 sebanyak 13. Hal

ini menunjukkan bahwa pendapatan keluarga di wilayah RT 17 dan

18/RW 03 Kelurahan Taman Kabupaten Sidoarjo sudah termasuk

kalangan menengah.

61

Page 62: ISI BAB I-VI

3. Angka Kejadian ISPA

Tabel V.III : Angka Kejadian ISPA pada Balita di Posyandu

IV RT 17 dan 18 /RW 03 Kelurahan Taman

Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo periode

Januari-September 2013.

ISPA ISPA NON ISPA Total

Orang % Orang %

27 66% 14 34% 41 (100%)

Sumber: Hasil survey

Dari tabel di atas diketahui bahwa balita yang mengalami ISPA

sebanyak 27 dan balita yang tidak mengalami ISPA sebanyak 14 .

Hal ini menunjukkan bahwa angka kejadian ISPA di wilayah RT 17

dan 18/RW 03 Kelurahan Taman Kabupaten Sidoarjo cukup tinggi.

62

Page 63: ISI BAB I-VI

4. Sarana tempat Sampah

Tabel V.IV : Responden yang memiliki sarana tempat sampah

di rumah di wilayah RT 17 dan 18 /RW 03 Kelurahan

Taman Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo

periode Januari-September 2013.

Tempat Sampah Punya Tidak Total

Orang % Orang % Orang %

33 81% 8 19% 41 100%

Sumber: Hasil survey

Dari tabel di atas diketahui bahwa keluarga yang memiliki

sarana tempat sampah di rumah sebanyak 33 dan responden yang

tidak memiliki tempat sampah dirumah sebanyak 8. Hal ini

menunjukkan bahwa kepemilikan sarana tempat sampah di rumah di

wilayah RT 17 dan 18/RW 03 Kelurahan Taman Kabupaten

Sidoarjo sudah cukup tinggi.

63

Page 64: ISI BAB I-VI

5. Perilaku membakar sampah

Tabel V.V : Responden yang memiliki sarana tempat sampah

di rumah di wilayah RT 17 dan 18 /RW 03

Kelurahan Taman Kecamatan Taman Kabupaten

Sidoarjo periode Januari-September 2013.

Sampah Dibakar Tidak Dibakar Total

Orang % Orang % Orang %

31 76% 10 24% 41 100%

Sumber: Hasil survey

Dari tabel di atas diketahui bahwa ibu yang membakar

sampahnya dirumah sebanyak 31 dan ibu yang tidak membakar

sampah nya dirumah sebanyak 10. Hal ini menunjukkan bahwa

perilaku membakar sampah rumah tangga dirumah di wilayah

RT 17 dan 18/RW 03 Kelurahan Taman Kabupaten Sidoarjo

cukup tinggi.

64

Page 65: ISI BAB I-VI

6. Ventilasi

Tabel V.VI : keadaan ventilasi rumah di wilayah RT 17 dan

18 /RW 03 Kelurahan Taman Kecamatan Taman Kabupaten

Sidoarjo periode Januari-September 2013.

Ventilasi Baik Tidak Baik Total

Orang % Orang % Orang %

12 30% 29 70% 41 100%

Sumber: Hasil survey

Dari tabel di atas diketahui bahwa keadaan ventilasi rumah

yang baik dan memenuhi syarat sebanyak 12 sedangkan keadaan

ventilasi rumah yang tidak baik dan memenuhi syarat sebanyak

29. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan ventilasi rumah di

wilayah RT 17 dan 18/RW 03 Kelurahan Taman Kabupaten

Sidoarjo cukup rendah.

65

Page 66: ISI BAB I-VI

5. 3 HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil penelitian dengan Uji Chi Square yang dilanjutkan uji

kontingen di dapatkan:

1. Hubungan antara ventilasi dan kejadian ISPA

Ho : Tidak ada hubungan antara ventilasi dan kejadian ISPA pada

penduduk ventilasi rumah di wilayah RT 17 dan 18/RW 03

Kelurahan Taman Kabupaten Sidoarjo.

H1 : Ada hubungan antara ventilasi dan kejadian ISPA pada

penduduk ventilasi rumah di wilayah RT 17 dan 18/RW 03

Kelurahan Taman Kabupaten Sidoarjo.

Tabel V.VII : Hubungan Ventilasi Rumah dan Kejadian ISPA

di wilayah RT 17 dan 18 /RW 03 Kelurahan Taman

Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo periode Januari-

September 2013.

Ventilasi Kejadian ISPA

Ya Tidak Jumlah

Baik 12 (44,4%) 0 (0%) 12 (29,3%)

Buruk 15 (56,6%) 14 (100%) 29 (70,7%)

Total 27 (100%) 14 (100%) 41 (100%)

66

Page 67: ISI BAB I-VI

Kesimpulan

Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Uji chi- square yang

dilanjutkan dengan Uji Kontingen didapatkan p = 0.003 dan koefisien kontingen

0.420 , artinya H0 ditolak ( H1 diterima ) dengan demikian ada hubungan sedang

antara keadaan ventilasi dirumah dengan tingkat kejadian ISPA.

2. Hubungan antara pembakaran sampah dan kejadian ISPA

Ho : Tidak ada hubungan antara pembakaran dan kejadian ISPA pada

penduduk rumah di wilayah RT 17 dan 18/RW 03 Kelurahan Taman

Kabupaten Sidoarjo.

H1 : Ada hubungan antara pembakaran dan kejadian ISPA pada

penduduk rumah di wilayah RT 17 dan 18/RW 03 Kelurahan Taman

Kabupaten Sidoarjo.

Tabel V.VIII : Hubungan Pembakaran Sampah Rumah Tangga dan

Kejadian ISPA di wilayah RT 17 dan 18 /RW 03 Kelurahan Taman

Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo periode Januari-September

2013.

Pembakaran Kejadian ISPA

Ya Tidak Jumlah

Dibakar 27 (100%) 4 (28,6%) 31 (75,6%)

Tidak dibakar 0 (0%) 10 (71,4%) 10 (24,4%)

Total 27 (100%) 14 (100%) 41 (100%)

67

Page 68: ISI BAB I-VI

Kesimpulan :

Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Uji chi- square yang

dilanjutkan dengan Uji Kontingen didapatkan p = 0.000 dan koefisien kontingen

0.619 , artinya H0 ditolak ( H1 diterima ) dengan demikian ada hubungan yang

kuat antara keadaan pembakaran sampah dirumah dengan tingkat kejadian ISPA.

5.4 PEMBAHASAN

Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah diharapkan pada BAB I pada

bagian ini akan diuraikan tentang pembahasan hasil penelitian yang telah

dilaksanakan mengenai tentang hubungan pembakaran sampah rumah tangga

dengan angka kejadian ISPA pada balita di wilayah RT 17 dan RT 18 RW 3 di

desa Taman kecamatan Taman kabupaten Sidoarjo tahun 2013.

1. Hubungan antara ventilasi dan kejadian ISPA

Kurangnya ventilasi akan menyebabkan O2 (oksigen) di dalam rumah

yang berarti kadar CO2 (karbondioksida) yang bersifat racun bagi penghuninya

menjadi meningkat. Tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban

udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan dari kulit dan

penyerapan. Kelembaban ini merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri,

patogen (bakteri-bakteri penyebab penyakit)

68

Page 69: ISI BAB I-VI

2. Hubungan antara pembakaran sampah dan kejadian ISPA

Asap pembakaran mengandung berbagai partikel, seperti Timbal (Pb),

Besi (Fe), Mangan (Mn), Arsen (Ar), Cadmium (Cd) yang dapat

menyebabkan iritasi pada mukosa saluran napas sehingga saluran

penapasan mudah mengalami infeksi (Syarif, 2009). Partikel-partikel

tersebut bila masuk ke dalam tubuh akan menyebabkan sel epitel dan

silianya mudah rusak sehingga benda asing yang masuk ke dalam saluran

pernapasan tidak dapat dikeluarkan. Dengan demikian, saluran pernapasan

akan mengerut yang disebabkan oleh saraf-saraf yang terdapat di dalam

saluran pernapasan terganggu. Respon yang diberikan tubuh bila

mengalami keadaan tersebut adalah mengeluarkan sekret atau benda asing

secara aktif melalui batuk (Kassamsi, 2008).

69

Page 70: ISI BAB I-VI

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan , dapat disimpulkan bahwa :

1. Terbukti adanya hubungan proses pembakaran sampah dengan kejadian

ISPA dan berdasarkan uji kontingensi didapatkan hubungan yang kuat hal

ini berarti pembakaran sampah merupakan salah satu faktor utama yang

dapat menyebabkan ISPA di RT 17 dan 18 / RW 03 Desa Taman,

Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoarjo.

2. Terbukti adanya hubungan antara keadaan ventilasi rumah dengan

kejadian ISPA dan berdasarkan uji kontingensi didapatkan hubungan

yang lemah hal ini berarti keadaan ventilasi rumah yang buruk merupakan

salah satu faktor yang dapat menyebabkan ISPA di RT 17 dan 18 / RW 03

Desa Taman, Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoarjo, tetapi bukan

merupakan faktor utama karena didapatkan variable pengganggu.

70

Page 71: ISI BAB I-VI

6.2. SARAN

6.2.1. Saran untuk Masyarakat

a. Membiasakan diri untuk tidak membakar sampah hasil rumah tangga.

b. Memanfaatkan barang- barang rumah tangga yang dapat berfungsi sebagai

tempat penampungan sampah sementara.

c. Membenahi ventilasi rumah agar dapat berfungsi dengan baik.

d. Sering membuka jendela rumah agar sirkulasi udara di dalam rumah menjadi

seimbang.

e. Menyediakan tenaga untuk membantu pengangkutan sampah hasil rumah

tangga ke tempat pembuangan akhir.

6.2.2. Saran untuk Puskesmas

a. Memberikan sosialisasi kepada masyarakat agar masyarakat mampu

mengelola sampah rumah tangganya sendiri dengan baik.

b. Memberikan fasilitas tempat pembuangan sampah sementara di rumah-

rumah penduduk.

c. Membagikan masker secara Cuma- Cuma kepada para penduduk agar asap

hasil pembakaran sampah tidak terhirup.

71

Page 72: ISI BAB I-VI

LAMPIRAN

Informed Consent

Persetujuan menjadi Responden Penelititan

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : ……………………………………………………………………..

Alamat : ……………………………………………………………………..

NO KTP : ……………………………………………………………………..

Tanda tangan : ……………………………………………………………………..

Bersedia ikut serta dalam penelitian ini dengan mengisi kuisioner.

72

Page 73: ISI BAB I-VI

KUESIONER PENILAIAN

HUBUNGAN PEMBAKARAN SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN

ANGKA KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT ( ISPA )

PADA BALITA DI WILAYAH RT 17 DAN RT 18 /RW 03 DESA TAMAN

KECAMATAN TAMAN KABUPATEN SIDOARJO

TANGGAL PEMERIKSAAN :...............................................

NAMA IBU/AYAH :.............................................

USIA IBU/AYAH : ...........................................

TINGKAT PENDIDIKAN IBU/ : ° TIDAK SEKOLAH

AYAH ° SD

° SLTP

° SLTA

° PT/DIPLOMA

PEKERJAAN IBU/AYAH : 1. TidakBekerja

2. PNS/Pensiunan PNS

3. POLRI/TNI/Pensiunan

4. Wiraswasta

5.Pedagang

6.Petani

7. Buruh

73

IDENTITAS RESPONDEN

Page 74: ISI BAB I-VI

8. Lain-Lain

PENGHASILAN KELUARGA :

1. <Rp.500.000,-/bulan

2. 500.000 - 1.000.000/bulan

3. >Rp.1.000.000,-/bulan

ALAMAT :...........................................................

JUMLAH BALITA : ...........USIA................THN

JENIS KELAMIN : ............................................

BERAT BADAN BALITA : .............................................

1. Apa kepanjangan dari ISPA :

a. Infeksi Saluran Pernapasan Atas

b. Infeksi Saluran Pernapasan Akut

c. Infeksi Saluran Pernapasan Anak

2. Manakah yang merupakan salah satu dari gejala ISPA?

a. Sakit perut b. Muntah c. Batuk pilek

3. Pencegahan apa yang dilakukan agar ISPA tidak menular kepada orang lain?

a. Menggunakan masker.

b.  Makan-makanan yang bergizi

c. Merokok 

4. Apakah daya tahan tubuh berpengaruh terhadap terjadinya ISPA?

74

BALITA

PENGETAHUAN ISPA

Page 75: ISI BAB I-VI

a. Ya b. Tidak

5. Apakah ISPA bisa disembuhkan hanya dengan istirahat?

a. Ya b. Tidak

6. Apakah anak saudara pernah ada yang menderita Infeksi saluran

pernafasan atas dalam 1 bulan terakhir ini :

a. Ya b. Tidak

7. Jika pernah, berapa kali dalam 1 bulan terakhir ini anak menderita ISPA :

a. >3 x b. <3x

8. Apa pengertian sampah yang saudara ketahui ?

a. Sesuatu yang tidak dipakai dan tidak disenangi dan harus dibuang yang

umumnya berasal dari kegiatan manusia

b. Sesuatu yang berasal dari kegiatan manusia termasuk kotoran

c. Tidak tahu.

9. Apa yang saudara ketahui mengenai pembagian sampah menurut mudah

tidaknya membusuk ?

a. Sampah organik dan anorganik

b. Sampah basah dan sampah kering

c. Tidak tahu

10. Apa yang saudara ketahui tentang sampah organik ?

a. Sampah yang berupa sisa-sisa dapur, seperti sayur-sayuran

b. Sampah plastik atau kaca

c. Tidak tahu

75

ANGKA KEJADIAN ISPA

PENGETAHUAN SAMPAH

Page 76: ISI BAB I-VI

11. Apa yang saudara ketahui tentang dampak negatif akibat sampah ?

a. Menyebabkan penyakit, mengganggu estetika, mencerminkan status

sosial masyarakat yang rendah

b. Menyebabkan penyakit dan mengganggu estetika

c. Tidak tahu

12. Apa yang saudara ketahui tentang dampak positif akibat sampah ?

a. Dapat menghasilkan uang jika diolah menjadi barang baru serta dapat

digunakan lagi sehingga mengurangi pengeluaran

b. Sampah tidak memberikan dampak positif

c. Tidak tahu

13. Apa yang saudara ketahui tentang Reduce (mengurangi sampah) ?

a. Mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan dari tiap rumah tangga

b. Mengurangi sampah yang dsaudaraang ke TPA oleh rumah tangga

c. Tidak tahu

14. Apa yang saudara ketahui tentang Reuse (menggunakan kembali) ?

a. Menggunakan kembali sampah yang bisa digunakan kembali

b. Menggunakan kembali sampah yang telah didaur ulang

c. Tidak tahu

15. Apa yang saudara ketahui tentang Recycle (mendaur ulang sampah) ?

a. Mengubah sampah menjadi barang baru yang siap pakai

b. Menggunakan barang lama menjadi barang yang dipakai lagi

c. Tidak tahu

16. Apakah saudara setuju tiap rumah tangga harus mempunyai tempat

pembuangan sampah sementara ?

a. Setuju

76

Page 77: ISI BAB I-VI

b. Kurang setuju

c. Tidak setuju

17. Apakah saudara setuju bahwa sampah harus dipisahkan antara yang

mudah membusuk dan tidak mudah membusuk ?

a. Setuju

b. Kurang setuju

c. Tidak setuju

18. Apakah saudara setuju tiap rumah tangga harus melakukan pemisahan

sampah ?

a. Setuju

b. Kurang setuju

c. Tidak setuju

19. Apakah saudara setuju sampah yang dihasilkan tiap rumah tangga sebisa

mungkin harus dikurangi jumlahnya untuk mengurangi dampak negatif

akibat sampah ?

a. Setuju

b. Kurang setuju

c. Tidak setuju

20. Apakah saudara setuju sebaiknya saudara rumah tangga menggunakan

barang-barang yang dapat digunakan kembali untuk mengurangi

produksi sampah?

a. Setuju

b. Kurang setuju

c. Tidak setuju

21. Apakah saudara setuju sebaiknya sampah dimanfaatkan kembali

sehingga bernilai positif untuk hal-hal tertentu?

77

Page 78: ISI BAB I-VI

a. Setuju

b. Kurang setuju

c. Tidak setuju

22. Jika setuju sudahkah saudara memanfaatkan kembali sampah yang ada

dirumah sehingga dapat bernilai positif.

a. Ya,digunakan sebagai...........................

b. Tidak

23. Apakah saudara setuju sebaiknya sampah yang masih bisa dipakai tidak

dibuang tetapi dimanfaatkan kembali?

a. Setuju

b. Kurang setuju

c. Tidak setuju

24. Apakah ada Tempat sampah di dalam rumah :

a. Ya

b. Tidak

25. Apabila ada, apakah tempat sampah memenuhi syarat kesehatan :

(jawaban boleh dari satu)

a. Dari bahan kedap air c. Cukup untuk menampung

sampah

b. Tidak mudah berkarat d. Tertutup

26. Jika tidak, jarak tempat sampah dari rumah :

a. > 5 meter

b. < 5 meter

27. Pembuangan sampah akhir :

a. Dibakar b. Ditimbun c. Dibuang ke sungai d. Diangkut petugas

78

VENTILASI

Page 79: ISI BAB I-VI

28. Apakah rumah anda terdapat ventilasi ?

a.Ya

b.Tidak

29. Apakah jendela anda dibuka pada siang hari ?

a.Ya

b.Tidak

c.Kadang-kadang

30. Apa fungsi dari ventilasi ruangan ?

a. Tempat pertukaran udara sehingga suhu & kelembapan ruangan

dalam keadaan optimal

b. Tempat masuknya cahaya matahari sehingga ruangan menjadi lebih

terang

31. Bagaimana luas ventilasi yang baik ?

a. 10 % dari luas lantai

b. 5 % dari luas lantai

79

Page 80: ISI BAB I-VI

HASIL PERHITUNGAN

HUBUNGAN VENTILASI RUMAH DENGAN ANGKA KEJADIAN ISPA

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided) Point Probability

Pearson Chi-Square 8.797a 1 .003 .003 .002

Continuity Correctionb 6.781 1 .009

Likelihood Ratio 12.476 1 .000 .003 .002

Fisher's Exact Test .003 .002

Linear-by-Linear Association 8.582c 1 .003 .003 .002 .002

N of Valid Cases 41

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,10.

b. Computed only for a 2x2 table

c. The standardized statistic is 2,930.

80

Page 81: ISI BAB I-VI

Symmetric Measures

Value

Asymp. Std.

Errora Approx. Tb Approx. Sig. Exact Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .420 .003

Interval by Interval Pearson's R .463 .081 3.264 .002c

Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .463 .081 3.264 .002c

N of Valid Cases 41

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

c. Based on normal approximation.

HASIL PERHITUNGAN

HUBUNGAN VENTILASI RUMAH DENGAN ANGKA KEJADIAN ISPA

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided) Point Probability

Pearson Chi-Square 25.507a 1 .000 .000 .000

Continuity Correctionb 21.781 1 .000

Likelihood Ratio 28.802 1 .000 .000 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 24.885c 1 .000 .000 .000

N of Valid Cases 41

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,41.

b. Computed only for a 2x2 table

c. The standardized statistic is 4,988.

81

Page 82: ISI BAB I-VI

Symmetric Measures

Value

Asymp. Std.

Errora Approx. Tb Approx. Sig. Exact Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .619 .000

Interval by Interval Pearson's R .789 .090 8.013 .000c

Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .789 .090 8.013 .000c

N of Valid Cases 41

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

c. Based on normal approximation.

DAFTAR PUSTAKA

Alkadra, et.al .Ikhtisar Penyakit Anak. Alih bahasa: Eric Gultom. Bina rupa

Aksara. Jakarta. 1999.

Dep Kes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.

Gelbert,dkk. Lokakarya Dan Rakernas Pemberantasan Penyakit Infeksi saluran

pernapasan akut. 1996.

Hadiwiyoto.Bimbingan Ketrampilan Dalam Penatalaksanaan Infeksi Saluran

Pernapasan Akut Pada Anak. Jakarata, :10 ,1983.

Hartoyo. Masalah Batuk pada Anak. Continuing Education Anak. FK-UNAIR.

1958.

Syafruddin, Pendekatan Risiko Tinggi Dalam Pengelolaan Pelayanan Kesehatan

Anak.Continuing Education IlmuKesehatanAnak. FK-UNAIR 2004.

82

Page 83: ISI BAB I-VI

.

83