isi bab i-vi
DESCRIPTION
my final paper from chapter I to IVTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dalam mencapai kondisi masyarakat yang hidup sehat dan sejahtera di
masa yang akan datang, akan sangat diperlukan adanya lingkungan permukiman
yang sehat. Secara umum, menurut Peraturan Menteri PU nomor: 21/PRT/M/2006
yang berasal dari aspek persampahan, maka kata sehat akan berarti sebagai
kondisi yang akan dapat dicapai bila sampah dapat dikelola secara baik sehingga
bersih dari lingkungan permukiman dimana manusia beraktifitas di dalamnya.
Visi pengembangan sistem pengelolaan persampahan Departemen
Kimpraswil, yaitu “Permukiman Sehat Yang Bersih Dari Sampah”
menggambarkan keinginan terwujudnya suatu kondisi lingkungan yang baik dan
sehat. Secara umum, menurut Peraturan Menteri PU nomor: 21/PRT/M/2006,
daerah yang mendapatkan pelayanan persampahan yang baik akan dapat
ditunjukkan memiliki kondisi sebagai berikut:
a. Seluruh masyarakat memiliki akses untuk penanganan sampah yang
dihasilkan dari aktifitas sehari-hari, baik di lingkungan perumahan, perdagangan,
perkantoran, maupun tempat-tempat umum lainnya.
b. Masyarakat memiliki lingkungan permukiman yang bersih karena sampah
yang dihasilkan dapat ditangani secara benar.
c. Masyarakat mampu memelihara kesehatannya karena tidak terdapat
sampah yang berpotensi menjadi bahan penularan penyakit seperti diare, tipus,
1
disentri, dan lain-lain; serta gangguan lingkungan baik berupa pencemaran udara,
air atau tanah.
d. Masyarakat dan dunia usaha/swasta memiliki kesempatan untuk
berpartisipasi dalam pengelolaan persampahan sehingga memperoleh manfaat
bagi kesejahteraannya.
Prinsipnya pendekatan sumber sampah menghendaki dikuranginya produk
sampah yang akan dikirim ke tempat pengolahan akhir. Cara yang dapat ditempuh
untuk mengurangi sampah antara lain pemilahan sampah dan penerapan prinsip
3R (Reduce, Reuse, Recycle) atau pengurangan, penggunaan kembali dan
mendaur ulang sampah (Syafruddin, 2004).
Pengkajian mengenai pengelolaan sampah yang diuji cobakan menjadi
kajian yang sangat menarik dan strategis, sebagai sebuah upaya untuk mengatasi
permasalahan sampah, terkait dengan jumlah sampah yang semakin meningkat.
Hasil dari kajian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam rangka menemukan
model yang paling tepat tentang pengelolaan sampah rumah tangga berbasis
masyarakat yang dapat diterapkan baik di perdesaan maupun perdesaan pada
umumnya,khususnya di RT 17/RW 03 dan RT 18/RW 03 Desa Taman Kecamatan
Taman Kabupaten Sidoarjo.
Dalam GBHN, dinyatakan bahwa pola dasar pembangunan Nasional pada
hakekatnya adalah Pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan
masyarakat Indonesia. Jadi jelas bahwa hubungan antara usaha peningkatan
kesehatan masyarakat dengan pembangunan, karena tanpa modal kesehatan
niscaya akan gagal pula pembangunan kita.
2
Usaha peningkatan kesehatan masyarakat tidaklah mudah, karena masalah
ini sangatlah kompleks, dimana penyakit yang terbanyak diderita oleh masyarakat
terutama pada yang paling rawan yaitu ibu dan anak, ibu hamil dan ibu meneteki
serta anak bawah lima tahun .
Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama adalah ISPA
(Infeksi Saluran Pernapasan Akut) yaitu meliputi infeksi akut saluran pernapasan
bagian atas dan infeksi akut saluran pernapasan bagian bawah. ISPA adalah suatu
penyakit yang terbanyak diderita oleh anak- anak, baik di negara berkembang
maupun di negara maju dan sudah mampu. Banyak dari mereka perlu masuk
rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran
pernapasan pada masa bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai
masa dewasa, dimana ditemukan adanya hubungan dengan terjadinya Chronic
Obstructive Pulmonary Disease .
ISPA sebagai penyebab utama kematian pada bayi dan balita diduga
karena pnemonia dan merupakan penyakit yang akut dan kualitas penata
laksanaannya masih belum memadai. Upaya pemberantasan penyakit ISPA
dilaksanakan dengan fokus penemuan dini dan tata laksana kasus secara cepat dan
tepat. Upaya ini dikembangkan melalui Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
Jumlah penderita dari tahun ketahun masih cukup tinggi.
3
Jumlah Penderita, Incidence Rate & Case Fatality Rate ISPA di Jawa Timur, 2001-2006
0
0
1
10
100
1.000
10.000
100.000
2001 2002 2003 2004 2005 2006
Penderita IR CFR
Gambar I . Jumlah Penderita, IR & CFR ISPA di Jawa Timur Tahun
2001-2006
Namun jumlah yang tercatat tersebut belum seluruh penderita yang
ditemukan. Baru pada tahun 2006 kasus yang ditemukan bisa mencakup 92,85%
dari perkiraan kasus, sebagaimana yang ditunjukkan pada gambar dibawah. Upaya
pemberantasan penyakit ISPA dilaksanakan dengan fokus penemuan dini dan tata
laksana kasus secara cepat dan tepat. Upaya ini dikembangkan melalui
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).
Jumlah penderita pnemonia keseluruhan sebesar 114.858, dengan jumlah
balita penderita pnemonia yang dilaporkan di Jawa Timur tahun 2006 sebanyak
98.050, yang dapat ditangani 93.215 (95,07 %), dibandingkan pada tahun 2005
terjadi kenaikan dimana jumlah penderita pnemonia pada balita pada tahun 2005
sebesar 89.410, yang mendapatkan penanganan sebesar 62.629 (70,05 %), namun
4
demikian prosentase balita yang ditangani hampir mencapai target yang telah
ditentukan yaitu mencapai 100% seluruh penderita. ( Dinas Kesehatan Propinsi
Jawa Timur, 2001-2006).
Desa Taman termasuk di urutan 3 besar desa yang memiliki angka
kejadian ISPA yang cukup tinggi setiap bulannya. Di desa Taman dilaporkan
tahun 2013 sebanyak 37 Orang (7,2%).
Tabel I. Rekapitulasi Hasil Penemuan Penderita ISPA atau Pneumonia
Bulan Januari – September tahun 2013
No
.
Desa Jan Fe
b
Mar Ap
r
Mei Jun Jul Agu
s
Sept Total
1. Taman 2 10 3 6 2 4 6 3 1 37
2. Kedung
Turi
- 6 1 3 2 - 2 1 2 17
3 Ketegan 3 6 6 1 5 4 3 8 1 37
4 Sepanjang 4 8 5 7 2 3 2 2 3 36
5 Wonocolo 10 25 7 4 5 4 12 6 8 81
6 Bebekan 8 13 3 12 6 3 6 3 8 62
7 Ngelom 4 10 10 7 2 2 3 1 5 44
8 Kletek 5 10 5 7 5 3 4 5 1 45
9 Kalijaten 1 5 7 2 5 1 10 2 4 37
10 Geluran 5 12 8 3 2 2 2 2 3 39
11 Zemundo - 2 4 3 4 - 2 2 3 20
12 Sadang 1 1 1 - - - 1 - - 4
5
No
.
Desa Jan Fe
b
Mar Ap
r
Mei Jun Jul Agu
s
Sept Total
13 Tawang
Sari
7 9 3 2 4 5 5 1 6 42
14 Bohar - 2 - - - 1 - - - 3
15 Wage - 5 - - - 1 3 1 3 13
Total 50 12
4
63 57 44 33 61 37 48 517
1.2 RUMUSAN MASALAH
Dengan melihat latar belakang di atas, timbul pertanyaan penelitian
(research question) sebagai berikut :
Bagaimana hubungan pembakaran sampah dengan angka kejadian ISPA di
RT 17/RW 03 dan RT 18/03 Desa Taman Kecamatan Taman Kabupaten
Sidoarjo ?
1.3. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan penelitian
(research question) yang muncul dengan latar belakang seperti yang diuraikan di
atas. Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.3.1. TUJUAN UMUM
6
Mengetahui hubungan antara pembakaran sampah rumah tangga dengan
kejadian ISPA di wilayah RT 17/RW 03 dan RT 18/RW 03 Desa Taman
Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo.
1.3.2. TUJUAN KHUSUS
1. Memperoleh gambaran pembakaran sampah rumah tangga yang ada di
wilayah RT 17/RW 03 dan RT 18/RW 03 Desa Taman Kecamatan
Taman Kabupaten Sidoarjo.
2. Memberikan rekomendasi untuk menyempurnakan pengelolaan sampah
rumah tangga yang ada di RT 17/RW 03 dan RT 18/RW 03 Desa
Taman Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo .
3. Memberikan pengetahuan pada masyarakat di RT 17/RW 03 dan RT
18/RW 03 Desa Taman Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo tentang
bahaya pembakaran sampah rumah tangga dirumah untuk kesehatan.
1.4. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Puskesmas Taman
Menjadi referensi yang bisa digunakan untuk kegiatan penyuluhan dalam
rangka bahan penyempurnaan sistem pengelolaan sampah untuk meningkatkan
kualitas lingkungan di wilayah RT 17/RW 03 dan RT 18/RW 03 Desa Taman
Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo serta mengurangi angka kejadian ISPA
pada anak yang disebabkan karena asap hasil pembakaran sampah rumah tangga
2. Bagi Peneliti
7
a. Meningkatkan kemampuan dalam melakukan penelitian khususnya untuk
permasalahan kesehatan lingkungan yang terjadi dalam kehidupan sekitar.
b. Menjadi materi referensi penelitian dalam bidang pengelolaan sampah
yang mengikutsertakan peran aktif masyarakat.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PERKEMBANGAN DESA DAN PERMASALAHAN LINGKUNGAN
Desa adalah suatu wilayah yang di tempati oleh sejumlah penduduk
sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat dan
hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah
camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU No.5 Tahun 1979).
Perkembangan desa yang cepat membawa dampak pada masalah
lingkungan. Perilaku manusia terhadap lingkungan akan menentukan wajah desa,
sebaliknya lingkungan juga akan mempengaruhi perilaku manusia. Lingkungan
yang bersih akan meningkatkan kualitas hidup (Alkadri et al, 1999:159).
Perkembangan desa akan diikuti pertambahan jumlah penduduk, yang juga
akan di ikuti oleh masalah – masalah sosial dan lingkungan. Salah satu masalah
lingkungan yang muncul adalah masalah persampahan. Permasalahan lingkungan
yang terjadi akan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan (Alkadri et al,
1999:163).
Sampah akan menjadi beban bumi, artinya ada resiko-resiko yang akan
ditimbulkannya (Hadi, 2000:40). Ketidakpedulian terhadap permasalahan
pengelolaan sampah berakibat terjadinya degradasi kualitas lingkungan yang tidak
9
memberikan kenyamanan untuk hidup, sehingga akan menurunkan kualitas
kesehatan masyarakat. Degradasi tersebut lebih terpicu oleh pola perilaku
masyarakat yang tidak ramah lingkungan, seperti membuang sampah di badan air
( Alkadri et al., 1999:264) sehingga sampah akan menumpuk di saluran air yang
ada dan menimbulkan berbagai masalah turunan lainnya. Kondisi ini sering terjadi
di wilayah-wilayah padat penduduk di perdesaan.
2.2. SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH
Sistem pengelolaan sampah adalah proses pengelolaan sampah yang
meliputi 2 (dua) macam aspek/komponen yang saling mendukung dimana antara
satu dengan yang lainnya saling berinteraksi untuk mencapai tujuan (Dept.
Pekerjaan Umum, SNI 19-2454-2002). Aspek tersebut meliputi: aspek teknis
operasional dan aspek peran serta masyarakat.
2.2.1. Aspek Teknik Operasional
Aspek Teknis Operasional merupakan komponen yang paling dekat
dengan obyek persampahan. Menurut Hartoyo (1998:6), perencanaan sistem
persampahan memerlukan suatu pola standar spesifikasi sebagai landasan yang
jelas. Spesifikasi yang digunakan adalah Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor
19-2454-2002 tentang Tata Cara Pengelolaan Sampah di Permukikman. Teknik
operasional pengelolaan sampah bersifat integral dan terpadu secara berantai
dengan urutan yang berkesinambungan yaitu: penampungan/pewadahan,
pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pembuangan/pengolahan.
10
Aspek Teknik Operasional merupakan salah satu upaya dalam mengontrol
pertumbuhan sampah, namun pelaksanaannya tetap harus disesuaikan dengan
pertimbangan kesehatan, ekonomi, teknik, konservasi, estetika dan pertimbangan
lingkungan (Tchobanoglous,1997:363).
1). Penampungan sampah
Proses awal dalam penanganan sampah terkait langsung dengan sumber
sampah adalah penampungan. Penampungan sampah adalah suatu cara
penampungan sampah sebelum dikumpulkan, dipindahkan, diangkut dan dibuang
ke TPA. Tujuannya adalah menghindari agar sampah tidak berserakan sehingga
tidak menggangu lingkungan. . Faktor yang paling mempengaruhi efektifitas
tingkat pelayanan adalah kapasitas peralatan, pola penampungan, jenis dan sifat
bahan dan lokasi penempatan (SNI 19-2454-2002)
2) Pengumpulan sampah
Pengumpulan sampah adalah cara proses pengambilan sampah mulai dari
tempat penampungan sampah sampai ke tempat pembuangan sementara. Pola
pengumpulan sampah pada dasarnya dikempokkan dalam 2 (dua) yaitu pola
individual dan pola komunal (SNI 19-2454-2002) sebagai berikut :
a. Pola Individual
Proses pengumpulan sampah dimulai dari sumber sampah kemudian
diangkut ke tempat pembuangan sementara/ TPS sebelum dibuang ke TPA.
b. Pola Komunal
11
Pengumpulan sampah dilakukan oleh penghasil sampah ke tempat
penampungan sampah komunal yang telah disediakan / ke truk sampah yang
menangani titik pengumpulan kemudian diangkut ke TPA tanpa proses
pemindahan.
3) Pemindahan sampah
Proses pemindahan sampah adalah memindahkan sampah hasil
pengumpulan ke dalam alat pengangkutan untuk dibawa ke tempat pembuangan
akhir. Tempat yang digunakan untuk pemindahan sampah adalah depo
pemindahan sampah yang dilengkapi dengan container pengangkut dan atau ram
dan atau kantor, bengkel (SNI 19-2454-2002). Pemindahan sampah yang telah
terpilah dari sumbernya diusahakan jangan sampai sampah tersebut bercampur
kembali (Widyatmoko dan Sintorini Moerdjoko, 2002:29).
4) Pengangkutan sampah
Pengangkutan adalah kegiatan pengangkutan sampah yang telah
dikumpulkan di tempat penampungan sementara atau dari tempat sumber sampah
ke tempat pembuangan akhir. Berhasil tidaknya penanganan sampah juga
tergantung pada sistem pengangkutan yang diterapkan. Pengangkutan sampah
yang ideal adalah dengan truck container tertentu yang dilengkapi alat pengepres,
sehingga sampah dapat dipadatkan 2-4 kali lipat (Widyatmoko dan Sintorini
Moerdjoko, 2002:29).
12
Tujuan pengangkutan sampah adalah menjauhkan sampah dari perdesaan
ketempat pembuangan akhir yang biasanya jauh dari kawasan perdesaan dan
permukiman.
5) Pembuangan akhir sampah
Pembuangan akhir merupakan tempat yang disediakan untuk membuang
sampah dari semua hasil pengangkutan sampah untuk diolah lebih lanjut. Prinsip
pembuang akhir sampah adalah memusnahkan sampah domestik di suatu lokasi
pembuangan akhir. Jadi tempat pembuangan akhir merupakan tempat pengolahan
sampah. Menurut SNI 19-2454-2002 tentang Teknik Operasional Pengelolaan
Sampah Perdesaan, secara umum teknologi pengolahan sampah dibedakan
menjadi 3 metode yaitu :
a. Metode Open Dumping
Merupakan sistem pengolahan sampah dengan hanya membuang/
menimbun sampah disuatu tempat tanpa ada perlakukan khusus/ pengolahan
sehingga sistem ini sering menimbulkan gangguan pencemaran lingkungan.
b. Metode Controlled Landfill (Penimbunan terkendali)
Controlled Landfill adalah sistem open dumping yang diperbaiki yang
merupakan sistem pengalihan open dumping dan sanitary landfill yaitu dengan
penutupan sampah dengan lapisan tanah dilakukan setelah TPA penuh yang
dipadatkan atau setelah mencapai periode tertentu.
c. Metode Sanitary landfill (Lahan Urug Saniter)
Sistem pembuangan akhir sampah yang dilakukan dengan cara sampah
ditimbun dan dipadatkan, kemudian ditutup dengan tanah sebagai lapisan
13
penutup. Pekerjaan pelapisan tanah penutup dilakukan setiap hari pada akhir jam
operasi.
d. Metode Incenerator (Pembakaran)
Membakar sampah yang sudah terkumpul sudah menjadi kebiasaan
masyarakat kebanyakan di pinggir kota dan di pedesaan, cara ini paling praktis,
namun hal ini mencemari udara dan mengganggu pernapasan. Sisa sampah yang
belum terbakar sempurna akan bertebaran. Karena itu, dianjurkan agar setiap kali
mambakar sampah harus diusahakan sampai apinya berkobar,sehingga sampah
bisa langsung habis di lalap api tanpa tersisa sedikit pun. Cara yang lebih praktis
dan aman dapat dilakukan dengan menggunakan mesin pembakar sampah
(incinerator)
2.2.2. Aspek Peran Serta Masyarakat
Peran serta masyarakat sangat mendukung program pengelolaan sampah
suatu wilayah. Peran serta masyarakat dalam bidang persampahan adalah proses
dimana orang sebagai konsumen sekaligus produsen pelayanan persampahan dan
sebagai warga mempengaruhi kualitas dan kelancaran prasarana yang tersedia
untuk mereka. Peran serta masyarakat penting karena peran serta merupakan alat
guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat
setempat,masyarakat lebih mempercayai proyek/program pembangunan jika
merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaan (LP3B Buleleng-Clean
Up Bali, 2003).
14
Bentuk peran serta masyarakat dalam penanganan atau pembuangan
sampah antara lain: pengetahuan tentang sampah/kebersihan, rutinitas
pembayaran retribusi sampah, adanya iuran sampah RT/RW/Kelurahan, kegiatan
kerja bakti, penyediaan tempat sampah.
2.3. DAMPAK JIKA SAMPAH TIDAK DIKELOLA
Menurut Gelbert dkk (1996:46-48), jika sampah tidak dikelola dengan
baik akan menimbulkan dampak negatif terhadap manusia dan lingkungan, yaitu:
2.3.1. Dampak terhadap Kesehatan
Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan
sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa
organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing yang dapat
menjangkitkan penyakit. Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah
sebagai berikut (Gelbert dkk 1996:46-48):
a. Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal
dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air minum.
b. Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit).
c. Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contohnya
adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini
sebelumnnya masuk ke dalam pencernakan binatang ternak melalui makanannya
yang berupa sisa makanan/sampah.
d. Sampah beracun: Telah dilaporkan bahwa di Jepang kira-kira 40.000 orang
meninggal akibat mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi oleh raksa(Hg).
15
Raksa ini berasal dari sampah yang dibuang ke laut oleh pabrik yang
memproduksi baterai dan akumulator.
2.3.2. Dampak terhadap Lingkungan
Cairan rembesan sampah (lindi) yang masuk ke dalam drainase atau
sungai akan mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati
sehingga beberapa spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan berubahnya
ekosistem perairan biologis (Gelbert dkk., 1996).
Penguraian sampah yang dibuang ke dalam air akan menghasilkan asam organik
dan gas cair organik, seperti metana. Selain berbau kurang sedap, gas ini dalam
konsentrasi tinggi dapat meledak (Gelbert dkk., 1996).
2.3.3. Dampak terhadap Keadaan Sosial dan Ekonomi
Dampak-dampak tersebut menurut Gelbert dkk, 1996 adalah sebagai
berikut:
a. Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang
kurang menyenangkan bagi masyarakat: bau yang tidak sedap dan pemandangan
yang buruk karena sampah bertebaran dimana-mana.
b. Memberikan dampak negatif terhadap kepariwisataan.
c. Pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat
kesehatan masyarakat. Hal penting disini adalah meningkatnya pembiayaan secara
langsung (untuk mengobati orang sakit) dan pembiayaan secara tidak langsung
(tidak masuk kerja, rendahnya produktivitas).
16
d. Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan akan
memberikan dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan, jembatan,
drainase, dan lain-lain.
e. Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang tidak
memadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk pengelolaan air. Jika
sarana penampungan sampah yang kurang atau tidak efisien, orang akan
cenderung membuang sampahnya di jalan. Hal ini mengakibatkan jalan perlu
lebih sering dibersihkan dan diperbaiki.
2.4. PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA
Pasal 19 UU RI Nomor 18 Tahun 2008 mengatur mengenai pengelolaan
sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga. Pasal tersebut
menyebutkan bahwa pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis
sampah rumah tangga terdiri atas pengurangan sampah dan penanganan sampah.
Dalam hal pengurangan sampah, lebih lanjut disebutkan dalam Pasal 20 sebagai
berikut :
a. Pengurangan sampah yang dimaksud dalam Pasal 19 huruf a meliputi kegiatan:
(1) pembatasan timbulan sampah; (2) pendauran ulang sampah; dan/atau (3)
pemanfaatan kembali sampah.
b. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut: (1) menetapkan target pengurangan
sampah secara bertahap dalam jangka waktu tertentu; (2) memfasilitasi penerapan
teknologi yang ramah lingkungan; (3) memfasilitasi penerapan label produk yang
17
ramah lingkungan; (4) memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur
ulang; (5) memfasilitasi pemasaran produk produk daur ulang.
c. Pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) menggunakan bahan produksi yang menimbulkan sampah sesedikit mungkin,
dapat diguna ulang, dapat didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.
d. Masyarakat dalam melakukan kegiatan pengurangan sampah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menggunakan bahan yang dapat diguna ulang, didaur
ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.
e. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengurangan sampah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan PP. UU RI Nomor 18
Tahun 2008 juga telah mengatur mengenai reward and punishment (hadiah dan
hukuman) berupa pemberian insentif dan disintensif sebagaimana diatur dalam
pasal Pasal 21 :
a. Pemerintah memberikan: (1) insentif kepada setiap orang yang melakukan
pengurangan sampah; dan (2) isinsentif kepada setiap orang yang tidak melakukan
pengurangan sampah.
b. Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, bentuk, dan tata cara pemberian insentif
dan disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan
pemerintah. Dalam Pasal 22 UU tersebut juga diatur mengenai mengenai
penanganan
sampah, yang meliputi :
a. pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan
jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah;
18
b. pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber
sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah
terpadu;
c. pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari
tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah
terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir;
d. pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah
sampah.
e. pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu
hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
2.4.1. Paradigma Baru Pengelolaan Sampah
M Gempur Adnan, Deputi II Bidang Pengendalian Pencemaran
kementerian Negara Lingkungan Hidup, mengatakan sebagai pengganti sistem
penumpukan sampah di tempat pembuangan akhir yang banyak diprotes
masyarakat, pemerintah kini mendorong penerapan pengelolaan sampah dengan
sistem 3R (reuse, reduce, dan recycle) pada skala desa. Program pengelolaan
sampah terpadu dengan prinsip pengunaan kembali, daur ulang dan pengurangan
(reuse, recycle, reduce/3R) ini bermanfaat untuk menjaga kelestarian lingkungan.
Dengan prinsip tersebut, jumlah sampah yang dibuang ke TPA tinggal 35 persen
sehingga meringankan beban TPA sekaligus memperpanjang masa pemakaiannya.
Undang-undang RI nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
menegaskan bahwa pengelolaan sampah harus dilakukan secara komprehensif
19
sejak hulu sampai hilir. Pada tingkat perumahan atau kelurahan, dilakukan
kegiatan pengurangan sampah melalui program 3R.
Dalam pengelolaan menuju zero waste, proses pemilahan dan pengolahan
harus dilaksanakan di sumber sampah, baik bersamaan maupun secara berurutan
dengan pewadahan sampah. Pengelolaan sampah diawali dari lokasi timbulan
sampah atau produsen sampah. Sampah dipisah antara sampah organik dan
sampah anorganik, dan ditempatkan pada wadah sampah yang berbeda. Sampah
organik untuk diproses menjadi kompos, sedangkan sampah anorganik biasanya
dimanfaatkan untuk didaur ulang maupun dimanfaatkan kembali. Proses
selanjutnya baik pengumpulan, pemindahan maupun pengangkutan sampah yang
telah terpilah diusahakan jangan tercampur kembali. Upaya ini untuk
meningkatkan efisiensi pengolahan sampah.
2.4.2. Implementasi Program Pengelolaan Sampah di Masyarakat
berbasis masyarakat 3R
Untuk mengimplementasikan Program Pengelolaan Sampah Berbasis
Masyarakat, sudah ada aturan yang dapat dipakai sebagai rujukan, yaitu Revisi
SNI 03-3242-1994 tentang Taa Cara Pengelolaan Sampah di Permukiman.
Perubahan mendasar dari revisi ini adalah pada penerapan 3R mulai dari kegiatan
di sumber timbulan sampah sampai dengan TPS. Selanjutnya akan diuraikan
tentang aspek-aspek/komponen-komponen pada Pengelolaan Sampah Berbasis
Masyarakat menurut Revisi SNI 03-3242- 1994 tentang Tata Cara Pengelolaan
Sampah di Permukiman, adalah sebagai berikut:
20
2.4.2.1. Pengelolaan di Sumber Sampah Permukiman
Dalam masalah sampah, sumber sampah adalah pihak yang menghasilkan
sampah, seperti rumah tangga, restoran, toko, sekolah, perkantoran dan lainnya.
Pengelolaan sampah di tingkat sumber dilakukan sebagai berikut :
- Sediakan wadah sampah minimal 2 buah per rumah untuk wadah sampah
organik dan anorganik
- Tempatkan wadah sampah anorganik di halaman bangunan
- Pilah sampah sesuai jenis sampah. Sampah organik dan anorganik masukan
langsung ke masing-masing wadahnya ;
- Pasang minimal 2 buah alat pengomposan rumah tangga pada setiap bangunan
yang lahannya mencukupi ;
- Masukkan sampah organik dapur ke dalam alat pengomposan rumah tangga
individual atau komunal ;
- Tempatkan wadah sampah organik dan anorganik di halaman bangunan bagi
sistem pengomposan skala kingkungan.
2.4.2.1.1. Pengumpulan Sampah
Pengumpulan sampah dari sumber sampah dilakukan sebagai berikut :
- Pengumpulan sampah dengan menggunakan gerobak atau motor dengan bak
terbuka atau mobil bak terbuka bersekat dikerjakan sebagai berikut :
- Kumpulkan sampah dari sumbernya minimal 2 (dua) hari sekali
- Masukkan sampah organik dan anorganik ke masing-masing bak di dalam alat
pengumpul
21
- Pindahkan sampah sesuai dengan jenisnya ke TPS atau TPS Terpadu
- Pengumpulan sampah dengan gerobak atau motor dengan bak terbuka atau
mobil bak terbuka tanpa sekat dikerjakan sebai berikut :
- Kumpulkan sampah organik dari sumbernya minimal 2(dua) hari sekali dan
angkut ke TPS atau TPS Terpadu
- Kumpulkan sampah anorganik sesuai jadwal yang telah ditetapkan dapat
dilakukan lebih dari 3 hari sekali oleh petugas RT atau RW atau oleh pihak
Swasta.
2.4.2.1.2. Pembakaran sampah Rumah Tangga
Pada umumnya, terutama sampah dari rumah dibakar secara serampangan.
Kegiatan ini akan menghasilkan karbomonoksida (CO) yang bila terhirup manusia
dapat mengganggu fungsi kerja hemoglobin (sel darah merah) yang semestinya
mengangkut dan mengedarkan oksigen (O2) ke seluruh tubuh. Kekurangan O2
ini bisa menimbulkan kematian. Sebagai gambaran kasar, satu ton sampah yang
dibakar akan berpotensi menghasilkan gas CO sebanyak 30 kg.
Asap dari pembakaran sampah plastik akan menghasilkan senyawa kimia
dioksin atau zat yang bisa digunakan sebagai herbisida (racun tumbuhan). Selain
itu, proses tersebut juga dapat menghasilkan fosgen atau gas beracun berbahaya
yang pernah digunakan sebagai senjata pembunuh pada masa Perang Dunia
pertama. Hasil pembakaran sampah yang mengandung klorin dapat menghasilkan
75 jenis zat beracun lain.
22
Asap dari pembakaran sampah mengandung benzopirena (gas beracun
penyerang jantung) sebanyak 350 kali. Zat ini ditengarai sebagai biang keladi
penyebab kanker dan hidrokarbon berbahaya (seperti asam cuka) penyebab iritasi.
Membakar kayu juga dapat menghasilkan senyawa yang mengakibatkan kanker.
Sedangkan melamin dapat menghasilkan formaldehida (formalin) bila
dibakar dengan suplai oksigen yang banyak atau HCN (asam sianida) bila kurang
oksigen.
Pembakaran sampah di area terbuka dapat menghasilkan partikel debu
halus atau Particulate Matter (PM) yang mencapai level PM 10 (10 mikron).
Dengan tingkatan tersebut, zat ini tidak dapat disaring oleh alat pernapasan
manusia, sehingga bisa masuk ke paru-paru dan mengakibatkan gangguan
pernapasan.
Pembakaran sampah dapat menyebabkan kabut asap yang tebal dan
mengurangi jarak pandang dan kenyamanan di lingkungan tempat tinggal. Yang
lebih parah, bisa memicu terjadinya kebakaran dengan skala lebih besar. Kita
tentu masih ingat terjadinya kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan yang
menyebabkan kapal laut menabrak tebing dan menghentikan aktivitas
penerbangan komersial di beberapa bandara.
2.4.2.2. Kemitraan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Desa secara sendiri-sendiri atau bersama
sama dapat bermitra dengan badan usaha pengelolaan sampah dalam
penyelenggaraan pengelolaan sampah (Pasal 27). Kemitraan sebagaimana
23
dimaksud dituangkan dalam bentuk perjanjian antara pemerintah daerah
kabupaten/desa dan badan usaha yang bersangkutan. Sedangkan mengenai tata
cara pelaksanaan kemitraan dimaksud dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
2.4.2. 3. Peran Masyarakat
Aspek ini sangat penting dalam melaksanakan pengelolaan sampah sesuai
dengan perencanaan yang dilakukan. Merubah perilaku masyarakat adalah hal
yang cukup sulit, namun jika dilakukan pembinaan secara terus-menerus maka
hasilnya akan didapatkan walaupun perlu waktu puluhan tahun. Adapun tingkat
cara pengelolaan sampah rumah tangga sekitar 44% dikategorikan kurang, dengan
penilaian pada ketersediaan pewadahan, pemilahan sampah dan penerapan konsep
3R secara sederhana. Masyarakat sudahterbiasa membuang sampah sembarangan
di sekitar rumahnya ataupun ke sungai Negara, sehingga tingkat perilaku terhadap
kebersihan lingkungan dikategorikan buruk (67%). Menurut Notoatmojo (1985)
bentuk operasional perilaku terbagi dalam tiga jenis yaitu pengetahuan, sikap dan
tindakan masyarakat dapat berperan dalam pengelolaan sampah yang
diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah (Pasal 28). Peran
sebagaimana dimaksud dapat dilakukan melalui:
a. pemberian usul, pertimbangan, dan saran kepada Pemerintah
b. perumusan kebijakan pengelolaan sampah;
c. pemberian saran dan pendapat dalam penyelesaian sengketa persampahan.
24
Sedangkan ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara peran
masyarakat sebagaimana dimaksud diatur dengan PP dan/atau Perda.
Faktor-faktor yang Berkorelasi dengan Cara Pengelolaan Sampah
Rumah Tangga
a. Tingkat Pendidikan.
Sebagian besar responden (53%) berpendidikan rendah (tidak sekolah, SD
sederajat). Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan nilai signifikansi < 0,05
sehingga Ho ditolak, dengan koefisien korelasi sebesar 0,669. Hal ini berarti
tingkat pendidikan berkorelasi positif dengan pengelolaan sampah rumah tangga.
Menurut Hadiwiyoto (1983), kebodohan merupakan salah satu faktor yang
menimbulkan masalah sampah. Jalan yang ditempuh dalam upaya meningkatkan
kesadaran masyarakat agar mengelola sampah hasil produksinya setiap hari salah
satunya dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui pendidikan formal
maupun non formal.
b. Tingkat Pendapatan.
Didapatkan sekitar 60% responden berada pada tingkat pendapatan yang
rendah (< 1 juta perbulan). Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan nilai
signifikansi < 0,05 maka Ho ditolak, dengan koefisien korelasi sebesar 0,603. Hal
ini berarti tingkat pendapatan keluarga berkorelasi positif dengan cara pengelolaan
sampah rumah tangga. Artinya sesuai dengan pendapat Neolaka (2008),
kemiskinan membuat orang tidak peduli dengan lingkungan. Orang dalan keadaan
25
miskin dan lapar, pusing dengan kebutuhan keluarga, pendidikan dan lain-lain,
bagaimana dapat berpikir tentang peduli lingkungan. Misalnya tidak mampu
menyediakan pewadahan atau tempat sampah di rumah tangga karena faktor
ketidakmampuan secara ekonomi.
c. Perilaku terhadap Kebersihan Lingkungan.
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan nilai signifikansi < 0,05 maka
Ho ditolak, dengan koefisien korelasi sebesar 0,65. Hal ini berarti perilaku
terhadap kebersihan lingkungan berkorelasi positif dengan cara pengelolaan
sampah rumah tangga. Perilaku dalam bentuk operasionalnya terbagi atas
pengetahuan, sikap dan tindakan (Notoatmojo ,1985). Kebiasaan masyarakat yang
berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) salah satunya tidak membuang sampah
secara sembarangan. Menurut Menurut Pramudya (2001) dalam Susilo (2008),
terdapat dua jenis bencana akibat rusaknya daya dukung lingkungan. Pertama,
kerusakan karena faktor internal yakni kerusakan yang berasal dari alam sendiri.
Kedua, kerusakan karena faktor eksternal yaitu kerusakan lingkungan yang
berasal dari perilaku manusia, seperti limbah rumah tangga yang dibuang di
sungai-sungai. Menurut Hadiwiyoto (1983), sikap mental atau perilaku
merupakan salah satu faktor yang menimbulkan masalah sampah, sehingga sukar
untuk dikendalikan.
26
d. Pengetahuan tentang Perda Persampahan.
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan nilai signifikansi < 0,05 maka
Ho ditolak, dengan koefisien korelasi sebesar 0,646. Hal ini berarti pengetahuan
tentang peraturan daerah persampahan berkorelasi positif dengan cara pengelolaan
sampah rumah tangga. Selama ini Pemerintah Kabupaten HSS belum optimal
dalam mensosialisasikan Perda No. 5 tahun 2004 kepada masyarakat luas,
sehingga banyak masyarakat tidak mengetahuinya. Jika peraturan tersebut benar-
benar ditegakkan tentunya hal ini akan memberikan efek jera terhadap masyarakat
yang melanggarnya. Penegakkan hukum ini akan memberikan dampak positif
terhadap pengelolaan sampah rumah tangga yang lebih baik.
Menurut Soemarwoto (2004), di negeri ini penegakan hukum sangat
lemah. Peraturan banyak yang dilanggar, misalnya pembuangan sampah di sungai
dan selokan, dapat berjalan tanpa tindakan nyata dari aparat penegak hukum.
Salah satu sebab utamanya ialah adanya KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme)
yang merebak karena dorongan untuk mendapatkan dana yang besar guna
mendukung pola hidup yang mewah. Padahal menurut Hadi (2005), dalam
konteks lingkungan hidup, hukum diharapkan menjadi pedoman agar tata
kehidupan kita ini mendasarkan pada prinsip-prinsip kelestarian lingkungan.
e. Kesediaan Membayar Retribusi Sampah.
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan nilai signifikansi < 0,05 maka
Ho ditolak, dengan koefisien korelasi sebesar 0,577. Hal ini berarti kesediaan
membayar retribusi berkorelasi positif dengan cara pengelolaan sampah rumah
tangga. Di Kecamatan Daha Selatan belum dilakukan pelayanan persampahan
27
sehingga masyarakat belum diwajibkan membayar retribusi sampah rumah
tangga. Namun beberapa masyarakat yang menyadari akan pentingnya kebersihan
lingkungan bersedia membayar retribusi asal mendapatkan pelayanan pengelolaan
sampah oleh pemerintah. Mereka berusaha mengelola sampah rumah tangganya
secara mandiri, walaupun wilayahnya belum mendapatkan pelayanan
persampahan. Menurut Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro (1982), teknik
pengeluaran preventif mengestimasi nilai minimum kualitas lingkungan
berdasarkan kesediaan orang mengeluarkan biaya untuk menghilangkan atau
paling tidak mengurangi akibat buruk lingkungan.
2.5. ISPA
2.5.1. Pengertian ISPA
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernafasan
akut yang menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru yang berlangsung
kurang lebih 14 hari, ISPA mengenai struktur saluran di atas laring, tetapi
kebanyakan penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan bawah secara stimulan
atau berurutan (Muttaqin, 2008). ISPA adalah penyakit yang menyerang salah
satu bagian dan atau lebih dari saluran pernafasan mulai dari hidung hingga
alveoli ter masuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan
pleura (Nelson, 2003).
Jadi disimpulkan bahwa ISPA adalah suatu tanda dan gejala akut akibat
infeksi yang terjadi disetiap bagian saluran pernafasan atau struktur yang
berhubungan dengan pernafasan yang berlangsung tidak lebih dari 14 hari.
28
2.5.2. Etiologi ISPA
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia.
Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptokokus, Stafilokokus,
Pneumokokus, Hemofillus, Bordetelia dan Korinebakterium. Virus penyebab
ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adnovirus, Koronavirus,
Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain (Suhandayani, 2007).
2.5.3. Klasifikasi ISPA
Klasifikasi penyakit ISPA dibedakan untuk golongan umur dibawah 2
bulan dan untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun (Muttaqin, 2008):
a. Golongan Umur Kurang 2 Bulan
1) Pneumonia Berat
Bila disertai salah satu tanda tarikan kuat di dinding pada bagian bawah atau
napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 6x per
menit atau lebih.
2) Bukan Pneumonia (batuk pilek biasa)
Bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau napas
cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur kurang 2 bulan, yaitu:
a) Kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari ½
volume yang biasa diminum)
b) Kejang
29
c) Kesadaran menurun
d) Stridor
e) Wheezing
f) Demam / dingin.
b. Golongan Umur 2 Bulan-5 Tahun
1) Pneumonia Berat
Bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan di dinding dada bagian bawah ke
dalam pada waktu anak menarik nafas (pada saat diperiksa anak harus dalam
keadaan tenang, tidak menangis atau meronta).
2) Pneumonia Sedang
Bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah:
a) Untuk usia 2 bulan-12 bulan = 50 kali per menit atau lebih
b) Untuk usia 1-4 tahun = 40 kali per menit atau lebih.
3) Bukan Pneumonia
Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas
cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun yaitu :
a) Tidak bisa minum
b) Kejang
c) Kesadaran menurun
d) Stridor
e) Gizi buruk
30
Klasifikasi ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah :
a. ISPA ringan
Seseorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan gejala batuk, pilek dan
sesak.
b. ISPA sedang
ISPA sedang apabila timbul gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih dari 390 C dan
bila bernafas mengeluarkan suara seperti mengorok.
c. ISPA berat
Gejala meliputi: kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba, nafsu makan
menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan gelisah.
2.5.4. Penyebab penyakit ISPA
ISPA disebabkan oleh bakteri atau virus yang masuk kesaluran nafas.
Salah satu penyebab ISPA yang lain adalah asap pembakaran bahan bakar kayu
yang biasanya digunakan untuk memasak. Asap bahan bakar kayu ini banyak
menyerang lingkungan masyarakat, karena masyarakat terutama ibu-ibu rumah
tangga selalu melakukan aktifitas memasak tiap hari menggunakan bahan bakar
kayu, gas maupun minyak. Timbulnya asap tersebut tanpa disadarinya telah
mereka hirup sehari-hari, sehingga banyak masyarakat mengeluh batuk, sesak
nafas dan sulit untuk bernafas.
Polusi dari bahan bakar kayu tersebut mengandung zat-zat seperti Dry
basis, Ash, Carbon, Hidrogen, Sulfur, Nitrogen dan Oxygen yang sangat
berbahaya bagi kesehatan (Depkes RI, 2002).
31
2.5.5. Faktor resiko
Faktor resiko timbulnya ISPA menurut Dharmage (2009) :
a. Faktor Demografi
Faktor demografi terdiri dari 3 aspek yaitu :
1) Jenis kelamin
Bila dibandingkan antara orang laki-laki dan perempuan, laki-laki yang banyak
terserang penyakit ISPA karena mayoritas orang laki-laki merupakan perokok dan
sering berkendaraan,
sehingga mereka sering terkena polusi udara.
2) Usia
Anak balita dan ibu rumah tangga yang lebih banyak terserang penyakit ISPA.
Hal ini disebabkan karena banyaknmya ibu rumah tangga yang memasak sambil
menggendong anaknya.
3) Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam
kesehatan, karena lemahnya manajemen kasus oleh petugas kesehatan serta
pengetahuan yang kurang di masyarakat akan gejala dan upaya
penanggulangannya, sehingga banyak kasus ISPA yang datang kesarana
pelayanan kesehatan sudah dalam keadaan berat karena kurang mengerti
bagaimana cara serta pencegahan agar tidak mudah terserang penyakit ISPA.
32
b. Faktor Biologis
Faktor biologis terdiri dari 2 aspek yaitu (Notoatmodjo, 2007):
1) Status gizi
Menjaga status gizi yang baik, sebenarnya bisa juga mencegah atau terhindar dari
penyakit terutama penyakit ISPA. Misal dengan mengkonsumsi makanan 4 sehat
5 sempurna dan memperbanyak minum air putih, olah raga yang teratur serta
istirahat yang cukup. Karena dengan tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh akan
semakin menigkat, sehingga dapat mencegah virus ( bakteri) yang akan masuk
kedalam tubuh.
2) Faktor rumah
Syarat-syarat rumah yang sehat (Suhandayani, 2007):
a) Lantai : Ubin atau semen adalah baik. Syarat yang penting disini adalah tdak
berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan. Untuk
memperoleh lantai tanah yang padat (tidak berdebu) dapat ditempuh dengan
menyiram air kemudian dipadatkan dengan benda-benda yang berat, dan
dilakukan berkali-kali. Lantai yang basah dan berdebu merupakan sarang penyakit
gangguan pernapasan.
b) Dinding : Tembok adalah baik, namun disamping mahal tembok sebenarnya
kurang cocok untuk daerah tropis, lebih-lebih bila ventilasinya tidak cukup.
Dinding rumah di daerah tropis khususnya di pedesaan lebih baik dinding atau
papan. Sebab meskipun jendela tidak cukup, maka lubang-lubang pada dinding
33
atau papan tersebut dapat merupakan ventilasi, dan dapat menambah penerangan
alamiah.
c) Atap Genteng : Atap genteng adalah umum dipakai baik di daerah perkotaan
maupun pedesaan. Disamping atap genteng cocok untuk daerah tropis, juga dapat
terjangkau oleh masyarakat dan bahkan masyarakat dapat membuatnya sendiri.
Namun demikian, banyak masyarakat pedesaan yang tidak mampu untuk itu,
maka atap daun rumbai atau daun kelapa pun dapat dipertahankan. Atap seng
ataupun asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan, di samping mahal juga
menimbulkan suhu panas didalam rumah.
d) Lain-lain (tiang, kaso dan reng)
Kayu untuk tiang, bambu untuk kaso dan reng adalah umum di pedesaan. Menurut
pengalaman bahan-bahan ini tahan lama. Tapi perlu diperhatikan bahwa lubang
lubang bambu merupakan sarang tikus yang baik. Untuk menghindari ini cara
memotongnya barus menurut ruas-ruas bambu tersebut, maka lubang pada ujung-
ujung bambu yang digunakan untuk kaso tersebut ditutup dengan kayu.
e) Ventilasi
1. Pengertian
Ventilasi adalah tempat sebagai proses penyediaan udara segar ke dalam
dan pengeluaran udara kotor dari suatu ruangan tertutup secara alamiah maupun
mekanis. Tersedianya udara segar dalam rumah atau ruangan amat dibutuhkan
34
manusia, sehingga apabila suatu ruangan tidak mempunyai sistem ventilasi yang
baik dan over crowded maka akan menimbulkan keadaan yang dapat merugikan
kesehatan (Lamsidi, 2003).
2. Fungsi Ventilasi
Fungsi dari ventilasi dapat dijabarkan sebagai berikut (Suhandayani, 2007):
a. Mensuplai udara bersih yaitu udara yang mengandung kadar oksigenyang
optimum bagi pernapasan.
b. Membebaskan udara ruangan dari bau-bauan, asap ataupun debu dan zat-zat
pencemar lain dengan cara pengenceran udara.
c. Mensuplai panas agar hilangnya panas badan seimbang.
d. Mensuplai panas akibat hilangnya panas ruangan dan bangunan.
e. Mengeluarkan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh radiasi tubuh,
kondisi, evaporasi ataupun keadaan eksternal.
f. Mendisfungsikan suhu udara secara merata.
3. Jenis Ventilasi Rumah
Berdasarkan kejadiannya, maka ventilasi dapat dibagi ke dalam dua jenis,
yait(Notoatmodjo, 2007):
a. Ventilasi alam.
Ventilasi alam berdasarkan pada tiga kekuatan, yaitu: daya difusi dari gas-
gas, gerakan angin dan gerakan massa di udara karena perubahan temperatur.
Ventilasi alam ini mengandalkan pergerakan udara bebas (angin), temperatur
udara dan kelembabannya. Selain melalui jendela, pintu dan lubang angin, maka
35
ventilasi pun dapat diperoleh dari pergerakan udara sebagai hasil sifat porous
dinding ruangan, atap dan lantai.
b. Ventilasi buatan
Pada suatu waktu, diperlukan juga ventilasi buatan dengan menggunakan
alat mekanis maupun elektrik. Alat-alat tersebut diantarana adalah kipas angin,
exhauster dan AC (air conditioner).
4. Syarat Ventilasi
Persyaratan ventilasi yang baik adalah sebagai berikut (Mukono, 2000) :
a. Luas lubang ventilasi tetap minimal 5 % dari luas lantai ruangan, sedangkan
luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimal 5 % dari luas
lantai. Jumlah keduanya menjadi 10% dari luas lantai ruangan.
b. Ventilasi sering di buka untuk keluar masuk udara
c. Udara yang masuk harus bersih, tidak dicemari asap dari sampah atau pabrik,
knalpot kendaraan, debu dan lain-lain.
d. Aliran udara diusahakan cross ventilation dengan menempatkan lubang
ventilasi berhadapan antar dua dinding. Aliran udara ini jangan sampai terhalang
oleh barang-barang besar, misalnya lemari, dinding, sekat dan lain-lain.
5. Penilaian Ventilasi Rumah
Secara umum, penilaian ventilasi rumah dengan cara membandingkan
antara luas ventilasi dan luas lantai rumah, dengan menggunakan Role meter.
Menurut indikator pengawasan rumah, luas ventilasi yang memenuhi syarat
kesehatan adalah 10% luas lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak memenuhi
syarat kesehatan adalah < 10% luas lantai rumah (Notoatmodjo, 2007)
36
Rumah dengan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan
membawa pengaruh bagi penghuninya. Luas ventilasi rumah yang < 10% dari
luas lantai (tidak memenuhi syarat kesehatan) akan mengakibatkan berkurangnya
konsentrasi oksigen dan bertambahnya konsentrasi karbondioksida yang bersifat
racun bagi penghuninya.
Ventilasi yang kurang akan menyebabkan peningkatan kelembaban
ruangan karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan.
Kelembaban ruangan yang tinggi akan menjadi media yang baik untuk tumbuh
dan berkembang biaknya bakteri-bakteri patogen termasuk kuman (Notoatmodjo,
2007).
Selain itu, luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatanakan
mengakibatkan terhalangngya proses pertukaran aliran udara dan sinar matahari
yang masuk ke dalam rumah, akibatnya kuman yang ada di dalam rumah tidak
dapat keluar dan ikut terhisap bersama udara pernafasan. Rumah yang memenuhi
syarat ventilasi baik akan mempertahankan kelembaban yang sesuai dengan
temperature kelembaban udara. Berdasarkan hasil penelitian Ratnawati (2002)
diperoleh sebanyak 17,2% responden tidak ISPA dan sebanyak 82,8% menderita
ISPA pada ventilasi kurang. Hal ini menunjukkan bahwa pada ventilasi rumah
yang kurang baik, jumlah kejadian ISPA pada balita lebih banyak jika ventilasi
rumah yang baik.
37
6. Akibat Yang Ditimbulkan Karena Ventilasi Yang Kurang
Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya O2 (oksigen) di dalam
rumah yang berarti kadar CO2 (karbondioksida) yang bersifat racun bagi
penghuninya menjadi meningkat. Di samping itu tidak cukupnya ventilasi akan
menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadi proses
penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Luas ventilasi yang tidak memenuhi
syarat kesehatan akan mengakibatkan terhalangngya proses pertukaran aliran
udara dan sinar matahari yang masuk ke dalam rumah, akibatnya kuman yang ada
di dalam rumah tidak dapat keluar dan ikut terhisap bersama udara pernafasan.
f) Cahaya
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak
terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk kedalam ruangan rumah, terutama
cahaya matahari di samping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat
yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya terlalu
banyak cahaya didalam rumah akan menyebabkan silau, dam akhirnya dapat
merusakan mata.
c. Faktor Polusi
Adapun penyebab dari faktor polusi terdiri dari 2 aspek yaitu (Lamsidi, 2003) :
1) Cerobong asap
Cerobong asap sering kita jumpai diperusahaan atau pabrik-pabrik industri yang
dibuat menjulang tinggi ke atas (vertikal). Cerobong tersebut dibuat agar asap bisa
38
keluar ke atas terbawa oleh angin. Cerobong asap sebaiknya dibuat horizontal
tidak lagi vertikal, sebab gas (asap) yang dibuang melalui cerobong horizontal dan
dialirkan ke bak air akan mudah larut. Setelah larut debu halus dan asap mudah
dipisahkan, sementara air yang asam bisa dinetralkan oleh media Treated Natural
Zeolid (TNZ) yang sekaligus bisa menyerap racun dan logam berat. Langkah
tersebut dilakukan supaya tidak akan ada lagi pencemaran udara, apalagi hujan
asam.Cerobong asap juga bisa berasal dari polusi rumah tangga, polusi rumah
tangga dapat dihasilkan oleh bahan bakar untuk memasak, bahan bakar untuk
memasak yang paling banyak menyebabkan asap adalah bahan bakar kayu atau
sejenisnya seperti arang.
2) Kebiasaan merokok
Satu batang rokok dibakar maka akan mengelurkan sekitar 4.000 bahan kimia
seperti nikotin, gas karbon monoksida, nitrogen oksida, hidrogen cianida,
ammonia, acrolein, acetilen, benzol dehide, urethane, methanol, conmarin, 4-
ethyl cathecol, ortcresorperyline dan lainnya, sehingga di bahan kimia tersebut
akan beresiko terserang ISPA.
d. Faktor timbulnya penyakit
Faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit menurut Bloom dikutip
dari Effendy (2004) menyebutkan bahwa lingkungan merupakan salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, sehat atau tidaknya
lingkungan kesehatan, individu, keluarga dan masyarakat sangat tergantung pada
perilaku manusia itu sendiri. Disamping itu, derajat kesehatan juga dipengaruhi
39
oleh lingkungan, misalnya membuat ventilasi rumah yang cukup untuk
mengurangi polusi asap maupun polusi udara, keturunan, misalnya dimana ada
orang yang terkena penyakit ISPA di situ juga pasti ada salah satu keluarga yang
terkena penyakit ISPA karena penyakit ISPA bisa juga disebabkan karena
keturunan, dan dengan pelayanan sehari-hari yang baik maka penyakit ISPA akan
berkurang dan kesehatannya sedikit demi sedikit akan membaik, dan pengaruh
mempengaruhi satu dengan yang lainnya.
2.5.6. Tanda dan gejala
ISPA merupakan proses inflamasi yang terjadi pada setiap bagian saluran
pernafasan atas maupun bawah, yang meliputi infiltrat peradangan dan edema
mukosa, kongestif vaskuler, bertambahnya sekresi mukus sert perubahan struktur
fungsi siliare (Muttaqin, 2008). Tanda dan gejala ISPA banyak bervariasi antara
lain demam, pusing, malaise (lemas), anoreksia (tidak nafsu makan), vomitus
(muntah), photophobia (takut cahaya), gelisah, batuk, keluar sekret, stridor (suara
nafas), dyspnea (kesakitan bernafas), retraksi suprasternal (adanya tarikan dada),
hipoksia (kurang oksigen), dan dapat berlanjut pada gagal nafas apabila tidak
mendapat pertolongan dan mengakibatkan kematian. (Nelson, 2003).
Sedangkan tanda gejala ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah :
a. Gejala dari ISPA Ringan
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih
gejala-gejala sebagai berikut:
40
1) Batuk
2) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misal pada
waktu berbicara atau menangis).
3) Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung.
4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370 C atau jika dahi anak diraba.
b. Gejala dari ISPA Sedang
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA
ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
1) Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur kurang dari
satu tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang berumur satu tahun
atau lebih. Cara menghitung pernafasan ialah dengan menghitung jumlah tarikan
nafas dalam satu menit. Untuk menghitung dapat digunakan arloji.
2) Suhu lebih dari 390 C (diukur dengan termometer).
3) Tenggorokan berwarna merah.
4) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak.
5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
6) Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).
7) Pernafasan berbunyi menciut-ciut.
c. Gejala dari ISPA Berat
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-gejala ISPA
ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
41
1) Bibir atau kulit membiru.
2) Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernafas.
3) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.
4) Pernafasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak tampak gelisah.
5) Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas.
6) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
7) Tenggorokan berwarna merah.
2.5.7. Penatalaksanaan Kasus ISPA
Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang
benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya
kematian karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk
yang kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA).
Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar
pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangipenggunaan
antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat
batuk yang kurang bermanfaat. Strategi
penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan dan
minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi pederita
ISPA .
Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut
(Smeltzer & Bare, 2002) :
42
a. Pemeriksaan
Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit anak dengan
mengajukan beberapa pertanyaan kepada ibunya, melihat dan mendengarkan
anak. Hal ini penting agar selama pemeriksaan anak tidak menangis (bila
menangis akan meningkatkan frekuensi napas), untuk ini diusahakan agar anak
tetap dipangku oleh ibunya. Menghitung napas dapat dilakukan tanpa membuka
baju anak. Bila baju anak tebal, mungkin perlu membuka sedikit untuk melihat
gerakan dada. Untuk melihat tarikan dada bagian bawah, baju anak harus dibuka
sedikit. Tanpa pemeriksaan auskultasi dengan steteskop penyakit pneumonia
dapat didiagnosa dan diklassifikasi.
b. Klasifikasi ISPA
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut :
1) Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada
kedalam (chest indrawing).
2) Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
3) Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam,
tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis
dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia.
c. Pengobatan
1) Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral,
oksigendan sebagainya.
43
2) Pneumonia : diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak
mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol
keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu
ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.
3) Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di
rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain
yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan,
antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol.
Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat
adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher,
dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi
antibiotik (penisilin) selama 10 hari. Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan
tanda bahaya harus diberikan perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya.
d. Perawatan di rumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang
menderita ISPA.
1) Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun demam diatasi dengan memberikan
parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus
segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara
pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan
44
diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan
pada air (tidak perlu air es).
2) Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk
nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan
tiga kali sehari.
3) Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu
lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang
menyusu tetap diteruskan.
4) Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari
biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan
menambah parah sakit yang diderita.
5) Lain-lain
a) Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat,
lebih-lebih pada anak dengan demam.
b) Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan
dan menghindari komplikasi yang lebih parah.
c) Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup
dan tidak berasap.
d) Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan
untuk membawa kedokter atau petugas kesehatan.
45
e) Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan
agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh.
Dan untuk penderita yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari
anak dibawa kembali ke petugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang.
8. Pencegahan ISPA
Menurut Depkes RI, (2002) pencegahan ISPA antara lain:
a. Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik
Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik maka itu akan mencegah kita atau
terhindar dari penyakit yang terutama antara lain penyakit ISPA. Misalnya dengan
mengkonsumsi makanan empat sehat lima sempurna, banyak minum air putih,
olah raga dengan teratur, serta istirahat yang cukup, kesemuanya itu akan menjaga
badan kita tetap sehat. Karena dengan tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh
kita akan semakin meningkat, sehingga dapat mencegah virus / bakteri penyakit
yang akan masuk ke tubuh kita.
b. Imunisasi
Pemberian immunisasi sangat diperlukan baik pada anak-anak maupun orang
dewasa. Immunisasi dilakukan untuk menjaga kekebalan tubuh kita supaya tidak
mudah terserang berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh virus / bakteri.
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
Membuat ventilasi udara serta pencahayaan udara yang baik akan mengurangi
polusi asap dapur / asap rokok yang ada di dalam rumah, sehingga dapat
mencegah seseorang menghirup asap tersebut yang bisa menyebabkan terkena
46
penyakit ISPA. Ventilasi yang baik dapat memelihara kondisi sirkulasi udara
(atmosfer) agar tetap segar dan sehat bagi manusia.
d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) ini disebabkan oleh virus/ bakteri yang
ditularkan oleh seseorang yang telah terjangkit penyakit ini melalui udara yang
tercemar dan masuk ke dalam tubuh. Bibit penyakit ini biasanya berupa virus /
bakteri di udara yang umumnya berbentuk aerosol (anatu suspensi yang melayang
di udara). Adapun bentuk aerosol yakni Droplet, Nuclei (sisa dari sekresi saluran
pernafasan yang dikeluarkan dari tubuh secara droplet dan melayang di udara),
yang kedua duet (campuran antara bibit penyakit).
47
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual Penelitian
Gambar III: Kerangka Konsep Modifikasi (Darmanto, 2007; Tambayong,
2009; dan Corwin, 2009)
Keterangan: : Variabel yang diteliti
--------------- : Variabel yang tidak diteliti
48
FAKTOR
EKSTRINSIK
Kondisi Rumah
Ventilasi
Pengelolaan Sampah
Pembakaran Sampah
Polusi
Kebiasaan Merokok
FAKTOR INTRINSIK
Status Gizi
Status Imunisasi
ISPA
Faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA dipengaruhi oleh faktor
ekstrinsik yang terdiri dari kondisi rumah diliat dari segi ventilasi,
pengelolaan sampah yang berasal dari pembakaran sampah, polusi dan
kebiasaan merokok. Faktor intrinsik yang terdiri dari status gizi dan
imunisasi.
3.2 Hipotesis Penelitian
1. Adanya hubungan ventilasi rumah yang menjadi faktor resiko terjadinya
ISPA pada balita.
2. Adanya hubungan pembakaran sampah rumah tangga yang menjadi faktor
resiko terjadinya ISPA pada balita.
49
BAB IV
METODE PENELITIAN
4. 1 Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang dilaksanakan termasuk jenis penelitian observasional
karena tidak ada intervensi pada subyek penelitian. Dari segi sifat dan cara
pembahasan masalahnya penelitian ini termasuk penelitian analitik yaitu data-data
diolah dan dianalisis dengan uji statistik untuk menjelaskan hubungan antara
variable melalui pengujian hipotesis. Dari segi waktu merupakan penelitian Cross
Sectional dan menurut tempat adalah penelitian lapangan. Penelitian ini
dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran tentang hubungan pembakaran
sampah rumah tangga dengan angka kejadian ISPA pada balita di wilayah RT 17
dan RT 18 RW 3 di desa Taman kecamatan Taman kabupaten Sidoarjo tahun
2013.
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu Penelitian
Pengambilan data akan dilaksanakan pada bulan Oktober 2013
2. Tempat penelitian
Lokasi dilaksanakan di Posyandu RT 17 dan RT 18 RW 03 di desa Taman
kecamatan Taman kabupaten Sidoarjo.
Lokasi ini dipilih dengan pertimbangan sebagai berikut :
50
Tingginya angka kejadian ISPA pada ibu yang memiliki balita di RT 17 dan RT
18 RW 03 di desa Taman kecamatan Taman kabupaten Sidoarjo.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1 Populasi
Sebagai populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita di
wilayah RT 17 dan RT 18 RW 3 di desa Taman kecamatan Taman kabupaten
Sidoarjo.
4.3.2 Sampel
Besar sampel dalam penelitian ini adalah 20 ibu yang memiliki balita di
wilayah RT 17 dan RT 18 RW 3 di desa Taman kecamatan Taman kabupaten
Sidoarjo.
Cara Penentuan Besar Sampel
Cara yang digunakan untuk menentukan besar sample adalah sebagai
berikut :
Besarnya sample :
n = N = 25
1 + N (d)² 1+25 (0,1) ²
= 25
1+ 25(0,01)
= 20
51
Sumber : Kunjungan ibu di posyandu di wilayah RT 17 dan RT 18
RW 3 di desa Taman kecamatan Taman kabupaten Sidoarjo.
Keterangan
n = Jumlah Sampel
N = Jumlah populasi
d = Presisi (0,1)
Cara Pengambilan Sampel
Penetapan sample ibu hamil yang diteliti ditentukan secara simple
random sampling.
4.4 Variabel Penelitian
1. Variabel Penelitian
a. Variabel bebas adalah variable yang mempengaruhi variable terikat.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah yang terdiri ventilasi rumah dan
pembakaran sampah.
b. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variebel bebas.
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah balita yang terkena
ISPA.
2. Cara Pengukuran
Dalam penelitian ini cara yang digunakan untuk mengukur variabel
pendidikan, jampersal, dan pengetahuan adalah dengan lembar kuisioner,
wawancara, dan lembar observasi.
52
4.5. Definisi Operasional
Tabel IV. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Alat Ukur Kriteria Skala
1 Ventilasi Pergerakan
udara masuk
ke dan keluar
dari ruang
tertutup
Lembar
kuisioner
Wawancara
Baik
Buruk
Nominal
2 Pembakaran
sampah
Teknologi
pengolahan
sampah
dengan cara di
bakar
Lembar
kuisioner
Wawancara
Dibakar
Tidak
dibakar
Nominal
3 ISPA (Infeksi
Saluran
Pernafasan
Akut)
infeksi yang
menyerang
tenggorokan,
hidung dan
paru-paru yang
berlangsung
kurang lebih
14 hari
Lembar
kuisioner
Wawancara
ISPA
Tidak
ISPA
Nominal
53
4.6. Teknik Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
a. Jenis Data
Pada penelitian ini menggunakan 2 jenis data yaitu data primer dan
data sekunder yaitu :
1. Data Primer
Merupakan data yang diperoleh melalui tinjauan langsung di
lapangan yaitu dengan melakukan observasi, wawancara dan
pengisian kuisioner dengan ibu yang memiliki balita yang
menjadi sample.
2. Data Sekunder
Merupakan data yang diperoleh dari instansi yaitu Kantor
Kecamatan Taman dan Puskesmas Taman yang meliputi
geografis, keadaan demografi, dan cakupan ibu yang memiliki
balita.
b. Metode Pengumpulan Data
1. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan tanya jawab secara langsung
kepada responden dengan menggunakan lembar kuisioner
untuk memperoleh data yang diperlukan
2. Observasi
54
Observasi yang dilakukan dengan pengamatan langsung.
3. Dokumentasi
Metode ini digunakan untuk memperoleh data lengkap melalui
menyalin data sekunder antara lain sekunder antara lain data
demografi, geografi dan lain-lainnya
2. Instrumen Pengumpulan Data
Dalam pelaksanaannya di lapangan untuk pengambilan data
diperlukan beberapa instrument antara lain :
a. Lembar Kuisioner
b. Lembar Observasi
c. Alat Tulis
4.7 Pengolahan dan Analisis Data
1. Pengolahan Data
a. Editing
Melihat data yang diperoleh untuk mengetahui apakah data
tersebut sudah baik dan dapat disiapkan untuk proses selanjutnya.
b. Coding
Mengklasifikasikan data atau jawaban dari responden sesuai
dengan macamnya dengan kode pada masing-masing jawaban.
c. Tabulasi
Penyusunan data dalam bentuk tabel untuk memudahkan
pembacaan dan analisis data.
55
2. Analisis Data
a. Interpretasi table yaitu menyajikan data hasil penelitian yang telah
diolah dalam bentuk tabel distribusi dan tabel silang.
b. Uji statistik untuk membuktikan kebenaran hipotesis yang digunakan
adalah Uji Chi Square yang dilanjutkan dengan uji Kontingen.
56
BAB V
HASIL DAN ANALISA DATA
5.1 DESKRIPTIF DAERAH PENELITIAN
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian
1. Data Wilayah/Geografis
Wilayah kerja Puskesmas Taman meliputi sebagian wilayah
Kecamatan Taman dengan batas-batas sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kecamatan Karang Pilang, Kodya
Surabaya.
Sebelah Timur : Kecamatan Waru
Sebelah Selatan : Kecamatan Sukodono
Sebelah Barat : Wilayah kerja Puskesmas Trosobo, Kec.
Taman
2 Luas daerah dan keadaan daerah :
Luas 14,96 km 2 (2,54% dari luas kabupaten Sidoarjo), wilayah
kerja Puskesmas Taman terbagi menjadi 8 kelurahan, 7 desa yang
semuanya sudah Swasembada dengan 101 RW, 448 RT
Gambar V. Wilayah Kerja Puskesmas Taman
57
3. Data Dasar
a. Data Umum
1. Nama Puskesmas : Taman
2. Kecamatan : Taman
3. Kabupaten : Sidoarjo
4. Propinsi : Jawa Timur
b. Data Wilayah
Luas wilayah Puskesmas Taman adalah 14.96 km2, yang
terdiri dari tanah pekarangan (pemukiman) dan tanah
(tegalan). Wilayah kerja Puskesmas Taman meliputi 7
(tujuh) desa, dan 8 (delapan) kelurahan, sebagai berikut:
1. Taman
2. Kedung Turi
3. Ketegan
4. Sepanjang
5. Wonocolo
6. Bebekan
7. Ngelom
8. Kalijaten
9. Kletek
10. Geluran
11. Jemundo
12. Sadang
13. Tawang Sari
58
14. Bohar
15. Wage
4. Data Kependudukan
Jumlah penduduk Wilayah kerja Puskesmas Taman berdasarkan
proyeksi BPS (SUPAS) Kabupaten Sidoarjo tahun 2012 adalah
156.077 Jiwa dengan 42.004 Rumah tangga/KK atau rata – rata 3,7
jiwa per rumah tangga
a. Penduduk laki-laki : 78.574 jiwa (50,34%)
b. Penduduk perempuan : 77.503 jiwa (49,66%)
5.2 Karakteristik Responden
Dari hasil penelitian mengenai hubungan pembakaran sampah dengan
angka kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita
Untuk lebih jelas akan di uraikan sebagai berikut :
59
1. Pendidikan
Tabel V.I : Tingkat Pendidikan Responden di Posyandu IV
RT 17 dan 18 /RW 03 Kelurahan Taman
Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo periode
Januari-September 2013.
PENDIDIKAN
TERAKHIR
Rendah (<
SLTA)
Tinggi ( ≥
SLTA )
Total
Orang % Orang %
13 32 % 28 68 % 41(100%)
Sumber: Hasil survey
Dari tabel di atas diketahui bahwa ibu yang membawa balita
dengan pendidikan Rendah (< SLTA) sebanyak 13, dan pendidikan
Tinggi (≥ SLTA) sebanyak 28 dari total 41 ibu. Hal ini menunjukkan
bahwa ibu yang membawa balita di wilayah RT 17 dan 18/RW 03
Kelurahan Taman Kabupaten Sidoarjo termasuk berpendidikan
tinggi.
60
2. Pendapatan
PENDAPATAN <Rp.500.000,00
/bulan
Rp.500.000,00 -
Rp.1.000.000,00/bulan
>Rp.1000.000,00
/bulan
TOTAL
Orang % Orang % Orang %
10 25% 18 44% 13 31% 41(100%)
Tabel V.II : Jumlah Pendapatan Responden di Posyandu
IV RT 17 dan 18 /RW 03 Kelurahan Taman
Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo periode
Januari-September 2013.
Sumber: Hasil survey
Dari tabel di atas diketahui bahwa ibu dengan penghasilan keluarga
< Rp.500.000,00/bulan sebanyak 10 , ibu dengan penghasilan
keluarga Rp.500.000,00-Rp.1.000.000,00 sebanyak 18 dan ibu
dengan penghasilan keluarga > Rp.1.000.000,00 sebanyak 13. Hal
ini menunjukkan bahwa pendapatan keluarga di wilayah RT 17 dan
18/RW 03 Kelurahan Taman Kabupaten Sidoarjo sudah termasuk
kalangan menengah.
61
3. Angka Kejadian ISPA
Tabel V.III : Angka Kejadian ISPA pada Balita di Posyandu
IV RT 17 dan 18 /RW 03 Kelurahan Taman
Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo periode
Januari-September 2013.
ISPA ISPA NON ISPA Total
Orang % Orang %
27 66% 14 34% 41 (100%)
Sumber: Hasil survey
Dari tabel di atas diketahui bahwa balita yang mengalami ISPA
sebanyak 27 dan balita yang tidak mengalami ISPA sebanyak 14 .
Hal ini menunjukkan bahwa angka kejadian ISPA di wilayah RT 17
dan 18/RW 03 Kelurahan Taman Kabupaten Sidoarjo cukup tinggi.
62
4. Sarana tempat Sampah
Tabel V.IV : Responden yang memiliki sarana tempat sampah
di rumah di wilayah RT 17 dan 18 /RW 03 Kelurahan
Taman Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo
periode Januari-September 2013.
Tempat Sampah Punya Tidak Total
Orang % Orang % Orang %
33 81% 8 19% 41 100%
Sumber: Hasil survey
Dari tabel di atas diketahui bahwa keluarga yang memiliki
sarana tempat sampah di rumah sebanyak 33 dan responden yang
tidak memiliki tempat sampah dirumah sebanyak 8. Hal ini
menunjukkan bahwa kepemilikan sarana tempat sampah di rumah di
wilayah RT 17 dan 18/RW 03 Kelurahan Taman Kabupaten
Sidoarjo sudah cukup tinggi.
63
5. Perilaku membakar sampah
Tabel V.V : Responden yang memiliki sarana tempat sampah
di rumah di wilayah RT 17 dan 18 /RW 03
Kelurahan Taman Kecamatan Taman Kabupaten
Sidoarjo periode Januari-September 2013.
Sampah Dibakar Tidak Dibakar Total
Orang % Orang % Orang %
31 76% 10 24% 41 100%
Sumber: Hasil survey
Dari tabel di atas diketahui bahwa ibu yang membakar
sampahnya dirumah sebanyak 31 dan ibu yang tidak membakar
sampah nya dirumah sebanyak 10. Hal ini menunjukkan bahwa
perilaku membakar sampah rumah tangga dirumah di wilayah
RT 17 dan 18/RW 03 Kelurahan Taman Kabupaten Sidoarjo
cukup tinggi.
64
6. Ventilasi
Tabel V.VI : keadaan ventilasi rumah di wilayah RT 17 dan
18 /RW 03 Kelurahan Taman Kecamatan Taman Kabupaten
Sidoarjo periode Januari-September 2013.
Ventilasi Baik Tidak Baik Total
Orang % Orang % Orang %
12 30% 29 70% 41 100%
Sumber: Hasil survey
Dari tabel di atas diketahui bahwa keadaan ventilasi rumah
yang baik dan memenuhi syarat sebanyak 12 sedangkan keadaan
ventilasi rumah yang tidak baik dan memenuhi syarat sebanyak
29. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan ventilasi rumah di
wilayah RT 17 dan 18/RW 03 Kelurahan Taman Kabupaten
Sidoarjo cukup rendah.
65
5. 3 HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil penelitian dengan Uji Chi Square yang dilanjutkan uji
kontingen di dapatkan:
1. Hubungan antara ventilasi dan kejadian ISPA
Ho : Tidak ada hubungan antara ventilasi dan kejadian ISPA pada
penduduk ventilasi rumah di wilayah RT 17 dan 18/RW 03
Kelurahan Taman Kabupaten Sidoarjo.
H1 : Ada hubungan antara ventilasi dan kejadian ISPA pada
penduduk ventilasi rumah di wilayah RT 17 dan 18/RW 03
Kelurahan Taman Kabupaten Sidoarjo.
Tabel V.VII : Hubungan Ventilasi Rumah dan Kejadian ISPA
di wilayah RT 17 dan 18 /RW 03 Kelurahan Taman
Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo periode Januari-
September 2013.
Ventilasi Kejadian ISPA
Ya Tidak Jumlah
Baik 12 (44,4%) 0 (0%) 12 (29,3%)
Buruk 15 (56,6%) 14 (100%) 29 (70,7%)
Total 27 (100%) 14 (100%) 41 (100%)
66
Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Uji chi- square yang
dilanjutkan dengan Uji Kontingen didapatkan p = 0.003 dan koefisien kontingen
0.420 , artinya H0 ditolak ( H1 diterima ) dengan demikian ada hubungan sedang
antara keadaan ventilasi dirumah dengan tingkat kejadian ISPA.
2. Hubungan antara pembakaran sampah dan kejadian ISPA
Ho : Tidak ada hubungan antara pembakaran dan kejadian ISPA pada
penduduk rumah di wilayah RT 17 dan 18/RW 03 Kelurahan Taman
Kabupaten Sidoarjo.
H1 : Ada hubungan antara pembakaran dan kejadian ISPA pada
penduduk rumah di wilayah RT 17 dan 18/RW 03 Kelurahan Taman
Kabupaten Sidoarjo.
Tabel V.VIII : Hubungan Pembakaran Sampah Rumah Tangga dan
Kejadian ISPA di wilayah RT 17 dan 18 /RW 03 Kelurahan Taman
Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo periode Januari-September
2013.
Pembakaran Kejadian ISPA
Ya Tidak Jumlah
Dibakar 27 (100%) 4 (28,6%) 31 (75,6%)
Tidak dibakar 0 (0%) 10 (71,4%) 10 (24,4%)
Total 27 (100%) 14 (100%) 41 (100%)
67
Kesimpulan :
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Uji chi- square yang
dilanjutkan dengan Uji Kontingen didapatkan p = 0.000 dan koefisien kontingen
0.619 , artinya H0 ditolak ( H1 diterima ) dengan demikian ada hubungan yang
kuat antara keadaan pembakaran sampah dirumah dengan tingkat kejadian ISPA.
5.4 PEMBAHASAN
Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah diharapkan pada BAB I pada
bagian ini akan diuraikan tentang pembahasan hasil penelitian yang telah
dilaksanakan mengenai tentang hubungan pembakaran sampah rumah tangga
dengan angka kejadian ISPA pada balita di wilayah RT 17 dan RT 18 RW 3 di
desa Taman kecamatan Taman kabupaten Sidoarjo tahun 2013.
1. Hubungan antara ventilasi dan kejadian ISPA
Kurangnya ventilasi akan menyebabkan O2 (oksigen) di dalam rumah
yang berarti kadar CO2 (karbondioksida) yang bersifat racun bagi penghuninya
menjadi meningkat. Tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban
udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan dari kulit dan
penyerapan. Kelembaban ini merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri,
patogen (bakteri-bakteri penyebab penyakit)
68
2. Hubungan antara pembakaran sampah dan kejadian ISPA
Asap pembakaran mengandung berbagai partikel, seperti Timbal (Pb),
Besi (Fe), Mangan (Mn), Arsen (Ar), Cadmium (Cd) yang dapat
menyebabkan iritasi pada mukosa saluran napas sehingga saluran
penapasan mudah mengalami infeksi (Syarif, 2009). Partikel-partikel
tersebut bila masuk ke dalam tubuh akan menyebabkan sel epitel dan
silianya mudah rusak sehingga benda asing yang masuk ke dalam saluran
pernapasan tidak dapat dikeluarkan. Dengan demikian, saluran pernapasan
akan mengerut yang disebabkan oleh saraf-saraf yang terdapat di dalam
saluran pernapasan terganggu. Respon yang diberikan tubuh bila
mengalami keadaan tersebut adalah mengeluarkan sekret atau benda asing
secara aktif melalui batuk (Kassamsi, 2008).
69
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan , dapat disimpulkan bahwa :
1. Terbukti adanya hubungan proses pembakaran sampah dengan kejadian
ISPA dan berdasarkan uji kontingensi didapatkan hubungan yang kuat hal
ini berarti pembakaran sampah merupakan salah satu faktor utama yang
dapat menyebabkan ISPA di RT 17 dan 18 / RW 03 Desa Taman,
Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoarjo.
2. Terbukti adanya hubungan antara keadaan ventilasi rumah dengan
kejadian ISPA dan berdasarkan uji kontingensi didapatkan hubungan
yang lemah hal ini berarti keadaan ventilasi rumah yang buruk merupakan
salah satu faktor yang dapat menyebabkan ISPA di RT 17 dan 18 / RW 03
Desa Taman, Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoarjo, tetapi bukan
merupakan faktor utama karena didapatkan variable pengganggu.
70
6.2. SARAN
6.2.1. Saran untuk Masyarakat
a. Membiasakan diri untuk tidak membakar sampah hasil rumah tangga.
b. Memanfaatkan barang- barang rumah tangga yang dapat berfungsi sebagai
tempat penampungan sampah sementara.
c. Membenahi ventilasi rumah agar dapat berfungsi dengan baik.
d. Sering membuka jendela rumah agar sirkulasi udara di dalam rumah menjadi
seimbang.
e. Menyediakan tenaga untuk membantu pengangkutan sampah hasil rumah
tangga ke tempat pembuangan akhir.
6.2.2. Saran untuk Puskesmas
a. Memberikan sosialisasi kepada masyarakat agar masyarakat mampu
mengelola sampah rumah tangganya sendiri dengan baik.
b. Memberikan fasilitas tempat pembuangan sampah sementara di rumah-
rumah penduduk.
c. Membagikan masker secara Cuma- Cuma kepada para penduduk agar asap
hasil pembakaran sampah tidak terhirup.
71
LAMPIRAN
Informed Consent
Persetujuan menjadi Responden Penelititan
Saya yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama : ……………………………………………………………………..
Alamat : ……………………………………………………………………..
NO KTP : ……………………………………………………………………..
Tanda tangan : ……………………………………………………………………..
Bersedia ikut serta dalam penelitian ini dengan mengisi kuisioner.
72
KUESIONER PENILAIAN
HUBUNGAN PEMBAKARAN SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN
ANGKA KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT ( ISPA )
PADA BALITA DI WILAYAH RT 17 DAN RT 18 /RW 03 DESA TAMAN
KECAMATAN TAMAN KABUPATEN SIDOARJO
TANGGAL PEMERIKSAAN :...............................................
NAMA IBU/AYAH :.............................................
USIA IBU/AYAH : ...........................................
TINGKAT PENDIDIKAN IBU/ : ° TIDAK SEKOLAH
AYAH ° SD
° SLTP
° SLTA
° PT/DIPLOMA
PEKERJAAN IBU/AYAH : 1. TidakBekerja
2. PNS/Pensiunan PNS
3. POLRI/TNI/Pensiunan
4. Wiraswasta
5.Pedagang
6.Petani
7. Buruh
73
IDENTITAS RESPONDEN
8. Lain-Lain
PENGHASILAN KELUARGA :
1. <Rp.500.000,-/bulan
2. 500.000 - 1.000.000/bulan
3. >Rp.1.000.000,-/bulan
ALAMAT :...........................................................
JUMLAH BALITA : ...........USIA................THN
JENIS KELAMIN : ............................................
BERAT BADAN BALITA : .............................................
1. Apa kepanjangan dari ISPA :
a. Infeksi Saluran Pernapasan Atas
b. Infeksi Saluran Pernapasan Akut
c. Infeksi Saluran Pernapasan Anak
2. Manakah yang merupakan salah satu dari gejala ISPA?
a. Sakit perut b. Muntah c. Batuk pilek
3. Pencegahan apa yang dilakukan agar ISPA tidak menular kepada orang lain?
a. Menggunakan masker.
b. Makan-makanan yang bergizi
c. Merokok
4. Apakah daya tahan tubuh berpengaruh terhadap terjadinya ISPA?
74
BALITA
PENGETAHUAN ISPA
a. Ya b. Tidak
5. Apakah ISPA bisa disembuhkan hanya dengan istirahat?
a. Ya b. Tidak
6. Apakah anak saudara pernah ada yang menderita Infeksi saluran
pernafasan atas dalam 1 bulan terakhir ini :
a. Ya b. Tidak
7. Jika pernah, berapa kali dalam 1 bulan terakhir ini anak menderita ISPA :
a. >3 x b. <3x
8. Apa pengertian sampah yang saudara ketahui ?
a. Sesuatu yang tidak dipakai dan tidak disenangi dan harus dibuang yang
umumnya berasal dari kegiatan manusia
b. Sesuatu yang berasal dari kegiatan manusia termasuk kotoran
c. Tidak tahu.
9. Apa yang saudara ketahui mengenai pembagian sampah menurut mudah
tidaknya membusuk ?
a. Sampah organik dan anorganik
b. Sampah basah dan sampah kering
c. Tidak tahu
10. Apa yang saudara ketahui tentang sampah organik ?
a. Sampah yang berupa sisa-sisa dapur, seperti sayur-sayuran
b. Sampah plastik atau kaca
c. Tidak tahu
75
ANGKA KEJADIAN ISPA
PENGETAHUAN SAMPAH
11. Apa yang saudara ketahui tentang dampak negatif akibat sampah ?
a. Menyebabkan penyakit, mengganggu estetika, mencerminkan status
sosial masyarakat yang rendah
b. Menyebabkan penyakit dan mengganggu estetika
c. Tidak tahu
12. Apa yang saudara ketahui tentang dampak positif akibat sampah ?
a. Dapat menghasilkan uang jika diolah menjadi barang baru serta dapat
digunakan lagi sehingga mengurangi pengeluaran
b. Sampah tidak memberikan dampak positif
c. Tidak tahu
13. Apa yang saudara ketahui tentang Reduce (mengurangi sampah) ?
a. Mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan dari tiap rumah tangga
b. Mengurangi sampah yang dsaudaraang ke TPA oleh rumah tangga
c. Tidak tahu
14. Apa yang saudara ketahui tentang Reuse (menggunakan kembali) ?
a. Menggunakan kembali sampah yang bisa digunakan kembali
b. Menggunakan kembali sampah yang telah didaur ulang
c. Tidak tahu
15. Apa yang saudara ketahui tentang Recycle (mendaur ulang sampah) ?
a. Mengubah sampah menjadi barang baru yang siap pakai
b. Menggunakan barang lama menjadi barang yang dipakai lagi
c. Tidak tahu
16. Apakah saudara setuju tiap rumah tangga harus mempunyai tempat
pembuangan sampah sementara ?
a. Setuju
76
b. Kurang setuju
c. Tidak setuju
17. Apakah saudara setuju bahwa sampah harus dipisahkan antara yang
mudah membusuk dan tidak mudah membusuk ?
a. Setuju
b. Kurang setuju
c. Tidak setuju
18. Apakah saudara setuju tiap rumah tangga harus melakukan pemisahan
sampah ?
a. Setuju
b. Kurang setuju
c. Tidak setuju
19. Apakah saudara setuju sampah yang dihasilkan tiap rumah tangga sebisa
mungkin harus dikurangi jumlahnya untuk mengurangi dampak negatif
akibat sampah ?
a. Setuju
b. Kurang setuju
c. Tidak setuju
20. Apakah saudara setuju sebaiknya saudara rumah tangga menggunakan
barang-barang yang dapat digunakan kembali untuk mengurangi
produksi sampah?
a. Setuju
b. Kurang setuju
c. Tidak setuju
21. Apakah saudara setuju sebaiknya sampah dimanfaatkan kembali
sehingga bernilai positif untuk hal-hal tertentu?
77
a. Setuju
b. Kurang setuju
c. Tidak setuju
22. Jika setuju sudahkah saudara memanfaatkan kembali sampah yang ada
dirumah sehingga dapat bernilai positif.
a. Ya,digunakan sebagai...........................
b. Tidak
23. Apakah saudara setuju sebaiknya sampah yang masih bisa dipakai tidak
dibuang tetapi dimanfaatkan kembali?
a. Setuju
b. Kurang setuju
c. Tidak setuju
24. Apakah ada Tempat sampah di dalam rumah :
a. Ya
b. Tidak
25. Apabila ada, apakah tempat sampah memenuhi syarat kesehatan :
(jawaban boleh dari satu)
a. Dari bahan kedap air c. Cukup untuk menampung
sampah
b. Tidak mudah berkarat d. Tertutup
26. Jika tidak, jarak tempat sampah dari rumah :
a. > 5 meter
b. < 5 meter
27. Pembuangan sampah akhir :
a. Dibakar b. Ditimbun c. Dibuang ke sungai d. Diangkut petugas
78
VENTILASI
28. Apakah rumah anda terdapat ventilasi ?
a.Ya
b.Tidak
29. Apakah jendela anda dibuka pada siang hari ?
a.Ya
b.Tidak
c.Kadang-kadang
30. Apa fungsi dari ventilasi ruangan ?
a. Tempat pertukaran udara sehingga suhu & kelembapan ruangan
dalam keadaan optimal
b. Tempat masuknya cahaya matahari sehingga ruangan menjadi lebih
terang
31. Bagaimana luas ventilasi yang baik ?
a. 10 % dari luas lantai
b. 5 % dari luas lantai
79
HASIL PERHITUNGAN
HUBUNGAN VENTILASI RUMAH DENGAN ANGKA KEJADIAN ISPA
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided) Point Probability
Pearson Chi-Square 8.797a 1 .003 .003 .002
Continuity Correctionb 6.781 1 .009
Likelihood Ratio 12.476 1 .000 .003 .002
Fisher's Exact Test .003 .002
Linear-by-Linear Association 8.582c 1 .003 .003 .002 .002
N of Valid Cases 41
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,10.
b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is 2,930.
80
Symmetric Measures
Value
Asymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig. Exact Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .420 .003
Interval by Interval Pearson's R .463 .081 3.264 .002c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .463 .081 3.264 .002c
N of Valid Cases 41
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
HASIL PERHITUNGAN
HUBUNGAN VENTILASI RUMAH DENGAN ANGKA KEJADIAN ISPA
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided) Point Probability
Pearson Chi-Square 25.507a 1 .000 .000 .000
Continuity Correctionb 21.781 1 .000
Likelihood Ratio 28.802 1 .000 .000 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 24.885c 1 .000 .000 .000
N of Valid Cases 41
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,41.
b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is 4,988.
81
Symmetric Measures
Value
Asymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig. Exact Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .619 .000
Interval by Interval Pearson's R .789 .090 8.013 .000c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .789 .090 8.013 .000c
N of Valid Cases 41
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
DAFTAR PUSTAKA
Alkadra, et.al .Ikhtisar Penyakit Anak. Alih bahasa: Eric Gultom. Bina rupa
Aksara. Jakarta. 1999.
Dep Kes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.
Gelbert,dkk. Lokakarya Dan Rakernas Pemberantasan Penyakit Infeksi saluran
pernapasan akut. 1996.
Hadiwiyoto.Bimbingan Ketrampilan Dalam Penatalaksanaan Infeksi Saluran
Pernapasan Akut Pada Anak. Jakarata, :10 ,1983.
Hartoyo. Masalah Batuk pada Anak. Continuing Education Anak. FK-UNAIR.
1958.
Syafruddin, Pendekatan Risiko Tinggi Dalam Pengelolaan Pelayanan Kesehatan
Anak.Continuing Education IlmuKesehatanAnak. FK-UNAIR 2004.
82
.
83