bab i referat ulkus peptikum
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Lambung sebagai reservoir/lumbung makanan berfungsi menerima
makanan/minuman, menggiling, mencampur dan mengosongkan makanan ke
dalam duodenum. Lambung yang selalu berhubungan dengan semua jenis
makanan, minuman dan obat-obatan akan mengalami iritasi kronik.1 Lambung
dan duodenum dilindungi terhadap faktor iritan oleh lapisan mukus, epitel, tetapi
beberapa faktor iritan seperti makanan, minuman dan obat anti inflamasi non
steroid (OAINS), alkohol, empedu, dan infeksi H. pylori yang menimbulkan
defek lapisan mucus dan terjadi difusi balik ion H+, sehingga timbul gastritis
akut/kronik, tukak gaster, dan tukak duodenum. Secara klinis, suatu tukak atau
ulkus adalah hilangnya epitel superfisial atau lapisan lebih dalam dengan diameter
≥5 mm yang dapat diamati secara endoskopis atau radiologis.2 Terminologi ulkus
peptikum mencakup ulkus gaster dan/atau ulkus duodenum.
Tukak gaster tersebar diseluruh dunia dengan prevalensi berbeda
tergantung pada sosial ekonomi, demografi, dijumpai lebih banyak pada pria
meningkat pada usia lanjut dan kelompok sosial ekonomi rendah dengan puncak
pada dekade keenam. Di Britania raya sekitar 6-20 % penduduk menderita tukak
pada usia 55 tahun, sedang prevalensinya 2-4 %.1 Prevalensi ulkus peptikum di
Indonesia pada beberapa penelitian antara 6-15 % terutama pada usia 20-50
tahun.3 Pada pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas terhadap 1615
pasien dengan dyspepsia kronik pada subbagian gastroenterology RS Pendidikan
Makassar ditemukan prevalensi tukak duodenum sebanyak 14 %, tukak
dudodenum + tukak gaster 5%; umur terbanyak antara 45-65 tahun dengan
kecenderungan makin tua umur, prevalensi makin meningkat dan perbandingan
antara laki-laki dan perempuan 2:1.2
Salah satu komplikasi yan paling umum terjadi dari ulkus peptikum adalah
perdarahan4. Hematemesis/melena dengan tanda syok apabila perdarahan masif
dan perdarahan tersembunyi yang kronik menyebabkan anemia defisiensi besi.
Insiden perdarahan saluran cerna pada ulkus peptikum mencapai 15-25 %,
1
2
meningkat pada usia lanjut (> 60 tahun) akibat adanya penyakit degeneratif dan
meningkatnya pemakaian OAINS (20% tanpa gejala dan tanda penyakit
sebelumnya).1,4 Komplikasi lain seperti perforasi dengan insidensi 6-7% dan
stenosis pilorik/gastric outlet obstruction dengan insidensi 1-2%.4
Penegakan diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat terhadap ulkus
peptikum dapat mencegah terjadinya komplikasi-komplikasi tersebut mengingat
insidensi ulkus peptikum dan komplikasinya yang tinggi. Oleh karena itu penulis
memilih untuk membahas tentang diagnosis dan penatalaksanaan ulkus peptikum.