ulkus peptikum

29
5 Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Lambung 2.1.1. Anatomi Lambung merupakan organ yang berbentuk kantong seperti huruf ‘J’, dengan volume 1200-1500ml pada saat berdilatasi. Pada bagian superior, lambung berbatasan dengan bagian distal esofagus, sedangkan pada bagian inferior berbatasan dengan duodenum. Lambung terletak pada daerah epigastrium dan meluas ke hipokhondrium kiri. Kecembungan lambung yang meluas ke gastroesofageal junction disebut kurvatura mayor. Kelengkungan lambung bagian kanan disebut kurvatura minor, dengan ukuran ¼ dari panjang kurvatura mayor. Seluruh organ lambung terdapat di dalam rongga peritoneum dan ditutupi oleh omentum. 5 Gambar 2.1. Pembagian daerah anatomi lambung. 5 Universitas Sumatera Utara

Upload: maya-hikari

Post on 23-Dec-2015

72 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Ulkus Peptikum

TRANSCRIPT

Page 1: ULKUS PEPTIKUM

5

Bab 2

Tinjauan Pustaka

2.1. Lambung

2.1.1. Anatomi

Lambung merupakan organ yang berbentuk kantong seperti huruf ‘J’, dengan

volume 1200-1500ml pada saat berdilatasi. Pada bagian superior, lambung berbatasan

dengan bagian distal esofagus, sedangkan pada bagian inferior berbatasan dengan

duodenum. Lambung terletak pada daerah epigastrium dan meluas ke hipokhondrium

kiri. Kecembungan lambung yang meluas ke gastroesofageal junction disebut

kurvatura mayor. Kelengkungan lambung bagian kanan disebut kurvatura minor,

dengan ukuran ¼ dari panjang kurvatura mayor. Seluruh organ lambung terdapat di

dalam rongga peritoneum dan ditutupi oleh omentum.5

Gambar 2.1. Pembagian daerah anatomi lambung.5

Universitas Sumatera Utara

Page 2: ULKUS PEPTIKUM

6

Secara anatomik, lambung terbagi atas 5 daerah (gambar 2.1.) yaitu: (1). Kardia,

daerah yang kecil terdapat pada bagian superior di dekat gastroesofageal junction; (2).

Fundus, bagian berbentuk kubah yang berlokasi pada bagian kiri dari kardia dan

meluas ke superior melebihi tinggi gastroesofageal junction; (3). Korpus, merupakan

2/3 bagian dari lambung dan berada di bawah fundus sampai ke bagian paling bawah

yang melengkung ke kanan membentuk huruf ‘J’; (4). Antrum pilori, adalah bagian

1/3 bagian distal dari lambung. Keberadaannya secara horizontal meluas dari korpus

hingga ke sphincter pilori; dan (5). Sphincter pilori, merupakan bagian tubulus yang

paling distal dari lambung. Bagian ini secara kelesulurhan dikelilingi oleh lapisan otot

yang tebal dan berfungsi untuk mengontrol lewatnya makanan ke duodenum.

Permukaan fundus dan korpus banyak dijumpai lipatan rugae lambung. Pembuluh

darah yang mensuplai lambung merupakan percabangan dari arteri celiac, hepatik dan

splenik. Aliran pembuluh vena lambung dapat secara langsung masuk ke sistem portal

atau secara tidak langsung melalui vena splenik dan vena mesenterika superior. Nervus

vagus mensuplai persyarafan parasimpatik ke lambung dan pleksus celiac merupakan

inervasi simpatik. Banyak ditemukan pleksus saluran limfatik dan kelenjar getah

bening lainnya. Drainase pembuluh limfe di lambung terbagi atas empat daerah yaitu:

(1). Kardia dan sebagian kurvatura minor ke kelenjar getah bening gastrik kiri; (2).

Pilorik dan kurvatura minor distal ke kelenjar getah bening gastrik dan hepatik kanan;

(3). Bagian proksimal kurvatura mayor ke kelenjar limfe pankreatikosplenik di hilum

splenik; serta (4). Bagian distal kurvatura mayor ke kelenjar getah bening

gastroepiploik di omentum mayor dan kelenjar getah bening pilorik di kaput

pankreas.3,5,10

2.1.2. Histologi

Dinding lambung terdiri dari empat lapisan yaitu lapisan mukosa, sub-mukosa,

muskularis eksterna (propria) dan serosa. Permukaan mukosa dilapisi oleh sel epitel

kolumnar penghasil mukus dan meluas ke sebagian foveolar atau pit. Lapisan

mukosa terbagi atas dua lapisan yaitu lamina propria dan lapisan muskularis mukosa.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: ULKUS PEPTIKUM

7

Pada lapisan muskularis mukosa, terdapat lapisan otot sirkuler pada bagian dalam

dan lapisan otot longitudinal pada bagian luarnya. Otot-otot ini berkelanjutan

membentuk kelompokan kecil (fascicle) otot polos yang tipis menuju ke bagian

dalam lamina propria hingga ke permukaan epitel. Pada lapisan sub-mukosa,

jaringannya longgar dan mengandung sejumlah jaringan ikat elastik, terdapat pleksus

arteri, vena, pembuluh limfe dan pleksus nervus Meissner. Muskularis eksterna

terdiri dari tiga lapisan yaitu longitudinal luar (outer longitudinal), sirkuler dalam

(inner sirkuler) dan oblik yang paling dalam (innermost oblique). Lapisan sirkuler

sphincter pilorik pada gastroesofageal junction. Pleksus Auerbach (myenteric)

berlokasi pada daerah di antara lapisan sirkular dan longitudinal dari muskularis

eksterna. Semua kelenjar lambung mempunyai dua komponen yaitu bagian foveola

(kripta, pit) dan bagian sekresi (kelenjar). Mukosa lambung secara histologi terbagi

atas 3 jenis yaitu kardiak, fundus dan pilorik (antral), dengan daerah peralihan di

antaranya. Perbedaan berbagai jenis mukosa lambung tergantung pada perbandingan

relatif antara bagian foveolar dengan bagian sekresi, serta komposisinya secara

mikroskopik (Gambar 2.2). Kelenjar kardiak dan pilorik mempunyai kemiripan yaitu

perbandingan antara foveola terhadap kelenjar yang mensekresi mukus adalah satu

berbanding satu. Yang membedakan keduanya adalah jarak antar kelenjar di daerah

kardiak berjauhan, kadang dijumpai lumen kelenjar yang berdilatasi kistik.

Sedangkan kelenjar pada daerah pilorik mempunyai pelapis epitel dengan sitoplasma

sel yang ‘bubly’, bervakuola, bergranul dan ‘glassy’. Sub-nukleus vakuolisasi sel

mukus kadang-kadang dapat ditemukan, keadaan ini kadang-kadang salah

diinterpretasi sebagai metaplasia. Sedangkan sitoplasma sel pada daerah pilorik yang

‘glassy’ dan berkelompok dapat salah diinterpretasi sebagai adenokarsinoma ‘signet

ring cell’. Sel bersilia yang kadang-kadang dijumpai pada daerah pilorik, dan lebih

sering dijumpai pada orang Jepang, keadaan ini kadang kala dianggap sebagai suatu

metaplasia. Kelenjar fundik (oxyntic, acidopeptic) ditandai dengan bagian foveolar

hanya ¼ dari ketebalan mukosa, kelenjarnya cendrung lebih lurus dan terdiri dari

sebaran sel chief, sel parietal (penghasil asam), sel endokrin dan sel mukosa leher.3,4,5

Universitas Sumatera Utara

Page 4: ULKUS PEPTIKUM

8

Gambar 2.2. Diagram dari empat daerah anatomi dan tiga daerah histologik lambung.

Ketebalan gastrik pit (merah) dan bagian kelenjar berbeda pada berbagai daerah di

lambung. Warna pada kelenjar sesuai dengan warna pada daerah anatomik lambung.

Histologi kelenjar dibedakan atas warna merah muda, hijau, dan biru. Gastrik pit yang

seragam berwarna merah pada seluruh bagian lambung.4,10

Secara imunohistokimia dan in situ hybridization menunjukkan sel chief dan sel

mukosa leher menghasilkan pepsinogen I (namun pada daerah pilorik menghasilkan

pepsinogen II). Musin yang dihasilkan oleh mukosa lambung hampir semuanya

adalah jenis netral dan positif dengan pewarnaan PAS, namun negatif pada

pewarnaan Alcian blue dan Mayer’s mucicarmine. Sedangkan sel mukosa leher yang

normal dapat menghasilkan sialomusin dan sulfomusin dalam jumlah yang sedikit.

Pada pemeriksaan imunohistokimia sel epitel foveolar menampilkan MUC1 dan

Universitas Sumatera Utara

Page 5: ULKUS PEPTIKUM

9

MUC5AC, sedangkan kelenjar menampilkan MUC6. Bila dihubungkan dengan

antigen Lewis, sel epitel foveolar menampilan rantai antigen Le(a) dan Le (b) tipe I,

sedangkan kelenjar menampilkan rantai antigen Le(x) dan Le(y) tipe II. Pada mukosa

saluran pencernaan terdapat paling sedikit 16 jenis sel endokrin parakrin, dan

sebagian besar terdapat pada lambung. Pada mukosa pilorik, 50% sel endokrin

berupa sel G yang menghasilkan gastrin, 30% mengandung sel enterokromafin (EC)

yang menghasilkan 5-HT (serotonin), dan 15% adalah sel D penghasil somatostatin.

Pada mukosa fundus, sebagian besar sel endokrin terdiri dari sel ECL (EC-like)

sebagai tempat penyimpanan histamin; selain itu juga terdapat sejumlah kecil sel X

(sekresi yang dihasilkan sel ini masih belum diketahui) serta sel enterokromaffin

(EC). Sel ECL diduga berperanan penting di dalam mekanisme sekresi asam lambung

yang berfungsi untuk mengontrol rangsangan gastrin. Aktifitas fungsional dan

proliferasinya sangat dipengaruhi oleh gastrin.2,3,4,5,11,13

2.2. Gastritis

Gastritis kronik non-spesifik merupakan penyakit yang sangat sering dijumpai.

Prevalensi pada populasi di US belum diketahui, namun dari populasi di Eropa dan

Jepang menunjukan peningkatan insidensi yang berhubungan dengan umur, dan lebih

dari 50% terdapat pada umur di atas 60 tahun. Sebagian besar pasien gastritis yang

ringan tidak menunjukkan gejala.4,5,6,8,13

2.2.1. Gastritis akut

Gastritis akut merupakan proses peradangan mukosa yang bersifat sementara

yang mungkin tanpa disertai gejala atau dengan gejala berupa berbagai tingkat nyeri

di uluhati, mual dan muntah. Pada kasus yang berat mungkin terjadi erosi pada

mukosa, tukak, perdarahan, hematemesis, melena, dan kadang-kadang kehilangan

darah yang massif.3 Gastritis akut dikenal juga sebagai gastropati reaktif atau

gastropati kimia.7

Universitas Sumatera Utara

Page 6: ULKUS PEPTIKUM

10

Patogenesis. Lumen lambung mengandung asam dengan pH hampir

mendekati 1, melebihi 1 juta kali lebih asam daripada pH di dalam darah. Suasana

asam ini berperan dalam mekanisme pencernaan, namun juga berpotensi merusak

mukosa lambung. Ada berbagai mekanisme pertahanan mukosa lambung (Gambar

2.3). Mukus yang dihasilkan oleh sel foveolar permukaan membentuk lapisan mukus

yang tipis untuk melingdungi sel epitel dari partikel-partikel makanan, dan juga

mempunyai pH yang netral karena sekresi ion bikarbonat oleh sel epitel permukaan.

Gastritis akut sering berhubungan dengan penggunaan obat NSAID yang kronik dan

berat, terutama aspirin; peminum alkohol yang berlebihan; perokok berat; kemoterapi

pada kanker; infeksi sistemik (Salmonellosis, cytomegalovirus); stress berat (luka

bakar, trauma, pembedahan); iskemia dan shock; iritasi zat kimia (asam, alkali);

iradiasi lambung; trauma mekanis (nasogastrik intubasi); dan post gastrektomi distal.

Mekanisme penyebab yang diperkirakan bekerja tunggal atau dalam gabungan:

produksi asam bertambah dengan difusi balik; produksi buffer bikarbonat pada

permukaan berkurang; aliran darah mukosa berkurang; kerusakan langsung pada

epitel mukosa.3,7,13,14,18

Gambaran histopatologi gastritis akut ringan sulit dikenali, kelainan yang

dijumpai berupa epitel permukaan yang masih ‘intake’, walaupun epitel permukaan

terlepas (erosi) namun terbatas pada lapisan muskularis mukosa, hiperplasia foveolar,

lamina propria edema dan hiperemia (pembuluh darah kongesti), pada gastritis

erosive terdapat hemoragik akut dimana perdarahannya segar, nekrosis bersifat fokal

pada permukaan dan sel foveolar. Sebukan sel radang neutrofil pada daerah foveolar

dan lumen kelenjar, namun peradangan tidak terjadi secara menyeluruh. Bila erosi

meluas lebih dalam, dapat berkembang menjadi tukak.3,5,7,24

Universitas Sumatera Utara

Page 7: ULKUS PEPTIKUM

11

Gambar 2.3. Mekanisme jejas dan pertahanan pada lambung. Ilustrasi diagram

perkembangan dari jejas ringan hingga terbentuk tukak disertai gastritis akut dan

kronik. Tukak terdiri dari lapisan nekrosis (N), inflamasi (I), dan jaringan

granulasi (G), namun jaringan parut/skar (S), membutuhkan waktu dan hanya

terdapat pada lesi yang kronis.3

2.2.2. Gastritis kronis

Insidensi dan riwayat alami gastritis kronik telah diketahui dan tersistematis

dengan jelas menggunakan biopsi jaringan secara endoskopi. Keluhan pada gastritis

kronis tidak begitu hebat, namun keluhannya dapat menetap dalam waktu yang lama.

Keluhan yang timbul berupa mual dan rasa tidak enak pada perut bagian atas, kadang

disertai muntah dan hematemesis. Penyebab gastritis kronik yang paling sering

adalah infeksi Helicobacter pylori.3,24,26

Ada dua gambaran utama penyakit ini yaitu

sebukan sel-sel radang pada lamina dan atrofi epitel kelenjar. Sel-sel plasma dan

limfosit (kadang-kadang dengan pembentukan folikel) merupakan sel yang prominen

dijumpai di antara sel-sel radang tersebut, namun juga dapat dijumpai sel eosinofil

serta neutrofil. Gastritis kronik dapat diklasifikasikan menjadi gastritis kronik

superfisial dan gastritis kronik atrofi. Pada gastritis kronik superfisial, sebukan sel-

sel radang terbatas pada daerah foveolar dan tidak dijumpai atrofi kelenjar. Kelainan

Universitas Sumatera Utara

Page 8: ULKUS PEPTIKUM

12

epitel bisa juga dijumpai, berupa penurunan jumlah musin sitoplasma, pembesaran

inti dan nukleoli, kadang-kadang terjadi peningkatan jumlah mitosis. Sedangkan pada

gastritis kronik atrofi, proses peradangannya lebih hebat dan bersamaan dengan atrofi

pada kelenjar. Gastritis fokal ditandai dengan sel-sel radang limfosit dan histiosit

(kadang bercampur dengan sel neutrofil) yang berkelompok dan mengelilingi

sebagian kelenjar, ini diduga merupakan petanda penyakit IBD (inflammatory bowel

disease), namun pada sebagian studi lainnya masih belum terdapat konfirmasi tentang

hal ini.1,3,4,5,7

Gastritis kronik dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu: (1). Tipe-A (tipe imun); dan (2).

Tipe-B (tipe non-imun). Kedua jenis gastritis ini mempunyai kemiripan dalam

gambaran histologi, namun patogenesisnya berbeda. Gastritis tipe-A (tipe imun) ini,

lebih jarang dijumpai. Pada umumnya terdapat di daerah fundus dan meluas difus

hingga ke daerah antrum, ditandai dengan hiperplasia neuroendokrin, berhubungan

dengan antibodi terhadap sel parietal, hipokhlorhidria atau akhlorhidria dan kadar

serum gastrin yang tinggi. Sub-unit α dan dari pompa proton lambung

teridentifikasi sebagai target molekular utama penyakit autoimun ini, yang

menimbulkan anemia pernisiosa. Varian dari kelainan ini berupa pan-gastritis atrofi

autoimun, yang dapat mengenai antral dan fundus, namun tidak terdapat hiperplasia

neuroendokrin. Sedangkan gastritis tipe-B (jenis non-imun), lebih sering dijumpai,

proses penyakitnya dimulai dari daerah antrum, dan berkembang kearah proksimal

hingga ke perbatasan fundik-pilorik secara bertahap. Pada beberapa kepustakaan,

gastritis tipe-B (non-imun) dikalsifikasikan menjadi: (1). Gastritis hipersekresi, yang

terbatas pada daerah antrum, yang dihubungkan dengan keadaan hiperkhlorhidria dan

tukak peptik duodenum; dan (2). Gastritis lingkungan (environmental), yang

melibatkan daerah antrum dan fundus yang awalnya berupa lesi bercak-bercak,

kemudian tersebar difus.7,8,14

Patogenesis gastritis kronik tipe-B adalah kompleks dan beragam. Faktor risiko

terjadinya gastritis tipe ini adalah berhubungan dengan alkohol, tembakau, refluks

Universitas Sumatera Utara

Page 9: ULKUS PEPTIKUM

13

duodenum (refluks gastritis), alergi makanan, dan berbagai jenis obat (terutama obat-

obatt anti- inflamasi). Selain berbagai risiko yang multifaktorial ini berperanan dalam

gastritis kronis tipe-B (dan penyakit lambung lainnya, seperti tukak peptik,

karsinoma dan limfoma), yang harus menjadi perhatian juga adalah infeksi H.

pylori.1,3,11

2.2.3. Gastritis Helicobacter pylori

Infeksi H. pylori di Negara US, berhubungan dengan daerah pemukiman yang

padat, keterbatasan pendidikan, etnis Amerika-Afrika atau Amerika Meksiko, daerah

perkampungan, dan kelahiran di luar US. Angka kolonisasi melebihi 70% pada

sebagian kelompok dan bervariasi dari 10-80% di dunia. Daerah dengan prevalensi

yang tinggi menghubungkan antara angka kolonisasi dengan umur pasien, dan sering

didapatkan pada masa anak-anak dan kemudian menetap hingga beberapa dekade.

Cara penularan organism ini belum pasti, namun diketahui bahwa hanya manusia

yang merupakan host-nya, melalui infeksi mulut ke mulut, fekal ke mulut dan

penyebaran lingkungan. Penyakit yang hampir sama dihubungkan dengan infeksi

organisme Helicobacter heilmannii, dimana reservoir-nya adalah kucing, anjing, babi

dan primate yang bukan manusia. Perbedaan morfologi antara Helicobacter pylori

terhadap Helicobacter heilmannii sangat sulit. Pengenalan terhadap Helicobacter

heilmannii penting, dalam penanganan binatang peliharaan dan untuk mencegah

infeksinya ke manusia.1,2,3,14,18,21

Helicobacter pylori

Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif yang ditemukan pada

permukaan epitel lambung, dan pertama kali diisolasi oleh Warren dan Marshall pada

tahun 1983 (gambar 2.4).6,18

Universitas Sumatera Utara

Page 10: ULKUS PEPTIKUM

14

Gambar 2.4. H. pylori merupakan bakteri gram-negatif dengan bentuk batang

melengkung. mempunyai flagela, yang membantu menembus lapisan mukous

lambung yang tebal.6,18

Bakteri ini merupakan kuman gram negatif, mikroaerofilik, berbentuk batang

melengkung, berukuran panjang 1-3μm dan lebar 0,3-0,6μm serta berflagela pada

salah satu ujung ‘pole’nya. Dapat menimbulkan peradangan kronik pada pemukaan

mukosa lambung. Infeksi ini biasanya terjadi pada usia anak-anak, dan cendrung

menetap dengan pengobatan yang tidak tepat. Prevalensi meningkat sesuai dengan

bertambahnya umur dan status sosioekonomi yang rendah selama masa anak-anak

dan mempunyai keragaman di seluruh dunia.4,5,6,7,8

Genom H. pylori (1,65 juta pasangan basa) mengkode sekitar 1500 protein. Di

antara semua genom tersebut, ada dua proyek sekuensi gen H. pylori yang telah

ditemukan berupa satu keluarga besar dari 32 protein yang berhubungan dengan

protein membran bagian luar (Hop proteins) yaitu adhesi H. pylori dan berbagai gen

yang dapat men-switched on dan men-switched off dengan mutagenesis yang

diperantarai oleh kesalahan pasangan slippedstrand. Protein yang dikode oleh

beragam fase termasuk enzim yang memodifikasi struktur molekul permukaan

antigen, mengontrol masuknya DNA asing ke dalam bakteri dan peningkatan

pergerakan bakteri. Perubahan genom H. pylori berlangsung terus menerus selama

kolonisasi kronik dari individu host dengan mengirim potongan kecil DNA asing dari

strains H. pylori yang lain selama infeksi menetap maupun sementara.6,8,16

Universitas Sumatera Utara

Page 11: ULKUS PEPTIKUM

15

H. pylori dapat melekat erat pada sel epitel dengan komponen permukaan

bakteri yang multipel. Adhesi yang paling khas adalah BabA, yaitu suatu protein 78-

kD membran luar yang terikat pada antigen kelompok darah Lewis B fucosylated.

Beberapa anggota keluarga protein Hop lainnya juga memperantarai perlekatan pada

sel epitel. Dari berbagai penelitian terhadap binatang percobaan membuktikan bahwa

adhesi terutama BabA yang berhubungan dengan penyakit H. pylori dapat

meningkatkan beratnya keadaan penyakit, walaupun pada sebagian penelitian masih

diperdebatkan.1,2,16,21

Pada umumnya strains H.pylori menampilkan vakuola sitotoksin VacA 95-kD

yang mensekresi eksotoksin. Toksin yang dihasilkan masuk ke sel membran epitel

dan membentuk suatu heksamerik anion yang selektif, saluran yang tergantung

voltase dilalui bikarbonat dan anion organik dapat dilepaskan, yang mungkin

menyiapkan makanan untuk bakteri. VacA juga ditargetkan untuk membran

mitokhondria, yang menyebabkan pelepasan sitokhrom c dan merangsang apoptosis.

Patogenesis peran toksin masih diperdebatkan. Mutan VacA negatif dapat

berkolonisasi pada binatang percobaan, dan strain dengan gen VacA yang inaktif

telah dapat terisolasi dari pasien, ini mengindikasikan bahwa VacA bukan yang

mendasari kolonisasi. Di Negara Barat, varian gen VacA tertentu berkaitan dengan

penyakit yang lebih berat. Namun, hal ini tidak ditemukan di Negara Asia, dan dasar

fungsional yang mendasarinya masih belum diketahui. Sebagian besar strain H.

pylori menunjukkan cag–PAI (pulau patogenisitas cag), suatu fragmen genomik 37-

kb. Sebagian komponen pengkodean ini diperkirakan mensekresi apparatus jenis IV

yang memindahkan protein CagA 120-kD ke dalam sel host. Setelah memasuki sel

epitel, CagA berphosphorilasi dan mengikat phosphatase tyrosin SHP-2, mengawali

respon seluler yang menyerupai faktor pertumbuhan dan sel host menghasilkan

sitokin.1,2,3,6,8,21

Starin H. pylori yang menimbulkan penyakit (Strain tipe I) mengandung pulau

patogenisitas cag (daerah kromosom dengan 37,000 bp dan 29 gen), yang terletak

Universitas Sumatera Utara

Page 12: ULKUS PEPTIKUM

16

pada daerah yang ditandai dengan ‘tanda panah’. Susunan gen pada strain 26695,

merupakan suatu susunan genom yang dipublikasi pertama kali (gambar 2.5).7

Gambar 2.5. Pulau patogenisitas cag.7

Pada sebagian strain, pulau tersebut dipisah menjadi dua bagian. Diduga

banyak gen Cag yang terlibat dalam perpindahan sekresi protein CagA ke dalam

sitoplasma sel epitel lambung. Ada lima jenis gen (ditandai dengan warna orange)

yang mirip komponen sistem sekresi tipe-IV dari patogen tumbuhan Agrobacterium

tumefaciens (Vir proteins). Protein yang dikode oleh pulau tersebut terlibat di dalam

dua proses utama, merangsang sel epitel untuk menghasilkan IL-8 dan perpindahan

CagA dari bakteri ke dalam sel host. Seluruh gen (dalam ‘panah besar’), berperanan

penting dalam menginduksi IL-8; sedangkan pada panah yang terputus-putus

mengindikasikan gen yang tidak terlibat dalam proses ini. Garis panah yang berwarna

biru mengindikasikan gen yang dibutuhkan untuk translokasi CagA; garis orange

mengindikasikan gen yang tidak penting untuk bertranslokasi.1,3,6,7,8,21

Universitas Sumatera Utara

Page 13: ULKUS PEPTIKUM

17

Respon host terhadap Helicobacter pylori

H. pylori menimbulkan peradangan lambung pada semua pasien yang

terinfeksi. Respon peradangan awal terdiri dari perekrutan sel radang neutrofil, yang

diikuti oleh sel limfosit T dan B, sel plasma, dan makrofag, dan kerusakan sel epitel.

H. pylori jarang menginvasi mukosa lambung, respon host terutama dipicu oleh

melekatnya bakteri ke sel epitel. Patogen berikatan dengan molekul permukaan MHC

kelas II (class II major-histocompatibility-complex) pada sel epitel lambung, dan

merangsang apoptosis. Selanjutnya terjadi perubahan sel epitel yang tergantung pada

protein yang dikode oleh cag-PAI dan pada translokasi CagA di dalam sel epitel

lambung. Urease dan porin H. pylori dapat menimbulkan ekstravasasi dan

kemotaksis sel radang neutrofil (gambar 2.6).1,7,16

Gambar 2.6. Interaksi antara pathogen-host di dalam patogenesis infeksi

Helicobacter pylori.7

Universitas Sumatera Utara

Page 14: ULKUS PEPTIKUM

18

Epitel lambung pasien yang terinfeksi H. pylori menunjukan peningkatan kadar

IL-1, IL-2, IL-6, IL-8, dan TNF-α. Di antara semua kemokin ini, IL-8 merupakan

tampilan kemokin yang paling kuat dan paling penting untuk mengaktifasi neutrofil

pada sel epitel lambung. Strain H. pylori yang memiliki cag-PAI memberi

rangsangan respon interleukin yang lebih kuat dibandingkan strain H. pylori dengan

cag yang negatif. Respon ini tergantung pada aktifasi NFk B (Nuclear Factor k B)

dan respon awal aktifator dari faktor transkripsi protein 1 (AP-1). Protein permukaan

H. pylori mempunyai berat molekul 150-kD, merupakan protein pengaktif fagositosis

neutrofil, namun hubungannya terhadap keadaan klinis masih belum diketahui.

Infeksi H. pylori dapat merangsang respons sistemik dan humoral mukosa. Produksi

antibodi ini tidak mengeradikasi infeksi, namun dapat menambah kerusakan jaringan.

Sebagian pasien yang terinfeksi H. pylori mempunyai respon auto-antibodi yang

langsung terhadap H+/K

+–ATPase sel parietal lambung yang berkorelasi dengan

meningkatnya atrofi pada korpus. Selama respon imun spesifik, berbagai sub-group

sel T akan terpicu. Sel-sel ini berpartisipasi dalam proses proteksi mukosa dan

membantu membedakan bakteri patogen dari yang komensal. Sel T-helper (Th-0)

yang imatur menampilkan CD4 yang dapat berdiferensiasi menjadi dua sub-tipe

fungsional yaitu: sel Th1, yang mensekresi IL-2 dan interferon; dan sel Th2 yang

mensekresi IL-4, IL-5 serta IL-10. Sel Th2 merangsang sel B dalam meresponi

patogen ekstraseluler, sedangkan sel Th1 merangsang respon terhadap patogen

intraseluler. Karena H.pylori bersifat non-invasi dan kuat merangsang respon

humoral, maka yang diharapkan adalah respon sel Th2. Secara bertolak belakang, sel-

T mukosa lambung H. pylori spesifik menunjukkan fenotipe Th1. Penelitian tikus

targeting gen selanjutnya menunjukkan sitokin Th1 yang menimbulkan gastritis,

sementara sitokin Th2 memproteksi peradangan lambung. Orientasi Th1 ini

meningkatkan produksi IL-18 antral dalam meresponi infeksi H. pylori.1,4,7,8,

Biasanya respons Th1 ini, bersamaan dengan apoptosis yang diperantarai Fas

dari klon sel-T H.pylori spesifik, cendrung menyebabkan H pylori menetap. Sebagai

tambahan terhadap kerusakan yang dihubungkan dengan translokasi protein yang

Universitas Sumatera Utara

Page 15: ULKUS PEPTIKUM

19

diperantarai cag-PAI, infeksi H.pylori menghasilkan jejas epitel dengan berbagai

mekanisme. Kerusakan sel epitel karena reaksi oksigen atau spesies nitrogen yang

dihasilkan oleh aktifasi neutrofil. Peradangan kronik juga meningkatkan pergantian

dan apoptosis sel epitel, yang merupakan campuran efek kontak yang diperantarai

Fas langsung terhadap epitel dan sel Th1 serta IF-ɤ. Kadar tampilan Fas, NF-kB, dan

MAP (mitogenassociated protein kinase), sebaliknya dipengaruhi oleh IL-1b.

Polimorfisme pro-inflammasi dari gen IL-1b cendrung berkembang dari gastritis

terutama pada korpus lambung yang berkaitan dengan hipokhlorhidria, gastrik atrofi,

dan adenokarsinoma lambung. Pada gastritis yang tidak ditemukan polimorfisme pro-

inflamasi perkembangannya lebih cendrung di antrum yang dikaitkan dengan kadar

sekresi asam normal hingga tinggi.1,7,8

Morfologi. Pada umumnya infeksi H. pylori dijumpai pada jaringan biopsi

lambung. Organisme ini berada pada mukosa permukaan sel epitel di daerah

permukaan dan bagian leher dari ‘pit’. Penyebarannya tidak merata, daerah dengan

kolonisasi yang banyak organism dapat berbatasan dengan daerah yang kolonisasinya

sedikit. H. pylori terdapat pada epitel lambung, dan pada umumnya tidak dijumpai

pada metaplasia intestinal lambung maupun epitel duodenum. Namun pada daerah

metaplasia pilorik yang terjadi karena jejas yang kronik di duodenum maupun

mukosa jenis lambung pada esofagus Barrett mungkin dapat ditemukan. Pada

lambung, H. pylori sering terdapat pada antrum. Pada pemeriksaan endoskopi

mukosa antral yang terinfeksi tampak eritema, permukaan kasar, kadang-kadang

berupa nodular. Sebukan sel-sel radang neutrofil terdapat pada lamina propria,

kadang-kadang dapat ditemukan intra-epitel (gambar 2.7) dan terkumpul pada lumen

‘pit’ lambung menbentuk ‘abses pit’. Pada lamina propria superfisial terdapat

sebukan berat atau kelompokan sel plasma, limfosit dan makrofag. Sel neutrofil intra-

epitel dan sel plasma pada sub-epitel merupakan ciri khas pada gastritis Helicobacter

pylori, Sebukan peradangan dapat membentuk penebalan pada lipatan rugae, yang

menyerupai lesi awal sebukan.3,4,5,7

Universitas Sumatera Utara

Page 16: ULKUS PEPTIKUM

20

Gambar 2.7. Gastritis Helicobacter pylori.

(A). H. pylori berbentuk spiral dengan pewarnaan ‘Warthin-Starry silver’.

Organism banyak dijumpai pada permukaan mukosa; (B). Neutrofil banyak

terdapat pada intra-epithelial dan lamina propria; dan (C). Kelompokan limfoid

dengan ‘germinal center’ dan sel plasma yang banyak dijumpai pada sub-epitel

di lamina propria superfisial merupakan ciri khas gastritis H. pylori.3

Gastritis Helicobacter pylori yang kronis dapat meluas hingga ke korpus dan

fundus lambung, mukosa mengalami atrofi. Kelompokan limfoid kadang disertai

‘germinal center’ (gambar 2.7.C), membentuk jaringan limfoid mukosa (MALT/

Mucosa-associated lymphoid tissue), yang dapat berubah menjadi limfoma.1,2,3,4,9

Universitas Sumatera Utara

Page 17: ULKUS PEPTIKUM

21

Pengidentifikasian Helicobacter pylori

Helicobacter pylori dapat dikenali dengan pewarnaan hematoksilin-eosin rutin.

Mikro-organisme ini berupa eosinofilik batang yang sedikit melengkung mirip

dengan cairan mukus di lambung, dapat mengkontaminasi flora mulut dan membran

sel epitel lambung (Gambar 2.7.A dan 2.8). Selama pengobatan, organisme ini dapat

berubah bentuk berupa huruf ‘U’, melingkar, bentuk batang yang ireguler maupun

kokoid.3,5,7,14

Gambar 2.8. H. pylori yang melekat pada epitel lambung, berupa batang kecil

kehitaman (panah), terdapat pada permukaan epitel dan di dalam lumen kelenjar.

Pada bagian mukosa dijumpai sebukan sel-sel radang.3,5,7

Secara histologi, bentuk kokoid yang solid, bulat, basofilik, berukuran 0,4-

1,2μm. Bentuk ini menyerupai bakteri non-patogen, spora jamur dan cryptosporidia.

Namun densitas Helicobacter pylori ini rendah, sehingga untuk mendeteksinya dapat

dibantu dengan pewarnaan spesial termasuk Giemsa, Warthin-Starry atau Steiner

silver (gambar 2.8.), Alcian yellow-toluidine blue, Wright-Giemsa, Brown-Hopps,

acridine orange, Diff-Quik stains, pewarnaan Genta dan imunohistokimia. Tidak ada

kelebihan antara satu jenis pewarnaan dengan yang lainnya, namun diagnosa yang

pasti dengan menggunakan pewarnaan imunohistokimia.4,19,20

Teknik pemeriksaan

PCR (Polymerase chain reaction) juga dapat dilakukan. Pada salah satu penelitian

Universitas Sumatera Utara

Page 18: ULKUS PEPTIKUM

22

pemeriksaan PCR untuk mendeteksi Helicobacter pylori didapatkan sekitar 20%

terdeteksi pada kasus dengan biopsi lambung yang negatif.3,5,6,7,8

2.2.4. Metaplasia

Perubahan metaplasia mukosa lambung dapat terjadi pada gastritis kronis. Ada

dua jenis metaplasia yaitu metaplasia pilorik pada mukosa fundus dan metaplasia

intestinal. Keadaan ini dapat terjadi secara bersamaan. Pada metaplasia intestinal,

kelenjar mukosa kelenjar lambung jenis fundik digantikan oleh mukosa kelenjar

penghasil mukus. Proses ini berlangsung secara bertahap yang berlanjut sepanjang

perbatasan fundus ke pilorik dan bergerak kea rah proksimal menuju daerah kardia.

Metaplasia intestinal dihubungkan terhadap pergantian mukosa lambung yang

progresif oleh epitel usus baik usus halus maupun usus besar, yang mengandung sel

goblet, sel absorptif (brush border), sel Paneth, dan beragam sel endokrin. Sel yang

bersilia juga mungkin dapat dijumpai. Metaplasia intestinal dapat diklasifikasikan

menjadi jenis komplet (tipe-1) dan tidak komplet (tipe-2). Pada metaplasia yang

komplet, perubahan mukosa lambung menjadi bentuk yang identik terhadap epitel

usus halus, pada kasus yang lebih lanjut bias dijumpai villi dan kripta. Pada

metaplasia yang tidak komplet, tidak dijumpai sel absorptive, namun sel kolumnar

dengan gambaran sel foveolar lambung masih tersisa. Secara histokimia, terdapat

musin yang prominen pada metaplasia intestinal komplet yaitu berupa sialomusin,

dan sedikit sulfomusin atau musin yang netral; sedangkan pada jenis yang tidak

komplet lebih banyak dijumpai musin netral (jenis II-A) atau sulfomusin (jenis II-B).

Pada pemeriksaan imunohistokimia, metaplasia intestinal tipe-1 ditandai dengan jenis

musin usus MUC2, sedangkan MUC1, MUC5AC dan MUC6 sedikit atau tidak ada.

Metaplasia tipe-II, menampilkan MUC2 dan musin normal pada lambung secara

bersamaan. Metaplasia intestinal juga menunjukkan imunoreaktif yang tinggi untuk

mensekresi immunoglobulin dan antigen terhadap sel-T (Thomsen–Friedenreich),

yang mengindikasikan musin glikosilasi aberant. Kelenjar dengan metaplasia

intestinal juga imunoreaktif terhadap antigen hepatosit (Hep-Par-1) dan terhadap

Universitas Sumatera Utara

Page 19: ULKUS PEPTIKUM

23

guanylyl cyclase C (suatu reseptor selektif yang ditampilkan oleh sel epitel).

Hubungan metaplasia intestinal pada lambung dan H. pylori menarik. Biasanya H.

pylori tidak dijumpai pada fokus metaplasia intestinal tipe-1, namun sering dijumpai

pada fokus tipe-2. Metaplasia intestinal tipe-2B mempunyai hubungan yang kuat

terhadap karsinoma lambung tipe intestinal dibandingkan tipe lainnya, namun hal ini

masih diperdebatkan sampai saat ini.2,4,21,22,25,26

2.2.5. Gastritis Atrofi

Gastritis kronik atrofi, merupakan suatu proses peradangan kronik hebat yang

bersamaan dengan atrofi pada kelenjar. Manifestasi atrofi kelenjar ditandai dengan

jarak antara satu kelenjar dengan kelenjar lainnya berjauhan, dan terdapat

peningkatan jumlah jaringan ikat retikulin pada lamin propria. Berdasarkan

perbandingan antara ketebalan bagian kelenjar terhadap seluruh ketebalan mukosa

lambung, gastritis kronik atrofi ini dapat dikategorikan menjadi gastritis atrofi

ringan, sedang dan berat. Gastritis kronik atrofi harus dibedakan terhadap atrofik

gastrik. Atrofi gastrik, merupakan stadium akhir gastritis kronik atrofi. Secara

endoskopi dan makroskopis, gastritis kronik atrofi maupun atrofi gastrik

menunjukkan otot mukosa yang tipis, pembuluh darah sub-mukosa menonjol. Jika

lapisan mukosa menipis tanpa disertai sebukan sel-sel radang, ini menandai suatu

atrofi gastrik. Peningkatan derajat atrofi pada umumnya berhubungan terhadap

dilatasi kistik kelenjar dan metaplasia. Terdapat hubungan yang erat antara tingkat

atrofi gastrik seperti yang diduga pada biopsi endoskopik dan pemeriksaan sekresi

asam. Namun tidak ada hubungan antara penemuan histopatologi terhadap gejala,

gambaran radiologi dan gastroskopi. Gastritis kronik atrofi pada umumnya dapat

dijumpai pada karsinoma lambung, dan pada umumnya keadaan yang berat sesuai

dengan tingkat perluasan tumor.1,3,4,21,24

Universitas Sumatera Utara

Page 20: ULKUS PEPTIKUM

24

2.2.6. Displasia

Gastritis kronik yang menimbulkan radikal bebas dihubungkan dengan

peradangan dan rangsangan proliferasi sel epitel. Dengan berjalannya waktu, faktor

stress menimbulkan penimbunan kelainan genetik yang dapat menyebabkan

degenerasi malignansi (karsinoma). Akhir-akhir ini telah diketahui bahwa sebagian

besar karsinoma lambung bersamaan dan sering didahului oleh fase displasia. Bila

ditemukan displasia pada sediaan biopsi, harus hati-hati kemungkinan adanya

karsinoma dan pasien mungkin berisiko tinggi berkembang menjadi karsinoma

lambung. Risiko ini paling banyak terjadi di Negara Asia dan Eropa dibandingkan

dengan Amerika Serikat.2,3,7

Morfologi displasia ditandai dengan meningkatnya proliferasi sel disertai

kelainan konfigurasi ukuran dan bentuk sel epitel yang beragam, inti membesar,

kromatin kasar dan hiperkromatik. Sekresi mucus berkurang atau tidak ada,

perbandingan inti dan sitoplasma meningkat (N/C ratio meningkat), kehilangan

polaritas sel, dan pseudostratifikasi. Jumlah mitosis meningkat, sebagian mitosis

atipik. Kelainan sel bersamaan dengan kelainan arsitektur kelenjar, berupa

percabangan dan ‘budding’. Displasia kadang-kadang sulit dibedakan dari hiperplasia

regeneratif. Ini merupakan tantangan untuk ahli patologi dalam membedakannya,

karena peningkatan proliferasi epitel dan gambaran mitotik dapat ditemukan pada

kedua keadaan ini.Sel epitel matur yang reaktif mencapai permukaan mukosa,

sementara lesi displasia secara sitologi masih imatur.1,2,3,4,7

Displasia lambung dapat dibagi atas tiga jenis: (1). Intestinal (adenomatous,

tipe-1), (2). Gastrik (foveolar, tipe-2); dan (3). Sub-tipe kombinasi (hybrid), yang

mempunyai perbedaan gambaran tampilan musin dan petanda lainnya. Banyak

system yang menunjukkan tingkatan displasia sub-tipe ini, sistem yang paling sering

digunakan adalah yang membaginya dalam dua kategori yaitu low grade dan high

grade. Displasia high grade dapat disinonimkan dengan karsinoma in-situ (CIS) dan

Universitas Sumatera Utara

Page 21: ULKUS PEPTIKUM

25

harus dibedakan dari karsinoma intra-mukosa, dimana proses ini telah dijumpai

kerusakan pada basal membran. Konsep yang telah direkomendasikan bersamaan

oleh beberapa kelompok ahli patologi bahwa biopsi lambung dapat dikelompokan

dalam pelaporan menjadi kategori: (1). Negatif untuk displasia; (2). Indefinitr untuk

displasia; (3). Displasia low grade; (4). Displasia high grade atau karsinoma in-situ;

(5). Karsinoma intra mukosa; dan (6). Karsinoma invasif. 4,7,23

2.3. Tukak Peptik

Tukak peptik dapat terjadi pada semua tempat di saluran cerna yang terpapar

cairan asam lambung, namun yang paling sering adalah pada daerah antrum lambung

dan bagian pertama dari duodenum. Tukak duodenum paling sering dijumpai pada

pasien sirosis hati, penyakit paru obstruksi kronik, gagal ginjal kronik dan

hiperparatiroid. Pada gagal ginjal kronik dan hiperparatiroid, stress psikologi eksogen

mungkin meningkatkan produksi asam lambung. Tukak peptik juga dapat terjadi

pada esofagus yang menimbulkan GERD (gastro esophageal reflux disease) atau

sekresi asam yang dihasilkan oleh mukosa lambung yang ektopik. Mukosa lambung

yang terdapat pada divertikulun Meckel dapat menyebabkan tukak peptik pada

mukosa di sekitarnya.3,4,7,17,25

Tukak lambung bisa terjadi secara akut maupun kronik. Pada tukak lambung

akut, kerusakan mukosa lambung bersifat fokal dan merupakan komplikasi dari

pengobatan NSAIDs. Penyebab lainnya bias berupa stress psikologi berat.

Berdasarkan lokasi dan hubungan klinisnya, tukak lambung mempunyai penamaan

spesifik, seperti: (a). Tukak stress (stress ulcers), paling sering terjadi pada pasien

yang shok, sepsis, atau trauma berat; (b). Tukak Curling, tukak pada bagian

proksimal duodenum yang dihubungkan dengan luka bakar berat/trauma; (c). Tukak

Cushing, yaitu tukak yang terdapat pada lambung, duodenum maupun esofagus yang

timbul pada pasien dengan penyakit intra-kranial, tukak ini sering menimbulkan

perforasi.3

Patogenesis tukak akut sangat kompleks dan belum diketahui dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 22: ULKUS PEPTIKUM

26

jelas. Tukak yang dirangsang oleh penggunaan NSAID dihubungkan dengan inhibisi

cyclooxygenase. Pencegahan sintesis prostaglandin, yang meningkatkan sekresi

bikarbonat, inhibisi sekresi asam, merangsang sintesa musin, dan meningkatkan

perfusi pembuluh darah. Lesi dihubungkan dengan jejas intra-kranial diduga karena

rangsangan langsung terhadap inti vagal, yang menyebabkan sekresi yang berlebihan

dari asam lambung. Asidosis sistemik, sering ditemukan pada keadaan ini, mungkin

juga dapat menimbulkan jejas mukosa karena penurunan pH intra selular sel mukosa.

Hipoksia dan penurunan aliran darah disebabkan oleh vasokonstriksi splanchnic yang

dirangsang stress juga merupakan patogenesis tukak akut.3,7,17,21,25

Pada tukak lambung kronis, sebagian kasus tukak lambung dihubungkan

dengan gastritis antral dan gastritis fundal. Bila tukak peptik terjadi di duodenum,

biasanya bersamaan dengan gastritis yang hanya terbatas pada antrum. Hiperasiditas

lambung yang menimbulkan tukak peptik mungkin disebabkan oleh infeksi

Helicobacter pylori, hiperplasia sel parietal, respon sekretori yang berlebihan, atau

kegagalan mekanisme inhibisi rangsangan seperti pelepasan gastrin.3,7,17,21

Morfologi. Tukak peptik empat kali lebih sering dijumpai pada duodenum

proksimal dibandingkan lambung. Tukak duodenum biasanya terdapat beberapa cm

dari katup pilorik pada bagian dinding anterior duodenum. Tukak peptik terutama

berlokasi sepanjang kurvatura minor di dekat perbatasan korpus dan fundus. Lesi

tukak lambung lebih dalam daripada erosi, melewati lapisan mukosa. Tukak peptik

biasanya lebih dari 80% berbentuk soliter. Tukak peptik yang klasik bentuknya bulat,

pinggir tukaknya tegas Pada tukak akut, bentuk tukaknya bulat dan diameternya lebih

dari 1cm. Dasar tukak sering berwarna coklat hingga kehitaman karena asam

lambung yang bercampur dengan darah, disertai peradangan transmural dan serositis

lokal. Berbeda dengan tukak peptik yang timbul karena jejas kronik, pada tukak

stress akut dapat ditemukan pada berbagai tempat di lambung. Lipatan rugae

lambung masih dalam normal, bagian pinggir dan dasar tukak datar. Tukak bisa

soliter atau multipel pada lambung dan duodenum. Secara mikroskopis, tukak stress

Universitas Sumatera Utara

Page 23: ULKUS PEPTIKUM

27

akut berbatas tegas, dengan mukosa di sekitarnya normal. Tergantung pada lamanya

tukak, mungkin dijumpai perdarahan dan reaksi peradangan pada mukosa dan sub-

mukosa. Berbeda dengan tukak peptik kronik, pada tukak stress akut tidak dijumpai

jaringan parut/skar maupun penebalan dinding pembuluh darah. Tukak dapat sembuh

sempurna dengan terjadinya re-epitelisasi setelah faktor penjejas hilang. Lamanya

massa penyembuhan bervariasi, bisa beberapa hari sampai beberapa minggu.3,4,5,7,17

Tukak peptik yang berdegenerasi menjadi ganas sangat jarang, dan hasil

pelaporan kemungkinan perubahan yang berasal dari tukak peptik jinak adalah sejak

awalnya tukak tersebut merupakan suatu tukak yang ganas.1,2,3,4,17

2.4. Kanker Lambung

Merupakan jenis keganasan yang paling sering ditemukan pada lambung (>

90% dari semua kanker di lambung). Gejala awal hampir sama dengan gastritis

kronik, berupa dispepsia, sulit menelan (dysphagia) dan mual. Tumor ini sering

ditemukan pada stadium lanjut, dengan keluhan menurunnya berat badan, anoreksia,

gangguan kebiasaan habit, anemia dan perdarahan yang memicu pemeriksaan

diagnosa selanjutnya.7 Insidennya menurun pada beberapa Negara seperti Amerika

Serikat dan Inggris, namun masih tetap tinggi pada Negara lainnya seperti Jepang,

Chili dan Itali. Peningkatan insidensi ini terbukti bahwa faktor genetik berperanan

penting karena 10% dari penyakit ini terdapat pada kelompok keluarga. Sebagian

besar pasien berumur di atas 50 tahun, namun juga pernah tercatat kasus-kasus pada

individu berusia muda dan anak-anak. Pada kasus yang dijumpai pada usia sangat

muda dan sangat tua, menunjukkan beberapa perbedaan klinikopatologi terhadap

kelompok umur insidensi yang umumnya terjadi.1,2,3,8,12,15

Patogenesis karsinoma lambung sporadik adalah multifaktorial yang

berhubungan erat terhadap faktor lingkungan maupun faktor host. Proses

karsinogenesis ini melibatkan progresifitas dari gastritis kronis menjadi atrofi dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 24: ULKUS PEPTIKUM

28

hipokhlorhidria/akhlorhidria, metaplasia intestinal, displasia, dan adenokarsinoma

(Gambara 2.9).8

Gambar 2.9. Perjalanan alamiah infeksi Helicobacter pylori.8

Karsinoma lambung biasanya berasal dari sel basal (sel generatif atau sel

punca) foveolar yang terdapat pada bagian leher kelenjar antral dan fundal, dengan

latar belakang gastritis kronik atrofi, metaplasia intestinal dan displasia, karsinoma

in-situ, dan karsinoma superfisial. Sebagian bisa berasal dari jaringan pankreatik

heterotropik atau pelapis epitel kista sub-mukosa pada dinding lambung, namun ini

sangat jarang. Riwayat hipokhlorhidria sebelumnya dapat dijumpai pada 85-90%

karsinoma lambung. Peningkatan pH di dalam lambung dapat merangsang

pertumbuhan bakteri yang menekan nitrat dalam makanan menjadi nitrit, selanjutnya

Universitas Sumatera Utara

Page 25: ULKUS PEPTIKUM

29

mengkonversi amin di dalam nitrit menjadi komponen karsinogenik N-nitroso.

Gastritis kronik yang bersamaan dengan karsinoma sering dijumpai, namun

etiopatogenik hubungan antara keduanya dan risiko relatif untuk keganasan masih

diperdebatkan. Infeksi H. pylori yang kronis menimbulkan gastritis kronis yang

secara bertahap dapat mengakibatkan atrofi dan metaplasia intestinal. Keadaan ini

dapat meningkatkan risiko 4-9 kali lebih tinggi terutama bila infeksi dimulai sejak

usia anak-anak. Penekanan produksi asam yang kronis juga meningkatkan risiko

perkembangan gastritis atrofi pada pasien gastritis H. pylori. Risiko terjadinya

karsinoma lambung berhubungan dengan aspek virulensi H. pylori. Sitotoksin strain

gen A (CagA) H. pylori yang positif meningkatkan kadar Il-8, merangsang

peradangan dan meningkatkan risiko terjadinya kanker lambung.8,16,21,23,26

Namun pasien yang terinfeksi H. pylori sebagian besar tidak berkembang

menjadi kanker lambung, dan hanya 20% pasien kanker lambung mempunyai

seronegatif untuk H. pylori. Oleh sebab itu diperkirakan faktor lingkungan dan host

penting di dalam pathogenesis penyakit ini. Diet tinggi garam (ikan atau daging yang

dikeringkan atau diasinkan, kecap, ikan yang diasap, makanan yang diawetkan),

rendah kadar mikronutrisi, vitamin dan anti-oksidan membentuk agent genotoksik di

dalam lumen. Sebaliknya, diet tinggi sayuran segar, buah-buahan dan asam askorbik

menurunkan risiko terjadinya kanker lambung. Refluks asam empedu dihubungkan

dengan operasi ‘stump’ pada adenokarsinoma. Pada faktor host, polimorfisme gen

IL-1 untuk peradangan, yang berperan dalam terjadinya hipokhlorhidria dan atrofi,

meningkatkan risiko kanker lambung pada pasien yang terinfeksi H. pylori. Genotipe

IL-1 untuk peradangan ini mempunyai hubungan dengan peningkatan risiko kanker

lambung tipe intestinal, namun tidak berhubungan dengan yang tipe difus. Kaskade

karsinogenesis lambung multistep dimulai dengan peradangan-metaplasia-karsinoma

dikenal sebagai kaskade Corea.1,8,16,21

Universitas Sumatera Utara

Page 26: ULKUS PEPTIKUM

30

2.4.1. Lesi pre-kanker

Lesi pre-kanker pada lambung berupa atrofi mukosa dan metaplasia intestinal

serta displasia (atau adenoma kalau berupa lesi polipoid). Sebagian besar displasia

epitel lambung (adenoma) mempunyai fenotipe ‘intestinal’ yang mirip adenoma

kolon. Selain itu variant histologi lainnya yaitu displasia hiperplastik (tipe II) juga

mempunyai fenotipe ‘intestinal’. Displasia pada tubulus leher (atau globoid) diduga

merupakan prekursor kanker lambung jenis difus.1,3,4

2.4.2. Kanker dini lambung (KDL atau EGC/Early Gastric Cancer)

Kanker dini lambung didefinisikan sebagai adenokarsinoma invasinya

terbatas pada lapisan mukosa atau sub-mukosa, tanpa memperhatikan apakah sudah

terjadi metastasis ke KGB atau belum. Di Negara Barat KDL dijumpai sekitar 15-

20% yang terdiagnosa sebagai kasus baru KDL, sedangkan di Jepang sekitar lebih

dari 50% kasus baru. Peningkatan prevalensi kanker lambung, penggunaan endoskopi

saluran cerna bagian atas dan kromoendoskopi serta perbedaan kriteria diagnosa yang

menyebabkan perbedaan studi di Negara Barat dan Jepang ini.1,3,4,7

Demikian juga dengan displasia, sebagian besar KDL terdiagnosa pada umur

di atas 50 tahun, yang lebih muda dibandingkan adenokarsinoma lanjut,

mencerminkan bahwa dibutuhkan waktu yang lama untuk perkembangan KDL

menjadi kanker lanjut lambung (KLL). KDL berukuran 2-5cm, sering berlokasi pada

kurvatura minor di daerah sekitar angulus, dan 3-13% pasien menunjukkan lesi

primer yang berlokasi multipel dan mempunyai prognosa yang buruk. Berdasarkan

gambaran endoskopinya, KDL dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu: pertumbuhan yang

menonjol (tipe 1); pertumbuhan superfisial (tipe 2); dan pertumbuhan yang

membentuk tukak atau excavation (tipe 3). Tipe dapat dibagi lagi menjadi 2A

(meninggi); 2B (datar); dan 2C (melekuk ke dalam atau depressed). Gambaran

pertumbuhan tipe 2 yang paling banyak (80%) terutama tipe 2C. Gambaran

Universitas Sumatera Utara

Page 27: ULKUS PEPTIKUM

31

endoskopi menunjukkan indikator jumlah metastasis ke KGB yang baik, terutama

yang KDL tipe 1A dan 2A.1,2,3,4,7

Gambaran mikroskopis variant KDL telah dilaporkan. KDL minute berukuran

kurang dari 5mm terbatas pada lapisan mukosa, namun 15% dari kasus ditemukan

meluas sampai ke lapisan sub-mukosa. Penyebaran superfisial KDL ditandai dengan

ukurannya yang lebar, daerah di sekitar tukak dengan sel-sel tumor yang menyebar

luas di mukosa. KDL pada umumnya berdiferensiasi baik, dengan variant tubuler

(52%) dan papillary (37%). Kadang-kadang ini sulit dibedakan dari displasia karena

minimalnya invasi ke jaringan sekitar. Karsinoma sel ‘signet ring’ dijumpai sekitar

26%) dan karsinoma berdiferensiasi buruk sekitar 14%, dan biasanya tipe-2C dan

tipe 3. KDL tipe difus cendrung menginvasi lebih dalam.3,4,5

Penanganan kasus KDL masih diperdebatkan, 63% KDL yang tidak

menjalani operasi berkembang menjadi karsinoma lanjut dalam waktu 6-88 bulan.

Dan pada pasien yang menjalani pembedahan, mempunyai prognosa yang lebih baik,

dengan angka harapan hidup 5 tahun lebih dari 90%. Bila ukuran lesi sangat kecil,

jarang berisiko invasif. Reseksi mukosa secara endoskopi (EMR/Endoscopic mucosal

resection) menjadi pilihan pengobatan untuk KDL, yang biasanya ditemukan dengan

USG endoskopi untuk staging. Kriteria utama KDL untuk penanganan EMR yaitu:

(1). Lesi menonjol (elevated) yang berdiameter kurang dari 2cm; (2). Lesi yang

berlekuk (depressed) tanpa tukak yang berdiameter kurang dari 1cm; dan (3). Belum

bermetastasis ke KGB.1,3,4,5

2.4.3. Karsinoma lanjut lambung (KDL/Advanced gastric carcinoma)

Karsinoma lanjut lambung didefinisikan sebagai tumor yang menginvasi

dinding lambung melebihi lapisan sub-mukosa. Lebih sering dijumpai pada pria

daripada wanita, dengan perbandingan 2 : 1, pada dekade ke-5 hingga ke-7. Gejala

klinis berupa nyeri epigastrik, dispepsia, anemia dan berat badan menurun serta

Universitas Sumatera Utara

Page 28: ULKUS PEPTIKUM

32

hematemesis dan gejala penyumbatan. Pada pasien usia muda, dapat terjadi

penyebaran intra-abdomen. Pada pasien wanita sel kanker difus dapat disertai

metastasis ke ovarium yang dikenal dengan Krukenberg’s tumors.3,4,5

Gambaran patologi KLL secara makroskopis dapat berupa pertumbuhan yang

eksofitik, tukak, infiltrasi atau kombinasi ketiganya. Kalsifikasi Borrman masih

digunakan secara luas dan membagi adenokarsinoma menjadi 4 jenis yaitu: (1).

Karsinoma polipoid (tipe 1); (2). Karsinoma fungating (tipe 2); (3). Karsinoma

ulserating (tipe 3); dan (4). Karsinoma infiltrasi difus atau linitis plastica. KLL tipe 2

ditemukan 36% dari semua karsinoma lambung, sering dijumpai pada daerah antrum

di kurvatura minor. Sedangkan tipe 1 dan 3 masing-masing hanya 25% dari semua

kasus dan sering berlokasi di korpus pada kurvatura mayor. Secara mikroskopis, KLL

mempunyai gambaran yang beragam baik sitologi maupun arsitekturnya. Sering

dijumpai gambaran yang bersamaan dari ke-4 tipe tersebut. Secara sitologi,

kombinasi jenis sel foveolar lambung, intestinal dan sel endokrin dapat ditemukan

pada semua bagian tumor. Untuk membedakan komponen sel dapat digunakan

pewarnaan histokimia musin dan imunohistokimia seperti MUC1, MUC2, MUC5AC,

MUC6, dan CD10).1,3,4,5

Adenokarinoma lambung dapat dibagi menjadi 3 jenis berdasarkan klasifikasi

Lauran yaitu: tipe intestinal, difus dan undifferentiated. Sedangkan menurut WHO,

adenokarsinoma lambung juga mengenal 4 jenis lainnya yaitu adenoskuamus,

skuamus, karsinoma sel kecil dan variant morfologi lainnya, yang merupakan

tambahan terhadap klasifikasi Lauren.1,3,4,5

Universitas Sumatera Utara

Page 29: ULKUS PEPTIKUM

33

2.5. Kerangka Teori

Universitas Sumatera Utara