g99141167 christian ganda w a - ulkus peptikum

26
Makalah Farmasi ULKUS PEPTIKUM Oleh: Christian Ganda W.A. G99141167 KEPANITERAAN KLINIK UPF / LABORATORIUM FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

Upload: okti-rahmawati

Post on 16-Dec-2015

7 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

interna

TRANSCRIPT

Makalah Farmasi

ULKUS PEPTIKUM

Oleh:

Christian Ganda W.A.G99141167

KEPANITERAAN KLINIK UPF / LABORATORIUM FARMASIFAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDISURAKARTA2015

BAB IPENDAHULUAN

Penyakit ulkus peptikum merupakan salah satu penyakit gastrointestinal yang sering terjadi. Prevalensi terbanyak UP pada usia antara usia 65 tahun sampai 74 tahun. Penyakit ini terbagi atas dua yaitu ulkus lambung dan ulkus duodenum. Gejala utama dari ulkus lambung dan ulkus duodenum adalah nyeri epigastrikum (Anand, 2015; Jane, 2001).Ada 2 penyebab tersering ulkus peptik yaitu akibat infeksi oleh Helicobacter pylori (H.pylori) dan penggunaan NSAIDs jangka panjang. Dari hasil penelitian diketahui bahwa penyebab utama ulkus peptikum adalah H.pylori, tetapi peranan faktor-faktor lain dalam kejadian ulkus peptikum jelas ada sehingga ulkus peptikum dikatakan sebagai penyakit multifaktorial (Theodore, 2009; Soll, 1997; Rodriguez, 2004).

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

1. DefinisiPenyakit ulkus peptikum secara anatomis didefinisikan sebagai suatu kerusakan mukosa/ submukosa yang berbatas tegas dapat menembus lapisan muskularis sampai lapisan serosa sehingga dapat terjadi perforasi. Secara klinis, suatu ulkus adalah hilangnya epitel superfisial atau lapisan lebih dalam dengan diameter >5mm yang dapat diamati secara endoskopis atau radiologis (Anand, 2015).1. EtiologiEtiologi ulkus peptikum tersering adalah adanya faktor agresif yang merusak pertahanan mukosa seperti H. pylori, obat anti inflamasi non-steroid, asam lambung/pepsin dan faktor-faktor lingkungan serta kelainan satu atau beberapa faktor pertahanan yang berpengaruh pada kejadian ulkus peptikum (Anand, 2015).H. pylori adalah bakteri gram negatif yang dapat hidup dalam suasana asam dalam lambung/ duodenum, berbentuk kurva , dan mempunyai satu atau lebih flagel pada salah satu ujungnya. H. pylori dapat membentuk koloni di mukosa lambung dan menimbulkan reaksi peradangan. Bakteri ini memuliki faktor virulensi berupa urease, katalase, sitotoksin, dan lipopolisakarida. Bakteri ini ditularkan secara fekal-oral atau oral-oral. Di dalam lambung terutama terkonsentrasi dalam antrum, bakteri ini berada pada lapisan mukus pada permukaan epitel yang sewaktu-waktu dapat menembus sel-sel epitel/antar epitel (Anand, 2005; Sachs, 2015).1. PatogenesisH. pylori mempunyai mekanisme pertahanan terhadap asam lambung dengan membuat suasana alkali menggunakan enzim urea yang akan memecah urea. Bila terjadi infeksi H. pylori, maka bakteri ini akan melekat pada permukaan epitel dengan bantuan adhesin sehingga dapat lebih efektif merusak mukosa dengan melepaskan sejumlah zat sehingga terjadi gastritis akut yang dapat berlanjut menjadi gastritis kronik aktif atau duodenitis kronik aktif. Untuk terjadi kelainan selanjutnya yang lebih berat seperti ulkus atau keganasan lambung ditentukan oleh virulensi H.pylori dan faktor-faktor lain, baik dari host sendiri, maupun adanya gangguan fisiologis lambung/duodenum (Sachs, 2015; Pillay, 2007).Apabila terjadi infeksi H.pylori, host akan memberi respon untuk mengeliminasi/ memusnahkan bakteri ini melalui mobilisasi sel-sel PMN/ limfosit yang menginfiltrasi mukosa secara intensif dengan mengeluarkan bermacam-macam mediator inflamasi atau sitokinin, seperti interleukin 8, gamma interferon alfa, tumor nekrosis faktor dan lain-lain, yang bersama-sama dengan reaksi imun yang timbul justru akan menyebabkan kerusakan sel-sel epitel gastroduodenal yang lebih parah namun tidak berhasil mengeliminasi bakteri dan infeksi menjadi kronik (Pillay, 2007).Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) dan asam asetil salisilat (acethyl salcylic acid = ASA) merupakan salah satu obat yang paling sering digunakan dalam berbagai keperluan, seperti anti piretik, anti inflamasi, analgetik, antitrombotik dan kemoprevensi kanker kolorektal. Pemakaian OAINS/ASA secara kronik dan reguler dapat menyebabkan terjadinya risiko perdarahan gastrointestinal. Pada usia lanjut, penggunaan OAINS/ASA dapat meningkatkan angka kematian akibat terjadinya komplikasi berupa perdarahan atau perforasi dari ulkus (Tarnawski, 2003).Penggunaan OAINS/ASA adalah penyebab umum pada ulkus peptikum. Pemakaian obat ini bukan hanya dapat menyebabkan kerusakan struktural pada gastroduodenal, tetapi juga pada usus halus dan usus besar berupa inflamasi, ulserasi atau perforasi. Patogenesis terjadinya kerusakan mukosa terutama gastroduodenal penggunaan OAINS/ASA adalah akibat efek toksik/iritasi langsung pada mukosa yang memerangkap OAINS/ASA yang bersifat asam sehingga terjadi kerusakan epitel dalam berbagai tingkat, namun yang paling utama adalah efek OAINS/ASA yang menghambat kerja dari enzim siklooksigenase (COX) pada asam arakidonat sehingga menekan produksi prostaglandin/prostasiklin. Seperti diketahui, prostaglandin endogen sangat berperan/berfungsi dalam memelihara keutuhan mukosa dengan mengatur aliran darah mukosa, proliferasi sel-sel epitel, sekresi mukus dan bikorbanat, mengatur fungsi immunosit mukosa serta sekresi basal asam lambung (Rodriguez, 2004; Anand, 2015; Tarnawski, 2003)1. DiagnosisGambaran klinik ulkus peptikum sebagai salah satu bentuk dispepsia organik adalah sindrom dispepsia, berupa nyeri dan atau rasa tidak nyaman pada epigastrium (Anand, 2015).1. Gejala KlinisGejala-gejala ulkus peptikum memiliki periode remisi dan eksaserbasi, menjadi tenang berminggu-minggu, berbulan-bulan dan kemudian terjadi eksaserbasi beberapa minggu merupakan gejala khas (Anand, 2015).Nyeri epigastrium merupakan gejala yang paling dominan, nyeri seperti rasa terbakar, nyeri rasa lapar, rasa sakit/tidak nyaman yang mengganggu dan tidak terlokalisasi; biasanya terjadi setelah 2 jam-3 jam post prandial dan nyeri dapat berkurang sementara sesudah makan, minum susu atau minum antasida. Hal ini menunjukkan adanya peranan asam lambung/pepsin dalam patogenesis ulkus peptikum. Gejala mual dan muntah timbul secara perlahan tetapi menetap. Terkadang ada hematemesis akibat perdarahan di lambung serta ditemukan adanya tinja berwarna hitam (Anand, 2015;Tarnawski, 2003).Sepuluh persen dari ulkus peptikum, khususnya yang disebabkan oleh OAINS menimbulkan komplikasi (perdarahan/perforasi) tanpa adanya keluhan nyeri sebelumnya sehingga anamnesis mengenai penggunaan OAINS perlu ditanyakan pada pasien (Pillay, 2007)2. Pemeriksaan FisikTidak banyak tanda fisik yang dapat ditemukan pada ulkus peptikum selain kemungkinan adanya nyeri pada palpasi epigastrium, kecuali bila sudah terjadi komplikasi (Anand, 2015).1. PengobatanPada umumnya manajemen atau pengobatan ulkus peptikum dilakukan secara medikamentosa, sedangkan cara pembedahan dilakukan apabila terjadi komplikasi seperti perforasi, obstruksi dan perdarahan yang tidak dapat diatasi. Selain itu, juga perlu dilakukan terapi nonfarmakologi untuk mencegah terjadinya kekambuhan dan gangguan gastrointestinal lainnya yang dapat berupa perubahan cara hidup, seperti menghentikan kebiasaan merokok, minum alkohol, makan teratur (Anand, 2015; Sachs, 2015).Tujuan dari pengobatan adalah (Anand, 2015): a) Menghilangkan gejala-gejala terutama nyeri epigastrium, b) Mempercepat penyembuhan ulkus secara sempurna, c) Mencegah terjadinya komplikasi, d) Mencegah terjadinya kekambuhan.Eradikasi H. pylori untuk ulkus yang disebabkan oleh H. pylori merupakan tujuan utama terapi. Meskipun antibiotik mungkin cukup untuk terapi ulkus peptikum dengan H. pylori, terapi kombinasi dengan proton pump inhibitor (PPI) dengan 2 jenis antibiotik (Triple therapy) merupakan cara terapi terbaik. Angka kesembuhan ulkus peptikum dengan triple therapies yaitu 85%-90%. Akan tetapi, dapat terjadi kegagalan terapi bila terjadi ketidakpatuhan penderita dalam meminum obat yang diberikan, sehingga ulkus dapat mengalami kekambuhan. Lamanya pengobatan antara 7 hari sampai dengan 14 hari. Pengobatan dengan PPI selama 14 hari lebih efektif dibandingkan dengan pengobatan 7 hari. Penggunaan metronidazol jarang diberikan karena angka resistensi tinggi. Akan tetapi, amoxicillin tetap harus diganti dengan metronidazol jika penderita diketahui alergi terhadap golongan penicillin (Anand, 2015). Adapun obat triple therapies yang digunakan selama 14 hari yaitu (Anand, 2015):a. PPI : Omeprazole (Prilosec): 20 mg PO bid Lansoprazole (Prevacid): 30 mg PO bid Rabeprazole (Aciphex): 20 mg PO bid Esomeprazole (Nexium): 40 mg PO qdAmoksisilin (Amoxil): 1 g PO bidKlaritromisin (Biaxin): 500 mg PO bidb. Alternatif lainPPI : Omeprazole (Prilosec): 20 mg PO bid Lansoprazole (Prevacid): 30 mg PO bid Rabeprazole (Aciphex): 20 mg PO bid Esomeprazole (Nexium): 40 mg PO qdKlaritromisin (Biaxin): 500 mg PO bidMetronidazol (Flagyl): 500 mg PO bidPada pasien dengan kegagalan triple therapies dapat dianjurkan Quadruple therapies yaitu PPI dosis standar PO atau ranitidin 150 mg PO, Bismuth 525 mg PO, Metronidazole 500 mg PO dan Tetracycline 500 mg PO (Anand, 2015). Dual therapies, di mana dapat dijadikan alternative untuk mengobati infeksi H.pylori, tidak direkomendasikan terapi utama karena angka kesembuhan yang kurang dibandingkan dengan triple therapy (Anand, 2015).Penelitian yang dilakukan oleh Marshall, dilaporkan bahwa perlu dilakukan eradikasi H. pylori pada penderita gangguan gastrointestinal berupa nyeri di daerah ulu hati, mual, terasa pedih dan mulas sampai muntah-muntah, yang memenuhi hal-hal berikut ini (Marshall, 1983):1. Keluhan berlangsung cukup lama2. Faktor penyebab lain dapat disingkirkan (misalnya pemakaian NSAID)3. Terapi konvensional misalnya pemberian antasida tidak mengurangi gejala.Selain itu, berdasarkan konsensus nasional mengenai H. pylori pada tahun 1996 dinyatakan bahwa penggunaan eradikasi H. pylori sangat dianjurkan pada ulkus duodenum yang belum diketahui penyebabnya, ulkus ventrikuli, pasca reseksi kanker lambung dini, MALT lymphoma, dan dianjurkan dispepsia tipe ulkus, gastritis kronik aktif berat, gastropati AINS (NSAID), dan gastritis hipertrofik (KSHPI, 1996). Ulkus aktif akibat penggunaan NSAID dapat diterapi dengan PPI serta penghentian penggunaan NSAIDs. Pada pasien dimana masih memerlukan atau penggunaan NSAID tidak dapat dihindari, hal yang dapat dilakukan adalah dengan menurunkan dosis serta durasi penggunaan NSAIDs, serta ditambahkan PPI atau misoprostol (Rodriguez, 2004; Anand, 2015)

BAB IIIILUSTRASI KASUS

0. IDENTITASNama: Tn. DUmur: 33 tahunJenis kelamin: Laki-lakiPekerjaan: Pegawai swastaAgama: IslamAlamat: Karanganyar No. RM : 011546xx

0. ANAMNESIS0. Keluhan UtamaNyeri perut lama0. Riwayat Penyakit SekarangPasien datang ke IGD RSUD Dr. Moewardi dengan keluhan sakit perut. Sakit perut sudah sejak 3 hari SMRS . Pada hari kejadian, ada rapat dengan klien dari Jakarta sehingga karena sangat sibuk, pasien tidak sempat makan teratur sampai tadi malam. Sakit perut terasa di ulu hati, terasa pedih dan mulas sampai muntah-muntah. Pagi tadi dipaksa makan tetapi perut mual, sehingga makan menjadi malas. Sudah dicoba Polycrol syrup, tapi perut tetap sakit dan mual masih ada. Tidak ada demam dan buang air besar seperti biasa pagi tadi. Pasien sering mengalami sakit perut seperti ini, tapi dianggap penyakit biasa yang hilang sendiri sesudah diberi makan.

0. Riwayat Penyakit DahuluRiwayat penyakit serupa: (+)Riwayat hipertensi: disangkalRiwayat diabetes mellitus: disangkalRiwayat mondok dirumah sakit: disangkalRiwayat alergi obat dan makanan: disangkalRiwayat penggunaan obat jangka lama : disangkal0. Riwayat Penyakit KeluargaRiwayat penyakit serupa: disangkalRiwayat hipertensi: disangkalRiwayat diabetes mellitus: disangkalRiwayat alergi: disangkalRiwayat asma: disangkalRiwayat TB: disangkal0. Riwayat KebiasaanRiwayat merokok: sejak usia 18 tahunRiwayat alkohol: (+) 3 tahun0. Riwayat Sosial EkonomiPasien adalah seorang laki-laki usia 33 tahun. Pasien bekerja sebagai pegawai swasta, Saat ini pasien berobat dengan BPJS.

0. PEMERIKSAAN FISIK1. Keadaan UmumKompos mentis, lemah, gizi kesan kurang1. Tanda VitalTensi:110/70 mmHgNadi: 76 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup. Frekuensi nafas: 20 x/menit, tipe thoracoabdominalSuhu:36,8 C per axilerStatus gizi : TB 166 cmBB 53 kg1. KulitIkterik (-), peteki (-), turgor cukup, hiperpigmentasi (-), bekas garukan (-), kulit kering (-), kulit hiperemis (-)1. Kepalabentuk mesocephal, rambut warna hitam, mudah dicabut (-), luka (-)1. Wajah Simetris, eritema (-)1. MataKonjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil miosis (-/-)1. Telingasekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), gangguan fungsi pendengaran (-)1. HidungDeviasi septum nasi (-), epistaksis (-), nafas cuping hidung (-), sekret (-).1. MulutHipersalivasi (-), ulserasi (-) 1. LeherJVP tidak meningkat, Pembesaran KGB (-), trakea di tengah 1. ThoraksBentuk normochest, simetris, retraksi intercostal (-), spider nevi (-), pernafasan thorakoabdominal, sela iga melebar (-)1. Cor Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-), batas jantung kesan tidak melebar1. PulmoAnteriorInspeksi : Statis : permukaan dada kanan = dada kiriDinamis : Pengembangan dada kanan = kiriPalpasi : Fremitus raba kanan = kiriPerkusi : sonor/sonorAuskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)PosteriorInspeksi : Statis : permukaan dada kanan = dada kiriDinamis : Pengembangan dada kanan = kiriPalpasi : Fremitus raba kanan = kiriPerkusi : sonor/sonorAuskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)1. Abdomen BU (+) 8x/menit, nyeri tekan epigastrium (+), hepar lien tak teraba 1. Ekstremitas Oedem (-/-), akral dingin (-/-)0. PEMERIKSAAN PENUNJANGEsofagogastroduodenokopi (EGD)Cek Laboratorium darah lengkapBiopsi PA0. DIFFERENTIAL DIAGNOSA0. Kolelitiasis0. Kolesistitis0. Gastritis0. Ulkus peptikum0. DIAGNOSA KERJAUlkus Peptikum0. TERAPI1. Nonmedikamentosa3. Terapi diet3. Tidak merokok dan minum alkohol3. Menghindari penggunaan OAINS karena OAINS dapat menekan produksi prostaglandin yang sangat berperandalam proteksi mukosa lambung. Saat ini telah tersedia COX 2 inhibitor yang selektif untuk penyakit osteoartritis/rematoid artritis yang kurang menimbulkan keluhan pada lambung1. Medikamentosa0. Antibiotik (Amoksisilin 2x500 mg, Klaritromisin 2x250 mg)0. PPI (Omeprazole 2x20 mg)1. PROGNOSISAd vitam: bonamAd sanam: dubia et bonam Ad fungsionam: dubia et bonam

BAB IVPEMBAHASAN

Pada umumnya manajemen atau pengobatan ulkus peptikum dilakukan secara medikamentosa, sedangkan cara pembedahan dilakukan apabila terjadi komplikasi seperti perforasi, obstruksi dan perdarahan (Anand, 2015).Ulkus peptikum kebanyakan disebabkan oleh infeksi H. pylori dan berdasarkan konsensus nasional pada tahun 1996 dinyatakan bahwa eradikasi H pylori dianjurkan pada ulkus peptikum yang belum diketahui penyebabnya. Selain itu, menurut penelitian Marshall dilaporkan bahwa perlu dilakukan eradikasi H pylori pada penderita dengan keluhan gastrointestinal berupa nyeri di daerah ulu hati, mual, terasa pedih dan mulas sampai muntah-muntah yang sudah berlangsung cukup lama, dan faktor penyebab lain dapat disingkirkan (misalnya pemakaian NSAID), serta pemberian terapi konvensional seperti antasida tidak mengurangi keluhan yang diderita (Anand, 2015; Marshall, 1983; KSHPI, 1996). Tujuan terapi ulkus peptikum akibat infeksi H pylori adalah dengan eradikasi H pylori. Walaupun antibiotik mungkin cukup untuk terapi ulkus peptikum dengan H.pylori, namun kombinasi dengan PPI dengan 2 jenis antibiotik (Triple therapy) merupakan cara terapi terbaik dan efektif dapat menyembuhkan sebanyak 85-95 % ulkus peptikum (Anand, 2015).Pada kasus ini diberikan kombinasi antibiotika golongan amoksisilin dan klaritromisin ditambah dengan obat golongan PPI yaitu omeprazol. Pemberian kombinasi obat ini berdasarkan literatur dengan dosis dan lama pengobatan tertentu yang telah diteliti efektif untuk eradikasi kuman H. pylori. Sedangkan untuk terapi alternatif seperti pada kasus alergi amoksisilin dapat digunakan kombinasi antibiotika golongan metronidazole dan tetrasiklin ditambah dengan obat golongan PPI yaitu lanzoprazol(Anand, 2015; Schrawen, 2009).Pemberian antibiotika untuk amoksisilin dengan dosis sesuai literatur 2 x 1000 mg setiap 12 jam bertujuan mempertahankan kadarnya tetap tinggi dalam plasma. Amoksisilin dapat diberikan sebelum dan sesudah makan. Pemberian klaritromisin 2 x 500 mg setiap 12 jam setelah makan. Penggunaan obat golongan PPI omeprazol 2 x 20 mg sebelum makan bertujuan untuk menurunkan asam lambung dan mengurangi mual.Pilihan bentuk sediaan berdasarkan usia penderita yang dianggap bisa mengkonsumsi bentuk padat, selain harga lebih murah dan penyimpanan mudah. Lama pengobatan untuk infeksi H. pylori adalah 7-14 hari. Menurut konsensus sebaiknya pemberian antibiotika untuk 7 hari sesuai dengan waktu pemakaian antibiotika umumnya dan berdasarkan pengalaman sudah efektif. Sedangkan PPI digunakan selama 14 hari untuk melindungi mukosa lambung yang masih dalam proses penyembuhan dari peradangan.Penulisan resep:

RSUD DR. MOEWARDIdr. GandaR/ Amoksisilin tab mg 500 No XIV S 2.d.d tab II R/ Klaritromisin tab mg 250 No XIV S 2.d.d tab II R/ Omeprazol cap mg 20 No XIV S 2.d.d cap I 1h acPro : Tn. DUmur : 33 tahunAlamat : KaranganyarBila ada kegagalan penyembuhan setelah terapi selama 14 hari, maka diberikan quadruple theraphy yaitu PPI 2x sehari per oral, bismuth 525 mg per oral 4x sehari, metronidazol 500 mg 4x sehari dan tetrasiklin 500 mg per oral 4x sehari(Anand, 2015). Selain itu, ada lagi pengobatan terbaru pengganti triple therapy dan quadruple therapy yaitu terapi dengan mengganti bismuth dengan levofloksasin pada quadruple therapy dengan mengkombinasikan esomeprazole, levofloksasin, dan klaritromisin atau amoksisilin. Keempat obat ini digunakan sebagai first line therapy atau second line therapy di Belanda. Kombinasi dengan amoksisilin ditemukan mengurangi sedikit efek samping pengobatan dibandingkan dengan klaritromisin (Schrawen, 2009). Selain itu di Brazil, ada obat bernama furazolidone yang berefek baik sebagai pengganti obat metronidazol yang resisten pada beberapa orang (Felga, 2008). Obat yang digunakan dalam kasus ini :a. Amoksicilin1) Bentuk dan sediaan: tablet 250 mg, 500 mg; kapsul 125 mg; sirup 125 mg/ 5 ml2) Nama paten: Amoxillin3) Dosis referensi: 2 x 1000 mg4) Mekanisme kerja: Menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan mengikat satu atau lebih pada ikatan penisilin-protein, sehingga menyebabkan penghambatan pada tahapan akhir transpeptidase sintesis peptidoglikan ;dalam dinding sel bakteri, akibatnya biosintesis dinding sel terhambat, dan sel bakteri menjadi pecah (lisis)5) Metabolisme: diabsorpsi cepat dengan pemberian per oral, metabolisme di hepar, ekskresi melalui urin6) Indikasi: infeksi bakteri, ISPA, pneumonia, infeksi telinga, ISK7) Kontraindikasi: hipersensitifitas terhadap amoksicilin8) Efek samping: Reaksi alergi, gangguan SSP, gangguan ginjal, mual, muntah, diareb. Klaritromisin1) Bentuk dan sediaan: tablet 250 mg2) Nama paten: Claros3) Dosis referensi: 2 x 500 mg4) Mekanisme kerja: antibiotik golongan makrolida yang bersifat baktreriostatik terhadap bakteri gram positif dan beberapa bakteri gram negatif, yang mekanisme kerjanya dengan cara pengikatan reversibel pada ribosom kuman, sehingga mengganggu sintesis protein..5) Metabolisme: diabsorpsi cepat dengan pemberian per oral, distribusi terikat dengan protein jaringan, metabolisme di hepar, ekskresi melalui urin 6) Indikasi: infeksi bakteri, ISPA, pneumonia, infeksi telinga, sifilis7) Kontraindikasi: hipersensitifitas, terhadap golongan makrolida8) Efek samping: iritasi saluran cerna, peningkatan enzim hatic. Omeprazole1) Bentuk dan sediaan: kapsul 20 mg2) Nama paten: Pumpitor3) Dosis referensi: 2 x 20 mg4) Mekanisme kerja: Proton pump inhibitor, bekerja dengan menurunkan sekresi asam lambung dengan menghambat H+/K+-ATPase (pompa proton) pada permukaan kelenjar sel parietal gastrik pada pH < 4, dan juga dapat menurunkan insidensi ulkus peptikum karena NSAID5) Metabolisme: diabsorpsi cepat dengan pemberian per oral, distribusi terikat dengan protein plasma, metabolisme di hepar. ekskresi melalui feses dan ginjal.6) Indikasi: ulkus peptikum, reflux gastroesofageal7) Kontraindikasi: hipersensitifitas terhadap omeprazole8) Efek samping: reaksi alergi, sakit kepala, diare, membahayakan janin, bioavailabilitas pada orang tua meningkat

DAFTAR PUSTAKA

Anand BS. Peptik ulcer disease. http://emedicine.medscape.com/article/181753-overview. Diakses tanggal 26 Februari 2015.Felga GEG, Silva FM, Barbuti RC, Rodrigueq TM. (2008). Quadruple therapy with furazolidone for retreatment in patients with peptik ulcer disease.World J Gastroenterol; 14(40): 6224-6227.Jane B, Angela Sauaia, Dennis Ahnen, William Marine, William Schluter, Beth R. Stevens, Jeanne D. Scinto, Herbert Karp, MD, Dale Bratzler. (2001). Process of Care and Outcomes for Elderly Patients Hospitalized With Peptik Ulcer Disease Results From a Quality Improvement Project JAMA, October 24/31, Vol 286, No. 16 Kelompok Studi Helicobacter pylori Indonesia (KSHPI). (1996). Konsensus Nasional Penanggulangan Infeksi H. pylori. Jakarta.Marshall BJ. (1983). Unidentified curved bacillus on gastric epithelium in active chronic gastritis. Lancet: 1273-1275.Pillay, KVK, M Htun1, NN Naing, B Norsaadah. (2007). HelicoBacter Pylori Infection In Peptiic Ulcer Disease : The Importance of Smoking and Ethnicity. Southeast Asian J Trop Med Public Health. Vol 38 No. 6Rodriguez LAG, Diaz SH. (2004). Risk of Uncomplicated Peptik Ulcer among Users of Aspirin and Nonaspirin Nonsteroidal Antiinflammatory Drugs. Am J Epidemiol, 159:2331.Sachs G, Modlin IM. Acid related disease: biology and treatment. http://books.google.co.id/books?id=Gk1iSM2PA4oC&pg=RA1-A505&lpg=RA1-PA505&dq=modlin+dan+sach+1998+peptik+ulcer&source=bl&ots=3GhXETQYwy&sig=CIBkQ6IgBTU1nhp3rXQF_pFdpw&hl=id&ei=NgOFSsDqMMeCkQWpn_WaBw&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=1#v=onepage&q=&f=false. Diakses pada April 2015.Schrawen RWM, Janssen MJR, Boer WA. (2009). Seven-day PPI-triple therapy with levofloxacin is very effective for Helicobacter pylori eradication. The Netherlands Journal of Medicine, 67:96-101.Soll AH. (1997). Peptik ulcer and It`s Complication. Gastrointestinal Disease, 620-678.Tarnawski , Michael K. Jones. (2003). Inhibition of angiogenesis by NSAIDs: molecular mechanisms and clinical implications. J Mol Med 81:627636Theodore W. Schafer. (2009). Peptik Ulcer Disease The American College of Gastroenterology.