bab i pendahuluan.docx
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kardinan dalam Yohanes (2004) menjelaskan bahwa Indonesia memiliki
banyak jenis tanaman yang dapat dibudidayakan karena bermanfaat dan
kegunaannya besar bagi manusia dalam hal pengobatan. Dalam tanaman ada
banyak komponen kimia yang dapat digunakan sebagai obat. Pada saat ini, banyak
orang yang kembali menggunakan bahan-bahan alam yang dalam pelaksanaannya
membiasakan hidup dengan menghindari bahan-bahan kimia sintesis dan lebih
mengutamakan bahan-bahan alami. Ada banyak pengobatan dengan bahan alam
yang dapat dipilih sebagai solusi mengatasi penyakit yang salah satunya ialah
penggunaan ramuan obat berbahan herbal
Dalam pengobatan secara tradisional, sebagian besar ramuan berasal dari
tumbuhan, baik berupa akar, kulit batang, kayu, daun, bunga atau bijinya. Ada
pula yang berasal dari organ binatang dan bahan-bahan mineral. Agar pengobatan
secara tradisional dapat dipertanggung jawabkan maka diperlukan penelitian-
penelitian ilmiah seperti penelitianpenelitian dibidang farmakologi, toksikologi,
identifikasi dan isolasi zat kimia aktif yang terdapat dalam tumbuhan
(Morina:2005)
Dalimartha dalam yohanes (2004) mengatakan bahwa salah satu tumbuhan
yang mengandung senyawa obat yaitu beluntas (Pluchea indica L.). Beluntas
umumnya tumbuh liar di daerah kering pada tanah yang keras dan berbatu, atau
ditanam sebagai tanaman pagar. Tumbuhan ini memerlukan cukup cahaya
matahari atau sedikit naungan, banyak ditemukan di daerah pantai dekat laut
sampai ketinggian 1.000 m dpl. Daun beluntas mengandung alkaloid, flavonoid,
tanin, minyak atsiri, natrium, kalium, aluminium, kalsium, magnesium, dan
fosfor. Sedangkan akarnya mengandung flavonoid dan tanin
Daun beluntas berbau khas aromatis dan rasanya getir, berkhasiat untuk
meningkatkan nafsu makan (stomatik), penurun demam (antipiretik), peluruh
keringat (diaforetik), penyegar, TBC kelenjar, nyeri pada rematik dan keputihan.
Menurut purnomo dalam susanti (2007) flavonoid dalam daun beluntas memiliki
aktifitas antibakteri terhadap Staphylococcus sp, Propionobacterium sp dan
Corynebacterium. Di dalam flavonoid mengandung suatu senyawa fenol. Fenol
merupakan suatu alkohol yang bersifat asam sehingga disebut juga asam karbolat.
Pertumbuhan bakteri Escherichia coli dapat terganggu disebabkan adanya suatu
senyawa fenol yang terkandung dalam ekstrak etanol daunbeluntas. Kondisi asam
oleh adanya fenol dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri Esherichia
coli.
Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa
flavonoid yang terdapat dalam daun beluntas (Pluchea indica L.). Dari proses
isolasi akan didapatkan isolat-isolat suatu senyawa atau kumpulan senyawa
sehingga dapat mempermudah untuk melakukan identifikasi senyawa-senyawa
yang terdapat dalam simplisia. Sedangkan identifikasi diperlukan untuk
mengetahui jenis senyawa flavonoid yang berada dalam simplisia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara mengisolasi flavonoid yang terdapat dalam daun beluntas
(P. Indica)?
2. Bagaimana menidentifikasi senyawa flavonoid dalam daun beluntas (P.
Indica)?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Mengetahui senyawa flavonoid dalam daun beluntas (P. Indica) dengan
cara isolasi
2. Mengidentifikasi senyawa flavonoid yang ada dalam daun beluntas (P.
Indica)
1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang diperoleh dari praktikum ini adalah memberikan
informasi kepada pembaca tentang cara isolasi senyawa flavonoid dan dan
mengetahui senyawa flavonoid yang terkandung dalam daun beluntas.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Daun Beluntas
Menurut Dalimartha dalam Herlina (2012) salah satu tanaman yang telah
lama dikenal oleh masyarakat Indonesia sejak dahulu, yaitu tanaman beluntas
(Pluchea indica less).Tanaman ini sering digunakan sebagai tanaman pagar di
halaman rumah penduduk. Nama daerah: beluntas (Melayu), baluntas, baruntas
(Sunda), luntas (Jawa), baluntas (Madura), lamutasa (Makasar), lenabou (Timor),
sedangkan nama asing untuk tanaman beluntas adalah Luan Yi (Cina), Phatpai
(Vietnam), dan Marsh fleabane (Inggris). Pada masyarakat daun beluntas secara
tradisional berkhasiat sebagai penurun demam (antipiretik), meningkatkan nafsu
makan (stomakik), peluruh keringat (diaforetik), dan penyegar (Dalimartha, 1999).
Beluntas (Pluchea indica Less) merupakan tanaman herba family
Asteraceae yang telah dimanfaatkan sebagai pangan dan sediaan obat bahan alam
Tumbuh liar di daerah kering di tanah yang keras dan berbatu atau ditanam
sebagai tanaman pagar. Memerlukan cukup cahaya matahari atau sedikit naungan.
Banyak ditemukan di daerah pantai dekat laut sampai ketinggian 1.000 m dpl.
Perdu kecil, tumbuh tegak sampai 2 m atau lebih. Bercabang banyak, berusuk
halus, berambut lembut. Daun bertangkai pendek, letak berseling, helaian daun
bulat telur sungsang. Ujung bulat melancip, tepi bergigi, berkelenjar, panjang 2,5
sampai 9 cm. Lebar 1-5,5 cm. dengan warna hijau terang bila diremas
mengeluarkan bau harum. Bunga majemuk dengan bentuk malai rata, keluar dari
ketiak daun dan ujung tangkai. Bunga berbentuk bonggol, bergagang ataupun
duduk, berwarna putih kekuningan sampai ungu. Buah berbentuk gasing, kecil,
keras berwarna coklat dengan sudut-sudut berwarna putih. Biji kecil, coklat
keputih-putihan. Perbanyakan dengan stek batang yang cukup tua (Ardiansyah
dkk., 2003). Cabang bunga sangat banyak sehingga membentuk rempuyung cukup
besar antara 2,5-12,5 cm. Bunga berbentuk bonggol, bergagang atau duduk.
Bentuknya seperti silinder sempit dengan panjang 5-6 mm. Panjang daun
pembalut sampai 4 mm. Daun pelindung bunga tersusun dari 6-7 helai. Daun
pelindung yang terletak di dalam berbentuk sudut (lanset) dan di luar berbentuk
bulat telur. Daun pelindung berbulu lembut, berwarna ungu dan pangkalnya
ungumuda. Kepala sari menjulur dan berwarna ungu. Tangkai putik pada bunga
betina lebih panjang. Buah beluntas longkah berbentuk seperti gasing, warnanya
coklat dengan sudut-sudut putih dan lokos 10 (gundul atau licin) panjang bauh 1
mm (Susetyarini, 2007).
Beluntas telah lama dikenal mempunyai banyak kegunaan baik sebagai
tanaman pagar maupun tanaman obat dengan menggunakan seluruh bagian
tanamannya dalam bentuk kering maupun segar.
Gambar 1. Tanaman beluntas
2.1.1Klasifikasi Daun Beluntas
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Pluchea
Spesies : Pluchea indica Less (Purnomo dalam susanti, 2001).
2.1.2 Kandungan Daun Beluntas
Kandungan senyawa fitokimia pada daun beluntas mempunyai beberapa
aktivitas biologis, salah satunya sebagai antioksidan. Senyawa fitokimia pada
tanaman terdistribusi dengan kadar yang berbeda pada setiap bagian. Perbedaan
kadar senyawa fitokimia pada daun dan buah sangat dipengaruhi oleh tingkat
ketuaan daun atau kematangan, kondisi tanah, pemberian pupuk serta stres
lingkungan baik secara fisik, biologi maupun kimiawi. Kandungan dan kadar
senyawa fitokimia yang berbeda akan mempengaruhi aktivitas antioksidannya
(Ardiansyah dkk., 2003).
Kandungan kimia daun beluntas adalah alkaloid (0,316%), minyak atsiri,
tanin(2,351%) dan flavonoid (4,18%) (Dalimartha, 1999). Komponen sangat polar
penyusun rendemen terdiri atas senyawa glikosida, asam amino, dan gula
sertasenyawa aglikon vitamin C (Dalimarta, 1999). Rukmiasih (2011)
melaporkan bahwa daun beluntas mengandung protein sebesar 17.78-19.02%,
vitamin C sebesar 98.25 mg/100 g, dan karoten sebesar 2.55 g/100 g. Dalimarta
(1999) menginformasikan jenis asam amino penyusun daun beluntas, meliputi
leusin, isoleusin, triptofan, dan treonin.
Senyawa bioaktif yang terdapat pada daun beluntas (Pluchea indica Less)
adalah alkaloid, flavonoid, tanin, minyak atsiri, asam chlorogenik, natrium,
kalium, aluminium, kalsium, magnesium dan fosfor. Sedangkan akarnya
mengandung flavonoid dan tannin (Susetyarini, 2007). Senyawa-senyawa ini
merupakan senyawa metabolit sekunder.
1. Alkaloid
Alkaloid merupakan senyawa organik yang terdapat banyak di alam.
Alkaloid didefinisikan sebagai senyawa bersifat basa, memiliki amino yang
komplek dan atom nitrogen yang berasal dari tumbuhan.Alkaloid adalah senyawa
metabolit sekunder yang bersifat basa, yang mengandung satu atau lebih atom
nitrogen. Biasanya dalam cincin heterosiklik dan banyak digunakan sebagai obat
atau untuk keperluan farmasi. Senyawa alkaloid dapat digunakan sebagai bahan
untuk obat-obatan, diantaranya sebagai obat batuk, rematik, anti-malaria,
antikejang. Alkaloid pada tanaman telah dipercaya sebagai sumber nitrogen,
sebagai perlindungan tanaman, perkecambahan dan menstimulasi pertumbuhan
tanaman. Alkaloid yang diperoleh dari tanaman dapat mempengaruhi fisiologi dan
metabolisme dari manusia dan hewan (Padua et al, 1999). Dalam organ
reproduksi jantan cara kerja alkaloid yaitu dengan menekan hormon reproduksi,
yaitu hormon testosteron sehingga proses spermatogenesis terganggu
(Susetyarini, 2003).
2. Flavonoid
Flavonoid merupakan salah satu metabolit sekunder, kemungkinan
keberadaannya dalam daun dipengaruhi oleh adanya proses fotosintesis sehingga
daun muda belum terlalu banyak mengandung flavonoid (Sjahid, 2008).
Flavonoid merupakan senyawa pereduksi yang baik, menghambat banyak
reaksioksidasi, baik secara enzim maupun non enzim. Flavonoid bertindak sebagai
penampung yang baik radikal hidroksi dan superoksida dengan demikian
melindungi lipid membran terhadap reaksi yang merusak. Aktivitas
antioksidannya dapat menjelaskan mengapa flavonoid tertentu merupakan
komponen aktif tumbuhan yang digunakan secara tradisional untuk mengobati
gangguan fungsi hati flavonoid merupakan golongan terbesar senyawa fenol
alamHarbone (1987) dalam Sjahid (2008). Flavonoid merupakan senyawa polar
karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil yang tak tersulih atau suatu gula,
sehingga akan larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol, aseton,
dimetil sulfoksida, dimetilformamida, dan air. Adanya gula yang terikat
padaflavonoid cenderung menyebabkan flavonoid lebih mudah larut dalam air
dandengan demikian campuran pelarut dengan air merupakan pelarut yang lebih
baikuntuk glikosida dalam Harbone (1987) dalam Sjahid (2008).
Struktur dasar dari senyawa flavonoid adalah 2-phenyl kromat Ar-C3-Ar
skeleton. Senyawa ini merupakan derivad dari kombinasi asam shikimic dan asam
asetat (Maafir, 2010).Menurut Syahnida (2003) dalam Maafir (2010) menyatakan
semua flavonoid menurut strukturnya merupakan turunan senyawa induk flavon.
Flavonoid banyak ditemukan dalam bentuk tepung putih pada tumbuhan primula
contohnya pada tanaman beluntas dan biasanya terdapat pada vakuola sel. Pada
bidang farmakologi flavonoid dapat digunakan sebagai antiradang, antibody,
antitumor, antidiare, antidoksidan, meningkatkan immunoglobulin, mengurangi
kerapuhan pembuluh kapiler. Flavonoid berperan untuk meningkatkan efektifitas
vitamin C mendukung manfaat daun beluntas untuk menurunkan kadar
kolesterol,yaitu dapat menurunkan kolesterol pada sejumlah orang yang memiliki
kolesterol tinggi. Namun, pada orang dengan kadar kolesterol normal hal tersebut
tidak berlaku (Subroto, 2006). Flavonoid yang merupakan komponen polifenol
sering ditemukan di dalam berbagai jenis tumbuhan mempunyai efek antioksidan
secarain vitro dan ex vivo serta mempunyai efek menurunkan kolesterol pada
manusia maupun hewan (Ekawati, 2007).Peran daun beluntas sebagai
antikolesterol disebabkan pengaruh dari senyawa antioksidan yang dikandung
daun beluntasyaitu senyawa fenolik.Senyawa ini dapat mengurangi timbunan
lemak jahat (LDL) di dalam pembuluh darah. Komponen senyawa fenolik bersifat
polar dan dapat larut dalam air serta memiliki fungsi antaralain sebagai penangkap
radikal bebas dan peredam terbentuknya oksigen singlet (Khomsan, 2003). Salah
satu senyawa fenolik yang terdapat dalam beluntas adalah flavonoid. Flavonoid
dapat menurunkan kadar kolesterol darah dengan cara meningkatkan ekskresi
asam empedu (Ekawati, 2007). Kadar flavonoid dalam daun beluntas adalah
287.38 mg/100 g ( FMIPA IPB, 2008).
3. Tanin
Tanin memiliki struktur kimia yang komplek.Tanin banyak ditemukan
pada tumbuhan yang berpembuluh. Tanin merupakan senyawa fenolik larut air
dengan BM 500-3000, memberikan reaksi umum senyawa fenol, dan memiliki
sifat-sifat khusus seperti pretisipasi alkaloid, gelatin dan protein-protein lain.
Didalam tumbuhan, tanin terletak terpisah dengan protein dan enzim sitoplasma.
Bila jaringan rusak, maka reaksi penyamakan dapat terjadi. Reaksi ini dapat
menyebabkan protein lebih sukar dicapai oleh cairan pencernaan hewan. Sebagian
tumbuhan yang bertanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena rasanya
yang sepat (Harbone, 1984).
Tanin biasanya berupa senyawa amorf, higroskopis yang berwarna coklat
kuning yang dapat larut dalam air, terutama air panas, membentuk larutan koloid
bukan larutan sebenarnya. Makin murni tanin, maka kurang kelarutannya dalam
air dan makin mudah membentuk kristal. Tanin juga larut dalam pelarut organic
yang polar, seperti benzena dan kloroform. Larutan tanin dapat diendapkan
dengan penambahan asam mineral atau garam.Beberapa tanin terbukti mempunyai
aktivitas antioksidan, menghambat pertumbuhan tumor dan menghambat enzim
seperti „reserve‟ transkriptase dan DNA topoisomerase (Robinson, 1991).
Dari hasil penelitian Lusiyawati (2008) menyatakan bahwa tanin mampu
mempengaruhi kualitas spermatozoa, karena tanin bersifat chelator yaitu substansi
yang mampu mengikat partikel ion, antara lain mampu mengikat enzim-enzim
kunci pada sintesis protein, menggumpalkan protein dan pembentukan senyawa
komplek dengan phospat energi tinggi, sehingga phospat di dalam tubuh menjadi
tidak aktif. Hal ini mengakibatkan energi metabolisme menurun dan kualitas
nutrisi yang diperlukan semen juga akan berkurang sehingga kualitas sperma yang
meliputi motilitas dan viabilitas akan menurun dan abnormalitas serta mortalitas
akan meningkat.
4. Minyak Atsiri
Minyak atsiri adalah segala sesuatu yang terkait dengan bau harum yang
berasal dari tumbuhan. Minyak atsiri dari satu tumbuhan dengan tumbuhan yang
lain berbeda. Kebanyakan minyak atsiri memiliki komponen kimia dan komposisi
yang berbeda.Komposisi atau kandungan komponen kimia tersebut sangat penting
dalam menentukan aroma dan kegunaannya.Sifat fisik terpenting minyak atsiri
adalah sangat mudah menguap pada suhu kamar. Sehingga sangat berpengaruh
dalam menentukan metode analisis yang akan digunakan dalam penentuan
komponen kimia dan komposisinya (Agusta, 2000).
Minyak atsiri pada tanaman beluntas terdapat pada bagian daun.Ditinjau
dari sumber alami minyak atsiri, substansinya yang mudah menguap dapat
dijadikan ciri khas dari suatu jenis tumbuhan.Setiap tumbuhan yang menghasilkan
minyak atsiri aromanya spesifik. Ada beberapa jenis minyak atsiri yang memiliki
aroma yang mirip, tetapi komponen kimia penyusunnya yang berbeda.
Golongan terpen dan minyak atsiri bekerja tidak pada proses
spermatogenesis akan tetapi pada proses transportasi. Minyak atsiri dapat
menggumpalkan sperma sehingga menurunkan motilitas dan daya hidup sperma,
akibatnya sperma tidak dapat mencapai sel telur dan pembuahan dapat dicegah
(Winarno, 1997).
2.2 Isolasi flavonoid
.......................
Ekstraksi
secara umum ekstraksi senyawa metabolit sekunder dari seluruh bagian
tumbuhan seperti bunga, buah, kulit batang, daun dan akar menggunakan system
maserasi dengan pelarut organic polar seperti methanol.
Beberapa ekstraksi senyawa organic bahan alam yang umum digunakan
antara lain : (Darwis. D, 2000)
1. maserasi
Maserasi merupakan proses perendaman sampel menggunakan pelarut
organik pada temperatur ruangan. Proses ini sangat menguntungkan dalam
isolasi senyawa bahan alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan
akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan
tekanan antara di dalam dan di luar sel, sehingga metabolit sekunder yang
ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi
senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang
dilakukan. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan
efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan
alam dalam pelarut tersebut. Secara umum pelarut metanol merupakan
pelarut yang banyak digunakan dalam proses isolasi senyawa organik
bahan alam karena dapat melarutkan seluruh golongan metabolit sekunder.
2. Perkolasi
Merupakan proses melewatkan pelarut organic pada sampel sehingga
pelarut akan membawa senyawa organic bersama-sama pelarut. Tetapi
efektifitas dari proses ini hanya akan lebih besar untuk senyawa organic
yang mudah larut dalam pelarut yang digunakan.
3. Sokletasi
Sokletasi merupakan suatu cara pengekstraksian tumbuhan dengan
memakai alat soklet. Pada cara ini pelarut dan simplisia ditempatkan
secara terpisah. Sokletasi digunakan untuk simplisia dengan khasiat yang
relatif stabil dan tahan terhadap pemanasan. Prinsip sokletasi adalah
penyarian secara terus menerus sehingga penyarian lebih sempurna dengan
memakai pelarut yang relatif sedikit. Jika penyarian telah selesai maka
pelarutnya diuapkan dan sisanya adalah zat yang tersari. Biasanya pelarut
yang digunakan adalah pelarut yang mudah menguap atau mempunyai
titik didih yang rendah.
Hasil yang diperoleh berupa ekstra yang mana seluruh senyawa bahan
alam yang terlarut dalam pelarut yang digunakan akan berada pada
ekstark ini.
Adfa, morina. 2005. Survey etnobotani, studi senyawa flavonoid dan uji brine
shrimp beberapa tumbuhan obat tradisional suku Serawai di Propinsi
Bengkulu. Jurnal Gradien Vol.1 No.1 Januari 2005 : 43-50
Darwis.D, 2000. Tekni Dasar Laboratorium dalam Penelitian Senyawa Bahan
Alami Hayato, Workshop Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam
Bidang Kimia Organik Bahan Alam Hayati. FMIPA Universitas Andalas
Padang
Silverstein.R.M, 1991. Spectrometric Identification of Organic Compounds, edisi
ke 5, Jhon willey & Sons
Koirewoa, Yohanes Adithya, Fatimawali, Weny Indayany Wiyono. 2012. Isolasi
dan Identifikasi Senyawa flavonoid DALAM DAUN BELUNTAS (Pluchea
indica L.). Manado: Universitas Samratulangi
Susanti, ary. 2007. Daya Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas (Pluchea
indica less) Terhadap Escherichia Coli Secara In Vitro. Universitas Erlangga.
Surabaya
Siringoringo, Herlina. 2012. Pengaruh Pemberian Tepung Daun Beluntas (Pluchea indica Less) Terhadap Penurunan Kolesterol Mencit (Mus musculus l.). Universitas Negeri Medan: Medan