laporan pendahuluan.docx

22
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN BRONCHOPNEUMONIA A. KONSEP MEDIS 1. Pengertian Broncho pneumoni adalah frekuensi komplikasi pulmonari, batuk produktif yang lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, pernafasan meningkat (Suzanne G Bare, 2001) Bronkho pneumonia adalah salah satu peradangan paru yang terjadi pada jaringan paru atau alveoli yang biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratus bagian atas selama beberapa hari. Yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing lainnya. (Dep. Kes. 1996). Bronkopneumonia digunakan untuk menggambarkan pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi didalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. Pada bronkopneumonia terjadi konsolidasi area berbercak. (Smeltzer,2002). Bronchopneomonia adalah penyebaran daerah infeksi yang berbercak dengan diameter sekitar 3 sampai 4 cm mengelilingi dan juga melibatkan bronchi. (Sylvia A. Price & Lorraine M.W, 2006). Kesimpulan Bronchopneomonia adalah salah satu jenis pneumonia tepatnya pneumononia lobaris yang penyebaran 1

Upload: muliana-musibo

Post on 22-Dec-2015

22 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PENDAHULUAN.docx

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN BRONCHOPNEUMONIA

A. KONSEP MEDIS

1. Pengertian

Broncho pneumoni adalah frekuensi komplikasi pulmonari, batuk produktif yang

lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, pernafasan meningkat (Suzanne G

Bare, 2001)

Bronkho pneumonia adalah salah satu peradangan paru yang terjadi pada jaringan

paru atau alveoli yang biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratus bagian atas

selama beberapa hari. Yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti

bakteri, virus, jamur dan benda asing lainnya. (Dep. Kes. 1996).

Bronkopneumonia digunakan untuk menggambarkan pneumonia yang

mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi

didalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. Pada

bronkopneumonia terjadi konsolidasi area berbercak. (Smeltzer,2002).

Bronchopneomonia adalah penyebaran daerah infeksi yang berbercak dengan

diameter sekitar 3 sampai 4 cm mengelilingi dan juga melibatkan bronchi. (Sylvia A.

Price & Lorraine M.W, 2006).

Kesimpulan Bronchopneomonia adalah salah satu jenis pneumonia tepatnya

pneumononia lobaris yang penyebaran daerah infeksinya berupa penyebaran bercak dan

dapat meluas ke parenkim paru yang ada disekitarnya.

2. Etiologi

Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah :

a. Faktor Infeksi

1) Pada neonatus : Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).

2) Pada bayi :

Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,

Cytomegalovirus.

Organisme atipikal : Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.

Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,

Mycobacterium tuberculosa, B. pertusis.

1

Page 2: LAPORAN PENDAHULUAN.docx

3) Pada anak-anak :

Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP

Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia

Bakteri : Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa.

4) Pada anak besar – dewasa muda :

Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, C. Trachomatis

Bakteri : Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis.

b. Faktor Non Infeksi

Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :

1) Bronkopneumonia hidrokarbon

Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung

( zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).

2) Bronkopneumonia lipoid

Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal,

termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan

seperti latoskizis, pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan

pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis.

Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak

binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya

seperti susu dan minyak ikan.

Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalah

a. Faktor predisposisi

1) usia /umur

2) genetic

b. Faktor pencetus

1) gizi buruk/kurang

2) berat badan lahir rendah (BBLR)

3) tidak mendapatkan ASI yang memadai

4) imunisasi yang tidak lengkap

5) polusi udara

6) kepadatan tempat tinggal

2

Page 3: LAPORAN PENDAHULUAN.docx

3. Patofisiologi

Kuman penyebab bronchopneumonia masuk ke dalam jaringan paru-paru melaui

saluran pernafasan atas ke bronchiolus, kemudian kuman masuk ke dalam alveolus ke

alveolus lainnya melalui poros kohn, sehingga terjadi peradangan pada dinding bronchus

atau bronchiolus dan alveolus sekitarnya.

Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui

berbagai cara, antara lain :

a. Inhalasi langsung dari udara.

b. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring

c. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain

d. Penyebaran secara hematogen.

Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk

mencegah infeksi yang terdiri dari :

a. Susunan anatomis rongga hidung

b. Jaringan limfoid di nasofaring

c. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain

yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut.

Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi.

Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional. Fagositosis aksi

limfosit dan respon imunohumoral terutama dari IgA. Sekresi enzim – enzim dari sel-sel

yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai antimikroba yang non spesifik. Bila

pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke

alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah

itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi

empat stadium, yaitu :

a. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang

berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan

aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat

pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel

imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan

3

Page 4: LAPORAN PENDAHULUAN.docx

prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen

bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos

vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan

perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi

pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara

kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan

karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering

mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

b. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,

eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi

peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan

leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan

seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga

anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48

jam.

c. Stadium III (3 – 8 hari)

Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih

mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi

di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini

eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan

leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami

kongesti.

d. Stadium IV (7 – 11 hari)

Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan

peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag

sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

4. Manifestasi Klinis

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas

selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-40˚C dan mungkin

disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnea, pernafasan

4

Page 5: LAPORAN PENDAHULUAN.docx

cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan

mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit, anak akan mendapat batuk

setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi

produktif.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan:

a. Inspeksi: pernafasan cuping hidung (+), sianosis sekitar hidung dan mulut, retraksi

sela iga.

b. Palpasi: Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit.

c. Perkusi: Sonor memendek sampai beda.

d. Auskultasi: Suara pernafasan mengeras (vesikuler mengeras) disertai ronki basah

gelembung halus sampai sedang.

Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah

yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan. Pada auskultasi

mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Bila sarang

bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi terdengar suara yang

meredup dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi

ronki dapat terdengar lagi.Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi

antara 2-3 minggu.

5. Klasifikasi

a. Bronkopneumonia sangat berat

Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum,maka anak harus

dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.

b. Bronkopneumonia berat

Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum, maka anak

harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.

c. Bronkopneumonia

Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :

1) Lebih dari 60 x/menit pada anak usia kurang dari 2 bulan

2) Lebih dari 50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun

3) Lebih dari 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.

5

Page 6: LAPORAN PENDAHULUAN.docx

d. Bukan bronkopneumonia :

Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat

dan tidak perlu diberi antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi

kuman penyebab:

Kultur sputum atau bilasan cairan lambung

Kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus

Deteksi antigen bakteri

6. Pemeriksaan Diagnostik

a. Foto polos: digunakan untuk melihat adanya infeksi di paru dan status pulmoner

b. Nilai analisa gas darah: untuk mengetahui status kardiopulmoner yang berhubungan

dengan oksigenasi

c. Hitung darah lengkap dan hitung jenis: digunakan untuk menetapkan adanya anemia,

infeksi dan proses inflamasi

d. Pewarnaan gram: untuk seleksi awal anti mikroba

e. Tes kulit untuk tuberkulin: untuk mengesampingkan kemungkinan terjadi

tuberkulosis jika anak tidak berespon terhadap pengobatan

f. Jumlah lekosit: terjadi lekositosis pada pneumonia bacterial

g. Tes fungsi paru: digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru, menetapkan luas dan

beratnya penyakit dan membantu memperbaiki keadaan.

h. Spirometri statik digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang diinspirasi

i. Kultur darah spesimen darah untuk menetapkan agen penyebab seperti

virus

7. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Medik

Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tetapi

hal ini tidak dapat selalu dilakukan dan memakan waktu yang cukup lama, maka

dalam praktek diberikan pengobatan polifarmasi maka yang biasanya diberikan:

Penisilin 50.000 U/kgBB/hari,ditambah dengan kloramfenikol 50-70

mg/kgBB/hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti

ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5 hari.

6

Page 7: LAPORAN PENDAHULUAN.docx

Pemberian oksigen dan cairan intravena, biasanya diperlukan campuran glukose

5% dan Nacl 0.9% dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan KCL 10 mEq/500

ml/botol infus.

Karena sebagian besar pasien jatuh kedalam asidosis metabolik akibat kurang

makan dapat diberikan koreksi sesuai dengan hasil analisa gas darah arteri.

Pasien bronkopnemonia ringan tidak usah dirawat dirumah sakit.

b. Penatalaksanaan Keperawatan

Seringkali pasien pneumonia yang dirawat di rumah sakit datang sudah dalam

keadaan payah, sangat dispnea, pernapasan cuping hidung, sianosis, dan gelisah.

Masalah yang perlu diperhatikan ialah:

Menjaga kelancaran pernafasan.

Kebutuhan istirahat.

Kebutuhan nutrisi dan cairan.

Mengontrol suhu tubuh.

Mencegah komplikasi/gangguan rasa aman dan nyaman.

Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.

8. Komplikasi

a. Otitis media

b. Bronkiektase

c. Abses paru

d. Empiema

9. Prognosis

Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan

pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk

pengobatan.

Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat

dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat

gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada

daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi

bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan

dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.

7

Page 8: LAPORAN PENDAHULUAN.docx

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Identitas.

Umumnya anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia berulang

atau tidak dapat mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain itu daya tahan tubuh

yang menurun akibat KEP, penyakit menahun,  trauma pada paru, anesthesia, aspirasi

dan pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.

b. Riwayat Keperawatan.

1) Keluhan utama.

Anak sangat gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal, diserai pernapasan

cuping hidupng, serta sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang disertai muntah

dan diare.atau diare, tinja berdarah dengan atau tanpa lendir, anoreksia dan

muntah.

2) Riwayat penyakit sekarang.

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian atas

selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak sampai 39-40oC

dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi.

3) Riwayat penyakit dahulu.

Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun.

4) Riwayat kesehatan keluarga.

Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran pernapasan dapat

menularkan kepada anggota keluarga yang lainnya.

c. Riwayat kesehatan lingkungan.

Menurut Wilson dan Thompson, 1990 pneumonia sering terjadi pada musim hujan

dan awal musim semi. Selain itu pemeliharaan ksehatan dan kebersihan lingkungan

yang kurang juga bisa menyebabkan anak menderita sakit. Lingkungan pabrik atau

banyak asap dan debu ataupun lingkungan dengan anggota keluarga perokok.

d. Imunisasi.

Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk mendapat penyakit

infeksi saluran pernapasan atas atau bawah karena system pertahanan tubuh yang

tidak cukup kuat untuk melawan infeksi sekunder.

8

Page 9: LAPORAN PENDAHULUAN.docx

e. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.

f. Nutrisi.

Riwayat gizi buruk atau meteorismus (malnutrisi energi protein = MEP).

g. Pemeriksaan persistem.

1) Sistem kardiovaskuler : Takikardi, iritability.

2) Sistem pernapasan.

Sesak napas, retraksi dada, melaporkan anak sulit bernapas, pernapasan cuping

hdidung, ronki, wheezing, takipnea, batuk produktif atau non produktif,

pergerakan dada asimetris, pernapasan tidak teratur/ireguler, kemungkinan

friction rub, perkusi redup pada daerah terjadinya konsolidasi, ada sputum/sekret.

Orang tua cemas dengan keadaan anaknya yang bertambah sesak dan pilek.

3) Sistem pencernaan.

Anak malas minum atau makan, muntah, berat badan menurun, lemah. Pada

orang tua yang dengan tipe keluarga anak pertama, mungkin belum memahami

tentang tujuan dan cara pemberian makanan/cairan personde.

4) Sistem eliminasi.

Anak atau bayi menderita diare, atau dehidrasi, orang tua mungkin belum

memahami alasan anak menderita diare sampai terjadi dehidrasi (ringan sampai

berat).

5) Sistem saraf.

Demam, kejang, sakit kepala yang ditandai dengan menangis terus pada anak-

anak atau malas minum, ubun-ubun cekung.

6) Sistem lokomotor/musculoskeletal : Tonus otot menurun, lemah secara umum,

7) Sistem endokrin : Tidak ada kelainan.

8) Sistem integument : Turgor kulit menurun, membran mukosa kering, sianosis,

pucat, akral hangat, kulit kering.

9) Sistem penginderaan : Tidak ada kelainan.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi secret

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan adanya penumpukan cairan di alveoli

paru

9

Page 10: LAPORAN PENDAHULUAN.docx

c. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh akibat proses

infeksi, toksimea.

d. ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan inflamasi dalam alveoli

e. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan

kebutuhan oksigen

f. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan faktor resiko peningkatan

kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.

3. Intervensi Keperawatan

a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi secret

Kriteria Hasil

1) Suara nafas bersih tidak ada ronkhi atau rales, wheezing

2) Sekret di jalan nafas bersih

3) Cuping hidung tidak ada

4) Tidak ada sianosis

Intervensi:

1) Kaji frekuensi / kedalaman pernapasan dan gerakan dada.

Rasional: Takipnea, pernapasan dangkal, gerakan dada tak simetris karena

ketidaknyamanan

2) Auskultasi area paru, catat area penuruan/tak ada aliran udara dan bunyi napas

adventisius, mis: krekels, mengi.

Rasional: Penurunan aliran udara terjadi pada area konsilidasi dengan cairan.

Krekels, ronki, dan mengi terdengar pada inspirasi dan ekpirasi.

3) Berikan cairan hangat sedikitnya 2500 ml/hari.

Rasional: Cairan (hangat) memobilisasi dan mengeluarkan sekret.

4) Bantu mengatasi efek pengobatan nebuliser, fisioterapi lain, mis: drainase

postural.

Rasional: Memudahkan pengenceran dan pembuangan sekret.

5) Berikan obat sesuai indikasi:mukolitik, ekspektoran,bronkodilator, analgesik.

Rasional: Alat untuk mengurangi spasme bronkus dengan mobilisasi sekret.

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan adanya penumpukan cairan di alveoli

paru

10

Page 11: LAPORAN PENDAHULUAN.docx

Kriteria Hasil

1) Menunjukkan adanya perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan

2) Berpartisispasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi

Intervensi

1) Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan pernafasan

Rasional: Manifestasi distres pernafasan tergantung pada derajat keterlibatan paru

dan status kesehatan umum

2) Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya sianosis.

Rasional: Sianosis menunjukkan vasokontriksi atau respon tubuh terhadap demam

atau menggigil dan terjadi hipoksemia.

3) Kaji status mental

Rasional: Gelisah, mudah terangsang, bingung dapat menunjukkan hipoksemia.

4) Awasi frekuensi jantung atau  irama

Rasional: Takikardi biasanya ada karena akibat adanya demam atau  dehidrasi.

5) Awasi suhu tubuh. Bantu tindakan kenyamanan untuk mengurangi demam dan

menggigil.

Rasional: Demam tinggi sangat meningkatkan kebutuhan metabolik dan

kebutuhan oksigen dan mengganggu oksigenasi seluler.

6) Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam, dan batuk

efektif

Rasional: Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan

pengeluaran sekret untuk memperbaiaki ventilasi.

7) Kolaborasi pemberian oksigen dengan benar sesuai dengan indikasi

Rasional: Mempertahankan PaO2 di atas 90 mmHg.

c. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh akibat proses

infeksi, toksimea.

Kriteria Hasil:

Suhu tubuh dan tanda vital dalam batas normal

Intervensi

1) Monitor suhu tubuh tiap 2-4 Jam

Rasional: perubahan suhu tubuh dapat mengetahui adanya infeksi.

11

Page 12: LAPORAN PENDAHULUAN.docx

2) Berikan kompres hangat

Rasional: kompres hangat menurunkan panas dengan cara konduksi yaitu kontak

langsung dengan obyek.

3) Kolaborasi pemberian antipiretik, analgetik sesuai program dokter

Rasional: menurunkan panas di pusat hepotalamus.

g. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan inflamasi dalam alveoli.

Kriteria hasil:

1) pola nafas menjadi efektif

2) Frekuensi dan kedalamanya dalam rentang normal

Intervensi:

1) Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.

Rasional: Kecepatan biasanya meningkat, dispnea, dan terjadi peningkatan kerja

nafas, kedalaman bervariasi, ekspansi dada terbatas.

2) Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas adventisius.

Rasional: Bunyi nafas menurun atau tidak ada bila jalan nafas terdapat obstruksi

kecil.

3) Tinggikan kepala dan bentu mengubah posisi.

Rasional: Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan

pernafasan.

4) Observasi pola batuk dan karakter sekret.

Rasional: Batuk biasanya mengeluarkan sputum dan mengindikasikan adanya

kelainan.

5) Bantu pasien untuk nafas dalam dan latihan batuk efektif.

Rasional: Dapat meningkatkan pengeluaran sputum.

6) Berikan humidifikasi tambahan

Rasional: Memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu

pengenceran sekret untuk memudahkan pembersihan.

7) Bantu fisioterapi dada, postural drainage

Rasional: Memudahkan upaya pernafasan dan meningkatkan drainage sekret dari

segmen paru ke dalam bronkus.

8) Kolaborasi pemberian oksigen tambahan.

12

Page 13: LAPORAN PENDAHULUAN.docx

Rasional: Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.

d. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan

kebutuhan oksigen

Kriteria Hasil

1) Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas

2) Tanda-tanda vital dalam batas normal

Intervensi

1) Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas.

Rasional: Menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien dan memudahkan

pilihan intervensi

2) Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase akut.

Rasional: Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat

3) Jelaskan pentingnya istitahat dalam rencana pengobatan dan perlunya

keseimbamgan aktivitas dan istirahat.

Rasional: Tirah baring dipertahankan untuk menurunkan kebutuhan metabolic

4) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.

Rasional: Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan

kebutuhan oksigen

e. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan faktor resiko peningkatan

kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.

Kriteria Hasil:

1) Menunjukkan peningkatan nafsu makan

2) Mempertahankan atau meningkatkan berat badan

3) Bissing usus dalam batas normal

Intervensi

1)  Identifikasi faktor yang menimbulkan mual atau muntah.

Rasional: Pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah

2) Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin, bantu

kebersihan mulut.

13

Page 14: LAPORAN PENDAHULUAN.docx

Rasional: Menghilangkan bahaya, rasa, bau,dari lingkungan pasien dan dapat

menurunkan mual

3) Jadwalkan pengobatan pernafasan sedikitnya 1 jam sebelum makan.

Rasional: Menurunkan efek mual yang berhubungan dengan pengobatan ini

4) Auskultasi bunyi usus, observasi atau palpasi distensi abdomen.

Rasional: Bunyi usus mungkin menurun bila proses infeksi berat, distensi

abdomen terjadi sebagai akibat menelan udara dan menunjukkan

pengaruh toksin bakteri pada saluran gastro intestinal

5) Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.

Rasional: Adanya kondisi kronis dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya

tahanan terhadap infeksi, atau lambatnya respon terhadap terapi

6) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan makanan yang mudah dicerna,

secara nutrisi seimbang.

Rasional  :metode makan den kebutuhan kalori didasarkan pada situasi atau

kebutuhan individu.

14