laporan pendahuluan.docx
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN BRONCHOPNEUMONIA
A. KONSEP MEDIS
1. Pengertian
Broncho pneumoni adalah frekuensi komplikasi pulmonari, batuk produktif yang
lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, pernafasan meningkat (Suzanne G
Bare, 2001)
Bronkho pneumonia adalah salah satu peradangan paru yang terjadi pada jaringan
paru atau alveoli yang biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratus bagian atas
selama beberapa hari. Yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti
bakteri, virus, jamur dan benda asing lainnya. (Dep. Kes. 1996).
Bronkopneumonia digunakan untuk menggambarkan pneumonia yang
mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi
didalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. Pada
bronkopneumonia terjadi konsolidasi area berbercak. (Smeltzer,2002).
Bronchopneomonia adalah penyebaran daerah infeksi yang berbercak dengan
diameter sekitar 3 sampai 4 cm mengelilingi dan juga melibatkan bronchi. (Sylvia A.
Price & Lorraine M.W, 2006).
Kesimpulan Bronchopneomonia adalah salah satu jenis pneumonia tepatnya
pneumononia lobaris yang penyebaran daerah infeksinya berupa penyebaran bercak dan
dapat meluas ke parenkim paru yang ada disekitarnya.
2. Etiologi
Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah :
a. Faktor Infeksi
1) Pada neonatus : Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).
2) Pada bayi :
Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,
Cytomegalovirus.
Organisme atipikal : Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,
Mycobacterium tuberculosa, B. pertusis.
1
3) Pada anak-anak :
Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
Bakteri : Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa.
4) Pada anak besar – dewasa muda :
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, C. Trachomatis
Bakteri : Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis.
b. Faktor Non Infeksi
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :
1) Bronkopneumonia hidrokarbon
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung
( zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
2) Bronkopneumonia lipoid
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal,
termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan
seperti latoskizis, pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan
pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis.
Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak
binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya
seperti susu dan minyak ikan.
Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalah
a. Faktor predisposisi
1) usia /umur
2) genetic
b. Faktor pencetus
1) gizi buruk/kurang
2) berat badan lahir rendah (BBLR)
3) tidak mendapatkan ASI yang memadai
4) imunisasi yang tidak lengkap
5) polusi udara
6) kepadatan tempat tinggal
2
3. Patofisiologi
Kuman penyebab bronchopneumonia masuk ke dalam jaringan paru-paru melaui
saluran pernafasan atas ke bronchiolus, kemudian kuman masuk ke dalam alveolus ke
alveolus lainnya melalui poros kohn, sehingga terjadi peradangan pada dinding bronchus
atau bronchiolus dan alveolus sekitarnya.
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui
berbagai cara, antara lain :
a. Inhalasi langsung dari udara.
b. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring
c. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain
d. Penyebaran secara hematogen.
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk
mencegah infeksi yang terdiri dari :
a. Susunan anatomis rongga hidung
b. Jaringan limfoid di nasofaring
c. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain
yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut.
Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi.
Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional. Fagositosis aksi
limfosit dan respon imunohumoral terutama dari IgA. Sekresi enzim – enzim dari sel-sel
yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai antimikroba yang non spesifik. Bila
pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke
alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah
itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi
empat stadium, yaitu :
a. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan
aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat
pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel
imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
3
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen
bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos
vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi
pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara
kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
b. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga
anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48
jam.
c. Stadium III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi
di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini
eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan
leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami
kongesti.
d. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag
sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
4. Manifestasi Klinis
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas
selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-40˚C dan mungkin
disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnea, pernafasan
4
cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan
mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit, anak akan mendapat batuk
setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi
produktif.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan:
a. Inspeksi: pernafasan cuping hidung (+), sianosis sekitar hidung dan mulut, retraksi
sela iga.
b. Palpasi: Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit.
c. Perkusi: Sonor memendek sampai beda.
d. Auskultasi: Suara pernafasan mengeras (vesikuler mengeras) disertai ronki basah
gelembung halus sampai sedang.
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah
yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan. Pada auskultasi
mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Bila sarang
bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi terdengar suara yang
meredup dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi
ronki dapat terdengar lagi.Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi
antara 2-3 minggu.
5. Klasifikasi
a. Bronkopneumonia sangat berat
Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum,maka anak harus
dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
b. Bronkopneumonia berat
Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum, maka anak
harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
c. Bronkopneumonia
Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :
1) Lebih dari 60 x/menit pada anak usia kurang dari 2 bulan
2) Lebih dari 50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun
3) Lebih dari 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.
5
d. Bukan bronkopneumonia :
Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat
dan tidak perlu diberi antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi
kuman penyebab:
Kultur sputum atau bilasan cairan lambung
Kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus
Deteksi antigen bakteri
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Foto polos: digunakan untuk melihat adanya infeksi di paru dan status pulmoner
b. Nilai analisa gas darah: untuk mengetahui status kardiopulmoner yang berhubungan
dengan oksigenasi
c. Hitung darah lengkap dan hitung jenis: digunakan untuk menetapkan adanya anemia,
infeksi dan proses inflamasi
d. Pewarnaan gram: untuk seleksi awal anti mikroba
e. Tes kulit untuk tuberkulin: untuk mengesampingkan kemungkinan terjadi
tuberkulosis jika anak tidak berespon terhadap pengobatan
f. Jumlah lekosit: terjadi lekositosis pada pneumonia bacterial
g. Tes fungsi paru: digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru, menetapkan luas dan
beratnya penyakit dan membantu memperbaiki keadaan.
h. Spirometri statik digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang diinspirasi
i. Kultur darah spesimen darah untuk menetapkan agen penyebab seperti
virus
7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medik
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tetapi
hal ini tidak dapat selalu dilakukan dan memakan waktu yang cukup lama, maka
dalam praktek diberikan pengobatan polifarmasi maka yang biasanya diberikan:
Penisilin 50.000 U/kgBB/hari,ditambah dengan kloramfenikol 50-70
mg/kgBB/hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti
ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5 hari.
6
Pemberian oksigen dan cairan intravena, biasanya diperlukan campuran glukose
5% dan Nacl 0.9% dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan KCL 10 mEq/500
ml/botol infus.
Karena sebagian besar pasien jatuh kedalam asidosis metabolik akibat kurang
makan dapat diberikan koreksi sesuai dengan hasil analisa gas darah arteri.
Pasien bronkopnemonia ringan tidak usah dirawat dirumah sakit.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Seringkali pasien pneumonia yang dirawat di rumah sakit datang sudah dalam
keadaan payah, sangat dispnea, pernapasan cuping hidung, sianosis, dan gelisah.
Masalah yang perlu diperhatikan ialah:
Menjaga kelancaran pernafasan.
Kebutuhan istirahat.
Kebutuhan nutrisi dan cairan.
Mengontrol suhu tubuh.
Mencegah komplikasi/gangguan rasa aman dan nyaman.
Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
8. Komplikasi
a. Otitis media
b. Bronkiektase
c. Abses paru
d. Empiema
9. Prognosis
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan
pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk
pengobatan.
Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat
dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat
gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada
daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi
bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan
dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.
7
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas.
Umumnya anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia berulang
atau tidak dapat mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain itu daya tahan tubuh
yang menurun akibat KEP, penyakit menahun, trauma pada paru, anesthesia, aspirasi
dan pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.
b. Riwayat Keperawatan.
1) Keluhan utama.
Anak sangat gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal, diserai pernapasan
cuping hidupng, serta sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang disertai muntah
dan diare.atau diare, tinja berdarah dengan atau tanpa lendir, anoreksia dan
muntah.
2) Riwayat penyakit sekarang.
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian atas
selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak sampai 39-40oC
dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi.
3) Riwayat penyakit dahulu.
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun.
4) Riwayat kesehatan keluarga.
Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran pernapasan dapat
menularkan kepada anggota keluarga yang lainnya.
c. Riwayat kesehatan lingkungan.
Menurut Wilson dan Thompson, 1990 pneumonia sering terjadi pada musim hujan
dan awal musim semi. Selain itu pemeliharaan ksehatan dan kebersihan lingkungan
yang kurang juga bisa menyebabkan anak menderita sakit. Lingkungan pabrik atau
banyak asap dan debu ataupun lingkungan dengan anggota keluarga perokok.
d. Imunisasi.
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk mendapat penyakit
infeksi saluran pernapasan atas atau bawah karena system pertahanan tubuh yang
tidak cukup kuat untuk melawan infeksi sekunder.
8
e. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
f. Nutrisi.
Riwayat gizi buruk atau meteorismus (malnutrisi energi protein = MEP).
g. Pemeriksaan persistem.
1) Sistem kardiovaskuler : Takikardi, iritability.
2) Sistem pernapasan.
Sesak napas, retraksi dada, melaporkan anak sulit bernapas, pernapasan cuping
hdidung, ronki, wheezing, takipnea, batuk produktif atau non produktif,
pergerakan dada asimetris, pernapasan tidak teratur/ireguler, kemungkinan
friction rub, perkusi redup pada daerah terjadinya konsolidasi, ada sputum/sekret.
Orang tua cemas dengan keadaan anaknya yang bertambah sesak dan pilek.
3) Sistem pencernaan.
Anak malas minum atau makan, muntah, berat badan menurun, lemah. Pada
orang tua yang dengan tipe keluarga anak pertama, mungkin belum memahami
tentang tujuan dan cara pemberian makanan/cairan personde.
4) Sistem eliminasi.
Anak atau bayi menderita diare, atau dehidrasi, orang tua mungkin belum
memahami alasan anak menderita diare sampai terjadi dehidrasi (ringan sampai
berat).
5) Sistem saraf.
Demam, kejang, sakit kepala yang ditandai dengan menangis terus pada anak-
anak atau malas minum, ubun-ubun cekung.
6) Sistem lokomotor/musculoskeletal : Tonus otot menurun, lemah secara umum,
7) Sistem endokrin : Tidak ada kelainan.
8) Sistem integument : Turgor kulit menurun, membran mukosa kering, sianosis,
pucat, akral hangat, kulit kering.
9) Sistem penginderaan : Tidak ada kelainan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi secret
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan adanya penumpukan cairan di alveoli
paru
9
c. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh akibat proses
infeksi, toksimea.
d. ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan inflamasi dalam alveoli
e. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
f. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan faktor resiko peningkatan
kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.
3. Intervensi Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi secret
Kriteria Hasil
1) Suara nafas bersih tidak ada ronkhi atau rales, wheezing
2) Sekret di jalan nafas bersih
3) Cuping hidung tidak ada
4) Tidak ada sianosis
Intervensi:
1) Kaji frekuensi / kedalaman pernapasan dan gerakan dada.
Rasional: Takipnea, pernapasan dangkal, gerakan dada tak simetris karena
ketidaknyamanan
2) Auskultasi area paru, catat area penuruan/tak ada aliran udara dan bunyi napas
adventisius, mis: krekels, mengi.
Rasional: Penurunan aliran udara terjadi pada area konsilidasi dengan cairan.
Krekels, ronki, dan mengi terdengar pada inspirasi dan ekpirasi.
3) Berikan cairan hangat sedikitnya 2500 ml/hari.
Rasional: Cairan (hangat) memobilisasi dan mengeluarkan sekret.
4) Bantu mengatasi efek pengobatan nebuliser, fisioterapi lain, mis: drainase
postural.
Rasional: Memudahkan pengenceran dan pembuangan sekret.
5) Berikan obat sesuai indikasi:mukolitik, ekspektoran,bronkodilator, analgesik.
Rasional: Alat untuk mengurangi spasme bronkus dengan mobilisasi sekret.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan adanya penumpukan cairan di alveoli
paru
10
Kriteria Hasil
1) Menunjukkan adanya perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan
2) Berpartisispasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi
Intervensi
1) Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan pernafasan
Rasional: Manifestasi distres pernafasan tergantung pada derajat keterlibatan paru
dan status kesehatan umum
2) Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya sianosis.
Rasional: Sianosis menunjukkan vasokontriksi atau respon tubuh terhadap demam
atau menggigil dan terjadi hipoksemia.
3) Kaji status mental
Rasional: Gelisah, mudah terangsang, bingung dapat menunjukkan hipoksemia.
4) Awasi frekuensi jantung atau irama
Rasional: Takikardi biasanya ada karena akibat adanya demam atau dehidrasi.
5) Awasi suhu tubuh. Bantu tindakan kenyamanan untuk mengurangi demam dan
menggigil.
Rasional: Demam tinggi sangat meningkatkan kebutuhan metabolik dan
kebutuhan oksigen dan mengganggu oksigenasi seluler.
6) Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam, dan batuk
efektif
Rasional: Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan
pengeluaran sekret untuk memperbaiaki ventilasi.
7) Kolaborasi pemberian oksigen dengan benar sesuai dengan indikasi
Rasional: Mempertahankan PaO2 di atas 90 mmHg.
c. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh akibat proses
infeksi, toksimea.
Kriteria Hasil:
Suhu tubuh dan tanda vital dalam batas normal
Intervensi
1) Monitor suhu tubuh tiap 2-4 Jam
Rasional: perubahan suhu tubuh dapat mengetahui adanya infeksi.
11
2) Berikan kompres hangat
Rasional: kompres hangat menurunkan panas dengan cara konduksi yaitu kontak
langsung dengan obyek.
3) Kolaborasi pemberian antipiretik, analgetik sesuai program dokter
Rasional: menurunkan panas di pusat hepotalamus.
g. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan inflamasi dalam alveoli.
Kriteria hasil:
1) pola nafas menjadi efektif
2) Frekuensi dan kedalamanya dalam rentang normal
Intervensi:
1) Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.
Rasional: Kecepatan biasanya meningkat, dispnea, dan terjadi peningkatan kerja
nafas, kedalaman bervariasi, ekspansi dada terbatas.
2) Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas adventisius.
Rasional: Bunyi nafas menurun atau tidak ada bila jalan nafas terdapat obstruksi
kecil.
3) Tinggikan kepala dan bentu mengubah posisi.
Rasional: Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan
pernafasan.
4) Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional: Batuk biasanya mengeluarkan sputum dan mengindikasikan adanya
kelainan.
5) Bantu pasien untuk nafas dalam dan latihan batuk efektif.
Rasional: Dapat meningkatkan pengeluaran sputum.
6) Berikan humidifikasi tambahan
Rasional: Memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu
pengenceran sekret untuk memudahkan pembersihan.
7) Bantu fisioterapi dada, postural drainage
Rasional: Memudahkan upaya pernafasan dan meningkatkan drainage sekret dari
segmen paru ke dalam bronkus.
8) Kolaborasi pemberian oksigen tambahan.
12
Rasional: Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.
d. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
Kriteria Hasil
1) Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas
2) Tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi
1) Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas.
Rasional: Menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien dan memudahkan
pilihan intervensi
2) Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase akut.
Rasional: Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat
3) Jelaskan pentingnya istitahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbamgan aktivitas dan istirahat.
Rasional: Tirah baring dipertahankan untuk menurunkan kebutuhan metabolic
4) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
Rasional: Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen
e. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan faktor resiko peningkatan
kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.
Kriteria Hasil:
1) Menunjukkan peningkatan nafsu makan
2) Mempertahankan atau meningkatkan berat badan
3) Bissing usus dalam batas normal
Intervensi
1) Identifikasi faktor yang menimbulkan mual atau muntah.
Rasional: Pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah
2) Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin, bantu
kebersihan mulut.
13
Rasional: Menghilangkan bahaya, rasa, bau,dari lingkungan pasien dan dapat
menurunkan mual
3) Jadwalkan pengobatan pernafasan sedikitnya 1 jam sebelum makan.
Rasional: Menurunkan efek mual yang berhubungan dengan pengobatan ini
4) Auskultasi bunyi usus, observasi atau palpasi distensi abdomen.
Rasional: Bunyi usus mungkin menurun bila proses infeksi berat, distensi
abdomen terjadi sebagai akibat menelan udara dan menunjukkan
pengaruh toksin bakteri pada saluran gastro intestinal
5) Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.
Rasional: Adanya kondisi kronis dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya
tahanan terhadap infeksi, atau lambatnya respon terhadap terapi
6) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan makanan yang mudah dicerna,
secara nutrisi seimbang.
Rasional :metode makan den kebutuhan kalori didasarkan pada situasi atau
kebutuhan individu.
14