halusinasi laporanb pendahuluan.docx

24
LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI A. KONSEP DASAR HALUSINASI 1. Pengertian Halusinasi adalah persepsi pasien terhadap lingkungan tanpa stimulasi yang nyata, artinya pasien menginterpretasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus atau rangsangan dari luar. (Direja, 2011). Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. (Damaiyanti, 2012) Halusinasi merupakan persepsi yang tanpa dijumpai adanya rangsangan dari luar. Walaupun tampak sebagai sesuatu yang “khayal”, halusinasi sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang “teresepsi” (Yosep, 2010). Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah atau pola stimulus yang dapat disertai gangguan respon yang kurang, berlebihan, atau distorsi terhadap stimulus tersebut. (Nanda-I, 2012) Jadi pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah salah satu gangguan persepsi, dimana terjadi pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan sensorik (persepsi indera yang salah). 2. Rentang Respon Neurobiologis Respon Adaptif Respon

Upload: dezuka-sary

Post on 23-Dec-2015

231 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN

DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI

A. KONSEP DASAR HALUSINASI

1. Pengertian

Halusinasi adalah persepsi pasien terhadap lingkungan tanpa stimulasi yang

nyata, artinya pasien menginterpretasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus atau

rangsangan dari luar. (Direja, 2011).

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien mengalami

perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,

pengecapan, perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya

tidak ada. (Damaiyanti, 2012)

Halusinasi merupakan persepsi yang tanpa dijumpai adanya rangsangan dari

luar. Walaupun tampak sebagai sesuatu yang “khayal”, halusinasi sebenarnya

merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang “teresepsi” (Yosep, 2010).

Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah atau pola stimulus yang dapat

disertai gangguan respon yang kurang, berlebihan, atau distorsi terhadap stimulus

tersebut. (Nanda-I, 2012)

Jadi pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah salah satu

gangguan persepsi, dimana terjadi pengalaman panca indera tanpa adanya

rangsangan sensorik (persepsi indera yang salah).

2. Rentang Respon Neurobiologis

Pikir logis - Distarsi pikiran - Gang. Pikir/delusi

Persepsi akurat - Ilusi - Halusinasi

Emosi konsisten - Reaksi emosi berlebih -Perilak disorganisasi

Perilaku sesuai - Perilaku aneh - Isolasi sosial

Hubungan social harmonis - Menarik diri

3. Etiologi

a. Factor predisposisi

Menurut Yosep (2010) factor predisposisi adalah :

1) Faktor perkembangan

Tugas perkembangan terganggu misalnya rendahnya control dan kehangatan

keluarga.

2) Faktor sosiokultural

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Seseorang yang tidak diterima di lingkungannya sejak bayi akan merasa

disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.

3) Faktor biologis

Adanya stres yang berlebih yang dialami seseorang maka didalam akan

dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia.

4) Faktor psikologis

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada

penyalahgunaan zat adaktif

5) Faktor genetic dan pola asuh

Penelitian menunjuksn bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua

schizophrenia cenderung mengalami schizophrenia.

b. Faktor presipitasi

1) Berlebihnya proses inflamasi yang menerima dan memproses inflamasi di

thalamus frontal otak.

2) Mekanisme penghantar listrik di otak terganggu.

3) Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan lingkungan, sikap dan

perilaku.

4. Tanda dan gejala

Menurut hamid (2000) :

a. Bicara sendiri

b. Senyum sendiri

c. Tertawa sendiri

d. Menggerakan bibir tanpa suara

e. Pergerakan mata yang cepat

f. Respon verbal yang lambat

g. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak

h. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan

5. Jenis-jenis halusinasi

Menurut Yosep (2007) ada 8 jenis :

a. Halusinasi pendengaran (auditif, akustik)

Paling sering dijumpai seperti bunyi, suara bising dan sebuah kata atau kalimat

yang bermakna.

b. Halusinasi pengelihatan (visual, optic)

Lebih sering terjadi pada keadaan delirium. Sering muncul bersamaan dengan

penurunan kesadaran.

c. Halusinasi penciuman

Biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan dirasakan tak enak,

melambangkan rasa bersalah pada penderita.

d. Halusinasi pengecapan (gustatorik)

Penderita mersa mengecap sesuatu.

e. Halusinasi perabaan (taktul)

Merasa diraba, disentuh, atau pun ditiup.

f. Halusinasi seksual

Penderita merasa diraba dan diperkosa

g. Halusinasi kinestetik

Pasien merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruang atau anggota badan

bergerak-gerak

h. Halusinasi visceral

1) Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya sudah

tidak seperti biasanya (asing dengan dirinya sendiri)

2) Derealisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungan yang tidak sesuai

dengan kenyataan.

i. Halusinasi hipnogogik

Terdapat adakala pada orang normal tepat sebelum tidur sensori bekerja

j. Halusinasi hipnopompik

Terjadi sebelum ter bangun

k. Halusinasi histerik

Timbul pada saat histeris karena konflik emosional.

6. Mekanisme koping

a. Regresi : menjadi malas beraktifitas sehari-hari.

b. Proyeksi : mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu

benda.

c. Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dengan stimulus internal.

7. Tahapan halusinasi

a. Stage I : sleep disorder

Fase awal seseorang sebelum muncul halusinasi.

Karakteristik : klien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari lingkungan,

takutdi ketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah.

b. Stage II : comforting

Halusinasi secara umum di terima sebagai suatu yang dialami

Karakteristik : klien mengalami emosi yang berlanjut seperti merasakan

perasaan cemas, kesepian, perasaan berdosa, ketakutan dan

mencoba memusatkan pemikiran pada timbulnya kecemasan.

c. Stage III : condemming

Halusinasi Sering mendatangi klien

Karkteristik : klien mulai merasakan tidak mampu lagi mengontrolnya dengan

mulai berupaya menjaga antara dirinya dan obyek dipersepsikan.

d. Stage IV : Controlling severe level of anxiety

Fungsi sensori menjadi tidak relevan

Karakteristik : klien mencoba melawan suara-suara atau sensori abnormal yang

datang.

e. Stage V : conquering panic level of anxiety

Klien mengalami gangguan dalam menilai lingkungan

Karakteristik : klien mulai merasa terancam dengan datangnya suara-suara

tertentu bila klien tidak dapat menuruti ancaman atau perintah

yang ia dengar.

8. Tindakan penanganan

a. Tindakan keperawatan

1) Menciptakan lingkungan terapeautik

2) Melakukan program terapi dokter

3) Menggali permasalahan klien dan membantu mengatasi masalah yang ada.

4) Member aktivitas pada pasien

5) Melibatkan keluarga dan petugas kesehatan dalam proses perawatan.

b. Tindakan medis

1) Farmakoterapi

2) Terapi kejang listrik (ECT)

3) Psikoterapi dan rehabilitasi

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Pengumpulan data

Pengkajian merupakan langkah awal dan dasar utama dari proses

keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data perumusan

masalah pasien, pohon masalah, diagnosa keperawatan. Data yang di kumpulkan

meliputi biologis, psikologis sosial dan spiritual (Direja, 2011).

Setelah data terkumpul, maka tahap selanjutnya adalah menganalisa data

untuk merumuskan masalah-masalah yang dihadapi pasien. Data tersebut

diklasifiksikan menjadi data subjektif dan objekif.

1) Data subjektif

Menyatakan mendengar suara-suara dan melihat sesuatu yang tidak nyata,

tidak percaya terhadap lingkungan, sulit tidur, tidak dapat memusatkan

perhatian dan konsentrasi, rasa berdosa, menyesal dan bingung terhadap

halusinasi, perasaan tidak aman, merasa cemas, takut dan kadang-kadang

panic kebingungan.

2) Data objektif

Bicara sendiri, senyum sendiri, ketawa sendiri, tidak dapat membedakan hal

yang nyata dan tidak nyata, pembicaraan kacau kadang tidak masuk akal,

sulit membuat keputusan, tidak perhatian terhadap perawatan dirinya, sering

menyangkal dirinya sakit atau kurang menyadari adanya masalah, ekspresi

wajah sedih, ketakutan atau gembira, pasien tampak gelisah, insight kurang,

tidak ada minat untuk makan.

Selain pengumpulan data disesuaikan dengan jenis halusinasinya

diperlukan data seperti:

a) Identitas pasien

b) Keluhan utama atau alasan MRS

c) Faktor predisposisi

d) Aspek fisik atau biologis

e) Aspek psikososial

f) Status mental

g) Kebutuhan persiapan pulang

h) Mekanisme koping

i) Masalah psikososial dan lingkungan

j) Pengetahuan

k) Aspek medis

Perilaku pasien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada

jenis halusinasinya. Apabila perawat mengindifikasikan adanya tanda-

tanda dan prilaku halusinasi, maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan

tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasinya saja, validasi informasi

tentang halusinasinya sangat diperlukan meliputi:

1) Isi halusinasi yang dialami pasien

Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, berkata

apabila halusinasi yang dialami adalah halusinasi pendengaran atau

bentuk bayangan yang dilihat oleh pasien bila halusinasinya adalah

halusinasi penglihatan, bau apa yang tercium untuk halusinasi

penghidu, rasa apa yang dikecap untuk halusinasi pengecapan atau

merasakan apa yang dipermukaan tubuh bila halusinasi perabaan.

2) Waktu dan frekuensi halusinasi

Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada pasien kapan pengalaman

halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu atau sebulan

pengalaman halusinasi itu muncul. Bila kemungkinan pasien diminta

menjelaskan kapan persisnya waktu tejadi halusinasi tersebut.

Informasi ini penting untuk mengidentifikasikan pencetus halusinasi

dan menentukan bila mana pasien perlu diperhatikan saat mengalami

halusinasi.

3) Situasi pencetus halusinasi

Perawat mengidentifikasi situasi yang dialami pasien sebelum

mengalami halusinasi. Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada

pasien kejadian yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu

perawat juga dapat mengobservasi apa yang dialami pasien menjelang

muncul halusinasi untuk memvalidasi pernyataan pasien.

4) Respon pasien

Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi pasien

dikaji dengan menanyakan apa yang dilakukan oleh klien saat

mengalami pengalaman halusinasi. Apakah pasien mampu mengontrol

stimulasi halusinasi atau sudah tidak berdaya terhadap stimulasi.

b. Rumusan masalah

Adapun rumusan masalah yang mungkin muncul pada pasien dengan

halusinasi:

1) Risiko tinggi perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, lingkungan dan

verbal).

2) Perubahan persepsi sensori: halusinasi

3) Isolasi sosial

4) Harga diri rendah

c. Pohon masalah

Resiko perilaku kekerasan

(diri sendiri, orang lain, lingkungan dan verbal) --------- Akibat

--------- Masalah Utama

Kerusakan Interaksi Sosial: Menarik Diri --------- Penyebab

Harga Diri Rendah Kronis

2. Diagnosa keperawatan

Dari data yang muncul diatas kemudian dapat dirumuskan masalah sehingga

ditemukan diagnosa keperawatan, yaitu:

1) Risiko tinggi perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, lingkungan dan

verbal).

2) Perubahan persepsi sensori: halusinasi

3) Isolasi sosial

4) Harga diri rendah

3. Rencana Tindakan Keperawatan

Dalam menyusun recana keperawatan terlebih dahulu dirumuskan perioritas

diagnosa keperawatan. Prioritas diagnosa keperawatan ditentukan berdasarkan

urutan kebutuhan Maslow berdasarkan berat ringannya masalah. Hal tersebut tidak

terlepas dari keadaan dan kondisi klien saat menyusun rencana keperawatan.

Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi

No. Diagnosa Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional

1 Perubahan persepsi sensori: halusinasi

Pasien mampu:

- Membina hubungan saling percaya

- Mengenali halusinasi yang dialaminya

- Mengikuti program pengobatan.

Setelah …x…pertemuan pasien dapat:

- Membina hubungan saling percaya dengan perawat.

- Mampu menyebutkan isi, waktu, frekuensi, situasi yang menimbulkan halusinasi.

- Mampu mempercayakan cara dalam mengontrol halusinasi.

SP I Pasien:

- Bina hubungan saling percaya

- Idetifikasi jenis halusinasi pasien

- Identifikasi isi halusinasi

- Identifikasi situasi menimbulkan halusinasi pada klien

- Identifikasi respon pasien terhadap halusinasi

- Ajarkan pasien menghardik halusinasi

- Ajarkan pasien memasukkancara menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian.

SP I Pasien:

- BHSP merupakan langkah awal untuk menentukan tindakan selanjutnya.

- Melihatkan pasien dalam memperkenalkan halusinasinya.

- Melihatkan pasien dalam memperkenalkan halusinasinya

- Agar mengetahui situasi apa yang menimbulkan halusinasi pada klien.

- Untuk mengetahui koping klien sebagai data intervensi selanjutnya

- Cara alternative mengatasi

halusinasi- Untuk membantu

pasien dalam menghadapi halusinasi yang dialami oleh pasien.

Setelah …x… pertemuan pasien mampu:

- Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan

- Mempercayai cara bercakap-cakap dengan orang lain

SP II Pasien:

- Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien

- Latih pasien mengendalikan halusinasinya dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain

- Anjurkan pasien memasukkan jadwal dalam kegiatan harian

SP II Pasien:

- Mengetahui sejauh mana kegiatan yang sudah berjalan.

- Menilai dengan mengajarkan pasien untuk mengalihkan halusinasinya.

- Untuk membiasakan klien agar lebih bisa mengendalikan halusinasinya.

Setelah …x… pertemuan pasien mampu:

- Menyebutkan

SP III Pasien:

- Evaluasi jadwal kegiatan harian

SP III Pasien:

- Menilai sejauh mana kegiatan

kegiatan yang sudah dilakukan

- Membuat jadwal kegiatan sehari-hari dan mampu memperagakannya

pasien - Latih pasien

mengendalikan halusinasinya dengan melakukan kegiatan (kegiatan yang sering dilakukan pasien)

- Anjurkan pasien memasukkan jadwal dalam kegiatan harian

sudah berjalan- Latihan ini dapat

membiasakan klien untuk bisa mengendalikan halusinasinya.

- Untuk membiasakan pasien agar lebih bisa mengendalikannya

Setelah …x… pertemuan pasien mampu:

- Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan

SP IV Pasien:

- Evaluasi hasil jadwal kegiatan harian pasien

- Berikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur

- Anjurkan pasien memasukkan jadwal dalam kegiatan harian

SP IV Pasien:

- Mengetahui sejauh mana kegiatan sudah berjalan

- Untuk menginformasikan kepada pasien manfaat obat secara teratur

- Agar membiasakan dan membantu klien dalam mengatasi

halusinasinya

Keluarga mampu merawat pasien di rumah dan menjadi system pendukung yang efektif untuk pasien

Setelah …x… pertemuan keluarga mampu:

- Menjelaskan tentang halusinasi

- Menjelaskan cara merawat anggota keluarga dengan halusinasi

SP I Keluarga:

- Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien

- Jelaskan pengertian, tanda dan gejala halusinasi dan jenis halusinasi yang di alami pasien beserta proses terjadinya halusinasi.

- Jelaskan cara-cara merawat pasien halusinasi

SP I Keluarga:

- Mengetahui ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota dengan halusinasi untuk menentukan intervensi selanjutnya

- Agar keluarga mengenal jenis halusinasi yang dirasakan pasien

- Membantu keluarga merawat pasien

Setelah …x… pertemuan keluarga mampu:

- Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan

- Memperagakan cara merawat pasien

SP II Keluarga:

- Latih keluarga mempraktikan cara merawat pasien dengan halusinasi

- Latih keluarga melakukan cara

SP I Keluarga:

- Agar keluarga mampu merawat pasien di rumah.

- Agar keluarga mampu mempraktikan cara merawat

merawat langsung pada pasien halusinasi

pasien di rumah

Setelah …x… pertemuan keluarga mampu:

- Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan

- Melaksanakan follow up rujukan

SP III Keluarga:

- Bantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat (dischange planning)

- Jelaskan follow up pasien sudah pulang

SP III Keluarga:

- Membantu keluarga dalam memudahkan/merawat pasien

- Memberikan keluarga informasi mengenai kondisi pasien dan perawatan di rumah

4. Implementasi

Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana

tindakan.Sebelum melakukan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu

memvalidasi dengan singkat, apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan

oleh pasien saat ini (Keliat, 2005, hal. 17).

Implementasi dikerjakan oleh tim keperawatan sesuai dengan rencana

tindakan yang telah dibuat bersama pasien, antara lain : membina hubungan saling

percaya, mendorong pasien untuk mengungkapkan masalahnya, melatih pasien

untuk mengenal dan mengendalikan halusinasi, mengkaji pengetahuan keluarga

tentang halusinasi dan tindakan yang dilakukan dalam merawat pasien,

mendiskusikan dengan pasien dan keluarga tentang manfaat berhubungan dengan

orang lain, memberi kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaan

penyebab pasien tidak mau bergaul dan mengkaji penyebab pasien malas

meningkatkan kebersihan diri atau ungkapan kepada pasien tentang dampak bila

kebersihan diri dijaga atau diperhatikan.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari

tindakan keperawatan pada pasien. evaluasi dibagi dua yaitu, evaluasi proses atau

pormatif yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau

sumatif yang dilakukan dengan membandingkan antara respon pasien dan tujuan

khusus serta umum yang telah ditentukan (Keliat, 2005, hal. 17) .

Evaluasi yang ingin dicapai diantaranya yaitu :

a. Pasien mampu membina hubungan saling percaya.

b. Pasien mampu mengenal halusinasinya.

c. Pasien mengontrol halusinasinya

d. Pasien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya.

e. Pasien dapat memanfaatkan obat dengan baik.

6. Strategi Pelaksanaan

Tindakan Keperawatan untuk Pasien Tindakan Keperawatan untuk

Keluarga

Pasien

SP I Pasien:

1. Mengidentifikasi jenis halusinasi

klien

2. Menidentifikasi isi halusinasi

3. Mengidentifikasi waktu halusinasi

4. Mengidentifikasi frekuensi

halusinasi

5. Mengidentifikasi situasi yang

dapat menimbulkan halusinasi

6. Mengidentifikasi respon px

terhadap halusinasi

7. Mengajarkan klien menghardik

halusinasi

8. Menganjurkan klien memasukan

cara menghardik ke dalam

kegiatan harian

Keluarga

SP I Keluarga:

1. Mendiskusikan masalah yang

dirasakan Keluarga dalam merawat

pasien

2. Memberikan pendidikan kesehatan

tentang pengertian halusinasi yang

dialami px, tanda dan gejala

halusinasi, serta proses terjadinya

halusinasi.

3. Menjelaskan cara merawat px

dengan halusinasi

SP II Pasien:

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan

harian px

2. Melatih px mengendalikan

halusinasi dengan cara bercakap-

cakap dg orang lain

3. Menganjurkan px memasukkan

dalam jadwal kegiatan

SP II Keluarga:

1. Melatih keluarga mempraktikan cara

merawat px dg halusinasi

2. Melatih keluarga melakukan cara

merawat langsung pada px halusinasi

SP III Pasien:

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan

harian px

2. Melatih px mengendalikan

halusinasi dengan melakukan

kegiatan

3. Menganjurkan px memasukan

kedalam jadwal kegiatan

SP III Keluarga:

1. Membantu keluarga membuat jadwal

aktivitas dirumah termasuk minum

obat

2. Menjelaskan follow up klien setelah

pulang

SP IV Pasien:

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan px

2. Memberikan penkes tentang

penggunaan obat secara teratur

3. Menganjurkan px memasukkan ke

dalam jadwal kegiatan harian

DAFTAR PUSTAKA

Damayanti, M. (2008). Komunikasi Terapeautik Dalam Praktik Keperawatan. Bandung : Refika

Aditama

Herman, A. (2011). Buku Ajaran Asuhan Keperawatan Jiwa Edisi 1. Yogyakarta: Nuha Medika

Hamid, AY. (2000).Buku Pedoman Askep Jiwa Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan

Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Keliat, BA.(2006).Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC

Stuart. GW dan Sudden. S.J .(1995). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC