pendahuluan.docx laporan praktikum jiwa.docx

14
I. Pendahuluan Dalam rangka menegakkan diagnosis penyakit saraf diperlukan pemeriksaan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan mental dan lpenunjang. Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan kesadaran, rangsang selaput otak, saraf kranial, sistem motorik, sistem sensorik refleks dan pemeriksaan mental (fungsi luhur). Saraf I dan II bersifat mirip dengan jaringan otak, sedangkan saraf otak lainnya (III s/d XII) mempunyai bangunan dan fungsi yang mirip dengan saraf spinal, dan bereaksi mirip dengan saraf spinal pada proses penyakit. Saraf otak ada 12 pasang dan biasanya dinyatakan dengan angka Romawi I-XII yaitu I (Nervus Olfaktorius), II (Nervus Optikus), III (Nervus Okulomotorius), IV (Nervus Trochlearis), V (Nervus Trigeminus), VI (Nervus Abdusens), VII (Nervus Fasialis), VIII (Nervus Vestibulocochlearis), IX (Nervus Glossofaringeus), X (Nervus Vagus), XI (Nervus Asesorius), XII (Nervus Hipoglossus). Masing-masing saraf kranial mempunyai fungsi masing-masing sehingga bila terjadi kerusakan pada salah satu saraf kranial maka akan timbul manifestasi klinis yang khas. Misalnya nervus olfaktorius yang berfungsi untuk menghidu bila terjadi kerusakan maka akan mengakibatkan hilangnya penciuman (anosmia) atau berkurangnya penciuman (hiposmia). Nervus optikus berfungsi dalam penglihatan, bila ada gangguan dapat mengakibatkan penurunan ketajaman penglihatan (visus), mata mudah menjadi silau atau fotofobi. Nervus okulomotorius,

Upload: rugas-pribawa

Post on 29-Nov-2015

44 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

praktikum sarji

TRANSCRIPT

Page 1: Pendahuluan.docx laporan praktikum jiwa.docx

I. Pendahuluan

Dalam rangka menegakkan diagnosis penyakit saraf diperlukan pemeriksaan anamnesis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan mental dan lpenunjang. Pemeriksaan neurologis meliputi

pemeriksaan kesadaran, rangsang selaput otak, saraf kranial, sistem motorik, sistem sensorik

refleks dan pemeriksaan mental (fungsi luhur).

Saraf I dan II bersifat mirip dengan jaringan otak, sedangkan saraf otak lainnya (III s/d

XII) mempunyai bangunan dan fungsi yang mirip dengan saraf spinal, dan bereaksi mirip

dengan saraf spinal pada proses penyakit. Saraf otak ada 12 pasang dan biasanya dinyatakan

dengan angka Romawi I-XII yaitu I (Nervus Olfaktorius), II (Nervus Optikus), III (Nervus

Okulomotorius), IV (Nervus Trochlearis), V (Nervus Trigeminus), VI (Nervus Abdusens),

VII (Nervus Fasialis), VIII (Nervus Vestibulocochlearis), IX (Nervus Glossofaringeus), X

(Nervus Vagus), XI (Nervus Asesorius), XII (Nervus Hipoglossus). Masing-masing saraf

kranial mempunyai fungsi masing-masing sehingga bila terjadi kerusakan pada salah satu

saraf kranial maka akan timbul manifestasi klinis yang khas. Misalnya nervus olfaktorius

yang berfungsi untuk menghidu bila terjadi kerusakan maka akan mengakibatkan hilangnya

penciuman (anosmia) atau berkurangnya penciuman (hiposmia). Nervus optikus berfungsi

dalam penglihatan, bila ada gangguan dapat mengakibatkan penurunan ketajaman

penglihatan (visus), mata mudah menjadi silau atau fotofobi. Nervus okulomotorius, nervus

trochlearis dan nervus abdusens ketiganya berfungsi dalam pergerakan bola mata, sehingga

bila terjadi kelumpuhan salah satu dari ketiga nervus tersebut dapat terjadi strabismus.

Nervus trigeminus berfungsi mempersarafi otot-otot pengunyah (motorik) dan mengatus

sensibilitas wajah (sensorik), bila terjadi kelainan dapat mengakibatkan gangguan

mengunyah, mulut tidak dapat dibuka lebar (trismus) dan hipestesia wajah. Nervus fasialis

terutama merupakan saraf motorik yang menginervasi otot-otot ekspresi wajah. Disamping

itu, saraf ini membawa serabut parasimpatis ke kelenjar ludah dan airmata dan ke selaput

mukosa rongga mulut dan hidung. Gangguan yang tersering mengenai nervus fasialis adalah

Bell’s palsy, dimana terjadi kelumpuhan otot-otot wajah. Nervus vestibulokokhlearis

berfungsi untuk keseimbangan dan pendengaran, terbagi menjadi dua nervus yaitu nervus

vestibularis yang mengurus keseimbangan dan nervus kokhlearis yang mengurus

pendengaran. Gangguan pada nervus vestibularis dapat mengakibatkan nistagmus atau

vertigo, sementara gangguan pada nervus kokhlearis dapat menyebabkan tuli, tinnitus atau

Page 2: Pendahuluan.docx laporan praktikum jiwa.docx

hiperakusisi. Nervus glossofaringeus dan nervus vagus fungsinya berkaitan, membantu dalan

artikulasi kata-kata, gejala yang dapat ditimbulkan bila ada kelainan adalah cadel (disatria)

atau salah telan (disfagia). Nervus asesorius mempersarafi otot sternokleidomastoideus dan

otot trapezius yang berfungsi untuk rotasi dan fleksi kepala serta pergerakan leher. Nervus

hipoglossus menginervasi otot ekstrisik dan intrinsik lidah, bila terjadi kelainan

menyebabkan kelumpuhan otot lidah.

Memeriksa saraf kranial dapat membantu kita untuk menentukan lokasi dan jenis

penyakit. Tiap saraf kranial harus diperiksa dengan teliti, karena itu perlu dipahami anatomi

dan fungsinya, serta hubungannya dengan struktur lainnya. Lesi dapat terjadi pada serabut

atau bagian perifer (infranuklir/LMN) pada inti (nuklir) atau hubungannya ke sentral

(supranuklir/UMN). Bila inti rusak, hal ini diikuti dengan degenerasi saraf perifernya. Saraf

perifer dapat pula terganggu tersendiri. Inti saraf kranial yang terletak di batang otak letaknya

saling berdekatan dengan struktur lain, sehingga jarang kita jumpai lesi pada satu inti saja

tanpa melibatkan bangunan lainnya. Oleh karena itu, pemeriksaan fisik dan mental

memegang peranan yang sangat penting. Dari pemeriksaan fisik yang tepat kita dapat

menentukan diagnosis klinis bahkan diagnosis topis dari suatu kelainan neurologis.

II. Tujuan

1. Meningkatkan kemampuan mengenal gangguan fungsi sistem saraf melalui

pemutaran video pemeriksaan klinis neurologi

2. Memahami kaitan klinis (gejala & tanda) gangguan sistem saraf dengan

neuroanatomi dan neurofisiologi

III. Cara Kerja

1. Disiapkan lembar yang berisi data pasien dan beberapa pertanyaan yang telah

dibagikan tutor

2. Dilakukan pemutaran video pemeriksaan neurologis untuk melengkapi data

sebelumnya

3. Pertanyaan yang telah diberikan kemudian dijawab dengan tepat

4. Dilakukanlan penulisan diagnosis klinis dan diagnosis topis pada kelainan yang

telah ditonton di video.

5. Kemudian dicatatlah feedback yang diberikan oleh narasumber.

Page 3: Pendahuluan.docx laporan praktikum jiwa.docx

Hasil dan pembahasan :

Kasus 1

Terlihat seorang laki- laki tidak dapat mengangkat alis sebelah kanan, diketahui juga saat harus menutup mata dengan kuat, mata kanannya tidak menutup dengan kuat layaknya tutupan mata sebelah kiri. Saat disuruh harus tersenyum , laki- laki itu hanya bisa menarik mulutnya dibagian sebelah kanan.

Kelainan yang ditemui :

1. Tidak dapat mengangkat alis sebelah kanan (m. frontralis)2. Tidak dapat menutup rapat mata sebelah kanan (m. Orbicularis oculi)3. Ketika tersenyum tidak bisa menarik mulut bagian sebelah kanan (m. orbicularis oris)

Keterangan :

Laki- laki tersebut mengalami kelainan nervus facialis (nervus VII) . Kelainan nervus facialis dapat terbagi 2 yakni :

- Tipe sentral Kelumpuhan tipe sentral adalah kelumpuhan yang hanya terjadi pada bagian wajah mulai dari bawah mata. Sedangkan bagian diatasnya masih dapat digerakkan

- Tipe periferKelumpuhan tipe perifer adalah kelumpuhan yang terjadi pada bagian atas dan bawah wajah

Dari tipe kelainan tersebut diketahui laki- laki tersebut mengalami kelumpuhan nervus facialis tipe perifer.

Tentang kasus :

Bell’s Palsy adalah kelumpuhan/paralisis Nervus Facialis Perifer (LMN), bersifat akut yang tidak diketahui sebabnya (idiopatik) dan umumnya sesisi (unilateral).

• Sir Charles Bell (1821) meneliti beberapa penderita dengan wajah asimetrik, sejak itu semua kelumpuhan nervus facialis perifer yang tidak diketahui sebabnya disebut Bell’s Palsy

• Sering ditemukan pada orang dewasa, jarang dibawah 2 tahun. Dewasa pria lebih banyak dibanding wanita.

Diagnosis BP ditegakkan dengan adanya kelumpuhan Nervus Facialis perifer diikuti pemeriksaan untuk menyingkirkan penyebab lain kelumpuhan nervus facialis perifer.

Page 4: Pendahuluan.docx laporan praktikum jiwa.docx

Etiologi

Sampai sekarang belum diketahui secara pasti, umumnya dikelompokkan sebagai berikut:

– Kongenital

• Anomali kongenital

• Trauma lahir

– Didapat

• Trauma

• Osteomyelitis

• Proses intrakranial (Tumor, Radang,Perdarahan)

• Proses di leher yang menekan daerah proccesus stylomastoideus

• Infeksi (otitis media, herpes zooster)

• Sindroma paralisis nervus facialis familial

• Faktor-faktor yang diduga menyebabkan BP antara lain:

hipertensi, stress, hiperkolesterolemi, DM, Penyakit Vasculer, gangguan imunologik dan faktor genetik

Patogenesis

• Hingga kini belum ada kesesuaian pendapat. Teori yang dianut saat ini yaitu teori vasculer. Pada BP terjadi iskemi primer nervus VII yang disebabkan vasodilatasi pembuluh darah yang terletak antara nervus VII dan dinding kanalis facialis. Sebab vasodilatasi ini bermacam-macam, antara lain: infeksi virus dan proses imunologi.

• Iskemi primer yang terjadi menyebabkan gangguan mikrosirkulasi intraneural yang menimbulkan iskemi sekunder dengan akibat gangguan fungsi nervus VII.

• Perubahan patologik yang ditemukan pada nervus VII sebagai berikut:

– Tidak ditemukan perubahan patologik kecuali edema

– Terdapat demielinisasi atau degenerasi myelin

– Terdapat degenerasi akson

– Seluruh jaringan saraf dan jaringan penunjang rusak

Perubahan patologik ini bergantung kepada beratnya kompresi

Page 5: Pendahuluan.docx laporan praktikum jiwa.docx

Gambar seseorang dengan Bell Passy

Page 6: Pendahuluan.docx laporan praktikum jiwa.docx

Manifestasi klinis

• Pada anak 73% didahului ISPA yang erat hubungannya dengan cuaca dingin

• Perasaan nyeri, pegal,linu dan rasa tidak enak pada telinga atau sekitarnya sering merupakan gejala awal yang segera diikuti oleh gejala kelumpuhan otot wajah berupa:

– Dahi tidak dapat dikerutkan atau lipat dahi hanya terlihat pada sisi yang sehat

– Kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata pada sisi yang lumpuh (lagophtalmus)

– Gerakan bola mata pada sisi yang lumpuh lambat, disertai bola mata berputar ke atas bila memejamkan mata (fenomena Bell Sign)

– Sudut mulut tidak dapat diangkat, lipat nasolabialis mendatar pada sisi yang lumpuh dan mencong ke sisi yang sehat

– Selain gejala-gejala diatas, dapat juga ditemukan gejala lain yang menyertai antara lain: gangguan fungsi pengecap, hiperakusis dan gangguan lakrimasi

D iagnosis

Beberapa pemeriksaan penunjang yang penting untuk menentukan letak lesi dan derajat kerusakan nervus facialis sebagai berikut:

– Uji konduksi saraf (nerve conduction test)

pemeriksaan untuk menentukan derajat denervasi dengan cara mengukur kecepatan hantaran listrik pada N7 kiri dan kanan

– Elektromyografi (EMG)

pemeriksaan yang menggambarkan masih berfungsi atau tidaknya otot-otot wajah

– Uji Schirmer

pemeriksaan ini menggunakan kertas filter khusus yang diletakkan di belakang kelopak mata bagian bawah kiri dan kanan. Penilaian berdasarkan atas rembesan air mata pada kertas filter, berkurang atau mengeringnya air mata menunjukkan lesi nervus VII setinggi ganglion geniculatum

– Uji kepekaan saraf (nerve excitability test)

Pemeriksaan ini membandingkan kontraksi otot-otot wajah kiri dan kanan setelah diberi rangsang listrik. Perbedaan rangsang lebih 3,5 mA menunjukkan keadaan patologik. Dan jika lebih 20 mA menunjukkan kerusakan N7 Irreversibel

Page 7: Pendahuluan.docx laporan praktikum jiwa.docx

– Uji fungsi pengecap 2/3 bagian depan lidah

Gilroy dan meyer (1979) menganjurkan pemeriksaan fungsi pengecap dengan cara sederhana yaitu rasa manis (gula), rasa asam, dan rasa pahit (pil kina)

elektrogustometri membandingkan reaksi antara sisi yang sehat dan yang sakit dengan stimulasi listrik pada 2/3 bagian depan lidah terhadap rasa kecap pahit atau metalik. Gangguan rasa kecap pada BP menunjukkan letak lesi nervus VII setinggi korda timpani atau proksimalnya

Prognosis

• Sangat bergantung pada derajat kerusakan dari N. VII.

• Pada anak umumnya baik, karena jarang terjadi denervasi total.

• Penyembuhan spontan terlihat beberapa hari setelah onset penyakit dan pada anak 90% akan mengalami penyembuhan tanpa gejala sisa.

Penatalaksanaan

- Istirahat- Fisioterapi- Obat- obatan- Edukasi :

Kompres hangat, gunakan tetes mata, latihan rutin

Video Case II

3 hal yang dapat ditemukan dari video case II ini adalah …

1. Tidak dapat senyum pada pipi sebelah kiri

2. Pipi disebelah kiri tak dapat dikembungkan

3. Kedua mata dapat terangkat dengan normal

Pada 1, 2, dan 3 hal ini menunjukkan adanya lesi pada N. VII kiri tipe sentral. Karena

pada sentral mata disisi lesi masih diselamatkan oleh saraf yang berasal dari hemisfer

seberangnya.

4. Lidah terjulur kearah kiri.

Otot lidah dipersarafi oleh N. XII. Ketika berada di dalam mulut, persarafan dari

kedua sisi membuat otot masing-masing sisi menarik ke arahnya sehingga lidah

bertahan di tengah. Dalam keadaan lidah terjulur, otot justru mendorong ke sisi

lawannya (otot kiri mendorong lidah kearah kanan sedangkan otot kanan mendorong

lidah kearah kiri). Karena pada kasus ini lidah terjulur ke kiri, berarti otot sebelah

Page 8: Pendahuluan.docx laporan praktikum jiwa.docx

kirinya gagal mendorong ke arah kanan paralisis N. XII kiri. Pada kasus ini, apabila

lidahnya di dalam mulut, dia pasti cenderung tertarik ke kanan.

Video Case II

3 hal yang dapat ditemukan dari video case II ini adalah …

1. Tidak dapat senyum pada pipi sebelah kiri

2. Pipi disebelah kiri tak dapat dikembungkan

3. Kedua mata dapat terangkat dengan normal

Pada 1, 2, dan 3 hal ini menunjukkan adanya lesi pada N. VII kiri tipe sentral. Karena

pada sentral mata disisi lesi masih diselamatkan oleh saraf yang berasal dari hemisfer

seberangnya.

4. Lidah terjulur kearah kiri.

Otot lidah dipersarafi oleh N. XII. Ketika berada di dalam mulut, persarafan dari

kedua sisi membuat otot masing-masing sisi menarik ke arahnya sehingga lidah

bertahan di tengah. Dalam keadaan lidah terjulur, otot justru mendorong ke sisi

lawannya (otot kiri mendorong lidah kearah kanan sedangkan otot kanan mendorong

lidah kearah kiri). Karena pada kasus ini lidah terjulur ke kiri, berarti otot sebelah

kirinya gagal mendorong ke arah kanan paralisis N. XII kiri. Pada kasus ini, apabila

lidahnya di dalam mulut, dia pasti cenderung tertarik ke kanan.

Pada kasus 4 yang ditemukan pada pasien adalah:

1. Pasien tidak dapat membuka kelopak mata kiri tetapi dapat dengan normal membuka

kelopak mata kanan.

2. Pasien tidak dapat menggerakkan bola mata kiri ke arah medial, medial superior dan

medial inferior tetapi dapat dengan normal menggerakkan bola mata kanan ke segala

arah.

3. Pasien tidak dapat menggerakkan bola mata kiri ke arah lateral superior tetapi dapat

dengan normal menggerakkan bola mata kanan ke arah tersebut.

Otot yang terkena gangguan yaitu pada otot mata sebelah kiri, antara lain:

1. M. Levator palpebra superior (n. III) mengangkat kelopak mata saat membuka

mata

2. M. Obliqus Inferior (n. III) menggerakkan bola mata ke arah medial superior

Page 9: Pendahuluan.docx laporan praktikum jiwa.docx

3. M. Medial Rectus (n. III) menggerakkan bola mata ke arah medial

4. M. Obliqus Superior (n. IV) menggerakkan bola mata ke arah medial inferior

5. M. Rectus superior (n. III) menggerakkan bola mata ke arah lateral superior

Video case 7

Pada video ini terjadi kelainan akibat dari kompresi dari radiks yang mengenai kortiko spinal lateral

yang mempersarafi daerah lengan dimana terjadi tonus berkurang akibat dari lesi yang terjadi di

nervus radialis kelainan ini terjadi pada LMN yang menyebabkan atrofia dan kelemahan tenaga

otot-otot, yang berasal dari miotoma C5 - C.7, yang menyusun otot-otot bahu (m, suprasinatus, m.

Teres minor, m.deltoideus, m. Infraspinatus, m.subskapulatis dan m.teres mayor), lalu ikut

membentuk sebagian muskulatur lengan atas (m.biseps brakii dan m.brakialis) dan ikut menyusun

juga sebagian dari otot-otot tangan, terutama yang menggerakan ibu jari dan jari telunjuk