bab i pendahuluan -...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pariwisata merupakan bagian dari sektor industri di Indonesia yang
memiliki potensi dan peluang yang besar untuk dikembangkan. Pariwisata juga
dipandang sebagai salah satu faktor yang berkontribusi terhadap pendapatan
negara. Negara Indoensia merupakan salah satu negara yang pendapatan Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) salah satunya berasal dari sektor pariwisata,
sehingga kontribusi sektor ini dalam PDRB tidak lepas dari semakin meningkatnya
perkembangan pariwisata. Pembangunan dibidang pariwisata merupakan salah satu
cara untuk meningkatkan pendapatan daerah dan pendapatan negara.
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat telah mengeluarkan peraturan
daerah (Perda) Provinsi Nusa Tenggara Barat nomor 7 Tahun 2013 tentang Rencana
Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (Ripparda) yang menetapkan bahwa Kuta
Lombok merupakan kawasan strategis pariwisata daerah ( KSPD) (Kanom, 2015).
Hal tersebut sejalan dengan Peraturan Daerah (Perda) Pemerintah Kabupaten
Lombok Tengah nomor 7 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2011-2031 bahwa kawasan strategis
kabupaten dari Sudut Kepentingan Pertumbuhan Ekonomi meliputi kawasan Kuta
dan sekitarnya di Kecamatan Pujut dengan sektor unggulan pariwisata dan industri.
Pantai Kuta merupakan salah satu andalan pariwisata Lombok yang
terletak di Desa Kuta, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah. Keberadaan
kawasan Kuta bisa juga dijadikan sebagai destinasi wisata alternativ selain Pantai
2
Senggigi, Gili, maupun wisata alam lain yang sudah terkenal. Kawasan pesisir Kuta
tergolong kedalam kawasan strategis kabupaten sehingga, keberadaannya sangat
potensial dalam meningkatkan pendapatan daerah.
Lokasi pantai ini sangat mudah dijangkau terlebih lagi dengan
pembangunan Bandara International Lombok (BIL) dan bay pass yang memberikan
kemudahan akses bagi wisatawan serta menjadi nilai tambah bagi keberlangsungan
kawasan pariwisata ini. Perkembangan pariwisata Desa Kuta memiliki keterkaitan
dengan tumbuhnya kegiatan perdagangan, perhotelan, dan berbagai jenis kegiatan
lainnya yang memberikan dampak terhadap aspek lingkungan, sosial, ekonomi,
serta budaya.
Tingginya kunjungan wisatawan merupakan salah satu penyebab
tingginya perubahan penggunaan lahan dan perubahan kegiatan ekonomi
masyarakat lokal. Tingginya kunjungan wisatawan di Desa Kuta sesuai dengan
diagram tujuan pariwisata yang dibuat oleh Baiquni dkk (2013) yang menunjukkan
bahwa tujuan pariwisata tertinggi adalah pariwisata pantai sebanyak 50%, dan
tujuan pariwisata lainnya meliputi 4% pariwisata danau alami, 4% hutan alami,
26% air terjun, 14% gunung, dan 2% pariwisata laut.
Alih fungsi lahan di kawasan pariwisata Desa Kuta dimanfaatkan untuk
pembangunan fasilitas pelayanan berupa hotel, homestay, toko, café, restoran,
ataupun jenis pembangunan lainnya. Tingginya kunjungan wisatawan berbanding
lurus dengan semakin meningkatnya jumlah pembangunan dan alih fungsi lahan di
kawasan pariwisata ini sehingga, jumlah lahan yang tersediapun semakin
berkurang. Lahan secara kuantitas tidak dapat ditingkatkan ketesediaannya,
sehingga ketika ketersediaan lahan tersebut semakin terbatas maka harga lahan pun
3
semakin tinggi. Meningkatnya harga lahan selain dipicu oleh ketersediaan yang
semakin terbatas, disebabkan pula oleh lokasi lahan tersebut. Harga lahan di lokasi
ini tergolong tinggi mengingat lokasi lahan yang terletak dalam kawasan pariwisata.
Dinamika harga lahan di Desa Kuta mengikuti perkembangan wilayah
Desa Kuta yang dipengaruhi oleh perkembangan pariwisata Pantai Kuta.
Perkembangan tersebut merupakan faktor pendorong meningktanya permintaan
lahan, baik untuk investasi maupun untuk kepentingan pembangunan fasilitas
pariwisata. Lahan yang ketersediaannya semakin terbatas berdampak pada
meningkatnya harga lahan di Desa Kuta.
Terdapat dua jenis harga lahan yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari,
yakni harga pasaran dan harga yang ditentukan pemerintah (NJOP). Perubahan
harga lahan pasaran secara dinamis mengikuti perkembangan daerah, sedangkan
harga NJOP ditentukan berdasarkan wewenang pemerintah, sehingga harga pasaran
dan NJOP selalu mengalami perbedaan yang sangat tinggi. Oleh sebab itu, perlu
dilakukan analisis mengenai aturan-aturan pengenaan NJOP suatu lahan, serta
perbedaan harga antar keduanya. Lebih lanjut, harga lahan pasaran ditetapkan
berdasarkan kondisi fisik lahan dan latar belakang penjual lahan. Sehingga, perlu
dilakukan identifikasi mengenai latar belakang penjual lahan, karena perbedaan
latar belakang akan memberikan harga jual yang berbeda.
1.2 Rumusan Masalah
Pembangunan Bandara Internasional Lombok merupakan salah satu faktor
pendorong berkembangnya pariwisata Desa Kuta selain destinasi wisata pantainya
yang memang sudah terkenal. Perkembangan pariwisata berdampak pada kondisi
lahan seperti guna lahan, kesesuaian lahan, kepemilikan lahan dan bangunan baru
4
yang terbangun. Sedangkan, pengaruh aspek ekonomi bisa memberikan kontribusi
yang lebih untuk pendapatan daerah karena sektor ini memiliki nilai tambah yang
cukup tinggi diukur dari segi pendapatan masyarakat, meningkatkan penyerapan
tenaga kerja, dan pajak. Selain itu, dampak negatif yang juga ditimbulkan seperti
ketergantungan terhadap wisata, inflasi dan meningkatkan harga lahan, dan impor
bahan sehingga produk lokal tidak terserap (Suryorini, 2015).
Perkembangan pariwisata berbanding lurus dengan samakin maraknya
pembangunan fasilitas pendukung pariwisata. Tingginya kegiatan pembangunan
dan beralihnya kegiatan perekonomian masyarakat juga mendorong semakin
meningkatnya alih fungsi lahan. Selain itu, lokasi lahan yang terletak di kawasan
pariwisata merupakan faktor utama meningkatnya permintaan lahan. Lahan secara
kuantitas tidak dapat ditungkatkan jumlahnya, sehingga harga lahan semakin tinggi
ketika ketersediaan lahan tersebut semakin terbatas. Tinggi rendahnya harga lahan
di kawasan ini juga bisa dipengaruhi oleh beberapa varibel seperti, lokasi lahan,
ketersediaan fasilitas di sekitar lahan, serta latar belakang penjual lahan.
Dinamika harga lahan semakin tinggi dan tidak sesuai dengan NJOP yang
telah di tetapkan pemerintah. Dengan kata lain, harga lahan yang diterapkan adalah
harga lahan pasaran yakni harga yang berdasarkan kesepakatan antara pemilik
lahan dan pihak pembeli, dan umumnya harga lahan pasaran ini lebih tinggi
dibandingkan harga yang telah ditetapkan pemerintah. Alasan masyarakat dalam
melakukan transaksi penjualan lahan akan berbeda-beda berkaitan dengan latar
belakang dan kebutuhan masyarakat tersebut. Berdasarkan uraian diatas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
5
1. Bagaimana kondisi harga lahan di kawasan pariwisata Pantai Kuta dari tahun
2010 sampai tahun 2016.
2. Bagaimana kondisi harga lahan pasar dibandingkan dengan harga lahan
NJOP.
3. Apa yang memotivasi masyarakat dalam melakukan transaksi penjualan
lahan.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi kondisi harga lahan di kawasan pariwisata Desa Kuta dari tahun
2010-2016.
2. Mengkaji perbedaan harga lahan antara harga lahan pasar dengan NJOP.
3. Identifikasi alasan masyarakat dalam melakukan penjualan lahan.
1.4 Sasaran Penelitian
Sasaran dalam penelitian ini adalah lahan-lahan yang telah mengalami
transaksi penjualan dalam kawasan pariwisata Desa Kuta, Kecamatan Pujut,
Kabupaten Lombok Tengah.
1.5 Kegunaan Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, maka kegunaan panelitian ini sebagai berikut:
1. Sebagai referensi bagi pembaca untuk penelitian selanjutnya.
2. Untuk pengembangan pengetahuan tentang dinamika harga lahan akibat
perkembangan pariwisata.
3. Untuk pengembangan pengetahuan tentang perbedaan harga lahan pasar
dengan harga NJOP.
6
4. Untuk pengembangan pengetahuan tentang motivasi yang mendasari
masyarakat melakukan transaksi penjualan lahan di kawasan pariwisata.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) di
Fakultas Geografi, Program Studi Pembangunan Wilayah, Universitas Gadjah
Mada.
1.6 Tinjauan Pustaka
1.6.1 Studi Geografi
Ilmu geografi pada dasarnya merupakan ilmu yang mempelajari tentang
bumi dan segala isinya serta mempelajari tentang hubungan kedunya. Kebutuhan
hidup yang semakin meningkat menuntut manusia untuk tidak sekedar mengetahui
dan mempelajari, namun harus bisa memanfaatkan bumi untuk memenuhi
kebutuhan dan pembangunan yang semakin meningkat. Ilmu geografi mempunyai
unsur-unsur dasar di dalam pembahasannya, antara lain pembahasan tentang unsur
letak, luas, bentuk, batas, dan persebaran (Sujali, 1989).
Pendekatan letak dapat dilihat dari kedudukan suatu objek dengan objek
yang lain. Unsur yang lain seperti bentuk, batas, dan luas memberikan informasi
tentang cakupan yang dikerjakan sehubungan dengan rencana pengembangan dari
suatu obyek (Sujali, 1989). Dalam perkembangannya, geografi lebih ditekankan
kepada metode analisisnya. Geografi mempelajari hubungan kausal gejala muka
bumi dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di muka bumi, baik fisik maupun yang
menyangkut mahluk hidup beserta permasalahannya melalui pendekatan
keruangan, ekologi, dan regional untuk kepentingan program, proses, dan
keberhasilan pembangunan (Bintarto, 1984 dalam Sujali, 1989).
7
Pendekatan keruangan dimaksudkan untuk melihat peristiwa yang terjadi
dalam suatu wilayah dan berkaitan erat dengan persebaran suatu obyek. Pendekatan
ekologi lebih ditekankan kepada hubungan antara manusia dengan lingkungannya
dalam suatu ekosistem. Sedangkan pendekatan kompleks wilayah merupakan
gabungan antara pendekatan keruangan dengan pendekatan ekologi.
Yunus (2008) juga menjelaskan hal serupa bahwa terdapat tiga pendekatan
utama geografi yang saat ini diikuti oleh geografiwan dunia, yaitu:
1. Pendekatan keruangan (spatial approach), yaitu suatu metode
analisis yang menekankan analisisnya pada eksistensi ruang (space)
sebagai wadah untuk mengakomodasikan kegiatan manusia dalam
menjelaskan fenomena geosfer.
2. Pendekatan ekologikal (ecological approach), yaitu analisis yang
menekankan pada sikap atau prilaku manusia terhadap lingkunga,
serta keterkaitan antara kenampakan fisikal alami dan fisikal
budayawi dengan elemen lingkungan.
3. Pendekatan kompleks wilayah (regional complex approach), yaitu
integrasi dari pendekatan keruangan dan pendekatan ekologis.
Ackerman (1963, dalam Ritohardoyo, 2002) mengungkap salah satu
tujuan analisis geografi adalah untuk memahami secara cepat tentang interkasi
semua sistem budaya manusia dengan lingkungannya di permukaan bumi. Dalam
Struktur lingkungan geografi, Kirk (1963, dalam Ritohardoyo, 2002)
mengelompokkan secara umum dua komponen lingkungan, yakni lingkungan
prilaku manusia, dan lingkungan gejala fenomena (fisik).
8
Komponen prilaku manusia dibedakan menjadi perubahan gagasan dan
nilai–nilai geografis, dan respon terhadap lingkungan. Sedangkan, komponen
fenomena (fisik) terdiri atas perwujudan fisik buatan, yakni hasil campur tangan
manusia dengan fenomena fisik alami, dan fenomena fisik yang benar–benar masih
alami (Ritohardoyo, 2002). Oleh sebab itu, berdasarkan pengertian–pengertian
terebut dapat disimpulkan bahwa ilmu geografi memiliki berbagai macam unsur
yaitu unsur manusia, lingkungan, ruang, perbedaan, aliran, dan keterkaitan antara
unsur – unsur tersebut.
Obyek formal ilmu geografi adalah cara pandang atau pendekatan dalam
mengkaji fenomena geosper, ini berarti bahwa setiap mempelajari elemen-elemen
fenomena geosfer penekanannya pada pendekatan keruangan, ekologi, dan
kompleks wilayah (Lumbantoruan, 2011). Pendekatan tersebut menjadi ciri khas
georafi yang membedakannya dengan disiplin ilmu lain.
Sutikno (2008) merumuskan obyek kajian dalam geogarafi baik obyek
material maupun formalnya. Obyek material berupa gejala, fenimena, peristiwa di
muka bumi, sedangkan obyek formalnya adalah sudut pandang atau pendekatan:
keruangan, kelingkungan, dan kompleks wilayah.
1.6.2 Perkembangan wilayah
Proses berkembangnya suatu wilayah terjadi karena mengikuti mekanisme
tertentu yang disebut mekanisme pengembangan (Muta’ali, 2011). Pengembangan
wilayah merupakan suatu usaha untuk mengubah suatu kondisi yang sudah ada
menjadi lebih baik. Lebih lanjut, Muta’ali (2011) menjelaskan bahwa peran utama
dari pengembangan wilayah adalah menggarap langsung persoalan-persoalan
fungsional yang berkaitan dengan tingkat regional/wilayah. Hal tersebut
9
menimbulkan dua cara pendekatan, yaitu disatu pihak pengembangan wilayah
merupakan perencanaan wilayah sebegai perluasan dari perencanaan kota.
Sedangkan disisi lain, pengembangan wilayah merupakan perencanaan mengenai
bagaimana mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki, baik sumberdaya manusia,
sumberdaya alam, maupun kesempatan interregional yang dikaitkan dengan
prospek-prospek dan kecenderungan ekonomi dalam jangka panjang.
Perkembangan wilayah dipicu oleh perkembangan peradaban dan
meningkatnya tuntutat kebutuhan hidup manusia. Perkembangan wilayah dapat
bermakna positif ketika dapat meningkatkan aksesibilitas dan dapat memudahkan
manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Misalnya, pembangunan prasarana
transportasi dan telekomunikasi dalam wilayah–wilayah yang terisolasi sehingga
masyarakatnya bisa mendistribusikan produk-produk pertanian. Dengan demikian,
kegiatan tersebut bisa memotivasi dan menjadikan masyarakat untuk lebih
berkembang dari pertanian subsisten menjadi pertanian komersil yang lebih
menguntungkan.
Perkembangan wilayah juga bisa bermakna negatif ketika tidak didasarkan
atas keberlanjutan lingkungan. Alih fungsi lahan yang tidak terkendali, kerusakan
lingkungan, semakin meningkatnya kawasan kumuh, dan meningkatnya kawasan
bahaya banjir adalah dampak negatif dari perkembangan wilayah. Sehingga,
perkembangan wilayah tidak dapat begitu saja dinilai secara pada dampak yang
ditimbulkan karena perkembangan wilayah adalah sebuah proses besar yang
menyangkut berbagai aspek kehidupan yang bekerja secara simultan (Sutaryono,
2007).
10
Dinamika wilayah tidak diartikan sebagai pergerakan wilayah dari suatu
lokasi ke lokasi lain namun, lebih ditekankan pada perubahan–perubahan
karakteristik suatu wilayah yang meliputi human, institution, natural, capital, and
others (HINCO) yang disebabkan oleh agent of change baik yang bersifat alami,
pengaruh manusia, maupun kombinasi keduanya (Widyatmoko, 1998 dalam
Sutaryono, 2007).
Pengembangan sarana dan prasarana transportasi dan telekomunikasi
merupakan hal mutlak yang harus dilakukan kaitannya dengan usaha
pengembangan suatu wilayah. Pengembangan sarana dan prasarana tranportasi dan
telekomunikasi membuka daerah yang masih terpencil dan terisolir. Salain itu,
sarana dan prasarana tranportasi dapat memperpendek jarak dan waktu tempuh.
1.6.3 Pariwisata
Pariwisata merupakan bentuk kegiatan akibat adanya interaksi antara
penyelenggara penyedia layanan, dengan pengguna serta hubungannya dengan
komunitas masyarakat objek wisata (Suryoriani, 2015). Dijelaskan pula oleh
Warpani (2007, dalam Pamungkas & Muktiali, 2015) bahwa pariwisata merupakan
suatu kegiatan wisata sebagai kebutuhan manusia yang terwujud dalam keterkaitan
kegiatan yang dilakukan wisatawan dengan fasilitas dan pelayanan dari masyarakat,
pemerintah, dan swasta. Lebih lanjut, menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun
2009 bahwa pariwisata merupakan berbagai macam kegiatan wisata dan didukung
berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha,
Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Ditambahkan pula oleh Saraniemi & Kylanen
(2011) bahwa pariwisata adalah tentang suatu tempat dan ruang yang berhubungan
dengan budaya, ekonomi, dan kehidupan sosial masyarakat.
11
Lima sektor utama yang membentuk industri pariwisata di sebuah negara
menurut Vanhove (2005, dalam Ansofino, 2012) , yaitu:
1. Sektor daya tarik pariwisata (attraction sector) yang terdiri dari daya tarik
alamiah, daya tarik budaya, taman nasional, museum, taman baru dan
satwa liar, situs sejarah, perlombaan, dan pertunjukan.
2. Sektor akomodasi (acomodation sector) yang terdiri dari hotel, motel,
tempat tidur dan sarapan pagi, guest house, apartemen, villa,
condominium, lokasi perkemahan, pelabuhan, perkampungan wisata
(holidays village), dan lain-lain.
3. Sektor transportasi (transportation sector), yang terdiri dari pesawat
udara, kereta api. Rute kapal laut, bus wisata, mobil rental, taxi, dll
4. Sektor usaha perjalanan wisata (travel organizer sector), yang terdiri dari
operator tour, agen perjalanan, intensif biro perjalanan, dll
5. Sektor oraganisasi tujuan wisata (the destination organization sector)
seperti kantor dinas pariwisata provinsi dan kantor Dinas Pariwisata
kabupaten/Kota, dan asosiasi turism.
Marveni & Haleriani (2013) menambahkan faktor penting yang menjadi
ciri dari pariwisata, yaitu:
a. Perjalanan dilakukan sementara waktu.
b. Perjalanan dilakukan di suatu tempat ke tempat yang lain.
c. Bentuk perjalanan apapun harus dilakukan dengan tamasya atau rekresi
d. Orang yang melakukan perjalanan tersebut tidak sedang mencari nafkah di
tempat yang dikunjungi dan semata-mata menjadi konsumen di tempat
tersebut.
12
Pariwisata merupakan bagian dari sektor industri di Indonesia yang
memiliki potensi dan peluang yang besar untuk dikembangkan. Pariwisata juga
dipandang sebagai salah satu faktor yang berkontribusi terhadap pendapatan
negara. Pernyataan tersebut juga didukung oleh Suryorini (2015) bahwa pariwisata
merupakan sektor jasa yang tidak lepas dari kehidupan masyarakat modern,
pariwisata memiliki keterkaitan yang kuat dengan sektor lainnya, pariwisata bisa
memberikan kontribusi yang lebih untuk pendapatan daerah karena sektor ini
sendiri memiliki nilai tambah yang cukup tinggi, seperti pengaruhnya ke sektor
lainnya.
Soebagyo (2012) menjelaskan bahwa pariwisata telah memberikan devisa
yang cukup besar bagi berbagai negara. Ditambahkan pula bahwa Indonesia sebagai
negara kepualauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau atau disebut juga
sebagai nusantara atau negara maritim, telah menyadari pentingnya sektor
pariwisata terhadap perekonomian Indonesia karena pertumbuhan pariwisata
Indonesia selalu diatas pertumbuhan ekonomi Indonesia. Lebih lanjut, Rani (2014)
juga menjelaskan bahwa pariwisata memiliki peran yang besar dalam pembangunan
nasional, karena selain menghasilkan pendapatan dan sekaligus sebagai penghasil
devisa, sektor pariwisata berkaitan erat dengan penanaman modal asing.
Peluang pengembangan pawisata tersebut didukung oleh kondisi-kondisi
alamiah seperti, letak dan keadaan geografis (lautan dan daratan sekitar
khatulistiwa), lapisan tanah yang subur dan panoramis (akibat ekologi geologis),
serta berbagai flora dan fauna yang memperkaya isi daratan dan lautan (Waluya,
2013). Selanjutnya, Pendit (1999:21, dalam Kanom, 2105) menyatakan bahwa
potensi wisata adalah berbagai sumber daya yang terdapat di sebuah daerah tertentu
13
yang bisa dikembangkan menjadi atraksi wisata. Dengan kata lain, potensi wisata
adalah berbagai sumber daya yang dimiliki oleh suatu tempat dan dapat
dikembangkan menjadi atraksi wisata (tourist attraction) yang dimanfaatkan untuk
kepentingan ekonomi dengan tetap memperhatikan aspek-aspek lainnya.
Tujuan dari penegmbangan priwisata dalam suatu komunitas adalah
dengan memaksimalkan dampak positif dan meminimalkan dampak negatif
(Kreag, 2001). Kreag juga membuat tujuh kategori dampak pariwisata, yaitu
dampak terhadap ekonomi, lingkungan, sosial dan budaya, crowding and
congestion, pajak, pelayanan, dan sikap masyarakat. Saingkatnya, dampak positif
dan dampak negatif yang dikemukakan oleh Kreag (2001) yaitu:
1. Meningakatkan pendapatan
2. Memperbaiki ekonomi lokal
3. Meningkatkan peluang kerja
4. Melindungi lingkungan alami
5. Memelihara bangunan dan monumen bersejarah
6. Memperbaiki kualitas hidup
7. Memperbaiki pemahaman tentang keberagaman
8. Memperbaiki kualitas perlindungan aparat kepolisian
Serta dampak negatif yang ditimbulkan, yaitu:
1. Meningkatkan harga barang dan jasa.
2. Meningkatkan harga lahan.
3. Polusi (air, udara, kebisingan).
4. Berkurangnya ruang terbuka.
5. Meningkatkan angka kriminal, narkoba, dan prostitusi.
14
6. Perubahan gaya hidup.
7. Meningkatnya beban pajak.
8. Penyelundupan.
Waluya (2013) juga menyebutkan beberapa dampak positif dari
pengembangan pariwisata terdiri dari:
1. Memperluas lapangan pekerjaan.
2. Bertambahnya kesempatan berusaha.
3. Meningkatkan pendapatan.
4. Terpeliharanya kebudayaan setempat.
5. Dikenalnya kebudayaan setempat oleh wisatawan.
Abdurrachmat & E. Maryani ((1998:79), dalam Waluya, 2013)
menambahkan dampak negatif yang timbul dari pariwisata secara ekonomi yaitu:
1. Semakin ketatnya persaingan harga antar sektor.
2. Harga lahan yang semakin tinggi.
3. Mendorong timbulnya inflasi.
4. Bahaya terhadap ketergantungan yang tinggi dari negara terhadap pariwisata.
5. Meningkatnya kecenderungan import.
6. Menciptakan biaya-biaya yang banyak.
7. Perubahan sistem nilai dalam moral, etika, kepercayaan, dan tata pergaulan
dalam masyarakat, misalanya mengikis kehidupan bergotong royong, sopan
santun dan lain-lain.
8. Memudahkan kegiatan matta-mata dan penyebaran obat-obat terlarang.
15
9. Dapat meningkatkan pencemaran lingkungan seperti sampah, vandalism
(corat-coret), rusaknya habitat flora dan fauna tertentu, polusi air, udara dan
tanah.
Perkembangan pariwisata selalu berkaitan dengan unsur fisik dan non fisik
(sosial, ekonomi, dan budaya). Faktor geografi merupakan faktor yang sangat
penting dan perlu di pertimbangkan dengan matang kaitannya dengan
pengembangan pariwisata. Perbedaan iklim merupakan salah satu faktor yang
mampu menumbuhkan serta menimbulkan variasi lingkungan alam dan budaya,
sehingga dalam mengembangkan kepariwisataan karakteristik fisik dan non fisik
suatu wilayah perlu diketahui (Sujali, 1989 dalam Amdani, 2008).
Gamal Suwantoro (19997:56, dalam Hamseni & Valeriani, 2013)
menyatakan bahwa beberapa langkah pokok dalam melakukan strategi
pengembangan pariwisata, yaitu:
a. Dalam jangka pendek dititik beratkan pada optimasi.
b. Dalam jangka menengah dititik beratkan pada konsolidasi.
c. Dalam jangka panjang dititik beratkan pada pengembangan dan
penyebaran.
Perkembangan pariwisata tidak hanya memberikan keuntungan bagi
wisatawan, namun membawa kuntungan pula bagi masyarakat setempat.
Masyarakat menyediakan usaha pariwisata sehingga dapat meningkatkan
pendapatan mereka, dan wisatawan dapat menikmati destinasi wisata dengan lebih
baik dengan adanya fasilitas yang disediakan. Menurut Undang-undang Nomor 9
tahun 1990, usaha pariwisata, antara lain:
a. Penyedia akomodasi.
16
b. Penyedia makanan dan minuman.
c. Penyedia angkutan wisata.
d. Penyedia sarana wisata tirta.
e. Kawasan pariwisata.
Jenis-jenis usaha pariwisata tersebut kemudian dilengakapi lagi dengan
Undang-undang Nomor 10 tahun 1990 bahwa usaha pariwisata, meliputi:
a. Daya tarik wisata;
b. Kawasan pariwisata;
c. Jasa transportasi;
d. Jasa perjalanan wisata;
e. Jasa makanan dan minuman;
f. Penyedia akomodasi;
g. Penyelenggaraan legiatan hiburan dan rekreasi;
h. Penyelenggaraan pertemuan, perjalanan intensif, konferensi, dan pameran;
i. Jasa informasi pariwisata;
j. Jasa konsultan pariwisata;
k. Jasa pramuwisata;
l. Wisata tirta; dan
m. spa
Pariwisata dapat bertindak sebagai leading industries karna membawa
pengaruh yang cukup besar bagi perkembangan wilayah disekitar obyek wisata
tersebut. Konsep leading industries mendasarkan pemikiran bahwa pada pusat-
pusat pertumbuhan terdapat suatu kegiatan dan kegiatan tersebut merupakan daya
17
tarik yang berupa obyek wisata yang menarik dan padat pengunjung yang terletak
pada lokasi yang strategis (Sujali, 1989 dalam Amdani, 2008).
Ilmu pengetahuan, teknologi yang semakin maju dan modern pada suatu
saat pasti mempunyai dampak pada lingkungan bumi, baik lingkungan alam
maupun lingkungan sosial (Sujali, 1989). Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi dapat digunakan manusia untuk meningkatkan pemanfaatan sumberdaya
alam khususnya untuk perkembangan pariwisata. Persebaran wisata alam
dipermukaan bumi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Faktor pengaruh yang berbeda memberikan kenampakan alam yang
berbeda pula. Perbedaan iklim merupakan salah faktor yang berpengaruh dalam
pembentukan variasi kenampakan lingkungan alam dan budaya, sehingga dalam
proses pengembangan pariwisata, karakteristik iklim perlu diketahui sebelumnya.
Sujali (1989) juga menyatakan bahwa permukaan bumi yang berupa laut yang
luasnya hampir tiga perempat dari permukaan bumi bukanlah merupakan benda
atau kekayaan alam yang tidak dapat dimanfaatkan dan tidak mendukung dalam
perkembangan kepariwisataan.
Perkembangan kepariwisataan merupakan suatu kebijakan alternatif bagi
beberapa negara berkembang untuk membantu perkembangan ekonomi (Said,
2015). Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan pariwisata
dalam suatu kawasan tertentu menurut para ahli yang telah mempelajarinya. Faktor-
faktor tersebut tidak hanya mempengaruhi aspek fisik kawasan, namun berdampak
pula terhadap aspek lainnya seperti aspek sosial ekonomi masyarakat, aspek politik,
keamanan, serta kelembagaan, dan kebijakan yang telah dibuat. Proses
kelembagaan kepariwisataan di suatu kawasan dan dampak fisiknya digambarkan
18
dalam model Miossec yang dijelaskan oleh Pearce (1989, dalam Said, 2015) bahwa
dalam menentukan evolusi sturktural di daerah-daerah pariwisata berdasarkan
ruang dan waktu, model Miossec mempertimbangkan empat hal mendasar, yaitu:
1. perubahan penyediaan fasilitas yang meliputi resort.
2. Jaringan transportasi.
3. Perilaku wisatawan
4. Sikap pengambil kebijakan ditingkat lokal dan pendapat masyarakat sekitar.
Menurut Spillane (1989, dalam Amdani, 2008), dampak pariwisata
terhadap suatu wilayah adalah cukup kompleks. Untuk itu, pengambangan
pariwisata harus mempertimbangkan hal-hal sbegai berikut:
1. Perencanaan pengambangan pariwisata harus menyeluruh, sehingga semua
segi pengembangan pariwisata memperhitungkan pula untung rugi apabila
dibanding dengan pembangunan sektor lain. Keuntungan yang diharapkan
biasanya adalah membuka kesempatan kerja, pendapatan masyarakat,
menambah devisa ngara, merangsang perutmbuhan kebudayaan asli
Indonesia dan menunjang gerak pembangunan daerah. Sedangan kerugian
antara lain lingkungan menjadi rusak, pariwisata berlaih ketangan asing,
pencarian benda-benda kuno, berubahnya tujuan kesenian rakyat dan upacara
adat tradisional, timbulnya industri seks, dan lain-lain
2. Pengembangan pariwista harus diintegrasi kedalam pola dan program
pembangunan semesta ekonomo, fisik dan sosial suatu Negara
3. Pengembangan pariwisata dapat membawa kesejahteraan ekonomi yang
tersebar luas dalam masyarakat
19
4. Pengembangan pariwisata harus sadar “lingkungan”. Dalam pelaksanaan
harus memperhatikan ekosistem dan menjaga kelestarian lingkungan yang
telah ada
5. Pengembangan pariwisata dapat mengarahkan perubaha-perubahan sosial
yang positif
6. Penentuan tata cara pelaksanaan harus disusun sejelas-jelasnya dengan
pencatatan (monitoring) terus menerus mengenai pengaruh pariwisata
terhadap suatu masyarakat dan lingkungan.
1.6.4 Lahan
Istilah tanah (soil) sering disamakan dengan istilah lahan (land), padahal
dalam kenyataanya kedua istilah tersebut memiliki makna yang sangat berbeda
meskipun memiliki keterkaitan. Tanah dapat diartikan sebagai lapisan paling atas
permukaan bumi yang terbentuk dari batuan yang mengalami pelapukan. Mabbut
(1968, dalam Ritohardoyo, 2013) mengembangkan batasan tersebut, bahwa tanah
merupakan lapisan paling luar kulit bumi yang bersifat tidak padu (unconsolidated),
gembur, memiliki sifat tertentu yang berbeda dengan material di bawahnya dalam
hal warna, struktur, sifat-sifat fisik, susunan kimia, proses-proses kimia, dan sifat
biologis dan morfologis.
Selain memberikan batasan istilah tentang tanah, Mabbut juga membatasi
arti lahan sebagai gabungan dari unsur-unsur permukaan dan dekat permukaan
bumi yang penting bagi kehidupan manusia. Lebih lanjut, Sadyohutomo (2008)
menjelaskan bahwa cakupan pengertian kata tanah tidak dapat disamakan dengan
kata lahan karena penegrtian kata lahan hanya terbatas untuk bentang-bentang tanah
yang sudah jelas penggunaan atau peruntukannya.
20
Lahan meliputi seluruh komponen lingkungan, sedangkan tanah adalah
salah satu dari bagian didalam lahan. Dari pengertian tersebut, dapat dikatakan
bahwa lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting bagi manusia, baik
untuk melangsungkan kehidupannya maupun untuk kegiatan sosio-ekonomik dan
sosio-budayanya. Oleh karena itu, dalam aspek kelingkungan, penggunaan lahan
memerlukan perhatian agar penggunaannya tetap terkendali demi kelestarian lahan
tersebut.
Pertumbuhan jumlah dan kebutuhan penduduk yang semakin meningkat
berbanding lurus dengan semakin meningkatnya kebutuhan lahan, baik lahan yang
dijadikan untuk tempat tinggal maupun sebagai tempat untuk kegiatan sosial,
ekonomi, dan budaya. Penggunaan lahan menurut Ritohardoyo (2013) adalah
interkasi manusia dengan lingkungannya, dimana fokus lingkungan adalah lahan,
sedangkan sikap dan tanggapan kebijakan manusia terhadap lahan akan
menentukan langkah-langkah aktivitasnya sehingga, akan meniggalkan bekas di
atas lahan sebagai bentuk penggunaan lahan.
Penggunaan lingkungan alam oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan tertentu merupakan batasan mengenai penggunaan lahan yang paling
sederhana. Secara lebih lengkap lagi dapat dikemukakan batasan penggunaan lahan
oleh Malingreau (1978, dalam Ritohardoyo, 2002) adalah segala macam campur
tangan manusia, baik secara menetap ataupun berpindah-pindah terhadap suatu
kelompok sumberdaya alam dan sumberdaya buatan, yang secara keseluruhan
disebut lahan, dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan baik material maupun
spiritual, ataupun kebutuhan kedua-duanya. Penggunaan lahan pada saat sekarang
(present land ause) merupakan pertanda adanya dinamika dari eksploitasi
21
sekumpulan sumberdaya alam oleh manusia (baik secara perorangan ataupun
masyarakat) untuk memenuhi kebutuhannya (Ritohardoyo, 2013).
Ritohardoyo (2002) menyatakan bahwa kunci utama dalam analisis
penggunaan lahan adalah menginterpretasi gejala di suatu wilayah tentang (1) apa
yang ada, (2) apa yang sedang terjadi, dan (3) apa yang dapat diperbuat. Artinya,
bahwa analisis memerlukan ketertarikan kepada suatu sistem diskriptif dan suatu
model analisis yang mengarah pada suatu pemahaman tentang hubungan-hubungan
fungsional antara manusia dan lahan yang ada di sekitarnya.
Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat sejalan dengan
kebutuhan yang semakin meningkat pula. Oleh karena itu, keperluan untuk
memenuhi kebutuhan tersebut dan tuntutan mutu kehidupan yang lebih baik
memicu manusia untuk melakukan alih fungsi lahan. Lestari (2009, dalam Mustopa,
2011) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi
lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya
semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak
negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri.
Mustopa (2011) menjelaskan bahwa perubahan penggunaan lahan
merupakan penambahan penggunaan jenis lahan di satu sektor dengan diikuti
pengurangan jenis lahan di sektor lainnya, atau dengan kata lain perubahan
penggunaan lahan merupakan berubahnya fungsi lahan pada periode waktu
tertentu, misalnya saja dari lahan pertanian digunakan untuk lahan non pertanian.
Tingkat pengetahuan manusia tentang informasi berbagai aspek lingkungan
mempengaruhi mereka dalam uapaya pengambilan keputusan, karena pengetahuan
22
tersebut mempengaruhi persepsi dan kesadaran dalam memilih alternatif
penggunaan yang sesuai.
1.6.5 Harga Lahan dan Teori Lokasi
Harga lahan merupakan perwujudan dari nilai lahan, sedangkan nilai lahan
merupakan kemampuan dari pemanfaatan dan penggunaan lahan tersebut
(Oktriawan, 2014). Lebih lanjut, Suryani (2015) menjelaskan bahwa harga dan nilai
lahan memang berbeda, namun keduanya saling berkaitan, dimana harga lahan
ditentukan berdasar nilai lahan. Menurut Urbalita (2014) nilai lahan dalam konteks
pasar properti yaitu harga pasar wajar yang disepakati oleh pembeli dan penjual
tanpa ada tekanan dari pihak luar.
Siswanto (2007) menerangkan nilai lahan dan harga lahan mempunyai
kaitan yang erat. Dimana semakin tinggi harga lahan disebabkan karena semakin
meningkatnya kualitas dan nilai strategis suatu lahan. Siswanto menambahkan
bahwa perubahan penggunaan dan pemanfaatan lahan menjadi kawasan produktif
akan memberikan konsekuensi pada kenaikan harga lahan.
Fahirah dkk (2010) menjelaskan perbedaan kepentingan terhadap tanah
mengakibatkan terjadinya kelangkaan tanah sebagai akibat dari permintaan tanah
yang meningkat jauh lebih besar dari tanah yang dapat disediakan, keadaan ini
mendorong kenaikan nilai tanah yang tidak terkendali. Ditambahkan pula, salah
satu penyebab meningkatnya harga tanah secara tiba-tiba adalah situasi pasar tanah
yang tidak transparan. Siswanto (2007) menerangkan nilai keuntungan tanah
berhubungan dengan tujuan ekonomis yang berkaitan dengan jual beli tanah di
pasaran bebas, sehingga tanah sering digunakan sebagai salah satu modal investasi.
23
Sedyahutomo (2008, dalam Oktriawan, 2014) menjelaskan kenaikan
permintaan lahan disebabkan oleh hal-hal berikut :
a. Pertumbuhan jumlah penduduk.
Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat tentunya memerlukan
lahan sebagai sarana untuk tepat beraktivitas. Hal ini tidak diimbangi dengan
luas lahan di bumi yang luasannya tetap dari waktu ke waktu.
b. Pertumbuhan ekonomi.
Kegiatan ekonomi dan investasi membuat investor-investor untuk
menanamkan modalnya baik skala kecil maupun skala besar yang
mempengaruhi terhadap kebutuhan lahan.
c. Kenaikan tingkat pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
Gaya hidup dan tingkat kepuasan seseorang dalam menggunakan ruang
meningkat karena meningkatnya kesejahteraan sehingga perlu ruang lebih
besar. Hal tersebut disebabkan karena daya beli masyarakat yang meningkat
seiring dengan meningkatnya pendapatan masyarakat.
Pernyataan tersebut didukung oleh Sidik (1993, dalam Nasucha, 1995)
yang menjelaskan bahwa peningkatan kebutuhan atas tanah khususnya di perkotaan
disebabkan oleh:
a. Pertumbuhan jumlah penduduk, baik yang terjadi secara alamiah ataupun
karena kegiatan urbanisasi.
b. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Hal ini dapat dipahami, mengingat
dengan adanya pertumbuhan ekonomi tersebut, tentunya dibutuhkan
ketersediaan lahan sebagai sarana pengembangan kegiatan usaha bagi badan
24
usaha/perusahaan, baik yang berasal dari dalam negeri maupun perusahaan
asing yang tertarik untuk menanamkan modalnya.
c. Kenaikan tingkat pendapatan yang akan menaikkan “willingnes to pay”
terhadap kebutuhan atas lahan.
d. Terbatasnya persediaan lahan di daerah perkotaan yang siap bangun.
Lebih lanjut, Oktriawan (2014) menerangkan harga lahan dapat dibagi
kedalam dua pandangan. Pertama, nilai lahan yang dimaksud merupakan harga
yang terbentuk dari harga pasar atau sering di sebut dengan harga transaksi. Harga
ini merupakan kesepakatan antara penjual dan pembeli. Kedua, harga lahan yang
mengikuti taksiran umum atau tawaran yang umumnya berlaku di suatu tempat
atau didasarkan pada pengamatan terhadap bidang lahannya. Kenyataannya saat
ini bahwa harga yang sering digunakan adalah harga pasar. Hal ini didasarkan atas
kebutuhan dan kemampuan antara pihak pembeli dan penjual.
Abdussyahiid (2015) menjelaskan teori nilai lahan klasik Von Thunen
dalam menentuan nilai sewa lahan (land rent) di dasarkan oleh lokasi lahan
tersebut. Teori Von Thunen menerangkan jika sewa lahan didekat pasar lebih
tinggi daripada sewa lahan yang terletak lebih jauh dari pusat pasar. Von Thunen
berpendapat jika sewa lahan akan berkaitan dengan biaya transportasi dari daerah
produksi menuju pusat pasar. Oleh sebab itu, semakin jauh jarak lokasi lahan
dengan pasar maka biaya transportasinya semakin tinggi. Lahan yang terletak
lebih dekat dengan pasar oleh masyarakat digunakan untuk berbagai jenis kegiatan
ekonomi yang akan memberikan pendapatan dengan sewa yang tinggi untuk
berbagai bentuk penggunaan lahan.
25
Teori sewa lahan Von Thunen menjelaskan bahwa sewa lahan mempunyai
hubungan yang terbalik dengan jarak lokasi lahan ke pusat pasar, dimana jarak
lahan ke pusat pasar akan menyebabkan perbedaan terhadap besarnya biaya
transportasi, dan biaya transportasi tersebut memiliki pengaruh dengan sewa lahan
(Febriastuti, 2011).
Pendapatan yang dikemukakan oleh Siswanto (2007) sejalan dengan teori
lokasi Von Thunen yakni lokasi berkaitan dengan aksesibiltas suatu kawasan,
lokasi yang strategis dengan aksesibilitas yang tinggi akan semakin tinggi harga
lahannya dan semakin menurun harga lahannya ketika lokasi tersebut berkurang
nilai strategisnya dengan aksesibiltas yang rendah. Siswanto juga menambahkan
bahwa lokasi sangat ditentukan oleh aksesnya terhadap jaringan transportasi,
kedakatan dengan fasilitas umum dan sosial, karena semakin dekat lokasi lahan
terhadap jalan, fasilitas sosial dan ekonomi, maka semakin sedikit biaya yang
dikeluarkan oleh penduduk.
Pendapatan yang sama juga dinyatakan oleh Nasucha (1995) bahwa
perbedaan harga lahan yang disebabkan oleh perbedaan lokasi sejalan dengan teori
pendekatan ekonomi wilayah yang mendefinisikan bahwa lokasi optimal akan
menghasilkan keuntungan optimal bagi penjual yang disebabkan oleh ketersediaan
sarana prasarana, sehingga lokasi tanah secara signifikan berpengaruh terhadap
penentuan tingkat harga permintaan lahan.
Nasucha (1995) kembali menjelaskan bahwa secara umum ada dua macam
daya tarik pada suatu lokasi yaitu kemudahan dalam mencapai tempat kerja,
belanja, kesehatan, sekolah, rekreasi, ibadah dan lokasi-lokasi lainnya yang
memerlukan perjalanan dan keadaan lingkungan fisik dan sosial seperti topografi,
26
kebersihan air, udara, dan kenyamanan. Sedangkan Hadianto (2009, dalam
Febriastuti, 2011) menerangakan beberapa faktor yang dianggap berpengaruh
terhadap harga lahan yaitu jarak terhadap jalan, drainase, luas tanah, lebar jalan,
status jalan, elevasi, kontur, dan bentuk tanah. Jarak lahan terhadap jalan dapat
diartikan sebagai jarak lokasi lahan dengan jalan disekitarnya yang bisa berupa
jalan lokal, jalan kolektor, maupun jalan arteri.
Meningkatnya permintaan lahan juga merupakan salah satu faktor yang
memicu meningkatnya harga lahan. Disebutkan oleh Febriastuti (2011) bahwa
permintaan lahan ditentukan oleh selera dan preferensi konsumen, jumlah
penduduk, pendapatan, dan ekspektasi konsumsi terhadap harga dan pendapatan
dimasa yang akan datang. Dalam masyarakat modern, lahan pada umumnya
memberikan keuntungan yang lebih tinggi apabila digunakan untuk keperluan
komersial atau industri, dibandingakn dengan tipe penggunaan lainnya. Kemudian
diikuti oleh penggunaan lahan jenis pemukiman, lalu diikuti dengan berbagai tipe
lahan tanaman dan padang rumput, dan padang penggembalaan (Silalahi, 2008).
1.6.6 Konsep Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
Lahan yang secara fisik berupa tanah dapat didefinisikan sebagai bagian
dari permukaan bumi serta bagian dari tubuh bumi yang berada di bawahnya. Oleh
sebab itu, bagi pihak yang memperoleh keuntungan dari lahan tersebut wajib
menyerahkan sebagian keuntungan yang diperolehnya kepada negara dalam bentuk
pajak, yaitu Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Pajak merupakan gejala masyarakat, artinya jika tidak ada masyarakat
maka tidak akan ada pajak. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara
yang sangat penting artinya bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan
27
nasional, yang merupakan pengamalan Pancasila bertujuan untuk meningkatkan
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat (Sutawijaya, 2004). Sutawijaya
menambahkan bahwa penerimaan dari pajak yang memberikan kontribusi cukup
besar bagi penerimaan daerah adalah Pajak Bumi dan Bangunan.
Pajak dari sudut pandang fiskal adalah penerimaan negara yang digunakan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip dasar menghimpun
dana yang diperoleh dari dan untuk masyarakat, melalui mekanisme yang mengacu
pada peraturan perundang-undangan yang berlaku (Nasucha, 1995).
Dasar yang digunakan dalam menentukan besarnya Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) adalah NJOP. Hampir seluruh penilaian untuk pengenaan PBB
dilakukan secara massal (mass appraisal), sedangkan penilaian yang dilaksanakan
secara individual (individual appraisal) masih sedikit, yang disebabkan karena
kurangnya tenaga dan biaya serta wilayah objek pajak yang luas dan besarnya
jumlah objek pajak (Aliani, 2012).
NJOP adalah nilai objek pajak yang menjadi dasar bagi pengenaan dan
cara menghitung pajak atau dapat dikatakan juga merupakan tax base bagi
penentuan besarnya pajak bumi dan bangunan (Barus & Rianto, 2010). Menurut
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.03/2010 tentang Klasifikasi dan
Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan
Bangunan, yang menggantikan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
532/KMK.04/1998, dalam pasal 1 ayat 1 dan 2, yang dijabarkan oleh Susanto
(2015) bahwa Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) merupakan harga lahan rata-rata yang
diperoleh dari harga transaksi jual-beli yang terjadi secara wajar.
28
NJOP berdasarkan Perda Kabupaten Lombok Tengah Nomor 1 Tahun
2013 adalah harga rata-rata yang diperolah dari transaksi jual beli yang terjadi
secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan
melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan
baru, atau NJOP pengganti. Susanto (2015) juga menjelaskan hal serupa apabila
pada wilayah yang dimaksud tidak terdapat transaksi jaul beli, maka penetapan
NJOP ditentukan melalui perbandingan dengan harga dengan objek lain sejenis,
atau dengan perumusan harga lahan baru atau NJOP pengganti dengan pengertian
sebagai berikut:
1. Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis adalah suatu pendekatan
metode penentuan harga jual objek pajak dengan cara membandingkan
dengan objek pajak lan yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungisnya
sama serta telah diketahui harganya.
2. Nilai perolehan baru adalah suatu pendekatan metode penentuan harga jual
dengan menghitung seluruh biaya yang dikelurkan untuk memperoleh objek
tersebut pada saat penilaian dilakukan. Perhitungan diatas dikurangi dengan
penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek pajak tersebut.
3. Nilai jual pengganti adalah pendekatan metode penentuan NJOP berdasarkan
pada hasil produksi objek tersebut.
Sadyohutomo (2008) menjelaskan bahwa pajak tanah berfungsi sebagai berikut:
a. Fungsi budgetair: sumber pendapatan pemerintah.
b. Fungsi regulasi.
1. Mengendalikan harga tanah.
2. Mengatasi tanah terlantar, dan
29
3. Mendorong investasi.
c. Fungsi distribusi pendapatan
1. Progresif sesuai pemanfaatannya.
2. Subsidi pajak untuk masyarakat msikin.
Lebih lanjut, Sadyohutomo (2008) juga menerangkan beberapa alasan mengapa
tanah dibebani pajak, yaitu:
a. Tanah memberikan manfaat ekonomi atau produksi langsung kepada
pemilik dan penggunanya.
b. Tanah dapat menentukan kedudukan sosial seseorang.
c. Pemilik tanah memperoleh keuntungan atau kenaikan harga tanah.
Kenaikan ini karena adanya pembangunan prasaarana disekitarnya oleh
pemerintah maupun masyarakat atau karena permintaan akan tanah yang
senantiasa meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan
peningkatan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut.
d. Bagi pemerintah, pajak tanah mudah ditangani dan kontrol karena tanah
merupakan benda tidak bergerak sehingga sulit untuk disembunyikan.
Dalam pelaksanaannya, NJOP tidak selalu sama dengan nilai pasaran.
Artinya, NJOP bisa saja lebih tinggi atau lebih rendah dari nilai pasar (Mursito,
2014). Mursito menerangkan bahwa NJOP yang nilainya lebih rendah dari nilai
pasar (under assessment) menunjukkan adanya potensi penerimaan negara yang
belum tergali secara maksimal, dan NJOP yang nilainya lebih tinggi dari nilai pasar
(over assessment) dapat memicu gejolak sosial di masyarakat yang secara jangka
panjang juga mengganggu proses penerimaan pajak dari sektor PBB. Oleh karena
30
itu, diperlukan kontrol dalam penentuan NJOP agar selalu pada tingkat yang sesuai
dengan nilai pasar sehingga dapat diterima oleh semua pihak.
Penentuan NJOP tanah seringkali terjaditarik-menarik antara aturan teknis
dengan keyakinan masyarakat sehingga timbul keraguan dalam menerapkan
analisis NJOP tanah sesuai dengan harga pasar, sehingga menyebabkan terjadinya
kesenjangan antara harga pasar yang ada (Aliani, 2012)
1.7 Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu No Judul Penelitian Pengarang Tujuan Metode Hasil Perbedaan
1 Variabel-variabel
yang
mempengaruhi
harga lahan di Desa
Sinduadi, Mlati,
Sleman, D.I
Yogyakarta
Lilis Suryani 1. Mengetahui harga lahan
di Desa Sinduadi
2. Mengetahui variabel
yang mempengaruhi
harga lahan di Desa
Sinduadi
1. Metode penelitian
survei menggunakan
kuisioner dan
wawancara
2. Analisis data dengan
menggunakan regresi
linier berganda
1. Rata –rata harga lahan di
desa sinduadi adalah Rp
2.236.111,11/m2
2. Variabel yang
mempengaruhi harga lahan
di daerah penelitian secara
signifikan adalah jarak
terhadap jalan utama
terdekat.
Penelitian yang dilakukan
saat ini sudah ditentukan
terlebih dahulu varibael-
varibel yang mempengaruhi
harga lahan, yaitu lokasi
lahan (pinggir jalan utama,
pinggir pantai, dan sekitar
fasilitas umum), sehingga
analisis data hanya
menggunakan analisis
sederhana yaitu
menggunakan Microsoft
Excel
32
Lanjutan
No Judul Penelitian Pengarang Tujuan Metode Hasil Perbedaan
2
Perkembangan
harga lahan di
Kabupaten
Magelang (Kasus
jalan Yogyakarta-
Magelang Km 22
hingga Km 32)
Asta
Oktriawan
1. Mengetahui
perkembangan harga
lahan di Km 22-32
sepanjang jalan
Yogyakarta-magelang
2. Mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi
perkembanganhaarga
lahan di Km 22-32
sepanjang jalan
Yogyakarta-magelang
3. Mengetahui dampak fisik
dan sosial ekonomi yang
ditimbulkan akibat
perkembangan harga
lahan di Km 22-32
sepanjang jalan
Yogyakarta-Magelang
Metode Survei dan
analisis deskriptif
kuantitatif
1. Harga lahan mengalami
kenaikan dari tahun 2008
hingga tahun 2013 pada
setiap jenis penggunaan
lahan baik itu pertokoan,
permukiman dan
sawah/lahan tak terbangun.
2. Faktor yang paling
bepengaruh terhadap
perkembangan harga lahan
adalah aksesibilitas. Faktor
harga laha juga tururt
mempengaruhi kenaikan
harga lahan. Dampak yang
ditimbulkan dari kenaikan
harga lahan tersebut adalah
dampak fisik dan dampak
sosial.
Penelitian yang dilakukan
saat ini tidak bertujuan untuk
mengetahui dampak
perkembangan harga lahan
secara fisik dan sosial
ekonomi, namun lebih
ditujukan untuk
mengidentifikasi alasan
masayarakat melakukan
penjulan lahan. Latar
belakang penjulan yang
berbeda akan mempengaruhi
penentuan harga jual lahan
tersebut.
33
Lanjutan
No Judul Penelitian Pengarang Tujuan Metode Hasil Perbedaan
3 Pengaruh jaringan
jalan dan guna
lahan terhadap
harga lahan
dikawasan
perkotaan Yogkarta
Aninda Wida
Urbalita
1. Mengidentifikasi atribut
jaringan jalan dan guna
lahan apa saja yang
mempengaruhi harga
kahan di kawasann
perkotaan Yogyakarta
2. Menyusun model harga
lahan Kawasan Perkotaan
Yogyakarta
1. Metode penelitian
deduktif-kuantitatif-
deskriptif
2. Metode pengumpulan
data dengan cara
observasi, wawancara,
dan kuisioner, serta
metode pengambilan
sempel dengan
Putposive-accidental
sampling
3. Teknik analisis data
dengan menggunakan
uji korelasi, dan uji
regresi menggunakan
model Forward
Elimination
1. Hasil uji korelasi
menunjukkan bahwa faktor
utama pembentuk harga
lahan terkait dengan
tranportasi adalah
aksesibilitas, dimana
aksesibilitas dapat diukur
berdasarkan jaraknya
terhadap pusat kota, lebar
jalan akses, dan jenis jalan
menurut fingsinya, serta
guna lahan dominan
disekitra lahan
2. Hasil uji regresi
menunjukkan bahwa faktor
pembentuk harga laha yang
paling kuat dalam skala
makro adalah guna lahan
dominan dan jarak lokasi
terhadap malioboro,
sedangkan pada sakal
mikro yaitu kelas jalan.
Penelitian yang dilakukan
saat ini menggunakan teknik
pengambilan sempel dengan
Puposive Sampling dan
perolehan datanya dengan
cara observasi, wawancara
dengan kuisioner, serta
indepth interview
34
Lanjutan
No Judul Penelitian Pengarang Tujuan Metode Hasil Perbedaan
4 Analisis Pengaruh
Keberadaan
Apartemen
Terhadap Harga
Tanah Di Kawasan
Perkotaan Makasar,
Maros,
Sungguminasa,
Dan Takalar
(Mamminasata)
Andi Abdul
Manaf
1. Mengetahui keberadaan
apartemen di
mamminasata
2. Bagaiaman kabutuhan
akan hunian vetikal
berupa apartemen di
mamminasata?
3. Apakah keberada hunian
apartemen mempengaruhi
harga tanah di
sekitarnya?
1. Mix Method Kualitatif
dan Kuantitatif
2. Metode pengambilan
data dengan Observasi,
Indepth Interview dan
Kuisioner
3. Pengambilan sempel
dengan Quota Sampling
1. Pengaruh apartemen
terhadap harga tanah
disekitarnya kategori
berpengaruh 80,09%
berdasarkan pendapat dari
masyarakat sekitar
apartemen
2. Yang paling
mempengaruhi harga tanah
secara berurutan adalah
mall, apartemen, hotel, dan
kantor
Penelitian yang saat ini
dilakuakan bertujuan untuk
mengidentifikasi perubahan
harga lahan akibat adanya
perkembangan pariwisata
dengan mengabaikan
keberadaan hotel atau
sejenisnya.
iii
1.8 Kerangka Pemikiran
Kehidupan manusia tidak bisa terlepas dari keberadaan suatu lahan.
Karena pada hakekatnya, manusia hidup dan melangsungkan kehidupannya di atas
lahan. Arti penting suatu lahan dapat digambarkan dalam bentuk nilai lahan yang
secara paraktis nilai lahan ini sering ditemui dalam bentuk harga lahan. Dalam
kehidupan nyata, harga lahan dapat ditemui dalam dua bentuk, yakni harga lahan
yang dikeluarkan oleh pemerintah (NJOP) dan harga lahan pasaran.
Kawasan pariwisata yang sedang berkembang akan mengalami alih fungsi
lahan yang tinggi sejalan dengan pesatnya perkembangan pariwisata. Harga lahan
yang juga semakin tinggi ikut menyertai perkembangan pariwisata. Sudah
ditetapkan harga lahan untuk masing–masing wilayah dengan kriterianya masing-
masing oleh pemerintah (NJOP) namun, dalam kasus ini harga lahan yang berlaku
adalah harga lahan pasaran, yakni harga yang ditetapkan oleh pemilik lahan dan
pihak pembeli.
Destinasi wisata Desa Kuta yang sudah terkenal yang di dukung pula
dengan pembangunan Bandara Internasional Lombok (BIL) memicu semakin
meningkatnya kunjungan wisatawan ke Pulau Lombok. Pembangunan fasilitas
pelayanan di kawasan pariwisata merupakan salah satu upaya pemerintah maupun
swasta dalam memberikan pelayanan kepada wisatawan. Ketersediaan lahan
semakin terbatas sejalan dengan pembangunan fasilitas pelayanan yang semakin
meningkat, yang kemudian berdampak pada meningkatnya harga lahan. Harga
lahan di kawasan pariwisata Pantai Kuta ini akan berbeda-beda yang disebabkan
oleh beberapa variabel pengaruh seperti lokasi lahan, dan ketersediaan fasilitas di
iv
sekitar lahan, serta bisa disebabkan pula oleh perbedaan latar belakang masyarakat
dalam melakukan kegiatan penjualan lahan.
Gambar 1. 1 Skema Kerangka Pemikiran
Pembangunan Bandara
Internasional Lombok (BIL)
Perkembangan pariwisata
Desa Kuta tahun 2010-2016
Destinasi Wisata Pantai
Kuta, Lombok Tengah
Perubahan harga lahan tahun
2010-2016
1. Lokasi Lahan
2. Ketersediaan fasilitas
3. Alasan Penjualan
Lahan
Dinamika harga lahan akibat
perkembangan pariwisata di
Kawasan Pariwisata Desa Kuta