bab i pendahuluandocshare01.docshare.tips/files/28447/284474639.pdfoksigenasi : berikan oksigen...

26
BAB I PENDAHULUAN Cedera kepala merupakan suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak, tanpa terputusnya kontinuitas. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya (Manjoer dkk, 2001). Menurut WHO angka kematian trauma kepala di Amerika Serikat, 5,3 juta penduduk setiap tahun mengalami cedera kepala. Trauma menjadi penyebab utama kematian pada pasien berusia dibawah 45 tahun dan hampir 50%-nya merupakan cedera kepala traumatik.Kematian akibat trauma kepala sebanyak 11% dari 448 kasus. Menurut Riset Kesehatan Dasar Tahun 2005 angka kejadian trauma kepala pada tahun 2004 dan 2005 sebanyak 1426 kasus. Manifestasi klinik cedera kepala adalah : peningkatan tekanan intra kranial (TIK). Trias TIK : penurunan tingkat kesadaran, gelisah atau iritable, papil edema, muntah proyektil. Penurunan fungsi neurologis seperti perubahan bicara perubahan reaksi pupil, sensori, motorik. Sakit kepala, mual, pandangan kabur (diplopia), fraktur crania yang dapat bermanifestasi dengan CSF atau darah mengalir dari telinga dan hidung, perdarahan dibelakang membran timpani, periorbital ekhimosis, battle’s sign (memar di daerah mastoid), kerusakan saraf kranial dan telinga tengah dapat terjadi saat kecelakaan atau setelah terjadi kecelakaan. Perubahan penglihatan akibat kerusakan nervus optikus, pendengaran berkurang akibat kerusakan auditorik, hilangnya daya penciuman akibat kerusakan nervus olfaktorius, pupil dilatasi, ketidakmampuan mata bergerak akibat kerusakan nervus okulomotor, vertigo akibat kerusakan di telinga tengah, nistagmus karena kerusakan sistem vestibular, komosio serebri yang bermanifestasi sakit kepala sampai pusing, retrograde amnesia, tidak sadar lebih dari atau sama dengan 5 menit. Pada kontusio serebri dapat menimbulkan beberapa gejala menurut area hemisfer otak yang terkena. Kontusio pada lobus 1

Upload: others

Post on 16-Mar-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUANdocshare01.docshare.tips/files/28447/284474639.pdfoksigenasi : berikan oksigen melalui nasal atau canule, lakukan intubasi bila dibutuhkan, control terhadap pernapasan,

BAB I

PENDAHULUAN

Cedera kepala merupakan suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang

disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak, tanpa terputusnya kontinuitas.

Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama

pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu

lintas. Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban

ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat

menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya (Manjoer dkk, 2001).

Menurut WHO angka kematian trauma kepala di Amerika Serikat, 5,3 juta

penduduk setiap tahun mengalami cedera kepala. Trauma menjadi penyebab

utama kematian pada pasien berusia dibawah 45 tahun dan hampir 50%-nya

merupakan cedera kepala traumatik.Kematian akibat trauma kepala sebanyak 11%

dari 448 kasus. Menurut Riset Kesehatan Dasar Tahun 2005 angka kejadian

trauma kepala pada tahun 2004 dan 2005 sebanyak 1426 kasus.

Manifestasi klinik cedera kepala adalah : peningkatan tekanan intra kranial

(TIK). Trias TIK : penurunan tingkat kesadaran, gelisah atau iritable, papil edema,

muntah proyektil. Penurunan fungsi neurologis seperti perubahan bicara

perubahan reaksi pupil, sensori, motorik. Sakit kepala, mual, pandangan kabur

(diplopia), fraktur crania yang dapat bermanifestasi dengan CSF atau darah

mengalir dari telinga dan hidung, perdarahan dibelakang membran timpani,

periorbital ekhimosis, battle’s sign (memar di daerah mastoid), kerusakan saraf

kranial dan telinga tengah dapat terjadi saat kecelakaan atau setelah terjadi

kecelakaan. Perubahan penglihatan akibat kerusakan nervus optikus, pendengaran

berkurang akibat kerusakan auditorik, hilangnya daya penciuman akibat

kerusakan nervus olfaktorius, pupil dilatasi, ketidakmampuan mata bergerak

akibat kerusakan nervus okulomotor, vertigo akibat kerusakan di telinga tengah,

nistagmus karena kerusakan sistem vestibular, komosio serebri yang

bermanifestasi sakit kepala sampai pusing, retrograde amnesia, tidak sadar lebih

dari atau sama dengan 5 menit. Pada kontusio serebri dapat menimbulkan

beberapa gejala menurut area hemisfer otak yang terkena. Kontusio pada lobus

1

Page 2: BAB I PENDAHULUANdocshare01.docshare.tips/files/28447/284474639.pdfoksigenasi : berikan oksigen melalui nasal atau canule, lakukan intubasi bila dibutuhkan, control terhadap pernapasan,

temporal menimbulkan gejala berupa agitasi, kebingungan; kontusio regio frontal

menimbulkan gejala hemiparese, klien sadar ; kontusio frototemporal

memberikan gejala berupa aphasia. Kontusio batang otak, respon segera

menghilang dan pasien koma, penurunan tingkat kesadaran yang dapat terjadi

berhari-hari, bila kerusakan berat, pada sistem ritkular terjadi comatuse. Pada

perubahan tingkat kesadaran : Respirasi : dapat normal/periodik/cepat. Pupil :

simetris, kontriksi dan reaktif, kerusakan pada batang otak bagian atas pupil

abnormal, tidak ada gerakan bola mata

Diagnose keperawatan menurut Doenges, (2000), Cedera Kepala adalah

perubahan perfusi jaringan serebral, pola napas tidak efektif, perubahan persepsi-

persepsi, perubahan proses pikir, resiko tinggi infeksi.

Menurut Kleden, (2009) penatalaksanaan pada pasien cedera kepala adalah

menurunkan tekanan intracranial : bedrestkan dan tinggikan kepala tempat tidur

15 – 30 derajat, pertahankan kepala pada posisi midline, hidari fleksi,ekstensi dan

rotasi kepala, hindari studi diagnose yang dapat meningkatkan intracranial,

lakukan suction bila sangat dibutuhkan, cegah batuk, bersin dan mengejan, cegah

konstipasi, kolaborasi pemberian antitsive, dan antiemetic, lasantive bila perlu,

kolaborasi pemberian antagonis calcium (bloker) untuk mencegah vasospasme

serebral. Monitor keseimbangan cairan : batasi cairan dan pasang kateter, monitor

input dan out put, gunakan minidrip pada pemasangan infuse, kolaborasi untuk

osmoterapi (pemberian manitol) dan lakukan observasi ketat. Mempertahankan

oksigenasi : berikan oksigen melalui nasal atau canule, lakukan intubasi bila

dibutuhkan, control terhadap pernapasan, pastikan oksigennasi yang baik sebelum

dan sesudah suction.

2

Page 3: BAB I PENDAHULUANdocshare01.docshare.tips/files/28447/284474639.pdfoksigenasi : berikan oksigen melalui nasal atau canule, lakukan intubasi bila dibutuhkan, control terhadap pernapasan,

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu trauma yang menimpa

struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau

gangguan fungsional jaringan otak1. Menurut Brain Injury Association of

America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat

kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau

benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran

yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik2.

2.2 Klasifikasi Cedera Kepala

Skala koma Glasgow adalah nilai (skor) yang diberikan pada pasien

trauma kapitis, gangguan kesadaran dinilai secara kwantitatif pada

setiap tingkat kesadaran. Bagian-bagian yang dinilai adalah; 1. Proses membuka mata (Eye Opening) 2. Reaksi gerak motorik ekstrimitas (Best Motor Response) 3. Reaksi bicara (Best Verbal Response)

3

Page 4: BAB I PENDAHULUANdocshare01.docshare.tips/files/28447/284474639.pdfoksigenasi : berikan oksigen melalui nasal atau canule, lakukan intubasi bila dibutuhkan, control terhadap pernapasan,

Berdasarkan Skala Koma Glasgow, berat ringan trauma kapitis dibagi atas;

1. Trauma kapitis Ringan, Skor Skala Koma Glasgow 13 – 15

2. Trauma kapitis Sedang, Skor Skala Koma Glasgow 9 – 12

3. Trauma kapitis Berat, Skor Skala Koma Glasgow 3 – 8

Cedera Kepala Ringan Dengan Skala Koma Glasgow 13-15 Trauma kepala ringan atau cedera

kepala ringan adalah hilangnya fungsi neurologi atau menurunnya

kesadaran tanpa menyebabkan kerusakan lainnya. Cedera kepala ringan

adalah trauma kepala dengan GCS: 13-15 tidak kehilangan kesadaran,

mengeluh pusing dan nyeri kepala, hematoma, laserasi dan abrasi. Cedera

kepala ringan adalah cedara otak karena tekanan atau terkena benda

tumpul. 8,9

Cedera Kepala Sedang Dengan Skala Koma Glasgow 9 - 12, Pasien mungkin bingung atau

somnolen namun tetap mampu untuk mengikuti perintah sederhana (SKG

9-12).

4

Page 5: BAB I PENDAHULUANdocshare01.docshare.tips/files/28447/284474639.pdfoksigenasi : berikan oksigen melalui nasal atau canule, lakukan intubasi bila dibutuhkan, control terhadap pernapasan,

Cedera Kepala Berat Dengan Skala Koma Glasgow < 9 dalam. Hampir 100% cedera kepala

berat dan 66% cedera kepala sedang menyebabkan cacat yang permanen.

Pada cedera kepala berat terjadinya cedera otak primer seringkali disertai

cedera otak sekunder apabila proses patofisiologi sekunder yang menyertai

tidak segera dicegah dan dihentikan9.

2.3 Gejala Klinis

Menurut Reissner (2009), gejala klinis trauma kepala adalah seperti

berikut: a) Battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os

mastoid)b) Hemotipanum (perdarahan di daerah menbran timpani telinga) c) Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung) d) Rhinorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari hidung) e) Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari telinga)

Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala ringan:a. Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat

kemudian sembuh. b. Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan. c. Mual atau dan muntah. d. Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun. e. Perubahan keperibadian diri. f. Letargik.

Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala berat; a. Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan

di otak menurun atau meningkat. b. Perubahan ukuran pupil (anisokoria). c. Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi

pernafasan). d. Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan

atau posisi abnormal ekstrimitas.

2.4 Penatalaksanaan

Tatalaksana :

Pasien Keadaan Sadar (GCS=15).

5

Page 6: BAB I PENDAHULUANdocshare01.docshare.tips/files/28447/284474639.pdfoksigenasi : berikan oksigen melalui nasal atau canule, lakukan intubasi bila dibutuhkan, control terhadap pernapasan,

Simple head injury.

1. Tanpa defisit neurologi perawatan luka

2. Pemeriksaan radiologi hanya atas indikasi

3. Pasien dipulangkan & keluarga diminta observasi kesadaran bila

curiga kesadaran menurun , segera kembali ke RS

Kesadaran terganggu sesaat.

1. Pasien mengalami penurunan kesadaran sesaat setelah cedera kepala

sadar kembali saat diperiksa.

2. Dibuat foto kepala.

3. Rawat luka

4. Pasien pulang observasi bila curiga kesadaran menurun segera

kembali ke RS

Pasien dengan Kesadaran Menurun

Cedera kepala ringan (GCS=13-15)

1. Perubahan orientasi (kesadaran disorientasi) tanpa deficit fokal serebri

2. Dilakukan pemeriksaan fisik, rawat luka, foto kepala

3. Istrahat baring mobilisasi bertahap terapi simptomatik

4. Observasi (tanda vital, penurunan kesadaran, respon pupil, gejala fokal

otak) minimal 24 jam di RS bila curiga hematoma intrakrania CT

scan otak

Indikasi rawat RS :

1. Amnesia posttraumatika jelas (lebih dari 1 jam)

2. Riwayat kehilangan kesadaran (lebih dari 15 menit)

3. Penurunan tingkat kesadaran

4. Nyeri kepala sedang hingga berat

5. Intoksikasi alkohol atau obat

6. Fraktura tengkorak

7. Kebocoran CSS, otorrhea atau rhinorrhea

8. Cedera penyerta yang jelas

9. Tidak punya orang serumah yang dapat dipertanggung- jawabkan

6

Page 7: BAB I PENDAHULUANdocshare01.docshare.tips/files/28447/284474639.pdfoksigenasi : berikan oksigen melalui nasal atau canule, lakukan intubasi bila dibutuhkan, control terhadap pernapasan,

10. Hasil CT scan abnormal

Cedera kepala sedang (GCS=9-12)

Pasien dalam kategori ini dapat mengalami gangguan kardiopulmoner,

maka urutan tindakannya sebagai berikut :

1. Periksa dan atasi gangguan Airway, Breathing, Circulation.

2. Riwayat jenis dan saat kecelakaan, kehilangan kesadaran, amnesia,

nyeri kepala

3. Pemeriksaan umum menyingkirkan cedera sistemik

4. Pemeriksaan neurologis

5. Rontgen tengkorak

6. Rontgen tulang belakang leher dan lain-lain bila ada indikasi

7. Contoh darah untuk penentuan golongan darah

8. Tes darah dasar dan EKG

9. CT scan kepala

10. Rawat untuk pengamatan bahkan bila CT scan normal

11. Observasi fungsi vital, kesadaran, respon pupil, defisit fokal serebri

Cedera kepala berat (GCS=3-8)

Penderita ini umumnya disertai cedera yang multipel, oleh karena itu disamping

kelainan serebral juga disertai kelainan sistemik. Urutan tindakan menurut

prioritas adalah sebagai berikut :

1. Resusitasi jantung paru (ABC). Pasien dengan cedera kepala berat ini

sering terjadi hipoksia, hipotensi, dan hiperkapnia akibat gangguan

kardiopulmoner. Oleh karena itu tindakan pertama adalah :

Jalan nafas (airway).

Jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang dengan posisi

kepala ekstensi, kalau perlu dipasang pipa orofaring atau pipa endotrakeal,

bersihkan sisa muntahan, darah, lendir, atau gigi palsu. Isi lambung

dikosongkan melalui pipa nasogastrik untuk menghindarkan aspirasi.

7

Page 8: BAB I PENDAHULUANdocshare01.docshare.tips/files/28447/284474639.pdfoksigenasi : berikan oksigen melalui nasal atau canule, lakukan intubasi bila dibutuhkan, control terhadap pernapasan,

Pernafasan (breathing)

Gangguan pernafasan dapat disebabkan kelainan sentral atau perifer.

Kelainan sentral adalah depresi pernafasan pada lesi medula oblongata,

pernafasan cheyne stokes, ataksik, central neurogenik hiperventilasi.

Penyebab perifer adalah aspirasi, trauma dada, edema paru, emboli paru,

infeksi. Akibat dari gangguan pernafasan dapat terjadi hipoksia dan

hiperkapnia. Pemberian oksigen dan mencari serta mengatasi faktor

penyebab.

Sirkulasi (Circulation)

Hipotensi menimbulkan iskemik yang dapat menyebabkan kerusakan

sekunder. Jarang hipotensi disebabkan oleh kelainan intrakranial,

kebanyakan oleh faktor ekstrakranial yaitu berupa hipovolemi akibat

perdarahan luar atau ruptur alat dalam, trauma dada disertai temponade

jantung atau pneumotoraks dan syok septik. Tindakannnya adalah

menghentikan sumber perdarahan, perbaikan fungsi jantung dan

mengganti darah yang hilang dengan plasma atau darah.

Pemeriksaan fisik meliputi kesadaran, respon pupil, defisit fokal serebri

dan cedera ekstra kranial. Lakukan observasi dan nilai apakah terjadi

perburukan dari pemeriksaan awal.

Peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)

Peningkatan TIK terjadi akibat edema serebri, vasodilatasi, hematoma

intrakranial, atau hidrosefalus. Untuk mengukur turun naiknya TIK

sebaiknya dipasang monitor TIK. TIK normal adalah berkisar 0-15 mmhg,

diatas 20mmHg harus segera diturunkan dengan langkah berikut ini :

Hiperventilasi

Lakukan ventilasi terkontrol dengan sasaran tekanan CO2

(pCO2) 27-30 mmHg dimana terjadi vasokonstriksi yang

diikuti berkurangnya aliran darah serebral. Hiperventilasi

dengan pCO2 sekitar 30 mmHg dipertahankan selama 48-72

jam, lalu dicoba dilepas dengan mengurangi hiperventilasi, bila

8

Page 9: BAB I PENDAHULUANdocshare01.docshare.tips/files/28447/284474639.pdfoksigenasi : berikan oksigen melalui nasal atau canule, lakukan intubasi bila dibutuhkan, control terhadap pernapasan,

TIK naik lagi hiperventilasi dilanjutkan lagi selama 24-48 jam.

Bila TIK tidak menurun, maka periksa analisa gas darah dan

lakukan CT scan ulang untuk menyingkirkan hematom.

Drainase

Tindakan ini dilakukan bila hiperventilasi tidak berhasil. Untuk

jangka pendek dilakukan drainase ventrikular, sedangkan untuk

jangka panjang dipasang ventrikulo peritoneal shunt (VP-

shunt), misalnya terjadi hidrosefalus

Terapi diuretik

Diuretik osmotik (manitol 20%)

Cairan hiperosmolar ini menurunkan TIK dengan cara menarik

air (perbedaan gradien osmalaritas) dari jaringan otak melalui

sawar otak yang masih utuh ke dalam ruang intravaskular.

Memberikan efek optimalisasi dengan menurunkan hematokrit,

menurunkan viskositas darah, meningkatkan aliran darah

serebral, meningkatkan mikrosirkulasi dan tekanan perfusi

serebral yang akan meningkatkan penghantaran oksigen dengan

efek samping reboun peningkatan tekanan intracranial pada

disfungsi sawar darah otak terjadi skuestrasi serebral, overload

cairan, hiponatremi dilusi, takipilaksis dan gagal ginjal (bila

osmolalitas >320 ml osmol/L). Manitol diberikan pada pasien

koma, pupil reaktif kemudian menjadi dilatasi dengan atau

tanpa gangguan motorik, pasien dengan pupil dilatasi bilateral

non reaktif dengan hemodinamik normal dosis bolus 1 g/kgBB

selama 30 menit, dilanjutkan dengan rumatan 0,25-1g/kgBB.

Usahakan pertahankan volume intravaskuler dengan

mempertahankan osmolalitas serum < 320 ml osmol/L.

Loop diuretik (furosemid)

Furosemid dapat menurunkan TIK melalui efek menghambat

pembentukan cairan serebrospinalis dan menarik cairan

9

Page 10: BAB I PENDAHULUANdocshare01.docshare.tips/files/28447/284474639.pdfoksigenasi : berikan oksigen melalui nasal atau canule, lakukan intubasi bila dibutuhkan, control terhadap pernapasan,

interstitial pada edem serebri. Pemberiannya bersamaan dengan

manitol 20% mempunyai efek sinergi dan memperpanjang efek

osmotik serum oleh manitol.

Steroid

Berguna untuk engurangi edema serebri pada tumor otak. Akan

tetapi manfaatnya pada kasus cedera kepala tidak terbukti, oleh

karenanya tidak digunakan untuk cedera kepala.

Posisi tidur

Penderita cedera kepala berat dimana TIK tinggi posisi

tidurnya ditinggikan kepala sekitar 30o (semifowler), dengan

kepala dan dada pada satu bidang. Hindari posisi fleksi atau

laterofleksi supaya pembuluh vena leher tidak terjepit sehingga

drainase vena otak menjadi lancar.

Keseimbangan cairan elektrolit

Pada saat awal pemasukan cairan dikurangi untuk mencegah

bertambahnya edema serebri dengan jumlah cairan 1500-2000

ml/hari diberikan parenteral, sebaiknya dengan cairan koloid

seperti hydroxyethyl starch, pada awalnya dapat dipakai cairan

kristaloid NaCl 0,9% atau RL, jangan diberikan cairan yang

mengandung Glukosa karena dapat terjadi keadaan

hiperglikemi sehingga menambah edem serebri. Keseimbangan

cairan tercapai bila tekanan darah stabil normal dan volume

urin normal > 30 ml/jam. Setelah 3-4 hari dapat dimulai

makanan peroral melalui pipa nasogastrik.

Nutrisi

10

Page 11: BAB I PENDAHULUANdocshare01.docshare.tips/files/28447/284474639.pdfoksigenasi : berikan oksigen melalui nasal atau canule, lakukan intubasi bila dibutuhkan, control terhadap pernapasan,

Pada cedera kepala berat terjadi hipermetabolisme sebanyak 2-

2,5 kali normal dan akan mengakibatkan katabolisme protein.

Dalam 2 minggu pertama pasien mengalami hipermetabolik,

kehilangan kurang lebih 15% berat badan tubuh per minggu.

Penurunan berat badan melebihi 30% akan meningkatkan

mortalitas. Diberikan kebutuhan metabolisme istirahat (per

NGT) dengan 140% kalori/ hari dengan formula berisi protein

> 15% diberikan selama 7 hari. Pilihan enteral feeding dapat

mencegah kejadian hiperglikemi, infeksi.

Kebutuhan Nutrisi:

• Kalori 25 – 30 Kcal/KgBB/Hr• Protein 1,5 – 2 gr/KgBB/Hr• Karbohidrat 75 – 100 gr/Hr (7,2 gr/KgBB/Hr)• Lipid 10 – 40 % kebutuhan kalori / hari

Kebutuhan energi rata-rata pada cedera kranio serebral

berat meningkat rata-rata 40%.

2.5 Komplikasi

Komplikasi

Kejang Pasca Trauma

Merupakan salah satu komplikasi serius. Insidensinya 10%, terjadi di awal

cedera 4-25% (dalam 7 hari cedera), terjadi terlambat 9-42% (setelah 7

hari trauma). Faktor risikonya adalah trauma penetrasi, hematom

(subdural, epidural, parenkim), fraktur depresi kranium, kontusio serebri,

GCS <10.

Demam dan Mengigil

Demam dan mengigil akan meningkatkan kebutuhan metabolisme dan

memperburuk “outcome”. Sering terjadi akibat kekurangan cairan, infeksi,

efek sentral. Penatalaksanaan dengan asetaminofen, neuro muscular

paralisis. Penanganan lain dengan cairan hipertonik, barbiturat,

asetazolamid.

11

Page 12: BAB I PENDAHULUANdocshare01.docshare.tips/files/28447/284474639.pdfoksigenasi : berikan oksigen melalui nasal atau canule, lakukan intubasi bila dibutuhkan, control terhadap pernapasan,

Hidrosefalus

Berdasarkan lokasi penyebab obstruksi dibagi menjadi komunikan dan

non-komunikan. Hidrosefaluskomunikan lebih sering terjadi pada cedera

kepala dengan obstruksi, hidrosefalus non-komunikan terjadi sekunder

akibat penyumbatan di sistem ventrikel. Gejala klinis hidrosefalus ditandai

dengan muntah, nyeri kepala, papil udema, dimensia, ataksia, gangguan

miksi

Spastisitas

Spastisitas adalah fungsi tonus yang meningkat tergantung pada kecepatan

gerakan. Merupakan gambaran lesi pada UMN. Membentuk ekstrimitas

pada posisi ekstensi. Beberapa penanganan ditujukan pada ; pembatasan

fungsi gerak, nyeri, pencegahan kontraktur, bantuan dalam

posisioning.Terapi primer dengan koreksi posisi dan latihan ROM, terapi

sekunder dengan splinting, casting, farmakologi ; dantrolen, baklofen,

tizanidin, botulinum,benzodiasepin

Agitasi

Agitasi pasca cedera kepala terjadi > 1/3 pasien pada stadium awal dalam

bentuk delirium, agresi, akatisia, disinhibisi, dan emosi labil. Agitasi juga

sering terjadi akibat nyeri dan penggunaan obat-obat yang berpotensi

sentral. Penanganan farmakologi antara lain dengan menggunakan

antikonvulsan, antihipertensi, antipsikotik, buspiron, stimulant,

benzodisepin dan terapi modifikasi lingkungan.

Mood, tingkah laku dan kognitif

Gangguan kognitif dan tingkah laku lebih menonjol dibanding gangguan

fisik setelah cedera kepala dalam jangka lama. Penelitian Pons Ford,

menunjukkan 2 tahun setelah cedera kepala masih terdapat gangguan

kognitif, tingkah laku atau emosi termasuk problem daya ingat pada 74 %,

gangguan mudah lelah (fatigue) 72%, gangguan kecepatan berpikir 67%,

12

Page 13: BAB I PENDAHULUANdocshare01.docshare.tips/files/28447/284474639.pdfoksigenasi : berikan oksigen melalui nasal atau canule, lakukan intubasi bila dibutuhkan, control terhadap pernapasan,

sensitif dan Iritabel 64%, gangguan konsentrasi 62%. Cicerone (2002)

meneliti rehabilitasi kognitif berperan penting untuk perbaikan gangguan

kognitif. Methyl phenidate sering digunakan pada pasien dengan problem

gangguan perhatian, inisiasi dan hipoarousal (Whyte). Dopamine,

amantadinae dilaporkan dapat memperbaiki fungsi perhatian dan fungsi

luhur. Donepezil dapat memperbaiki daya ingat dantingkah laku dalam 12

minggu. Depresi mayor dan minor ditemukan 40-50%. Faktor resiko

depresi pasca cedera kepala adalah wanita, beratnya cedera kepala,

premorbid dan gangguan tingkah laku dapat membaik dengan

antidepresan.

Sindroma post kontusio

Merupakan kompleks gejala yang berhubungan dengan cedera kepala 80%

pada 1 bulan pertama, 30% pada 3 bulan pertama dan 15% pada tahun

pertama. Somatik ; nyeri kepala, gangguan tidur, vertigo/dizzines, mual,

mudah lelah, sensitif terhadap suara dan cahaya, Kognitif ; perhatian,

konsentrasi, memori. Afektif ; iritabel, cemas, depresi, emosi labil.

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasiena. Nama : AMNb. Umur : 25 tahunc. Jenis kelamin : Laki-lakid. Pekerjaan : Swasta e. Agama : Hinduf. Alamat : g. Tanggal masuk :13 September 2015h. Tanggal periksa : 13 September 2015

3.2 Anamnesisa. Keluhan Utama

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesa dengan pengantar pasien.

Dengan keluhan utama penurunan kesadaran setelah kecelakaan lalu lintas.b. Riwayat Penyakit Sekarang

13

Page 14: BAB I PENDAHULUANdocshare01.docshare.tips/files/28447/284474639.pdfoksigenasi : berikan oksigen melalui nasal atau canule, lakukan intubasi bila dibutuhkan, control terhadap pernapasan,

Seorang pria datang dengan keluhan tidak kesadaran ± 20 menit SMRS.

Pasien mengalami penurunan kesadaran setelah mengalami kecelakaan

lalu lintas. Pasien mengalami kecelakaan motor setelah menabrak trotoar

di jalan Sudirman, depan Universitas Udayana sekitar pukul 00.30 wita

(13 September 2015), lalu terjatuh dari motor kemudian pasien langsung

mengalami penurunan kesadaran dan perlukaan pada bagian kepala. Pasien

dibawa ke RSAD Tk.II Udayana oleh masyarakat yang kebetulan lewat

jalan tersebut dan melihat kejadian. Saat tiba di IGD rumah sakit pasien

datang dengan dalam keadaan kesadaran menurun dan sulit diajak

berkomunikasi. Ditemukan nafas bau alkohol pada pasien. Riwayat sadar

baik setelah kecelakaan disangkal oleh pengantar pasien.

c. Riwayat Penyakit DahuluKarena pengantar bukan merupakan keluarga pasien, riwayat penyakit

terdahulu pasien tidak dapat diketahui dengan pasti.d. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak diketahui

3.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Somnolen ( GCS E2 M2 V4)

Pemeriksaan tanda-tanda vital

Suhu Tubuh : 36,5 oC (per axilla)

Tekanan Darah : 120 / 80 mmHg

Nadi : 92 kali/menit

Frekuensi nafas : 28 kali/menit

PRIMARY SURVEY

Airway (jalan napas)Pasien dapat bernapas secara spontan, tidak terdapat stridor dan

pasien dapat berbicara spontan. Breathing (pernafasan)

14

Page 15: BAB I PENDAHULUANdocshare01.docshare.tips/files/28447/284474639.pdfoksigenasi : berikan oksigen melalui nasal atau canule, lakukan intubasi bila dibutuhkan, control terhadap pernapasan,

Pergerakan dinding dada simetris , tidak terdapat segmen thoraks

yang tertinggal, frekuensi nafas 28 kali/menit. Circulation

Nadi teraba kuat dengan frekuensi 92 kali/menit, sianosis (-),akral

hangat, CRT < 2 detik. Disability

GCS 8 (E2 M2 V4), pupil bulat anisokor, diameter 2 mm/ 4 mm,

refleks cahaya langsung +/+ , reflex cahaya tidak langsung +/+ .

SECONDARY SURVEY

Kepala Normosephali, deformitas (-), rambut distribusi baik dan kuat

Mata Konjungtiva anemis -/- , sklera ikterik -/-, pupil bulat anisokor 2 mm /

4 mm

THT

Telinga

Hidung

Tenggorokan

Normotia, perdarahan (-)

Deviasi septum nasi (-), perdarahan (-), sekret (-)

Sulit dinilai

Thoraks

Cor Inspeksi: Pulsasi iktus kordis tidak tampak

Palpasi: Iktus kordis tidak teraba

15

Page 16: BAB I PENDAHULUANdocshare01.docshare.tips/files/28447/284474639.pdfoksigenasi : berikan oksigen melalui nasal atau canule, lakukan intubasi bila dibutuhkan, control terhadap pernapasan,

Perkusi: Batas jantung normal (batas jantung atas ICS 2 para sternal

kiri, batas jantung kanan ICS4 parasternal kanan, batas jantung kiri

ICS4 midclavicula kiri)

Auskultasi: BJ I & II reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo Inspeksi: pergerakan dinding dada simetris , bagian paru yang

tertinggal (-), bekas luka (-)

Palpasi: nyeri (-), vokal fremitus simetris kanan dan kiri

Perkusi: sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi: suara nafas vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-

Punggung Deformitas (-), bekas luka (-)

Abdomen Inspeksi: tampak datar, luka (-), pelebaran vena (-)

Auskultasi: bising usus 4 x/menit, bruit (-)

Palpasi: nyeri tekan (-)

Hepar: pembesaran (-), nyeri tekan (-)

Limpa: pembesaran (-)

Perkusi: timpani pada seluruh region

Ekstremitas Akral hangat, edema(-/-), CRT < 2 detik

StatusNeurologis

Kesadaran Somnolen, GCS E M4 V5

RansangMeningeal

Kaku kuduk: -

Brudzinski I: - / -

Brudzinski II: - / -

16

Page 17: BAB I PENDAHULUANdocshare01.docshare.tips/files/28447/284474639.pdfoksigenasi : berikan oksigen melalui nasal atau canule, lakukan intubasi bila dibutuhkan, control terhadap pernapasan,

Laseque: - / -

Kernig: - / -

TandaKenaikanTIK

Sakit kepala: -

Muntah proyektil: -

Papiledema: -

NervusKranialis

Nervus kranialis I – XII sulit dinilai

Motorik Masa otot:

Eutrofi Eutrofi

Eutrofi Eutrofi

Tonus:

Normotonus Normotonus

Normotonus Normotonus

Kekuatan: tidak bisa dinilai

Gerakan involunter: tidak ada

Sensibilitas Eksteroseptif: sulit dinilai

Proprioseptif: sulit dinilai

RefleksFisiologis

Bisep: + / +

Trisep: + / +

Brachioradialis: + / +

Patella: + / +

Achilles: + / +

RefleksPatologis

Babinski: + / -

Chaddock: + / -

17

Page 18: BAB I PENDAHULUANdocshare01.docshare.tips/files/28447/284474639.pdfoksigenasi : berikan oksigen melalui nasal atau canule, lakukan intubasi bila dibutuhkan, control terhadap pernapasan,

Oppenheim: +/ -

Gordon: + / -

Klonus kaki +/-

FungsiOtonom

Sulit dinilai

FungsiKoordinasi

Sulit dinilai

Fungsiluhur

Sulit dinilai

Status Lokalis

Regio Occipital, Thoraks, Pedis

Look Tampak laserasi pada bagian kepala , hematom pada regio

zygoma, regio supra orbita sinistra, regio mamae sinistra,

region pedis sinistra

Feel Nyeri (+) pada bagian luka

Move -

3.4 Pemeriksaan PenunjangGDS:Pemeriksaan penunjang yang lain tidak sempat dilakukan pada pasien.

18

Page 19: BAB I PENDAHULUANdocshare01.docshare.tips/files/28447/284474639.pdfoksigenasi : berikan oksigen melalui nasal atau canule, lakukan intubasi bila dibutuhkan, control terhadap pernapasan,

3.5 ResumePasien pria usia 25 tahun datang ke IGD RSAD Tk.II Udayana dengan

cedera kepala sedang dengan GCS 9 (E3 M3 V3) dan hilang kesadaran

selama ± 20 menit akibat kecelakaan sepeda motor. Amnesia (-), cephalgia

(sulit dinilai), mual (-), dan muntah (-). Pada pemeriksaan fisik didapatkan

tanda-tanda vital dan primary survey stabil. Pada status generalis tidak

ditemukan rhinorrhea (-), otorrhea (-), dan yang lain dalam batas normal.

Pemeriksaan neurologi didapatkan kesadaran GCS 8, rangsang meningeal

(+), tanda kenaikan TIK (-), serta pemeriksaan nervus kranial, kekuatan

motorik, sensorik, fungsi otonom, fungsi koordinasi, dan fungsi luhur tidak

dapat dilakukan karena pasien tidak bisa menuruti perintah. Pada status

lokalis terdapat hematom pada regio zygoma, regio supra orbita sinistra,

regio mamae sinistra, region pedis sinistra. Pemeriksaan darah rutin

ditemukan penurunan jumlah hemoglobin, hematocrit serta kenaikan

jumlah leukosit dan pada hasil CT-scan kesan perdarahan intracerebral.

3.6 Diagnosis Kerja

Diagnosis neurologis Diagnosis klinis : cedera kepala sedang Diagnosis topis : cerebri kanan dan kiri Diagnosis etiologis : trauma kapitis

3.7 Penatalaksanaan

Non medikamentosa Pro Rawat di ICU Pro diintubasi dengan ventilator jika GCS turun Observasi di ICU (Monitoring tanda-tanda vital (tekanan darah,

nadi, temperatur, laju nafas) dan juga perkembangan gejala

pada pasien. Pemasangan sungkup O2 8 LPM, Head up 40O

Balance cairan ketat Konsul Bedah Saraf CT-Scan ulang Diet : SV 5 x 200 cc

Medikamentosa IVFD RL + Neurobion , RL + 3 amp tofedex Dalam 24 jam

19

Page 20: BAB I PENDAHULUANdocshare01.docshare.tips/files/28447/284474639.pdfoksigenasi : berikan oksigen melalui nasal atau canule, lakukan intubasi bila dibutuhkan, control terhadap pernapasan,

Plasminex 3 x 1 Vit.K 1 x 1 Acran 2 x 1 Tertacef 3 x 1 Manitol 300 cc

3.8 PrognosisAd vitam : dubius ad bonamAd sanationam : dubius ad bonamAd fungsionam : dubius ad bonam

3.9 KIE

- Gaya hidup sehat, minum air minimal 8 gelas perhari, kurangi minum

kopi dan merokok, rajin berolahraga.

- Melakukan kontrol rutin ke Rumah Sakit untuk mengetahui perkembangan

penyakit

BAB III

PEMBAHASAN

TEORI KASUS1. Batu staghorn adalah batu bentuknya

yang menyerupai tanduk, dan mempunyai

cabang-cabang. Batu jenis ini dapat

berukuran kecil atau besar tergantung

dari ukuran ginjalnya (Liou, 2009).

1. Pada Pasien ini dilakukan

pemeriksaan penunjang radiologi

(BOF) yang menunjukkan adanya

gambaran radioopaq yang menyerupai

tanduk pada renal bilateral.

20

Page 21: BAB I PENDAHULUANdocshare01.docshare.tips/files/28447/284474639.pdfoksigenasi : berikan oksigen melalui nasal atau canule, lakukan intubasi bila dibutuhkan, control terhadap pernapasan,

2. Secara epidemiologis terdapat

beberapa faktor yang mempermudah

terjadinya batu saluran kemih pada

seseorang, yaitu faktor intrinsic

(Herediter, Umur, Jenis kelamin) dan

faktor ekstrinsik (Geografi, Iklim dan

temperature, Asupan air, Diet, Pekerjaan)

2. Etologi terjadinya batu staghorn

pada pasien ini tidak dapat diketahui

secara pasti. Jika dilihat dari faktor

intriksik, tidak ditemukan adanya

faktor herediter maupun jenis

kelamin, umur pasien saat ini 45

tahun merupakan salah satu faktor

risiko intrinsik insiden batu ginjal.

Faktor ekstrinsik lebih berperan pada

kasus ini yang didapat dari pengakuan

pasien yang asupan air mineralnya

yang kurang serta keseharian pasien

dengan aktivitas sehari-hari dominan

adalah duduk.

3. Keluhan yang disampaikan oleh pasien

tergantung pada posisi atau letak batu,

besar batu dan penyulit yang telah terjadi

keluhan yang paling sering dirasakan

oleh pasien adalah nyeri pada pinggang.

Nyeri ini mungkin berupa nyeri kolik

ataupun bukan kolik. Hematuria seringkali dikeluhkan oleh

pasien akibat trauma pada mukosa

saluran kemih yang disebabkan oleh batu.Dapat juga ditemukan mual muntah

dikarenakan adanya jalur syaraf yang

menginervasi pelvis ginjal, lambung dan

intestine melalui axis celiacus dan syaraf

vagal afferent

3. Pasien mengeluhkan nyeri

pinggang kanan dan kiri yang

menetap, terkadang bertambah nyeri

saat beraktifitas. Pasien juga

mengeluhkan mual-mual tanpa diikuti

muntah, rasa terbakar maupun nyeri

pada ulu hati disangkal oleh pasien.

Kencing pasien dikatakan sedikit dan

kekuningan tanpa adanya darah.

4. Batu saluran kemih pada umumnya

mengandung unsur kalsium oksalat atau

kalsium fosfat, asam urat, magnesium

ammonium fosfat (MAP), xanthyn, sistin

4. Dari hasil pemeriksaan pada pasien

didapatkan gambaran radio-opaq pada

x-ray ginjal (BOF). Gambaran

tersebut mengisi hampir keseluruhan

21

Page 22: BAB I PENDAHULUANdocshare01.docshare.tips/files/28447/284474639.pdfoksigenasi : berikan oksigen melalui nasal atau canule, lakukan intubasi bila dibutuhkan, control terhadap pernapasan,

dan silikat. calik ginjal sampai pyelum yang

menyerupai tanduk rusa (Staghorn).

Diduga batu tersebut merupakan batu

jenis pertama yaitu batu kalsium yang

merupakan jenis batu yang paling

umum dijumpai. Faktor risiko

terbentuknya batu kalsium pada

pasien adalah konsumsi supplement

untuk menambah kepadatan tulang

sejak lama serta asupan air mineral

yang kurang dari 1 liter perhari,

pasien mengkonsumsi teh atau kopi

kurang lebih 1-2 x perhari.

5. Untuk menegakkan diagnosis, dapat

dilakukan dengan anamnesa, pemeriksaan

fisik, pemeriksaan laboratorium dan

pemeriksaan radiologi.

Keluhan yang dialami pasien dengan batu

saluran kencing adalah nyeri, pasien

dapat mengeluh nyeri dari pinggang,

simfisis pubis, paha, genitalia, atau

bahkan skrotum dan klitoris yang

bergantung pada lokasi batu.

Pada pemeriksaan fisik abdomen

biasanya didapatkan nyeri tekan pada

daerah pinggang. Pemeriksaan lain yang

dapat dilakukan adalah perkusi pada

daerah pertemuan antara tulang costa

terahir dengan tulang belakang

(Costovertebra Angel). Ballontment

dilakukan untuk menilai besarnya ginjal.

Pemeriksaan sedimen urin menunjukkan

5. Diagnosis pasien ini ditengakkan

melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan penunjang laboratorium dan

raadiologi.

Dari anamnesis yang mengarah untuk

penegakan diagnosis antara lain;

keluhan nyeri pada pinggang kanan

dan kiri sejak kurang lebih 3 bulan

yang dikatakan menetap, dan

bertambah nyeri saat beraktifitas,

mual, kencing agak seret serta

berwarna kekuningan. Reffered pain

negatif.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan

nyeri ketok CVA kanan dan kiri.

Pada pemeriksaan penunjang

urinalisis ditemukan kristal kalsium

oksalat, pada foto polos abdomen

tampak batu yang menyerupai tanduk

22

Page 23: BAB I PENDAHULUANdocshare01.docshare.tips/files/28447/284474639.pdfoksigenasi : berikan oksigen melalui nasal atau canule, lakukan intubasi bila dibutuhkan, control terhadap pernapasan,

adanya leukosituria, hematuria, dan

dijumpai kristal-kristal pementuk batu.

Pembuatan foto polos abdomen bertujuan

untuk melihat kemungkinan adanya batu

radio-opak di saluran kemih. Batu-batu

jenis kalsium oksalat dan kasium fosfat

bersifat radio-opak

Pemeriksaan USG dapat menilai adanya

batu di ginjal atau di buli-buli (yang

ditunjukkan sebagai echoic shadow),

hidronefrosis, pionefrosis, atau

pengerutan ginjal

rusa dan mengisi sebagian besar kalik

ginjal kanan dan kiri, dan pada USG

abdomen disimpulkan adanya

nephrolithiasis bilateral.

6. Penatalaksan pada batu saluaran

kencing antara lain : Medika mentosa,

ESWL (Extracorporeal Shockwave

Lithotripsi), Endourologi, Bedah

Laparoskopi, Pembedahan terbuka antara

lain pielotomi atau nefrolitotomi untuk

mengambil batu pada ginjal dan

ureterolitotomi untuk batu di ureter

6. Pada pasien dilakukan open

nefrolitotomy oleh dr. Kardi Suteja,

SpU di salah satu rumah sakit swasta

denpasar.

7. Komplikasi yang dapat terjadi antara

lain : Obstruksi, karena aliran urin

terhambat oleh batu. Infeksi saluran kemih

Infeksi dapat terjadi karena batu

menimbulkan inflamasi saluran

kemih dan terhambatnya aliran urin. Gagal ginjal akut

Gagal ginjal akut dapat terjadi karena

urin yang tidak dapat mengalir, akan

kembali lagi ke ginjal, menekan

bagian dalam ginjal dan

mempengaruhi aliran darah keginjal,

7. Pada pasien ini belum ditemukan

tanda-tanda obstruksi saluran

kencing, ataupun gagal ginjal akut.

Untuk sementara hanya ditemukan

komplikasi berupa infeksi saluran

kencing pada pasien dimana hal ini

sangat umum terjadi pada kasus batu

saluran kencing.

23

Page 24: BAB I PENDAHULUANdocshare01.docshare.tips/files/28447/284474639.pdfoksigenasi : berikan oksigen melalui nasal atau canule, lakukan intubasi bila dibutuhkan, control terhadap pernapasan,

sehingga dapat menimbulkan

kerusakan pada organ tersebut

BAB IV

KESIMPULAN

1. Batu ginjal (nefrolithiasis) adalah suatu keadaan yang tidak normal di dalam

ginjal dimana terdapat komponen kristal dan matriks organic2. Batu staghorn adalah demikian karena bentuknya yang menyerupai tanduk,

dan mempunyai cabang- cabang.batu jenis ini dapat berukuran kecil atau besar

tergantung dari ukuran ginjalnya3. Etiologi batu ginjal terdiri dari 2 faktor yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik.

Faktor instrinsik herediter, umur, jenis kelamin. Faktor ekstrinsik geografi,

iklim, diet, pekerjaan.4. Jenis batu saluran kencing, kalsium, batu struvit, batu asam urat, dan batu

jenis lain.5. Penegakan diagnosis batu ginjal yaitu dengan anamnesis, pemeriksaan fisik,

serta dapat dilakukan pemeriksaan penunjang seperti foto polos abdomen,

ultrasonografi, pielografi intravena.6. Penatalaksanaan bisa dengan medikamentosa, ESWL, endourologi, bedah

laparoskopi, dan pembedahan terbuka7. Komplikasi ISK, Obstruksi, gagal ginjal akut.

24

Page 25: BAB I PENDAHULUANdocshare01.docshare.tips/files/28447/284474639.pdfoksigenasi : berikan oksigen melalui nasal atau canule, lakukan intubasi bila dibutuhkan, control terhadap pernapasan,

DAFTAR PUSTAKA

Lidi, Yhang. 2012. Gambaran Radiologi Hidronefrosis dan hidroureter dextra

pada Pasien Laki-Laki usia 42 Tahun.

Liou, Louis. Kidney stone. 2009.di Di

http://www.umm.edu/ency/article/000458.htm#ixzz2OOaxPKmc padatangg

al 10 April 2013.

Martini, Frederich. 2006. The Urinary System in Fundamentals of Anatomy and

Physiology. San Francisco: Perason Education, Inc.

Moe. W. Orson. 2006. Kidney stones: pathophysiology and medical management.

Diakses di www.researchgate.net padatanggal 10 April 2013.

Nevins,Patricia. 2010.Complication From Kidney Stone. Diakses dari

http://www.livestrong.com/article/91839-complications-kidney-stones/

pada tanggal 11 April 2013

Prince, Sylvia dan Lorrane ,Wilson. 2003. Gangguan Sistem Ginjal dalam

Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Purnomo, Basuki. 2008. Anatomi Sistem Urogenital dalam Dasar-Dasar Urologi.

Sagung Seto: Jakarta.

Santoso, et al., 2005. Paduan Penatalaksanaan Pediatric Urology

25

Page 26: BAB I PENDAHULUANdocshare01.docshare.tips/files/28447/284474639.pdfoksigenasi : berikan oksigen melalui nasal atau canule, lakukan intubasi bila dibutuhkan, control terhadap pernapasan,

Sherwood, Lauralee. 2010. Human Phsysiology : from cells to systems Seventh

Edition: 517-524. Jakarta:EGC

Taher, Akmal et al. 2005. Penggunaan Extracorporeal Shockwave Lithotripsy

pada Batu Saluran Kemih diakses di buk.depkes.go.id/index pada tanggal

20 Maret 2013

26