bab i metlit

11
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mengakibatkan terjadinya perubahan dan perkembangan masyarakat yang lebih kompleks. Perkembangan tersebut melahirkan masalah dan tuntutan yang lebih baru. Pendidikan bertugas menjawab tantangan-tantangan dan memecahkan masalah sosial serta menjawab tantangan itu, diwujudkan dalam bentuk perbaikan dan pembaharuan pendidikan. Pemerintah berusaha meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan dengan tujuan dapat mengimbangi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Program pendidikan yang ada agar selalu relevan dengan kebutuhan masyarakat, perlu adanya pengembangan pendidikan dan harus menyertakan masalah-masalah dasar yang dihadapi saat ini.

Upload: fransiscus-tri-wibowo

Post on 12-Apr-2016

212 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

metlit

TRANSCRIPT

Page 1: Bab i Metlit

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mengakibatkan terjadinya

perubahan dan perkembangan masyarakat yang lebih kompleks. Perkembangan

tersebut melahirkan masalah dan tuntutan yang lebih baru. Pendidikan bertugas

menjawab tantangan-tantangan dan memecahkan masalah sosial serta menjawab

tantangan itu, diwujudkan dalam bentuk perbaikan dan pembaharuan pendidikan.

Pemerintah berusaha meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan dengan tujuan

dapat mengimbangi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Program pendidikan

yang ada agar selalu relevan dengan kebutuhan masyarakat, perlu adanya

pengembangan pendidikan dan harus menyertakan masalah-masalah dasar yang

dihadapi saat ini.

Pendidikan sampai saat ini masih diyakini sebagai salah satu usaha yang

dapat dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kualitas sumber daya

manusia dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan dunia usaha/ industri.

Keberhasilan sekolah sangat ditentukan oleh kualitas orang-orang yang bekerja di

dalamnya. Penentu keberhasilan pendidikan juga ditentukan oleh kinerja guru.

Gurulah yang secara operasional memiliki tugas utama mendidik, mengajar,

membimbing, mengarahkan, melatih, dan mengevaluasi peserta didik (UU RI Nomor

Page 2: Bab i Metlit

14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 1 ayat 1). Pelaksanaan tugas-tugas

profesionalnya terungkap dari kinerja guru tersebut.

Seperti pernyataan di atas bahwa kinerja guru dalam suatu sekolah akan

menentukan sejauh mana keberhasilan sekolah tempat guru tersebut mengajar.

Demikian juga dengan yang terjadi di SMA N 31 Jakarta keberhasilan sekolah

tersebut bergantung dengan kinerja guru yang mengajar siswa SMA tersebut.

Kenyataan yang terjadi adalah prestasi sekolah SMA N 31 Jakarta mengalami

penurunan baik di bidang akademik maupun non akademik pada kurun waktu 2012-

2014 ini penurunan yang terjadi cukup signifikan dari sekolah terbaik (urutan ke-1) di

Jakarta Timur menjadi urutan ke-3 dikalahkan prestasinya oleh SMA N 54 dan SMA

N 22 Jakarta. Berdasarkan pernyataan diatas dikatakan bahwa salah satu penentu

keberhasilan sekolah adalah kinerja guru, berarti apabila keberhasilan atau prestasi

sekolah tersebut menurun maka dapat dikarenakan rendahnya kinerja guru di SMA N

31 Jakarta.

Kinerja personal guru terkait dengan produktivitas sekolah, yang merupakan

tujuan akhir dari suatu penyelenggaraan pendidikan. Kinerja disini adalah proses

yang menentukan produktivitas sekolah, produktivitas sekolah diukur dari prestasi

belajar siswa. Untuk mengahasilkan prestasi belajar siswa yang tinggi/ baik maka

yang perlu di perhatikan adalah proses pembelajarannya yaitu kinerja guru dalam

proses tersebut. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa tidak ada prestasi belajar

yang baik tanpa adanya kinerja guru yang baik pula.

Page 3: Bab i Metlit

Dalam peningkatan kinerja guru terdapat banyak faktor atau variabel, tetapi

dari banyak faktor atau variabel tersebut terdapat tiga variabel yang memiliki

hubungan yang erat dengan kinerja guru adalah motivasi berprestasi, kinerja kepala

sekolah, dan supervisi sekolah. Motivasi berprestasi merupakan salah satu variabel

yang dapat mempengaruhi kinerja guru, motivasi berpestasi sebagai dorongan untuk

sukses dalam situasi kompetisi yang didasarkan pada ukuran keunggulan dibanding

standarnya sendiri maupun orang lain. Sesuai dengan realita yang terjadi di SMA N

31 Jakarta nampaknya guru-guru yang ada guru tidak memiliki motivasi untuk sukses

dalam pekerjaannya. Hal ini tergambarkan saat berlangsungnya proses belajar

mengajar di dalam kelas, guru tidak terlalu aktif untuk mengajar malahan cenderung

pasif tidak adanya semangat dalam mengajar, dan terkesan seperti tidak memiliki

niatan untuk mengajar. Ukuran aktif atau pasif dilihat dari metode mengajar yang

diterapkan hanyalah ceramah tidak menggunakan metode belajar yang lain, terlihat

kurangnya minat membuat guru segan untuk membuat variasi dalam mengajar. Maka

dapat dikatakan guru tersebut tidak memiliki motivasi berprestasi akibatnya kinerja

guru tersebut menjadi rendah baik secara langsung maupun tidak langsung.

Kinerja kepala sekolah adalah aktivitas, perilaku, dan produktivitas kepala

sekolah dalam mengelola sekolah menjadi sekolah dengan manajemen dan layanan

belajar yang bermutu dan mampu bersaing dengan mutu sekolah sejenis. Kinerja

kepala sekolah dalam mengontrol guru dalam hal pengawasan terhadap proses belajar

mengajar juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi apakah kinerja guru

Page 4: Bab i Metlit

tersebut baik atau tidak. Dilihat dari realita yang dijabarkan di atas bahwa dalam

proses mengajar guru tidak memiliki motivasi berprestasi untuk bersaing dengan

sesama guru yang ada, padahal seharusnya apabila terdapat suatu kompetisi dari

mengajar antar sesama guru. Di sinilah peran kepala sekolah sangat dibutuhkan untuk

melakukan salah satu fungsinya yaitu pengawasan namun yang terjadi di SMA N 31

Jakarta adalah bukanlah demikian. Kepala sekolah yang baru diganti ini terkesan

acuh dan tidak melakukan tugasnya adalah mengawasi kinerja dari bawahan,

bawahan di sini yaitu guru jadi kepala sekolah harus mengawasi kinerja dari guru

yang bertugas di SMA N 31 jakarta. Hal ini pula berkaitan dengan fenomena yang

ada guru akan lebih termotivasi apabila diperhatikan/ diawasi oleh kepala sekolah

untuk beberapa tujuan pribadi ada beberapa guru yang melakukan hal demikian.

Karena ketatnya pengawasan secara tidak langsung akan meningkatkan kinerja guru,

dikarenakan adanya rasa takut dengan atasannya yaitu kepala sekolah.

Supervisi sekolah dilihat dari sudut pandang etimologi supervisi berasal dari

kata super dan vision yang masing-masing kata itu berarti atas dan penglihatan. Jadi

secara etimologis, supervisi adalah penglihatan dari atas bahwa kegiatan supervisi

dilakukan oleh atasan kepada bahawan. Dalam hal supervisi sekolah jabatan paling

tinggi adalah kepala sekolah dan yang diawasi adalah guru, kepala sekolah

mengawasi setiap gerakan guru dalam setiap proses pembelajaran untuk mengawasi

kinerja guru tersebut baik. Apabila kegiatan supervisi ini tidak berjalan dengan baik

atau dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan yang ada maka fungsi dari supervisi ini

Page 5: Bab i Metlit

tidak akan terasa manfaatnya dalam mengontrol dan memperbaiki kinerja guru dalam

sekolah tersebut. Dilihat dari kejadian yang terjadi di SMA N 31 Jakarta fungsi

supervise ini tidak berjalan, kepala sekolah jarang sekali ada di tempat paling tidak

untuk bertemu dengan kepala sekolah saja sudah sulit. Bila kepala sekolah jarang

terlihat hadir di lingkungan sekolah dan jarang sekali menghadiri rapat guru maka

dapat dipastikan fungsi dalam supervisi ini tidak berjalan, bagaimana bisa mengawasi

sedangkan untuk ada dalam kegiatan di lingkungan sekolahpun jarang.

Terdapat kasus dalam sebuah sekolah SMA di Jakarta yaitu SMAN 31 Jakarta

terjadi nya penurunan yang signifikan prestasi belajar siswa nya dilihat dari

perbandingan hasil ujian nasional tahun 2012 dengan hasil ujian nasional tahun 2013

terdapat penurunan yang cukup drastis saat tahun 2012 rata-rata nilai ujian nasional

siswa 8,78 dan menurun pada tahun 2014 menjadi 8,02 terlihat perbedaan yang cukup

signifikan. Hal tersebut mengundang kecurigaan peneliti mengenai kinerja guru

dalam proses pembelajaraan siswa menurut peneliti terjadi penurunan kinerja yang

disebabkan oleh motivasi berprestasi yang menurun.

Dari uraian kasus tersebut diperkirakan bahwa penyebab menurunnya kinerja

guru di SMAN 31 disebabkan oleh motivasi berprestasi yang rendah. Dalam

penelitian ini peneliti merasa tertarik untuk mencoba meneliti mengenai “Rendahnya

Kinerja Guru di SMAN 31 Jakarta.”

B. Identifikasi Masalah

Page 6: Bab i Metlit

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka dapat

dikemukakan bahwa rendahnya kinerja guru, disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:

1. Rendahnya Motivasi Berprestasi.

2. Rendahnya Kinerja Kepala Sekolah.

3. Rendahnya Supervisi Sekolah.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas penyebab

rendahnya kinerja guru memiliki banyak faktor penyebab, maka penelitian perlu

diberi batasan pada “Hubungan antara Motivasi Berprestasi dengan Kinerja Guru di

SMAN 31 Jakarta.” Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan waktu dan biaya dalam

proses berlangsungnya penelitian.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang telah ditentukan di atas, maka secara

umum dapat dijabarkan rumusan masalah sebagai berikut ini:

1. Apakah terdapat Hubungan Motivasi Berprestasi dengan Kinerja Guru di

SMAN 31 jakarta?

E. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:

Page 7: Bab i Metlit

1. Bagi akademik, dapat menambah atau memperkaya kajian teori di bidang

ilmu pengetahuan yang khususnya mengenai motivasi berprestasi guru

dan kinerja guru.

2. Bagi peneliti, untuk menambah wawasan mengenai hal-hal yang dapat

mempengaruhi kinerja guru.

3. Bagi masyarakat, dapat dijadikan pengetahuan umum mengenai motivasi

berprestasi dan kinerja guru.

4. Bagi tempat penelitian, dapat memperbaiki apa yang kurang setelah

adanya hasil penelitian ini diharapkan dapat mebantu dalam solusi untuk

meningkatkan kinerja guru.