bab i kala iii
DESCRIPTION
hshshshsTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu penyebab utama masih tingginya angka kematian ibu di
indonesia sekitar 307 per 100.000 kelahiran hidup adalah perdarahan, baik itu
pada ,masa kehamilan, persalinan maupun pada masa nifas. Perdarahan post
partum merupakan penyebab sekitar 30% dari keseluruhan kematian akibat
perdarahan.
Sebenarnya perdarahan postpartum dapat diturunkan dengan penanganan
yang optimal dari tenaga kesehatan. Akan tetapi, dalam menurunkan angka
kejadian perdarahan postpartum akibat perdarahan tidak hanya mengurangi resiko
kematian ibu, tetapi juga menghindarkannya dari resiko kesakitan yang
berhubungan dengan perdarahan postpartum seperti reaksi tranfusi, tindakan
operatif, dan infrksi. Jadi yang menjadi titik utama adalah ketrampilan dari
petugas dalam menangani kejadian perdarahan postpartum.
Pemantauan dilakukan pada ibu pasca persalinan dan mempersiapkan diri
akan adanya kejadian postpartum merupakan tindakan yang sangat penting.
Meskipun beberapa faktor diindikasikan dapat meningkatkan resiko perdarahan
persalinan, dua pertiga dari semua kasus perdarahan pasca persalinan terjadi pada
ibu tanpa faktor resiko yang diketahui sebelumnya dan tidak mungkin
memperkirakan ibu mana yang mengalami perdarahan pascapersalinan. Oleh
karena alasan tersebut, maka manajemen aktif kala III merupakan hal yang sangat
penting dalam upaya menurunkan kesakitan dan kematian ibu yang disebabkan
perdarahan pascapersalinan. Hal itu membuat WHO merekomendasikan agar
semua tenaga kesehatan yang menolong persalinan baik dokter maupun bidan
dapat melaksanakan manajemen aktif kalai III.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari kala III?
2. Bagaimana mekanisme dari pelepasan plasenta?
3. Bagaimana manajemen aktif kala III?
1
4. Apa saja kebutuhan ibu pada kala III?
5. Bagaimana patofisologi pada kala III?
6. Apa saja komplikasi dari kala III?
7. Bagaimanakah konsep asuhan keperawatan pada kala III?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari kala III.
2. Untuk mengetahui mekanisme dari pelepasan plasenta.
3. Untuk mengetahui manajemen aktif kala III.
4. Untuk mengetahui kebutuhan ibu pada kala III.
5. Untuk mengetahui patofisologi pada kala III.
6. Untuk mengetahui komplikasi dari kala III.
7. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada kala III.
2
BAB II
KONSEP TEORI
2.1 Definisi
Kala III merupakan periode waktu dimana penyusutan volume rongga
uterus setelah kelahiran bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya
ukuran tempat perlengketan plasenta. Oleh karena tempat perlengketan menjadi
kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah, maka plasenta menjadi berlipat,
menebal, dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan
turun ke bagian bawah uterus atau ke dalam vagina. (Saswita, 2011)
Kala III persalinan (kala uri) adalah periode waktu yang dimulai ketika
bayi lahir dan berakhir pada saat plasenta sudah dilahirkan seluruhnya. (Erawati,
2010)
Persalinan tahap III mulai kelahiran bayi dan diselesaikan dengan
pelepasan dan pengeluaran plasenta. Berakhir 1 sampai 30 menit, dengan rata-rata
lama 3-4 menit nulipara dan 4-5 menit pada multipara, tahap ini palimh pendek.
Penatalaksanaan dan pemantauan yang cermat perlu, namun, untuk mencegah
kasil negatif jangka panjang dan jangka pendek.
2.2 Mekanisme Pelepasan Plasenta
Plasenta adalah massa yang bulat dan datar. Permukaan maternal plasenta
berwarna antara keniruan dan kemerahan, serta tersusun dari lobus-lobus. Pada
plasenta bagian maternal inilah terjadi pertukaran darah janin dan maternal dan
darah janin. Permukaan plasenta pada fetal memiliki karakteristik halus, berwarna
putih, mengilap dan pada permukaannya dapat dilihat cabang vena dan arteri
umbilikalis. Dua selaput ketuban yang melapisi permukaan fetal adalah korion
dan amnion yang memanjang sampai ujung bagian luar kantong yang berisi janin
dan cairan amnion.
Tali pusat membentang dari umbilikus janin sampai ke permukaan fetal
plasenta. Umumnya memiliki panjang sekitar 56 cm. Tali pusat ini mengandung
3
tiga pembuluh darah : dua arteri yang berisi darah kotor janin menuju plasenta dan
satu vena yang mengandung oksigen menuju janin.
Pemisahan plasenta ditimbulkan dari kontraksi dan retraksi miometrium
sehingga mempertebal dinding uterus dan mengurangi ukuran area plasenta. Area
plasenta menjadi lebih kecil sehingga plasenta mulai memisahkan diri dari
dinding uterus karena plasenta tidak elastis seperti uterus dan tidak dapat
berkontraksi atau beretraksi. Pada area pemisahan, bekuan darah retroplasenta
terbentuk. Berat bekuan darah ini menambah tekanan pada plasenta dan
selanjutnya membantu pemisahan. Kontraksi uterus yang selanjutnya akan
melepaskan keseluruhan plasenta dari uterus dan mendorongnya keluar vagina
disertai dengan pengeluaran selaput ketuban dan bekuan darah retroplasenta.
Ada dua metode untuk pelepasan plasenta yaitu sebagai berikut:
1. Metode Schultze (pelepasan plasenta dimulai dati tengah atau sentral)
Metode yang lebih umum terjadi, plasenta terlepas dari satu titik dan
merosot ke vagina melalui lubang dalam kantong amnion, permukaan fetal
plasenta muncul pada vulva dengan selaput ketuban yang mengikuti di
belakang seperti payung terbalik saat terkelupas dari dinding uterus.
Permukaan maternal plasenta tidak terlihat dan bekuan darah berada dalam
kantong yang terbalik, kontraksi dan retraksi otot uterus yang
menimbulkan pemisahan plasenta juga menekan pembuluh darah dengan
kuat dan mengontrol perdarahan. Hal tersebut mungkin terjadi karena ada
serat otot oblik dibagian atas segmen uterus.
2. Metode Matthews Duncan (Pelepasan plasenta dapat dimulai dari pinggir)
Plasenta turun melalui bagian samping dan masuk ke vulva dengan
pembatas lateral terlebih dahulu seperti kancing yang memasuki lubang
baju, bagian plasenta tidak berada dalam kantong. Pada metode ini,
kemungkinan terjadinya bagian selaput ketuban yang tertinggal lebih besar
karena selaput selaput ketuban tersebut tidak terkelupas semua selengkap
metode schultze. Metode ini adalah metode yang berkaitan dengan
plasenta letak rendah di dalam uterus. Proses pelepasan berlangsung lebih
lama dan darah yang hilang sangat banykak (karena hanya ada sedikit serat
oblik di bagian bawah segmen)
4
3. Metode Ahfeld (Pelepasan plasenta dapat bersamaan)
Fase pengeluaran plasenta alah sebagai berikut :
1. KUSTNER : dengan meletakkan tangan disertai tekanan pada atau di atas
simfisis, tali pusat ditegangkan, maka bila tali pusat masuk berarti plasenta
belum lepas, tetapi bila diam atau maju berarti plasenta sudah lepas
2. KLEIN : sewaktu ada his, rahim didorong sedikit, bila tali pusat kembali
berarti plasenta belum lepas, tetapi bila diam atau turun berarti plasenta
sudah lepas
3. STRASSMAN : tegangkan tali pusat dan ketok pada fundus, bila tali pusat
bergetar berarti plasenta belum lepas, tetapi bila tidak bergetar berarti
plasenta sudah lepas
Normalnya, pelepasan plasenta berkisar ¼ atau ½ jam sesudah bayi lahir,
namun bila terjadi banyak perdarahan atau bila pada persalinan sebelumnya ada
riwayat perdarahan postpartum, maka tidak boleh menunggu, sebaiknya plasenta
dikeluarkan dengan tangan. Selain itu, bila perdarahan sudah lebih dari 500 cc
atau satu nierbeken, sebaiknya plasenta langsung dikeluarkan.
Tanda-tanda pelepasan plasenta adalah sebagai berikut :
1. Bentuk uterus berubah menjadi globular dan terjadinya perubahan tinggi
fundus
Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus
berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. Setelah uterus
berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau
seperti buah pear atau alpukat dan fundus berada di atas pusat.
2. Tali pusat memanjang
Tali pusat telihat menjulur keluar melalui vulva3. Semburan darah tiba-tiba
Darah yang terkumpul di belakang plasenta akan membantu mendorong
plasenta keluar di bantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah
( retroplasental pooling ) dalam ruang di antara dinding uterus dan permukaan
dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya maka darah akan tersembur keluar
dari tepi plasenta yang terlepas. Tanda ini kadang – kadang terlihat dalam waktu
satu menit setelah bayi lahir dan biasanya dalam 5 menit.
5
2.3 Manajemen aktif Kala III
Tujuan manajemen aktif kala III adalah untuk menghasilkan kontraksi
uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu setiap kala,
mencegah perdarahan, dan mengurangi kehilangan darah kala III persalinan jika
dibandingkan kala III fisiologis. Sebagian besar kasus kesakitan dan kematian ibu
di indonesia disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan dimana sebagian besar
disebabkan oleh atonia uteri dan retensio plasenta yang sebenarnya dapat dicegah
dengan melakukan manajemen aktif kala III.
Keuntungan-keuntungan manajemen aktif kala III adalah sebagai berikut :
1. Persalinan kala III yang lebih singkat
2. Mengurangi jumlah kehilangan darah
3. Mengurangi kejadian retendio plasenta
Manajemen aktif kala III terdiri atas tiga langkah utama yaitu sebagai berikut
1. Pemberian sungkitan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir
a. Serahkan bayi yang telah terbungkus kain pada ibu untuk diberikan ASI
b. Letakkan kain bersih diatas perut ibu
c. Periksa uterus untuk memastikan tidak ada bayi yang lain
d. Beritahu pada ibu bahwa ia akan disuntik
e. Segera suntikkan oksitosin 10 unit IM pada 1/3 bagian atas paha luar
2. Melakukan penegangan tali pusat terkendali (PTT)
a. Beridiri disamping ibu
b. Pindahkan klem tali pusat sekitar 5 – 20 cm dari vulva
c. Letakkan tangan yang lain pada abdomen ibu ( beralaskan kain ) tepat
diatas simpisis pubis.
d. Bila placenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali
(sekitar 2 atau 3 menit berselang) untuk mengulangi kembali PTT.
e. Saat mulai berkontraksi (uterus bulat atau tali pusat menjulur)
tegangkan tali pusat kearah bawah, lakukan tekanan dorso
cranial hingga tali pusat makin menjulur dan korpus uteri bergerak ke
atas yang menandakan placenta telah lepas dan dapat dilahirkan.
6
f. Tetapi jika langkah kelima diatas tidak berjalan sebagaimana mestinya
dan placenta tidak turun setelah 30 -40 detik dimulainya penegangan
tali pusat dan tidak ada tanda-tanda yang menunjukkkan lepasnya
placenta, jangan teruskan penegangan tali pusat:
a) Pegang klem dan tali pusat dengan lembut dan tunggu sampai
kontraksi berikutnya. Jika perlu, pindahkan klem lebih dekat ke
perineum pada saat tali pusat memanjang.
b) Pada saat kontraksi berikutnya terjadi, ulangi penegangan tali
pusat terkendali dan tekanan dorso cranial pada korpus uteri
secara serentak. Ikuti langkah-langkah tersebut pada setiap
kontraksi hingga terasa placenta terlepas dari dinding uterus.
g. Setelah placenta terlepas, anjurkan ibu untuk meneran agar placenta
terdorong keluar melalui introitus vagina. Tetap tegangkan tali pusat
dengan arah sejajar lantai (mengikuti poros jalan lahir).
h. Saat placenta terlihat pada introitus vagina, lahirkan placenta dengan
mengangkat tali pusat ke atas dan menopang placenta dengan tangan
lainnya untuk meletakkan dalam wadah penampung.karena selaput
ketubn mudah robek, maka pegang placenta dengan kedua tangan dan
secara lembut putar placenta dalam satu arah hingga selaput ketuban
terpilin menjadi satu.
i. Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan – lahan untuk
melahirkan selaput ketuban.
j. Jika selaput ketuban robek dan tertinggal dijalan lahir saat melahirkan
placenta, dengan hati-hati periksa vagina dan servik secara seksama.
Gunakan jari-jari tangan atau klem DDT atau forcep untuk
mengeluarkan selaput ,ketuban yang teraba
3. Masase fundus uteri
a. Letakkan telapak tangan pada fundus uteri
b. Jelaskan tindakan kepada ibu, bahwa ibu mungkin merasa agak tidak
nyaman karena tindakan yang diberikan, oleh karena itu anjurkan ibu
untuk menarik nafas dalam dan perlahan secara rileks
7
c. Dengan lembut gerakkan tangan dengan arah memutar pada fundus
uteri supaya uterus berkontraksi. Jika uterus tidak berkontraksi dalam
15 detik lakukan penatalaksanaan atonia uteri.
d. Periksa placenta dan selaputnya untuk memastikan keduannya lengkap
dan utuh.
e. Periksa placenta sisi maternal untuk memastikan semua bagian
lengkap dan utuh.
a) Pasangkan bagian- bagian placenta yang robek atau terpisah untuk
memastikan tidak ada bagian yang hilang.
b) Periksa placenta sisi futal untuk memastikan tidak adanya
kemungkinan lobus tambahan (suksenturiata)
c) Evaluasi selaput untuk memastikan kelengkapannya.
f. Periksa kembali uterus setelah 1 – 2 menit untuk memastikan uterus
berkontraksi. Jika uterus masih belum berkontraksi baik, ulangi
masase.
g. Periksa kontraksi uterus tiap 15 menit dalam 1 jam PP dan tiap 30
menit dalam 2 jam PP.
2.4 Kebutuhan ibu pada kala III
Ibu pada kala ini secara fisik mengalami suatu keadaan yang lelah setelah
proses persalinan, terlebih lagi pada primipara di mana kala I persalinanannya
cukup memakan waktu yang lama. Ibu membutuhkan rasa nyaman dan tenang
untuk istirahat. Selain itu, nutrisi dan cairan juga sangat penting untuk
mengembalikan energi dan kondisi ibu setelah proses persalinan.
Secara psikologis ibu pada saat ini merasakan kebahagiaan dan perasaan senang
karena bayinya telah lahir. Ibu membutuhkan kedekatan dengan bayinya dan
perhatian dari orang yang ada di dekatnya untuk membantu agar ia dapat
memeluk atau mendekap bayinya.
2.5 Patofisiologi
Pada kala III, otot uterus ( miometrium ) berkontraksi mengikuti
penyesuaian volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini
8
menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena tempat
perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka
plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah
lepas, plasenta akan turun kebagian bawah uterus atau ke dalam vagina. Setelah
janin lahir, uterus mengadakan kontraksi yang mengakibatkan penciutan
permukaan kavum uteri, tempat implantasi plasenta. Akibatnya, plasenta akan
lepas dari tempat implantasinya.
2.6 Komplikasi persalinan kala III
Sebagian besar kematian maternal terjadi dalam waktu 4 jam setelah
melahirkan dan merupakan akibat dari masalah yang timbul dari kala III.
2.6.1 Perdarahan kala III
Perdarahan kala III adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml setelah kelahiran
plasenta. Perdarahan yang banyak pada waktu yang pendek dapat segera
diketahui, tetapi bila perdarahan sedikit dalam waktu yang lama tanpa kita sadari
penderita telah kehilangan darah sebelum tanpak pucat dan gejala lainya.
Seorang ibu dapat meninggal karena perdarahan paskapersalinandalam waktu
kurang dari 1 jamsetelah kelahiran bayi karena alasan tersebut. Penatalaksanaan
kala III sesuai dengan standar dan penerapan manajemen aktif kala III merupakan
cara terbaik dan sangat penting untuk mengurangi kematian ibu.
Penyebab perdarahan pada pascasalin dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini.
1. Atonia uteri
Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana miometrium tidak dapat
berkontraksi. Bila keadaan ini terjadi, maka darah yang keluar dari bekas
tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali.
Bebrapa faktor yang terkait dengan perdarahan pascapersalinan yang
disebabkan oleh atonia uteri adalah sebagai berikut.
1. Penyebab uterus membesar selama kehamilan, diantaranya pada
hidramnium ( jumblah air ketuban yang berlebih) pada kehamilan
9
gmelli (kembar) dan janin yang besar misalnya pada ibu diabetes
militus.
2. Kala I/II memenjang
3. Persalinan cepat (partus presipitstus)
4. Persalinan yang diindikasikan atau dipercepat dengan
oksitosin/augmentasi
5. Infeksi intrapartum
6. Multiparitas tinggi(grande multipara)
7. Magnesium sulfat yang digunakan untuk mengendalikan kejang pada
preeklamsi/eklamsi.
Mengenal tanda dan gejala sangat penting dalam penentuan diagnosa dan
penatalaksanaanya.
1. Perdarahan per vaginam
2. Konsistensi rahim lunak
3. Fundus uteri naik
4. Terdapat tanda-tanda syok
- Nadi cepat lemah
- TD yang rendah
- Pucat
- Keringat/kulit dingin dan terasa lembab
- Pernafasan cepat
- Gelisa,bingung, atau kehilangan kesadaran
- Urine yang sedikit
2. Retensio Plasenta
Hampir sbagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oleh
gangguan kontraksi uterus. Pengertian retensio plasenta adalah
bertambahnya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30
menit setelah bayi lahir.
Jenis retensio plasenta adalah sebgai berikut.
1. Plasenta adhesiva: implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta
sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme perpisahan fisiologis
10
2. Plasenta akreta: implantasi jimjot korion plasenta hingga memasuki
sebagian lapisan miometrium.
3. Plasenta inkreta: implantasi jonjot korion plansenta hingga mencapai
atau memasuki miometrium.
4. Plasenta perkreta: implantasi jonjot korion yang menembus lapisan
otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
5. Plasenta inkarserata: tertahanya plasenta didalam kavum uteri,
disebabkan oleh kontraksi ostium uteri.
3. Perlukaan Jalan Lahir
Robek jalan lahir merupakan penyebab kedua dari perdarahan
pascapersalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri.
Perdarahan pascapersalinan dapat kontraksi uterus yang baikumumya
disebabkan oleh robekan jalan lahir.
Penyebab yang paling sering adalah pimpinan persalinan yang salah
seperti pembukaan belum lengkan sudah dilakukan pimpinan persalinan
dan tindakan mendorong kuat fundus uteri.
Larasi jalan lahir diklasifikasikan berdasarkan luasnya robekan yaitu
sebagai berikut.
1. Derajat Satu
Robekan sampai mengenaik mukosa vagina dan kulit perineum.
2. Derajat dua
Robekan sampai mengenaik mukosa vagina, kulit perineum, dan otot
perineum.
3. Derajat tiga
Robekan sampai mengenaik mukosa vagina dan kulit perineum, otot
perineum, dan otot sfingter ani eksternal.
4. Derajat Empat
Robekan sampai mengenaik mukosa vagina dan kulit perineum, otot
perineum, otot sfingter ani eksternal dan mukosa rektum.
4. Robekan servik
11
1. Robekan servik sering terjadi pada sisa lateral karena servik yang
terjalur akan mengalami robekaan pada posisi spina iskiadika
karena tertekan oleh kepala bayi.
2. Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi
perdarahan banyak, maka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan
kana dari porsio.
3. Jepitkan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga
perdarahan dapat segera dihentikan. Jika setela dieksplorasi
lanjutan tidak dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan. Jahit
mulai dari ujung atas robekaan kemudian kearah luar sehingga
semua robekan dapat dijahit.
4. Setelah tindakan, priksa tanda vital klien, kontraksi uterus, tinggi
fundus uteri, dan perdarahan pascatindakan.
5. Beri antibiotik propilaksis, kecuali bila jelas ditemukan tanda
infeksi.
6. Bila terjadi devisit cairan lakukan restorasidan bila kadar Hb di
bawah 8 g% berikan transfusi darah
2.6.2 Tindakan Pada Komplikasi Pada Kala III
Kompresi bimanual internal dan eksternal
Kompresi bimanual adalah serangkaian proses yang digunakan untuk
menghentikan perdarahan setelah mekanik. Proses mekanik yang digunakan
adalah dengan aplikasi tekanan pada korpus uteri sebgai upaya penganti kontraksi
miometrium. Kontraksi miometrium digunakan menjepit anyaman cabang-cabang
pembulu darah besar yang terdapat diantaranya.
Indikasi
Perdarahan yang disebabkan oleh atonia uteri, kompresi bimanual dilakukan jika
terjadi atonia uteri pascapersalinan. Dalam kasus ini, uterus tidak berkontraksi
dengan penatalaksanaan aktif kala III selaama 15 detik setelah plasenta lahir.
1. Kaji ulang indikasi
2. Kaji ulang prinsip dasar perawatan.
3. Berikan dukungan emosional /psikologis ibu.
12
4. Cegaah infeksi sebelum tindakan.
5. Kosongkan kandung kemih, pastikan perdarahan karena atonia uteri.
6. Segera lakukan kompres bimanual internal selama 5 menit jika
perdarahaan karena atonia uteri.
7. Pastikan plasenta lahir lengkap.
Kompres Bimanual Internal (KBI)
1. Pakasi sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril. Dengan lembut
masukkan secara obsterti, tangan (menyatukan kelima ujung jari) melalui
introintus kedalam vagina ibu.
2. Periksa vagina dan servik. Jika ada selaput ketuban atau bekuan darah
pada kavum uteri mungkin hal ini yang menyebabkan uterus tidak
berkontraksi secara penuh atau sempurna.
3. Kepalkan angan dalam dan tempatkan pada forniks anterior, tekanan
dinding anterior uterus kearah tangan luar yang menahan, dan mendorong
dinding posterior uterus kearah depan sehingga uterus tertekan dari arah
depan belakang.
4. Tekan kuat uterus diantara kedua tangan. Kompresi uterus memberikan
tekanan langsung pada pembulu darah yang terbuka ( bekas implantasi
plasenta) di dinding uterus dan juga merangsang miomatrium untuk
berkontraksi.
Kompres Bimanual Eksternl (KBE)
1. Letakkan satu tangan pada dinding abdomen dan dinding depan korpus
uteri, serta diatas simfisis pubis
2. Letakkan tangan lain pada dinding abdomen dan dinding belakang korpus
uteri, sejsjsr dinding korpus depan uteri. Usahakan untuk
mencakup/memegang bagian belakang uterus seluas mungkin.
3. Lakukan kompres uterus dengan cara saling mendekatkan tangan depan
dan belakang agar pembulu darah didalam anyaman miometrium dapat
dijepit secara manual. Cara ini dapat menjepit pembulu darah uterus dan
membantu uterus untuk berkontraksi.
13
Kompresi Aorta Abdominalis
1. Raba pulsasi arteri formalis pada paha.
2. Kepalkan tangan kiri dan lakukan penekanan bagi pungung jari telunjuk
hingga kelingking pada umbilicus kearah kolumna vertebralis dengan arah
tegak lurus.
3. Dengan tangan kanan yang lain, raba pulsasi arteri formalis untuk
mengetahui cukup tidaknya kompresi:
a. Jika pulsasi masih teraba,artinya tekanan kompersi masih belum
cukup.
b. Jika kepalan tangan mencapai aorta aobdominalis, maka pulsasi arteri
formalis akan berkurang atau terhenti.
4. Jika (dengan bantuan asisten) hingga uterus berkontraksi dengan baik.
5. Jika perdarahan masih berlanjut, lakukan igasi uterine dan utero-ovarika,
jika perdarahan masih terus banyak, lakukan histerektomi supervagina
(tindakan ini dilakukan di RS)
Plasenta Manual
Plasenta manual adalah tindakan untuk melepaskan plasenta secara manual
(menggunakan tangan) dari tempat implantasinya dan kemudian melahirkanya
keluar dari kavum uteri. Indikasi : retensio plasenta dan plasenta adhesive.
Kontraindikasi: plasenta inkreta dan plasenta perkreta
14
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Aktivitas / Istiirahat
Perilaku dapat direntang dari senang sampai keletihan.
2. Sirkulasi
Tekanan darah meningkat saat curah jantung meningkat, kemudian
kembali ke tingkat normal dan cepat. Hipotensi dapat terjadi sebagai respon
terhadap analgesik dan anastesi. Frekuensi nadi melambat pada respon terhadap
perubahan curah jantung.
3. Makanan / Cairan
Kehilangan darah normal kira-kira 250-300 ml
4. Nyeri / Ketidaknyamanan
Dapat mengeluh tremor kaki/ menggigil.
5. Keamanan
Inspeksi manual pada uterus dan jalan lahir menentukan adanya robekan
atau laserasi. Perluasan episiotomi atau laserasi jalan lahir mungkin ada.
6. Seksualitas
15
Darah yang berwarna hitam dari vagina terjadi saat plasenta lepas dari
endometrium, biasanya dalam 1-5 menit setelah melahirkan bayi. Tali pusat
memanjang pada muara vagina. Uterus berubah dari diskoid menjadi bentuk
globular dan meninggikan abdomen.
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
kehilangan cairan secara tidak disadari, laserasi jalan lahir
2. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan, respon fisiologis setelah
melahirkan
3. Resiko tinggi cedera maternal berhubungan dengan posisi selama
melahirkan / pemindahan , kesulitan dengan pelepasan plasenta, profil
darah abnormal
3.3 Perencanaan
No Tujuan dan KH Intervensi Rasional
1. Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 2x24 jam
diharapkan pasien
terhindar dari resiko
kekurangan volume
cairan
Kriteria hasil :
- Tekanan darah dan
nadi pasien normal
- Mendemonstrasikan
kontraksi adekuat
dari uterus dengan
kehilangan darah
1. Instruksikan klien untuk
mendorong pada
kontraksi, bantu
mengarahkan
perhatiannya untuk
mengejan
2. Palpasi uterus ;
perhatikan ”ballooning”.
3. Pantau tanda dan gejala
kehilangan cairan
berlebihan atau syock
4. Tempatkan bayi di
payudara klien bila ia
1. Mengejan membantu
pelepasan dan pengeluaran,
menurunkan kehilangan
darahm dan meningkatkan
kontraksi uterus
2. Menunjukkan relaksasi
uterus dengan perdarahan
ke dalam rongga uterus
3. Hemoragi dihubungkan
dengan kehilangan cairan
lebih besar dari 500 ml
dapat dimanifestasikan oleh
peningkatan nadi,
penurunan TD, sianosis,
16
dalam batas normal merencanakanuntuk
memberi ASI
5. Catat waktu dan
mekanisme pelepasan
plasenta ; misalnya
mekanisme Duncan
versus mekanisme
Schulze
6. Dapatkan dan catat
informasi yang
berhubungan dengan
inspeksi uterus dan
plasenta untuk fragmen
plasenta yang tertahan
7. Hindari menarik tali
pusat secara berkebihan
8. Berikan cairan melalui
rute parenteral
9. Berikan oksitoksin
melalui rute IM atau IV
drip diencerkan dakam
karutan elektrolit, sesuai
indikasi
10. Bantu sesuai kebutuhan
dengan pengangkatan
plasenta secara manual
di bawah anestesi umum
dan kondisi steril
disorientasi, peka
rangsangan, dan penurunan
kesadaran
4. Penghisapan merangsang
pelepasan oksitoksin dari
hipofisis posterior,
meningkatkan kontraksi
miometrik dan menurunkan
kehilangan darah
5. Lebih banyak waktu
diperlukan bagi plasenta
untuk lepas, dan lebih
banyak waktu di mana
miometrium tetap rileks,
lebih banyak darah hilang
6. Jaringan plasenta yang
tertahan dapat
menimbulkan infeksi
pascapartum dan hemoragi
segera atau lambat
7. Kekuatan dapat
menimbulkan putusnya tali
pusat dan retensi fragmen
plasenta, meningkatkan
kehilangan darah
8. Bila kehilangan cairan
berlebihan, penggantian
secara parenteral membantu
memperbaiki volume
sirkulasi dan oksigenasi dari
organ vital
9. Meningkatkan efek
17
vasokonstriksi dalam uterus
untuk mengontrol
perdarahan pascapartum
setelah pengeluaran
plasenta
10. Intervensi manual perlu
untuk memudahkan
pengeluaran placenta dan
menghentikan hemoragi.
2. Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 1x24 jam
diharapkan nyeri
berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
- Klien mengetahui
penyebab nyeri
- Klien dapat
melakukan teknik
relaksasi dan
distraksi
- Skala nyeri 0
1. Bantu dengan
penggunaan teknik
pernapasan selama
perbaikkan pembedahan
bila tepat
2. Berikan kompres pada
perineum setelah
melahirkan
3. Ganti pakaian dan linen
basah
4. Berikan selimut
penghangat
5. Ajarkan teknik relaksasi
seperti nafas dalam
1. Pernapasan membantu
mengalihkan perhatian
langsung dari
ketidaknyamanan,
meningkatkan relaksasi
2. Mengkonstriksikan
pembuluh darah,
menurunkan edema, dan
memberikan kenyamanan
dan anastesi lokal
3. Meningkatkan
kenyamanan, hangat, dan
kebersihan
4. Kehangatan meningkatkan
relaksasi otot dan
meningkatkan perfusi
jaringan, menurunkan
kelelahan dan
meningkatkan rasa nyaman
5. Mengurangi rasa nyeri
3. Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
1. Palpasi fundus dan
masase dengan perlahan
1. Memudahkan pelepasan
plasenta
18
selama 1x 30 Menit
diharapkan tidak
terdapat adanya tanda –
tanda resiko. dg KH:
2. Masase fundus dengan
perlahan setelah
pengeluaran plasenta
3. Kaji irama pernafasan
dan pengembangan
4. Bersihkan vulva dan
perineum dengan air
dan larutan antiseptik
steril ; berikan pembalut
perineal steril
5. Kaji perilaku klien,
perhatikan perubahan
SSP
2. Mengurangi rangsangan/
trauma berlebihan pada
fundus
3. Pada pelepasan plasenta,
bahaya ada berupa emboli
cairan amnion dapat masuk
ke sirkulasi maternal,
menyebabkan emboli paru,
atau perubahan cairan dapat
mengakibatkan mobilisasi
emboli
4. Menghilangkan
kemungkinan kontaminan
yang dapat mengakibatkan
infeksi saluran asenden
selama periode
pascapartum
5. Peningkatan tekanan
intrakranial selama
mendorong dan
peningkatan curah jantung
yang cepat membuat klien
dengan aneurisma serebral
sebelumnya beresiko
terhadap ruptur
19
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Persalinan tahap III mulai kelahiran bayi dan diselesaikan dengan
pelepasan dan pengeluaran plasenta. Berakhir 1 sampai 30 menit, dengan rata-rata
lama 3-4 menit nulipara dan 4-5 menit pada multipara, tahap ini palimh pendek.
Penatalaksanaan dan pemantauan yang cermat perlu, namun, untuk mencegah
kasil negatif jangka panjang dan jangka pendek.
Pemisahan plasenta ditimbulkan dari kontraksi dan retraksi miometrium
sehingga mempertebal dinding uterus dan mengurangi ukuran area plasenta. Area
plasenta menjadi lebih kecil sehingga plasenta mulai memisahkan diri dari
dinding uterus karena plasenta tidak elastis seperti uterus dan tidak dapat
berkontraksi atau beretraksi. Pada area pemisahan, bekuan darah retroplasenta
terbentuk. Berat bekuan darah ini menambah tekanan pada plasenta dan
selanjutnya membantu pemisahan. Kontraksi uterus yang selanjutnya akan
melepaskan keseluruhan plasenta dari uterus dan mendorongnya keluar vagina
disertai dengan pengeluaran selaput ketuban dan bekuan darah retroplasenta.
Ada dua metode untuk pelepasan plasenta yaitu Metode Schultze
(pelepasan plasenta dimulai dati tengah atau sentral), Metode Matthews Duncan
(Pelepasan plasenta dapat dimulai dari pinggir) dan Metode Ahfeld (Pelepasan
20
plasenta dapat bersamaan) Tanda-tanda pelepasan plasenta adalah Bentuk uterus
berubah menjadi globular dan terjadinya perubahan tinggi fundus, Tali pusat
memanjang dan Semburan darah tiba-tiba.
Tujuan manajemen aktif kala III adalah untuk menghasilkan kontraksi
uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu setiap kala,
mencegah perdarahan, dan mengurangi kehilangan darah kala III persalinan jika
dibandingkan kala III fisiologis
4.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu saran maupun kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan
demi kesempurnaan penulisan makalah ini, dengan demikian penulisan makalah
ini bisa bermanfaat bagi penulis atau pihak lain yang membutuhkannya.
21
DAFTAR PUSTAKA
22