bab i fix
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ulkus diabetik merupakan salah satu komplikasi diabetes mellitus yang
merupakan penyebab utama pasien memerlukan perawatan jangka panjang di
rumah sakit (Rowe, 2011; Prompers, 2007). Ulkus diabetik ditandai dengan
adanya luka terbuka pada permukan kulit yang disertai kematian jaringan
setempat akibat perfusi jaringan yang tidak baik dan infeksi yang progresif
(Sudoyo dkk, 2006:1911; Ramsey dkk, 1999). Perawatan ulkus diabetik
memerlukan ketelitian dan ketepatan untuk mencapai proses penyembuhan luka
yang optimal. Salah satu perawatan ulkus diabetik yang penting diperhatikan
adalah pencucian luka untuk menurunkan risiko infeksi sehingga kecacatan dan
kematian dapat dicegah (WOCN Society, 2003 dalam Bryant, 2007:170; Sudoyo
dkk, 2006:1912).
Ulkus diabetik berkembang dari penyakit diabetes mellitus yang tidak
terkontrol (Price, 2006:1269). Menurut The National Institute of Diabetes and
Digestive and Kidney Disease dalam Rowe (2011), 16 juta penduduk Amerika
menderita diabetes, 15% akan berkembang menjadi ulkus diabetik, dan 12-14%
individu tersebut memerlukan tindakan amputasi. Sedangkan di Indonesia,
prevalensi ulkus diabetik 15% dan angka amputasi sebanyak 30% (Ryanto, 2007).
Menurut studi pendahuluan di RSUP Sanglah Denpasar dari bulan Januari sampai
2
dengan bulan Mei 2011, ditemukan sebanyak 27 penderita ulkus diabetik, lima
(27,1%) dilakukan tindakan amputasi.
Gangguan saraf perifer, gangguan pembuluh darah dan buruknya
pengontrolan gula darah pada pasien diabetes merupakan penyebab utama ulkus
diabetik (Bryant, 2007:308). Adanya luka kecil pada salah satu anggota tubuh
penderita diabetes biasanya pada ekstremitas bawah, jika terjadi gangguan
mikrosirkulasi, buruknya pengontrolan gula darah, dan perawatan luka yang tidak
tepat, maka luka akan cepat berkembang menjadi ulkus diabetik (Smeltzer,
2002:1276). Gula darah yang tinggi pada penderita diabetes juga akan
menyebabkan penurunan kemampuan leukosit untuk menghancurkan bakteri dan
menjadi media pertumbuhan bakteri yang baik. Dengan demikian, ulkus diabetik
akan mudah berkembang menjadi infeksi (Bryant, 2007:328).
Infeksi pada ulkus diabetik akan semakin memburuk dengan adanya
gangguan pembuluh darah (gangguan mikrosirkulasi) sehingga dapat
menyebabkan osteomeolitis dan dapat berakibat terjadinya amputasi (Brome,
2011). Menurut Leo dkk (2001), ditemukan bakteri yang paling banyak pada
penderita ulkus diabetik dari 115 kultur pus adalah Pseudomonas (28,69%),
kemudian Proteus sp (16,52%), Klebsiella sp (14,76%), Escheria coli (13,04%),
Enterobacter sp (12,17%), Staphylococus sp (6,95%), dan Citrobacter sp (35%)
(Aulia, 2008). Data tersebut juga didukung dari hasil studi pendahuluan di SMF
Mikrobiologi RSUP Sanglah Denpasar dari bulan Januari sampai dengan bulan
Desember 2011, ditemukan 85% dari 27 kultur pus pasien ulkus diabetik positif
mengandung Pseudomonas aeruginosa.
3
Pseudomonas aeruginosa merupakan salah satu bakteri penyebab
berkembangnya infeksi ulkus diabetik. Pseudomonas akan memanfaatkan
kerusakan mekanisme pertahanan inangnya untuk berkembang biak. Bakteri ini
akan mengeluarkan faktor virulensi berupa enzim dan toksik-toksik, seperti;
protease, enastase, hemolysin, exoensimes S dan phospolipase yang dapat
menghambat penyembuhan luka (Murray dkk, 2002:358-360; Greenwood,
2003:697). Untuk itu, perawatan luka yang tepat khususnya dalam pencucian
luka berperan penting untuk menurunkan risiko infeksi dan mengoptimalkan
proses penyembuhan luka ulkus diabetik (Potter, 2006; Sudoyo, 2006).
Perawatan luka yang baik dimulai dengan melakukan pencucian luka
mengunakan cairan pencuci luka yang tepat. The Agency for Health Care Policy
and Research (AHCPR) merekomendasikan normal salin sebagai cairan pencuci
luka karena merupakan cairan fisiologis dan tidak akan membahayakan jaringan
luka. Selain normal salin, banyak obat-obatan topikal yang dulu digunakan untuk
membersihkan luka seperti iodine, asam asetat dan hidrogen peroksida. Tetapi
obat-obatan topikal ini merupakan jenis larutan yang bersifat toksik bagi
fibroblast, oleh karena itu tidak boleh digunakan untuk membersihkan luka
(Potter, 2006:1867). Saat ini, perkembangan perawatan luka mulai mengarah
kepenggunaan bahan-bahan yang alami. Cairan pencuci luka juga dapat diperoleh
dari alam, salah satunya menggunakan daun jambu biji. Daun jambu biji memiliki
kandungan antimikroba seperti flavonoid, alkaloid, minyak esensial, dan tannin.
Penggunaan antimikroba dari tumbuh-tumbuhan atau bahan alami lebih aman dari
4
obat modern/kimiawi karena memiliki efek samping yang kecil atau bahkan tidak
memiliki efek samping (Joseph, 2011).
Menurut Joseph (2011), rebusan daun jambu biji secara tradisional bisa
dimanfaatkan sebagai pencuci luka. Daun jambu biji sudah lama diketahui
bermanfaat untuk pengobatan. Salah satunya dapat digunakan untuk perawatan
luka karena mampu menghentikan pendarahan, sebagai antiinflamasi, dan
antimikroba. Sedangkan menurut Gitarja (2008), menyatakan rebusan air daun
jambu biji dengan formulasi lima lembar daun direbus dengan satu liter air hingga
menjadi setengah liter dapat digunakan untuk mencuci dan merendam luka. Klinik
Wocare di Bogor sudah lama menggunakan daun jambu biji dalam bentuk
kemasan teh dan telah menjadi prosedur tetap sebagai pencucian luka. Begitu juga
di Bali, praktek mandiri perawat Dharma Mulia Care juga menggunakan rebusan
daun jambu biji untuk mencegah infeksi dan mengurangi bau ulkus diabetik.
Berdasarkan uraian di atas, ulkus diabetik sangat berisiko mengalami infeksi
dari berbagai jenis bakteri khususnya oleh bakteri Pseudomonas aeruginosa
sehingga dalam pencuciannya diperlukan cairan pencuci luka seperti ekstrak daun
jambu biji yang aman dan efektif untuk membantu proses penyembuhan luka.
Dengan demikian, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang efektifitas
ekstrak air daun jambu biji (Psidium gujava) terhadap penurunan pertumbuhan
bakteri Pseudomonas aeruginosa secara in vitro.
5
1.2 Rumusan Masalah
“Apakah ekstrak air daun jambu biji (Psidium gujava) efektif terhadap
penurunan pertumbuhan bakteri pseudomonas aeruginosa secara in vitro?”
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui efektifitas ekstrak air daun jambu biji (Psidium gujava)
terhadap penurunan pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa secara In
vitro.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi efektifitas ekstrak air daun jambu biji (Psidium guajava)
terhadap penurunan pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa secara
in vitro.
2. Mengidentifikasi konsentrasi paling efektif ekstrak air daun jambu biji
(Psidium guajava) terhadap penurunan pertumbuhan bakteri Pseudomonas
aeruginosa secara in vitro.
1.4 Manfaat
1.4.1 Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dalam
bidang keperawatan khususnya dalam perawatan luka mengenai ada atau tidak
pengaruh ekstrak air daun jambu biji (Psidium guajava) terhadap pertumbuhan
bakteri pseudomona aeruginosa.
6
1.4.2 Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat diaplikasikan secara langsung
dilapanganatau lahan praktek, antara lain:
1. Digunakan perawat dalam peraktek mandiri perawat sebagai alternatif
cairan pencuci ulkus diabetik yang aman dan efektif.
2. Meningkatkan kualitas pemberian pelayanan asuhan keperawatan terutama
pada perawatan ulkus diabetik.
3. Digunakan masyarakat sebagai acuan pemanfaatan daun jambu biji
sebagai obat tradisional.
4. Digunakan peneliti selanjutnya sebagai acuan untuk melakukan riset
tentang manfaat daun jambu biji terhadap kesehatan.