bab i kate fix

25
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada makalah ini akan dijelaskan tentang Pertusis Pada Anak serta bagaimana asuhan keperawatan Pertusis Pada Anak. Pertusis adalah suatu infeksi akut saluran nafas yang mengenai setiap pejamu yang rentan, tetapi paling sering dan serius pada anak-anak. (Behrman, 1992). Penyakit ini ditandai dengan demam dan perkembangan batuk semakin berat. Batuk adalah gejala khas dari batuk rejan atau pertusis. Serangan batuk terjadi tiba-tiba dan berlanjut terus tanpa henti hingga seluruh udara di dalam paru-paru terbuang keluar. Akibatnya saat napas berikutnya pasien pertusis telah kekurangan udara shingga bernapas dengan cepat, suara pernapasan berbunyi seperti pada bayi yang baru lahir berumur kurang dari 6 bulan dan pada orang dewasa bunyi ini sering tidak terdengar. Batuk pada pertusis biasanya sangat parah hingga muntah-muntah dan penderita sangat kelelahan setelah serangan batuk. 1.2 Rumusan masalah 1. Apa definisi dan etiologi pertusis ? 2. Bagaimana patofisiologi dan pathway terjadinya pertusis? 3. Bagaimana manifestasi klinis dan penatalaksanaan dari pertusis? 4. Bagaimana pencegahan dan komplikasi dari pertusis? 5. Bagaimana diagnosa banding dan pemeriksaan penunjang untuk pertusis? 1

Upload: ti-yas

Post on 18-Feb-2016

14 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

pembahasan

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I kate fix

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada makalah ini akan dijelaskan tentang Pertusis Pada Anak serta bagaimana asuhan

keperawatan Pertusis Pada Anak. Pertusis adalah suatu infeksi akut saluran nafas yang

mengenai setiap pejamu yang rentan, tetapi paling sering dan serius pada anak-anak.

(Behrman, 1992).

Penyakit ini ditandai dengan demam dan perkembangan batuk semakin berat. Batuk

adalah gejala khas  dari batuk rejan atau pertusis. Serangan batuk terjadi tiba-tiba dan

berlanjut terus tanpa henti hingga seluruh udara di dalam paru-paru terbuang keluar.

Akibatnya saat napas berikutnya pasien pertusis telah kekurangan udara shingga bernapas

dengan cepat, suara pernapasan berbunyi seperti pada bayi yang baru lahir berumur kurang

dari 6 bulan dan pada orang dewasa bunyi ini sering tidak terdengar. Batuk pada pertusis

biasanya sangat parah hingga muntah-muntah dan penderita sangat kelelahan setelah

serangan batuk.

1.2 Rumusan masalah

1. Apa definisi dan etiologi pertusis ?2. Bagaimana patofisiologi dan pathway terjadinya pertusis?3. Bagaimana manifestasi klinis dan penatalaksanaan dari pertusis?4. Bagaimana pencegahan dan komplikasi dari pertusis?5. Bagaimana diagnosa banding dan pemeriksaan penunjang untuk pertusis?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui definisi dan etiologi pertusis.

2. Mengetahui patofisiologi dan pathway terjadinya pertusis.

3. Mengetahui manifestasi klinis dan penatalaksanaan dari pertusis.

4. Mengetahui pencegahan dan komplikasi dari pertusis.

5. Mengetahui diagnosa banding dan pemeriksaan penunjang untuk pertusis.

1

Page 2: BAB I kate fix

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Pertusis

Pertusis adalah suatu infeksi akut saluran nafas yang mengenai setiap pejamu yang

rentan, tetapi paling sering dan serius pada anak-anak. (Behrman, 1992). Definisi

Pertusis lainnya adalah penyakit infeksi akut pada saluran pernafasan yang sangat

menular dengan ditandai oleh suatu sindrom yang terdiri dari batuk yang bersifat

spasmodic dan paroksismal disertai nada yang meninggi. (Rampengan, 1993).

Penyakit ini ditandai dengan demam dan perkembangan batuk semakin berat. Batuk

adalah gejala khas  dari batuk rejan atau pertusis. Seranagn batuk terjadi tiba-tiba dan

berlanjut terus tanpa henti hingga seluruh udara di dalam paru-paru terbuang keluar.

Akibatnya saat napas berikutnya pasien pertusis telah kekurangan udara shingga

bernapas dengan cepat, suara pernapasan berbunyi separti pada bayi yang baru lahir

berumur kurang dari 6 bulan dan pada orang dewasa bunyi ini sering tidak terdengar.

Batuk pada pertusis biasanya sangat parah hingga muntah-muntah dan penderita sangat

kelelahan setelah serangan batuk.

2.2 Etiologi Terjadinya Pertusis

Bordetella pertusis adalah satu- satunya penyebab pertusis yaitu bakteri gram

negatif, tidak bergerak, dan ditemukan dengan melakukan swab pada daerah nasofaring

dan ditanamkan pada media agar Bordet- Gengou. (Arif Mansjoer, 2000)

Adapun ciri-ciri organisme ini antara lain:

1. Berbentuk batang (coccobacilus).

2. Tidak dapat bergerak.

3. Bersifat gram negatif.

4. Tidak berspora, mempunyai kapsul.

5. Mati pada suhu 55ºC selama ½ jam, dan tahan pada suhu rendah (0º- 10ºC).

2

Page 3: BAB I kate fix

6. Dengan pewarnaan Toluidin blue, dapat terlihat granula bipolar metakromatik.

7. Tidak sensitif terhadap tetrasiklin, ampicillin, eritomisisn, tetapi resisten terhdap

penicillin.

2.3 Patofisiologi Terjadinya Pertusis

Peradangan terjadi pada lapisan mukosa saluran nafas. Dan organisme hanya akan

berkembang biak jika terdapat kongesti dan infiltrasi mukosa berhubungan dengan epitel

bersilia dan menghasilkan toksisn seperti endotoksin, perttusinogen, toxin heat labile, dan

kapsul antifagositik, oleh limfosist dan leukosit untuk polimorfonuklir serta penimbunan

debrit peradangan di dalam lumen bronkus. Pada awal penyakit terjadi hyperplasia limfoid

penbronklas yang disusun dengan nekrosis yang mengenai lapisan tegah bronkus, tetapi

bronkopnemonia disertai nekrosis dan pengelupasan epitel permukaan bronkus. Obstruksi

bronkhiolus dan atelaktasis terjadi akibat dari penimbunan mucus. Akhirnya terjadi

bronkiektasis yang bersifat menetap.

Cara penularan pertusis, melalui:

- Droplet infection

- Kontak tidak langsung dari alat-alat yang terkontaminasi

Penyakit ini dapat ditularkan penderita kepada orang lain melalui percikan-percikan

ludah penderita pada saat batuk dan bersin. Dapat pula melalui sapu tangan, handuk dan

alat-alat makan yang dicemari kuman- kuman penyakit tersebut. Tanpa dilakukan

perawatan, orang yang menderita pertusis dapat menularkannya kepada orang lain selama

sampai 3 minggu setelah batuk dimulai.

3

Page 4: BAB I kate fix

2.4 Pathway

2.5 Manifestasi Klinis Dari Pertusis

Pada Pertusis, masa inkubasi 7-14 hari, penyakit berlangsung 6-8 minggu atau lebih dan

berlangsung dalam 3 stadium yaitu :

1. Stadium kataralis / stadium prodomal / stadium pro paroksimal

a. Lamanya 1-2 minggu

4

Page 5: BAB I kate fix

b. Gejala permulaannya yaitu timbulnya gejala infeksi saluran pernafasan bagian

atas, yaitu timbulnya rinore dengan lender yang jernih:

1) Kemerahan konjungtiva, lakrimasi

2) Batuk dan panas ringan

3) Anoreksia kongesti nasalis

c. Selama masa ini penyakit sulit dibedakan dengan common cold

d. Batuk yang timbul mula-mula malam hari, siang hari menjadi semakin hebat,

sekret pun banyak dan menjadi kental dan lengket

2. Stadium paroksimal / stadium spasmodic

a. Lamanya 2-4 minggu

b. Selama stadium ini batuk menjadi hebat ditandai oleh whoop (batuk yang

bunyinya nyaring) sering terdengar pada saat penderita menarik nafas pada

akhir serangan batuk. Batuk dengan sering 5 – 10 kali, selama batuk anak tak

dapat bernafas dan pada akhir serangan batuk anak mulai menarik nafas denagn

cepat dan dalam. Sehingga terdengar bunyi melengking (whoop) dan diakhiri

dengan muntah.

c. Batuk ini dapat berlangsung terus menerus, selama beberapa bulan tanpa adanya

infeksi aktif dan dapat menjadi lebih berat.

d. Selama serangan, wajah merah, sianosis, mata tampak menonjol, lidah terjulur,

lakrimasi, salvias dan pelebaran vena leher.

e. Batuk mudah dibangkitkan oleh stress emosional missal menangis dan aktifitas

fisik (makan, minum, bersin dll).

3. Stadium konvaresens

a. Terjadi pada minggu ke 4 – 6 setelah gejala awal

b. Gejala yang muncul antara lain : Batuk berkurang

c. Nafsu makan timbul kembali, muntah berkurang

d. Anak merasa lebih baik

e. Pada beberapa penderita batuk terjadi selama berbulan-bulan akibat gangguan

pada saluran pernafasan.

5

Page 6: BAB I kate fix

2.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanan Medis

1. Antibiotik

a. Eritromisin dengan dosis 50 mg / kg BB / hari dibagi dalam 4 dosis. Obat ini

menghilangkan B. Pertussis dari nasofaring dalam 2-7 hari ( rata-rata 3-6 hari ) dan

dengan demikian memperpendek kemungkinan penyebaran infeksi. Eritromisin juga

menggugurkan atau menyembuhkan pertussis bila diberikan dalam stadium kataral,

mecegah dan menyembuhkan pneumonia dan oleh karena itu sangat penting dalam

pengobatan pertusis khususnya pada bayi muda.

b. Ampisilin dengan dosis 100 mg / kg BB / hari, dibagi dalam 4 dosis.

c. Lain-lain : Rovamisin, kotrimoksazol, klorampenikol dan tetrasiklin.

2. Ekspektoran dan mukolitik.

3. Kodein diberikan bila terdapat batuk- batuk yang hebat sekali.

4. Luminal sebagai sedative

Penatalaksanaan Keperawatan

1. Pembersihan jalan nafas.

2. Pemberian oksigen terutama pada serangan batuk yang hebat yang disertai sianosis.

3. Pemberian makanan dan obat. Hindari makanan yang sulit ditelan dan makanan bentuk

cair.

4. Pemberian terapi suportif.

a. Dengan memberikan lingkungan perawatan yang tenang,atasi dehidrasi berikan nutrisi.

b. Bila pasien muntah-muntah sebaiknya diberikan cairan dan elektrolit secara parenteral

6

Page 7: BAB I kate fix

2.7 Pencegahan

Pencegahan yang dilakukan secara aktif dan secarapasif:

a. Secara aktif

1. Dengan pemberian imunisasi DTP dasar diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan(DTP tidak

boleh dibrikan sebelum umur 6 minggu) dengan jarak 4-8 minggu. DTP-1 deberikan

pada umur 2 bulan,DTP-2 pada umur 4 bulan dan DTp-3 pada umur 6 bulan. Ulangan

DTP selanjutnya diberikan 1 tahun setelah DTP-3 yaitu pada umur 18-24 bulan,DTP-5

pada saat masuk sekolah umur 5 tahun. Pada umur 5 tahun harus diberikan penguat

ulangan DTP. Untuk meningkatkan cakupan imunisasi ulangan,vaksinasi DTP diberika

pada awal sekolah dasar dalam program bulan imunisasi anak sekolah(BIAS). Beberapa

penelitian menyatakan bahwa vaksinasi pertusis sudah dapat diberikan pada umur 1

bulan dengan hasil yang baik sedangkan waktu epidemi dapat diberikan lebih awal lagi

pada umur 2-4 minggu.

Kontra indikasi pemberian vaksin pertusis :

1. Panas yang lebih dari 38 derajatcelcius

2. Riwayat kejang

3. Reaksi berlebihan setelah imunisasi DTP sebelumnya, misalnya suhu tinggi dengan

kejang, penurunan kesadaran, syok atau reaksi anafilaktik lainnya.

2. Perawat sebagai edukator. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat khususnya

kepada orang tua yang mempunyai bayi tentang bahaya pertusis dan manfaat

imunisasi bagi bayi.

b. Secara pasif

Secara pasif pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan kemopropilaksis.

Ternyata eritromisin dapat mencegah terjadinya pertussis untuk sementara waktu.

7

Page 8: BAB I kate fix

2.8 Komplikasi

1. Pada saluran pernafasan

a. Bronkopnemonia

Infeksi saluran nafas atas yang menyebar ke bawah dan menyebabkan timbulnya

pus dan bronki, kental sulit dikeluarkan, berbentuk gumpalan yang menyumbat

satu atau lebih bronki besar, udara tidak dapat masuk kemudian terinfeksi

dengan bakteri. Paling sering terjadi dan menyebabkan kematian pada anak

dibawah usia 3 tahun terutama bayi yang lebih muda dari 1 tahun. Gejala

ditandai dengan batuk, sesak nafas, panas, pada foto thoraks terlihat bercak-

bercak infiltrate tersebar.

b. Otitis media / radang rongga gendang telinga

Karena batuk hebat kuman masuk melalui tuba eustaki yang menghubungkan

dengan nasofaring, kemudian masuk telinga tengah sehingga menyebabkan

otitis media. Jika saluran terbuka maka saluran eustaki menjadi tertutup dan jika

penyumbat tidak dihilangkan pus dapat terbentuk yang dapat dipecah melalui

gendang telinga yang akan meninggalkan lubang dan menyebabkan infeksi

tulang mastoid yang terletak di belakang telinga.

c. Bronkhitis

Batuk mula-mula kering, setelah beberapa hari timbul lender jernih yang kemudian

berubah menjadi purulen.

d. Atelaktasis

Timbul akibat lender kental yang dapat menyumbat bronkioli.

e. Emphisema Pulmonum

Terjadi karena batuk yang hebat sehingga alveoli pecah dan menyebabkan adanya

pus pada rongga pleura.

f. Bronkhiektasis

Terjadi pelebaran bronkus akibat tersumbat oleh lender yang kental dan disertai

infeksi sekunder.

g. Aktifitas Tuberkulosa

h. Kolaps alveoli paru akibat batuk proksimal yang lama pada anak-anak sehingga

dapat menebabklan hipoksia berat dan pada bayi dapat menyebabkan kematian

mendadak.

8

Page 9: BAB I kate fix

2. Pada saluran pencernaan

a. Emasiasi dikarenakan oleh muntah-muntah berat.

b. Prolapsus rectum / hernia dikarenakan tingginya tekanan intra abdomen.

c. Ulkus pada ujung lidah karena tergosok pada gigi atau tergigit pada saat batuk.

d. Stomatitis.

3. Pada system syaraf pusat Terjadi karena kejang :

a. Hipoksia dan anoksia akibat apneu yang lama

b. Perdarahan sub arcknoid yang massif

c. Ensefalopat, akibat atrof, kortika yang difus

d. Gangguan elektrolit karena muntah

2.9 Diagnosa Banding

1. Bordetella parapertusis lebih ringan kurang lebih 5% dari penderita pertusis.

2. Bordetella broncoseptica gejala sama dengan bordetella pertusis, sering pada binatang.

3. Infeksi oleh clamydia. Penyebab biasanya clamydia trachomatis. Pada bayi

menyebabkan pneumonia oleh karena terkena infeksi dari ibu.

4. Infeksi oleh adenovirus tipe 1, 2, 3, 5. Gejala hampir sama dengan pertusis seperti

pada penyebab penyakit sebelumnya.

5. Trakhea bronkitis. Adalah suatu sindrom yang terdiri dari batuk, suara paraudan

stridor

inspiratoir.

6. Bronkiolitis. Merupakan penyakit infeksi paru akut ditandai dengan whizing ekspirator

obstruksi broncioli.

7. Infeksi bordetellah broncoseptica gejala sama dengan bordetella pertusis sering pada

binatang

9

Page 10: BAB I kate fix

2.10 Pemeriksaan Penunjang

a. Pembiakan lendir hidung dan mulut.

b. Pembiakan apus tenggorokan.

c. Pembiakan darah lengkap (terjadi peningkatan jumlah sel darah putih yang ditandai

sejumlah besar limfosit, LEE tinggi, jumlah leukosit antara 20.000-50.000 sel /

m³darah.

d. Pemeriksaan serologis untuk Bordetella pertusis.

e. Tes ELISA (Enzyme – Linked Serum Assay) untuk mengukur kadar secret Ig A.

f. Foto roentgen dada memeperlihatkan adanya infiltrate perihilus, atelaktasis atau

emphysema

10

Page 11: BAB I kate fix

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

1. Data subyek :

a. Paling banyak terdapat pada tempat yang padat penduduknya Usia yang paling

rentan terkena penyakit pertusis adalah anak dibawah usia 5 tahun

b. Cara penularanya yang sangat cepat

c. Imunisasi dapat mengurangi angka kejadian dan kematian yang disebabkan oleh

pertusis

d. Batuk ini disebabkan karena bordetella pertusis

e. Disalah satu Negara yang belum melaksanakan prosedur imunisasi rutin, masih

banyak terdapat penyakit pertusis

2. Data obyek :

a. Anak tiba-tiba batuk keras secara terus menerus

b. Batuk yang sukar berhenti

c. Muka menjadi merah

d. Batuk yang sampai keluar air mata

e. Kadang sampai muntah disertai keluarnya sedikit darah, karna batuk yang

sangat keras.

f. Biasanya terjadi pada malam hari

3.2 Diagnosa keperawatan

1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d banyaknya mucus.

2. Pola napas tidak efektif b/d dispnea.

3. Resiko tinggi infeksi terhadap ( penyebaran ). Factor resiko ketidak adekuatan

pertahanan utama (penurunan kerja silia).

4. Nyeri berhubungan dengan agens cidera.

5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis.

11

Page 12: BAB I kate fix

3.3 Intervensi keperawatan

6. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d banyaknya mucus.

Tujuan : Status ventilasi saluran pernafasan baik, dengan cara mampu membersihkan

secret yang menghambat dan menjaga kebersihan jalan nafas.

Kriteria hasil :

a. Rata-rata pernafasan normal

b. Sputum keluar dari jalan nafas

c. Pernafasan menjadi mudah

d. Bunyi nafas normal

e. Sesak nafas tidak terjadi lagi

Intervensi :

a. Kaji frekuensi/ kedalamn pernafasan dan gerakan dada .

Rasional : takipnea, pernapasan dangkal,dan gerakan dada tak simetriks sering

terjadi karena ketidak nyamanan gerakan dinding dada dan/ cairan paru

b. Auskultasi area paru,catat area penurunan/tak ada aliran udara dan bunyi napas

atventisius misalnya krekes,mengi.

Rasional : penurunan aliran udara terjadi pada area konsulidasi dengan cairan.

Bunyi napas bronchial (normal pada bronkus) dapat juga terjadi pada area

konsulodasi. Krekes,ronki,dan mengi terdengar pada inspirasi dan/ ekspirasi

pada respon terhadap pengumoulan cairan, secret .

c. Bantu pasien latihan napas sering. Tunjukkan/ bantu pasien melakukan batuk,

misalnya menekan dada dan batuk efektif.

Rasional : napas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru/jalan napas

lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan napas alami, membantu

silia untuk mempertahankan jalan napas paten. Penekanan menurunkan

ketidaknyamanan dada dan posisi duduk memungkinkan upaya napas lebih

dalam dan kuat.

d. Pengisapan sesuai indikasi

Rasional : merangsang batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik pada

pasien yang tak mampu melakukan karena

e. Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari (kecuali kontraindikasi). Tawarkan air

hangat daripada dingin.

Rasional : cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan secret.

f. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi

12

Page 13: BAB I kate fix

Rasional : untuk menurunkan sekresi secret dijalan napas dan menurunkan resiko

keparahan

7. Pola napas tidak efektif b/d dispnea

Tujuan : Menunjukkan pola napas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam

rentang normal dan paru jelas atau bersih

Kriteria hasil:

a. Frekuensi pernapasan normal

b. Bunyi paru jelas/bersih

c. Kedalaman paru dalam rentang normal

d. Bunyi napas normal

e. Pengembangan dada normal antara inspirasi dan ekspirasi

Intervensi :

a. Kaji frekuensi,kedalaman pernafasan, ekspansi dada. Catat upaya pernafasan,

termasuk penggunaan otot bantu/ pelebaran masal.

Rasional : kecepatan biasanya meningkat. Dispnea dan terjadi peningkatan kerja

napas Kedalaman pernafasan biasanya bervariasi tergantung derajat gagal napas.

Ekspansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan/ nyeri dada

pleuritik.

b. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius, seperti

krekels, mengi, gesekan pleural.

Rasional : bunyi napas menurun/ tak ada bila jalan napas obstruksi sekunder

terhadap perdarahan,bekuan atau kolaps jalan napas kecil (atelaktasis). Ronki

dan mengi menyertai obstruksi jalan napas/kegagalan pernafasan

c. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien turun tempat

tidur dan ambulasi sesegera mungkin

Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru memudahkan pernafasan.

Pengubahan posisi dan ambulasi meningkatkan pengisian udara segmen paru

berbeda sehingga memperbaiki difusi gas

d. Observasi pola batuk dan karakter secret

Rasional : kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering/iritasi. Sputu berdarah

dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan (infark paru) atau antikoagulan

berlebihan

13

Page 14: BAB I kate fix

e. Dorong/bantu pasien dalam napas dalam dan latihan batuk. Pengisapan peroral

atau naso trakeal bila diindikasikan.

Rasional : dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan

ditambah ketidak nyamanan upaya bernafas.

f. Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan bila diindikasikan.

Rasional : memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas

8. Resiko tinggi infeksi terhadap ( penyebaran ). Factor resiko ketidak adekuatan

pertahanan utama (penurunan kerja silia)

Tujuan : Tidak terjadi resiko infeksi

Kriteria hasil :

a. Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa komplikasi

b. Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi

Intervensi :

a. Pantau tanda vital dengan ketat,khususnya selama awal terapi.

Rasional : selama periode waktu ini, potensial terjadi komplikasi

b. Anjurkan klien untuk memperhatikan pengeluaran secret (misalnya

meningkatkan pengeluaran daripada menelannya) dan melaporkan perubahan

warna, jumlah dan secret.

Rasional : meskipun pasien dapat menemukan pengeluaran dan upaya infeksi atau

menghindarinya, penting bahwa sputum harus dikeluarkan dengan cara aman.

Perubahan karakteristik sputum menunjukkan terjadinya infeksi sekunder.

c. Dorong teknik mencuci tangan baik

Rasional : menurunkan resiko penyebaran infeksi

a. Batasi pengunjung sesuai indikasi.

Rasional : menurunkan pajanan terhadap pathogen infeksi lain.

b. Kolaborasi berikan antimicrobial sesuai indikasi dengan hasil kultur

sputum/darah, misalnya eritromisin.

Rasional : obat ini digunakan untuk membunuh kebanyakan mikrobial

9. Nyeri berhubungan dengan agens cidera

Tujuan : mengurangi rasa nyeri

Kriteria hasil : Nyeri berkurang

Intervensi :

14

Page 15: BAB I kate fix

a. Kaji skala nyeri yang dialami klien.

Rasional : mengetahui tingkat skala nyeri yang di alami klien.

b. Berikan hiburan untuk mengalihkan rasa nyeri

Rasional : nyeri dapat berkurang.

5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis.

Tujuan : meningkatkan nutrisi dan berat badan menjadi normal.

Kriteria hasil :

a. Brat badan normal

b. Nutrisi terpenuhi

c. Peningkatan nafsu makan

Intervensi :

a. Pantau berat badan klien

Rasional : timbat berat badan dan catat peningkatan yang ada.

b. Berikan makanan yang bernutrisi kolaborasi dengan nutrien

Rasional : memenuhi kebutuhan nutrisi klien

c. Berikan makanan yang menarik perhatian klien

Rasional : meningkatkan nafsu makan klien

15

Page 16: BAB I kate fix

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pertusis adalah suatu infeksi akut saluran nafas yang mengenai setiap pejamu yang

rentan, tetapi paling sering dan serius pada anak-anak. (Behrman, 1992).

Penyakit ini ditandai dengan demam dan perkembangan batuk semakin berat. Batuk

adalah gejala khas  dari batuk rejan atau pertusis. Seranagn batuk terjadi tiba-tiba dan

berlanjut terus tanpa henti hingga seluruh udara di dalam paru-paru terbuang keluar.

Akibatnya saat napas berikutnya pasien pertusis telah kekurangan udara shingga bernapas

dengan cepat, suara pernapasan berbunyi separti pada bayi yang baru lahir berumur kurang

dari 6 bulan dan pada orang dewasa bunyi ini sering tidak terdengar. Batuk pada pertusis

biasanya sangat parah hingga muntah-muntah dan penderita sangat kelelahan setelah

serangan batuk.

3.2 Saran

Diharap pembaca bisa mengetahui dan memahami penyakit pertusis pada anak, penyebab,

pencegahan dan penatalaksanaan dengan baik. Sehigga dalam pemberian asuhan

keperawatan pada anak dengan pertusis dapat benar dan akurat.

16

Page 17: BAB I kate fix

DAFTAR PUSTAKA

Rendle, john dkk.1994.Penyakit Anak.Jakarta: binarupa Aksara.

Behram, klieman & Nelson. 2000. ”Ilmu kesehatan anak”. Jakarta : EGC

Marlyn E. Doenges,dkk.2000.” Rencana Asuhan Keperawatan ”. Jakarta : EGC

Hadinegoro Sri Rejeki.2011.” Panduan Imunisasi Anak Edisi1 ”. Jakarta : IKD

dr T.H Rampengan,Dsak.1997.” Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak Cetakan Ke

III ”.Jakarta : EGC

17