bab i tiroid fix

36
MAKALAH FARMAKOTERAPI I “ HIPERTIROID ” Dosen Pengajar: DHS Palupi, M.Si.,Apt Disusun Oleh: 1. Bonaventura Pandu P. ( 1041211021 ) 2. Elya Yenitasari. ( 1041311057 ) 3. Hanun Alfreda. ( 1041311072 ) 4. Lina Hadi Widayanti. ( 1041311086 ) 5. Muhammad Aldi M. ( 1041311100 ) 6. Dara Camelia Irnanda ( 1041511036 ) 1

Upload: naila-nakz-farmazi

Post on 09-Jul-2016

44 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

tiroid

TRANSCRIPT

MAKALAH

FARMAKOTERAPI I

“ HIPERTIROID ”

Dosen Pengajar: DHS Palupi, M.Si.,Apt

Disusun Oleh:

1. Bonaventura Pandu P. ( 1041211021 )2. Elya Yenitasari. ( 1041311057 )3. Hanun Alfreda. ( 1041311072 )4. Lina Hadi Widayanti. ( 1041311086 )5. Muhammad Aldi M. ( 1041311100 )6. Dara Camelia Irnanda ( 1041511036 )

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI “YAYASAN PHARMASI”

SEMARANG

1

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertiroidisme dan tirotoksikosis sering disamakan, meskipun secara prinsip

berbeda. Hipertiroidisme disebabkan oleh hiperfungsi kelenjar tiroid dan sekresi

berlebih dari hormon tiroid. Sedangkan tirotoksikosis disebabkan oleh etiologi

yang berbeda, tidak hanya dari kelenjar tiroid. Tiroid sendiri diatur oleh kelenjar

lain yang berlokasi di otak, disebut pituitari. Sebagian pituitari diatur oleh hormon

tiroid yang beredar dalam darah (suatu efek umpan balik dari hormon tiroid pada

kelenjar pituitari) dan sebagian oleh kelenjar lain yang disebut hipothalamus.

Hipothalamus melepaskan suatu hormon yang disebut thyrotropin releasing

hormone (TRH), yang mengirim sebuah sinyal ke pituitari untuk melepaskan

thyroid stimulating hormone (TSH). Kemudian TSH mengirim sebuah signal ke

tiroid untuk melepas hormon-hormon tiroid. Jika aktivitas yang berlebihan dari

ketiga kelenjar ini terjadi, maka jumlah hormon tiroid yang dihasilkan akan

berlebihan, yang kemudian disebut hipertiroid. Pengobatan hipertiroidisme adalah

membatasi produksi hormon tiroid yang berlebihan dengan cara menekan

produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif,

tiroidektomi subtotal).

1.2 Tujuan

Memberikan penjelasan mengenai hipertiroid dan terapinya.

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hipertiroid

Berbagai penyakit yang mempengaruhi produksi atau sekresi hormon tiroid

yang menyebabkan perubahan stabilitas metabolik merupakan cangkupan dari

gangguan tiroid. Hipertiroidisme dan hipotiroideisme adalah sindrome klinik dan

biokimia yang diakibatkan oleh peningkatan dan penurunan produksi hormon

tiroid (Sukandar dkk, 2008).

Hipertiroidisme merupakan keadaan dimana terjadi produksi hormon tiroid

yang melebihi kebutuhan tubuh. Tirotoksikosis merupakan istilah yang digunakan

dalam manifestasi klinis ketika jaringan tubuh distimulasi oleh peningkatan

hormon tiroid. Angka kejadian hipertiroid lebih banyak pada wanita dengan

perbandingan 4 : 1 dengan usia 20-40 tahun (Black, 2009).

Hipertiroid ialah kadar hormon tiroid yang bersikulasi berlebihan (Corwin,

2001).

2.2 Epidemiologi

Di Ingggris prevalensi hipertiroidisme pada praktek umum adalah 25-30

kasus dalam 10000 wanita, sedangkan di rumah sakit didapatkan 3 kasus dalam

10000 pasien. Di Amerika Serikat, terdapat 3 kasus dalam 10000 wanita.

Prevalensi hipertiroidisme 10 kali lebih sering wanita dibanding pria.

Di Amerika Serikat, penyakit Graves adalah bentuk paling umum dari

hipertiroid. Sekitar 60-80% kasus tirotoksikosis akibat penyakit Graves. Kejadian

tahunan penyakit graves ditemukan menjadi 5 kasus per 1000orang selama

periode 20-tahun, rata-rata terjadi pada orang berusia 20-40 tahun. Gondok

multinodular (15-20%) lebih banyak terjadi di daerah defisiensi yodium.

Adenoma toksik merupakan penyebab 3-5%kasus tirotoksikosis (Lee, et.al.,

2011).

3

Prevalensi hipertiroid berdasarkan umur dengan angka kejadian lebih

kurang 10 per 100.000 wanita dibawah umur 40 tahun dan 19 per 100.000 wanita

yang berusia di atas 60 tahun. Prevalensi kasus hipertiroid di Amerika terdapat

pada wanita sebesar (1,9%) dan pria (0,9%). Di Eropa ditemukan

bahwa prevalensi hipertiroid berkisar (1-2%) (Guyton, 1991 ).

2.3 Tujuan Terapi Hipertiroidisme

a. Menghilangkan kelebihan hormon tiroid,

b. Meminimalkan gejala,

c. Meminimalkan konsekuensi jangka panjang dari hipertiroidisme.

4

BAB II

PATOFISIOLOGI

3.1 Hipertiroidisme

Hipertiroid atau hipertiroidesme adalah suatu keadaan klinis akibat produksi

hormon tiroid yang berlebihan oleh kelenjar tiroid yang terlalu aktif.

3.1.1 Etiologi

Hipertiroidisme dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau

hipotalamus. Peningkatan TSH akibat malfungsi kelenjar tiroid akan disertai

penurunan TSH dan TRF karena umpan balik negatif TH terhadap pelepasan

keduanya. Hipertiroidisme akibat rnalfungsi hipofisis memberikan gambaran

kadar TH dan TSH yang tinggi. TRF akan rendah karena umpan balik negatif dari

TH dan TSH. Hipertiroidisme akibat malfungsi hipotalamus akan memperlihatkan

TH yang tinggi disertai TSH dan TRH yang berlebihan.

Beberapa penyakit yang menyebabkan hipertiroid yaitu :

a. Penyakit Grave

Grave’s disease merupakan kelainan autoimun dimana sistem imun

membentuk suatu antibodi yang disebut  thyroid stimulating immunoglobulin.

Antibodi immunoglobulin G dapat merangsang reseptor TSH dan mengaktivasi

enzim adenilat siklase sehingga meningkatkan pembentukan dan pelepasan T3 dan

T4. TSI berbeda dengan TSH, TSI tidak dipengaruhi oleh inhibisi umpan balik

negatif oleh hormon tiroid sehingga sekresi dan pertumbuhan tiroid terus

berlangsung. 

b. Toxic Nodular Goiter

Benjolan leher akibat pembesaran tiroid yang berbentuk biji padat, bisa satu

atau banyak. Kata toxic berarti hipertiroid, sedangkan nodule atau biji itu tidak

terkontrol oleh TSH sehingga memproduksi hormon tiroid yang berlebihan

5

c. Inflamasi dari kelenjar tiroid atau tiroiditis

Tiroiditis tidak menyebabkan peningkatan produksi hormon oleh kelenjar

tiroid, namun menyebabkan kebocoran penyimpanan hormon tiroid sehingga

keluar dari kelenjar dan meningkatkan kadar hormon tiroid di dalam darah.

Tiroiditis umumnya tidak memberikan rasa nyeri, adapun tiroiditis yang

menimbulkan rasa nyeri (tiroiditis subakut) disebabkan oleh invasi virus atau

parenkim tiroid.

d. Asupan iodine yang berlebih

Iodine digunakan kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid,

sehingga konsumsi iodine akan mempengaruhi jumlah hormon tiroid yang

dihasilkan. Beberapa obat yang  mengandung iodine dalam jumlah relatif banyak,

diantaranya amiodarone yang digunakan sebagai terapi penyakit jantung dan

beberapa jenis sirup obat batuk. 

e. Struma

Struma adalah pembengkakan pada leher karena pembesaran kelenjar tiroid.

Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kelebihan iodium yang

dibutuhkan untuk produksi hormon tiroid. Pada struma dapat terjadi hipertiroid,

hipotirooid, dan eutiroid.

f. Pengobatan dengan hormon tiroid sintetik

Pada pasien hipotiroid yang memakai hormon tiroid sintetik berlebih dapat

menyebabkan terjadinya hipertiroiod. Oleh karena itu dibutuhkan monitoring

kadar tiroid paling tidak sekali dalam satu tahun. Beberapa obat juga dapat

bereaksi dengan tiroid sintetik sehingga kadar tiroid dalam darah meningkat. 

6

g. Hipertiroidisme sekunder

Hipertiroidisme sekunder disebabkan oleh tumor hipofisa. Tumor tersebut

menghasilkan terlalu banyak TSH, sehingga menghasilkan hormon tiroid yang

berlebih. Wanita dengan mola hidatidosa (hamil anggur) juga bisa menderita

hipertiroidisme karena perangsangan terhadap kelenjar tiroid akibat

kadar HCG (human chorionic gonadotropin) yang tinggi dalam darah. Jika

kehamilan anggur berakhir dan HCG tidak ditemukan lagi di dalam darah, maka

hipertiroidisme akan menghilang.

3.1.2 Patogenesis

Pada hipertiroidisme, konsentrasi TSH plasma menurun, karena ada sesuatu

yang menyerupai TSH yaitu antibodi immunoglobulin yang disebut TSI (Thyroid

Stimulating Immunoglobulin). TSI berikatan  dengan reseptor yang mengikat

TSH. Hal tersebut merangsang aktivasi CAMP dalam sel sehingga terjadi

hipertiroidisme. Karena itu pada pasien hipertiroidisme konsentrasi TSI

meningkat. TSI mempunyai efek perangsangan yang panjang pada kelenjar tiroid,

yakni selama 12 jam, berbeda dengan efek TSH yang hanya berlangsung satu jam.

Tingginya sekresi hormon tiroid yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga

menekan pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis anterior.

Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid dipaksa mensekresikan hormon hingga

diluar batas sehingga sel-sel sekretori kelenjar tiroid membesar. Gejala klinis yang

terjadi diantaranya pasien sering berkeringat akibat peningkatan laju metabolisme

tubuh yang diatas normal. Bahkan akibat proses metabolisme yang menyimpang

ini, terkadang penderita hipertiroidisme mengalami kesulitan tidur. Efek pada

kepekaan sinaps saraf yang mengandung tonus otot menyebabkan terjadinya

tremor otot yang halus dengan frekuensi 10-15 kali perdetik, sehingga penderita

mengalami gemetar tangan yang abnormal. Eksopthalamus yang terjadi

merupakan reaksi inflamasi autoimun yang mengenai daerah jaringan periorbital

dan otot-otot ekstraokuler, akibatnya bola mata terdesak keluar.

7

3.1.3 Tanda dan Gejala Hipertiroid

Hipertiroid mempunyai tanda dan gejala yang bervariasi yaitu :

-                           

3. 1.

4

Diagnosa

Diagnosis penyakit ini harus dilakukan beberapa pemeriksaan seperti

pemeriksaan fisik dan tes darah laboratorium untuk melihat kadar hormon T3, T4

dan TSH. Hasil pemeriksaan kadar hormon tiroid tinggi dan kadar hormon TSH

rendah, hal ini mengindikasikan kelenjar tiroid terlalu aktif yang disebabkan oleh

adanya suatu penyakit. Pemeriksaan dapat juga dideteksi dengan menggunakan

radioscan tiroid yang menggunakan sinar X-ray untuk melihat kelenjar tiroid

setelah menggunakan iodin radioaktif melalui mulut (Bararah, 2009).

8

Banyak keringat Denyut nadi cepat, seringkali

>100x/menit

Tidak tahan panas Berat badan turun, meskipun

banyak makan, mudah lelah

Sering BAB, kadang diare Otot lemas, terutama lengan atas

dan paha

Jari tangan gementar (tremor) Rambut rontok

Tegang, gelisah, cemas, mudah

tersinggung

Kulit halus dan tipis

Jantung berdebar cepat Pikiran sukar konsentrasi

Haid menjadi tidak teratur Kehamilan sering berakhir dengan

keguguran

Bola mata menonjol dapat disertai

dengan penglihatan ganda

Terjadi perubahan pada mata bertambahnya pembentukan air mata, iritasi dan peka terhadap cahaya

Denyut nadi tidak teratur

terutama pada usia >60 tahun

Tekanan darah meningkat

Hasil diagnosis hipertiroid bisa dilakukan dengan menggunakan Indeks

Wayne seperti terlihat pada tabel di bawah ini :

No. Gejala yang timbul dan atau bertambah berat Nilai

1 Sesak saat kerja +1

2 Berdebar +2

3 Kelelahan +3

4 Suka udara panas -5

5 Suka udara dingin +5

6 Keringat berlebih +3

7 Gugup +2

8 Nafsu makan naik +3

9 Nafsu makan turun -3

`10 Berat badannaik -3

11 Berat badan turun +3

No. Tanda Ada Tidak

1 Tyroid teraba +3 -3

2 Bising tiroyd +2 -2

3 Exoptalmus +2 -

4 Kelopak mata tertinggal gerak bola mata +1 -

5 Hiperkinetik +4 -2

6 Tremor jari +1 -

9

7 Tangan panas +2 -2

8 Tangan basah +1 -1

9 Fibrilasi atrial +4 -

10 Nadi teratur

<80 kali/menit

80-90 kali/menit

>90 kali/menit

-

-+3

-3

-

-

Hipertiroid : ≥20

Eutiroid : 11-18

Hipotiroid : <11

(Sumber : Anonim, 2011)

Tabel 1. Hipertiroid indeks Wayne

BAB IV

TATA LAKSANA TERAPI

4.1 Sasaran Terapi

Sasaran terapi pada pasien hipertiroid adalah menekan produksi hormon

tiroid (obat antitiroid) atau merusak jaringan kelenjar (dengan yodium radioaktif

atau pengangkatan kelenjar) (Tjay dan Kirana, 2007).

4.2 Penatalaksanaan Terapi Hipertiroid

10

Tata laksana terapi yang dapat digunakan untuk mengobati pasien

hipertiroidisme adalah sebagai berikut:

4.2.1 Obat Anti Tiroid

Tujuan utama penggunaan obat anti tiroid adalah untuk mencapai

kondisi euthyroid secepat mungkin dengan aman dan untuk mencapai remisi.

Lama penggunaan obat anti tiroid hingga mencapai remisi bervariasi antar pasien

dan kesuksesan terapi sangat tergantung pada kepatuhan pasien dalam

menggunakan obat (Baskin et al, 2002).

11

Gambar 1. Algoritma penanganan gangguan tiroid.

12

4.2.1.1 Jenis Obat Anti Tiroid

Obat anti tiroid yang sering digunakan adalah propylthiouracil dan

methimazole (golongan thionamide). Keduanya memiliki mekanisme aksi yang

sama namun memiliki profil farmakokinetika yang berbeda dalam hal durasi,

ikatan dengan albumin dan lipofilisitas.

Propylthiouracil dan methimazole dapat digunakan sebagai terapi tunggal

pada hipertiroidisme yang diakibatkan oleh Graves’Disease maupun pada pasien

yang akan menerima terapi radioiodine dan tiroidektomi (Bahn et al, 2011).

Pengobatan hipertiroidisme kategori autoimun atau Graves’Disease,obat anti

tiroid dapat mengembalikan fungsi tiroid karena adanya sifat imunosupresan.

Obat anti tiroid dapat memacu apoptosis limfosit intratiroid, menekan ekspresi

HLA kelas 2, sel T dan natural killer cells. (Bartalena, 2011; Fumarola et al,

2010).

1. Propylthiouracil

Propylthiouracil atau biasa disingkat PTU merupakan obat

antitiroid golongan thionamide. Obat ini bekerja dengan cara

menghambat kerja enzim thyroid peroxidase dan mencegah pengikatan

iodine ke thyroglobulin sehingga mencegah produksi hormon tiroid

(Fumarola et al, 2010).

Keuntungan propylthiouracil dibandingkan methimazole adalah

propylthiouracil dosis tinggi juga dapat mencegah konversi thyroxine

(T4) menjadi bentuk aktif triiodothyronine (T3) di perifer, sehingga

merupakan terapi pilihan dalam badai tiroid atau peningkatan hormon

tiroid secara akut (Nayak dan Burman, 2006).

Propylthiouracil yang digunakan secara per oral hampir

sepenuhnya terabsorpsi disaluran gastrointestinal, karena durasi kerjanya

yang hanya 12 – 24 jam maka PTU harus digunakan beberapa kali sehari

(multiple dose). Propylthiouracil tidak menjadi terapi ini pertama pada

pengobatan hipertiroidisme karena kepatuhan pasien yang rendah dan efek

samping berat seperti hepatotoksik. Propylthiouracil merupakan obat

pilihan pertama pada pasien hipertiroidisme yang sedang hamil

13

trimester pertama. Hal ini disebabkan sifat PTU yang kurang larut

lemak dan ikatan dengan albumin lebih besar menyebabkan obat yang

akan transfer ke plasenta lebih kecil dibandingkan methimazole

(Fumarola et al, 2010; Hackmon et al, 2012).

2. Methimazole

Methimazole atau MMI merupakan obat anti tiroid golongan

thionamide yang menjadi lini pertama pengobatan hipertiroidisme dan

merupakan metabolit aktif dari carbimazole. Carbimazole merupakan

bentuk pro-drug dari methimazole. Di dalam tubuh carbimazole akan

diubah menjadi bentuk aktifnya methimazole dengan pemotongan gugus

samping karboksil pada saat metabolisme fase satu (Bahn et al,

2011).

Mekanisme kerja methimazole dalam mengobati hipertiroidisme

sama seperti propylthiouracil yaitu menghambat kerja enzim thyroid

peroxidase dan mencegah pembentukan hormon tiroid namun tidak

memiliki efek mencegah konversi T4 ke T3. Obat ini digunakan secara

per oral dan hampir terabsorpsi sempurna di saluran cerna, karena

durasi aksinya yang panjang yaitu sekitar 40 jam, maka MMI cukup

digunakan satu kali sehari (single dose) (Anonim, 2008).

Methimazole merupakan lini pertama pengobatan hipertiroidisme

karena efek samping yang relatif lebih rendah dari propylthiouracil,

faktor kepatuhan pasien, serta efektivitas yang lebih baik dibandingkan

propylthiouracil (Bahn et al, 2011).

Penggunaan methimazole pada kehamilan terutama trimester

pertama tidak direkomendasikan karena efek teratogenik methimazole

menyebabkan malformasi kongenital seperti aplasia cutis dan choanal

atresia. Sehingga pada pasien hipertiroidisme yang sedang hamil

trimester pertama yang sedang mengonsumsi methimazole perlu

dilakukan penggantian terapi ke propylthiouracil (Stagnaro-Green et al,

2011).

14

Obat Dosis awal (mg/hari) Pemeriksaan (mg/hari)

          Karbimatol

          Metimazol

          Propiltiourasil

30 – 60

30 – 60

300 – 600

5 – 20

5 – 20

50 – 200

Durasi pengobatan minimal 18 – 24 bulan, bila tetap terkendali dan stabil

maka obat dapat dihentikan.

4.2.1.2 Metode Terapi Obat Anti Tiroid1. Block and Replacement

Pada metode block and replacement pasien diberikan obat anti tiroid

golongan thionamide (propylthiouracil atau methimazole) dosis tinggi

tanpa adanya penyesuaian dosis bersamaan dengan levothyroxine

dengan harapan dapat memberikan efek imunosupresan yang

maksimal. Levothyroxine ditujukan untuk mengganti kebutuhan

hormon tiroid yang dihambat oleh obat anti tiroid dosis tinggi.

Metode ini memiliki keuntungan berupa fluktuasi fungsi tiroid yang lebih

terjaga dan durasi pengobatan yang lebih pendek (6 bulan). Namun

memiliki efek samping yang cukup besar seperti agranulositosis.

2. Titrasi

Pada metode ini pemberian dosis disesuaikan dengan kondisi

hipertiroidisme masing-masing pasien. Dosis awal untuk methimazole

15 – 40 mg/hari (single dose) dan dosis awal untuk propylthiouracil

300 – 400 mg/hari (multiple dose).

Pemberian obat anti tiroid dengan metode titrasi memberikan efikasi

yang setara dengan metode block and replacement namun dengan efek

samping yang lebih kecil.

Durasi pengobatan yang dibutuhkan lebih lama dibandingkan

dengan metode block and replacement yaitu 12 – 24 bulan dan perlu

dilakukan kontrol rutin untuk mengetahui profil TSH dan hormon tiroid

darah untuk penyesuaian dosis.

15

3. Iodine Radioaktif

Iodine radioaktif atau RAI akan di uptake oleh kelenjar tiroid seperti

iodine di dalam tubuh. RAI mencegah sintesis hormon tiroid sehingga

dapat menurunkan kadar hormon tiroid yang berlebihan.

Kontraindikasi : pasien hamil dan menyusui dan kanker tiroid

Efek samping pada pengobatan ini adalah resiko hipotiroidisme lebih

besar.

4.2.2 Tiroidektomi

Tiroidektomi merupakan prosedur pembedahan pada kelenjar tiroid.

Metode terapi ini merupakan pilihan bagi pasien yang kontraindikasi atau

menolak pengobatan dengan obat anti tiroid dan iodine radioaktif.

Secara umum prosedur tiroidektomi dapat dibedakan menjadi dua

metode berikut.

1. Tiroidektomi total

Pada prosedur ini dilakukan pengangkatan seluruh bagian kelenjar

tiroid. Hal ini akan menyebabkan kondisi hipotiroidisme karena tidak

adanya kelenjar yang menghasilkan hormon tiroid lagi. Dengan demikian,

pasien perlu mengonsumsi obat pengganti hormon tiroid oral seumur

hidup.

2. Tiroidektomi partial (lobekstomi)

Prosedur ini hanya dilakukan pengangkatan sebagian kelenjar tiroid.

Kelebihan dari prosedur ini adalah tubuh masih dapat memproduksi

hormon tiroid sehingga tidak perlu konsumsi obat pengganti hormon

tiroid. Namun kelemahannya adalah adanya resiko untuk kambuh lagi.

Efek samping dari prosedur ini adalah Hipoparatioroidisme.

Hipoparatiroidisme merupakan kondisi dimana hormon paratiroid

tubuh kurang dari normal, manifestasi klinik yang muncul berupa

hipokalsemia dan hiperfosfatemia.

16

4.2.3 Pengobatan Tambahan

a. Beta-blocker

Beta-blocker atau penghambat beta adalah obat yang digunakan untuk mengatasi gejala yang muncul akibat hipertiroidisme seperti hiperaktif, detak jantung cepat, dan tremor. Obat ini tidak boleh dikonsumsi oleh penderita asma.

Beta-blocker diberikan setelah produksi hormon kelenjar tiroid bisa dikendalikan oleh thionamide. Efek samping yang paling umum akibat obat ini adalah mual, kaki dan tangan menggigil, insomnia, dan selalu merasa lelah. Contoh : propanolol.

4.3 PemeriksaanA. Pemeriksaan Fisik

Dapat terasa pulsasi ( detakan / denyutan) dan vibrasi ( getaran ) pada posisi kelenjar tiroid

Terlihat adanya pembesaran pada posisi kelenjar tiroid

B. Pemeriksaan Diagnostik Tes kadar T4 dan T3 dalam serum, hasilnya akan meningkat Tes kadar TSH, hasilnya kadar TSH menurun Tiroid scan untuk melihat adanya pembengkakan pada hormon tiroid

17

BAB V

STUDI KASUS5.1 Kasus Hipertiroid

Ny. Aisyah (46 tahun) seorang buruh tani datang ke RS. Mitra dengan

keluhan utama sesak napas secara tiba-tiba. Sebelumnya tidak pernah merasakan

hal yang sama. Sesak napasnya dirasakan ketika pasien berjalan sekitar 200 meter

dan ketika pasien berjalan ke ketinggian (seperti menaiki anak tangga). Selain itu

pasien juga merasa nyeri seperti ditusuk-tusuk pada dada sebelah kiri ketika

bernafas namun tidak menjalar dan dirasakan semakin memberat jika dibuat

bernafas atau berubah posisi.

Pasien juga sering merasa berdebar-debar tanpa didahului perasaan yang tidak

enak atau sebagainya. Pasien juga sering berkeringat walau tidak berada dibawah

sinar matahari maupun saat bekerja (saat beristirehat). Jika diminta untuk memilih

antara suhu panas dan dingin, pasien lebih memilih suhu yang dingin karena

merasa lebih nyaman. Pasien juga mengalami penurunan berat badan sedangkan

nafsu makan meningkat dan pasien sering merasa cepat lapar. Pasien juga sering

merasa lemas dan sedikit gemetar di daerah jari kedua tangan. Pasien juga

mengeluhkan merasa sangat mudah lelah walau hanya melakukan aktivitas yang

sangat sederhana dan ringan. Pasien juga sudah tidak mengalami menstruasi lagi.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 160/80 mmHg, denyut nadi

122 kali/menit dan suhu tubuh 38∘C. Pada daerah leher didapatkan pembesaran

kelenjar tiroid dengan ukuran 3x2x5cm. Selain itu, pada pasien ini juga

didapatkan tremor halus.

Dari pemeriksaan hasil laboratorium didapatkan :

1. Peningkatan Total T3 (2,56ng/mL)

2. Peningkatan T4 bebas (5.00ng/dL)

3. Penurunan hasil TSH (0.018µIU/mL)

4. Berdasarkan EKG didapatkan Sinus Takikardia

18

Pasien didiagnosis mengalami hipertiroid. Pasien diberi Methimazol 30 mg

per hari sebagai dosis awal selama 6 bulan. Pengobatan dilakukan selama 1 tahun,

dosis penjagaan ( 5 mg-15 mg per hari ) dapat dilakukan sewaktu – waktu

tergantung kondisi pasien.

5.1.1 Subjective

Nama klien : Ny. Aisyah

Umur : 46 Tahun

Pekerjaan : Buruh tani

5.1.2 Objective

5.1.2.1 Gejala :

1. Sesak nafas

Pasien hipertiroid akan mengalami kenaikan curah jantung dan

konsumsi oksigen pada saat maupun setelah melakukan aktivitas. Selain

itu kapasitas vital pada penderita hipertiroid akan menurun disertai dengan

gangguan sirkulasi dan ventilasi paru

2. Gelisah atau berdebar tanpa ada sebab

Disebabkan oleh sekresi hormon tiroid yang berlebih

3. Nyeri di dada kiri

Pada penderita hipertiroid, terjadi peningkatan jumlah dan affinitas

dari reseptor beta adrenergik. Hal akan mengakibatkan peningkatan kerja

otot jantung sehingga denyut jantung meningkat bersamaan dengan

meningkatnya cardiac output

4. Sering merasa lapar

Pada hipertiroid terjadi trakikardi yang menyebabkan meningkatnya

aktivitas gastrointestinal. Selain itu T3 dan T4  merangsang proses

19

glukoneogenesis dan glikogenesis. Glukoneogenesis menyebabkan massa

otot menurun dan kelemahan

5. Mudah lelah

Dikarenakan adanya hipermetabolisme

6. Tidak tahan akan udara panas

Adanya kelebihan hormon tiroid yang bersifat kalorigenik

menyebakan tubuh mengakumulasi panas

7. Tremor halus

Mekanisme kontraksi otot perifer umumnya dikontrol lewat serebelum

dan ganglion basalis. Namun pada pasien hipertiroid, terjadi rangsangan

berlebihan terhadap ganglion basalis. Oleh karena itu, pada otot yang ada

di ekstremitas terjadi kontraksi berlebih saat ada kegiatan yang akan

mengakibatkan tremor

5.1.2.2 Tanda :

1. Peningkatan Total T3 (256ng/dL)

Normal : 70- 190 ng/dL

2. Peningkatan T4 bebas (5.00ng/dL)

Normal : 0,7-1,55 ng/dL

3. Penurunan hasil TSH (0.018µIU/mL)

Normal : 0,4 µU/ml – 5,0 µU/ml

4. Berdasarkan hasil EKG didapatkan sinus Takikardia

5. Tekanan darah 160/80 mmHg

6. Denyut nadi 122 kali/menit

7. Ada pembengkakan ringan pada kelenjar tiroid

8. Penurunan berat badan

9. Suhu tubuh 38∘C

20

5.1.3 Assessment

Diagnose hipertiroid dan pemberian obat anti tiroid sudah benar, diagnosa ini

dikuatkan dengan Indeks Wayne. Indeks Wayne sendiri merupakan suatu

checklist yang berisi ada atau tidaknya gejala-gejala, seperti palpitasi, mudah

lelah, berat badan turun, dan lain-lain dengan score tersendiri untuk masing-

masing gejala. Seorang pasien didiagnosis menderita hipertiroid apabila score

Indeks Wayne ≥20. Di bawah ini telah dilampirkan Indeks Wayne.

21

No. Gejala yang timbul dan atau

bertambah berat

Nilai Checklist

1 Sesak saat kerja +1

2 Berdebar +2

3 Kelelahan +3

4 Suka udara panas -5 -

5 Suka udara dingin +5

6 Keringat berlebih +3 -

7 Gugup +2 -

8 Nafsu makan naik +3

9 Nafsu makan turun -3 -

10 Berat badan naik -3 -

11 Berat badan turun +3

No Tanda Ada Tidak Checklist

1 Tyroid teraba +3 -3

2 Bising tiroyd +2 -2 -

3 Exoptalmus +2 - -

4 Kelopak mata tertinggal gerak bola

mata

+1 - -

5 Hiperkinetik +4 -2 -

6 Tremor jari +1 -

7 Tangan panas +2 -2 -

8 Tangan basah +1 -1 -

9 Fibrilasi atrial +4 - -

10 Nadi teratur

<80 kali/menit

80-90 kali/menit

>90 kali/menit

-

-

+3

-3

-

-

Hipertiroid : ≥20

Eutiroid : 11-18

Hipotiroid : <11

(Sumber : Anonim, 2011)

Total Score : 24

Pasien di diagnosa mengalami hipertiroid

22

5.1.4 Plan

5.1.4.1 Pengobatan Non Farmakologi :

Hindari rokok, kopi dan alkohol

Konsumsi kalsium dan vitamin yang cukup

Istirahat yang cukup

Kurangi stres

Tiroidektomi dilakukan jika pengobatan dengan obat anti tiroid tidak

berhasil

5.1.4.2 Pengobatan Farmakologi :

1. Obat anti tiroid

Memberikan obat anti tiroid lini pertama yaitu Methimazole.

Dipilihnya Methimazole karena faktor efek samping yang lebih ringan

dibanding Propylthiouracil

Mekanisme dari MMI adalah menghambat kerja enzim thyroid

peroxidase dan mencegah pembentukan hormon tiroid

2. Beta-blocker

Digunakannya obat ini untuk mengurangi gejala adrenergik seperti

trremor, gemetar, gelisah, dan lain sebagainya.

Misalnya : propanolol dan nadolol

23

DAFTAR PUSTAKA

Abraham, P., Avenell, A., Park, C.M., Watson, W.A. dan Bevan, J.S. 2005.

Systematic Review of Drug Therapy for Graves’ Hyperthyroidism. European

Journal of Endocrinology 153. 489–498.

Ajjan, R.A. dan Weetman, A.P.2007. Medical Management of Hyperthyroidism.

US Endocrine Disease, 73–76.

Anonim. 2008. Graves’ Disease, National Institute of Health Publication, United

States of America.

Bahn, R.S., Burch, H.B., Cooper, D.S., Garber, J.R., Greenlee, M.C., Klein,

Laurberg, P., McDougall, I.R., Montori, V.M., Rivkees, S.A., Ross, D.S., Sosa,

J.A., dan Stan, M.N. 2011. Hyperthyroidism and Other Causes of Thyrotoxicosis:

Management Guidelines of The American Thyroid Association and American

Association of Clinical Endocrinologists. Endocr Pract. 17 (No.3)

Baskin, H.J., Cobin, R.H., Duick, D.S., Gharib, H., Guttler, R.B., Kaplan, M.M.,

dan Segal, R.L. 2002. American Association of Clinical Endocrinologists Medical

Guidelines for Clinical Practice for the Evaluation and Treatment of

Hyperthyroidism and Hypothyroidism. Endocr Pract 8(No.6), 457–469.

Bartalena, L. 2011. Antithyroid Drugs. Thyroid International 2, 3–15.

Corwin, E,J, 2000, Buku Saku Patofisiologi, EGC, Jakarta.

24

Dipiro, J.T..2009. Pharmacoterapy Handbook 7th editioan. Mc Graw Hill. New York. Hal 227-234.

Klein I: Cardiovascular Effects of Hyperthyroidism. Available atwww.uptodate.com. last updated on September 12, 2006.

Sukandar, et al. 2013. ISO Farmakoterapi. ISFI Penerbitan : Jakarta, 38-43.

25