bab 3 studi islam
TRANSCRIPT
![Page 1: Bab 3 Studi Islam](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081805/557210dc497959fc0b8dcd36/html5/thumbnails/1.jpg)
APLIKASI KEIMANAN DALAM BERBAGAI ASPEK
KEHIDUPAN
1. Pengertian Ilmu Filsafat dan Ilmu Kalam
Dalam mempelajari ilmu tauhid terdapat dua cara, yaitu mempelajari
ilmu filsafat dan ilmu kalam.
1.1 Ilmu Filsafat
Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa indonesia
merupakan kata serapan dari bahasa Arab falsafah yang juga
diambil dari bahasa Yunani philosophia. Dalam bahasa ini, kata ini
merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia =
Cinta) dan (sophia = kebijaksanaan). Sehingga arti harfiahnya
adalah cinta kebijaksanaan. Dalam bahasa Indonesia seseorang
yang mendalami bidang falsafah disebut “filsuf”.1
Pengertian filsafat secara terminologi sangat beragam. Para
filsuf merumuskan pengertian filsafat sesuai dengan
kecenderungan pemikiran kefilsafatan yang dimilikinya. Al-Farabi
(870-950 M) seorang filosof Islam mendefinisikan filsafat sebagai
ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bagaimana hakekat
alam yang sebenarnya. Ada juga yang mendefinisikan filsafat
adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran
manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar.2
Dari semua pengertian filsafat secara terminologis di atas, dapat
ditegaskan bahwa filsafat adalah ilmu yang berusaha mencari
sebab segala sesuatu, memecahkan permasalahan, mencari
kebenaran sesungguhnya.
Di kalangan umat islam filsafat dianggap perlu dipelajari
sebab filsafat berguna untuk mengembangkan pemikiran,
mentiarkan, memperkuat dan mempertahankan aqidah Islam.
1 http://id.wikipedia.org/wiki/filsafat2 Irmayanti Meliono,dkk, MPKT Modul 1, Lembaga
Penerbitan FEUI, Jakarta, 2007 hlm. 1
![Page 2: Bab 3 Studi Islam](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081805/557210dc497959fc0b8dcd36/html5/thumbnails/2.jpg)
1.2 Ilmu Kalam
Untuk mendefinisikan ilmu kalam, maka cukup dengan
mengatakan , “ilmu kalam merupakan sebuah ilmu yang mengkaji
doktrin-doktrin dasar atau akidah-akidah pokok islam (ushuluddin).
Ilmu kalam mengidentifikasi akidah-akidah pokok dan berupaya
membuktikan keabsahannya dan menjawab keraguan terhadap
akidah-akidah pokok tersebut.”3
Ilmu ini disebut ilmu kalam sebab di dalamnya banyak sekali
dibicarakan tentang kalamullah.4
Dasar-dasar akidah Islam telah dijelaskan oleh Nabi
Muhammad saw melalui pewahyuan Al-Qur’an dan kumpulan
sabdanya untuk umat manusia.5 Generasi muslim awal telah
meyakini dan menghayati akidah ini meski belum diformulasikan
sebagai suatu ilmu lantaran rumusan tersebut belum diperlukan.
Pada periode selanjutnya, persoalan akidah secara ilmiah
dirumuskan oleh sarjana Muslim yang dikenal dengan nama
mutakallimun. Hasil rumusan mutakallimun itu disebut ilmu kalam.
Ilmu kalam bertujuan membantu memperoleh dan
mempertahankan keyakinan muslim yang telah tertanam. Jadi
selain nash, ilmu kalam juga menaggunakan akal.6
Ilmu kalam dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu :
1. Golongan Jabariah
Golongan ini didirikan oleh Jaham bin Safwan pada abad ke-2
H, dan disebut juga sebagai golongan jahamiah. Alasan
mengapa golongan ini dinamakan Jabariah dikarenakan
bahwa salah satu pandangannya mengatakan bahwa
perbuatan baik maupun buruk manusia bukanlah atas
3 Murtadha Muthahhari, Mengenal Ilmu Kalam, Pustaka Zahra, Jakarta, 2002, hlm. 25
4 Beni Kurniawan, Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi, Grasindo, Jakarta, 2009, hlm.162
5 Ibn Taymiyyah, Ma’arij al-Wushul, (t.p.:Mathba’ah al-Mu’ayyad,1318 H), hlm. 2
6 Ibn Rusyd, Tujuh Perdebatan Utama dalam Teologi Islam, Erlangga, 2006, hlm. 2
![Page 3: Bab 3 Studi Islam](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081805/557210dc497959fc0b8dcd36/html5/thumbnails/3.jpg)
kehendak dirinya, akan tetapi karena paksaan (jabar) dari
Allah swt., sehingga manusia tidak mempunyai kekuasaan
sedikit pun untuk memilih dari perbuatan yang akan
dilakukannya.
Yang menjadi dasar mereka adalah firman Allah dalam surah
As-Saffat:96, Al-Hadid:22, Al-Anfal:17 dan At-taubah:51.
2. Golongan Qadariyah
Golongan ini didirikan oleh Ma’had Al-Jauhari di Irak akhir
abad 1 H. Nama golongan ini berdasarkan kepada pengertian
bahwa manusia mempunyai qudrat atau kekuasaan, dan
untuk berbuat harus sesuai dengan kehendaknya. Manusia
dijadikan Allah swt diberi potensi untuk berbuat, Allah swt
tidak ada pengaruhnya kepada segala perbuatan manusia.
Dalilnya terdapat pada surah Al-Kahfi:29, Ar-Ra’du:11, Al-
Balad:10
3. Golongan Mu’tazilah
Didirikan oleh Abu Huzaifah Wasil bin Ata. Ajarannya antara
lain menyebutkan bahwa setiap orang Islam yang melakukan
dosa besar disebut fasiq artinya mereka bukan mukmin dan
bukan pula kafir. Baginya mereka tidak akan masuk surga dan
neraka, tetapi menempati tempat tersendiri antara keduanya.
Mereka disebut muk’tazilah karena berpendapat seperti ini.
4. Golongan Asyariah
Didirikan oleh Abdul Hasan Al-Asyari tahun 300 H. Golongan
ini merupakan reaksi kepada golongan Mu’tazilah. Golongan
ini juga disebut dengan ahlussunnah wal-jama’ah, karena
mereka banyak berpegang kepada tradisi dari nabi dan
sahabatnya, dengan jumlah pengikut yang banyak.
Pendapatnya terhadap ketuhanan dikemukakan bahwa Allah
mempunyai sifat dan nanti pada akhirat, Allah akan dapat
dilihat.
![Page 4: Bab 3 Studi Islam](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081805/557210dc497959fc0b8dcd36/html5/thumbnails/4.jpg)
2. Perbedaan Filsafat dengan Ilmu Kalam
Sebenarnya ilmu kalam dan filsafat islam tidak bisa dibedakan
secara tajam karena keduanya mengandung unsur filosofis. Ibn
Khaldun menjelaskan bahwa mutakallimun umumnya berpikir tentang
alam semesta dengan segala kondisinya sebagai argumen atas
eksistensi Tuhan, sedangkan filsuf umunya berpikir langsung terhadap
wujud mutlak tanpa mengawali dengan bepikir tentang alam untuk
mengenal Tuhan.7
Mutakallimun mengkaji persoalan kalam dengan mendahulukan
nash, sedangkan filsuf membahasnya tanpa melalui nash. Namun
keduanya dapat mencapai titik temu melalui nash. Tambahan pula,
mutakallimun berpendapat bahwa akal mestinya berjalan dibelakan
nash. Namun demikian, filsuf berpendapat bahwa akal mampu
berjalan sendiri tanpa harus merujuk kepada nash. Para filsuf merujuk
kepada nash untuk menilai kebenaran pendapat mereka.
Perbedaan antara kedua ilmu tersebut terletak pada aspek
metodologinya. Ilmu kalam, sebagai ilmu yang menggunakan logika
(aqliyah landasan pemahaman yang cenderung menggunakan
metode berfikir filosofis) dan argumentasi naqliyah yang berfungsi
untuk mempertahankan keyakinan ajaran agama. Pada dasarnya ilmu
ini menggunakan metode dialektika (jadilah) /dialog
keagamaan.Sementara filsafat adalah sebuah ilmu yang digunakan
untuk memperoleh kebenaran rasional. Filsafat menghampiri
kebenaran dengan cara menuangkan akal budi secara radikal
(mengakar) dan integral (menyeluruh) serta universal (mendalam) dan
terikat logika.
Di dalam pertumbuhannya, ilmu kalam (teologi) berkembang
menjadi teologi rasional dan teologi tradisional. Filsafat berkembang
menjadi sains dan fisafat sendiri. Dilihat dari aspek aksiologinya, ilmu
kalam berperan sebagai ilmu yang mengajak orang yang baru untuk
mengenal rasio sebagai upaya mengenal Tuhan secara rasional.
7 Ahmad Mahmud Subhi, Fi’Ilm Al-Kalam, Dirasah Falsafiyyah, (Iskandariyyah: Dar al-kutub al-jami’iyyah, 1969, hlm. 1
![Page 5: Bab 3 Studi Islam](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081805/557210dc497959fc0b8dcd36/html5/thumbnails/5.jpg)
Adapun filsafat berperan sebagai ilmu yang mengajak kepada orang
yang mempunyai rasio secara prima untuk mengenal Tuhan secara
bebas melalui pengamatan dan kajian alam dan ekosistemnya
langsung.
Filsafat dijadikan sebagai aat untuk membenarkan nash agama.
Filsafat mengawali pembuktiannya dengan argumentasi akal, barulah
pembenarannya diberikan wahyu sedangkan ilmu kalam mencari
wahyu yang berbicara tentang keberadaan Tuhan baru kemudian
didukung oleh argumentasi akal.
Secara ringkas dapat dikemukakan bahwa perbedaan antara ilmu
kalam dan filsafat adalah :
1. Dalam ilmu kalam filsafat dijadikan sebagai alat untuk
membenarkan ayat-ayat al-Qur’an, sedangkan dalam filsafat
sebaliknya, ayat-ayat al-Qur’an dijadikan bukti untuk
membenarkan hasil-hasil.
2. Pembahasan dalam ilmu kalam terbatas pada hal-hal yang
tertentu saja. Masalah yang dimustahilkan al-Qur’an
mengetahui tidak dibahas oleh ilmu kalam tetap dibahas oleh
filsafat.8
3. Tauhid sebagai Aqidah dan Filsafat Hidup Manusia
Akidah Islam sering disebut tauhid. Ajaran tauhid disebut
pula ajaran monotisme. Aqidah ini sudah ada sejak zaman Nabi
Adam a.s. sebagai seorang nabi dan rasul, Adam telah membawa
aqidah ketauhidan tersebut, suatu aqidah yang diberikan Allah
kepada beliau. Karena itu umat Islam yakin nabi Adam menganut
paham monotisme dan tidak mungkin menganut paham politisme /
kemusyikan.
Nabi Adam tahu betul tentang Tuhan Yang Maha Esa, Allah
SWT. Dengan keyakinan bahwa Akidah ketauhidan sudah ada
8 M. Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,1999
![Page 6: Bab 3 Studi Islam](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081805/557210dc497959fc0b8dcd36/html5/thumbnails/6.jpg)
sejak Nabi Adam a.s. Umat islam menolak teori Charles Darwin
dan pengikutnya mengenai evolusi tentang asal-usul agama.
Alasan yang biasa dikemukakan dalam penolakan teori tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Kalau agama islam muncul melalui proses evolusi sesuai
dengan tingkat dan kemajuan ilmu pengetahuan berarti
agama islam adalah produk manusia. Sedangkan islam
adalah agama wahyu, datang dari Allah SWT. Ia bukan
kebudayaan, sekalipun ia melahirkan kebudayaan dan
peradaban.
2. Kalau Adam a.s adalah seorang Nabi, tentu ia diberi bekal
oleh Allah SWT dengan agama tauhid atau monoteisme.
Dalam kepercayaan Umat beriman, Adam adalah Nabi.
Salah satu keunggulan Islam dibanding semua agama lain
di dunia adalah identitas tauhid yang melekat di dalamnya.
Sebagai agama tauhid, Islam menempatkan keesaan Allah pada
posisi tertinggi. Dalam pandangan Islam, tuhan hanya satu, the
only one; dan the only one itu adalah Allah yang merupakan
sumber atau pusat dari segala sesuatu yang ada di alam semesta.
Prinsip itu dipertegas dengan memposisikan tauhidullah pada
urutan pertama rukun Islam.
Wujud dari kesatuan ketuhanan itu terpancar jelas dari persaksian
manusia tauhid bahwa laailaahaillallaah, tidak ada tuhan selain
Allah. Dengan mengatakan “la”, berarti manusia tauhid
menyatakan “tidak” terhadap segala sumber keyakinan dan
kekuatan nonilahiah. Jadi, pada setiap yang bukan tauhid,
manusia tauhid harus berani mengatakan tidak. Sehingga, tidak
ada tuhan, tidak ada kekuatan lain kecuali Allah, laa haula wa laa
quwwata illaa billaah. Itu berarti, sebelum meyakini Allah, kita
wajib mengingkari yang selain Allah.
![Page 7: Bab 3 Studi Islam](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081805/557210dc497959fc0b8dcd36/html5/thumbnails/7.jpg)
Karena itu, karakteristik pertama manusia tauhid adalah sikap
penolakannya terhadap pedoman hidup yang datangnya bukan
dari Allah. Dalam QS Al-Baqarah ayat 256 ditegaskan:
“Barangsiapa mengingkari, mengufuri, dan menolak semua objek
persembahan kecuali Allah, maka dia memegang tali yang kokoh.”
Karakteristik pertama manusia tauhid adalah sikap
penolakannya terhadap pedoman hidup yang datangnya bukan
dari Allah. Ia harus berani melawan kebatilan, kekufuran,
kebobrokan, keburukan. Tiada rasa takut untuk melakukan itu
karena ketakutan hanya ditujukan kepada Allah.
Kedua, manusia tauhid memiliki komitmen utuh pada
Tuhannya. Tauhid berarti komitmen manusia kepada Allah
sebagai fokus dari segala sumber. Allah lah satu-satunya sumber
nilai. Segala sesuatu bersumber dari Allah dan segala sesuatu
pasti akan kembali kepada Allah. Apa yang dikehendaki Allah,
akan menjadi pedoman manusia tauhid dalam melangkahkan kaki
menyusuri jalan kehidupan. Misalnya saja, Allah mencintai
keindahan, maka keindahan itu pula yang akan digelorakan
manusia tauhid. Keindahan itu bisa berwujud dalam perilaku yang
santun, tampilan yang bersih, sikap yang tawadhu’, atau tutur kata
yang sopan. Manusia tauhid tak mau menerima otoritas dan
petunjuk selain dari Allah. Ia berusaha secara maksimal untuk
menjalankan pesan dan perintah Allah sesuai dengan kadar
kemampuan yang ada.
Ketiga, manusia tauhid mempunyai tujuan hidup yang jelas.
Dengan bertauhid, seorang muslim juga memproklamasikan
kehidupannya hanya untuk Allah.
Keempat, manusia tauhid juga mempunyai misi jelas
tentang kehidupan yang hendak dibangun bersama manusia lain.
Misi manusia tauhid adalah mewujudkan sebuah orde kehidupan
yang sesuai dengan keinginan Allah. Maka, perubahan harus
selalu didengungkan oleh manusia tauhid. Tentu, bukan
perubahan menuju keburukan, tetapi perubahan menuju kebaikan.
![Page 8: Bab 3 Studi Islam](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081805/557210dc497959fc0b8dcd36/html5/thumbnails/8.jpg)
Ia harus terpanggil untuk menjebol kejumudan masyarakat. Ia
harus tergerak untuk mengubah tatanan masyarakat menjadi
tatanan yang berkeadilan sosial, berperikemanusiaan, dan
berkesejahteraan menuju tatanan yang beradab; bukannya
tatanan yang biadab. Pembentukan orde sosial yang adil dan etis
adalah tugas yang diperintahkan Allah melalui Al Quran.
Kelima, manusia tauhid bersikap progresif dengan selalu
menilai kualitas kehidupannya. Apabila ditemukan unsur-unsur
syirik, ia akan membongkar kehidupannya dan membangunnya
kembali agar sesuai dengan pesan-pesan Illahi. Ia tak
menganggap dirinya sebagai orang besar karena yang besar
hanyalah Allah. Anggapan seperti itulah yang menggiringnya
untuk selalu merasa kecil di hadapan Allah. Karenanya, ia tidak
akan menyombongkan diri, sebab yang berhak sombong hanyalah
Allah.9
9 http://dirbas.blogspot.com/ 2012/07/aplikasi-keimanan-dalam-berbagai-aspek.html
![Page 9: Bab 3 Studi Islam](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081805/557210dc497959fc0b8dcd36/html5/thumbnails/9.jpg)
DAFTAR PUSTAKA
1. Http: //id.wikipedia.org/wiki/filsafat
2. Meliono, Irmayanti,dkk.MPKT Modul 1.Jakarta:Lembaga Penerbitan
FEUI.2007
3. Muthahhari,Murtadha.Mengenal Ilmu Kalam.Jakarta:Pustaka
Zahra.2002,
4. Kurniawan,Beni.Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan
Tinggi.Jakarta:Grasindo.2009
5. Taymiyyah,Ibn.Ma’arij al-Wushul, (t.p.:Mathba’ah al-Mu’ayyad,1318 H)
6. Rusyd,Ibn.Tujuh Perdebatan Utama dalam Teologi
Islam.Jakarta:Erlangga.2006
7. Mahmud Subhi,Ahmad.Fi’Ilm Al-Kalam.Dirasah Falsafiyyah,
(Iskandariyyah: Dar al-kutub al-jami’iyyah.1969)
8. Asmuni,M. Yusran, Ilmu Tauhid.Jakarta:PT Raja Grafindo
Persada.1999
9. http://dirbas.blogspot.com/ 2012/07/aplikasi-keimanan-dalam-berbagai-
aspek.html
![Page 10: Bab 3 Studi Islam](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081805/557210dc497959fc0b8dcd36/html5/thumbnails/10.jpg)