pendekat an studi islam · 2015. 3. 7. · hasil penelitian tentang "jatuhnya daulat bani...

248
PENDEKAT AN STUDI ISLAM

Upload: others

Post on 28-Oct-2020

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

PENDEKATAN

STUDI ISLAM

Page 2: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

D R . H . r t . A T I O r t t D m R

PENDEKATAN

STUDI ISLAM

DALAn TEORI DAN PRAKTEK

Page 3: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

o PUSTAKA PCLAJAR

Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktel?

Pengarang Dr. H.M. Atho Mudzhar

Penyunting Kamdani & Drs. Khoiruddin Nasution, MA

Cetakan I, Mei 1998 PP.98.163

Desain Cover Ari Widjaja

Tata Letak Herry & Diah K

Penerbit PUSTAKA PELAJAR (Anggota IKAPI) Glagah UH IV/343 Telp. (0274) 381542

Yogyakarta 55164

Pencetak Pustaka Pelajar Offset

ISBN: 979-9075-44-0Ucapan Terima Kasih

PERTAMA-TAMA penulis mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT bahwa buku ini dapat terbit ke hadapan pembaca. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Drs. Khairuddin Nasu- tion, M.A. yang telah membantu menyeleksi makalah-makalah penulis di berbagai kesempatan sehingga terhimpun menjadi buku ini. Semoga

Page 4: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

buku ini bermanfaat bagi kalangan peneliti umumnya dan peminat Islam di perguruan tinggi khususnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Penerbit Pustaka Pelajar Yogyakarta yang telah bersedia menerbitkan buku ini.

Tegur sapa dari pembaca bagi penyempurnaan buku ini pada masa yang akan datang, amat dinantikan. • Daftar Isi

Ucapan Terima Kasih • v Daftar Isi • vi Pendahuluan *1 Bagian Pertama: Teori-teori Penelitian Bab I: Islam sebagai Sasaran Studi dan Penelitian • 11 A. Pendahuluan • 11 B. Agama sebagai Gejala Budaya dan Gejala Sosial *12 C. Islam sebagai Wahyu dan Produk Sejarah «19

1. Islam sebagai Wahyu #19 2. Islam sebagai Produk Sejarah dan Sasaran Penelitian *22

D. Studi Islam di Berbagai Perguruan Tinggi di Dunia *24 E. Refleksi untuk Masa Depan IAIN * 29

Bab II: Metodologi Penelitian Agama: Pembedaan Penelitian Agama dan Keagamaan

A. Batasan Pengertian *34 B. Problematika Metodologi *36 C. Agama sebagai Sasaran Penelitian Budaya *37 D. Agama sebagai Sasaran Penelitian Sosial *44

1. Letak Ilmu Sosial *44 2. Ilmu Sosial dan Teori *45

E. Grounded Research: Sebuah Contoh Metode Penelitian

Page 5: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Sosial *47 F. Mesj id dan Bakul Keramat: Sebuah Aplikasi Grounded

Research #57 Bab III: Penyusunan Desain Penelitian Agama A. Pendahuluan • 60 B. Desain Penelitian Agama sebagai Gej ala Budaya *60 C. Desain Penelitian Agama sebagai Gejala Sosial *68

Bagian Kedua: Contoh Studi dalam Praktik Bab IV: T eori-teori tentang Jatuhnya Daulat Bani Umayah

dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah A. Pendahuluan *83 B. Teori-teori tentang Kebangkitan Daulat Bani Abasiyah *86 C. Bani Abasiyah dan Syi'ah# 89 D. Bani Abasiyah dan Khurasan *95 E. Bani Abasiyah dan Gerakan Terbuka • 104 F. Bani Abasiyah Mencari Calon Khalifah • 114 G. Gerakan Abasiyah Mengadakan Pembersihan Ke dalam *119 H. Penutup*123 Bab V: Mesjid dan Bakul Kramat: Konflik dan Integrasi

dalam Masyarakat Bugis Amparita A. Pendahuluan *127 B. Desa Amparita 13 4 C. Kelompok-kelompok Masyarakat yang Berbeda • 140 D. Konflik antara Kelompok-kelompok Sosial • 166 Konflik

sosial pada masa lalu #166 Aspek-aspek yang mendorong konflik sosial dewasa ini • 177

E. Integrasi antara Kelompok-kelompok Sosial *200 Usaha-usaha integrasi sosial yang telah dilakukan #200 Aspek-aspek yang mendorong integrasi sosial *203

F. Kesimpulan *228

Page 6: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Bab VI: Fatwa Majelis Ulama Indonesia A. Pendahuluan *242 B. Pengayaan Pengetahuan dan Kemampuan Metodologi • C. Merumuskan Tema dan Topik • 244 D. Aspek-aspek Psikologis dan Kepribadian #246 E. Ringkasan Hasil Penelitian tentang F atwa MUI # 247

Indeks • 263 Riwayat Hidup Pengarang # 266Pendahuluan

STUDI metodologi di IAIN seringkali dianggap baru dimulai awal 1970-an. Anggapan itu ada benamyajika yang dimaksudkan adalah mata kuliah metodologi penelitian yang diajarkan secara berdiri sendiri. Tetapi kalau dicermati, sesungguhnya yang baru adalah metodologi penelitian sosial. Sedangkan untuk metodologi penelitian budaya, banyak skripsi di IAIN sejak tahun 1960- an yang, meskipun tanpa menyebut demikian, telah mengguna- kannya, khususnya untuk studi naskah dan pemikiran. Lebih dari itu, sebetulnya sejak awal IAIN telah mengajarkan metodologi studi Islam yang secara konvensional telah berkembang sejak lahirnya ilmu-ilmu ke-Islaman.

Paling sedikit ada tiga jenis metodologi konvensional yang telah berkembang. Pertama, metodologi penelitian tafsir yang menekankan pada, misalnya, pentingnya ilmu asbab al-nuzul (sebab-sebab turunnya ayat Al-Quran), linguistika (aspek-aspek kebahasaan) ayat Al-Quran, konsep nasikh mansukh (abrogation), dan lain-lain. Pendek kata, semua topik yang sekarang ter- cakup dalam Ulum al-Quran dapat dikatakan sebagai konsep- konsep

Page 7: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

metodologis dalam studi Al-Quran. Kedua, metode penelitian hadis, atau sering disebut ilmu Mustalah Hadis. Ilmu ini pada intinya dibagi menjadi dua: ilmu yang membahas teks (inatan) hadis dan yang membahas bagaimana hadis itu di- transmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya sehing- ga sampai kepada para perawi hadis yang kemudian membu- kukannya. Kedua ilmu ini, yang membahas teks dan yang membahas proses transmisi hadis, sering juga disebut Ilmu Hadis Riwayah dan Ilmu Hadis Dirayah Ketiga, ilmu ushul fiqh atau ilmu dasar-dasar fiqh, yaitu ilmu yang mempelajari tentang dalil-dalil nash dari segi penunjukan (dilalah)-nya kepada hukum. Contoh, karena suatu nash menggunakan kata perintah (fi 'il amar), maka hukum sesuatu yang disebut dalam nash itu adalah wajib. Jadi, wajib, sunnat, mubah, makruh dan haram adalah kategori hukum atau kategori fiqh, sedangkan tugas ushul fiqh adalah menjelas- kan bagaimana memahami bahwa suatu nash menunjuk kepada wajib, sunnat, mubah, makruh atau haram. Ilmu ushul fiqh juga membahas, misalnya, bagaimana kalau kata yang digunakan dalam nash mempunyai lebih dari satu makna? Bagaimana kalau ada dua nash, baik sesama Al-Quran ataupun antara Al-Quran dan hadis, saling bertentangan? Apa yang harus dilakukan? Dan masih banyak lagi topik yang tercakup dalam ilmu ushul fiqh dan semua sebenarnya bersifat metodologis, selain asumsi- asumsi dasar yang menyangkut filsafat hukum.

Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa metodologi studi Islam sudah diajarkan dan berkembang di IAIN sejak IAIN ber- diri, hanya saja masih terserak-serak dan belum diintegrasikan dengan konsep-konsep metodologi penel?fian ilmiah kontem- porer, termasuk metode penelitian sosial. Juga, istilah-istilah yang dipakai dalam metode studi Islam konvensional itu belum dicarikan padanannya dengan istilah-istilah metode penelitian kontemporer. Bahkan, suatu konsep dalam metodologi studi Islam konvensional dianggap asing hanya karena konsep itu menggunakan istilah Arab

2

Page 8: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

dan bukan Inggris. Konsep tafsir bi al-ma ’tsur dan asbab al-nuzul, misalnya, diangggap asing ketika orang berbicara dengan istilah hermeneutika. Meskipun ke- dua konsep itu tidak persis sama, satu sama lain erat kaitannya. Konsep isnad atau rijal al-hadis dianggap tidak berkaitan dengan konsep historisitas dan historiografi. Konsep jami ’ dan man ’i dalam ilmu mantiq dianggap asing dari konsep berpikir induktif dan dednktif Konsep studi matan dalam hadis dianggap asing dari konsep studi naskah atau filologi, yang tentu saja keliru. Masih banyak lagi contoh-contoh konsep dalam metodologi studi Islam konvensional yang seolah-olah tak ada padanannya dalam konsep metodologi penelitian yang berkembang sekarang. Tentu saja pandangan ini keliru.

Untuk menengarai dan mengorganisasikan metodologi studi Islam yang masih berserak-serak itu, sejak tahun 1980-an di- susunlah suatu rnata kuliah yang bernama Dirasah Islamiyah. Buku rujukan utama yang dipakai biasanya adalah buku-buku karangan Prof. Dr. Harun Nasution yaitu Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya dan Pembaharuan dalam Islam. Sejarah Pemikiran dan Gerakan . Kelebihan buku yang disebut per- tama, isinya memberikan gambaran yang utuh tentang studi Islam serta cabang-cabang ilmu yang dapat dikembangkan di dalamnya, yaitu Islam ditinjau dari sudut sejarah, politik, fil- safat, pranata dan sebagainya. Buku ini merupakan pengantar yang baik dari segi cakupan materi studi Islam. Sedangkan kelebihan dari buku yang disebut kedua, isinya menerangkan bah- wa ilmu yang dikembangkan oleh studi Islam itu tidak statis atau mati tetapi terus berkembang sampai zaman modern sekarang ini. Perkembangan ini penting karena suatu ilmu patut dipe- lajari kalau ilmu itu berkembang.

Meski mata kuliah Dirasah Islamiyah itu secara teoretik dimaksudkan sebagai pengantar yang sekaligus mengandung unsur metodologi. dalam kenyataannya lebih menitikberatkan kepada isi

3

Page 9: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

studi Islam dan kurang memberikan perhatian pada aspek metodologinya. Karena itulah, ketika Program Magister Studi Islam mulai dikembangkan di perguruan-perguruan tinggi Islam swasta sejak tahun 1996, dirasakan pentingnya mengem- bangkan mata kuliah Pendekatan Studi Islam (Approaches to the Study of Islam). Gagasan ini kemudian berkembang juga untuk program SI. Ketika kurikulum IAIN tahun 1995 disem- purnakan pada tahun 1997 dengan Surat Keputusan Menteri Agama No.383 tahun 1997, di dalamnya mulai diperkenalkan satu mata kuliah baru berjudul Metodologi Studi Islam. Pada lampiran SK Menteri tersebut diberikan catatan bahwa materi untuk mata kuliah baru itu dikembangkan dari mata kuliah Di- rasah Islamiyah.

Dengan dasar pikiran bahwa mata kuliah Metodologi Studi Islam tidak boleh hanya menjadi pengantar studi Islam dari segi isi sebagaimana yang dilakukan oleh mata kuliah penda- hulunya, Dirasah Islamiyah, IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menjabarkan mata kuliah baru berbobot 3 sks. itu ke dalam 21 topik inti sebagai berikut:

1. Pendahuluan: Islam sebagai sasaran studi dan penel itian. 2. Pentingnya studi Islam, asal-usul dan pertumbuhan studi

Islam. 3. Kedudukan penelitian agama di antara penelitian budaya.

sosial dan kealaman. 4. Agama Islam sebagai wahyu, gejala budaya dan interaksi

sosial. 5. Pembidangan ilmu agama Islam dan berbagai pendekat-

annya. 6. Studi Islam dengan pendekatan sejarah: sejarah Al- Quran,

sirah (perihidup) Nabi dan sejarah hadis. 7. Studi Islam dengan pendekatan sejarah: periode klasik. 8. Studi Islam dengan pendekatan sejarah: periode tengah.

9. Studi Islam dengan pendekatan sejarah: periode modem.

4

Page 10: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

10. Studi Islam kawasan: pergumulan Islam dengan budaya lokal, Islam di Afrika, Amerika, Eropa, Iran, Cina, India, Pakistan, Indonesia, dll.

11. Studi Islam dengan pendekatan filologi: Al-Quran, hadis, kitab-kitab dan naskah-naskah.

12. Studi Islam dengan pendekatan arkeologi: prasasti- prasasti Islam, situs-situs kota dan peradaban Islam.

13. Studi pemikiran Islam: filsafat, kalam dan tasawuf. 14. Studi pemikiran Islam: hukum dan metode istinbat hukum. 15. Studi pranata-pranata Islam: pendidikan, politik dan per-

adilan. 16. Studi pranata-pranata Islam: shalat, puasa, zakat, haji, wakaf,

waris keluarga, perbankan dan asuransi Islam dan peralatan-peralatan ibadah.

17. Studi Islam dengan pendekatan antropologi: Timur Tengah, Afrika, Asia Tengah, Asia Selatan dan Asia Tenggara.

18. Studi Islam dengan pendekatan sosiologi: pengaruh agama terhadap masyarakat.

19. Studi Islam dengan pendekatan sosiologi: evaluasi tingkat pengamalan agama dalam masyarakat.

20. Studi Islam dengan pendekatan sosiologi: interaksi se- sama muslim, muslim dengan non-muslim, kelompok- kelompok ekonomi muslim, kelompok-kelompok poli- tisi muslim, muslim urban dan rural.

21. Isu-isu kontemporer: tantangan kehidupan beragama pada masa industri dan pasca industri, sikap muslim terhadap iptek, sikap muslim terhadap Barat, gerakan- gerakan fundamentalisme Islam, modernisme versus konservatisme, dan gerakan-gerakan sempalan Islam.

5

Page 11: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya
Page 12: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Sebuah buku pengantar yang baik untuk mata kuliah Me-todologi Studi Islam adalah yang mampu menawarkan uraian mengenai kesemua topik inti tersebut di atas secara sistematis. Adapun buku Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Prak- tik ini hanya mencoba menguraikan kerangka dasar pendekatan yang perlu dipahami dalam melakukan studi terhadap Islam dan tidak berpretensi akan menguraikan 21 topik inti tersebut di atas secara lengkap dan sistematis. Kerangka dasar pendekatan ini penting diterapkan dalam melihat setiap aspek isi studi Islam agar selalu tidak kehilangan acuan dalam analisisnya.

Pada bagian pertama buku ini diuraikan bagaimana Islam dapat menjadi sasaran studi dan penelitian. Kerangka dasarnya, penelitian itu ada tiga macam: penelitian kealaman, penelitian budaya dan penelitian sosial. Islam sebagai agama dapat dilihat sebagai gejala budaya dan gejala sosial. Islam tidak dapat di- perlakukan sebagai gejala kealaman karena bukan merupakan gejala yang berulang-ulang seperti hukum alam. Karena itu, gejala agama harus didekati sebagai gejala budaya atau sosial. Di sinilah relevansi pembedaan antara penelitian agama dan ke- agamaan, yang pertama melihat agama sebagai gejala budaya dan yang kedua sebagai gejala sosial. Pada bagian pertama ini juga diuraikan tentang metode penyusunan desain penelitian agama.

Pada bagian kedua buku ini disajikan tiga buah contoh hasil penelitian tentang Islam sebagai gejala budaya dan gejala sosial. Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya karena penelitian ini hanya menggunakan bahan pustaka. Sedangkan laporan penelitian berjudul "Mesjid dan Bakul Keramat" adalah contoh studi lapangan tentang Islam sebagai gejala sosial, mengamati orang-orang Islam dalam inter- aksinya dengan pemeluk agama lain, dalam hal ini penganut kepercayaan Towani Tolotang dan Tolotang Benteng di desa

6

Page 13: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Amparita, Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan. Adapun lapor- an penelitian tentang fatwa MUI adalah contoh kombinasi me- mandang Islam sebagai gejala budaya dan gejala sosial sekaligus. Ketika studi itu mencermati fatwa-fatwa MUI sebagai hukum agama yang bersumber pada Al-Quran dan hadis, berarti sedang mengamati Islam sebagai gejala budaya. Kemudian ketika studi itu mencermati faktor-faktor sosial politik yang melatarbela- kangi lahimya suatu fatwa, berarti sedang mengamati Islam sebagai gejala sosial. Seperti terungkap dari contoh penelitian ini, kombinasi mendekati Islam sebagai gejala budaya dan sosial sekaligus itu mungkin dan dapat dilakukan.

Demikianlah, dengan kerangka dasar pembedaan Islam sebagai gejala budaya dan gejala sosial, orang dapat memilah- milah aspek isi studi Islam dan sekaligus menetapkan pisau analisis yang hendak digunakan. Dengan berbagai ilustrasi dan contoh yang diberikan pada setiap bagian, buku ini mencoba mengemban sebagian tugas dari Metodologi Studi Islam. •

7

Page 14: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Bagian Pertama Teori-

teori Penelitian

Page 15: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Bab I Islam sebagai Sasaran Studi dan Penelitian

A. Pendahuluan PADA awal tahun 1970-an, berbicara mengenai penelitian agama di IAIN dianggap tabu. Orang akan berkata: kenapa agama yang sudah begitu mapan mau diteliti; agama adalah wahyu Allah. Sikap serupa jugaterjadi di Barat. Dalam pendahuluan buku Seven Theories of Religion dikatakan, dahulu orang Eropa menolak anggapan adanya kemungkinan meneliti agama. Sebab, antara ilmu dan nilai, antara ilmu dan agama (kepercayaan), tidak bisa disinkronkan.

Mungkinkah kita meneliti agama, apalagi agama Islam, oleh orang-orang Islam? Tentu saja, agama, termasuk Islam, dapat dan boleh diteliti. Saya bukanlah orang pertama yang berpen- dapat demikian. Pada tahun 1970-an, Prof Dr. Mukti Ali telah berkata begitu, dan banyak orang yang tidak setuju. Sekarang banyak kawan yang berpendapat demikian.

Dalam bab ini akan dibicarakan mengenai agama sebagai gejala budaya dan sosial, Islam sebagai wahyu dan produk se-

jarah, studi Islam di berbagai perguruan tinggi di duniadan, yang terakhir, refleksi untuk masa depan IAIN.

B. Agama sebagai Gejala Budaya dan Gejala Sosial Pada awalnya ilmu hanya ada dua: ilmu kealaman dan ilmu ^

budaya. Ilmu kealaman, seperti fisika, kimia, biologi dan lain- > lain mempunyai tujuan utama mencari hukum-hukum alam, men- o cari keteraturan-keteraturan yang terjadi pada alam. Suatu pe- ^ nemuan yang dihasilkan oleh seseorang pada suatu waktu me- 4? ngenai suatu gejala atau sifat alam dapat dites kembali oleh

1 1

Page 16: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

v peneliti lain, pada waktu lain, dengan memperhatikan gejala •!' eksak. Contoh, kalau sekarang air mengalir dari atas ke bawah,

besok kalau dites lagi juga begitu. Itulah inti daripada peneliti- 0 . •

an dalam ilmu-ilmu eksakta, yakni mencari keterulangan dari f gejala:£ejala, yang kemudian diangkat menjadi teori, menjadi p hukum. c_ Sebaliknya, ilmu budaya mempunyai sifat tidak berulang, 1 tetapi unik. Contoh, budaya kraton Y ogya unik buat Y ogya, batu

nisan seorang tokoh sejarah unik untuk yang bersangkutan, dan sebagainya. Di sini tidak ada keterulangan.

^ Kemudian, di antara penelitian kealaman dan budaya itu ^ terdapat penelitian ilmu-ilmu sosial. Penelitian ilmu sosial ber- * ada di antara ilmu budaya dan ilmu kealaman, yang mencoba ' memahami gejala-gejala yang tidak berulang tetapi dengan cara & memahami keterulangannya. Karena itu, penelitian ilmu sosial ? r-mengalami problem dari segi objektivitasnya. Benarkah hasil : " penelitian sosial itu objektif dan dapat dites kembali keter-

' ulangannya? Dalam menjawab pertanyaan ini ada dua aliran. Pertama, aliran bahwa penelitian sosial lebih dekat kepada pe-nelitian budaya, berarti sifatnya unik. Penelitian antropologi sosial. misalnya, lebih dekat pada ilmu budaya. Kedua, aliran

yang mengatakan bahwa ilmu sosial lebih dekat kepada ilmu kealaman, karena fenomena sosial dapat berulang terjadinya dan dapat dites kembali. Kalau suatu kelompok masyarakat dibe- rikan suatu stimulan, dan mereka kemudian memberikan reaksi tertentu, gejala sosial yang berupa reaksi tertentu itu dapat berulang pada kelompok masyarakat lain dengan stimulan yang sama. Karena itu, kata pendapat kedua, ilmu sosial lebih dekat kepada ilmu kealaman, sebab ternyata juga mempunyai keter- aturan-keteraturan. Untuk mendukung pendapat mengenai ke- teraturan itu, dalam ilmu sosial digunakan ilmu-ilmu statistik yang juga digunakan dalam ilmu-ilmu kealaman. Maka sekarang ada ilmu statistik khusus untuk ilmu-ilmu sosial, untuk meng- ukur gejala-gejala sosial secara lebih cermat dan lebih baku.

1 2

Page 17: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Inti ilmu kealaman adalah positivisme. Sesuatu itu baru di- anggap sebagai ilmu kalau dapat diamati (obsen'able). dapat diukur (measurable) dan dapat dibuktikan {verifiable). Sebalik nya, ilmu budaya hanya dapat diamati. Kadang-kadang tidak dapat diukur, apalagi diverifikasi. Ilmu sosial yang memandang dirinya lebih dekat kepada ilmu alam mengatakan bahwa ilmu sosial dapat diamati, diukur dan diverifikasi. Untuk itu, para pakar sosiologi Universitas Chicago mengembangkan sosiologi kuantitatif yang lebih menekankan pada perhitungan- perhitungan statisktik. Di kalangan sosiologi Indonesia juga ada dua kelompok: kelompok kualitatif dan kelompok kuantitatif. Keduanya mempunyai kelemahan dan kekuatan.

Timbul pertanyaan: Bisalah agama didekati secara kualitatif atau kuantitatif? Jawabnya, bisa. Agama bisa didekati secara kuantitatif dan kualitatif sekaligus, atau salah satunya.jergan- tung agama yang sedang diteliti itu dilihat sebagai gejala apa.

Ada lima bentuk gejala agama yang perlu diperhatikan kalau kita hendak mempelajari suatu agama. Pertama, scripture atau naskah-naskah atau sumber ajaran dan simbol-simbol l- 3,- R;-h)> it. ■ 4lat -oyA-r c,". Ov<‘-{ci.vla

agama. Kedua, para penganut atau pemimpin atau pemuka agama, yakni sikap, perilaku dan penghayatan para penganutnya. Ketiga. ritus-ritus, lembaga-lembaga dan ibadat-ibadat, seperti shalat. haji, puasa, perkawinan dan waris. Keempat, alat-alat, seperti masjid, gereja, lonceng, peci dan semacamnya. Kelima, or- ganisasi-organisasi keagamaan tempat para penganut agama berkumpul dan berperan, seperti Nahdatul Ulama, Muham- madiyah, Persis, Gereja Katholik, Gereja Protestan, Syr ah dan lain-lain.

Penelitian keagamaan dapat mengambil sasaran salah satu atau beberapa dari lima bentuk gejala ini. Orang boleh mengambil tokohnya, seperti K.H. A. Dahlan, Muhammad Iqbal, Muhammad Abduh, Harujn Nasution dan lain-lain sebagai sasaran studinya. Studi semacam ini biasanya membahas tentang ke- hidupan dan pemikiran tokoh itu, termasuk bagaimana tokoh itu mencoba memahami dan

1 3

Page 18: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

mengartikulasikan agama yang diyakininya. Dalam penelitian mengenai naskah atau sumber-sumber ajaran

agama, yang pertama diteliti adalah persoalan filologi, dan kedua adalah isi dari naskah yang ada. Misalnya, dalam Islam, membahas Al-Quran dan isinya, kritik atas terjamah orang lain, kitab tafsir atau penafsiran seseorang, kitab hadis, naskah-naskah sejarah agama dan sebagainya. Orang dapat pula meneliti ajaran atau pemikiran-pemikiran yang berkembang sepanjang sejarah suatu agama (Islam).

Kalau orang hendak meneliti peralatan agama, maka tergan- tung alat apa yang akan diteliti. Kalau yang hendak diteliti adalah ka'bah, alat ritus dalam Islam, misalnya, orang dapat meneliti sejarah ka'bah, kapan didirikan, siapa yang membangun, bagai- mana bentuknya. berapa tingginya, berapa lebar kelambunya, dari bahan apa kelambunya dibuat dan sebagainya.

Demikianlah, alat-alat agama dapat menjadi sasaran peneliti- an. Namun perlu diperhatikan, bahwa ada yang betul-betul alat agama, ada yang sebenamya hanya dianggap sebagai alat agama. Misalnya, peci. Di kampung, kalau orang pergi ke masjid tidak memakai peci dianggap kurang Islam. Tetapi ternyata peci juga digunakan untuk upacara sumpah jabatan dan dipakai bukan hanya oleh orang Islam. Bahkan di daerah Batak (Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Simalungun, Dairi dan sekitamya), yangpen- duduknya banyak beragama Kristen, umumnya mereka memakai peci juga. Jadi konsep peci yang di kampung tadi dianggap sebagai alat agama ternyata berbenturan dengan konsep peci di tempat lain. Di tempat lain, peci lebih bersifat simbol ke- bangsaan daripada keagamaan. Kenapa begitu? Ada perdebat- an dalam ilmu sosiologi, sesuatu benda diangap suci (sakral) karena orang menganggapnya demikian, tetapi benda yang sama dapat menjadi tidak suci (profane) kalau orang tidak menganggapnya suci.

Dalam Islam juga terjadi hal yang sama. Di dunia ini se- benarnya tidak ada yang sakral. Di dalam konsep Islam, benda- benda sakral sebenarnya tidak ada. Mengenai hubungan se- orang muslim dengan Hajar Aswad, misalnya, Umar bin Kha- thab mengatakan: “Kalau saya tidak melihat Nabi menciummu, saya tidak akan menciummu. Kamu

1 4

Page 19: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

hanya sebuah batu, sama dengan batu-batu yang lain”. Maka nilai Hajar Aswad bagi se- orang pengamat agama terletak dalam kepercayaan orang Islam mengenai nilai yang ada di dalamnya. Islam tentu men- sakralkan wahyu Allah. Tetapi ada perdebatan, apakah wahyu itu tulisan, yang dibacakan ataukah isinya. Jika yang disebut wahyu itu adalah isi atau bacaannya, maka bentuk-bentuk tulisan Al- Quran (rik'ah dan lain-lain) atau penggambaran titik dan har- kat, apalagi kaligrafi Al-Quran, adalah jelas merupakan gejala budaya yang dapat dijadikan abjek penelitian.

Mengenai agama sebagai gejala sosial, pada dasamya ber- tumpu pada konsep sosiologi agama. Pada zaman dahulu, sosiologi agama mempelajari hubungan timbal-balik antara agama dan masyarakat. Masyarakat mempengaruhi agama, dan agama mempengaruhi masyarakat. Belakangan, sosiologi agama mempelajari bukan soal hubungan timbal-balik itu, melainkan lebih kepada pengaruh agama terhadap tingkah laku masyara-

kah laku masyarakat. Bagaimanapun juga, ada juga pengaruh masyarakat terhadap pemikiran keagamaan. Orang tentu sepakat bahwa lahimya teologi Syiah, Khawarij, Ahli Sunnah wal Jamaah sebagai produk pertikaian politik. Tauhidnya memang asli dan satu, tetapi anggapan bahwa Ali sebagai imam dan semacam- nya adalah produk perbedaan pandangan politik. Jadi. perge- seran perkembangan masyarakat dapat mempengaruhi pemikiran teologi atau keagamaan.

Oleh karena itu, dapat juga diteliti bagaimana perkembangan masyarakat industri mempengaruhi pemikiran keagamaan. Contoh, kita hidup di kampung dan di sebelah rumah kita ada masjid. Kalau kita tidak pernah kelihatan shalat Jum‘at di situ, kita akan dianggap kurang saleh dalam beragama. Tetapi kalau kita tinggal di kota, walau setahun kita tidak pernah kelihatan shalat Jum‘at di masjid kampung itu, kita tidak dianggap kurang saleh dalam beragama. Mengapa? Karena indikasi kesalehan telah bergeser dan berbeda bagi orang desa dan kota. Kehidupan kota telah menyebabkan pergeseran itu; perkembangan ma-syarakat telah mempengaruhi cara berpikir orang mengenai penilaian kesalehan.

1 5

Page 20: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Contoh lain, dan ini sekaligus menjadi tantangan bagi para pemuka agama, sekarang di Jawa Timur sudah ada usul agar pabrik beroperasi selama 24 (duapuluh empat) jam tanpa henti. Sementara shalat Jum’at yang konvensional dikerjakan di satu tempat hanya satu kali. Kalau pabrik harus berhenti selama shalat Jum‘at, akan menimbulkan kerugian atau mengurangi produktivitas. Pertanyaannya, bagaimana kalau shalat Jum’at di- lakukan secara bergantian. Misalnya, ada pekerja yang shalat Jum’at jam 12.00 wib., ada yang jam 13.00 wib., dan ada pula yang jam 14.00 wib. Dengan demikian, pabrik akan berjalan terus-menerus. Kalau shalat Jum’at bergiliran itu dijawab tidak boleh, kita berarti berpendapat bahwa Islam tidak mengako- modir perkembangan industri. Padahal waktu dzuhur itu mulai dari jam 12.00 wib, sampaijam 15.00 wib. Memangbelum ada yang memfatwakan seperti itu. Hanya saja perlu dipertimbang- kan, mana kira-kira yang lebih baik antara tidak shalat Jum’at dengan shalat Jum‘at secara bergiliran. Lagi pula kalau diper- hatikan, sebetulnya secara tidak langsung kita telah melakukan shalat Jum’at secara bergiliran juga. Sebab masjid IAIN, misalnya, berhenti shalat Jum‘at pada jam 12.30 wib., masjid sebelahnya jam 12.40 wib., masjid sebelahnya lagi jam 12.50 wib. dan seterusnya. Hanyasajapergiliran di sini tidak disengaja dan perbedaan waktunya hanya sedikit.

Sekadar contoh dari tuntutan seperti ini adalah shalat Idul Fitri di Los Angles, Amerika Serikat. Di kota ini, yakni di Islamic center-nya, shalat Idul Fitri dilakukan secara bergiliran. Ada yang shalat Idul Fitri jam 07.00, dan ada yang jam 09.00 di tempat yang sama. Sebab, kalau semua datang pada waktu yang bersamaan, tempat parkirnya tidak cukup, karena hampir setiap jamaah yang umumnya datang dari tempat yang cukup jauh itu membawa kenderaan. Pertanyaannya, sahkah shalat Idul Fitri dilakukan secara bergiliran? Jawabnya, sah! Alasannya, bahwa waktu shalat Idul Fitri adalah waktu dluha. Jadi, sepanjang masih pada waktu dluha shalat tersebut sah hukumnya. Di Indonesia, belum ada kebutuhan untuk itu, karena tempat parkir masih cukup luas. Di negara-negara industri seperti tadi, di ne- gara-negara di mana tempat {space) sudah menjadi kesulitan tersendiri, tuntutan-tuntutan itu ada.

1 6

Page 21: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Perkembangan masyarakat seperti ini memerlukan dan menuntut pemikiran-pemikiran keagamaan baru, dalam hal ini dalam bidang hukum ibadat. Per- bedaan geografi dan wilayah juga dapat menimbulkan persoal- an-persoalan yang menuntut pemikiran baru keagamaan, yang selanjutnya dapat menjadi sasaran penelitian.

Persoalan berikutnya adalah interaksi antarpemeluk suatu agama, dan antara pemeluk suatu agama dengan pemeluk agama lainnya. Jumlah orang Islam banyak sekali di dunia ini. Sekarang umat Islam di seluruh dunia berjumlah sekitar 1 milliar orang, yang satu sama lain saling berinteraksi. Interaksi antara orang- orang yang beragama Islam ada yang menggunakan norma- norma Islam, tetapi ada juga yang tidak menggunakannya. Peng- amatan terhadap apakah mereka menggunakan atau tidak menggunakan norma-norma Islam termasuk penelitian keislaman. Demikian juga pengamatan terhadap para pemeluk Islam dalam interaksinya dengan para pemeluk agama lain. Bagaimana ka- rakteristik interaksi itu, bagimana mereka memahami dan mengekpresikan nilai-nilai Islam dalam interaksi antara pemeluk agama-agama yang berbeda, itu semua dapat menjadi sasaran penelitian agama. Dalam hal ini meneliti Islam sebagai gejala sosial.

Apa yang ingin dikemukakan di sini ialah, pandangan kita mengenai suatu problem keagamaan akan banyak dipengaruhi oleh kepentingan, situsi dan keadaan tempat kita berada. Di dalam interaksi antarpemeluk agama inilah ilmu-ilmu sosial dapat diterapkan. Di dalam studi mengenai interaksi ini, ilmu sosial dapat dilihat lebih dekat kepada ilmu kealaman, karena- nya metodologi ilmu kealaman dapat diterapkan. C. Islam sebagai Wahyu dan Produk Sejarah

1. Islam sebagai Wahyu Islam biasanya didefinisikan sebagai berikut: al-Islam wah- yun

ilahiyun unzila ila nabiyyi Muhammadin Salallahu ‘alaihi wasallama lisa‘adati al-dunya wa al-akhirah (Islam adalah wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw sebagai pedoman untuk kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat). Jadi, inti Islam adalah wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad. Kita percaya bahwa wahyu itu

1 7

Page 22: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

terdiri atas dua macam: wahyu yang berbentuk Al-Quran dan wahyu yang berbentuk hadis, sunnahNabi Muhammad saw.

Persoalan-persoalan di sekitar Al-Quran yang dapat dijadi- kan sasaran penelitian itu banyak sekali. Kalau kita lihat kitab- kitab Ulumul Qur'an, banyak sekali didaftar persoalan-persoal- an di sekitar Al-Quran itu.

Tujuan studi Al-Quran bukan mempertanyakan kebenaran Al-Quran sebagai wahyu, tetapi misalnya mempertanyakan: bagaimana cara membaca Al-Quran, kenapa cara membacanya begitu, ada berapa macam jenis bacaan, siapa yang mengguna- kan jenis-jenis bacaan tertentu, apa kaitannya dengan bacaan sebelumnya, apa sesungguhnya yang melatarbelakangi lahir- nya suatu ayat, dan apa maksud ayat itu. Maka lahirlah misalnya tafsir maudu ‘i yang merupakan salah satu bentuk jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas. Pertanyaan se- lanjutnya, kalau dahulu dipahami begitu, apakah sekarang masih harus dipahami sama ataukah perlu pemahaman baru.

Mengenai nasikh-mansukh, orang juga masih terus berbeda pendapat. Meskipun kita ambil pendapat bahwa ada ayat Al- Quran yang dimansukh, ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai jumlah ayat yang dimansukh. Awalnya, jumlah ayat yang dimansukh adalah 115 ayat, kemudian turun menjadi 60 ayat, sekarang turun lagi menjadi 16 ayat. Itu merupakan persoalan yang penting untuk diteliti. Menurut al-Itqen, paling kurang ada 80 topik persoalan yang perlu diteliti dalam per- soalan-persoalan berkait dengan Al-Quran.

Topik yang sudah umum adalah ilmu tafsir, studi tekstual dan kontekstual. Sekarang ada juga studi hermeneutika Al-Quran. Apa hermeneutika Al-Quran itu, dan bagaimana penerapannya dalam Islam? Istilah ini memang baru, yang kemungkinan besar belum dikenal oleh para mufasir terdahulu. Satu hal lagi juga patut diperhatikan dalam studi Al-Quran, yaitu studi inter- disipliner mengenai Al-Quran. Sebab Al-Quran selain berbicara mengenai keimanan, ibadah, aturan-aturan, juga berbicara tentang sebagian isyarat-isyarat ilmu pengetahuan. Maka ilmu-ilmu seperti sosiologi, botani dan semacamnya perlu dipelajari, untuk memahami ayat-ayat Al-Quran. Persolan utamanya adalah, bagaimana

1 8

Page 23: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

kaitan antara ilmu Al-Quran dengan ilmu-ilmu lain. Di sinilah dibutuhkan studi interdisipliner.

Selanjutnya, Islam sebagai wahyu yang dicerminkan dalam hadis-hadis Nabi Muhammad saw. Persoalan di sekitar hadis tidak perlu dikemukakan banyaknya. Bagaimana dalam buku hadis pertama, Al-Muwatha’, yang dikumpulkan ternyata hanya memuat sekitar 700 buah hadis, termasuk sunnah sahabat. Se- mentara itu oleh Imam Bukhari yang datang belakangan dicatat 4.0 hadis, dan oleh Imam Muslim dicatat 6.000 hadis. Lalu oleh Imam Ahmad bin Hanbal dicatat 8.500 hadis. Kenapa ada pertambahanjumlah semacam itu? Kemudian ada hadis shahih, hadis mutawatir, hadis mashur dan hadis ahad. Wilayah-wilayah inilah antara lain yang dapat dijadikan kajian. Kita melihat bahwa orang sekarang mempunyai perlengkapan yang lebih untuk melakukan seleksi hadis. Sebab sekarang misalnya kita memiliki komputer. Mungkin juga perlu dipikirkan pendapat Fazlur Rahman, yang menyarankan penggunaan pendekatan historical criticism terhadap hadis. Mungkin metode ini tidak dapat dilakukan oleh pribadi-pribadi, tetapi sangat mungkin bisa dilakukan oleh kelompok. Kita mengetahui dalam sejarah ada- nya upaya pemalsuan hadis. Kita juga mengetahui bahwa Imam Bukhari, Imam Muslim atau Imam Malik lebih dahulu melaku- kan wudhu dan shalat sebelum mencatat hadisnya. Hal ini dilakukan sebagai usaha kehati-hatian. Imam Muslim dalam peng- antamya mengatakan, tadinya hadis yang dikumpulkannya ada 300.0 (tiga ratus ribu) buah. Tetapi setelah diseleksi menjadi 6.0 buah. Pertanyaannya, dari mana dan sudah meresap ke mana saja sisanya itu? Persoalan-persoalan seperti ini merupa- kan wilayah yang bisa dilakukan kajian-kajian hermeneutika dan historical critisism terhadap hadis. Kita dapat meneliti matan hadis, rijalul hadis atau perawi hadis tertentu. Kita juga dapat meneliti buku-buku syarah hadis tertentu. Ilmu yang sudah baku yang membahas persoalan hadis adalah Ilmu Hadis Riwayah dan Ilmu Hadis Dirayah. Ilmu-ilmu ini perlu terus dikembangkan.

Sama seperti kajian terhadap Al-Quran yang membutuh- kan studi

1 9

Page 24: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

interdisipliner, dalam hadis pun usaha ini perlu dilakukan. Hadis mengenai psikologi, pendidikan, iptek dan sebagainya perlu dikelompokkan dan dibandingkan dengan hasil penemuan ilmu modern. Hadis mengenai idza waqa ‘a al-dzubabu fi inai ahadikum falyaqmishu (ketika sadar lalat terjatuh ke dalam bejanamu, maka benamkanlah), telah diterangkan misalnya dalam kitab Subulu al-Salam, bahwa sebabnya adalah di sayap kanan mengandung ini dan di sayap kiri mengandung itu. Se- betulnya penjelasan terhadap hadis ini memerlukan satu upaya untuk mencoba mengadakan studi interdisoliner terhadap hadis. barangkali memerlukan ilmu entemologi, ilmu tentang serangga.

Sebagian imam sebetulnya sudah melakukan pengelompok- an hadis tanpa harus mengumumkannya. Imam Nawawi al- Dimasqi telah menulis buku Hadis Arba'in yang singkat. Beliau juga menulis Syarah Muslim yang panjang lebar. Per- tanyaannya, kenapa beliau memilih Art a ‘in. Secara persis tidak bisa ditemukan jawabannya, sebab beliau tidak pernah men- jelaskannya secara tegas. Tetapi jawaban yang bisa diberikan dan masih bersifat kemungkinan ialah, beliau ingin mengatakan, kalau mau mencari intinya, maka cukuplah yang empat puluh itu saja dulu. Ini beliau lakukan mungkin karena pertim- bangan beliau selaku guru, atau mungkin juga karena pertim- bangan Ilmu Hadis Riwayah dan Diray ah tadi. Pendek kata, perlu kajian lebih lanjut dalam bidang ini.

Persoalan lain, kita menerima hadis-hadis yang dicantum- kan dalam kitab-kitab seperti fiqh dan semacamnya sebelum hadis dibukukan oleh para perawi hadis. Pertanyaannya, adakah kesenjangan antara hadis yang masuk pada Kutubu al-Sittah dengan hadis yang terdapat dalam kitab lain yang muncul se- belumnya? Ini adalah wilayah lain yang dapat kita jadikan objek studi. Misalnya, apakah hadis-hadis dalam kitab Al-Umm atau Al- Risalah yang ditulis Imam Syafi‘i sebelum masa para perawi hadis, Imam Muslim atau Imam Bukhari, telah tertampung se- muanya dalam Kutubu al-Sittah. Contoh lain, hadis-hadis dalam kitab Ihya Ulumiddin. Sebagai karya yang datangbelakangan dari masa hidup Imam Bukhari dan Muslim, dapat diteliti, apakah hadis- hadis yang ada di dalamnya seluruhnya tercantum dalam Kutu- bu al-Sittah atau tidak. Itu

2 0

Page 25: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

semua merupakan bagian dari per- tanyaan-pertanyaan yang membutuhkan studi dalam bidang hadis.

2. Islam sebagai Produk Sejarah dan Sasaran Penelitian Perlu ditegaskan, ternyata ada bagian dari Islam yang merupakan

produk sejarah. Di atas sudah disebutkan, teologi Syi- ah adalah bagian dari wajah Islam produk sejarah. Konsep Khulafa al-Rasyidin adalah produk sejarah, karena nama ini muncul belakangan. Seluruh bangunan sejarah Islam klasik. tengah dan modern adalah produk sejarah. Orang dapat berkata. andaikata Islam tidak berhenti di Viena mungkin sejarah Islam di Eropa akan lain. Andaikata Islam terus di Spanyol, sejarahnya lain lagi. Andaikata Islam tidak bergumul dengan budaya Jawa. sejarahnya di Indonesia akan lain pula. Andaikata Inggris tidak datang ke India, sejarah Islam di anak benua itu akan lain lagi. Demikianlah sebagian wajah Islam di berbagai belahan dunia adalah produk sejarah. Paham Muktazilah, kembali kepada pemikiran, sebetulnya juga produk sejarah.

Andaikata khalifah Harun al-Rasyid tidak meminta Imam Malik menulis Al-Muwatta, kitab hadis semacam itu mungkin tidak ada. Karena itu, Al-Muwatta sebagai kumpulan hadis juga merupakan produk sejarah. Sejarah politik, ekonomi dan sosial Islam, sejarah regional Islam di Pakistan, di Asia Tenggara, di Indonesia, di Brunai Darussalam dan di mana pun juga adalah bagian dari Islam sebagai produk sejarah. Demikian juga filsafat Islam, kalam, fiqh, ushul fiqh juga produk sejarah. Tasawuf dan ahklak, sebagai ilmu, adalah produk sejarah. Ahklak sebagai nilai bersumber dari wahyu, tetapi sebagai ilmu yang disistematisir ahklak adalah produk sejarah. Kebudayaan Islam klasik, tengah. modern, arsitektur Islam, seni lukis, musik, bentuk-bentuk masjid Timur Tengah, di Jawa, bentuk pagoda di Jawa dan di Cina serta kesamaannya dengan bentuk beberapa masjid di Jawa merupakan bagian kebudayaan Islam yang dapat dijadikan objek studi dan penelitian. Demikian juga seni dan metode baca Al- Quran yang berkembang di

2 1

Page 26: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Indonesia adalah produk sejarah. Naskah-naskah Islam, seperti undang-undang Malaka, serat- serat keagamaan di berbagai tempat, seperti di Jawa dan luar Jawa, Maroko, Kairo dan di mana-mana adalah produk sejarah. Demikianlah, banyak bangunan pengetahuan kita tentang Islam, sebenarnya adalah produk sejarah. Karena itu, semuanya dapat dan perlu dijadikan sasaran penelitian.

D. Studi Islam di Berbagai Perguruan Tinggi di Dunia Dengan lingkup studi atau penelitian seperti yang disebut- kan di

atas, sekarang mari kita lihat bagaimana lembaga-lemba- ga perguruan tinggi di dunia mencoba mendalami persoalan- persoalan ini, terutama bagaimana cara lembaga-lembaga itu mengorganisasikan program studinya. Di Indonesia ada Institut Agana Islam Negeri (IAIN). Sekarang ada lagi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) dan Sekolah Tinggi Agama Islam Swasta (STAIS). Ada Fakultas Adab, Dakwah, Syari’ah, Tarbiyah, dan Ushuluddin. Ada juga Fakultas Agama di uni- versitas umum. Di dalam Fakultas Adab ada Jurusan Sastra Arab dan Sejarah Kebudayaan Islam. Di dalam Fakultas Dakwah ada Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Manajemen Dakwah, Bimbingan dan Penyuluhan, dan Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam. Di dalam Fakultas Syari‘ah ada Jurusan Hukum Keluarga Islam (Ahwal al-Syakhsiyah), Siyasah dan Jinayat, Perbandingan Madzhab dan Hukum serta Jurusan Muamalat. Dalam Fakultas Tarbiyah ada Jurusan Pendidikan Agama Islam, Kependidikan Islam dan Bahasa Arab. Dalam Fakultas Ushuluddin terdapat Jurusan Tafsir Hadis, Perbandingan Agama, dan Aqidah dan Filsafat. Itulah bentuk-bentuk pengorganisasian studi Islam yang ada sekarang di Indonesia.

Kalau kita lihat, studi Islam di negeri-negeri non-Islam ada sedikit variasi. Di Chicago University, misalnya, studi Islam menekankan pada pemikiran Islam, bahasa Arab, naskah klasik dan bahasa-bahasa Islam non-Arab. Secara organisatoris, studi itu berada di bawah Pusat Studi Timur Tengah dan Jurusan Bahasa dan Kebudayaan Timur Dekat. Di

2 2

Page 27: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Amerika, studi-studi Islam pada umumnya memang menekankan pada studi sejarah Islam, bahasa-bahasa Islam selain bahasa Arab, sastra dan ilmu-ilmu sosial, berada di bawah Pusat Studi Timur Tengah atau Timur Dekat. Di UCLA, studi Islam dibagi kepada empat komponen. Pertama, mengenai doktrin dan sejarah Islam, termasuk sejarah pemikiran Islam. Kedua, bahasa Arab, termasuk teks-teks klasik mengenai sejarah, hukum dan lain-lain. Ketiga, bahasa-bahasa non-Arab yang muslim, seperti Turki, Urdu, Persia dan sebagainya, sebagai bahasa yang dianggap telah ikut melahirkan kebudayaan Islam. Keempat, ilmu-ilmu sosial, sejarah, bahasa Arab, bahasa-bahasa Islam, sosiologi dan semacamnya. Selain itu, ada kewaj iban menguasai secara pasif satu atau dua bahasa Eropa.

Di London, studi Islam digabungkan dalam School of Oriental and African Studies, fakultas mengenai studi Ketimuran dan Afrika, yang memiliki berbagai jurusan Bahasa dan Kebudayaan Asia dan Afrika. Salah satu program studi di dalamnya adalah program MA tentang masyarakat dan budaya Islam yang dapat dilanjutkan ke jenjang doktor.

Di Kanada, studi Islam bertujuan: pertama, menekuni kajian budaya dan peradaban Islam dari zaman Nabi Muhammad hingga masa kontemporer; kedua, memahami ajaran Islam dan masyarakat muslim di seluruh dunia; ketiga, mempelajari berbagai bahasa muslim seperti bahasa Persia, Urdu dan Turki.

Bagaimanapun juga, bahasa Urdu dan Persia penting untuk studi Islam Indonesia. Akan sangat menarik kalau ada sejara- wan yang meneliti tentang Islam di Indonesia yang bersumber dari naskah-naskah berbahasa Urdu. Sumber Urdu penting untuk kasus Indonesia ketika berbicara tentang kehadiran Islam ke Indonesia. Prof Baloch mangatakan dalam bukunya The Advent of Islam in Indonesia, bahwa misteri kehadiran Islam di Indonesia, Asia tenggara, tidak akan pernah terungkap dengan jelas kalau sumber-sumber berbahasa Urdu belum dijamah. Boleh jadi dia mengatakan begitu karena dia orang Pakistan. Tetapi kita juga sudah lama mengetahui bahwa Islam datang dari Gujarat. Tentu saja orang Gujarat dulu berbahasa Gujarat, kerenanya perlu kita pelajari. Bahasa Cina termasuk juga di antara bahasa asing yang perlu kita perhatikan.

2 3

Page 28: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Sebab ketika dinasti Ming berkuasa, yaitu pada saat kira-kira Islam datang ke Indonesia, banyak berita-berita mengenai Asia Tenggara di- kutip oleh kronikel-kronikel kerajaan Cina seperti yang diter- jemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Groneveld.

Ironisnya, kalau kita melihat buku-buku sejarah Islam Asia Tenggara, umumnya merujuk pada sumber-sumber berbahasa Inggris. Padahal sumber-sumber bahasa Inggris itu paling jauh hanya bersandar pada Marcopolo di abad ke-14. Sumber-sum- ber yang berbahasa Arab justru bisa menjangkau lebih jauh sampai abad ke-9 atau 10. Orang akan terperanjat apabila mem- baca kitab Muruj al-Dzahab yang ditulis pada abad ke-10 M. mengenai keributan (revolt) di Canton pada abad ke-9, yang mengatakan bahwa pada saat itu banyak orang-orang Yahudi, Kristen dan Islam tinggal di Canton. Setelah keributan itu se- bagian orang Islam lari ke Barat, ke arah Asia Tenggara. Sebalik- nya, ketika Palembang (Sriwijaya) menjadi kota metroplitan pada abad ke-7 dan 8, di mana kapal-kapal dari Persia, selat Hormuz dan Arab datang dan tinggal di sini berbulan-bulan, mereka menggunakan bahasa Arab, Cina dan Persia. Itulah gambaran pentingnya bahasa Urdu, Cina dan Persia bagi studi Islam di Indonesia.

Di Belanda, menurut laporan saudara Achmadi yang ber- judul Studi Agama di Belanda, studi Islam di Belanda sampai setelah Perang Dunia II, masih merupakan refleksi dari akar anggapan seperti Islam bermusuhan dengan Kristen, dan pan- dangan Islam sebagai agama yang tidak patut di anut. Baru be- lakangan ada sikap yang lebih obyektif. Seperti apa yangter- tulis dalam berbagai brosur, studi-studi Islam di Belanda lebih menekankan pada kajian Islam di Indonesia dan daerah-daerah tertentu, kurang menekankan pada aspek sejarah Islam itu sendiri.

Kalau kita lihat, pengorganisasian studi Islam di negeri- negeri Islam lain juga ada variasi. Di Universitas Teheran, ada ruangan khusus yang menyimpan naskah-naskah kuno, yang ditulis oleh para pemikir klasik dan ditulis dalam bahasa Persia. Maka pantas kalau Hudgson mengatakan dalam bukunya The Venture of Islam, bahwa dalam

2 4

Page 29: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

pemikiran Islam, ada Islam, ada Islamicate dan ada Islamdom yakni kebudayaan Islam setelah berinteraksi dengan berbagai budaya dari negeri-negeri yang kemudian disebut negeri-negeri muslim. Di universitas ini studi Islam dilakukan dalam satu fakultas yang disebut Kulliyat Ilahiyat (Fakultas Agama). Di Teheran juga ada universitas Imam Sadiq yang mempelajari Islam dan ilmu umum sekaligus.

Di Universitas Damaskus, Syria, yang memiliki banyak fakultas umum, studi Islam ditampung dalam Kulliat al-Sya- ri'ah (Fakultas Syari'ah), yang di dalamnya ada program studi ushuluddin, tasawuf, tafsir dan sejenisnya. Jadi, pengertian syari’- ah di situ lebih luas daripada pengertian syari’ah sebagai hukum Islam seperti yang ada di IAIN.

Di Aligarch University, India, studi Islam dibagi dua. Islam sebagai doktrin dikaji dalam Fakultas Ushuluddin yang mempunyai duajurusan: Jurusan Mazdhab Ahli Sunnah dan Syi‘ah. Sedangkan Islam sebagai sejarah dikaji pada Fakultas Huma- niora dalam Jurusan Islamic Studies yang berdiri sejajar dengan Jurusan Politik, Sejarah dan lain-lain. Di Jamiah Millia Is- lamia, New Delhi, Islamic Studies Program beradapada Fakultas Humaniora, bersama dengan Arabic studies, Persian Studies dan Political Science.

Di Universitas Islam Internasional Malaysia, program studi Islam berada di bawah Kulliyah of Revealed Knowledge and Human Sciences (Fakultas Ilmu Kewahyuan dan Ilmu Kema- nusiaan). Selain Jurusan Kewahyuan dan Warisan Islam, dalam fakultas ini juga ada jurusan-jurusan psikologi, sosiologi, fil- safat, ilmu politik dan lain-lain. Selain itu, di fakultas lain yaitu Fakultas Ekonomi dan Managemen, terdapat mata kuliah ke- Islaman seperti fiqh untuk ekonomi, pemikiran ekonomi Islam, sistem finansial Islam dan lain-lain.

Di Universitas al-Azhar, Mesir, yang menjadi imam bagi IAIN dari segi metodologi mendekati Islam, paling kurang pada awal-awalnya, studi Islam telah berubah bentuk pengorganisa- siannya. Al-Ahzar sampai tahun 1961 memiliki fakultas-fakultas seperti yang dimiliki IAIN. Setelah 1961, al-Azhar tidak lagi membatasi diri pada fakultas-fakultas agama, tetapi juga mem- buka fakultas-fakultas lain. Al-Azhar,

2 5

Page 30: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

di samping ada di Kairo, juga ada di daerah-daerah dan mempunyai program khusus untuk wanita dan laki-laki. Di Kairo sendiri ada beberapa fakultas, yakni Fakultas Ushuluddin, Fakultas Hukum (Islamic Jurisprudence and Law/Kulliatu al-Syari’ah wa al-Hukm), Fakultas Bahasa Arab (Faculty of Arabic Language/kulliah al-‘Arabiyah), Fakultas Studi Islam dan Arab (Faculty of Islamic and Arabic Studies/Kulliyah al-Dirasah al-Islamiah wal ‘Arabiah), Fakultas Dakwah, Fakultas Tarbiyah, Fakultas Bahasa dan Terjemah (Kulliah al-Luqhah wa al-Tarjamah), Fakultas Sain (Faculty of Science), Fakultas Kedokteran (Faculty of Medicine), Fakultas Pertanian, Fakultas Ekonomi dan Fakultas Tehnik. Pada Fakultas Sain terdapat Jurusan Kimia, Geo- logi, Microbiologi, Anatomi, Astronomi, Fisika dan Zoology. Sedangkan pada Fakultas Pertanian terdapat Jurusan Peternakan, Ekonomi, Pertanian, Industri Makanan, Genetika, Pertanahan, Insektisida, Hartikultura dan Masyarakat Pedesaan.

Di daerah-daerah, seperti di al-Suyut, ada Fakultas Ushuluddin, Dakwah, Syari’ah wa al-Huquq, Bahasa Arab, Kedokteran Umum, Kedokteran Gigi, dan Farmasi. Di Zarkasyi ada Fakultas Ushuluddin, Dakwah, dan Bahasa Arab. Di Tanta ada Fakultas Ushuluddin, Dakwah, dan Syari’ah wa Huquq. Di al-Mansyurah ada Fakultas Ushuluddin, Dakwah, Bahasa Arab dan seterusnya.

Demikianlah, al-Azhar itu terbagi ke dalam dua periode: periode sebelum tahun 1961, di mana fakultas-fakultasnya sama seperti yang ada di IAIN sekarang, dan periode setelah tahun 1961, di mana fakultas-fakultas dan ilmu-ilmu yang dikaji telah meliputi seluruh cabang ilmu pengetahuan umum dan agama. Kalau periode pertama kita sebut periode qadim (lama), dan kedua sebagai periode jadid (baru), maka yang dicontoh IAIN selama ini ialah al-Azhar periode qadim.

E. Refleksi Untuk Masa Depan IAIN

Kita telah mencoba mengemukakan bagaimana agama Islam sebagai gejala budaya dan sosial dapat dijadikan sasaran penelitihan dalam berbagai aspek dan bentuknya, baik agama Islam sebagai wahyu maupun

2 6

Page 31: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

produk sejarah. Sudah kita jelas- kan pula bagaimana umat Islam dan orang-orang non-Islam di dunia mencoba mengorganisasikan studi-studi ke-Islaman. Sekarang marilah kita mencoba melihat bagaimana kira-kira masa depan IAIN. Pertama, hal yang harus jelas untuk IAIN adalah merumuskan ilmu inti dan ilmu bantu yang dipelajari. IAIN harus memahami mana ilmu inti dan mana ilmu bantunya. Harus jelas apakah tafsir itu ilmu inti atau ilmu bantu misalnya. Tentu Al-Quran dan tafsimya adalah ilmu inti. Tetapi, psikologi itu ilmu inti ataukah ilmu bantu? Semuanya harus jelas ke- dudukannya. Kemudian IAIN memerlukan dosen bergelar doktor untuk ilmu bantu, seperti psikologi agama, filologi agama, sosiologi agama dan sebagainya, seperti halnya kita memerlukan dosen bergelar doktor untuk ilmu inti.

Kedua, perlu adanya arah peningkatan studi interdisipli- ner. Di atas sudah disebutkan, atau untuk memperjelas perlu disarikan satu paragraf dari Prof. M. Quraish Shihab, ketika beliau berbicara mengenai ihwal pohon hijau, al-sajaratu al- akhdar. Allah menjadikan dari pohon yang hijau suatu energi, begitu pemahaman dari firman Allah dalam surah Yasin ayat 80, yang berbunyi: Al-ladzi ja'ala lakum min asyajari al-ahdhar nara, fa izda antum minhu tuqidun (Yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu). Bagaimana tumbuh-tumbuh- dapat mengandung tenaga yang muncul dalam bentuk api ketika bahan tersebut dibakar, jawabannya diisyaratkan oleh ayat di atas. Dalam plasma sel tumbuh-tumbuhan terdapat zat kroma- tofun, pembawa zat warna putih, merah jingga dan hijau. Zat wama hijau dikenal dengan nama klorofil, yang berarti zat hijau daun, meskipun sebenamya zat itu tidak hanya terdapat pada daun, tetapi juga pada ranting-ranting muda dan semua bagian pohon yang hijau. Dari sini terbukti, bahwa istilah yang di- gunakan Al-Quran lebih tepat, yakni assajarul ahdhar, yang tarjamah harfiyahnya adalah pohon hijau. Klorofil terdiri dari ikatan zat-zat karbon, hidrogen, nitrogen dan zat nizium. Aktivitas utama klorofil adalah menjelmakan zat organik dari zat anorganik dengan bantuan sinar matahari. Proses ini disebut foto sintetis, di mana klorofil mengubah

2 7

Page 32: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

tenaga reaksi matahari menjadi tenaga kimiawi, yang menyimpan bahan makanan dan bahan bakar yang nantinya akan muncul sebagai tenaga sewaktu terjadi pembakaran. Menurut istilah Al-Quran, proses ini disebut faidza antum minhu tuqidun (maka tiba-tiba baru menyalakan [api] dari kayu itu). Proses fotosintetis ini ditemu- kan oleh sarjana Belanda, Ininhaurs, pada akhir abad ke-18, dan diisyaratkan Al-Quran pada abad ke-7M. Pertanyaannya: dari mana Nabi Muhammad mengetahui hal itu? ltulah informasi Allah yang juga menjadi bukti kebenaran Al-Quran. Pertanyaan selanjutnya: bagaimana kita memahami wahyu yang demikian itu? Tentu memerlukan studi interdisipliner, memerlukan ilmu botani yang sepertinya belum dikembangkan secara seksama oleh IAIN di seluruh Indonesia.

Ketiga, berangkat dari masalah-masalah di atas, sekarang sudah waktunya dibuka program-program studi umum di IAIN, atau di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri, untuk dapat meng- kaji dan memahami Islam sebagai wahyu, dengan cara interdisipliner. Sudah waktunya beberapa IAIN seperti IAIN Sunan kalijaga Yogyakarta atau Syarif Hidayatullah Jakarta atau yang lain, mengembangkan dirinya menjadi universitas, sehingga di dalamnya dikaji bukan saja ilmu-ilmu ke-Islaman, bahkan segala cabang ilmu pengetahuan umum seperti yang telah dilakukan al-Azhar dan beberapa universitas lain di dunia Islam. •

Catatan Kaki Tulisan ini hasil transkripsi dan editing ceramah pada upacara Kuliah

Perdana Program Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, tanggal 8 September 1997

Daftar Pustaka Achmadi, Studi Agama di Belanda (Laporan Penelitian). Leiden: INIS,

1994. Al-Alaqat al-‘Ammah, Taqwin Jami ‘at al-Azhar. Kairo: ttp. 1992. Al-Azhar University Public Relations, A Documentary Synopsis About

al-Azhar University. Kairo: 1995. Al-Quran al-Karim.

2 8

Page 33: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Baloch, N. A., The Advent of Islam in Indonesia. Islamabad: National Institute of Historical and Cultural Research, 1980.

Goode, William J. dan Paul K. Hatt, Methode in Social Research. London: McGraw Hill, 1952.

Graduate Programs in the Divisions, Announcement. The University of Chicago, 1985.

Humphreys, R.Stephen, Islamic History: A Framework for Inquiry (Revised edition). Oxford: Princeton University Press, 1991.

International Islamic University Malaysia, Post-Graduate Prospectus. Selangor, Malaysia, 1994-1995.

M. Atho Mudzhar, Belajar Islam di Amerika. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1991.

M. Atho Mudzhar, “Penelitian Agama dan Keagamaan”, P3M IAIN SunanKalijaga Yogyakarta, 1997.

Kunjungan penulis ke Universitas Damaskus, Syria, 1994, dan ke Aligarch University, India, 1995.

M. Quraish Shihab, Mujizat Al-Quran Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiyah dan Pemberitaan Gaib. Bandung: Mizan, 1997.

Mas’udi, Muruj al-Dhaheb wa Madein al-Jauhar, vol. I. Paris: t.p., 1861. Pals, Daniel L.(ed.), Seven Theories of Religion. Oxford University

Press, 1996. Robertson, Ian, Sociology, 2nd ed.. New york: Worth Publishing, 1983. “School of Oriental and African Studies”, Postgraduate Prospectus 1986-

1987. Yudian W. Asmin (ed.), Pengalaman Belajar Islam di Kanada. t.t.:

Penerbit Permika, 1997.Bab II

2 9

Page 34: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Metodologi Penelitian Agama: Pembedaan Penelitian Agama dan Keagamaan

A. Batasan Pengertian WILLIAM J. GOODE dan Paul K. Hatt, guru besar pada Jurusan Sosiologi dari Columbia University dan Northwestern University, mendefinisikan ilmu (science) sebagai kumpulan pe- ngetahuan yang diorganisir secara sistematik. Goode dan Hatt melanjutkan, definisi demikian dapat dikatakan memadai hanya kalau kata-kata “pengetahuan” (knowledge) dan “sistematik” (systematic) didefmisikan lagi secara benar. Sebab kalau tidak demikian, pengetahuan teologis yang disusun secara sistematik dapat dipandang sama ilmiahnya dengan ilmu pengetahuan alam (natural science). Padahal pengetahuan teologis, betapa- pun sistematiknya, tetap bersifat deduktif dan bersumber dari aksioma-aksioma kewahyuan, sedangkan ilmu pengetahuan alam bersifat induktif dan bersumber dari pengalaman empirik.1’ Apabila kita mengaitkan teori tersebut dengan penelitian agama dan keagamaan, yang hasilnya diklaim sebagai hasil pe- nelitian ilmiah, pendapat ini perlu mendapat perhatian khusus.

Penggunaan istilah “penelitian agama” dan “penelitian keagamaan” sampai sekarang masih belum diberi batas yang tegas. Penggunaan istilah yang pertama (penelitian agama) sering juga dimaksudkan mencakup pengertian istilah yang kedua (penelitian keagamaan), dan begitu sebaliknya. Prof. Dr. H. A. Mukti Ali, misalnya, ketika membuka Program Latihan Penelitian Agama (PLPA), menggunakan kedua istilah tersebut dengan arti yang sama.2 Demikian pula dalam “Metodologi Penelitian Agama”nya Peserta Studi Puma Sarjana Dosen IAIN di Yogyakarta, 3 0

Page 35: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

kedua istilah tersebut berkali-kali digunakan dalam arti yang sama3. Middleton, guru besar antropologi di New York University,

berpendapat: “Penelitian agama” (research on religion) berbeda dengan “penelitian keagamaan” (religious research). Yang pertama lebih menekankan pada materi agama, sehingga sasarannya pada tiga elemen pokok yaitu: ritus. mitos, dan magik. Yang kedua lebih menekankan pada agama sebagai sis- tem atau sistem keagamaan (religious system). Menjelaskan pendapat tersebut, Middleton berkata :

and the two (that is, religion and religious system) are not the same. Religion may be studied form many view points: theological, historical, comparative, psychological - but the religious system is a sociological system, an aspect of social organization, and can be studied properly only if that characteristic be accepted as a starting point.4 (keduanya [yakni, agama dan sistem keagamaan] tidaklah sama. Agama dapat dikaji dari beberapa sudut pandang: teologis, historis. komparatif, psikologis - sementara, sistem keagamaan adalah sistem sosiologis. suatu aspek organisasi sosial, dan hanya dapat di kaj i secara tepat jika karakteristik itu diterima sebagai titik tolak).

Jika usaha pembedaan yang dilakukan Middleton tersebut diikuti, sasaran penelitian agama adalah agama sebagai doktrin, sedangkan sasaran penelitian keagamaan adalah agama sebagai gejala sosial. Sampai di sini lalu terlihat bahwa batasan penger- tian yang ditawarkan Mukti Ali, penelitian agama sebagai penelitian tentang hubungan timbal balik antara agama dan masyarakat,5 terlihat berat sebelah. Sebab, defmisi ini justru baru mewakili arti penelitian keagamaan, yang lebih bersifat sosio- logis dan belum mencerminkan arti penelitian agama yang lebih bersifat penelitian budaya.6

B. Problematika Metodologi Pembedaan penelitian agama dan penelitian keagamaan tersebut

perlu disadari karena pembedaan tersebut dapat mem- bedakan jenis 3 1

Page 36: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

metode penelitian yang diperlukan. Dewasa ini masih terjadi perbedaan pendapat, apakah ada metode penelitian agama dan penelitian keagamaan. Satu pihak mengakui adanya metodologi penelitian agama. Pihak lain tidak mengakui ke- beradaannya, dan berpendapat tidak perlu ada. Maka, kalau se- seorang bermaksud melakukan penelitian agama, ia cukup me- minjam saja metodologi penelitian sosial pada umumnya. Untuk melihat perbedaan pendapat ini dan meletakkannya secara pro- porsional, dapat dilakukan dengan bertitik tolak pada perbedaan pengertian penelitian agama dan keagamaan tersebut.

Untuk penelitian agama yang sasarannya adalah agama sebagai doktrin, pintu pengembangan metodologi penelitian tersendiri sudah terbuka, bahkan sudah .pernah dirintis. Adanya ilmu ushul fiqh sebagai metode untuk mengistinbatkan hukum dalam agama Islam, dan ilmu musthalah hadis sebagai metode untuk menilai akurasi dan kekuatan sabda-sabda Nabi Muhammad saw (hadis), merupakan bukti adanya keinginan untuk mengembangkan metodologi penelitian sendiri, mes- kipun masih ada perdebatan di kalangan para ahli tentang se- tuju atau tidaknya terhadap materi kedua ilmu tersebut. Per- soalannya, apakah kita hendak menyempurnakannya, atau me- niadakannya sama sekali, yang berarti menggantikan dengan yang baru? Ataukah tidak mengganti sama sekali dan membiar- kannya tidak ada?

Untukpenelitian keagamaan yang sasarannya adalah agama sebagai gejala sosial, tidak perlulah membuat metodologi pe- nelitian tersendiri. Penelitian ini cukup meminjam metodologi penelitian sosial yang telah ada. Memang kemungkinan lahirnya suatu ilmu tidak pernah tertutup, tetapi tujuan pe- niadaannya adalah agar sesuatu ilmu jangan dibuat secara arti- fisial karena semangat yang berlebihan. Kiranya akan lebih bijaksana apabila metodologi penelitian yang digunakan lahir dan tumbuh dari proses seleksi dan mengkristal dari berbagai pengalaman dalam menggunakan berbagai metode penelitian sosial. Untuk mendapatkan metodologi semacam ini dibutuh- kan kesabaran dan kehati-hatian, sebab pengalaman itu sampai dewasa ini belum banyak karena memang baru mulai dirintis. 3 2

Page 37: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

C. Agama sebagai Sasaran Penelitian Budaya Terlebih dahulu perlu dicatat, bahwa dengan meletakkan agama

sebagai sasaran penelitian budaya tidaklah berarti agama yang diteliti itu adalah hasil kreasi budaya manusia; sebagian agama tetap diyakini sebagai wahyu dari Tuhan. Yang dimaksudkan, bahwa pendekatan yang digunakan di situ adalah pendekatan penelitian yang lazim digunakan dalam penelitian budaya.

Yang termasuk penelitian budaya, seperti disinggung se- belumnya. adalah penelitian tentang naskah-naskah (filologi), alat-alat ritus keagamaan, benda-benda purbakala agama (arkeologi), sejarah agama, nilai-nilai dari mitos-mitos yang dianut para pemeluk agama, dan sebagainya.

Kalau sebelumnya dikemukakan beberapa contoh dengan uraian singkat, pada bagian ini ditulis contoh lain dengan uraian yang lebih panjang, yakni contoh penelitian sejarah. Dalam contoh ini saya mencoba menganalisis naskah-naskah yang ada. Contoh yang akan diuraikan dalam kasus ini adalah penelitian tentang naskah Sirah Ibn Hisyam tentang orang yang pertama masuk Islam.

Para sejarawan berbeda pendapat mengenai siapa orang pertama dari sahabat Nabi yang masuk Islam. Ada yang mengatakan Khadijah, ada yang mengatakan Ali bin Abi Thalib, ada yang berpendapat Abu Bakar Sidiq, dan ada pula yang menunjuk Zaid bin Haritsah. Para sejarawan sepakat mengenai nama-nama sahabat yang masuk Islam setelah mereka berempat, yaitu Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqas, dan Talhah bin Ubaidillah, yang kesemuanya itu disebut dengan Assabiqun al-Awwalun.1 Sebab utama mun- culnya perselisihan pendapat di kalangan para sejarawan adalah, karena dengan mendapat status sebagai sahabat pertama yang masuk Islam, ia mempunyai kehormatan tersndiri. Dalam hal ini yang akan kita bahas ialah satu sumber sejarah yang ber- judul Sirah al-Nabi, karya Abdul Malik bin Hisyam (atau terkenal dengan Ibnu Hisyam) yang ditulis pada abad ke-8 H. Dalam buku ini dikatakan bahwa sahabat pertama yang masuk Islam ialah Ali bin Abi Thalib, tanpa

3 3

Page 38: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

menyebut-nyebut nama Siti Khadijah. Adapun konsep metodologis yang hendak diuji dan ditetap- kan di

sini meliputi sejarawan dan fakta yang dimilikinya, proses seleksi dari fakta-fakta kesejarahan itu, baik yang bersifat kritik external maupun internal, dan seberapa jauh sejarawan sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat atau kelom- pok masyarakat tertentu mempunyai dampak terhadap penaf- siran sejarahnya.8

Pendapat Ibnu Hisyam bahwa Ali adalah sahabat pertama yang masuk Islam didasarkan pada riwayat Abdullah bin Abi Najjah yang mengatakan: "Adalah suatu kebetulan suku Quraisy ditimpa krisis ekonomi, sehingga paman Nabi yang bernama Abu Thalib yang mempunyai anak banyak itu menitipkan salah seorang anaknya bernama Ali kepada Nabi Muhammad, yang waktu itu belum menjadi rasul, dan seorang lagi bernama Ja’far kepada Abbas bin Abdul Muthalib. Penitipan tersebut dimak- sudkan untuk meringankan bebannya".

Menurut Ibnu Hisyam, setelah Muhammad diangkat menjadi rasul, Ali sering mendampingi beliau melakukan shalat secara sembunyi. Orang lain tak pernah mengetahuinya sampai pada suatu hari Abu Thalib memergokinya, yang kemudian me- nanyakan agama macam apa yang dipraktikkan itu. Menurut Ibnu Hisyam. Zaid masuk Islam setelah Ali. Sebab, Zaid adalah budak Siti Khadijah yang kemudian diberikan kepada Nabi. Setelah itu barulah Abu Bakar. Akan tetapi, karena Abu Bakar seorang dewasa dan tidak menyembunyikan keislamannya, maka keislamannya lebih cepat diketahui orang secara luas ke- timbang keislaman Ali dan Zaid. Bahkan Abu Bakar mampu mengislamkan lima orang sahabat lagi yang termasuk Assabi- qun al-Awwalun di atas.9

Timbul pertanyaan, kenapa Ibnu Hisyam mengutamakan Ali daripada yang lain? Jawabnya perlu dicari dari lingkungan Ibnu Hisyam dan sumber-sumber yang digunakannya, yaitu karya Ibnu Ishak. Ibnu Hisyam lahir di Basrah dan meninggal di Mesir pada tahun 834 M./218 H. Ia dikenal sebagai ahli ilmu nahwu. Ia tidak menulis sendiri kitab Sir ah al-Nabi. Kitab ini merupakan gabung- singkatan

3 4

Page 39: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

dari dua buah karya Ibnu Ishak yang berjudul Kitab al-Mabda yang berisi riwayat hidup Nabi sebelum hijrah, dan Kitab al-Maghazi, yang berisi riwayat peperanganNabi selama tinggal di Madinah. Kedua buku itu sampai kepada Ibnu Hisyam melalui murid Ibnu Ishak yang bemama Ziyad bin Abdullah al- Bakkai. Kedua buku ini kemudian digabungkan oleh Ibnu Hisyam dan diberi nama Sirah al-Nabi.w Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid dalam kata pengantamya untuk buku ini (edisi Kairo) mengatakan, Ibnu Hisyam menyimpan kedua karya Ibnu Ishak itu dengan perubahan di sana-sini, termasuk dibuangnya sejum- lah syair yang dipandangnya terlalu panjang. Selain dari itu, semuanya karya asli Ibnu Ishak." Guillaume juga mangatakan, bahwa textus receptus yang ada sekarang masih mewakili karya Ibnu Ishak, karena Ibnu Hisyam hanya memotong bagi- an-bagian dari masa sebelum hijrah, sedangkan masa sesudah hijrah masih tetap utuh dan dapat dipercaya.12 Atas dasar ini, pernyataan dalam kitab Sirah al-Nabi bahwa sahabat yang pertama masuk Islam adalah Ali bisa bersumber dari Ibnu Hisyam- sendiri, atau bisa jadi juga dari Ibnu Ishak karena peristiwa masuk Islamnya Ali terjadi sebelum hijrah.

Kalau begitu perlu kitatelusuri lebih lanjut, apakah pernyataan mengenai masuk Islamnya Ali ada dalam karya asli Ibnu Ishak. Perlu dicatat, bahwa karya Ibnu Ishak yang asli dan utuh memang sudah tidak ada lagi, tetapi ada naskah lain dari karya itu yang disebarkan oleh murid lain Ibnu Ishak yang bemama Yunus bin Bukair, yang semula diketemukan tersimpan di masjid Qairawan di Fez. Dari jalur ini dituliskan buku Tarikh al-Thabari, Al-Bidayh wa al-Nihayah karya Ibnu Atsir.'3 Ternyata Ibnu Atsir yang mengambi! bahan melalui jalur Yunus bin Bukair ini juga mengutip pendapat Ibnu Ishak yang mengatakan bahwa Ali adalah sahabat yang pertama masuk Islam.14 Ini ber- arti, pernyataan dalam kitab Sirah al-Nabi bahwa Ali adalah sahabat pertama yang masuk Islam bukanlah pernyataan Ibnu Hisyam sendiri, melainkan kutipan dari Ibnu Ishak. Kalau begitu, yang harus ditelusuri lebih lanjut ialah siapakah Ibnu Ishak itu

3 5

Page 40: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

sesungguhnya. Ibnu Ishak lahir pada tahun 85 H. dan wafat pada tahun 151

H. /768 M. di Bagdad. Ia dibesarkan di Madinah, ikut kakeknya yang bernama Yasar, orang kafir yang ditawan tentara Islam setelah tertangkap di gereja Ainut Tamir di Irak dalam suatu peperangan pada tahun 633 M./12 H., dan dibawa ke Madinah menjadi Maula Abdullah bin Kais bin Makhzamah bin Muttalib bin Abdi Manaf. Ibnu Ishak banyak mengumpulkan cerita-cerita tentang kehidupan Nabi Muhammad, yang kemudian dituliskan menjadi dua buku tersebut di atas. Sesungguhnya ada buku ketiga yang ditulis Ibnu Ishak, yaitu Kitab al-Khulafa, tetapi naskah ini sudah hilang.15

Ibnu Khalikan mengatakan, Ibnu Ishak menulis Kitab al- Maghazi itu di kota Hirah setelah ia kembali dari mengunjungi Khalifah Abasiyah bernama Ja’far al-Mansur yang memerin- tahnya untuk menulis buku itu. Reaksi terhadap buku Maghazi bermacam-macam. Imam Syafi’i memujinya karena kualitas riwayatnya. Tetapi Imam Malik bin Anas yang terkenal sebagai ahli hadis mencela Ibnu Ishak sebagai Dajjal dan tukang pem- buat cerita bohong dan syair tentang Nabi. Imam Malik menu- duh Ibnu Ishak sebagai penganut faham Syi‘ah dan Qadariyah. Bahkan diriwayatkan, Imam Malik telah mengusir Ibnu Ishak dari Madinah.16

Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid mengomentari, ada dua kemungkinan penjelasan atas tuduhan-tuduhan Imam Malik itu. Pertama, mungkin karena Ibnu Ishak pernah menganggap rendah keturunan Imam Malik yang menjadi Maula Bani Taim bin Marrah. Kedua, mungkin karena Ibnu Ishak juga meman- dang rendah keterpelajaran Imam Malik, karena ia pernah me- ngoreksi karya Imam Malik. Berarti konflik antara Ibnu Ishak dan Imam Malik itu bersifat pribadi. Tetapi kemungkinan itu sangat kecil, karena Imam Malik dikenal begitu wara’ dan berwudhu setiap hendak menuliskan hadis. Bahkan ia pun tak pernah mau menaiki Unta di Madinah karena katanya berarti berjalan di atas kuburan Nabi. Karena itu, tuduhan Malik terhadap Ibnu Ishak mungkin lebih bersifat substansial; dan Ibnu 3 6

Page 41: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Ishak memang benar-benar menganut Syi‘ah. Apalagi memang tradisi menyusun riwayat Nabi itu mulanya lebih berkembang di kalangan orang-orang Syi‘ah sebagai kompensasi atas ke- kecewaan mereka secara politik. Perlu dicatat, pada saat itu menganut Syi‘ah belum bersifat penganutan atas suatu aliran teologi, melainkan lebih merupakan pengelompokan kekuatan politik yang kecewa terhadap pemerintahan Abasiyah, karena- nya selalu dicurigai merongrong kewibawaan pemerintah. Dalam kaitan ini, penonjolan Ali sebagai sahabat pertama yang masuk Islam diperlukan untuk menunjukkan kepemimpinan Ali sebagai Imam kaum Syi‘ah. Tetapi ia mengakui bahwa Ibnu Ishak telah mengabaikan sama sekali riwayat mengenai masuk Islamnya Abu Bakar dan Zaid, padahal riwayat mengenai ini datang dari seorang yang amat dihormati dan terpercaya yaitu al-Sya'bi dan al-Zuhri, yang menurut riwayat, keduanya tidak menyukai Syi‘ah. Ini berarti, pernyataan Ibnu Ishak bahwa sahabat pertama yang masuk Islam adalah Ali merupakan pernyataan politik, sekaligus menunjukkan pertentangan antara kelompok- kelompok tertentu waktu itu. Secara metodologis, ini berarti bahwa sejarah Islam (dalam hal ini mengenai sahabat yang pertama masuk Islam) telah dipengaruhi oleh kedudukan si penulis sejarah dalam masyarakat. Oleh k?rena itu, memahami suatu karya sejarah harus selalu dibarengi dengan memahami si penulis sejarah itu sendiri.

Ada beberapa pendekatan dalam memahami dan menafsir- kan sejarah Islam selama ini, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Idealist approach, yaitu memahami dan menafsirkan sejarah Islam dengan cara mengidealisasikannya sedemikian rupa sehingga seolah-olah dalam sejarah itu tidak ada cacat- nya. Masa Khulafa al-Rasyidin, misalnya, dianggap sebagai masa tak bercacat, meskipun kita mengetahui bahwa di sana terjadi juga pembunuhan khalifah di masa itu. Pendekatan ini biasanya dimiliki oleh orang Islam yang nalamya tertutup.

2. Reductionist approach, yaitu usaha memahami dan menafsirkan sejarah Islam dengan mengurangi apa yang se- mestinya. 3 7

Page 42: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Pendekatan ini biasanya dimiliki oleh para orien- talis dan musuh Islam. Kedua pendekatan itu sama-sama mempunyai kelemahan karena

tidak obyektif. Sekarang ini perlu dikembangkan pendekatan baru yang obyektif dan mampu melihat sumber-sumber sejarah sebagaimana apa adanya, tanpa menambah atau mengu- ranginya. Hal ini hanya dapat dilakukan oleh sejarawan muslim yang mempunyai kepercayaan diri yang tinggi.

Dari segi materi, sejarah Islam seringkali lebih dilihat sebagai sejarah politik, bahkan kadang-kadang menjadi sejarah etnik tertentu. Cara pandang demikian tentu kurang tepat. Untuk itu, sudah waktunya dikembangkan pendekatan lain seperti regional approach, social economic approach, social history approach, dan cultural approach. Dengan pendekatan-pendekat- an baru ini diharapkan sejarah Islam akan dapat dilihat secara lebih komprehensif, dan Islam tidak menjadi identik dengan politik atau etnik tertentu, suatu kesalahan yang sudah lama terjadi.

Demikian satu contoh penelitian sejarah Islam, dengan bertolak dari naskah tertentu: Sirah Ibnu Hisyam. Contoh tadi juga menunjukkan, bahwa penelitian naskah sebagai penelitan budaya sekaligus juga dapat dig'abungkan dengan pendekatan penelitian agama sebagai gejala sosial, yaitu kaitan naskah Sirah Ibnu Hisyam dengan lingkungan sosial politik dari sumber nas- kahnya: Ibnu Ishak.

D. Agama sebagai Sasaran Penelitian Sosial. Kalau di bab I ditulis sasaran penelitian agama sebagai sasaran

penelitian sosial, yakni sosiologi agama, pada bagian ini dikupas perdebatan tentang di mana letak ilmu sosil, juga tentang ilmu sosial dan teorinya. Dengan kata lain, pada bagian ini lebih menekankan pada pembahasan teori ketimbang aplikasi.

1. Letak Ilmu Sosial Umumnya, orang sependapat bahwa ilmu sosial terletak di antara

3 8

Page 43: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

ilmu alam dan ilmu budaya. Hanya saja orang berbeda pendapat mengenai letak yang sebenarnya, apakah ilmu sosial lebih dekat kepada ilmu alam atau ilmu budaya. Kaum struk- turalis, termasuk di dalamnya sebagian antropolog, cenderung meletakkan ilmu sosial lebih dekat kepada ilmu budaya. Mereka melihat, tingkah laku sosial pada dasamya selalu mengacu kepada aturan-aturan tingkah laku (ruler of behavior) yang ber- dasar atas pola ideal yang bersumber dari nilai. Karena itu, kunci memahami masyarakat adalah memahami nilai yang ada pada masyarakat tersebut. Kaum strukturalis memandang begitu pentingnya nilai, sehingga mereka lupa bahwa nilai itu sendiri merupakan produk interaksi sosial juga. Karena itu, muncul kaum positivis yang berpendapat b?Jhwa memahami masyarakat dengan memahami nilainya merupakan perbuatan yang menduga-duga. Dalam hal ini mereka melihat metode verstehen juga sebagai perbuatan menduga-duga yang tak berdasar secara ilmiah. Bagi kaum positivis, memahami masyarakat haruslah dengan mengamati apa yang 'dapat dilihat, dapat diukur dan dapat dibuktikan sebagaimana halnya dalam ilmu pengetahuan alam. Kaum positivis meletakkan ilmu sosial lebih dekat kepada ilmu pengetahuan alam. Prof.D.C. Marsh, guru besar dari Unuversity of Nottingham, dalam sebuah entrinya tentang social science dalam buku A Dictionary of Sociology, yang diedit oleh Profesor G. Duncan Mitchell dari Jurusan Sosiologi University of Exeter, menyatakan bahwa:

“Social science refers to the application of scientific methods to the study of the intricate and complex network of human relationship and the forms of organization designed enable peoples to live to-gether in societies.” (Ilmu sosial menunjuk kepada penerapan metode ilmiah untuk mem- pelajari jaringan-jaringan hubungan manusia yang pelik dan rumit, dan bentuk-bentuk organisasi yang dimaksudkan agar orang dapat hidup bersama dalam masyarakat).

3 9

Page 44: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

2. Ilmu Sosial dan Teori

Perbedaan pandangan antara kaum strukturalis dan kaum positivis ini perlu dikemukakan karena mempunyai dampak langsung terhadap perbedaan tingkat penggunaan teori dan pemilihan metode penelitian. Para ahli ilmu sosial, khususnya para sosiolog, sependapat bahwa teori merupakan perlengkapan ilmu yang sangat berguna. Mengutip pendapat Prof. Goode dan Hatt, teori sedikitnya berfungsi untuk: (1) mendefinisikan orien- tasi utama dari suatu cabang ilmu dengan mengarahkan bentuk- bentuk data mana yang perlu diabstraksikan; (2) menawarkan suatu kerangka konseptual untuk mengarahkan fenomena mana yang perlu disistematisasikan,diklasifikasikan, dan dihubung- kan satu sama lain; (3) meringkaskan sejumlah fakta menjadi generalisasi dan sistem generalisasi; (4) meramal fakta; dan (5) menunjukkan kesenjangan yang ada dalam pengetahuan.

Para ahli ilmu sosial lain berpendapat bahwa penggunaan teori dalam suatu penelitian tidak perlu. Barney G. Glaser dan Anselm Strauss, dalam buku mereka berjudul The Discovery of Grounded Theory (Aldine Press, 1967) mengatakan, suatu penelitian sosial tidak perlu dan tidak boleh beranjak dari suatu teori, karena penelitian itulah justru yang harus melahirkan teori. Bahkan Glaser dan Strauss menyatakan, menggunakan suatu hipotesis pun tidak diperlukan. Menurut pendapat mereka, penelitian yang beranjak dari suatu hipotesis mengakibatkan hasil atau penemuan yang cenderung sempit, yaitu menerima atau menolak hipotesis tersebut dan tertutup kemungkinan menghasilkan hipotesis yang baru. Glaser dan Strauss tidak menolak perlunya hipotesis dalam penelitian, tetapi hipotesis yang mereka maksud adalah yang dibangun atas dasar data yang diperoleh setelah mengadakan penelitian lapangan dan bukan dirumuskan di belakang meja sebelum penelitian dimulai. Beberapa hipotesis mungkin jatuh bangun selama penelitian lapangan berlangsung, dan hipotesis yang tetap tegak yang dito- pang oleh data akhir dari lapangan penelitian itulah yang akan menjadi hasil dari penelitian, dan sekaligus itulah teori hasil penelitian. Inilah yang 4 0

Page 45: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

disebut Glaser dan Strauss dengan grounded theory. Kalau demikian, di mana peranan literatur tentang teori dalam

penelitian seperti itu? Jawabnya, teori hanya berfungsi mempertajam kepekaan (insight) si peneliti dalam melihat data. Pendapat Glaser dan Strauss tentang grounded theory ini se- benarnya merupakan protes bahkan pemberontakan terhadap orang-orang seperti Talcott Parsons yang oleh sebagian antro- polog dianggap sebagai tukang sulap, karena kesukaannya me- rumuskan teori hanya dengan spekulasi tanpa mendasarkan pada data empirik.

Sebagian ahli ilmu sosial lain mempunyai pandangan yang lebih mengikat tentang teori. Bagi golongan ini, teori dapat di- jadikan titik tolak penelitian untuk membatasi pengertian konsep-konsep, bahkan mengarahkan data apa yang perlu di- kumpulkan. Akibat metodologis dari pandangan seperti ini adalah diperlukannya kejituan (precision), baik dalam operatio- nalisasi konsep maupun dalam pengukurannya, sehingga tim- bullah persoalan-persoalan validitas dan reliabilitas. Akibat lebih lanjut, penelitian seperti ini cenderung menjadi kuantitatif. Tetapi perlu dicatat, tidak semua penelitian kuantitatif memerlukan teori sebagaimana yang telah dilakukan oleh penelitian sebelumnya yang melahirkan teori itu.

£. Grounded Research: Sebuah contoh metode penelitian sosial Salah satu metode penelitian sosial yang dapat digunakan dalam

penelitian agama adalah grounded research. Metode grounded research adalah metode penelitian sosial yang ber- tujuan untuk menemukan teori melalui data yang diperoleh secara sistematik dengan menggunakan metode analisis kom- paratif konstan. Dari definisi tersebut terlihat ada tiga hal pokok yang menjadi ciri grounded reserch, yaitu :

(1) Adanya tujuan menemukan atau merumuskan teori. (2) Adanya data sistematik. (3) Digunakannya analisis komparatif konstan.

4 1

Page 46: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Tujuan merumuskan teori Merumuskan teori atas dasar data yang diperoleh merupakan

tujuan utama dalam grounded research dan merupakan alternatif lain dari metode-metode penelitian sosial yang ada

4 2

Page 47: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

selama ini, yang sering lebih bersifat verifikatif. Ada beberapa pertimbangan yang mendorong grounded research untuk me- rumuskan teori, yaitu: 1. Menilai kegunaan suatu teori harus juga dilihat dari segi

bagaimana dahulunya teori itu dirumuskan (how it was generated), di samping penilaian tentang keruntutan logika (logical consistency), kejelasan (clarity), kehematan (parcimony), kepadatan (density), keutuhan (integration) dan operasionalisasinya.

2. Penelitian-penelitian sosial, khususnya sosiologi, selama ini lebih banyak bersifat membuktikan kebenaran teori yang telah ada (verifikatif) dan kurang memberikan per- hatian bagi penjelmaan teori baru. Hal ini akan berakibat man- degnya pemunculan teori-teori sosial, sedangkan perkem- bangan sosial itu sendiri tidak pernah akan berubah.

3. Teori yang didasarkan atas data akan tahan lama dan sulit diubah walaupun setiap teori memerlukan perubahan atau reformulasi, seperti teori Birokrasi-nya Weber dan teori Sui- cide-nya Durkheim. Sebaliknya, teori-teori atas dasar de- duksi logis (bukan atas dasar data) yang didasarkan kepada asumsi yang melayang (ungrounded assumptions) dapat menyesatkan para pemakainya.

4. Teori yang dihasilkan oleh grounded research berdasar pada data, karena itu ia disebut dengan teori berdasar (grounded theory). Keuntungan grounded theory dibandingkan dengan teori deduktif logis (logic deductive theory), ia dapat mencegah pemunculan dan penggunaan teori secara opor- tunistik karena selalu didasarkan dan dikendalikan oleh data.

5. Penelitian verifikatif bertitik tolak dari suatu hipotesis atau teori yang telah dirumuskan sebelum penelitian dilakukan dan kemudian dibuktikan kebenarannya melalui peneliti- an. Sebaliknya, grounded research tidak bertolak dari suatu hipotesis atau teori, hipotesis justru muncul setelah penelitian dilakukan dan teori diban gun pada akhir penelitian. Dalam grounded research, pengetahuan

4 3

Page 48: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

teori yang dimiliki peneliti hanyalah untuk mempertajam kepekaan peneliti dalam melihat suatu data. Dengan demikian, grounded research akan memberikan kemungkinan yang lebih luas bagi jenis atau warna teori yang akan muncul, sedangkan dalam penelitian verifikatif kemungkinan itu hanya dibatasi untuk menjawab benar atau tidaknya hipotesis atau teori yang telah dicanangkan. Dalam grounded research, teori yang akan dirumuskan terdiri atas

dua tahap: substantive theory dan formal theory. Substantive theory ialah teori yang dikembangkan untuk suatu area substantif atau area empirik tertentu dari suatu masalah sosial. Formal theory adalah teori yang dikembangkan untuk suatu area formal atau area konsepsional dari suatu masalah sosial. Kedua teori itu harus dibedakan dengan jelas, walaupun kedua- nya saling bersandar satu sama lain. Substantive theory merupakan batu loncatan (springboard) bagi formal theory.

Baik dalam grounded research maupun penelitian verifikatif, keduanya mengakui ada dan pentingnya teori, tetapi ber- beda dalam kedudukannya. Dalam penelitian verifikatif, teori dirumuskan sebelum penelitian dilakukan dan menjadi titik tolak dilakukannya suatu penelitian yang akan menguji ke- benaran teori itu. Sebaliknya, dalam grounded research, teori tidak dijadikan sebagai titik tolak yang akan diuji kebenaran- nya, justru peneliti itu hendak membangun teori atas dasar data yang diperolehnya, sehingga teori dirumuskan setelah pene-litian dilakukan.

Data yang sistematik Yang dimaksud data yang sistematik adalah data yang diperoleh

sesuai dengan tata cara dan prosedur grounded research. Sebagaimana halnya dengan metode penelitian sosial lain- nya, metode grounded research juga mempunyai komponen- komponen kegiatan: persiapan, pengumpulan data, pengkodean, analisis dan penulisan laporan, tetapi pelaksanaannya tidaklah secara bertahap (dalam arti satu demi satu) menurut urutan tersebut. Dalam grounded research, kegiatan pengumpulan, pengkodean dan analisis data dilakukan secara serempak.Setiap datum yang diperoleh pada suatu saat, langsung

4 4

Page 49: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

dianalisis dan sekaligus menjadi petunjuk pada data yang harus dicari selan- jutnya. Kemudian jenis data yang akan dikumpulkan tidaklah ditentukan di belakang meja ketika rencana penelitian disusun, melaikan ditentukan oleh data atau kategori yang muncul se- belumnya. Data yang harus dicari pada hari ini ditentukan oleh data atau kategori yang muncul pada hari sebelumnya.

Data yang dikumpulkan dalam suatu grounded research tidaklah selamanya harus berasal dari desa tempat peneliti tinggal berbulan-bulan di sana (field work), tetapi bisa juga berupa data kepustakaan (perlu diingat: bukan teori dari kepustakaan). Data itu juga tidak harus sepenuhnya kualitatif, tetapi bisa juga sebagiannya kuantitatif, walaupun metode ini memang lebih bersifat kualitatif.

Prosedur suatu penelitian atas dasar grounded research secara singkat dapat disebutkan dalam lima langkah sebagai berikut: 1. Menentukan sasaran studi dan memilih kelompok-kelompok sosial

yang hendak diperbandingkan yang sekaligus akan menjadi sumber data, biasanya termasuk penentuan infor- man pangkal (key informan).

2. Data yang diperoleh (melalui teknik-teknik pengumpulan data yang digunakan) diklasifikasikan dengan cara mencari persamaan dan perbedaannya sehingga melahirkan kate- gori-kategori. Kategori adalah hasil dari data setelah diklasifikasikan, tetapi ia bukan data itu sendiri.

3. Kategori-kategori itu kemudian dicari ciri-ciri pokoknya untuk dapat diketahui sifatnya.

4. Kategori-kategori tersebut (setelah diketahui sifat-sifat- nya) kemudian dihubungkan satu sama lain sehingga melahirkan hipotesis-hipotesis.

5. Hipotesis-hipotesis itu kemudian dihubungkan lagi satu sama lain sehingga melahirkan jalur-jalur kecenderungan yang lebih umum yang akan menjadi inti dari teori yang akan muncul. Langkah-langkah tersebut pada hakikatnya tidak datang satu demi

satu pada saat yang berbeda, melainkan merupakan satu kesatuan. Tiga

4 5

Page 50: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

langkah pertama lebih merupakan aspek deskriptif dari penelitian dan dua langkah lainnya lebih bersifat analitik. Langkah-langkah itu juga mempengaruhi sistematika laporan penelitian yang akan disusun.

Laporan penelitian atas dasar grounded research dimulai dengan deskripsi tentang permasalahan yang akan diteliti, baru kemudian diikuti dengan analisis-analisis dan akhirnya dengan pemunculan hipotesis atau teori. Penilaian terhadap suatu hasil grounded research akan sangat ditentukan oleh kualitas deskripsi dan validitas hubungan deskripsi dangan teori yang di- munculkannya.

Analisis komparatif. Yang dimaksud dengan analisis komparatif ialah, bahwa analisis

terhadap setiap datum atau kategori yang muncul selalu dilakukan dengan cara memperbandingkannya satu sama lain. Dengan analisis komparatif tidak perlu dibayangkan bahwa lo- kasi penelitian harus luas dan berserak-serak karena analisis komparatif dapat digunakan untuk segala ukuran unit sosial. Prinsip kerja metode analisis ini terdiri atas dua tahap pokok, yaitu : 1. Memperbandingkan setiap datum untuk memunculkan berbagai

kategori. 2. Memperbandingkan dan mengintegrasikan kategori- kategosi dan

sifat-sifatnya untuk memunculkan hipotesis dan memberi batasan teori. Demikianlah semua tingkat klasifikasi data dan hipotesis

dihasilkan dengan cara memperbandingkan satu sama lain dan inilah yang oleh Glaser dan Strauss disebut dengan metode komparatif konstan (constant comperative method).

Gambaran tentang beberapa gambaran yang ada dalam menganalisis data kualitatif pada umumnya, kiranya dapat ikut menjelaskan arti analisis komparatif tersebut. Pada dasarnya, pendekatan untuk menganalisis data kualitatif itu terdiri atas empat macam, yaitu :

4 6

Page 51: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

1. Peneliti melakukan pengkodean terlebih dahulu baru kemudian melakukan analisis dan bermaksut untuk menguji teori.

2. Penelitian langsung merumuskan ide-ide teoretik tanpa terikat dengan prosedur untuk mendahulukan pengkodean daripada analisis.

3. Peneliti melakukan pengkodean dan analisis secara se- rempak dengan tujuan untuk merumuskan teori melalui beberapa tingkat hipotesis.

4. Peneliti melakukan induksi analitik dengan kombinasi pendekatan pertama dan kedua, dengan maksud merumus-

4 7

Page 52: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya
Page 53: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

kan dan membuktikan teori sekaligus. Pendekatan ketiga adalah pendekatan yang menggunakan constant comparative method yang disarankan oleh grounded research. Menurut Glaser dan Stauss, banyak peneliti yang menyebut dirinya

sebagai pengguna metode komparatif, tetapi ini belum tentu dalam arti analisis komparatif seperti yang disarankan oleh grounded research. Sebagai alat penilai apakah suatu studi komparatif yang disarankan grounded reseach, oleh Glaser dan Strauss disusun delapan pertanyaan yang disebut dengan an ac- caunting scheme (skema laporan). Kedelapan pertanyaan itu adalah:

1. Apakah tekanan penelitian itu pada perumusan teori? 2 Apakah penelitian itu lebih tertarik kepada teori sub- stantif

ataukah teori formal? 3. Bagaimana skop teori, terbatas atau tidak? 4. Seberapa jauh teori itu berdasar pada data? 5. Bagaimana kepadatan konseptualnya? 6. Jenis data apa yang dipakai dan bagaimana kapasitas

hubungannya dengan teori yang dirumuskannya? 7. Seberapa jauh teori itu terintegrasi? 8. Bagaimana kejelasan teori itu? Beberapa contoh penelitian yang dilakukan dengan studi

komparatif tetapi bukan sebagaimana dimaksudkan oleh grounded reseach menurut Glaser dan Strauss, antara lain: Gay Swanson, The Birth of the Gods (University of Michigan Press: 1960) dan Robert Blauner, Alienation and Freedon (University of Chicago: 1964), yang keduanya dinilai menggunakan metode komparatif tetapi untuk tujuan verifikatif; kemudian Emitai Etzioni, A Comparative Analysis of Complex Organizations (Illinois Free Press: 1961), yang dinilai sebagai kombinasi antara teori deduksi logis dan teori grounded; Clifford Geertz,

$3

Page 54: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Peddlers and Princes (University of Chicago Press: 1963), dinilai perumusan teorinya cukup grounded tetapi group yang diperbandingkan terlalu terbatas; dan Anselm Strauss et al, Psy-chiatric Idealogis and Institutions (Free Press of Glencoe: 1964), yang rumusan teorinya dinilai cukup grounded tetapi tidak cukup integrated, dan lain-lain.

Kekuatan dan Kelemahan Grounded Research Walaupun uraian singkat di atas mungkin belum dapat men-

jelaskan tentang grounded research sebagai kebulatan penger- tian, namun cukuplah kiranya memberikan gambaran awal tentang celah-celah kekuatan dan kelemahan metode penelitian ini.

Kekuatan penelitian dengan metode ini ialah, data bisa lebih lengkap dan lebih mendalam karena langsung dianalisis, sehingga sesuatu yang dianggap sebagai lowongan data segera akan dapat diketahui dan disempurnakan. Teori yang akan muncul pun terbuka dari kemungkinan yang lebih banyak, dibanding' dengan penelitian verifikatif yang hanya terbatas pada satu kemungkinan, yaitu menerima atau menolak hipotesis atau teori yang diuji.

Kelemahan metode ini terletak pada sulitnya menentukan saat yang tepat kapan penelitian harus berhenti, karena hipotesis yang telah dibangun dapat jatuh kembali berhubungan dengan datangnya data baru yang membatalkannya, dan dapat ban gun kembali bila datang lagi data baru yang menyokongnya. Demikianlah, hipotesis jatuh bangun karena datangnya data baru, sehingga sulit menentukan mana hipotesis yang final. Akan tetapi, menurut Glaser dan Strauss, justru di sini pula letak perbedaan metode ini dari metode penelitian lain. Metode penelitian verifikatif cenderung melihat suatu hasil penelitian sebagai suatu yang final, sedangkan grounded research melihat suatu hasil penelitian hanyalah sebagai suatu jedah (a pause) dari suatu proses merumuskan teori yang sebenarnya tidak pernah berakhir. Untuk inilah grounded research menawarkan suatu prosedur yang

5 4

Page 55: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

disebut theoritical saturation (kejenuhan teoretis), yaitu kriteria untuk menetapkan kapan harus meng- akhiri pencarian data dari setiap kategori.

Kelemahan lain dari grounded research terletak pada pan- dan gan dasarnya, bahwa untuk memahami suatu data tidak perlu digunakan suatu teori tertentu, melainkan semata-mata menurut kepekaan dan keluasan wawasan (theoretical insight) peneliti. Pandangan ini agaknya didasarkan atas asumsi bahwa seorang peneliti sosial sudah barang tentu sebelumnya telah mempelajari dan menguasai berbagai teori sosial, khususnya mengenai masalah yang bersangkutan. Asumsi ini mungkin tepat untuk negara-negara maju yang telah memiliki tenaga-tenaga peneliti yang telah menguasai teori sosial. Akan tetapi untuk negara-negara baru berkembang yang tenaga-tenaga penelitinya belum memiliki penguasaan dasar teori yang cukup, maka penggunaan metode grounded research dapat menghasilkan laporan penelitian yang tidak berbeda dengan laporan seorang wartawan. Dari sinilah lahirnya pendapat bahwa dalam kaitan- nya untuk memajukan ilmu pengetahuan sosial di negara berkembang seperti Indonesia, maka menggunakan metode grounded research adalah kurang tepat.

Grounded research juga selalu bertujuan akhir untuk mem- bangun teori, padahal menurut para pengkritiknya tidak semua penelitian sosial harus berakhir dengan menghasilkan suatu teori. Suatu penelitian sosial kadang-kadang juga cukup sampai pada suatu tingkat pemahaman tertentu suatu struktur dan hubungan-hubungan sosial tertentu, tanpa harus ada keperluan untuk membuat teori.17

Gayung bersambut kata Berjawab Robert K. Merton dalam Marshall Clinard (ed.), Anomic Deviant

Behavior (Free Press of Glecoe, 1964: 235-242) menulis beberapa kritik yang pada dasamya dialamatkan kepada grounded research. Glaser dan strauss melalui buku mereka The Discovery of Grounded Theory (1974: 259-262) menjawab kritik-kritik tersebut. Isi polemik itu dapat diringkaskan sebagai berikut: 1. Merton: laju teori-teori sosiologi cenderung lebih cepat dari riset

5 5

Page 56: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

empirik yang sistematik. Glaser dan Strauss: situasi semacam ini terjadi karena orang diperbolehkan merumuskan teori dengan cara spe- kulasi, dan yang dianggap riset sistematis hanyalah yang kuantitatif sehingga tidak memberikan kesempatan kepada riset kualitatif untuk merumuskan teori.

2. Merton: riset kualitatif tidak akan menghasilkan data empirik yang sistematik karena yang sistematik hanyalah riset kuantitatif, sehingga teori atas dasar spekulasi lebih baik daripada teori atas dasar data kualitatif. Glaser dan Strauss: pernyataan Merton itu adalah karena kecintaannya yang terlalu dalam kepada metode kuantitatif, sehingga lupa bahwa yang terpenting adalah penggunaan metode yang tepat untuk suatu penelitian, bukan soal apakah kuantitatif atau kualitatif, lagi pula tidak semua data bisa di kualitatifkan.

3. Merton: suatu teori tidak harus fit dan work, karena dia dapat dipakai sampai ada penelitian verifikatif yang me- nolaknya. Glaser dan Strauss: sikap demikian lahir karena kerangka berpikir bahwa yang penting teori dulu dirumuskan baru kemudian dicari data yang dapat menopangnya. Padahal semestinya teori baru bisa lahir bila mendapat data yang menunjukkan adanya suatu teori. Glaser dan Strauss membeberkan juga bahwa Merton telah

mencoba merumuskan beberapa teori, tetapi ia dinilai tidak pernah menemukan pemahaman tentang discovery of grounded theory. Yang ia lakukan hanyalah grounded modifying of theory karena ia mulai dari membuktikan kebenaran suatu teori kemudian sampai kepada mengubahnya sama sekali secara ke- betulan (serendipity).

F. Mesjid dan Bakul Keramat: Sebuah Aplikasi Grounded Research Sebagai contoh penelitian agama sebagai gejala sosial yang

menggunakan metode grounded research adalah sebuah hasil

5 6

Page 57: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

penelitian yang berjudul “Mesjid dan Bakul Keramat: Konflik dan Integrasi dalam Masyarakat Bugis Amparita”. Penelitian ini mempelajari bagaimana tiga kelompok keagamaan di mana orang-orang Islam, orang-orang Towano Tolitang,dan orang- orang Tolitang Benteng di desa Amparita, Sulawesi Selatan, berinteraksi satu sama lain, kadang-kadang dalam bentuk konflik dan kadang-kadang dalam bentuk kerja sama atau bahkan integrasi. Pada aspek kehidupan apa saja konflik dan integrasi antara ketiga kelompok agama ini terjadi? Faktor-faktor apa saja yang mendorong konflik dan integrasi itu?

Penelitian itu menemukan, bahwa konflik antara ketiga kelompok itu bermula dari soal keagamaan kemudian bertambah intensitas dan kompleksitasnya setelah kemasukan unsur politik. Setelah itu berbagai pranata sosial seperti perkawinan, pendi- dikan agama, aturan tentang makanan dan lain-lain berfungsi melestarikan konflik tersebut.

Adapun kerja sama dan integrasi antara ketiga kelompok keagamaan itu terjadi terutama melalui jalur pemilikan ber- sama warisan kebudayaan lama, kekerabatan, pertanian, pen- didikan nasional, lembaga-lembaga pemerintahan, pemilihan umum dan lain-lain. Sekali lagi, faktor politik berperan penting dalan meningkatkan intensitas kerja sama dengan integrasi itu.

Demikianlah, dengan metode grounded research penelitian itu telah mencoba memahami interaksi tiga kelompok keagamaan yang masing-masing mempunyai pimpinan dan sistem kepemimpinannya sendiri sebagai gejala sosial. Dengan ber- tolak pada batasan pengertian yang diuraikan di muka, penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian keagamaan. •

Catatan Kaki 'William J. Goodd & Paul K. Hatt, Methods in Social Research (Tokyo: Mc-

GrawHill KogakushaLtd., 1952), P. 7. 2Lihat Mukti Ali, Sambutan Menteri Agama RI pada Pembukaan' Program Latihan

Penelitian Agama tanggal 1 November 1976 di Jakarta. 3LihatMajalah^/^'o/77/'o/7lAIN Sunan Kalijaga, No. 12Th.XIV.136, Yogyakarta. 4John Middleton, "The Religious System", dalam Raul Naroll dan Ronald Cohen,

5 7

Page 58: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

ed), A Honbook of Method in Cultural Anthropology (New York: Columbia University Press, 1973). pp. 502 dan 507.

5Lihat Mukti Ali, op cit, hal. 2. 6Bahwa rumusan Mukti Ali tentang penelitian agama tersebut ter- lebih versifat

sosiologi agama dapat dilihat misalnya dalam artikel P. H. Vrijhof, "What is the Sosiology of Religion?" dalam A. H. Ricmond, (ed.), Reading in the Sosiology of Religion, hal. 29-34. menurut Vrijhof (dengan mengutip Schelsky)., tema pusat sosiologi agama modern adalah bagaimana sesuatu agama berperan dalam masyarakat: Sedangkan bagi sosiologi agama klasik, tema pusatnya adalah hubungan timbal balik antara agama dan masyarakat. Disini terlihat rumusan Mukti Ali tentang penelitian agama tersebut sama persis dengan rumusan tentang sosiologi agama klasik.

7Ibnul Atsir, Al-Kamil fit Tarikh, Jilid II (Beirut, 1965), hal. 57-60. 8Tentang pentingnya kritik internal dan ekstemal atas sumber sejarah,

lihat John Tosh, The Pursuit of History, hal, 51-58; dan tentang pengaruh masyarakat terhadap karya seorang sejarawan, lihat E, What is History, hal. 36 dst.

9Ibnu Hisyam, SiratunNabiyy, Jilid I (Darul Fikri, 1981), hal. 264-268. I0.W. Montgomery Watt, "Ibn Hisham", dalam Ensyclopedia of Islam, jilid 3; edisi baru.

"Ibid., hal. 18. 12Alfred Guillaume, "Introduction", dalam Ibnu Ishak, NewLihgt on the Life of

Muhammad, Translated by Guillaume (Oxford: Oxford University Press, t.t.), hal. xix.

l3Ibid., hal. xvii. Juga lihat Alfred Guillaume, New Light on the of Muhammad, MonografNo. 1 (Journal of Semitic Studies: Manchester University Press), hal. 10.

l4Ibnu Katsir, Sirah Al-Nabawiyyah, jilid 1, suntingan Mustafa Abdul Wahid (Kairo, 1964), hal. 328.

I5JMB. Jones, "Ibnu Ishak", dalam Encyclopedia of Islam, edisi baru. l6Ibnu Khalikan, Wafayatul Ayan wa anbau abna'iz zaman, jilid, 3 (Kaisar, 1948), hal. 405-406.

l7Di Amerika metode ini dikembangkan oleh Barney G. Glaser dan Anselm L. Strauss dalam bukunyayangberjudul The Discovery of Grounded Theory, yang sampai tahun 1974 telah mengalami cetak ulang enam kali sejak cetakan pertama pada tahun 1967. Di Indonesia metode inidikem- bangkan oleh Stuart Ahli Utama pada Pusat Latihan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial (ALPIIS) di Bada Aceh tahun 1974 dalam artikelnya beijudul: "Grounded Research di dalam Ilmu-ilmu Sosial. Dewasa ini metode tersebut terus dikembangkan oleh PLPLIIS Station Banda Aceh dan Ujung Pandang. Uraian tentang Grounded Recearch dalam artikel ini dikembangkan dari kedua sumber tersebut (Glaser dan Strauss, dan Schlegel), kecuali bila disebut- kan diambil dari sumber lain. Lihat Glaser dan Strauss, The Discovery of Grounded Theory (Chicago: Aldine Publishing Company, 1974).

Bab III

5 8

Page 59: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Penyusunan Desain Penelitian Agama

A. Pendahuluan MENGACU kepada pembedaan penglihatan terhadap agama sebagai gejala budaya dan gejala sosial, maka desain penelitian _ agama pada dasamya dapat dibedakan atas kedua jenis peng- amatan tersebut.

B. Desain Penelitian Agama sebagai Gejala Budaya Desain penelitian agama sebagai gejala budaya pada umum-

nya lebih sederhana, karena penelitian budaya sifatnya unik dan tidak memerlukan pembuktian keterulangan gejala di tempat lain. Sebuah penelitian sejarah, misalnya saja sejarah Bani Abasiyah, yang diperlukan dalam desain itu adalah kejelasan mengenai cara membahas topik tersebut. Untuk lebih tegasnya, kita ambil satu topik dalam episode sejarah Islam klasik, yakni run- tuhnya Daulat Bani Umayah dan bangkitnya Daulat Bani Abasiyah. Belakangan ada sejumlah teori yang mencoba me- nerangkan mengenai dua peristiwa sejarah penting ini

Untuk membahas sebuah topik penelitian agama seperti ini, sedikitnya ada empat hal yang harus diperhatikan dan diper- jelas. Pertama, mengenai perumusan masalah: apa pertanyaannya yang pokok? Dalam hal ini pertanyaan pokoknya adalah, faktor-faktor apa saja yang telah menyebabkan jatuhnya Bani Umayah dan bangkitnya Bani Abasiyah.

Untuk menjawab pertanyaan ini, yang pertama harus dirumuskan adalah maksud faktor-faktor itu, baik yang menjadi penyebab runtuhnya maupun bangkitnya suatu dinasti, aspek- aspek apa saja yang akan dilihat. Di dalam penelitian budaya, termasuk penelitian sejarah, pada umumnya tidak perlu adanya asumsi-asumsi atau

5 9

Page 60: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

hipotesis-hipotesis. Sebaliknya, malah harus terbuka kemungkinan yang dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti faktor politik, ekonomi, lingkungan alam, inter- vensi faktor luar, dan lain-lain.

Kedua, mengenai arti penting penelitian: kenapa ia mencari jawab atas pertanyaan itu, apa kontribusi hasil penemuan penelitian itu nanti setelah selesai dilakukan? Inilah yang biasanya disebut dengan signifikansi penelitian. Jadi, peneliti harus men- jelaskan di mana letak penting dan kegunaan penelitian tersebut di dalam belantara perdebatan teoretik dalam ilmu yang ber- sangkutan. Misalnya saja tentang faktor-faktor penyebab runtuh dan bangkitnya suatu daulat (dinasti). Katakan studi-studi selama ini mengatakan, pada dasamya penyebab runtunya suatu dinasti adalah kekalahan politik, kekalahan dalan pertempuran, dan sebagainya. Studi-studi yang ada belum membahas mengenai faktor Arab dan non-Arab, muslim-Arab dan muslim non- Arab, faktor ekonomi, dan sebagainya. Rumusan signifikansi penelitian itu perlu dituliskan, misalnya bahwa pentingnya penelitian ini adalah untuk menjelaskan apa sebenarnya yang menyebabkan runtuhnya Bani Umayah dan bangkitnya Bani Abasiyah. Penjelasan yang biasanya dilihat dari segi politik, kali ini, misalnya, akan dilihat dari segi ekonomi, intelektual, sek- tarianisme, etnik, dan sebagainya. Penemuan inilah nanti yang diharapkan dapat memberi kontribusi di dalam bangun ilmu pengetahuan atau bangun perdebatan konsep-konsep dalam bidang ilmu itu, yakni mengenai faktor-faktor penyebab runtuhnya Bani Umayah dan bangkitnya Bani Abasiyah, satu topik dalam sejarah Islam klasik yang sampai sekarang masih terus diperdebatkan.

Ketiga, mengenai metode menjawab pertanyaan penelitian. Untuk masalah ini ada beberapa hal yang harus di rinci lagi. Pertama, bentuk dan sumber informasi yang digunakan untuk menjawab pertanyaan, juga harus dijelaskan cara mendapat- kannya. Kedua, bagaimana memahami dan menganalisa informasi itu, kemudian bagaimana merangkaikannya menjadi satu penjelasan yang lebih bulat untuk menjawab persoalan penelitian tersebut. Inilah yang disebut dengan

6 0

Page 61: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

metodologi penelitian, yakni how are you going to go abaut it (bagaimana Anda akan menjawab pertanyaan tersebut). Dalam suatu penelitian sejarah seperti ini, kita akan memperoleh bahan-bahan, data, yang ber- bentuk fakta-fakta sejarah. Fakta-fakta sejarah dapat berbentuk dokumen, primer atau sekunder. Primer kalau fakta tersebut di- kemukakan oleh pelaku sejarah yang bersangkutan. Sekunder kalau fakta itu sudah berupa komentar dari orang yang tidak lang- sung terlibat dengan masa (dengan kejadian sejarah itu sendiri). Atau sumber-sumber itu misalnya dalam bentuk epigrafi-epi- grafi, prasasti-prasasti, kuburan-kuburan. Tidak semua data dalam bentuk buku. Bahkan bisa jadi dalam bentuk mata uang yang masih tersimpan dalam berbagai museum di belahan dunia, atau dalam bentuk penggalian-penggalian arkeologi. Misalnya, penggalian kuburan, benteng-benteng dan semacamnya yang ada di kota Baghdad yang tenggelam. Lalu peneliti melihat apa saja yang ada di situ, berapa umurnya, dapatkah sumber- sumber itu menjelaskan sruktur suatu masyarakat pada masa itu. Atau menggali bagaimana sistem irigasi, tranportasi, perdagangan, dan lain-lain.

Di dalam desain penelitian mengenai metodologi, sumber- sumber informasi perlu disebutkan. Misalnya, bahwa dalam penelitian ini akan digali informasi dalam bentuk dokumen-do- kumen, primer maupun sekunder, dalam bentuk prasasti-pra- sasti, nomismatik (mata uang), arkeologi, dan sebagainya. Lalu diterangkan juga ke mana benda-benda dan fakta-fakta itu akan dieari. Misalnya, di perpustakaan atau di museum-museum di Timur Tengah, di Eropa, di Baghdad, di Mesir, di Syria dan sebagainya. Kemudian juga disebutkan rencana untuk menguji atau mengecek kebenaran dan keaslian sumber-sumber ter- sabut. Dengan begitu akan muncul keyakinan bahwa yang di- pelajari (diamati) itu, misalnya benar-benar uang dari Bani Abasyiah, bahwa sumber itu, misalnya benar-benar suatu catat- an dari Bani Abasiyah. Untuk sampai kepada keyakinan tersebut lebih dahulu harus jelas siapa penulis dokumennya. Juga peneliti perlu mempertanyakan apakah itu betul tulisan si penulis catatan tersebut. Untuk meyakinkan bahwa

6 1

Page 62: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

tulisan itu betul tulisannya, pertanyaan berikutnya adalah: apakah ada variasi antara berbagai naskah yang ada di beberapa tempat, atau kalau sudah diterbitkan, bagaimana variasi dalam masing-masing versi. Semua ini harus disebutkan dalam rencana penelitian.

Kemudian tahap berikutnya yang juga harus disebutkan adalah, rencana dalam mencoba memahami faktor-faktor dan me- madukan satu faktor dengan faktor lain, yang bisa jadi faktor- faktor itu bertentangan satu sama lain, kemudin mencoba meng- artikannya. Karena itu, inti sejarah pada hakikatnya adalah imaji- nasi sejarawan itu sendiri dalam menghubungkan satu fakta dengan fakta lain. Sampai di sini satu hal penting harus dicatat, bahwa kalau sudah bicara mengenai imajinasi maka menjadi subjektif, meskipun sejarawan berusaha untuk bersikap objektif.

Di samping itu, dalam desain penelitian disebutkan juga klasifkasi fakta-fakta yang ada. Misalnya, dalam bidang apa saja yang terkait dengan faktor-faktor runtuhnya Bani Umayah dan bangkitnya Bani Abasiyah. Sumber-sumber itu tentu sifatnya belum sistematis, bahkan bisa jadi belum terdaftar secara eks- plisit sebagai faktor-faktornya. Maka peneliti sendirilah yang harus menemukan dan mengklasifikasikannya, sehingga peneliti harus mengkonstruk pemahaman itu secara keseluruh- an. Jadi, pada akhirnya pemahaman mengenai fakta-fakta itu adalah hasil konstruksi peneliti terhadap fakta-fakta berserakan yang dihadapinya. Hasil konstruksi itu berarti hasil penglihatan peneliti mengenai keterkaitan satu fakta dengan fakta lain, karena itu dapat dikatakan sedikit banyak adalah produk dari imajinasi peneliti sendiri.

Setelah itu, barulah diambil kesimpulan, biasanya dalam bentuk pemaparan peristiwa di masa lalu. Dalam mengambil kesimpulan, ada satu hal yang perlu diperhatikan, bahwa dalam penelitian budaya seperti sejarah, di mana analisis bersifat unik, maka sifat kesimpulannya juga unik. Tidak perlu ada keingin- an mencoba untuk mengulang atau mengetes keterulangan jejala-gejala itu di tempat lain, pada waktu yang berbeda, atau dalam contoh di atas pada dinasti lain

6 2

Page 63: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

dan pada masa yang berbeda. Keempat, mengenai studi literatur (telaah pustaka) tentang masalah

yang bersangkutan. Kalau kita hendak meneliti mengenai sebab jatuhnya Bani Umayah dan bangkitnya Bani Abasiyah, sebelum memulai penelitian kita harus membaca sejum- lah karya yang membahas masalah ini. Misalnya, karya Well- hausen yang berteori bahwa jatuhnya Bani Umayah dan bangkitnya Bani Abasiyah pada hakikatnya adalah jatuhnya suatu dinasti Arab dan bangkitnya dinasti Iran; karya Sya’ban, Abbasid Revolution, di mana dijelaskan bahwa bangkitnya Bani Aba- siyah sebagai semacam gerakan revolusi dalam pengertian modern; tulisan Bernard Lewis dalam Encyclopedy of Islam mengenai gerakan Abasiyah. Juga ada seorang penulis berke- bangsaan Arab, Farouk Omar, yang juga menulis hal yang sama. Sedikitnya empat tulisan itu harus dirangkum untuk mengetahui apa saja yang telah dan yang belum dibicarakan. Penelitian kita harus tahu secara persis apa saja yang belum dibicaraan, dan di situlah nanti kontribusi dari hasil penemuan penelitian kita.

Itulah empat hal yang harus dikemukakan dalam desain sebuah penelitian, dalam hal ini penelitian agama sebagai gejala budaya yang mengambil topik sejarah Islam pada masa klasik. Sebuah penelitian agama juga dapat mengambil topik lain, misalnya menerangkan datangnya Islam ke Indonesia, dengan menjelaskan atau membaca berbagai prasasti, misalnya pra- sasti Fatimah binti Maimun di Leran, prasasti Sunan Malik Ibrahim di Gresik, dan semacamnya. Prasasti-prasasti itu kemudian dibaca dan ditafsirkan, dan selanjutnya dicari kaitannya dengan sejarah masuknya Islam di Indonesia. Prasasti-prasasti itu sendiri tentu saja tidak menerangkan mengenai sejarah ma-suknya Islam di Indonesia. Tetapi prasasti-prasasti itu misalnya mengatakan tahun atau abad wafatnya Fatimah binti Maimun. Misalnya, disebutkan wafat abad ke-11/13. Lalu ada persoalan, misalnya apakah tulisan yang menjelaskan tahun wafat tersebut tulisan arab, apakah semua tulisannya jelas. Misalnya ada persoalan tulisan yang tidak jelas karena titik yang tidak jelas, apakah sab ‘¥n (70) atau tis ’¥n (90). Padahal ini berbeda duapuluh tahun. Hal-hal semacam ini

6 3

Page 64: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

dalam tulisan Arab sering mirip. Persoalan-persoalan semacam ini seharusnya dibahas. Kemudian juga ada keterangan-keterangan lain yang bisa di- kaitkan, yang nanti memberi keterangan tentang kapan pertama kali Islam datang ke Indonesia.

Apa yang disebutkan ini adalah contoh yang lebih kecil, yaitu mencoba membahas dua prasasti dari segi kemungkinan menerangkan mengenai sejarah datangnya Islam di Indonesia. Mungkin juga dikaji dari segi bentuk tulisan. Misalnya bentuk tulisannya adalah kufi. Kajian berikutnya adalah, kalau tulisan- nya kufi berarti berkembang di mana? Jawabnya, dari India (Gujarat). Pertanyaan berikutnya, apakah tulisan kufi sekarang masih populer? Kalau jawabannya negatif, maka kapan bentuk tulisan ini tidak lagi populer. Kalau misalnya disebut bahwa tulisan itu populer sampai abad ke-12, maka bisa disimpulkan bahwa prasasti (batu nisan) yang menggunakan tulisan kufi tersebut paling akhir dibuat abad ke-12. Dari data ini kemudian ditafsirkan bahwa Islam datang di Indonesia bukan pada abad ke-13 seperti banyak di ceritakan orang, apalagi sesudah itu, tetapi paling lambat pada abad ke-12 atau sebelum itu. Kalau misalnya kita berbicara mengenai kata tis '¥n dan sab ’¥n pada suatu prasasti, ada selisih waktu 20 tahun. Dari sini bisa disim-. pulkan juga bahwa kalau selisih waktu itu terjadi pada peng- hujung suatu abad, berarti bisa juga menjadi abad ke-11, dan begitulah seterusnya pada hal-hal lain. Apa yang dilakukan di sini adalah upaya penafsiran suatu fakta sejarah, dalam hal ini prasasti-prasasti atau batu nisan dari orang-orang Islam awal di negeri ini.

Mungkin juga orang akan bicara mengenai kuburan Sultan Malik Zhahir di Aceh, Samudra Pasai. Boleh jadi ada penelitian sejarah agama sebagai gejala budaya dengan hanya melihat tiga buah prasasti kemudian membandingkan dan menafsirkannya. Dalam penelitian seperti ini tidak perlu ada sampling, tidak perlu ada pengukuran, indeks-indeks, dan semacamnya. Dalam penelitian semacam ini yang diperlukan adalah imajinasi untuk me- nafsirkan fakta. Yang diperlukan untuk mendukung imajinasi adalah pengetahuan teoretik mengenai: kapan tulisan kufi ber- kembang dan mati, batu nisan seperti ini

6 4

Page 65: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

berkembang di mana dalam sejarah kebudayaan, kalau ada batunya lalu berasal dari mana dan terbuat dari jenis bahan apa, negeri mana yang mem- produksinya, dan seterusnya.

Kemudian bisa juga kita meneliti dengan konsentrasi pada artifak budaya tertentu, misalnya mahkota, kursi, atau meja dari seorang raja yang biasa dipakai ketika memimpin sidang pada zaman Bani Abasiyah, atau undang-undang yang dikeluar- kan oleh raja tersebut.

Contoh-contoh di atas menunjukkan kepada penelitian sejarah Islam. Seperti telah dibahas pada bab-bab terdahulu, penelitian agama dari segi budaya juga dapat meneliti pemikiran filsafat, pemikiran hukum, atau pemikiran keagamaan, di sam- ping penelitian tentang naskah-naskah agama. Untuk itu, pendekatan penelitian yang dapat digunakan juga beragam, selain metode sejarah, juga metode antropologi, arkeologi, filologi dan lain-lain yang satu sama lain juga saling berkait.

Dari uraian di atas dapat dirangkumkan, bahwa desain penelitian agama sebagai gejala budaya sekurang-kurangnya mengandung unsur-unsur berikut: 1. Perumusan masalah penelitian, termasuk latar belakang masalah. 2. Penjabaran masalah penelitian, termasuk pembatasan ruang

lingkup. 3. Kegunaan dan signifikansi penelitian. 4. Studi pustaka, untuk mengetahui the state of affairs dari masalah

yang diteliti. 5. Metode pengumpulan dan analisis data. 6. Rencana kerangka laporan penelitian, termasuk outline laporan. C. Desain Penelitian Agama sebagai Gejala Sosial

Pada penelitian agama sebagai gejala sosial, masalahnya agak sedikit lebih komplek dan diperlukan sistematika yang lebih tinggi ketimbang pada saat kita melihat agama sebagai gejala budaya. Sebab, seperti diketahui, penelitian ilmu sosial pada dasamya, meskipun bukan penelitian kealaman, berupaya meletakkan dirinya mendekati penelitian kealaman. Penelitian sosial sekurang-kurangnya terletak antara

6 5

Page 66: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

penelitian budaya dan penelitian kealaman. Ciri pokok penelitian kealaman sudah dijelaskan di muka, yaitu adanya keterulangan. Oleh karena itu, desain penelitian agama sebagai gejala sosial akan mene- kankan pentingnya penemuan keterulangan gejala yang diamati sebelum sampai kepada kesimpulan.

Untuk lebih jelasnya kita ambil contoh sebuah penelitian agama sebagai gejala sosial. Misalnya, sebuah hasil penelitian berjudul “Pandangan Ulama tentang Penggunaan Alat Kon- trasepsi Spiral (IUD) dalam Program Keluarga Berencana”. Per- tama-tama, kita harus merumuskan persoalannya. Kemudian persoalan itu dijabarkan: apa yang disebut pandangan. Misalnya dikatakan, pandangan adalah sikap atau pendapat para ulama yang dikemukakan secara eksplisit, dalam bentuk tulisan atau lisan. Sedangkan perbuatan dalam penelitian tidak bisa di- jadikan dasar analisis. Kemudian alat kontrasepsinyajuga dije-laskan, yaitu spiral (IUD), sehingga pandangan ulama mengenai alat kontrasepsi yang lain dalam penelitian ini tidak dibahas.

Kemudian, apa indikasinya bahwa judul di atas dapat dikatakan sebagai penelitian agama? Pertama dan paling utama adalah, penelitian ini mempelajari pandangan para ulama. Para ulama adalah tokoh-tokoh agama Islam. Penelitian mengenai pemeluk agama Islam, apalagi tokoh agama Islam tentu saja dapat disebut sebagai penelitian agama, dalam hal ini penelitian agama sebagai gejala sosial.

Sekarang apa signifikansi penelitian ini? Signifikansinya, misalnya, bahwa pengertian kita tentang pandangan ulama mengenai KB itu sangat penting untuk membangun pemahaman yang lengkap mengenai pandangan kelompok Islam terhadap penggunaan alat kontrasepsi spiral dalam keluarga berencana.

Lalu bagaimana cara melakukan penelitian itu (How are you going to go about it?). Pertama, kita jabarkan yang disebut pandangan, misalnya yang di ucapkan atau yang dituliskan, tetapi tidak termasuk yang dilakukan. Lalu dijelaskan siapa yang dimaksud dengan ulama di sini, misalnya orang-orang yang duduk di pengurus Maj lis Ulama Indonesia (MUI), baik di ting- kat pusat maupun daerah, laki-laki atau perempuan. Atau ulama itu misalnya dalam pengertian orang-orang

6 6

Page 67: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

yang bergelar kiai. Semua unsur ini harus dijelaskan di dalam operasionalisasi konsep.

Unsur desain yang ketiga adalah metodologi, yakni cara bagaimana kita akan melakukan penelitian. Hubungannya dengan masalah ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama adalah mengenai pandangan, kemudian pandangan tersebut dioperasionalisasikan. Kemudian dijelaskan tentang bentuk data dan cara mengumpulkannya: dengan angket. wawancara, dan sebagainya. Harus jelas juga siapa yang harus memberikan informasi. Karena ulama itu banyak, ribuan bahkan ratusan ribu, perlu dibuat batasan-batasan seperti disebutkan sebelumnya, misalnya mereka yang bergelar kiai, atau ulama yang duduk di MUI, baik di pusat maupun daerah. Karena beliau-beliau ini pun jumlahnya banyak, maka harus jelas ulama mana yang akan dijadikan responden, misalnya mereka yang ada di Jakarta, atau kota lainnya. Karena di kota lain itu ulama juga banyak, maka juga harus diperjelas batasannya, misalnya pengurus harian saja. Lalu didapatlah jumlah daftar ulama yang akan ditanyai mengenai pandangannya tentang penggunaan IUD tersebut. Perwakilan ini namanya sampling. Maka harus di- jelaskan prosedur samplingnya. Dalam ilmu metodologi penelitian, ada sejumlah cara mengambil sampling, di antaranya yang terbaik adalah random, seratus persen acak. Cara men- cari sampling secara acak: masing-masing orang diberi nomor, kemudian dijatuhkan pensil misalnya, atau untuk setiap orang diberi nomor kemudian dikocok dan dikeluarkan namanya. Karena nama ulama itu banyak, tentu saja sulit melakukannya. Karena itu, ada beberapa alternatif lain, misalnya perposive sampling, yaitu sampling yang dituju saja, dicari sendiri oleh para peneliti. Cara seperti ini biasanya dianggap kurang repre- sentatif atau kurang mewakili populasi. Artinya, kalau misalnya diambil seratus atau tigaratus ulama, apakah betul bisa mewakili seluruh ulama Indonesia. Karena itu, ada cara lain, misalnya dengan random sampling tetapi perposive stratified, seperti diambil ulama di Jakarta saja dan beberapa kota lainnya. Kemudian misalnya stratified yang hanya di MUI tingkat pro- pinsi. Kemudian proporsional, artinya keseimbangan jumlah laki- laki dan perempuan misalnya, atau juga ada

6 7

Page 68: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

proporsional dari segi umur yang lebih muda, yang lebih tua, dan sebagainya. Jadi, ada proporsional sampling dan ada proporsional stratified sampling. Semua ini dirumuskan dalan desain penelitian. Demikian juga rencana-rencana tersebut harus disebutkan. Sebab, kita ingin menyimpulkan apakah pendapat yang dikemukakan para ulama tadi mewakili para ulama lainnya yang tidak kita tanya.

Hal lain yang harus diperhatikan dalam suatu desain penelitian agama sebagai gejala sosial dari segi metodologi adalah cara pengukuran. Kalau suatu statemen dikemukakan oleh seorang ulama, maka statemen itu diukur intensitasnya. Misalnya dia mengatakan pandangannya tentang penggunaan IUD dengan sangat setuju, setuju, kurang setuju atau tidak setuju. Atau mungkin juga pandangan mengenai alat kontrasepsi se- cara keseluruan. Bagaimana mengukur setuju atau tidaknya dengan jawaban ya/tidak, sangat setuju/tidak setuju dan sebagainya. Lalu seberapa setuju, sebenarnya masih bisa diperpanjang, misalnya apakah setuju kalau yang memakai istrinya sendiri. Bisa saja jawabannya setuju kalau penggunaannya bukan buat istri sendiri, atau tidak dipakai oleh anggota keluarganya. Hal ini berarti menunjukkan adanya tingkat-tingkat kesetujuannya.

Lalu perlu dibentuk indeks. Indeks adalah sejumlah informasi yang biasanya diwujudkan sebagai jawaban atas beberapa pertanyaan, lalu dikumpulkan, kemudian digabungkan menjadi satu, yang disebut dengan istilah collapsed, yaitu hasil dari semua pertanyaan itu digabungkan (dirumuskan) menjadi satu jawaban. Indeks adalah bagian dari cara melihat data, melihat informasi, juga bagian dari cara memperlakukan hasil peng- ukuran-pengukuran. Kalau dalam ilmu-ilmu yang lebih konkret, misalnya dalam ilmu alam dikatakan bahwa media ini kalau di- ukur dengan sentimeter panjangnya sekian meter. Sebaliknya, dalam ilmu-ilmu sosial kesetujuan diukur dengan apa, kedekat- an orang dengan orang lain diukur dengan apa, mau menegur, mau naik bis sama-sama, mau berboncengan motor sama-sama, mau makan sama-sama, mau mengajak makan dan membayar- nya, dan sebagainya. Kalau itu laki dan perempuan, apakah ber- sedia menjadi

6 8

Page 69: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

istrinya, bersedia menjadi keluarganya, dan sebagainya. Contoh-contoh ini menunjukkan cara mengukur tingkat-tingkat kedekatan seseorang dengan orang lain. Demikian juga tingkat kedekatan orang dengan sesuatu, atau tingkat kedekatan pendapat orang mengenai sesuatu hal, seperti pandangan penggunaan alat kontrasepsi IUD tadi, dalam hal ini diukur dengan tingkat kedekatan pandangan.

Kemudian hal lain yang perlu diperhatikan adalah analisis. Pembuatan indeks merupakan salah satu tahapan analisis. Analisisnya misalnya bersifat kualitatif saja, yakni hanya dengan menanyakan pandangan para ulama tanpa menghitungnya. Pokoknya interview mendalam. Mungkin saja ulamanya hanya sepuluh orang. Dari sepuluh ini ditanya satu demi satu dengan rinci. Lalu disebutkan, semua jawaban tanpa mempersoalkan persentasenya. Cara ini juga bisa disebut dalam desain penelitian, artinya dalam hal ini kita tidak mengambil sample sama se- kali seratus orang atau berapa, yang penting kita ambil empat atau lima orang yang mengemukakan pandangannya. Cara se- macam ini disebut studi kasus. Kalau peneliti mengambil sampel yang banyak, maka perlu adanya kemampuan untuk melihat atau mengatakan keterulangan gejala yang diamati. Misalnya, dari seratus orang yang ditanya, delapanpuluh orang berulang- ulang menyatakan hal yang sama, yaitu setuju penggunaan IUD dalam pelaksanaan KB. Kalau demikian halnya, maka dapat dikatakan, delapanpuluh persen dari responden mengatakan setuju. Jadi, sebetulnya ketika kita mengatakan delapanpuluh persen responden setuju, berarti gejala atau jawaban setuju terulang dalam delapanpuluh responden. Prinsip penelitian ilmu sosial semacam ini mencoba menyamakan diri dengan ilmu kealaman. Maksudnya, mengamati keterulangan gejala. Gejala yang di- bahas di sini kebetulan adalah gejala setuju atau tidak setuju. Yang setuju ternyata terulang dalam delapan- puluh responden dari seratus responden yang ada. Dengan fakta ini, berarti yang tidak setuju hanya duapuluh. Maka gejala atau jawaban tidak setuju terulang juga pada duapuluh orang. Kesimpulannya, delapanpuluh persen responden mengatakan setuju

6 9

Page 70: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

dan dua puluh persen tidak setuju. Biasanya seorang peneliti sosial tidak puas berhenti sampai pada

jawaban ini. Dia masih harus mencari apa yang menye- babkan kesetujuan dan ketidaksetujuan itu. Lalu si peneliti misalnya juga menanyakan dalam pertanyan lain mengenai latar belakang pendidikan ulama yang menjadi responden tadi untuk melihat apakah perbedaan pendidikan mempunyai pengaruh terhadap pendapat yang dikemukakan. Misalnya saja ternyata delapanpuluh persen dari ulama itu lulus dari pendidikan modem, madrasah, pergururan tinggi, dan duapuluh persen lainnya mendapat pendidikan di sekolah tradisional murni, seperti pesantren, atau tidak masuk pendidikan sama sekali, autodidak. Lalu, di sini dicari siapa yang mengatakan setuju tadi, misalnya saja caranya dengan menggunakan tabel silang. Misalnya saja ditemukan, ternyata yang mengatakan setuju adalah lulusan sekolah-sekolah modem, madrasah, IAIN, dan sebagainya. Jika demikian, dapat dikatakan ada hubungan antara jenis sekolah yang diikuti para ulama dengan pendapatnya tentang penggunaan IUD dalam pelaksanaan KB.

Biasanya para ahli ilmu sosial lalu mengatakan, hubungan ini sebetulnya belum tentu menjadi penyebab, tetapi merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan sikap setuju terhadap alat kontrasepsi tersebut. Tentu saja, itu bukan satu- satunya faktor. Peneliti lalu juga menanyakan faktor-faktor atau hal-hal lain selain pendidikan. Misalnya, tempat tinggalnya, sebut saja dibagi dua: di kota atau di desa. Misalnya semua ulama yang tinggal di kota mengatakan setuju. Sebaliknya, sebagian besar ulama yang tinggal di desa mengatakan tidak setuju. Dari fakta ini diketemukan variabel yang kedua yang menyebabkan orang setuju atau tidak, bahwa tempat tinggal seorang ulama juga mempunyai hubunggan dengan setuju atau tidaknya terhadap penggunaan IUD.

Dengan demikian, kita sudah menemukan dua variabel yang berhubungan dengan kesetujuan atau ketidaksetujuan seorang ulama mengenai penggunaan IUD dalam pelaksanaan KB, yaitu jenis pendidikan yang diikuti dan tempat tinggal.

7 0

Page 71: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Masih ada variabel lain, misalnya variabel umur. Misalnya ulama yang berumur lima puluh tahun ke bawah cenderung setuju, sementara ulama yang lebih tua cenderung tidak setuju. Ulama yang memimpin pesantren, yang punya umat mempunyai pendapat yang berbeda dengan ulama yang tidak memimpin pesantren. Jadi, hal mempunyai umat secara langsung dan tidak mempunyai umat mungkin mempunyai kaitan dengan sikap mereka tentang penggunaan IUD dalam pelaksanaan KB. Itu yang disebut dengan cara menganalisis data. Dalam desain penelitian rencana cara menganalisis data ini harus disebutkan, misalnya data itu akan dianalisis seperti ini, bahwa setelah di- ketahui distribusi frekuensi dan persentase yang setuju masih akan dikejar lagi dengan variabel yang mempengaruhi atau ber- kaitan dengan kesetujuan itu. Lalu digunakanlah cara tabel si- lang (cross table), misalnya mencari keterkaitan dengan faktor- faktor lain seperti pendidikan, letak tempat tinggal, usia, dan lain-lain.

Untuk mengetes secara lebih meyakinkan apakah hasil- hasil perhitunngan itu betul-betul juga terdapat pada populasi, maka di dalam ilmu-ilmu sosial, ilmu-ilmu statistik, dikenal dengan adanya uji-uji statistik. Uji-uji statistik ini dilakukan dengan menggunakan sejumlah formula/rumusan-rumusan. Sebetulnya awal rumusan-rumusan ini adalah logika. Tetapi kemudian para peminat ilmu statistik berikutnya membakukannya. Lalu dianggap sebagai rumusan-rumusan.

Boleh jadi beberapa variabel secara bersama-sama ber- hubungan dengan setuju atau tidaknya terhadap penggunaan IUD tadi. Pertanyaan berikutnya, berapa kontribusi masing-masing variabel itu terhadap sikap setuju atau tidak setuju tersebut. Peneliti boleh saja telah mendaftar empat, lima atau enam variabel yang berhubungan dengan sikap setuju dan tidak setuju. Tetapi mana di antara variabel tersebut yang paling penting, paling menentukan, dan paling dominan. Dalam ilmu statistik ada cara untuk menghitung ukuran tersebut. Yakni menghitung mana sebetulnya variabel yang berfungsi sebagai variabel pe- nyela dan mana sebetulnya variabel penyebabnya. Jadi, misalnya ada variabel penyebab a tetapi variabel itu baru berfungsi

7 1

Page 72: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

mengakibatkan c kalau ada b di tengahnya. Misalnya, variabel pendidikan modem, madrasah dan sebagainya baru melahirkan sikap setuju dalam penggunaan IUD kalau ulama itu tinggal di kota. Sebaliknya, kalau tinggal di desa pandangannya ternyata tidak demikian. Maka variabel tempat tinggal di sini menjadi variabel penyela atau intervening variable.

Untuk mencari variabel-variabel ini ada ilmu dan caranva sendiri. Ada satu tes statistik misalnya yang disebut dengan regresi, yakni dengan menggunakan rumus-rumus tertentu, lalu seorang peneliti dapat mencari dan meletakkan peran masing- masng variabel dalam menyebabkan lahimya sikap setuju atau tidak setuju terhadap penggunaan alat spiral (IUD) sebagai alat kontrsasepsi dalam KB.

Dari uraian di atas, terlihat ada empat hal yang perlu dike- mukakan dalam satu desain penelitian. Pertanja, rum us an masa- lahnya, termasuk di dalamnya operasionalisasi konsep dari masalah yang disebut dalam judul. Kedua, signifikansi atau pen- tingnya penelitian. Ketiga, bagaimana cara melakukan pengum- pulan dan menganalisis data. Keempat, studi pustaka, yang berguna untuk mengetahui studi apa saja yang pernah dilakukan yang berbicara mengenai pandangan ulama mengenai KB. Misalkan saja sudah ada beberapa studi, tetapi studi-studi ini umumnya masih secara general terhadap semua alat kontrasep- si tanpa memperhatikan secara khusus soal IUD. IUD perlu diperhatikan secara khusus karena pemasangan IUD menyang- kut sesuatu yang sangat privat dari aurat wanita. Karena itu, ada aturan hukum lain, yakni keharaman melihat aurat wanita. Sedangkan studi-studi mengenai alat kontrasepsi yang lain sudah dilakukan orang. Sementara dengan alat ini belum. Boleh jadi studi-studi mengenai pandangan ulama tentang IUD juga sudah dilakukan, tetapi selaku peneliti yang datang kemudian tidak begitu yakin mengenai hasil penelitian terdahulu. Karenanya, kita akan mencoba mengetes kembali/memverifikasi, apakah keterulangan gejala yang terjadi dan teramati oleh peneliti terdahulu juga akan terulang dan dapat kita amati lagi dalam penelitian lain, pada waktu

7 2

Page 73: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

yang lain, dan dengan sampel yang lain. Penelitian seperti ini disebut penelitian verifikasi. Itulah se- betulnya inti atau hal-hal yang perlu dikemukakan dalam satu desain penelitian agama sebagai gejala sosial.

Ada tingkat kecanggihan berikutnya yang diperkenalkan oleh para ahli ilmu sosial dalam mengamati gejala keterulangan. Kalau dalam contoh penelitian mengenai pandangan ulama tentang penggunaan IUD, responden ditanya dalam satu kali wawancara dan dijawab dalam waktu sepuluh menit atau lima belas menit, lalu dianalisis, dan kemudian disimpulkan, maka harus diingat bahwa kesimpulan itu sebetulnya hanya berlaku. terhadap responden tersebut selama lima belas menit itu, selama kuesioner diajukan. Boleh jadi kalau kuesioner yang sama di- ajukan pada hari esoknya, akan ditemukan jawaban yang ber- beda, karena pada malam hari sebelumnya misalnya responden tersebut mendapat training, latihan, atau ceramah mengenai IUD. Atau pada malam harinya ada satu berita di TV yang ber- kaitan dengan bahaya IUD, lalu menyebabkan ulama itu tidak lagi setuju terhadap penggunaan IUD.

Karena itu, penelitian yang disebut pertama tadi disebut snap-shot studies, penelitian hanya pada satu titik waktu. Keterulangan gejala pada sejumlah responden dari satu hasil penelitian pada suatu titik waktu biasanya tidak dapat dipercaya untuk terlalu lama, paling tinggi bisa disimpulkan berlaku untuk saat ketika penelitian dilakukan, yaitu sepuluh atau lima belas menit tadi.

Untuk memperbaiki kelemahan ini, para ahli mengem- bangkan desain model kedua, suatu desain penelitian yang mencoba mengamati keterulangan gejala, bukan hanya pada seratus orang tersebut sebagai sample, tetapi juga pada beberapa titik waktu, misalnya pada dua titik waktu. Sekadar contoh, para responden ditanya bulan ini dan kemudian responden yang sama ditanya lagi bulan depan. Kalau hasilnya sama, maka kesimpul- an penelitian dengan desain kedua ini lebih kuat ketimbang yang dilakukan hanya pada satu titik waktu. Selanjutnya dua titik waktu mungkin masih belum begitu kuat, kemudian orang melaku-

7 3

Page 74: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

kannya pada tiga titik waktu, dalam waktu tiga bulan berturut- turut misalnya, atau dalam tiga tahun berturut-turut. Ada studi yang melakukan pengumpulan data pada beberapa titik waktu, sepuluh titik waktu dan satu titik waktu dalam setiap tahun, sehingga studi itu dilakukan dalam sepuluh tahun. Studi jangka panjang seperti ini biasa disebut longitudinal studies, atau biasa juga disebut dengan cohort studies. Studi Cohort, misalnya, memperhatikan perkembangan anak yang sama sejak kecil sampai dewasa, untuk memperhatikan perkembangannya. Penelitian semacam ini termasuk pada kelompok longitudinal studies. Sedangkan penelitian yang menggunakan satu atau dua titik waktu tersebut dinamakan time series studies.

Sampai di sini kita sudah melihat ada beberapa desain penelitian agama sebagai gejala sosial, ada yang sifatnya Snap- Shot Studies, Time Series Studies, dan Longitudinal Studies.

Ada lagi desain penelitian lain yang disebut experimental studies, yang pada dasarnya ingin melihat dampak suatu treatment terhadap sesuatu. Misalnya, dengan diberikannya suatu paket pelajaran akhlak, seorang anak diharapkan akan berakhlak baik, jujur, sopan, dan sebagainya. Untuk menguji atau menge- cek, atau meneliti apakah memang prilaku akhlak baik anak tersebut dikarenakan paket pelajaran akhlak tersebut, maka dilakukan dengan mengadakan pretest untuk mengetahui keadaan peri laku akhlak anak sebelum mendapatkan paket pe- lajaran akhlak, lalu diadakan postest setelah anak itu mendapatkan paket pelajaran akhlak tersebut. Inti desain eksperi- mental adalah ada pretest dan postest. Pretest adalah upaya ma- nemukan karekteristik sampel sebelum diberikan treatment, dalam hal ini sebelum diberikan pengajaran ahlak dengan paket yang telah ditentukan. Pretest melihat bagaimana akhlak anak, baik dengan pengamatan maupun dengan jalan meng- ajukan pertanyaan-pertanyaan. Kemudian dilakukan postest. yakni melihat akhlak anak tersebut setelah mendapatkan pengajaran paket akhlak. Lalu perbedaan gejala atau hasil pengamatan yang terjadi pada postest dan pretest dianggap sebagai dampak dari treatment yang diberikan, yaitu dampak dari paket pengajaran akhlak tersebut. Inilah

7 4

Page 75: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

yang disebut Ekperimental Studies. Tetapi biasanya dengan desain ini pun orang masih tidak puas,

karena desain ini masih mempunyai kelemahan. Seorang anak yang berperilaku akhlak A (baik) setelah mendapatkan treatment paket pengajaran akhlak itu belum tentu karena akibat paket pengajaran akhlak tersebut. Mungkin juga ada faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Lalu untuk menjaga, mengontrol, dan lebih meyakinkan bahwa yang menyebabkan itu adalah paket akhlak tersebut dan bukan faktor lain, biasanya peneliti membuat dan menentukan, kontrol group, atau group pembanding, yaitu sekelompok anak lain yang juga diamati dan dites, diberi pretest dan postest tetapi tidak diberi treatment. Group kontrol atau pembanding ini dites bersama-sama dengan group eksperimental sebelum diberi pengajaran paket tadi. Ke-mudian group eksperimen diberi pengajaran akhlak setelahnya, sedangkan group kontrol tidak diberi paket yang sama. Setelah selesai pemberian pengajaran akhlak tersebut, misalnya se-

7 5

Page 76: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

minggu, atau sebulan, lalu group experimen itu dievaluasu dilihat kembali hasilnya, dampaknya. Kepada group kontrol juga dievaluasi, meskipun group kontrol tidak mendapat pengajaran akhlak tadi. Jika hasil postest antara group kontrol dan group experimen sama, dalam pengertian, kedua group itu menghasilkan sikap akhlak yang sama-sama baik, itu berarti paket pengajaran akhlak tersebut tidak mempunyai dampak terhadap prilaku akhlak anak. Tetapi jika hasil postes itu menunjukkan bahwa prilaku akhlak group experimental (group yang men- dapatkan treatment) lebih baik daripada perilaku akhlak group kontrol, maka dapat disimpulkan bahwa paket pengajaran ahklak tadi mempunyai pengaruh terhadap perilaku ahklak anak. Demi- kianlah prinsip cara kerja penelitian experimen dengan menggunakan group kontrol.

Desain penelitian experimental dengan group kontrol ini pun masih dipandang mempunyai kelemahan jika pretest dan postest itu hanya dilakukan satu kali. Karena itu orang juga me- ngembangkan desain penelitian di mana treatment postest itu dilakukan beberapa kali, dalam dua, tiga, empat, atau lebih titik waktu. Jika cara ini di tempuh, berarti si peneliti telah meng- gabungkan desain experimental dan group kontrol dengan Time Series Design.

Kenapa semua prosedur ini di tempuh? Pertama, supaya peneliti lebih yakin lagi mengenai kebenaran hasil penelitiannya. Kedua, desain dan prosedur penelitian itu harus di tulis dengan rinci agar peneliti lain yang ingin mengecek ulang kebenaran hasil penelitian itu dapat melakukannya dengan mengulangi prosedur yang sama. Kalau prosedumya sudah sama, kemudian hasil temuan penelitiannya masih sama, padahal dilakukan dalam dua penelitian yang berbeda, berarti memang sudah demikanlah hasil penelitian itu karena hasil penelitian yang kedua telah memperkuat hasil penelitian yang pertama.

Demikianlah uraian singkat mengenai kemungkinan penelitian agama dengan menerapkan berbagai macam desain penelitian, baik yang bisa digunakan dalam penelitian budaya maupun penelitian sosial. Di dalam khasanah studi Islam sen- diri sebetulnya juga sudah

7 6

Page 77: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

berkembang berbagai metode penelitian, seperti Usui Fiqh dan Mustalah Hadis yang juga dapat diterapkan. Meskipun kedua metode itu nampaknya berbeda dari yang biasa kita jumpai dalan metode-metode penelitian budaya dan sosial, tetapi kalau dicermati ternyata ada elemen- elemen persamaan yang karenanya dapat diterapkan secara terpadu. •

Bagian Kedua Contoh Studi dalam Praktik

Page 78: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Bab IV Teori-teori tentang Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah

A. Pendahuluan

JATUHNYA Daulat Bani Umayah pada tahun 750M dan bangkitnya Daulat Bani Abasiyah telah menarik perhatian banyak sejarawan Islam klasik. Para sejarawan melihat bahwa kejadian itu unik dan menarik, karena bukan saja merupakan pergantian dinasti tetapi lebih dari itu adalah pergantian struktur sosial dan ideologi. Maka, banyak sejarawan yang menilai bahwa kebang- kitan Daulat Bani Abasiyah merupakan suatu revolusi dalam arti kata yang sebenarnya.

Richard Frye dalam sebuah artikelnya berjudul “The Ab- basid Conspiracy and Modern Revolutionary Theory’'' pada tahun 1952 menyatakan bahwa ciri-ciri yang menyertai ke- bangkitan Daulat Bani Abasiyah ketika itu sama dengan ciri- ciri yang menyertai revolusi di berbagai negara di dunia modern sekarang ini. Frye menggunakan teori anatomi revolusi yang dikembangkan oleh Crane Brinton yang menyatakan bahwa dari empat buah revolusi yang diamatinya yaitu di Inggris, Amerika, Perancis dan Rusia, sedikitnya ada empat persamaan. Pertama, bahwa pada masa sebelum revolusi, ideologi yang sedang berkuasa mendapat kritik keras dari masyarakat dise- babkan oleh kekecewaan dan penderitaan masyarakat yang di- timbulkan oleh ketimpangan-ketimpangan dari ideologi yang berkuasa itu. Kedua, mekanisme pemerintahannya tidak efisien karena kelalainnya menyesuaikan

7 8

Page 79: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

lembaga-lembaga sosial yang ada dengan perkembangan keadaan dan tuntutan zaman. Ketiga, terjadinya penyeberangan kaum intelektual dari mendukung ideologi yang berkuasa kepada wawasan baru yang ditawarkan oleh si pengeritik. Brinton menamakan hal ini dengan “the dis- sertion of the intellectuals”. Keempat, bahwa revolusi itu umum- nya bukan hanya dipelopori dan digerakkan oleh orang-orang lemah dan kaum bawahan, melainkan juga oleh sebagian kaum penguasa yang karena hal-hal tertentu merasa tidak puas dengan - sistem yang ada. Secara berangsur-angsur mereka ini menarik kembali dukungan mereka atas sistem yang berlaku, sehingga tinggal sebagian kecil saja yang masih mendukung sistem lama sampai saat keruntuhannya. Maka pukulan terakhir terhadap sistem lama sebenamya bukanlah karena kuatnya sistem baru yang akan muncul, melainkan karena semakin melemahnya sistem lama, disebabkan oleh berbagai internal crisis yang terjadi. Dengan menerapkan keempat ciri revolusi yang ditawarkan oleh Brinton tersebut, Richard Frye berpendapat bahwa ke- empat-empat ciri itu ternyata didapati pada kebangkitan Daulat Bani Abasiyah. Frye mengatakan bahwa sebab-sebab kebangkitan Daulat Bani Abasiyah sesuai dengan anatomi revolusi Brinton.1

Pada tahun 1950 seorang orientalis terkenal Bernard Lewis juga menggunakan istilah revolusi ketika menguraikan sejarah

kebangkitan Daulat Bani Abasiyah dalam bukunya The Arabs in History. Lewis mengatakan bahwa penggantian Daulat Bani Umayah oleh Daulat Bani Abasiyah adalah lebih dari sekadar pergantian dinasti, melainkan suatu revolusi yang mempunyai arti penting sebagai titik balik dalam sejarah Islam sebagaimana pentingnya Revolusi Perancis dan Rusia. Lewis selanjutnya mengatakan bahwa kebangkitan Daulat Bani Abasiyah bukan- lah hasil dari suatu kudeta, melainkan hasil dari suatu usaha yang panjang dan memakan waktu lama dengan menggabungkan berbagai kepentingan golongan masyarakat kepada tujuan yang sama yaitu menumbangkan Daulat Bani Umayah, meskipun segera setelah revolusi itu berhasil mereka pun berpecah

7 9

Page 80: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

belah kembali.2 Pada tahun 1960, ketika menulis artikel berjudul “Abbasid” untuk edisi baru dari The Encyclopedia of Islam, Lewis juga menggunakan istilah revolusi lagi dalam menguraikan kebangkitan Bani Abasiyah.3 Kemudian pada tahun 1960 itu juga M.A. Shaban dalam disertasinya yang diajukan pada Universitas Harvard juga menggunakan istilah revolusi. Disertasinya berjudui: “The Social and Political Backgroun of the Abbasid Revolution in Khurasan”. Ketika disertasi itu di- terbitkan menjadi buku pada tahun 1970, Shaban memberi judul bukunya itu dengan: The Abbasid Revolution,4

Demikianlah pentingnya kebangkitan Daulat Bani Abasiyah dalam pandangan para sejarawan, dan sebagaimana kita ketahui memang zaman pemerintahan Daulat Bani Abasiyah itu sering disebut sebagai zaman keemasan dalam Islam. Pada masa itu perkembangan pemikiran ke-Islaman mencapai puncaknya, para filosof Islam, ahli-ahli ilmu kalam, dan para imam mazhab lahir pada masa Daulat Bani Abasiyah. Dalam tulisan ini kita tidak akan membahas kemajuan-kemajuan yang dicapai setelah Daulat Bani Abasiyah lahir, hal itu harus dibahas dalam suatu tulisan tersendiri. Perhatian utama kita di sini ialah apa se- babnya dan bagaimana prosesnya sehingga Daulat Bani Abasiyah itu lahir, bagaimana Bani Abasiyah berkoalisi dengan Syi’ah, lalu mengambil daerah Khurasan sebagai pusat gerakan, kemudian menjadi gerakan terbuka dan mencari calon khalifah, serta bagaimana gerakan baru itu mengkonsolidasikan dirinya pada awal mula.

B. Teori-teori tentang Kebangkitan Daulat Bani Abasiyah Untuk mencoba menerangkan dan menyederhanakan pe-

mahaman tentang sebab-sebab kebangkitan Daulat Bani Abasiyah, para sejarawan telah menawarkan beberapa teori. Teori- teori itu umumnya menekankan kepada salah satu aspek sebagai sebab utama dari kebangkitan Daulat Bani Abasiyah. Jika di- sederhanakan, sedikitnya ada empat teori mengenai hal ini, dan masing-masing teori

8 0

Page 81: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

menekankan aspek tertentu dalam pen- . jelasannya. Pertama, teori faksionalisme rasial atau teori penge- lompokan kebangsaan. Teori ini mengatakan, Daulat Bani Umayah itu pada dasamya adalah Kerajaan Arab yang mementingkan ke- pentingan orang-orang Arab dan melalaikan kepentingan orang- orang non-Arab meskipun yang disebut terakhir ini sudah me- meluk Islam seperti orang-orang Mawali dari Iran sebagai daerah sebelah timur yang baru saja ditaklukkan Islam ketika itu. Atas perlakuan diskriminatif pihak penguasa, orang-orang Mawali Iran itu merasa kecewa dan kemudian menggalang kekuatan di wilayah Islam di sebelah timur yaitu di Khurasan untuk meng- gulingkan pemerintahan Bani Umayah yang berpusat di Damas- kus. Atas dasar itu maka menurut teori ini, jatuhnya Daulat Bani Umayah adalah jatuhnya Kerajaan Arab, dan bangkitnya Daulat Bani Abasiyah adalah kemenangan orang-orang Iran atas orang- orang Arab. Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Van Vloten, seorang orientalis berkebangsaan Belanda, dalam bukunya ber- judul: De Opkomst Der Abbasiden in Chorasan (1890).5 Teori ini kemudian dikembangkan oleh Julius Wellhausen dari Jerman yang menulis buku: Das Arabische Reich und sein Sturz (1902) yang pada tahun 1927 diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul: The Arab Kingdom and its Fall.6

Kedua, teori faksionalisme sektarian atau teori pengelom- pokan golongan atas dasar paham keagamaan. Teori ini mene- rangkan bahwa kaum Syi'ah selamanya adalah lawan dari Bani Umayah yang dianggapnya telah merampas kekuasaan dari tangan Ali bin Abi Thalib. Sebagaimana diketahui, Muawiyah, pendiri Daulat Bani Umayah, memproklamirkan dirinya sebagai khalifah setelah kemenangannya atas Ali bin Abi Thalib, pada- hal menurut paham Syi'ah satu-satunya yang berhak memegang pemerintahan dalam Islam setelah Nabi Muhammad adalah Ali bin Abi Thalib dan keturunannya. Keberhasilan Daulat Bani Abasiyah dalam menggulingkan Daulat Bani Umayah, menurut teori ini, terletak pada koalisi mereka dengan kaum Syi'ah yang oposan itu.

8 1

Page 82: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Bahkan untuk kadar tertentu, Bani Abasiyah juga menyerap ajaran-ajaran kaum Khawarij, sebagaimana akan diuraikan nanti. Atas dasar itu maka teori ini mengatakan bahwa kebangkitan Daulat Bani Abasiyah akan dapat dipahami dengan lebih baik jika dilihat dari segi golongan-golongan penganut paham-paham keagamaan tersebut di atas.

Ketiga, teori faksionalisme kesukuan. Banyak sejarawan berpendapat bahwa persaingan antarsuku Arab ala zaman Jahi- liyah sebenarnya masih terus berlangsung atau hidup kembali pada masa pemerintahan Bani Umayah. Dua suku atau kabilah utama selalu bertentangan satu sama lain, yaitu suku Mudhariyah bagi orang-orang Arab yang datang dari sebelah utara dan suku Yamaniyah bagi orang-orang Arab yang datang dari sebelah se- latan. Menurut teori ini, setiap khalifah dari Bani Umayah di- dukung oleh salah satu dari dua suku besar ini. Jika yang satu mendukung seorang khalifah, maka yang lain bertindak sebagai oposisi, dan demikian pertentangan antarsuku ini berke- panjangan dan menyebar ke seluruh wilayah kekuasaan Islam, termasuk di wilayah-wilayah sebelah timur yaitu di Khurasan. Teori ini mengatakan bahwa kemenangan Bani Abasiyah di Khurasan sebagai modal teritorial pertama bagi pemerintahannya adalah akibat dan hasil manipulasi atas pertentangan dua suku utama tersebut di wilayah itu. Dengan kata lain, menurut teori ini, kebangkitan Bani Abasiyah akan dapat dipahami dengan lebih baik jika dilihat dari segi pertentangan kedua suku tersebut.

Keempat, teori yang menekankan kepada ketidakadilan ekonomi dan disparitas regional. Teori ini mengatakan, orang Arab dari Syria mendapat perlakuan khusus dan mendapat ke- untungan-keuntungan tertentu dari Daulat Bani Abasiyah dengan memperoleh keringanan-keringanan pajak dan hak-hak mengolah tanah di wilayah-wilayah yang baru ditaklukkan, se- dangkan orang-orang Arab dari sebelah timur, khususnya Irak yang tinggal di wilayah Khurasan, tidak memperoleh perlakuan seperti itu. Bahkan mereka masih harus membayar pajak yang tinggi yang administrasinya masih diatur oleh kaum ningrat Iran pra-Islam yang disebut Dihqan yang umumnya belum memeluk Islam.

8 2

Page 83: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Dengan demikian. kekecewaan di kalangan kelompok Arab ini pun muncul dan bertimbun dari waktu ke waktu, yang akhimyabercita-citamenumbangkan Daulat Bani Umayah itu sendiri karena alasan-alasan diskriminasi ekonomi. Oleh karena itu, menurut teori ini, kebangkitan Bani Abasiyah akan dapat dipahami dengan lebih baik jika dilihat dari segi kepin- cangan-kepincangan kebijaksanaan ekonomis tersebut.

Demikianlah empat teori yang mencoba menerangkan tentang hakikat kebangkitan Daulat Bani Abasiyah. Dengan keempat teori itu kita sekarang akan melangkah untuk melihat apa dan bagaimana Daulat Bani Abasiyah itu muncul dan bangkit me- nuju kemenangannya berdasarkan fakta-fakta sejarah yang ada.

C. Bani Abasiyah dan Syi'ah Sebagaimana diketahui, khalifah pertama dari Daulat Bani

Abasiyah adalah Abdullah Abul Abbas as-Safah, memerintah tahun 750-754 M. Tetapi usaha dan klaim Bani Abasiyah untuk menduduki jabatan khalifah sebenarnya jauh sebelum masa hidup As-Safah, sebagian sejarawan mengatakan klaim itu sudah dimulai sejak masa hidup kakeknya bemama Ali bin Abdullah bin Al-Abbas bin Abdul Muthalib. Sebagaimana diketahui pula bahwa Bani Abasiyah itu disebut demikian karena mereka itu adalah keturunan Al-Abbas bin Abdul Muthalib, salah seorang dari paman Nabi Muhammad saw.

Para sejarawan mencatat bahwa Al-Abbas bin Abdul Muthalib yang hidup pada masa Rasulullah tidak pernah menunjukkan ambisi politiknya. Ia juga tidak termasuk kelompok As- sabiqun al-Awwalun karena ia baru memeluk agama Islam beberapa saat sebelum penaklukan Mekkah pada tahun 8 H/630 M, karena itu ia tidak memainkan peranan penting dalam sejarah Islam periode Mekkah. Tetapi Nabi Muhammad memang memberikan hak shiqaaya, hak untuk membagikan dan menyuplai air kepada para jamaah haji. Anaknya bemama Abdullah bin Abbas juga tidak menunjukkan gejala-gejala mempunyai ambisi politik, melainkan menekunkan dirinya untuk

8 3

Page 84: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

mempelajari hadis sehingga dikenal sebagai seorang ahli hadis terkemuka di Hijaz pada abad pertama Hijrah. Ketika Ali bin Abi Thalib berjuang untuk menduduki jabatan khalifah melawan Muawiyah, al-Abbas dan anaknya Abdullah mendukung Ali. Tetapi ketika Muawiyah telah kokoh menjadi khalifah, Abdullah sering berkunjung juga ke istananya di Damaskus, bahkan juga setelah Muawiyah digantikan oleh anaknya bernama Yazid. Kunjungan Abdullah bin Abbas kepada khalifah Bani Umayah ini ditafsirkan oleh anggota keluarga Bani Abbas yang datang kemudian sebagai usaha untuk membela Ahlul Bait (keluarga Nabi Muhammad saw) di hadapan para khalifah Bani Umayah. Ketika terjadi perang saudara antara Ibnu Zubair melawan Yazid bin Muawiyah, di mana untuk beberapa saat Ibnu Zubair menguasai seluruh negeri Islam kecuali Damaskus, Abdullah bin Abbas juga tetap tidak mau mengakui kekuasaan Ibnu Zubair karena bukan dari Ahlul Bait, sehingga ia bersama Muhammad bin Hanafiyah terpaksa harus mengungsi atau diusir ke Thaif.7

Keturanan Bani Abbas yang pertama kali menunjukkan ambisi politiknya adalah Ali bin Abdullah bin Abbas (w. 118 H/ 736 M). Oleh orang-orang Hijaz ia dijuluki sebagai as-sajaad (tukang sujud) karena banyaknya bersembahyang, juga sebagai dzul nafathaat, artinya orang yang bertanda pada dahinya karena banyaknya melakukan sujud. Ia juga sering berkunjung ke istana Bani Umayah di Damaskus terutama di masa peme- rintahan Abdul Malik bin Marwan (memerintah tahun 685-705 H). Tetapi ketika masa pemerintahan Walid bin Abdul Malik (705-715 M), ambisi politik Ali bin Abdullah mulai tercium oleh kalangan Bani Umayah, sehingga Walid mencari-cari alasan untuk menindak Ali bin Abdullah. Tiga kali Ali bin Abdullah terkena hukum pukul. Pertama, karena ia mengawini Lubaaba binti Abdullah bin Ja’far, seorang janda Abdul Malik, yang dianggap oleh Walid sebagai penghinaan atas ayahnya, Abdul Malik. Kedua, karena dicurigai melakukan kegiatan politik anti Bani Umayah, ia dihukum pukul dan diarak di atas unta dengan duduk menghadap ke belakang. Ketiga, karena dituduh membunuh saudaranya bernama Salit bin Abdullah bin

8 4

Page 85: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Abbas. Untuk yang ketiga ini, setelah dipukul, ia dipenjarakan dan kemudian diusir dari Damaskus dan diperintahkan pergi ke daerah Shurat. Di sini ia kemudian tinggal di suatu kota bernama Humaimah, terletak pada rute perjalanan antara Damaskus dan Hijaz sampai akhir hayatnya.8 Pendek kata, Ali bin Abdullah dicurigai oleh Bani Umayah sebagai figur politik yang berbahaya.

Sampai dengan pemberontakan Al-Mukhtar pada tahun 685 M., konsep Ahlul Bait masih menyempit kepada keturunan Nabi Muhammad yaitu melalui putri beliau bernama Fatimah yang kawin dengan Ali bin Abi Thalib. Dengan kata lain, pernyataan tentang hak Ahlul Bait atas jabatan khalifah praktis berarti hak keturunan Ali bin Abi Thalib. Ketika Ibnu Zubair memberontak dan memproklamirkan dirinya sebagai khalifah segera setelah Muawiyah meninggal dunia, Al-Mukhtar juga memberontak atas nama Muhammad bin Hanafiyah, seorang anak Ali bin Abi Thalib tetapi dari isteri selain Fatimah. Meskipun Al-Mukhtar dua tahun kemudian (687 M) ditumpas oleh Ibnu Zubair yang mulai menguasai hampir seluruh wilayah Islam selain Damaskus ketika itu, kejadian itu menyadarkan Bani Abasiyah bahwa Ahlul Bait yang berhak atas jabatan khalifah itu tidak harus terbatas kepada keturunan Rasulullah melalui Fatimah, tetapi bisa juga lebih luas dari itu yaitu keturunan Abdul Muthalib secara keseluruhan. Dengan demikian, Bani Abbas, keturunan dari paman Nabi Muhammad saw, juga berhak untuk mengklaim jabatan khalifah. Kiranya inilah yang telah memberikan inspirasi dan legitimasi kepada Ali bin Abdullah bin Abbas untuk kegiat- an-kegiatan politiknya sebagaimana disebutkan di atas.

Setelah Ali bin Abdullah meninggal dunia, cita-cita politiknya diteruskan oleh anaknya bemama Muhammad. Pada masa hidup Muhammad inilah Bani Abasiyah secara resmi berkoalisi dengan Syi'ah, bahkan mengklaim dirinya sebagai imam dari kelompok itu, tegasnya imam kelompok Syi'ah dari garis non- Fatimah. Imam Syi'ah pertama adalah Ali bin Abi Thalib, setelah itu Hasan bin Ali bin Abi Thalib, kemudian Husein bin Ali bin

8 5

Page 86: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Abi Thalib. Setelah itu orang berselisih paham tentang siapa imam keempat. Sebagian orang mengatakan Ali bin Zaenal Abidin bin Husein, dari garis Fatimah, sedangkan yang lain mengatakan Muhammad bin Hanafiyah, dari garis non-Fatimah, yang namanya dipakai oleh pemberontakan Al-Mukhtar di atas. Para sejarawan menilai bahwa Syi'ah garis Fatimah ini bersifat mo- derat dan masih mau berkolaborasi dengan Bani Umayah walau- pun mereka harus menyembunyikan kebencian dan cita-cita politik mereka yang terkenal dengan istilah Taqiyah. Sebaliknya, Syi'ah garis non-Fatimah dianggap sebagai Syi'ah kelompok ekstrim yang tidak segan-segan mengadakan pemberontakan bersenjata, sebagaimana dibuktikan oleh Al-Mukhtar.9

Setelah Muhammad bin Hanafiyah meninggal dunia pada tahun 700M., jabatan imam Syi'ah kelompok ini digantikan oleh anaknya bernama Abu Hasyim yang pada akhir hayatnya me- nyerahkan jabatan imamnya kepada Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas. Semula dimulai dengan Muhammad bin AIL belajar agama kepada Abu Hasyim yang kemudian berkembang menjadi hubungan intim Bani Abasiyah dengan kelompok Syi'ah garis non-Fatimah. Pada tahun 97 H/715 M ketika Abu Hasyim dikeluarkan dari penjara di Damaskus dikarenakan kegiatan- kegiatan politiknya, dan dalam perjalanan menuju Hijaz ia jatuh sakit. Ia berhenti di Humaima dan di sana mampir ke rumah Muhammad bin Ali untuk mendapatkan perawatan seperlunya. Ternyata Abu Hasyim tidak tertolong lagi dan ia pun meninggal dunia di Humaima. Sebelum meninggal itulah ia menunjuk Muhammad bin Ali sebagai penggantinya, menduduki jabatan imam Syi'ah garis non-Fatimah. Meskipun ada sumber-sumber yang mengatakan bahwa Abu Hasyim meninggal karena diracun oleh oknum-oknum Bani Umayah dan bukan karena sakit, tetapi sumber-sumber itu mengatakan bahwa pada akhir hayatnya Abu Hasyim memerintahkan para pengikutnya untuk mengikuti perintah Muhammad bin Ali dari Bani Abasiyah.10 Inilah langkah jitu pertama Bani Abasiyah, karena dengan koalisinya dengan Syi'ah itu

8 6

Page 87: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

akan mempermudah Bani Abasiyah dalam menarik pengikut gerakannya di kemudian hari dan juga sekaligus mem- beri legitimasi doktriner tentang pentingnya meruntuhkan Bani Umayah dan menyerahkan jabatan khalifah kepada Ahlul Bait di mana Bani Abasiyah kini bernaung di bawahnya.

Muhammad bin Ali ternyata lebih aktif dari ayahnya dalam kegiatan politik. Bahkan kadang-kadang ia berkelakar dengan khalifah Hisham bin Abdul Malik. Sekali waktu dikabarkan bahwa khalifah Hisham menuduh Muhammad berhutang kepada negara sebesar 100.000 dirham, dan berkata: “Kamu baru akan bisa membayar hutang itu jika Bendera Hitam telah ber- kibar”. Bendera Hitam adalah lambang gerakan Bani Abasiyah.11 Muhammad bin Ali juga sekali waktu hendak dipenjarakan oleh Hisham tetapi seorang penasehatnya melarangnya karena akan mengundang mitos pahlawan padanya.

Para pengikut Abu Hasyim itu disebut dengan Hashimiah atau Rawandiah, dan dengan kepemimpinan Muhammad bin Ali sekarang mencoba meluaskan pengaruhnya ke bagian timur dari wilayah Islam. Sejarawan Islam klasik terkemuka Ibn Jarir at-Thabari mengatakan bahwa pada tahun 100 H, yakni tiga tahun setelah menjabat imam, Muhammad mengirim Maisara ke Iraq untuk menjajagi merekrut pengikut baru bagi gerakannya. Mai- sarah ternyata dengan mudah mendapat dukungan dari orang- orang Kufah di Iraq, sehingga dari sana kemudian ia mengirim tiga orang Kufah ke Khurasan untuk meluaskan pengaruh gerakan Bani Abasiyah. Mereka itu ialah Muhammad bin Khunais, Abu Ikrimah atau Abu Muhammad as-Shadiq dan Hayyan al- Attar. Di Khurasan ketiga utusan itu kemudian membentuk suatu komite yang terdiri atas 12 orang yang dikenal dengan nama Nuqabaa. Mereka itu ialah Sulaiman bin Kathir al-Khuza’i, Lahiz bin Quraiz at-Tamimi, Qahtabah bin Syabib at-Tay, Musa bin Ka’ab at-Tamimi, Khalid bin Ibrahim, Qasim bin Majashi’ at- Tamimi, Amran bin Ismail Maula Abi Muit, Malik bin Haitham al-Khuza’i, Talhah bin Zurayq at-Tamimi, Amru bin A’yun Maula Khuza’ah, Shibli bin Tahman Maula Bani Hanifah, dan Isa bin A’yun

8 7

Page 88: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Maula Bani Khuza’ah. Sebanyak8 daril2 anggotakomite itu adalah orang-orang keturunan Arab yang menetap di Khurasan, sedangkan 4 orang lainnya adalah para Mawali yaitu orang-orang Iran bekas tawanan perang yang telah memeluk agama Islam dan diikutkan pada salah satu keluarga Arab. Thabari se- lanjutnya mengatakan bahwa Komite 12 ini kemudian mem- bentuk sebuah komite yang lebih besar lagi yang terdiri atas 70 orang, dan kepada mereka ini Muhammad bin Ali menulis surat menerangkan garis-garis besar gerakannya.12

Kiranya patut dicatat di sini bahwa sampai tahap ini gerakan Bani Abasiyah masih bersifat di bawah tanah, dan slogan yang dikemukakan pun belum lagi menggunakan bendera Bani Abasiyah tetapi bendera Ahlul Bait atau al-Rida Muhammad. Suksesnya di Kufah dalam merekrut pendukung adalah karena di sana banyak keturunan para pendukung pemberontakan Al- Mukhtar yang membawa nama imam Muhammad bin Hanafiyah. Wellhausen dengan mendasarkan dirinya kepada Shahras- tani mengatakan bahwa meskipun gerakan Sabaiyah Al-Mukh- tar itu di permukaan telah ditumpas, tetapi di bawah permuka- an, terutama di kalangan masyarakat bawah dan kaum Mawali Iran, pengaruhnya masih besar, dan mereka inilah yang kemudian mendukung gerakan Bani Abasiyah. Wellhausen mengatakan, karena itu tepat sekali ketika Bani Abasiyah menetapkan Kufah sebagai pusat kegiatannya setelah Humaima dan sebelum men- jalar ke Khurasan.13 D. Bani Abasiyah dan Khurasan

Karena Khurasan adalah wilayah yang akan dijadikan sebagai ajang revolusi Bani Abasiyah, terlebih dahulu kita perlu melihat sepintas latar belakang sosial politik yang terjadi di wilayah ini jauh sebelum Bani Abasiyah masuk ke sana. Khurasan adalah suatu wilayah yang ter letak di Iran timur sekarang dan ketika itu merupakan wilayah Islam paling timur, meskipun masih ada kota- kota di sebelah timur lagi. Ibu kotanya Merv, sedangkan kota- kota yang lain di wilayah itu adalah Merv ar-Rud, Harat, Balkh, dan lain-lain. Sumber-sumber sejarah umumnya mengatakan bahwa penaklukan Khurasan oleh Islam

8 8

Page 89: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

dimulai pada masa pemerintahan khalifah Usman bin Affan di bawah seorang Jendral bemama Abdullah bin Amir yang juga merangkap sebagai gu- bernur Basrah dari tahun 29-35 H/649-655 M. Tetapi ada juga yang mengatakan penaklukan itu telah dimulai pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Khathab segera setelah selesai Perang Qadisiah (637 M), sedangkan Thabari menyebutkan setahun setelah perang Nihavand yakni tahun 22 H/643 M.14

Tentara Abdullah bin Amir ketika itu sepenuhnya adalah tentara dari Basrah yang rekrutmennya diambil dari suku-suku Arab yang telah beremigrasi ke kota militer (garrison town) Basrah dan mereka itu telah terdaftar dalam Di wan. Oleh karena itu wajar jika para komandan bataliyonnya dipegang oleh para kepala suku tersebut. Sebagian terbesar mereka adalah dari suku Tamim, hanya sebanyak 1000 orang dari mereka itu yang bukan orang Arab, dan mereka itu adalah bekas rakyat kerajaan Sa- sanian Iran yang telah takluk kepada Islam, umumnya berasal dari sekitar Basrah juga. Ketika Abdullah bin Amir meninggal- kan Khurasan untuk kembali ke Basrah, sebagian tentaranya ditinggalkan di Khurasan untuk menjaga keamanandi wilayah baru itu. Mereka ini terdiri atas suku Qays dari Bani Sulaym dan suku lainnya yaitu Tamim, Azd, dan Khuza’a.15

Sepeninggal Abdullah bin Amir, seringkali terjadi huru-hara di Khurasan, umumnya dipelopori oleh rakyat setempat. Tetapi umunya keributan itu dapat dipadamkan segera setelah pasukan Arab diperkuat. Ketika Muawiyah berhasil menduduki jabatan sebagai khalifah pertama dari Bani Umayah pada tahun 661 M/ 41 H, Abdullah bin Amir dikukuhkan kembali sebagai gubernur Basrah yang wilayahnya meliputi Sistan dan Khurasan. Dengan demikian, keamanan dan ketertiban dapat dikendalikan.16 Pada tahun 45 H/665 M Khurasan pernah dibagi menjadi empat distrik yaitu Merv, Nisapur, Mervrudh, dan Harat, tetapi segera dipersatukan kembali karena ternyata mengundang permusuhan antarsuku Arab yang menguasai distrik-distrik tersebut.17

Pada tahun 45 H/665 M Ziyad bin Abi Sufyan diangkat sebagai gubernur Basrah yang sekali lagi mencakup wilayah Khurasan, bahkan

8 9

Page 90: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

juga ditambah dengan kota militer Kufah. Sebenar- nya ia tidak banyak menaruh minat untuk mengurusi Khurasan kecuali mengirimkan al-Hakam untuk meneruskan penaklukan daerah-daerah perbatasan yang belum terjamah. Tetapi ketika Ziyad melakukan reorganisasi tentaranya dan menyusun daftar baru personilnya (Diwan), ternyata jumlah mereka melebihi dari kemampuannya untuk membayar gaji mereka. Karena itu ia mengambil langkah untuk mengirimkan mereka beserta keluarga mereka yang seluruhnya berjumlah 50.000 orang ke Khurasan supaya menetap di sana. Sebagian mereka adalah orang-orang Basrah dan sebagian lainnya adalah orang-orang Kufah.18 Selain personil tentara Abdullah bin Amir yang ditinggalkan di Khurasan, mereka inilah orang-orang Arab yang kemudian menjadi pen- duduk tetap di Khurasan berdampingan dengan penduduk asli yang terdiri dari orang-orang Iran. Sebagian mereka menjadi petani dan mengolah tanah, dan sebagian lainnya menjadi pedagang.

Ziyad sendiri meninggal dunia pada tahun 53 H/673 M, tetapi kebijaksanaannya itu disetujui oleh khalifah Muawiyah yang segera setelah menduduki jabatan khalifah menetapkan Khurasan sebagai propinsi yang berdiri sendiri, dan sebagai gubenur- nya ditunjuk anak Ziyad yang bernama Ubaidullah. Pada tahun 675 M dipindahkan menjadi gubernur di Basrah, dan ketika ia meninggalkan Khurasan menuju posnya yang baru semua harta kekayaan negara yang berada di bawah kekuasaannya, termasuk dari hasil rampasan perang dan pajak, dibawanya serta untuk dirinya dan sebagian lainnya untuk diserahkan kepada pemerintah pusat di Damaskus. Kejadian ini ternyata menimbulkan kere- sahan di kalangan suku-suku Arab yang menetap di Khurasan, karena menurut pendapat mereka kekayaan negara dari suatu propinsi adalah untuk keperluan pengelolaan propinsi itu sendiri.19

Demikianlah gubernur berganti gubernur di Khurasan sampai akhirnyapada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik bin Marwan (65-86 H/685-705 M) Khurasan digabungkan kembali menjadi bagian dari propinsi Irak yang gubemurnya ketika itu adalah Al-Hajjaj. Salah satu alasan pokok penggabung- an itu adalah, karena Khurasan selalu

9 0

Page 91: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

menjadi tempat subur bagi huru-hara dan rasa tidak puas dari orang-orang Arab yang menetap di sana terhadap kebijaksanaan pemerintah pusat di Damaskus, sedangkan Al-Hajjaj dianggap oleh khalifah sebagai orang kuat yang akan dapat mengatasi persoalan itu. Ada dua langkah pokok yang diambil oleh Al-Hajjaj ketika itu. Pertama, melu- cuti senjata (demiliterisasi) dan fungsi personil tentara yang berada di dua kota militer di Kufah dan Basrah. Langkah ini mungkin diambil untuk menutup kemungkinan pemberian ban- tuan militer kepada orang-orang Arab yang menetap di Khurasan yang sebagaimana diutarakan di muka berasal dari dua kota militer tersebut. Kedua, mendatangkan tentara dari Damaskus yang personilnya sepenuhnya adalah orang-orang Syria. Tentara Syria inilah yang menjadi tumpuan Al-Hajjaj dalam menumpas setiap huru-hara di Khurasan yang umumnya ter- diri atas orang-orang Arab Irak.20 Dengan demikian, sebuah pola pertentangan baru pun muncul yaitu antara orang-orang Arab Syria dan Irak. Pola pertentangan ini nanti akan ikut membum- bui keberhasilan gerakan Bani Abasiyah. Di bidangperpajakan, Al-Hajjaj mendapat tugas dari pemerintah pusat untuk me- mungut pajak terhadap semua tanah yang digarap. Orang-orang Arab Islam yang menggarap tanah di jazirah Arabia ketika itu diharuskan membayar pajak sebanyak 10% dari penghasilan di luar kewajiban zakat. Untuk tanah-tanah di daerah penaklukan seperti Khurasan, pajak itu lebih tinggi lagi sampai mencapai 20%. Di daerah penaklukan tanah-tanah garapan itu biasanya adalah tanah rampasan perang yang kemudian dibagikan kepada para anggota tentara yang ikut berperang untuk digarap. dan pajaknya disebut dengan kharraj. Orang-orang Arab di Khurasan merasa bahwa mereka tidak sepatutnya berkewajiban membayar kharraj, karena pajak kharraj itu seharusnya hanya- dikenakan atas para pengelola tanah yang belum memeluk Islam yakni Zimmi. Kenyataanya orang-orang Arab penggarap tanah itu pun tetap dikenakan kewajiban membayar kharraj, arti- nya mereka diperlakukan sama dengan orang-orang Zimmi.21 Lebih celaka lagi karena tugas penarikan pajak itu oleh Al-Hajjaj diserahkan kepada

9 1

Page 92: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

para Dihqan, yaitu orang ningrat pedesa- an Iran yang umumnya belum memeluk Islam. Hal ini menim- bulkan kekecewaan di kalangan orang Arab di Khurasan, karena seolah-olah mereka justeru berada di bawah wewenang pendu- duk setempat.

Tentang penduduk pribumi, orang-orang Iran di Khurasan, posisi dan struktur sosial mereka tidak banyak berubah setelah pendudukan Islam. Pemungutan pajak atas mereka masih dilakukan oleh para Dihqan sebagaimana terhadap orang Arab. Administrasi pemerintahan di tingkat desa juga masih tetap dilakukan oleh para Mirzaban, yaitu para pamong desa Iran pra- Islam. Dari segi agama mereka juga masih memeluk agama Zoroaster dan belum memeluk agama Islam sampai pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Abdul Aziz. Meskipun demikian, mereka juga terkadang ikut berperang bersama orang Arab melawan serangan orang-orang Turki di sepanjang perbatasan. Tetapi para Mawali Iran ini tidak mendapat perlakuan yang sama seperti orang Arab. Jika mereka ikut berperang, mereka harus berjalan kaki dan tidak diperkenankan menunggang kuda. Benar mereka juga memperoleh gaji jika bergabung ke dalam tentara, dan juga mendapat harta bagian dari rampasan perang, tetapi mereka tidak mendapat hak pensiun sebagaimana orang-orang Arab. Mereka j uga tetap dikenakan paj ak kepala dan paj ak kharraj, sekalipun mereka itu umpamanya sudah memeluk Islam.22 Ke- nyataan-kenyataan ini tentu menimbulkan kekecewaan di ka- langan orang-orang Iran di Khurasan, berbarengan dengan kekecewaan yang menimpa orang-orang Arab seperti dikemukakan di atas. Berlainan dengan kekecewaan orang-orang Arab yang seringkali diungkapkan dalam bentuk huru-hara terhadap para pejabat pemerintahan pusat, kekecewaan orang-orang Iran tidak banyak terungkap ke permukaan karena kedudukan mereka sebagai daerah pendudukan. Hal itu berlangsung sampai pada saat orang-orang Mawali Iran generasi kedua atau ketiga mulai di- kenal maju dalam bidang ilmu pengetahuan agama Islam berbarengan dengan kemajuan kaum intelektual Islam pada umumnya.

Sejarah mencatat bahwa pada masa pemerintahan khalifah Abdul

9 2

Page 93: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Malik bin Marwan, hiduplah seorang ulama besar bernama Hasan al-Basri yang meskipun loyal terhadap pemerintahan Bani Umayah tetapi secara positif juga kritis terhadap kepincangan-kepincangan yangterjadi. Hasan al-Basri mengatakan, Islam harus lebih dari sekadar penakluk negeri, tetapi lebih dari itu harus mampu menawarkan keadilan kepada rakyat yang ditaklukkan. Jika seseorang masuk Islam, hak-haknya harus disamakan dengan orang-orang Islam lainnya. Pikiran-pikiran ulama ini tentu sejalan dengan harapan orang-orang Mawali Iran tersebut di atas.23

Pikiran pemuka-pemuka agama seperti Hasan al-Basri ini telah menggalakkan spesialisasi dalam studi-studi ke-Islaman, sehingga lalu bermunculan ahli-ahli pembaca dan penghafal Al- Qur’an, para pengumpul hadis, juga ahli-ahli ilmu fiqh. Pada satu segi, perkembangan ini menambah pemahaman masyarakat terhadap cita-cita dan ajaran agama mereka, Islam, terutama mengenai masalah-masalah sosial praktis; tetapi pada segi lain, perkembangan ini juga mendorong untuk membandingkan antara Islam dalam ajaran dan cita-cita dengan Islam dalam ke- nyataan yang mereka lihat sehari-hari. Karena jurang itu di- pandang cukup jauh, pada gilirannya kekecewaan masyarakat terhadap praktik ke-Islaman dari pemerintah itu Bani Umayah melahirkan perasaan antipati terhadap pemerintahan itu sendiri, Sejarawan terkemuka, Hodgson, mengatakan bahwa perkem-bangan intelektual Islam ini mempunyai dampak penting bagi lahirnya cita-cita Bani Abasiyah untuk mengembalikan ajaran Islam agar dijunjung oleh pemerintah.24 Hodgson juga mengatakan bahwa cita-cita untuk mengembalikan kekuasaan pemerintah kepada Ahlul Bait, kepada keluarga dan keturunan Nabi Muhammad saw, juga antara lain distimulir oleh pikiran- pikiran para pemuka agama seperti ini. Dari waktu ke waktu semakin keras terdengar pendapat bahwa yang berhak menjadi imam dan sekaligus khalifah hanyalah dari kalangan Ahlul Bait. Di kalangan Syi'ah, pendapat ini bertambah ekstrim, sehingga melahirkan huru-harabersenjata dari kalangan Syi’ah Ghulat seperti pemberontakan Al-Mukhtar yang telah disebut di muka.25 Banyak

9 3

Page 94: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

pemberontakan juga dipimpin oleh pemuka agama sendiri seperti pemberontakan pimpinan Jahm bin Sofwan. Sejarah juga mencatat bahwa berkat lobi para pemuka agama inilah maka khalifah Sulaiman (memerintah 715-717M) menetapkan Umar bin Abdul Aziz, seorang kemenakannya yang saleh dan taat beragama, sebagai penggantinya meskipun ayah Sulaiman, Abdul Malik bin Marwan, sebelumnya telah menetapkan orang lain sebagai penggantinya.26

Seperti diduga, kebijaksanaan Umar bin Abdul Aziz me- legakan masyarakat di Khurasan. Pertama, ia mengajak masyarakat di daerah-daerah penaklukan supaya memeluk Islam. Kemudian sekali memeluk Islam, mereka akan dibebaskan dari ke- waj iban membayar pajak kepala (jizyah) yang diwajibkan kepada zimmi. Para pengelola tanah kharraj juga dibebaskan dari membayar pajak di atas pajak tanah biasa, apabila mereka telah beragama Islam. Demikian pula dalam hal-hal lain, mereka akan di- perlakukan sama dengan muslim lainnya. Untuk menjalankan ke- bij aksanaannya itu Umar bin Abdul Aziz pada tahun 99H/717 M mengangkat Jarrah bin Abdillah sebagai gubernur Khurasan yang ketika itu telah kembali menjadi propinsi yang berdiri sendiri.27 Tetapi sayang pemerintah Umar bin Abdul Aziz terlalu singkat, hanya tiga tahun (717-720), sehingga praktis segala ke- bijaksanaannya belum dapat terlaksanakan sebagaimana mes- tinya. Ketika Yazid bin Abdul Malik menggantikannya, segala kebijaksanaan Umar bin Abdul Aziz dicabut kembali. Maka, di Khurasan kekecewaan pun muncul kembali, baik di kalangan orang-orang Mawali Iran maupun di kalangan orang Arab yang menetap di sana. Tetapi satu hal mereka yakin karena kehadiran Umar bin Abdul Aziz, yaitu bahwa aspirasi mereka adalah benar dan patut diperjuangkan terus.

Di muka telah disebutkan bahwa tokoh Bani Abasiyah dan sekaligus imam Syi'ah Hashimiah, Muhammad bin Ali, melalui Maisarah telah membentuk Komite 12 dan 70 di Khurasan. Di muka juga telah disebutkan bahwa keduabelas anggota komite itu terdiri atas 8 orang Arab dan 4 orang Mawali. Perlu ditegas- kan di sini bahwa keduabelas anggota komite itu adalah datang dari masyarakat Arab dan

9 4

Page 95: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Mawali Iran di Khurasan dengan latar belakang sosial politik dan ekonomi seperti diuraikan di atas. Mereka menyimpan sejumlah kekecewaan dan cita-cita anti pemerintah Bani Umayah, sehingga ketika dibisikkan kepada mereka cita-cita untuk mengembalikan jabatan khalifah kepada Ahlul Bait mereka pun segera menyambut baik. Demikian pula dengan komite 70, mereka terdiri atas orang-orang Arab dan Mawali Iran. Menurut daftar nama yang dikutip oleh sejarawan terpandang dari Bagdad, Farouk Omar, yang mendasarkan ke- terangannya kepada sebuah manuskrip yang baru diketemukan oleh al-Duri pada tahunl960, ketujuhpuluh anggota komite itu secara geografis lebih tersebar lagi, 40 dari ibu kota propinsi, Merv, dan selebihnya dari kota-kota lain di Khurasan. Selain itu, gerakan Bani Abasiyah juga membentuk sebuah komite wakil yang terdiri dari 12 orang pula, yang disebut dengan Nuzara Nu- qaba. Fungsi komite wakil ini adalah membantu Komite 12 yang telah disebutkan di atas, sedangkan Komite 70 adalah sebagai mata rantai antara pimpinan gerakan propaganda Bani Abasiyah dengan masyarakat luas.28

Anggota Komite 12 terkemuka seperti Sulaiman al-Khuza’i, Qahtaba al-Ta’i, Lahiz al-Tamini, dan Malik al-Khuza’i secara reguler mengadakan pertemuan dengan imam Muhammad bin Ali di Mekkah pada musim haji sambil menyerahkan sejumlah uang iuran dari para pendukung gerakan Bani Abasiyah di Khurasan dan menentukan strategi gerakan propaganda berikutnya. Meskipun iuran keuangan itu bukan hal yang wajib, tetapi banyak orang kaya dan sebagian daripadanya adalah Mawali Iran yang berdomisili di Kufah seperti Bakir bin Mahan, Abu Musa as-Sarraj, dan Abu Salman al-Khallal telah memberikan bantuan keuangan yang besar kepada imam dan gerakan Bani Abasiyah.29 Dengan pertemuan-pertemuan di Mekkah itu di- maksudkan agar gerakan Bani Abasiyah tidak segera tercium oleh Bani Umayah yang sedangberkuasa, meskipun pada waktunya yang tepat nanti gerakan ini akan bersifat terbuka. Dengan organisasinya yang bersusun-susun dan mekanis- nya yang

9 5

Page 96: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

demikian itu jelas bahwa Bani Abasiyah telah memutus- kan Khurasan sebagai ajang kegiatan propagandanya. Para sejarawan bertanya kenapa yang dipilih adalah Khurasan dan bukan propinsi lainnya. Menurut berbagai kronikel yang dikutip oleh Farouk Omar, daerah-daerah lain tidak dipilih oleh imam Muhammad bin Ali sebagai pusat kegiatan propaganda Bani Abasiyah karena berbagai alasan. Kufah tidak dipilih karena dalam pandangan Muhammad bin Ali orang-orangnya hanya mau mengikuti Ali bin Abi Thalib dan keturunannya. Basrah tidak di-pilih karena penduduknya banyak yang simpati kepada khalifah Usman bin Affan yang juga seketurunan dengan Bani Umayah. Jazirah Arab tidak dipilih karena kebanyakan penduduknya adalah pengikut Khawarij. Damaskus tidak dipilih karena penduduknya jelas mendukung Bani Umayah yang berpusat di kota itu. Mekkah dan Medinah tidak dipilih karena penduduknya dianggap terlalu terpaku dengan Abu Bakar dan Umar bin Khathab, tetapi tidak dengan Ahlul Bait. Begitu pula Mesir tidak dipilih karena dianggap terlalu dekat dengan Damaskus, sehingga di- perkirakan mudah bagi Bani Umayah untuk menumpas setiap pemberontakan yang muncul dari daerah itu. Afrika juga tidak dipilih karena meskipun letaknya cukup jauh dari pusat pemerintahan Bani Umayah tetapi penduduk aslinya yakni orang- orang Berber tidak suka terhadap gerakan Arab apa pun namanya. Karena itu satu-satunya daerah yang tinggal dan dapat diper- timbangkan untuk dipilih sebagai pusat kegiatan propaganda Bani Abasiyah adalah Khurasan yang terletak jauh di sebelah timur. Selain soal letak geografis, Khurasan juga memiliki be- berapa faktor sosial yang menguntungkan bagi gerakan. Masyarakat Khurasan tidak anti gerakan Arab, bahkan memiliki sejumlah besar penduduk berkebangsaan Arab. Masyarakat Khurasan juga mempunyai kekecewaan-kekecewaan politik terhadap pemerintahan Bani Umayah karena kebijaksanaannya dalam soal pajak kharraj yang dianggap memberatkan masyarakat, sebagaimana telah diuraikan di muka.30 Sebagian sejarawan menilai bahwa salah satu langkah brilian gerakan Bani Abasiyah adalah pilihannya untuk mengambil Khurasan sebagai

9 6

Page 97: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

pusat kegitannya, yang akan mengantarkan kepada kemenangan.

E. Bani Abasiyah dan Gerakan Terbuka Imam Muhammad bin Ali meninggal pada tahun 125 H/742 M.

Sebelum meninggal ia menunjuk anaknya bernama Ibrahim sebagai penggantinya. Di tangan Ibrahim inilah kelak gerakan Abasiyah akan bersifat terbuka.

Dengan mengutip dari manuskrip Al-Akhbar al-Abbas, Farouk Omar mengatakan bahwa segera setelah Ibrahim bin Muhammad memulai kegiatannya sebagai imam, tokoh Komite 12 Sulaiman al-Khuza’ i datang menemuinya dan meminta supaya gerakan Bani Abasiyah segera diproklamasikan dan pemberontakan terbuka dimulai. Sulaiman berkata dengan nada tinggi: “Berapa lama lagi burung liar (Bani Umayah) itu harus memakan daging keluargamu (Ahlul Bait)?” Sulaiman juga mengatakan supaya imam Ibrahim jangan takut, karena sudah masanya tiba untuk mengadakan gerakan terbuka. Untuk itu, ia juga meminta supaya imam Ibrahim mengirim seorang anggota keluarganya ke Khurasan sebagai utusan imam kepada masyarakat Khurasan yang mendukung gerakannya. Atas permintaan itulah kemudian Ibrahim bin Muhammad mengirim Abu Muslim al-Khurasani ke Khurasan.31

Asal-usul Abu Muslim ini tidak jelas bagi para sejarawan. Satu-satunya yang jelas ialah, ia bukan keturunan Hasyimiyah, bahkan juga bukan seorang Arab melainkan Mawali Iran. Nama aslinya adalah Abdurrahman, sedangkan nama Abu Muslim diberikan kepadanya oleh Ibrahim, dan satu-satunya predikat yang dibawanya ialah bahwa ia seorang muslim dan karenanya setiap muslim dapat bergabung kepadanya. Di sini nampak ada unsur taktis dalam pemberian nama itu. Titel al-Khurasani di belakang namanya juga sebenarnya aneh untuk kebiasaan pada waktu itu, karena Khurasan adalah nama suatu wilayah atau propinsi dan bukan nama kota. Biasanya kalau orang meletakkan asal daerah kelahiran di belakang namanya maka yang diletak- kan itu adalah nama kota, dan bukan nama wilayah seperti al- Khurasani. Di

9 7

Page 98: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

sini lagi-lagi nampaknya ada soal taktis propaganda dalam pencantuman epitet itu.32

Ketidakjelasan asal-usul Abu Muslim itu nampaknya sebagian juga karena kemauannya sendiri untuk menyembunyi- kan asal-usulnya. Ketika pada suatu ketika ia ditanya mengenai asal-usul keluarganya, ia hanya menjawab bahwa ia orang Islam, tidak mempunyai suku atau kabilah, satu-satunya yang mengikatnya adalah keyakinan Islam dan ia bekerja untuk Ahlul Bait. Tetapi dari berbagai sumber termasuk keterangan dari Baladhuri dalam kitab Al-Ansab dapat disimpulkan bahwa Abu Muslim asalnya adalah seorang Maula/Mawali Bani I’jil di Isbahan atau Harat, yang ketika tuannya dari Bani I’jil itu di- penjarakan di Kufah, Abu Muslim diserahkan kepada para pro- pagandis Bani Abasiyah yang menengoknya di penjara dalam perjalanan mereka ke Humaima untuk menemui Ibrahim. Oleh mereka ini Abu Muslim kemudian diserahkan kepada Ibrahim dan diperkenalkan dengan gerakan Bani Abasiyah. Tetapi ada juga sumber yang mengatakan bahwa Abu Muslim semula adalah budak belian yang dibeli Ibrahim di Mekkah ketika berhaji dengan harga 700 dirham.33 Dari manapun asalnya, Abu Muslim kelak akan menjadi tokoh penting dalam gerakan Bani Abasiyah.

Abu Muslim dikirim ke Khurasan pada tahun 128 H/746 M. Semula ia tidak diterima baik oleh Sulaiman al-Khuza’i yang memintanya, karena selain ia dipandang terlalu muda umurnya juga dianggap kurang mempunyai pengalaman untuk memim- pin suatu gerakan besar seperti gerakan Bani Abasiyah berhu- bung dengan latar belakang kehidupan pribadinya tersebut di atas. Tetapi Abu Muslim rupanya memang cerdik. Melihat sikap Sulaiman al-Khuza’i yang demikian itu, iapun segera memper- lihatkan surat penugasannya dari imam Ibrahim yang menyata- kan bahwa ia diutus ke Khurasan untuk mengikuti segala pe- rintah Sulaiman al-Khuza’i. Dengan itu Sulaiman pun terbeli hatinya, maka ia pun mulai memperlakukan Abu Muslim sebagai wakil imam Ibrahim bin Muhammad di Khurasan.34

Kerja sama ini terjalin dengan baik antara Abu Muslim dan

9 8

Page 99: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Sulaiman al-Khuza’i. Pada tanggal 25 Ramadhan 129 H/Juni 747 M, Abu Muslim secara terbuka mengumumkan gerakannya yang dilakukan dari perkampungan Bani Khuza’i. Ia pun berkemah di situ dan dalam waktu dua hari, sebanyak 2200 orang telah menyatakan bergabung kepadanya. Menurut sebagian sejarawan mereka itu adalah petani Iran dari perkampungan Ahlu Taqadum, tetapi sejarawan lain memahami kata Ahlu Ta- qadum itu adalah orang-orang Arab yang menetap pertama kali di Khurasan (early settlers)35

Pada shalat Idul Fitri tahun itu, enam hari setelah proklamasi, yang bertindak sebagai imam adalah Sulaiman al Khuza’i dan bukan Abu Muslim. Tradisi baru pun diperkenalkan ketika itu yaitu dengan memperkenankan budak ikut bersembahyang, sehingga tentara Abu Muslim di kemudian hari banyak yang berasal dari budak. Dalam waktu kurang dari sebulan tentara Abu Muslim telah bertambah menjadi 7000 orang.36

Gerakan yang diproklamasikan oleh Abu Muslim itu tidak menyebut-nyebut nama Bani Abasiyah. Nama yang dibawa oleh proklamasi itu ialah al-Ridha min al-Bait (dengan ridha dari Ahlul Bait) dan bendera yang digunakan ialah wama hitam, karena itu mereka juga disebut dengan As-suda (orang-orang yang berpakaian hitam atau membawa bendera hitam). Warna hitam ini menurut sebagian sejarawan dipilih untuk melambangkan suasana berkabung dalam arti gerakan masyarakat tertindas, tetapi sebagian sejarawan lain mengatakan bahwa wama hitam itu adalah mengikut kebiasaan Nabi karena Nabi jika berperang seringkali membawa bendera hitam. Bahkan ada pula yang mengatakan bahwa bendera hitam itu bukanlah pilihan Abu Muslim, melainkan perintah dari imam Ibrahim bin Muhammad di Humaima. Sedangkan tujuan proklamasi ketika itu dikatakan untuk menegakkan Kitabullah dan Sunnah Rasullah.37

Meskipun jumlah tentara Abu Muslim terus bertambah, tetapi gerakan bersenjata belum bisa dilakukan karena kekuatan itu masih belum dipandang memadai, sampai pertentangan suku di Khurasan antara Yamaniyah dan Muadariah mencapai puncaknya. Ini adalah

9 9

Page 100: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

langkah j itu lainnya dari gerakan tersebut. Pertentangan antara suku Mudariyah dan Yamaniyah telah

berlangsung sejak zaman Jahiliyah. Sebelum Islam datang, orang Arab Utara yang pindah ke Iraq mendirikan perkampungan Ra- biah di sepanjang sungai Tigris dan Mudariyah di Eufrat. Dari sini lahir suku Qays dan Nizari. Dengan demikian, keempat- empatnya yaitu Mudariyah, Rabiah, Nizari dan Qays sebenamya menunjuk kepada suku yang sama yaitu Arab utara. Selain itu, ada orang-orang Arab di Syria yang nenek moyang mereka ber- asal dari orang-orang Arab selatan dan karena itu mereka disebut Yamaniyah. Suku Yamaniyah merasa bangga atas sukunya karena mereka sejak sebelum Islam telah mempunyai kebudaya- an tinggi dibandingkan dengan orang-orang Arab utara, tetapi orang-orang Arab utara juga mempunyai kebanggaan tersen- diri. Di antara suku Yamaniyah yang terkenal yang tinggal di utara ialah suku Kalbi. Demikianlah, kedua suku besar Arab utara dan selatan itu terus bersaing bahkan seringkali juga bermusuhan, hingga pada masa setelah datangnya Islam. Pada masa Nabi, Abu Bakar dan Umar, permusuhan antarsuku itu telah dapat diken- dalikan, jika tidak terpadamkan, tetapi pada masa pemerintahan Usman pertentangan itu muncul kembali karena sifat pemerintahan Usman yang sering terlalu menguntungkan sebagian kaum.38

Pada masa pemerintahan Bani Umayah, pertentangan kedua suku besar itu semakin menjadi-jadi, karena setiap khalifah dari Bani Umayah ternyata menyandarkan dukungan politik- nya kepada salah satu dari dua suku besar itu. Akibatnya, suku yang lain merasa tersisih dan dengan sendirinya menjadi partai oposan. Muawiyah, pendiri dan khalifah pertama Bani Umayah, mengandalkan tentaranya kepada suku Yamaniyah. Anaknya yang sekaligus adalah penggantinya, Yazid bin Muawiyah, karena pengaruh ibunya bernama Maysun yang berasal dari suku Kalbi alias Yamaniyah, juga menyandarkan kekuasaannya pada dukungan politik suku Yamaniyah. Akibatnya, suku Qays atau Muda- riyah yang cemburu atas favoritisme Yazid terhadap suku Yamaniyah tidak mau mengakui pemerintahan Muawiyah II (683 M) yang ditunjuk

1 0 0

Page 101: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

oleh Yazid untuk menggantikannya. Bukan itu saja, suku Mudariyah kemudian mendukung Ibnu Zubair yang mem- proklamirkan dirinya di Medinah sebagai Amirul Mukminin ketika Muawiyah I, pendiri Daulat Bani Umayah, meninggal dunia pada tahun 680 M. Seperti telah disinggung di muka, Ibnu Zubair pernah menguasai seluruh wilayah Islam, kecuali Damaskus. Setelah gerakan Ibnu Zubair tertumpas dan Ibnu Zubair sendiri terbunuh di Mekkah sekitar tiga tahun setelah memproklamirkan dirinya sebagi khalifah, Marwan bin Hakam naik tahta (683- 685M) menggantikan Muawiyah II dengan menyandarkan dukungan politik dan militemya kepada suku Yamaniyah yang membuat posisi Mudariyah semakin terjepit. Ketika anaknya bernama Abdul Malik bin Marwan memerintah (685-705 M), tidak jelas kepada suku mana ia berpihak, tetapi keadaan nampaknya sedang bergeser meletakkan Mudariyah di atas angin sementara Yamaniyah menjadi oposan. Pada zaman pemerintahan al-Walid bin Abdul Malik atau al-Walid I (705-715 M), kekuasaan Mudariyah mencapai puncaknya. Di wilayah bagian timur kekuasaan Mudariyah itu terutama dilambangkan dalam kekuasaan gubernur Iraq, al-Hajjaj, yang kebiasaannya tentang pemungutan pajak kharraj telah disinggung di muka. Pengganti al-Walid II, saudaranya bernama Sulaiman (715-717) mem- balik keadaan dengan berpihak kepada Yamaniyah. Hanya pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz (717-720 M), kedua suku tersebut mendapat perlakuan yang sama dan karenanya pertentangan pun mereda. Pada masa pemerintahan Yazid II (720- 724 M) yang menggantikan Umar bin Abdul Aziz, pertentangan kedua suku itu muncul kembali karena Yazid memihak kepada salah satunya yaitu Mudariyah. Saudaranya, Hisyam bin Abdul Malik yang memerintah (724-743 M) menggantikan Yazid II, pada awal pemerintahannya berpihak kepada Yamaniyah tetapi kemudian berubah kepada Mudariyah. Penggantinya, al-Walid II (743-744 M) berpihak kepada Mudariyah, sedangkan pengganti al-Walid II bernama Yazid III (744 M) berpihak kepada Yamaniyah. Kalifah Bani Umayah terakhir, Marwan bin Muhammad (744-750 M) membalik keadaan lagi karena ia mendasarkan kedudukannya kepada

1 0 1

Page 102: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

dukungan Mudariyah. Demi- kianlah, polarisasi itu berlangsung di Damaskus sepanjang pemerintahan Bani Umayah yang pada tingkat regional gemanya di- rasakan di seluruh wilayah Islam.39

Di Khurasan pertentangan as-sabiyah (kesukuan) itu ter- jadi antara Nasr bin Sayyar di pihak Nizariyah atau Mudariyah

dan Jadi'al-Kirmani di pihak Yamaniyah. Nasr bin Sayyar di- angkat sebagai gubernur Khurasan oleh khalifah Hisyam bin Abdul Malik (724-743 M), tetapi pada masa pemerintahan al- Walid II (743-744 M) ia ditarik oleh khalifah dari Khurasan dan sebagai penggantinya ditetapkan Mansur bin Jauhar. Akan tetapi sebelum pergantian itu terlaksana, al-Walid II meninggal dunia karena terbunuh sehingga Nasr bin Sayyar kemudian berusaha mempertahankan jabatannya sebagai gubernur. Nasr bin Sayyar berhasil menyingkirkan Manzur bin Jauhar, tetapi ia masih harus menghadapi Jadi' al-Kirmani yang juga berambisi untuk menjadi gubernur Khurasan. Semula Nasr berada di atas angin karena berhasil memenjarakan Jadi' al-Kirmani pada tahun 744 M dan mengakui Harb bin Amr al-Washiji sebagai pemim- pin suku Yamaniyah Azdi. Ternyata Jadi' al-Kirmani tidak lama kemudian berhasil melarikan diri dari penjara dan kembali ke masyarakatnya. Oleh karena pengaruhnya yang luas, iapun segera berhasil menyusun kekuatan untuk melawan Nasr bin Sayyar.40

Thabari memberikan keterangan yang lebih ilustratif mengenai asal-usul pertentangan kedua tokoh Khurasan itu. Ia mengatakan, setelah al-Walid II meninggal dunia, Nasr bin Sayyar berhasil mendapatkan surat penetapan kembali sebagai gubernur Khurasan yang diberikan oleh khalifah pengganti al-Walid II yaitu Yazid III (744 M), tetapi penetapan itu diterima Nasr setelah Jadi' al-Kirmani keluar dari penjara. Maka orang-orang pun segera meramalkan akan terjadinya perang antara kedua tokoh itu. Menyadari hal itu, Nasr bin Sayyar segera memerin- tahkan untuk membekukan harta Baitul Mai, kemudian mem- bagikan sebagian kecilnya kepada sejumlah orang tertentu dan menyisihkan sebagian besarnya untuk keperluannya. Pada suatu hari Jum’at banyak orang berteriak agar mereka diberi bagian dari uang

1 0 2

Page 103: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Baitul Mai itu. Nasr tidak suka dengan teriakan-teriak- an itu dan pada hari Jum’at berikutnya ia perintahkan sejumlah tentaranya untuk hadir di masjid bersenjatakan lengkap agar tidak ada orang yang berani berbicara tentang uang Baitul Mai lagi. Ternyata beberapa orang juga masih menuntut diberi bagian dari harta Baitul Mai tersebut, dan salah satu di antaranya adalah seorang Maula, pengikut Jadi' al-Kirmani. Nasr bin Sayyar pun marah dan dari atas mimbar menyerukan agar rakyat mentaatinya. Terhadap seruan Nasr itu ternyata hadirin menanggapinya dengan mening- galkan masj id dan kembali ke pasar; Nasr pun bertambah marahnya.41

Sementara itu, berita-berita telah sampai ke telinga Nasr bin Sayyar bahwa Jadi’ al-Kirmani bersama pengikutnya telah bersiap-siap untuk menyerangnya. Nasr semula masih bersikap dingin dan mengatakan bahwa ia akan mengusulkan untuk meng- adakan jalinan perkawinan antara anak-anaknya dengan anak Jadi’ al-Kirmani, hal mana kemudian ditolak oleh Jadi’ al-Kir- mani. Nasr kemudian mengambil taktik lain dengan mengirim- kan uang sebanyak seratus ribu dirham kepada al-Kirmani dengan pesan kepada si pembawa uang agar tidak seorang pun dari pengikut al-Kirmani mengetahui hal itu. Langkah ini diambil oleh Nasr karena al-Kirmani dikenal sebagai orang bakhil (pelit) sehingga diharapkan uang itu akan menimbulkan perpecahan di kalangan para pengikut al-Kirmani sendiri. Tetapi semua itu ditolak oleh al-Kirmani karena ia rupanya sudah bulat tekad untuk menghadapi Nasr bin Sayyar dengan kekerasan.42

Untuk menambah komplikasi masalah di Khurasan, Shai- ban al-Haruri, seorang pemimpin kaum Khawarij di Irak, tiba- tiba datang ke Khurasan karena tekanan tentara Bani Umayah yang tak dapat ditahannya lagi. Shaiban kemudian bergabung dengan Nasr bin Sayyar melawan Jadi’ al-Kirmani. Berarti kini di hadapan gerakan Bani Abasiyah terdapat tiga kekuatan politik yang saling bertarung.

Abu Muslim al-Khurasani dengan para pendukungnya semula menunjukkan dirinya bersikap netral dalam konstelasi konflik itu. Dalam posisi demikian Sulaiman al-Khuza’i berkat pengaruhnya berhasil melepaskan Shaiban al-Haruri dari ikat- annya dengan Nasr bin

1 0 3

Page 104: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Sayyar, sehingga keadaan kini tinggal Nasr melawan al-Kirmani. Atas nasihat Sulaiman al-Khuza’i, Abu Muslim kini mengumumkan dukungannya terhadap Jadi’ al-Kirmani. Ia bahkan ikut memproklamirkan Jadi’ al-Kirmani sebagai gu- bemur Khurasan. Dengan demikian, Nasr bin Sayyar kini harus menghadapi kekuatan gabungan al-Kirmani dan Abu Muslim. Al-Kirmani pun segera berhasil mengusir Nasr bin Sayyar dari ibu kota, Merv, dan mendudukinya. Sementara itu, Jadi’ al-Kirmani meninggal dunia dan kepemimpinannya digantikan oleh anaknya bernama Ali al-Kirmani. Setelah melarikan diri dari Merv menuju Nishapur, Nasr bin Sayyar sebenarnya telah meminta bantuan militer kepada pemerintah pusat Bani Umayah, tetapi dua kali permintaan diajukan kedua-duanya tidak mendapat jawaban, karena tentara Syiria nampaknya sedang dipakai oleh khalifah Marwan bin Muhammad untuk memadamkan beberapa pemberontakan lainnya di wilayah lain.43

Dengan kepergian Nasr bin Sayyar dari Merv, kini dua kekuatan menguasai kota itu. Abu Muslim tetap menjaga aliansi- nya al-Kirmani, tetapi ia juga sadar bahwa tugas militemya bukan- lah sekadar menghalau Nasr bin Sayyar tetapi mengabdi kepada gerakan Bani Abasiyah. Maka tanpa membuang banyak waktu, setelah berada di Merv, ia mengirim pasukan di bawah pimpinan Qahtaba bin Shahib al-Ta’ i menuj u ke arah barat yaitu Kufah. Dalam perjalanan Qahtaba berhasil mengalahkan sekutu al-Kirmani ber- sama Shaiban bin Salam di Sarakh. Kota Nishapur juga segera jatuh dari sisa-sisa pasukan Nasr bin Sayyar ke tangan Qahtaba.44

Mendengar perkembangan di Khurasan itu kini pemerintah pusat mencoba memadamkannya dengan mengirimkan tentara sejumlah 10.000 orang di bawah pimpinan Nubata bin Hanzala. Mereka bertemu dengan tentara Qahtaba di Jurjan, dan mereka pun dikalahkan oleh tentara Qahtaba pada bulan Agustus 748 M/130 H. Qahtaba terus maju menuju Rayy di mana ia bersama pasukannya tinggal selama lima bulan untuk persiapan pepe- rangan berikutnya. Pada bulan Maret 749 M/Rajabl 31 H, tentara Qahtaba harus berhadapan dengan tentara Bani Umayah yang lebih besar lagi, berjumlah 50.000 orang di bawah

1 0 4

Page 105: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

pimpinan Amir bin Dubara, di suatu tempat bernama Jablaq dekat Isfahan. Lagi- lagi tentara Bani Umayah kalah telak. Qahtaba terus maju mena- klukkan Nihawand yang berarti membuka jalan lebar menuju Kufah. Di perbatasan Kufah ia harus berhadapan dulu dengan tentara gubernur Iraq, Yazid bin Hubayra, yang dipaksa mundur dari kemahnya tanpa terjadi pertumpahan darah karena penge- pungan secara tiba-tiba. Hal ini terjadi padatanggal 14 Muharam 132 H/2 September 749 M.45

Setelah Qahtaba berhasil memasuki Kufah, Abu Salama segera diangkat sebagai Menteri Ahlul Bait (Wazir Alu Muhammad) dan memimpin semua kegiatan. Tak ada disebut-sebut istilah imam ketika Abu Salama diangkat menjadi wazir tersebut, tetapi yang jelas Abu Salama segera membentuk pemerintahan dan mengangkat orang-orang Khurasan untuk menduduki berbagai jabatan administrasi. Gaji tentara juga dinaikkan dari 300 dirham setahun menjadi 80 dirham per bulannya.46

Sementara itu Abu Muslim terus berusaha memperkuat posisinya di Khurasan. Dari kota Merv, ia mengirimkan pasuk- an ke berbagai kota kecil di Khurasan yang umumnya dengan mudah dapat dikuasai. Satu-satunya kesulitan yang dihadapi pa- sukan Abu Muslim adalah ketika hendak menguasai kota Balkh dan Tirmidh. Walaupun demikian, kedua kota itu akhimya dapat dikuasai juga oleh pasukan Abu Muslim di bawah pimpinan Abu Dawud. Abu Muslim kemudian menunjuk Uthman al-Kirmani, saudara al-Kirmani, untuk tetap tinggal di Balkh dan mengaman- kan kota itu dari kekuatan-kekuatan anti gerakannya. Tanpa alasan yang jelas Uthman ternyata meninggalkan Balkh, sehingga kekuatan musuh yang tadinya berserak di sekitar kota Tirmidh kemudian bergabung dan mengambil kembali kota Balkh. Ketika Uthman al-Kirmani kembali hendak mempertahankan Balkh, ia pun dapat dikalahkan dengan mudah sekali. Baru setelah pasukan di bawah pimpinan Abu Dawud datang untuk menyelamat- kan, Balkh dapat direbut kembali oleh pasukan revolusi Bani Abasiyah. Kejadian ini memberi pelajaran kepada Abu Muslim bahwa persekutuannya dengan

1 0 5

Page 106: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

al-Kirmani harus diakhiri. Ia pun segera memerintahkan Abu Dawud untuk membunuh Uthman al-Kirmani, dan memerintahkan orang lain membunuh saudara Uthman yaitu Ali al-Kirmani yang berada di Merv. Maka, kini Abu Muslim adalah penguasa tunggal di Khurasan dan ia pun segera menyandang titel AmirAlu Muhammad (Gubernur Ahlul Bait).47

F. Bani Abasiyah Mencari Calon Khalifah Semasa Abu Muslim masih sibuk dengan pengamanan Khurasan,

ia menunjuk Abu Jahm bin Atiyya sebagai penghubung politiknya dengan kekuatan gerakan yang menguasai Kufah yang kini berada di tangan Abu Salama dengan gelar Wasir Alu Muhammad (menteri Ahlul Bait). Meskipun istilah wazir itu se- benarnya berarti menteri, tetapi Abu Salama ketika itu bertindak sebagai kepala pemerintahan sementara yang mengurusi soal- soal administrasi dan mi liter, dan tidak mempunyai otoritas apa pun tentang masalah keagamaan. Oleh karena banyak pendukung gerakan itu adalah orang-orang Syi'ah yang mempunyai keyakinan bahwa negara harus dipimpin oleh seorang imam yang di samping mempunyai kekuasaan sekuler juga memiliki otoritas keagamaan, mereka segera mempersiapkan untuk meng- angkat imam Ibrahim bin Muhammad sebagai khalifah. Rupanya hal ini segera tercium oleh pemerintah Bani Umayah, sehingga imam Ibrahim bin Muhammad pun segera diambil dari Humaima oleh Bani Umayah, kemudian ditahan di Harat dan meninggal dalam penjara pada bulan Muharaml32 H/Agustus 749 M. Ada yang mengatakan bahwa ia sebenarnya dibunuh.48

Ada sumber-sumber yang mengatakan bahwa sebelum meninggal dunia, Ibrahim sempat memberikan wasiat agar jabatan imamnya digantikan oleh saudaranya bernama Abul Abbas Abdullah bin Muhammad, tetapi sumber lain menyangkal adanya wasiat itu sehingga kefakuman imam terjadi. Abu Salama, se- kurang-kurangnya, tidak percaya adanya wasiat itu, atau mungkin ia memandang bahwa Abul Abbas bukanlah orang yang paling tepat untuk jabatan itu untuk

1 0 6

Page 107: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

kalangan Ahlul Bait. Mungkin juga Abu Salama ingin agar orang yang akan menjadi imam dan sekaligus khalifah itu adalah orang yang bisa dikendalikannya. Abu Salama segera menghubungi tokoh-tokoh Ahlul Bait yang berada di Hijaz, yaitu Ja’far Sadiq, Abdullah bin Hasan, dan Umar bin Ali bin Hasan. Ja’far Sadiq menolak dengan tegas tawaran jabatan Ami- rul Mukminin itu, sedangkan dua yang lainnya juga menolak karena tidak bisa menerima persyaratan yang diajukan oleh Abu Salama.49

Sementara itu Abu Muslim yang merasa sudah mapan di Khurasan segera berangkat menuju Kufah untuk bergabung dengan kekuatan lain gerakannya, dalam hal ini Abu Salama. Melalui peng- hubung politiknya, Abu Jahm bin Atiyya, ia pun segera memahami keadaan di Kufah. Abu Muslim mempunyai aspirasi sendiri tentang siapa yang harus menjadi Amirul Mukminin atau Khalifah. Baginya gerakan itu, bagaimanapun juga, dimulai di Khurasan, karena itu siapa pun calon khalifah itu haruslah memahami aspirasi orang-orang Khurasan. Di sinilah ia tidak sependapat dengan langkah-langkah yang telah diambil oleh Abu Salama untuk menghubungi para tokoh Ahlul Bait di Hijaz, karena bagi Abu Muslim orang-orang Hijaz itu tidak bisa memahami aspirasi masyarakat Khurasan. Karena itu, bagi Abu Muslim, calon khali- fah itu tidak boleh lain harus dari Ahlul Bait dari Humaima yang selama ini telah membuktikan bisa bekerja sama dengan masyarakat Khurasan.

Dalam pada itu, ketika imam Ibrahim bin Muhammad ditan gkap di Humaima, ia memerintahkan saudaranya Abul Abbas untuk bersama keluarga Hashimiyah dari Humaima lainnya supaya segera meninggalkan Humaima dan berangkat menuju Kufah karena di sana kekuatan gerakan sudah menguasai keadaan. Maka Abul Abbas bersama 13 orang anggota keluarga lainnya pergi menuju Kufah, tetapi setelah sampai di sana mereka disuruh bersembunyi dahulu oleh Abu Salama dengan alasan keamanan. Padahal yang sebenarnya adalah Abu Salama sedang mengadakan kontak-kontak dengan orang-orang Hijaz, karena- nya diusahakan agar tokoh-tokoh Ahlul Bait dari Humaima itu

1 0 7

Page 108: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

jangan sampai muncul di depan umum.50 Kesimpang-siuran masing-masing kelompok pendukung gerakan

dalam memilih Amirul Mukminin itu dapat dipahami, karena selama ini istilah Bani Abasiyah tidak pernah muncul ke permukaan sehingga masing-masing kelompok merasa bahwa gerakan itu milik mereka. Orang-orang Syi'ah merasa bahwa gerakan itu untuk mengembalikan kekuasaan keturunan Ali bin Abi Thalib, orang-orang Khurasan merasa bahwa gerakan itu milik mereka karena dari sanalah dimulai, tetapi orang-orang keturunan Bani Abasiyah juga merasa bahwa gerakan itu milik mereka karena merekalah yang menjadi otak gerakan itu sejak awal mulanya. Para sejarawan menilai bahwa justru di dalam ketidakjelasan dan ketersembunyian identitas itulah gerakan itu berhasil, karena dengan cara demikian gerakan itu dapat me- rangkul sebanyak mungkin kelompok masyarakat.51

Kurang lebih dua bulan lamanya gerakan itu mencari calon pimpinan tertinggi, Amirul Mukminin, dan tidak berhasil. Ak- hirnya Abu Muslim bersama pendukungnya merasa tidak sabar lagi, dan ia pun segera mengambil keputusan sendiri. Secara fait accompli ia menyatakan bahwa orang yang tepat untuk menjadi Amirul Mukminin ialah Abul Abbas Abdullah bin Muhammad, saudara imam Ibrahim bin Muhammad. Abul Abbas ternyata dengan senang hati menerima tawaran Abu Muslim, tetapi ia juga berjanji akan tetap mempertahankan Abu Salama sebagai wasir. Abu Salama pun akhimya menerima fait accompli itu dan inilah tradisi baru yang diperkenalkan oleh Bani Abasiyah dalam pemerintahan Islam, yaitu adanya seorang wasir selain khalifah. Maka pada tanggal 12 Rabiul Akhir 132 H/28 Nopember 749 M, Abul Abbas dibawa ke masjid Kufah dan secara resmi diumum- kan sebagai khalifah pertama dari dinasti baru itu. Abul Abbas sendiri berdiri di atas mimbar dan mengucapkan pidato pertama- nya, tetapi karena ketika itu sedang sakit demam, ia turun dari podium sebelum menyelesaikan pidatonya dan kemudian di- lanjutkan oleh pamannya bemama Daud bin Ali. Dalam pidato itulah untuk pertama kalinya nama Bani Abasiyah dikemukakan secara terbuka. Abul Abbas mengatakan

1 0 8

Page 109: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

bahwa Bani Abasiyah mempunyai hak untuk memegang tampuk pemerintahan Islam.52

Dengan dilantiknya Abul Abbas sebagai khalifah, tidaklah berarti gerakan sudah selesai karena kekuasaan gerakan itu baru mencakup wilayah Khurasan dan Iraq. Sedangkan di Damaskus masih berdiri pemerintahan Bani Umayah di bawah khalifah Marwan bin Muhammad (memerintah 744-750 M). Karena itu, langkah pertama yang diambil khalifah Abul Abbas adalah mengirim tentara ke Damaskus untuk menghadapi tentara khalifah Marwan bin Muhammad.

Legitimasi kedudukan Marwan bin Muhammad sebagai khalifah sebenarnya banyak diperbincangkan orang, karena ia bukanlah keturunan dari khalifah sebelumnya. Marwan adalah paman dari khalifah sebelumnya, Ibrahim bin al-Walid, tetapi bukan paman langsung karena ayah Marwan adalah saudara kakek Ibrahim bernama Abdul Malik. Marwan bin Muhammad mengumumkan dirinya sebagai khalifah pada tahun 127 H/744 M, setelah beberapa waktu menjadi gubernur di Armenia. Du- kungan utama baginya datang dari pasukan tentara yang terdiri atas orang-orang Jazira dan Armenia, di samping orang-orang suku Qays. Dengan kata lain, orang-orang Yamaniyah pada dasarnya tidak suka dengan kekhalifahan Marwan, sedangkan tentara gerakan Abasiyah sebagian terdiri atas orang-orang Yamaniyah karena persekutuan mereka dengan al-Kirmani di Khurasan sebagaimana diuraikan di muka.

Pertempuran antara pasukan Abasiyah dan pasukan Marwan bin Muhammad terjadi di tepi sungai Zab pada bulan Jumadil Akhir 132 H /Januari 750 M. Tentara Abasiyah dipimpin oleh Abdullah bin Ali, paman khalifah Abdul Abbas. Tentara Bani Umayah dipimpin oleh khalifah Marwan sendiri dan jumlahnya amat besar, tetapi sebagian terbesar telah melarikan diri se- belum berperang karena takut mendengar pasukan Abasiyah - yang tak pernah kalah. Jumlah terakhir dari tentara Marwan yang siap berperang adalah 12000 orang. Pada mulanya tentara Marwan menguasai keadaan karena

1 0 9

Page 110: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

mereka lebih mengenai lapangan, tetapi rupanya pertentangan antara suku Qays dan Khuza’ah dalam tentaranya membuat mereka saling enggan maju. Suku Qays sendiri tiba-tiba enggan bertempur, sehingga akhirnya Marwan bin Muhammad kalah total. Marwan sendiri dengan segelintir tentaranya yang masih tersisa mengundurkan diri menyeberang sungai Tigris menuju ke Harran, tetapi karena terus dikejar ia pun mundur ke Damaskus melalui Kinaisirin. Ternyata Damaskus sudah tidak dalam kuasanya lagi, ia pun lari menuju Mesir. Setelah menaklukkan Damaskus, Abdullah bin Ali mengirim saudaranya, Salih, dan Abu Aun untuk mengejar Marwan ke Mesir. Di Mesir Marwan pindah dari satu tempat ke tampat lain untuk menghindari jejak, sampai akhirnya ia sampai di Busiris di Upper Egypt. Ketika tentara Abasiyah berhasil mengejar Marwan di Busiris, Marwan bersembunyi di sebuah gereja. Para pengawal- nya berusaha melawan serangan tentara Abasiyah tetapi sia-sia, kekuatan tidak seimbang, Marwan pun mati terbunuh di situ pada awal Agustus 750 M.53 Dengan terbunuhnya Marwan bin Muhammad, maka berakhirlah kekuasaan Bani Umayah untuk selama- lamanya, dan tegaklah kekuasaan Bani Abasiyah di seluruh wilayah Islam. Perjuangan politik Bani Abasiyah kini telah mencapai tujuannya setelah kurang lebih 50 tahun berada di bawah tanah.

G. Gerakan Abasiyah Mengadakan Pembersihan Ke Dalam Masa pemerintahan khalifah pertama Bani Abasiyah, Abul Abbas

yang kemudian menyandang gelar As-Saffaah (132- 137H/749-754 M) sebagian besar dipakai untuk membersih- kan sisa-sisa Bani Umayah di seluruh negeri. Ke Madinah dan Mekkah dikirimnya pasukan di bawah pimpinan Daud bin Ali, ke Basrah di bawah pimpinan Sulaiman bin Ali, dan ke Hirah di bawah pimpinan khalifah Abul Abbas sendiri.54

Berbarengan dengan itu khalifah Abul Abbas As-Saffaah juga mulai mengadakan konsolidasi ke dalam. Ia ingat betul bahwa orang yang pertama menghalangi pengangkatannya sebagai khalifah adalah

1 1 0

Page 111: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

wazimya sendiri, Abu Salama, yang mencari altematif dengan mengadakan kontak-kontak dengan tokoh-tokoh Ahlul Bait di Hijaz. Abu Muslim yang selalu membawakan aspirasi masyarakat Khurasan, juga merasa bahwa Abu Salama adalah saingan dan ganjalan utamanya. Ketika kedua sentimen politik itu ber- temu, menurut suatu sumber, khalifah Abul Abbas pada tahun 132 H/750 M memerintahkan agar Abu Salama di hukum mati. Sumber lain mengatakan bahwa yang melakukan pembunuhan atas Abu Salama adalah komplotan Abu Muslim sendiri. Kemudian seperti dapat diduga dari konstelasi yang ada, sebagai gantinya diangkat Abu Jahm bin Attiyya yang ketika Abu Muslim masih berada di Khurasan bertindak sebagai penghubung politiknya.55

Setelah Abul Abbas meninggal, jabatan khalifah digantikan oleh saudaranya, Abu Ja’far dengan gelar Al-Mansur (memerin- tah 754-775 M). Abdullah bin Ali, paman Abul Abbas, yang ketika Abul Abbas meninggal berada di luar kota, merasa dialah yang lebih tepat untuk menjadi khalifah. Baginya, peranan Al-Mansur dalam masa revolusi fisik melawan Bani Umayah amat kecil, hanya terbatas pada penaklukan kota Was it yang ketika itu masih dikuasai oleh gubernur Bani Umayah bernama Yazid bin Ibnu Hu- bairah. Abdullah bin Ali juga merasa bahwa dialah yang paling besar peranannya dalam masa revolusi fisik itu, dialah yang me- mimpin tentara revolusi ketika memerangi dan mengalahkan tentara khalifah Bani Umayah terakhir, Marwan bin Muhammad, di tepi sungai Zab. Ditambah pula pengakuannya bahwa pada suatu hari Abul Abbas telah berwasiat kepadanya bahwa ialah peng- gantinya sebagai khalifah setelah Abul Abbas. Semua ini mem- perkuat keyakinan Abdullah bin Ali bahwa dialah yang paling berhakmenjadi khalifah, dan bukan Abu Ja’far Al-Mansur. Karena itu ia pun segera memproklamirkan dirinya sebagai khalifah meng- gantikan Abul Abbas dan sejumlah tentaranya mengakui peng- angkatannya itu. Al-Mansur tentu saja tidak suka akan hal itu. Dengan cerdik ia berkolaborasi dengan Abu Muslim yang dengan tentara Khurasan diperintahkan menumpas pemberontakan

1 1 1

Page 112: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Abdullah bin Ali. Rupanya tentara Abdullah bin Ali terdiri atas dua kelompok besar, sebagian terdiri atas orang-orang Syiria dan sebagian lainnya orang-orang Khurasan. Mendengar tentara Abu Muslim sedang bergerak mau menghadapi mereka, banyak tentara Abdullah bin Ali yang berasal dari Khurasan berbalik dan memihak Abu Muslim. Abu Muslim pun berhasil dengan segera memadamkan pemberontakan Abdullah bin Ali. Tentara Abdullah bin Ali kucar-kacir, tetapi ia sendiri melarikan diri ke Basrah mencari perlindungan dan bersembunyi di rumah saudaranya, Sulaiman bin Ali, juga paman Al-Mansur yang ditun- juk menjadi gubernur Basrah. Untuk beberapa saat Abdullah bin Ali dibiarkan bersembunyi di sana, sepanjang tidak mempunyai tentara sendiri dan melakukan kegiatan yang mengganggu, tetapi pada tahun 147 H/764 M ketika baru kembali dari menunaikan ibadah haj i dari Mekkah ia pun ditahan dan meninggal dalam tahanan. Sebagian sumber mengatakan rumah tahanannya rubuh menim- panya sehingga ia meninggal, tetapi sumber lain menyebutkan bahwa sebenamya ia mati dibunuh atas perintah khalifah Al-Mansur, kemenakannya sendiri.56

Kerja sama antara Al-Mansur dan Abu Muslim berjalan amat baik pada awalnya, tetapi tidak lama kemudian hubungan antara kedua tokoh itu pun pecah. Pada suatu hari Al-Mansur mengi- rimkan Yaqtin bin Musa untuk mengawasi pelaksanaan pembagi- an harta rampasan perang yang diperoleh dari Abdullah bin Ali dan tentaranya. Pembagian itu tentu saja dilakukan oleh koman- dan operasi yakni Abu Muslim. Abu Muslim rupanya keberatan atas kehadiran pengawas itu, karena baginya ini soal kecil yang tidak perlu campur tangan khalifah. Lebih dari itu, ia berpen- dapat bahwa hal itu justeru di luar wewenang khalifah. Kejadian itu ternyata membuat khalifah amat marah, sehingga ia berke- yakinan kalau ia ingin menjadi khalifah yangbenar-benar mempunyai kekuasaan, maka ia harus menyingkirkan Abu Muslim. Rupanya kejadian itu hanya salah satu insiden saja dari serang- kaian tingkah laku Abu Muslim yang tidak disukai oleh khalifah Al-Mansur. Abu Muslim juga dituduh membujuk Isa bin Musa untuk memberontak

1 1 2

Page 113: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Al-Mansur. Ketika hendak berangkat haji ke Mekkah, Abu Muslim juga tidak berpamitan kepada khalifah Al-Mansur. Abu Muslim juga pernah memanggil khalifah Al- Mansur dengan namanya saja yaitu Abdullah, tanpa gelar Al- Mansur atau basa-basi Abu Ja’far. Bahkan yang rupanya paling menyakitkan hati, Abu Muslim pemah memanggil Al-Mansur di depan umum sebagai anak budak Berber dari Afrika. Selain hal itu belum tentu benar, juga untuk dikatakan di depan umum tentu lain lagi. Maka berbagai manuver pun dilancarkan oleh Al- Mansur. Pertama, Al-Mansur mengatakan melalui surat kepada Abu Muslim bahwa soal pembagian harta rampasan itu tidak menjadi masalah lagi, bahkan ia hendak menambah bonus dua kali lipat kepada tentara yang ikut menumpas pemberontakan Abdullah bin Ali. Kedua, Al-Mansur menawarkan kepada Abu Muslim jabatan gubernur untuk wilayah Syiria dan Mesir. Tetapi dasar sudah patah arang, Abu Muslim menolak semua tawaran itu. Baginya tindak-tanduk Al-Mansur dipandang kurang meng- hargai dirinya. Abu Muslim mengatakan dalam surat balasannya kepada Al-Mansur dialah yang pertama kali mengusulkan supaya saudaranya, Abul Abbas, diangkat sebagai khalifah. Ia pula yang mendukungnya, menantang arus yang ditempuh oleh Abu Salama. Kini Al-Mansur sebagi pengganti Abul Abbas, bagi Abu Muslim harusnya lebih respek kepadanya. Karena itu Abu Muslim memandang bahwajalan sudah buntu. Ia sudah bertekad untuk ber- sama tentaranya kembali ke Khurasan, bertindak sebagai gubernur atau mungkin juga memproklamirkan daulat tersendiri. Tetapi berkat berbagai tawaran manis dari Al-Mansur, termasuk alasan bahwa ada soal penting perlu dibicarakan sebelum Abu Muslim berangkat menuju Khurasan, akhirnya Abu Muslim berhasil dihadirkan ke istana Al-Mansur, tanpa pengawal karena sudah dijamin keamanannya. Pada saat itulah, setelah bercengkrama beberapa saat, Al-Mansur memerintahkan pe- ngawalnya untuk membunuh Abu Muslim dan mayatnya dibuang ke sungai Trigis. Hal itu terjadi hanya setahun setelah Al-Mansur menjabat khalifah, yaitu tahun 755 M.57 Setelah Abu Muslim tidak ada, perhatian Al-Mansur kini tertuju kepada

1 1 3

Page 114: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

orang dekat dan sekaligus penghubung politik Abu Muslim yaitu Abu Jahm bin Attiyya. Pada masa gerakan propaganda di Khurasan Abu Jahm adalah salah seorang dari Komite Wakil 12, Nuzara Nuqaba. Pada masa revolusi fisik ia menyertai Qahtaba menguasai Kufah, dan terakhir mengganti- kan Abu Salama. Al-Mansur tidak menyukainya karena suatu ketika i a pernah membuat surat kepada Abu Muslim yang isinya menjelek-jelekkan pemerintahan Al-Mansur. Menurut riwayat, Abu Jahm bin Attiyya mati diracun atas perintah Al-Mansur tidak berapa lama setelah kematian Abu Muslim.

Demikianlah, revolusi Abasiyah telah mengadakan pem- bersihan ke dalam tidak lama setelah gerakan itu mencapai tu- juannya. Bani Abasiyah juga melakukan langkah-langkah yang menjauhkan dirinya dari kaum Syi'ah yang dulu mendukungnya. Dengan demikian, Bani Abasiyah kini ingin tegak mendiri, lepas dari pengaruh orang Syi'ah dan orang Khurasan yang tadi- nya menjadi tulang punggungnya.

H. Penutup Dari uraian di atas nampak bahwa memahami sejarah gerakan

kebangkitan Daulat Abasiyah tidaklah dapat dilakukan dengan sederhana, dengan hanya menerapkan salah satu teori. Proses sosial itu telah berlangsung demikian kompleknya, sehingga pe- nerapan teori yang satu hanya berarti jika dilengkapi dengan teori lainnya. Teori faksionalisme kebangsaan yang memper- hadapkan antara bangsa Arab dan non-Arab (Iran) hanya dapat di- terapkan jika dikombinasi dengan teori faksionalisme sektarian (antara Sunni dan Syi'ah) serta teori faksionalisme kesukuan antara suku Arab Utara (Mudariyah) dan suku Arab Selatan (Yamaniyah). Tetapi ketiga teori itu pun baru mampu memberikan pengertian yang lengkap setelah teori keempat tentang ketidak- adilan ekonomi dan disparitas regional ditampilkan ke permuka- an. Demikianlah, bangkitnya Daulat Bani Abasiyah telah men- jadi salah satu topik perdebatan para peminat sejarah Islam klasik.

Daulat Bani Abasiyah berdiri tegak dan jaya sampai per- tengahan abad kesepuluh, dan bertahan hidup sampai pertengah- an abad ketigabelas ketika tentara Mongol di bawah pimpinan Hulaku

1 1 4

Page 115: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

menyerang ibukota Daulat Abasiyah, Bagdad, dan mem- bumihanguskan kota itu, termasuk perpustakaan yang terkenal itu. Daulat Bani Abasiyah telah memberikan sumbangan besar bagi kemajuan ilmu pegetahuan dan filsafat Yunani dan mengem- bangkannya dengan konsep-konsep Islam. Karena itu, masa pe-merintahan Bani Abasiyah seringkali disebut sebagai zaman ke- emasan Islam. Akan tetapi bukanlah maksud kita untuk membahas hal itu dalam tulisan ini. Hal itu harus dibahas dalam suatu tulisan tersendiri. •

Catatan : 'Richard N. Frye, “The Abbasid Conspirasy and Modern Revolutionary Theory”,

dalam Indo Iranica, SIII (1952-3), h.9-14. Artikel ini diterbitkan kembali dalam Richard N. Frye, Islamic Iran and Central Asia: 7th-12 Centuries. London: Variorum Reprints, 1979. Tentang anatomi revolusi Crane Brinton yang dipakai oleh Frye dalam analisanya, lihat Crane Brinton, “The Anatomi of Revolution: Tentative Uniformities”, dalam Amitai Etzioni dan Eva Etzioni (ed.), Social Change: Sources, Pattern and Consequences .New York and London: Basic Book Inc. Publishers, 1964, h,184ff.

2Bernard Lewis,The Arabs in History. London: Hutchinson University Library, terbitan keempat, 1966 terbitan pertama tahun 1950.

3Bernard Lewis, “Abbasid”, dalam Encyclopedia of Islam, E.J.Brill, Leiden, edisi baru.

4M.A.Shaban, The Abbasid Revolution, Cambridge at the University Press, 1970. 5Gerlof Van Vloten, De Opkomst Der Abbasiden in Chorasan. Leiden: EJ.Brill,

1890. Versi bahasa arab dari buku ini diberi judul oleh para penter- jemahnya, Hasan Ibrahim Hasan dan Muhammad Zaki Ibrahim, As-Siyadah al-Arabiyyah wa as-Syi'ah walIsrailiyyatfiAhdiBani Umayyah. Cairo: 1934.

6Julius Wellhausen, The Arab Kingdom and its Fall, terjemahan Margaret Graham Weir. London: Curson Press dan Rowman & Littlefield TotowaN.J., 1973. Judul asli dalam bahasajerman: Das arabische Reich undSein Sturz, diterbitkan pertama kali di Berlin, 1902. Bernard Lewis menduga bahwa pikiran Van Vloten dan Wellhausen yang rasialis dalam memahami kejatuhan Bani Umayah itu menduga adanya pengaruh dari pikiran-pikiran rasalisme Gobineau yang berkembang dan populerdi Eropa pada akhir abad ke-19. Lihat Bernard Lewis, “Abbasid”, dalam Encyclopedia of Islam, op. cit. Tentang pikiran-pikiran rasialisme Gobuneau, lihat misalnya Arthur de Gobineau, The Inequality of Human Races, terjemahan ke dalam bahasa Inggris oleh Adrian Collins. New York: Howard Fertig, 1967. Lihat juga Michael D. Biddiss (ed.), Gobineau: Selected Political Writings. London: Janathan Capethirty Bedford Square, 1970.

7Farouk Omar, The Abbasid Caliphate: 132/750-70/786. Baghdad: The National

1 1 5

Page 116: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Printing and Publishing Company Co., 1969. Versi bahasa Arab dari buku ini, dengan berbagai perubahan kecil, berjudul: Tabiat ad- Da’wa al-Abbasiyyah: Dirasat Tahliliyyah li wajihaat ath-Thaurah al-Abbasiyyah wa Tafsiraatihaa. Bairut: Darul Irshad, cetakan pertama, 1970.

sIbid., h. 61-62. 9Bernard Lewis, “Abbasid “, op. cit. l0Farouk Omar, op.cit., h. 66. "Ibid., h.64. l2Muhammad bin Ja’far bin Jarif at-Tabari, Tarikhul Umam wal Muluk.Cairo:

Matba’ah Istiqamah, 1939,vol.5, h.316-317. Seperti diketahui, naskah Tarikh Tabari ini sebelumnyaditerbitkan oleh penerbit E.J.Brill, Leiden, 1879.

"Wellhausen, op.cit.. h.504. uShaban, op.cit., h. 16; Tabari, op.cit. l5Shaban, op.cit., h.24-25. "Ibid., h.27. nIbid., h.29-30. '*Ibid., h.31-32. l9Ibid., h.35-38. 20Ibid., h.53-54. 2lMarshall G.S. Hodgson, The Venture of Islam, Vol. 1. Chicago and London: The

University of Chicago Press, h.270. "Wellhausen, op.cit., h.497. :3Hodgson, op.cit., h.247-251.

24 Ibid., h.252-256. 25Ibid., h.256. 2blbid„ h.268. 27Ibid., h.270;Shaban, op.cit.pp 86-87. 28Farouk Omar, op.cit., h.72-74. 29Ibid, h. 74. 30Ibid, h. 69-70. 31 Ibid., h.75.Tabari menyebutkan bahwa permintaan itu tidak dilakukan per lisan

melainkan melalui surat yang dituliskan oleh Abu Salamah atas permintaaan Sulaiman al-Khuza’i. Lihat Tabari, op. cit., Vol. 6, h. 22-23. 32Shaban, op.cit., h.135-155.

33Farouk Omar, op.cit., h.77. Baladuri mengutip hal ini dari al-Kufi yang mengutip dari Hisham al-Kalbi.

34Farouk Omar, op.cit., h. 83-84. 35Shaban, op.cit., h. 158; Wellhausen, op.cit. p. 532. 36Loc. cit.; Shaban, op.cit., h. 158. 37 Ibid. 38Phil ip K. Hitti, History of the Arabs. London: Macmillan & Co. Ltd., and St.

Martin’s Press, 1961, h.280. "Ibid., h.280-281. 4°Farouk Omar, op.cit., h.85.

1 1 6

Page 117: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

4lTabari, op.cit., Vol.5, h.584. 42Ibid, h. 585. 43Shaban, op.cit., h. 160. “Ibid., h.l61. 4iloc. cit. 46Ibid., h.161-162. 41 Ibid, h.l62-163. iSIbid, h.l64. 4QIbid., h.164-165; Farouk Omar, op.cit., h. 120. 50Shaban., op.cit., h.l64-165. "Ibid., h. 149. i2Ibid., h. 166; Wellhausen, op.cit.,h.544-545. 53Ibid., h. 547-550; Shaban, op.cit., h. 167. 54Wellhausen, op.cit., h.554. 55Shaban, op.cit., h.167. 56Shaban, op.cit., h.167-168; Farouk Omar,op.cit., h. 183-190. 57Shaban, op.cit., h.168; Farouk Omar, op.cit., h.163-177.

Bab V Mesjid dan Bakul Keramat: Konflik dan Integrasi dalam Masyarakat Bugis Amparita

A. Pendahuluan

1. Latar Belakang Masalah MASYARAKAT Indonesia adalah masyarakat majemuk, baik dalam skop nasional maupun daerah. Kemajemukan itu sifat- nya multi dimensional, ada yang ditimbulkan oleh perbedaan suku, tingkat sosial, pengelompokan organisasi politik, agama, dan sebagainya.

Pemikiran-pemikiran untuk memahami sistem sosial dari masyarakat yang majemuk itu pada gilirannya amatlah penting artinya bagi usaha-usaha pembinaan integrasi nasional. Dan integrasi nasional amat penting dalam rangka pembinaan ke- satuan dan persatuan bangsa.

1 1 7

Page 118: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Di sinilah letak signifikansi dan relevansi dari studi-studi tentang konflik dan integrasi sosial, karena ia berusaha untuk mengetahui faktor-faktor yang secara laten dapat menyebabkan konflik sosial dan menelusuri faktor- faktor yang dapat menyebabkan kelompok-kelompok itu ter- integrasi.

Penelitian ini merupakan salah satu usaha untuk memahami jalur-jalur konflik dan integrasi sosial antara kelompok- kelompok sosial di suatu desa di Indonesia yang pada mulanya ditimbulkan oleh perbedaan agama. Ia merupakan studi kasus dengan lokasi: Amparita, sebuah desa di Sulawesi Selatan.

2. Pokok dan Batasan Masalah Di desa Amparita terdapat tiga kelompok sosial yang satu sama lain

berbeda dalam konsep dan sistem keagamaan, yaitu: kelompok Islam, Towani Tolotang, dan TolotangBenteng.1 Kelompok Islam mempercayai adanya Tuhan YME dan sangat tidak senang melihat orang yang menyembah batu-batuan, ku- buran, dan sebagainya. Kelompok Towani Tolotang mempunyai konsep ketuhanan yang disebut Dewata Seuwae, yang pelaksanaan ritusnya adalah menyembah kuburan nenek moyang dan batu-batuan. Kelompok Tolotang Benteng mempunyai konsep kepercayaan dan ritus yang sama dengan Towani Tolotang, tetapi secara formal mengaku beragama Islam walaupun ritus-ritus keislaman tidak dijalankan. Di satu sisi, ketiga kelompok itu mempunyai pimpinan dan pandangan masing- masing yang tidak selalu serasi satu terhadap yang lain. Tetapi di sisi lain, mereka tinggal di satu desa, rumah mereka saling berdekatan, bahkan berdampingan. Mereka sama-sama petani, dan letak sawah garapan mereka pun berdekatan. Mereka juga berkesukuan sama, mempunyai adat berpakaian sama, dan menggunakan bahasa yang sama. Demikianlah, mereka hidup di dalam perbedaan-perbedaan, tetapi dalam waktu yang sama juga hidup dalam persamaan-persamaan.

Persoalannya, apakah fakta perbedaan pada ketiga kelompok itu telah menimbulkan konflik sosial di antara mereka pada satu pihak, dan

1 1 8

Page 119: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

apakah persamaan pada mereka telah menim- bulkan integrasi sosial pada pihak lain? Jika ya, pada segi apa saja konflik itu terjadi dan pada segi apa pula integrasi terjalin, serta faktor-faktor apa yang mendorongnya?

Bertolak dari pokok masalah tersebut, penelitian ini ber- tujuan untuk mengetahui dan mengungkapkan kenyataan konflik dan integrasi sosial —dalam berbagai seginya— yang terjadi selama ini di antara ketiga kelompok sosial tersebut dan faktor- faktor yang mendorongnya, yang pada tingkat berikutnya akan dapat menggambarkan pola-pola perwujudan konflik dan integrasi sosial, sebagaimana dicerminkan dalam kasus masyarakat Amparita.

Yang dimaksud dengan konflik dalam penelitian ini ialah, pertentangan antara dua kelompok sosial atau lebih, atau poten- sialitas yang mendorong ke arah pertentangan. Dengan penger- tian ini tercakup di dalamnya kasus konflik dan potensiali- tas konflik.2 Yang dimaksud dengan integrasi ialah, proses atau potensialitas yang mendorong ke arah proses di mana komponen-komponen dua kelompok sosial atau lebih menjadi terpadu sehingga memberikan kebersamaan dan kesatuan antara kelompok-kelompok yang ada. Dengan pengertian ini tercakup didalamnya kasus integrasi dan potensialitas integrasi?

Pelaksanaan penelitian lapangan bagi penelitian ini ber- langsung selama 20 minggu, dilakukan dalam jangka enam bulan, dengan tiga tahap sebagai berikut: Kesatu : Dari 15 Maret s/d 1 6 April 1977 (5 minggu) Kedua : Dari 18 Meis/d 23 Juni 1977 (6 minggu) Ketiga : Dari 27 Juli s/d 23 Sept 1977 (9 minggu)

Tehnik pengumpulan data dilakukan dengan metode ob- servasi partisipasi {participant observation), wawancara, dan penelusuran data sekunder. Observasi partisipasi dilakukan terhadap berbagai tingkah laku dan kegiatan sosial di dalam kelompok seperti ritus-ritus, pesta dan sebagainya, dan antarke- lompok seperti penyelenggaraan pertanian, kerja bakti dan sebagainya. Wawancara dilakukan terhadap para pemuka masyarakat dari ketiga kelompok sosial (Islam, Towani

1 1 9

Page 120: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Tolotang dan Tolotang Benteng), para pejabat, dan pejabat pemerintah se- tempat sejak dari tingkat kecamatan sampai kepada ketua RT, para pemimpin Jawatan atau Dinas tingkat kecamatan, para ke- pala sekolah dan gurunya, serta para warga dari ketiga kelompok yang menjadi sasaran penelitian. Wawancara-wawancara itu dilakukan secara tak berstandard (unstandardized interview) dan tak berstruktur (unstructured interview) tetapi ter- fokus (focused interview).5 Untuk penelitian ini telah dilakukan sebanyak 113 kali wawancara terhadap 83 responden, terdiri atas: 44 orang Islam dengan 443 kali wawancara, 24 orang Towani Tolotang dengan 442 kali wawancara, dan 15 orang Tolotang Benteng dengan 27 kali wawancara. Penelitian ini juga menggunakan bantuan seorang informan pangkal, ter- utama untuk pengumpulan bahan-bahan untuk deskripsi masing-masing kelompok. Penelusuran data sekunder dilakukan terhadap beberapa skripsi tingkat sarjana pada Universitas Hasanuddin, hasil-hasil penelitian, berbagai surat keputusan instansi pemerintah, dan tulisan-tulisan lain yang relevan.

Penelitian ini mencoba menerapkan metode grounded research, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menemukan teori melalui data yang diperoleh secara sistematis. Penelitian ini hanya mendasarkan diri pada data yang diperolehnya, dan atas dasar data itulah ia hendak membangun hipotesis atau teori.6

Langkah-langkah dan proses analisis data dalam penelitian ini berlangsung dalam lima instansi sebagai berikut:

1. Seleksi individu atau kelompok yang hendak diperban- dingkan dan sekaligus menjadi sumber data. Dalam hal ini adalah kelompok Islam, Towani Tolotang dan Tolotang Benteng, termasuk para tokoh dan anggota pada umumnya.

2. Data-data yang diperoleh (baik melalui wawancara, ob- servasi partisipasi maupun penelusuran data sekunder) di masukkan ke dalam kartu-kartu berukuran 10 x 20 cm. untuk kemudian diklasifikasikan dan dicari persa- maan dan perbedaannya sehingga melahirkan kategori- kategori.

1 2 0

Page 121: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Kategori adalah hasil dari data setelah dikelom- pokkan, tetapi ia bukanlah data itu sendiri.

3. Kategori-kategori itu kemudian dicari ciri-ciri pokok- nya untuk dapat diketahui sifat-sifatnya. Misalnya: a) bahwa kategori perkawinan antarkelompok sifatnya terlarang dan karenanya tidak pernah terjadi; atau b) bahwa kategori pendidikan agama sifatnya mengan- dung bahaya pertentangan antarkelompok sosial atau, sebaliknya, bersifat mendorong kepada kerja sama atau keduanya sekaligus.

4. Kategori-kategori tersebut kemudian dihubungkan satu sama lain sehingga lahirlah hipotesis-hipotesis. Misal-

1 2 1

Page 122: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

nya: bahwa kategori pendidikan agama dan perkawinan selalu eenderung mendorong kepada konflik sosial atau setidak-tidaknya memperjauh jarak antara kelompok- kelompok sosial yang ada; sebaliknya, pada pertanian dan kekayaan kebudayaan lama, umpamanya, eenderung mendorong kepada integrasi sosial. Hipotesis-hipotesis ini kemudian dihubungkan lagi satu sama lain sehingga melahirkan jalur-jalur kecende- rungan yang lebih umum yang akan menjadi inti dari teori yang akan muncul. Misalnya: dari sejumlah faktor pendorong konflik sosial, ternyata faktor politik domi- nan, demikian pula dari sejumlah faktor pendorong integrasi, ternyata faktor politik dominan pula. Jalur ke- cenderungan yang lebih umum inilah yang kita sebut dengan “inti teori”, sedangkan teori yang akan muncul itu sendiri umpamanya berbunyi: bahwa baik dalam proses konflik ataupun integrasi sosial, faktor politik selalu memegang peranan penting. Tetapi dalam ins- tansi ini bisa juga suatu hipotesis yang telah dibangun jatuh kembali karena datangnya data baru yang mem- batalkannya. Contoh: sesuai dengan data yang diperoleh, semula telah muncul hipotesis bahwa pada masa gang- guan keamanan oleh DI/TII, ketiga kelompok sosial di Amparita terdorong untuk integrasi karena adanya kepentingan bersama untuk menghalau para gerombol- an DI/TII yang hendak mengganggu desa mereka. Ternyata hipotesis ini keliru sehingga jatuh kembali karena datangnya data baru yang menyatakan bahwa pada masa itu (1951-1957) hampir seluruh anggota pasukan Kombet (Pembantu Sukarela) yang bertugas membantu TNI untuk menghancurkan DI/TII adalah orang-orang Towani Tolotang, sementara orang Islam

tidak mengambil bagian dalam pasukan Kombet tersebut bahkan beberapa di antara mereka ikut masuk hutan. Data ini justru mengantarkan kepada hipotesis sebaliknya, bahwa pada masa pemberontakan DI/TII justru telah memperuncing konflik sosial karena para anggota Kombet yang Towani Tolotang itu mengambil kesempatan untuk “menyerang” kelompok Islam yang sebagiannya kebetulan

Page 123: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

simpati bahkan terlibat dalam DI TII.7

Langkah-langkah tersebut pada hakikatnya tidaklah muncul satu demi satu pada saat yang berbeda, melainkan secara se- rempak. Dari kelima langkah itu, tiga langkah pertama terlihat lebih merupakan aspek deskriptif analitik. Perlu ditegaskan di sini bahwa sebagai konsekuensi dari penelitian dengan metode ini ialah, jenis data yang harus dicari tidaklah ditentukan di belakang meja ketika rencana penelitian disusun, melainkan ditentukan oleh jenis data yang diperoleh atau kategori yang muncul setelah berada di lapangan. Data yang harus dicari pada suatu tingkat sangatlah tergantung kepada data yang telah ada atau kategori yang telah muncul pada tingkat sebelumnya. Jenis data yang harus dicari pada hari esok ditentukan oleh jenis data atau kategori yang muncul pada hari ini. Demikian pula dalam proses pengumpulan dan analisis data, ia tidak dilakukan secara bertahap (dalam arti diselesaikan terlebih dahulu pengumpulan data seluruhnya baru kemudian analisis), tetapi keduanya ber- jalan secara serempak. Setiap data yang masuk langsung di- analisis (menurut urutan langkah di atas) untuk membangun suatu hipotesis, dan hipotesis itu dapat saja jatuh kembali oleh karena datangnya data baru yang membatalkannya. Demikianlah seterusnya.8

Kekuatan penelitian dengan cara kerja semacam ini, bahwa data bisa lebih lengkap dan lebih mendalam karena langsung dianalisis, sehingga sesuatu yang dianggap sebagai lowongan data akan dapat segera diketahui dan disempurnakan. Kelemah- an penelitian ini terletak pada sulitnya menentukan saat yang tepat kapan pengumpulan data harus berhenti, karena hipotesis jatuh bangun dengan datangnya data baru. Jadwal penelitian yang telah ditetapkan pada akhirnya memegang peranan penting dalam hal ini.9

B. Desa Amparita Amparita adalah desa sekaligus Ibukota Kecamatan Tellu

LimpoE Kabupaten Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan. Desa ini dikelilingi bukit-bukit kecil gundul yang memanjang dari arah utara

1 2 3

Page 124: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

ke selatan. Luas desa Amparita adalah 1953, 46 Ha, terdiri atas persawahan, seluas 86,12 Ha. Daerah persawahan terdiri atas 669 Ha berpengairan tehnis, 335,11 Ha dengan pengairan desa, dan 335,12 Ha sawah tadah hujan. Desa ini terletak 29 M di atas permukaan laut, seluruhnya merupakan datar- an, bukit-bukit kecil yang mengelilinginya terletak di desa- desa tetangganya. Pada musim kemarau, jalan-jalan tanah dan halaman rumah berdebu.

Pada tahun 1977 penduduk desa Amparita tercatat 8579 jiwa dengan 1571 kepala keluarga, terdiri atas 4060 pria dan 45419 wanita. Menurut umumya, 1348 jiwa berumur 0-5 tahun, 2008 jiwa berumur 6-15 tahun, 1472 jiwa berumur 16-25 tahun, dan 3753 jiwa berumur 26 tahun ke atas yang terdiri atas 1800 pria dan 1953 wanita. Dibanding jumlah penduduk pada tahun 1971 (79446 jiwa), selama enam tahun terakhir bertambah 633 jiwa (8%) atau rata-rata 1,35% per tahun. Angka kelahiran dari tahun 1971 s/d 1976 tercatat rata-rata 109 jiwa per tahun dan angka kematian pada tahun yang sama tercatat 11,8 per seribu per tahun.

Makanan pokok penduduk adalah beras, biasanya dimakan dengan sayur, ikan, dan sedikit sambal. Penduduk, baik pria mau- pun wanita, pada umumnya menghisap rokok. Hanya satu atau dua wanita yang makan daun sirih.

Dalam berpakaian, pria umumnya mengenakan kopiah, baju kemej a, kain sarung dan celana panj ang. Petani yang hendak per gi ke sawah mengenakan celana pendek, di samping baju dan kopiah atau topi, tanpa alas kaki. Wanita pergi ke sawah dengan menge-nakan kain kebaya dan baju. Para pegawai dan pedagang di kios-kios umumnya mengenakan celana panj ang dengan sepatu atau sandal.

Dalam berkomunikasi, penduduk menggunakan bahasa Bugis. Bahasa Indonesia hanya digunakan oleh pegawai pemerintah pada kesempatan-kesempatan resmi dan oleh guru ketika mengajar pada kelas-kelas tertentu. Orang kebanyakan tidak menguasai bahasa Indonesia.

Penduduk telah menggunakan alat-alat hasil teknologi modern seperti radio, mesin jahit, sepeda motor, dan sebagainya. Pada tahun

1 2 4

Page 125: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

1977, di depan rumah dinas camat telah dipasang sebuah televisi umum.

Di Amparita sangat sulit untuk mendapatkan air guna ke- butuhan sehari-hari. Di desa ini hanya terdapat 11 buah sumur pribadi dan tiga buah sumur umum. Sumur pribadi berkedalam- an 13 M dengan air sedikit asin, sedangkan kedalaman sumur umum hanya 2 M dan aimyajemih dan baik. Penduduk juga mandi dan mengambil air minum di sepanjang sungai Amparita yang melintang sepanjang garis sisi sebelah timur desa dengan kedalaman 25 Cm. pada musim kemarau dan 1,5 M pada musim hujan. Ketika air irigasi dialirkan, merekajuga mandi dan mengambil air minum di sepanjang saluran irigasi yang membujur sepanjang sisi barat desa.

Mata pencaharian pokok penduduk adalah bertani, sebagian petani merangkap pedagang, 22 petani merangkap nelayan, pegawai negeri sipil, dan anggota ABRI. Petani terdiri atas petani penggarap, petani pemilik, dan petani buruh yang memperoleh upah setelah panen. Mereka menggarap sawah dua kali setahun untuk sawah berpengairan tehnis dan sekali setahun untuk sawah tadah hujan dan pengairan desa. Sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah daerah Kabupaten Sidenreng Rap- pang, sejak tahun 1976 sedang dicoba agar sawah berpengairan tahnis dapat digarap lima kali dalam dua tahun. Rata-rata petani menggarap sawah 1-2 Ha, beberapa di antaranya menggarap 8-10 Ha. Untuk sawah berpengairan tehnis, umumnya telah digunakan pupuk pabrik melalui kredit Bimas. Jenis bibit padi yang ditanam, hampir seluruhnya varitas unggul tahan wereng (VUTW) seperti IR-20 dan c4-63 yang oleh penduduk biasa disebut “padi bala” yang berarti “padi cepat”. Hanya padi pulut yang ditanam selain varitas unggul nasional.

Sebagian petani mengolah sawah dengan menggunakan traktor. Di desa ini telah ada 5 buah traktor dengan kemampu- an mengolah sawah 200 Ha per musim tanam. Seluas 469 Ha sawah berpengairan tehnis selebihnya diolah dengan menggunakan tenaga kerbau atau sapi. Di desa ini terdapat 454 ekor kerbau dan 316 ekor sapi yang telah dapat dipakai untuk mengolah sawah.

Beberapa jenis industri kerajinan rakyat juga dikerjakan oleh

1 2 5

Page 126: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

penduduk sebagai pekerjaan sambilan, yaitu: anyaman bambu, pertukangan kayu, dan pembuatan sisir godokan.10 Di desa-desa sekitar Amparita juga berkembang beberapa jenis kerajinan rakyat lain seperti pembuatan tali, gula merah, sapu ijuk, pandai besi di Massepe dan batu tatahan di Allekuang.

Sebagai pusat kegiatan perdagangan, di Amparita terdapat sebuah pasar dengan 62 buah kios —sekaligus menjadi tempat tinggal— yang terletak berjajar membentuk segi empat, dan di tengahnya terdapat 38 buah gubuk kecil berukuran 3 M2 dan 9 M2. Luas pasar ± 2500 M2 dan terletak di jantung desa. Pasar ini ramai pada hari Kamis dan Minggu.

Untuk transportasi umum dan pribadi digunakan bendi, gerobak, dan sepeda motor. Satu atau dua di antara mereka juga telah memiliki mobil. Kendatipun demikian, kuda masih me- megang peranan penting sebagai alat transportasi, untuk membawa gabah, sebagai kuda tunggangan pribadi atau kuda beban tanpa pedati. Pada musim panen, kuda-kuda beban ini dengan bunyi lonceng yang khas pada lehernya, hilir mudik setiap hari menghubungkan sawah dan desa sejak pukul empat pagi sampai pukul sebelas malam. Sebagian sawah memang berjarak sampai 5 Km. dari desa.

Di Amparita tersedia sebuah PUSKESMAS dengan lima orang petugas dan seorang mantri, tanpa dokter. Pada tahun 1975, jumlah pengunjung tertinggi tercatat 140 orang. Sejak hadimya dokter sekali dalam seminggu pada 1976-1977, jumlah pengunjung melonjak menjadi rata 261 orang per bulan. Pada tahun 1975, tercatat 39 orang penderita kusta, baru dan lama, dewasa dan anak. Pada tahun 1977 sebagian mereka telah ter- tolong dan yang lain menghilang dari pengamatan petugas kesehatan tanpa berita.

Untuk pertolongan persalinan, terdapat seorang bidan dan 20 dukun bayi. Dari setiap 100 bayi yang lahir, rata-rata 15 orang daripadanya dilahirkan dengan pertolongan bidan, selebihnya atas pertolongan dukun.

Desa Amparita memiliki tujuh sekolah tingkat dasar dan dua sekolah tingkat lanjutan pertama. Sekolah tingkat dasar terdiri atas

1 2 6

Page 127: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

lima buah SD Negeri dengan jumlah murid 1020 orang dan dua buah Madrasah Ibtidaiyah dengan jumlah murid 265 orang. Sekolah lanjutan tingkat pertama terdiri atas sebuah SMP Negeri dengan 195 orang murid dan sebuah PGA 4 tahun dengan 35 orang murid. Menurut jenis sekolahnya, ter- catat 1215 murid belajar pada sekolah umum dan 300 murid pada sekolah agama, 110 di antaranya belajar pada kedua-dua- nya. Dengan demikian, dari 2008 anak usia sekolah berumur 6- 15 tahun di desa ini, 1515 anak di antaranya telah berada di bangku sekolah.

Desa Amparita dipimpin oleh seorang Kepala Desa yang dibantu oleh seorang Tata Usaha Desa, seorang imam desa, dan ketua persawahan. Badan Musyawarah Desa (BAMUDES), LSD, BINSA dan BINMAS adalah lembaga atau petugas yang secara non-instruksional berada di bawah Kepala Desa, sejajar dengan imam desa dan ketua persawahan. Di bawah Kepala Desa terdapat tiga Kepala Kampung, masing-masing didam- pingi oleh seorang imam kampung. Tiga buah kampung dalam desa Amparita adalah: Amparita I, meliputi kampung lama Ara- teng, Turungeng, dan Panrenge; Amparita II, meliputi kampung lama Labukku dan Amparita Wattang; dan Amparita III, meliputi kampung lama Baula, Wattaloa dan Tudang Pulu. Di bawah Kepala Kampung barulah terdapat ketua Rukun Kampung (RK) dan ketua Rukun Tetangga (RT). Desa Amparita memiliki 8 RK dan 20 RT.

Perkawinan ideal di desa ini adalah antarsepupu pertama. Keinginan demikian terutama tertanam kuat di kalangan orang tua. Masalah tingkatan darah dan hubungan keturunan dengan raja dahulu, adalah hal yang sangat dipentingkan untuk diperinci secara teliti dalam suatu proses peminangan. Dalam kehidupan sehari-hari pun hal demikian masih terlihat.

Dalam pembagian warisan, anak wanita mendapat bagian yang sama dengan anak laki, kecuali bila mereka membaginya menurut aturan agama Islam. Dari segi agama, penduduk Amparita terdiri atas tiga macam, yaitu: Penganut Islam berjumlah 4243 orang, Towani Tolotang 4333 orang, dan Kristen (Pro- testan) 3 orang.

Tellu LimpoE, Kabupaten Sidenreng Rappang

1 2 7

Page 128: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Desa Amparita adalah salah satu dari tiga desa dalam ke- camatan Tellu LimpoE yang berpenduduk 16.057 jiwa. Dua desa yang lain adalah Teteaji dengan penduduk 4780 jiwa dan Massepe dengan penduduk 2698 jiwa. Dari tiga desa tersebut, Amparita adalah desa berpenduduk terbesar. Dari segi potensi kekayaan alam, mata pencaharian penduduk, makanan pokok, bahasa, cara berpakaian dan kebiasaan sehari-hari yang lain, tidak ada perbedaan antara ketiga desa tersebut. Satu-satunya yang secara pokok membedakan Amparita dari dua desa yang lain adalah, di desa ini terdapat suatu aliran kepercayaan bernama Tolotang, dan di desa ini pula kepercayaan itu berpusat. Pimpinan tertinggi dan sarana-sarana penyembahan aliran kepercayaan ini juga terdapat di desa ini. Jumlah mereka di desa ini melebihi penganut Islam sebagai agama berpenganut terbesar di Kabupaten Sidenreng Rappang

Tabel 1. Jumlah penganut agama-agama dan kepercayaan dalam

perbandingan antara di desa Amparia dan Kabupaten Sidenreng Rappang."

Sedangkan kecamatan Tellu LimpoE sendiri adalah salah satu dari tujuh kecamatan dalam Kabupaten Sidenreng Rap- pang. Kabupaten Sidenreng Rappang adalah salah satu dari 23 kabupaten Propinsi Sulawesi Selatan. Bersama Kabupaten Pin- rang, penghasil padi terbesar di Sulawesi Selatan.

No. Agama/Kepercayaam Jumlah Penganut

Amparita Kab.Sidrap

1. Islam 4243 171.530 2. Protestan 3 169 3. Katholik - 43 4. Hindu/Budha - 3 5. Towani Tolotang 4333 12.671

Jumlah 8579 184.415

1 2 8

Page 129: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

C. Kelompok-kelompok Masyarakat yang Berbeda Di desa Amparita terdapat tiga kelompok sosial yang berbeda,

yaitu: Islam, Towani Tolotang, dan Tolotang Benteng. Kelompok Islam ialah orang-orang yang memeluk agama Islam. Kelompok Towani Tolotang ialah orang-orang yang menganut kepercayaan Towani Tolotang. Kelompok Tolotang Benteng ialah orang-orang yang menjalankan ritus Tolotang tetapi secara formal mengaku beragama Islam.

Kelompok Islam Secara formal, penduduk Amparita yang beragama Islam

berjumlah 4243 orang, termasuk penganut Tolotang Benteng. Secara realitas, mereka yang dapat digolongan sebagai kelompok Islam —dalam pengertian di atas— berkisar antara 3500- 3800 orang. Mereka umumnya tinggal di lingkungan kampung Amparita I, walaupun banyak juga yang tinggal dalam lingkungan kampung Amparita II dan III. Menurut sejarah, nenek moyang mereka memeluk Islam setelah Raja Sidenreng X, La Patiroi memeluk Islam pada abad ke-19 yang kemudian memerintahkan kepada rakyatnya untuk memeluk Islam pula. Mereka adalah penduduk asli di desa ini. Banyak dari mereka masih bergelar “Puang” sebagai pertanda pertalian hubungan darah mereka dengan raja-raja zaman dahulu. Hanya satu dua orang saja yang merupakan pendatang.

Mereka mempunyai suatu sistem kepercayaan yang terdiri atas enam matarantai. Pertama, mereka mempercayai akan Ada dan Esanya Tuhan yang disebut Allah. Kedua, mereka percaya bahwa Tuhan mempunyai pembantu-pembantu yang terdiri dari mahluk halus yang disebut malaikat. Ketiga, mereka percaya akan adanya rasul-rasul, yaitu manusiapilihan Tuhan yang mendapat wahyu dan bertugas mengajarkannya kepada umat manusia. Keempat, mereka percaya akan adanya kitab-kitab suci yang diturunkan kepada beberapa nabi, yaitu: Zabur kepada Nabi Daud, Taurat kepada Nabi Musa, Injil kepada Nabi Isa, dan Al-Quran kepada Nabi Muhammad. Kelima, mereka percaya akan adanya hari kiamat, yaitu

1 2 9

Page 130: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

hari penghabisan dari sejarah ke- hidupan manusia di dunia. Keenam, mereka percaya akan qada dan qadar, kepercayaan bahwa apa yang dialami manusia selama hidup di dunia, baik atau buruk, pada hakikatnya merupakan ketentuan dari Allah, walaupun mereka tetap berkewajiban untuk berusaha sebelum sesuatu kenyataan terjadi.

Mereka juga memiliki beberapa kewajiban sebagai akibat ke-Islaman mereka. Pertama, mereka harus pernah mengucapkan suatu kalimat persaksian, yang disebut Syahadat dan diucap- kan dalam bahasa Arab: Asyhadu alia ilaaha illallaah wa asyhadu anna muhammadar rasuulullaah. (bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwasannya Muhammad adalah utusan Allah). Kedua, mereka dituntut untuk menjalankan shalat lima kali dalam sehari semalam sebagai pengabdian langsung kepada Tuhan, yaitu: shalat zuhur, ashar, maghrib, isya, dan shubuh. Ketiga, mereka berkewajiban menunaikan zakat, apabila telah memiliki harta cukup senisab (seharga 93,6 gram emas untuk jenis harta pemiagaan). Keempat, setahun sekali, pada bulan Ramadhan, mereka berkewajiban berpuasa. Kelima, mereka juga dituntut untuk sekurang-kurangnya sekali seumur hidup mengunjungi Mekkah sebagai tanah suci mereka untuk melakukan ritus haji jika mampu.

Di samping itu, mereka juga memiliki norma-norma akhlak, muamalat, dan kekeluargaan. Norma akhlak mengatur tata hubungan seseorang dengan yang lain dalam prinsip saling meng- hargai. Norma muamalat mengatur prinsip-prinsip hubungan ekonomi seperti jual beli dan sewa-menyewa. Norma kekeluargaan mengatur sistem pertalian kekeluargaan dalam hubungan- nya dengan perkawinan, perceraian, dan pembagian harta pusaka.

Menurut mereka, semua keterangan tentang sistem ke- percayaan, kewajiban-kewajiban dan aturan-aturan lainnya di atas secara lengkap telah terdapat di dalam Al-Qur’an dan hadis.

Sebagai sarana kegiatan ritus sehari-hari, mereka memiliki lima buah masjid, tersebar di kampung lama Arateng, Panrenge, Labukku, dan Tundangpulu. Tiga di antara masjid itu berbangun- an permanen dan dua lainnya darurat, kesemuanya telah menggunakan

1 3 0

Page 131: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

alat pengeras suara. Pada jam lima pagi, sebagian mereka melakukan shalat berjamaah pada kelima masjid tersebut, sebagian lain melakukannya secara sendiri-sendiri di rumah masing-masing, dan ada pula yang tidak mengerjakannya sama sekali. Untuk shalat zuhur dan ashar pada siang dan petang hari, biasanya tidak ada yang berjamaah di masjid. Pada shalat magh- rib, jamaah barulah mulai terlihat. Di ketiga masjid permanen, jamaah maghrib berkisar antara 40-60 orang, dan pada kedua masjid darurat 3-7 orang. Pada shalat isya, jumlah jamaah ber- kurang setengah atau sepertiganya dibanding dengan jamaah maghrib. Pada shalat shubuh, jumlah jamaah lebih sedikit lagi. Pada shalat Jumat, jumlah jamaah lebih banyak. Di masjid raya desa Amparita, jumlah jamaah itu sekitar 200-225 orang, di kedua masjid permanen lainnya antara 90-100 orang, sedangkan di kedua masjid darurat berkisar antara 35-40 orang. Upacara- upacara peringatan hari-hari besar Islam seperti Maulid Nabi juga diselenggarakan di ketiga masjid permanen, yang biasanya disertai dengan acara makan-makan.

Pesta makan-makan yang lain, selain peringatan hari besar Islam, biasanya diselenggarakan di rumah masing-masing warga yang meniatkannya, biasanya pada saat kelahiran seorang bayi, menyongsong kelahiran bayi untuk hamil pertama, ketika ke- matian seorang anggota keluarga, dan saat-saat lain yang di- pandang sebagai upacara tasyakuran seperti setelah selesai mem- bangun rumah, setelah membeli mobil, setelah seorang anak untuk pertama kali tamat membaca Al-Quran, dan sebagainya. Kecuali upacara tamat membaca Al-Quran dan kematian, semua upacara pesta makan disertai pembacaan barzanji12

Pada siang hari bulan puasa mereka berpuasa. Di kalangan anak-anak juga terdapat kecenderungan untuk berlomba berpuasa, karena jika seorang anak diketahui tidak berpuasa maka yang lain akan memberinya julukan sebagai “Tolotang”. Sebagian mereka yang berpuasa, berbuka di masjid. Makanan dan minuman disiapkan secara bergilir oleh empat atau lima keluarga setiap harinya. Pada bulan puasa, jumlah jamaah shalat maghrib, isya, dan shubuh lebih banyak daripada hari-hari biasa. Demikian pula jamaah shalat

1 3 1

Page 132: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

tarawih yang dikerjakan secara bersama setiap selesai shalat isya. Bilangan rekaat untuk jenis shalat Tarwih bervariasi untuk masing-masing masjid. Di masjid Labuk- ku dan TudangPulu dilaksanakan 8 rekaat, di masjid Arateng dan Panrenge 20 rekaat, sedangkan di masjid raya Amparita dilaksanakan 8 dan 20 rekaat.

Dari segi pendidikan, sebagian mereka masih buta huruf terhadap aksara Latin, tetapi tidak buta huruf terhadap aksara Bugis dan Arab. Banyak juga di antara mereka yang telah ber- pendidikan. Dari 119 orang Amparita yang menjadi pegawai negeri sipil dan ABRI, 109 orang di antaranya beragama Islam. Anak-anak mereka yang sedang belajar di sekolah sebanyak 649 orang, 287 orang di antaranya di sekolah-sekolah agama, terdiri atas: 155 orang di Madrasah Wajib Belajar Darul Dakwah Wal Irsyad (MWB-DDI), 110 orang di Madrasah Diniyah Sore, dan 22 orang di PGA 4 tahun, selebihnya belajar di SD dan SMP. Di Amparita terdapat 19 orang guru agama pemerintah, bertugas di sekolah umum dan agama.

Untuk melakukan perkawinan, mereka mendaftarkan diri pada pegawai pencatat nikah di kantor Urusan Agama Depar- temen Agama sesuai dengan UU Perkawinan No.I/1974. Pesta perkawinan dilakukan setelah pencatatan dan aqad nikah se- lesai dilakukan oleh pejabat agama.

Apabila di antara mereka ada yang meninggal, mayat diupacarakan dengan empat tahap: dimandikan, dibungkus kain putih (kafan), disembahyangkan, dan dikuburkan. Di dalam kubur, mayat dibaringkan dengan kepala di sebelah utara dan dimiring- an menghadap kiblat. Kenduri kematian dengan membaca tahlilan dan Al-Quran dilakukan pada malam kesatu, kedua, ketiga, ketujuh, keempat belas, keempat puluh, keseratus, dan pada waktu genap satu tahun dari hari kematian.

Dari segi politik, pada Pemilihan Umum 1977 terdapat dua kecenderungan: sebagian besar mereka mendukung Golkar dan sebagian lain mendukung PPP.

Tabel 2

1 3 2

Page 133: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Hasil perhitungan suara pada Pemilihan Umum 1977 di desa Amparita menurut pengelompokan kampung13

Pada tabel di atas terlihat bahwa pada TPS-TPS di kampung Amparita I di mana sebagian besar penduduknya beragama Islam, di samping suara untuk Golkar, jumlah suara untuk PPP cukup besar dibandingkan pada TPS-TPS di dua kampung lainnya. Pada Pemilihan Umum 1971, kedua kecenderungan di atas juga terlihat dengan jelas. Dari 4504 suara yang masuk tercatat 939 suara untuk PSII, 11 suara untuk Parmusi, 1 suara untuk NU dan 3553 selebihnya untuk Golkar. Pada Pemilihan Umum 1955, mereka mutlak pendukung PSII.

Kelompok Towani Tolotang Istilah “Towani Tolotang” terdiri atas kata “Towani” dan

“Tolotang”. Towani berasal dari kata Tau yang berarti orang, dan Wani adalah nama sebuah desa. Sehingga, Towani berarti orang dari desa Wani. Tolotang berasal dari kata Tau yang berarti orang, dan Lautang yang berarti selatan. Sehingga Tolotang berarti orang selatan. Jadi, Towani Tolotang berarti “orang-orang yang berasal dari desa Wani yang tinggal di sebelah selatan”, maksudnya sebelah selatan Amparita. Istilah ini semula dipakai oleh raja Sidenreng sebagai panggilan terhadap orang-orang tersebut, tetapi kemudian menjadi nama aliran kepercayaan mereka.

Nenek moyang masyarakat Towani Tolotang di desa Amparita berasal dari Wani, sebuah desa di wilayah Kabupaten Wajo, ± 60

No. Kampung TPS Jumlah Suara PPP Golkar PDI

1. Amparita I 1 -8 417 687 59 2. Amparita II 9- 18 77 1752 123 3. Amparita III 19-30 39 1196 43

Jumlah 1-30 533 3635 225

1 3 3

Page 134: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Km. dari Amparita. Pada awal abad ke-17, raja Wajo Petta Matoas secara resmi masuk Islam setelah berdialog dengan Datuk Ribandang. Raja kemudian memerintahkan agar seluruh rakyatnya juga memeluk Islam. Rakyat pun mentaati perintah raja, kecuali sekelompok kecil masyarakat yang ber- tempat tinggal di desa Wani. Atas penolakan itu raj a mengumum- kan, mereka yang menolak perintah raja harus meninggalkan kampung halamannya dan mencari tempat tinggal lain di luar wilayah kerajaan Wajo. Pada tahun 1666, penduduk Wani pun berangkat meninggalkan desa mereka di bawah pimpinan I. Goliga dan I. Pabbere. I. Goliga dengan rombongannya menuju daerah Bacukiki —sekarang termasuk wilayah Kabupaten Pare- Pare— dan meninggal dunia di sana. I. Pabbere beserta rom-bongannya berjalan ke arah barat tanpa tujuan yang pasti. Setelah keluar dari wilayah kerajaan Wajo, melewati sungai Taccipi dan menyusuri pinggiran utara danau Sidenreng, berhentilah mereka di suatu lembah persawahan untuk beristirahat, ± 2 Km sebelah utara Amparita. Mereka berdiri melepaskan lelah di tempat itu, sehingga lembah itu pun sekarang diberi nama “Tettong” yang berarti “berdiri”.

Atas kedatangan pengungsi ini, rakyat Sidenreng yang melihat mereka melaporkannya kepada raja Sidenreng La Patiroi gelar Addatuang VII dan kedudukan di Massepe, ± 2 Km. sebelah selatan Amparita. Atas laporan itu baginda memerintahkan pembantunya untuk menemui pimpinan rom- bongan pengungsi. Setelah baginda mendapatkan laporan kembali mengenai maksud kedatangan pengungsi tersebut, baginda pun mengizinkan mereka tinggal dalam wilayah kerajaan Sidenreng dengan beberapa persyaratan yang dituangkan dalam surat perjanjian “Ade Mappuma Onrong Sidenreng”. Pokok- pokok isi perjanjian itu adalah sebagai berikut:

a. Ade mappure onroE. b. Warialitutui. c. Janci ripiasseri. d. Rapang ripannengnungeng. e. Agamae ritanree maberre.

1 3 4

Page 135: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Artinya: a. Adat Sidenreng tetap utuh dan harus dipatuhi. b. Keputusan harus dipelihara baik. c. Janji harus ditepati. d. Suatu keputusan yang telah berlaku harus dilanjutkan. e. Agama Islam harus diagungkan dan dijalankan.14 Khusus mengenai persyaratan kelima, untuk sementara

pelaksanaan syariat Islam seperti shalat, puasa, dan sebagainya ditunda kecuali dalam dua hal, yaitu: perkawinan dan kematian.

Pihak rombongan pengungsi menerima persyaratan itu. Mereka tinggal di suatu tempat, 3 Km. sebelah selatan Amparita. Di tempat itu sangat susah diperoleh air, sehingga tempat itu kemudian mereka beri nama “Loka Pappang” yang berarti “susah dan lapar”. Setelah pengolahan tanah dapat mereka mulai dan ternyata berhasil baik, nama Loka Pappang diubah menjadi “Perrinyameng” —dari kata “perri” yang berarti “susah” dan “nyameng” yang berarti “senang”— maksudnya setelah susah datanglah senang. Di tempat inilah I. Pabbere meninggal dunia dan dikuburkan, dan kuburan ini pulalah yang kemudian menjadi pusat persembahan tahunan orang Towani Tolotang.

Setelah beberapa tahun mereka tinggal di Perrinyameng, oleh Addatuang Sidenreng persoalan mereka kemudian di- serahkan kepada Arung Amparita. Oleh Arung Amparita lalu mereka disuruh meninggalkan Perrinyameng untuk kemudian tinggal di daerah perkampungan Amparita bersama penduduk asli hingga sekarang.15

Jumlah penganut Towani Tolotang di Amparita sekarang 4333 orang. Mereka dan para penganut Towani Tolotang lain yang tinggal di luar Amparita16 —yang jumlahnya lebih besar— dipimpin oleh seorang pimpinan tertinggi yang disebut “Uwatta” dan “Uwa” yang memimpin kelompok-kelompok kecil di bawahnya. Di Amparita terdapat seorang Uwatta dan tujuh Uwa, memimpin seluruh penganut Towani Tolotang, baik yang tinggal di dalam maupun di luar Amparita. Pengangkatan seorang Uwatta dapat ditunjuk oleh Uwatta lama sebelum ia meninggal dunia, atau dipilih oleh dan dari Uwa-uwa yang ada sebelum mayat Uwatta lama dikuburkan. Jabatan

1 3 5

Page 136: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Uwatta dan Uwa dapat dipegang oleh laki-laki atau perempuan, dan orang yang menem- pati kedudukan itu lazim disebut sebagai “pemegang bunga”. Ada tidakny a jabatan Uwa pada diri seseorang dan keluarganya sekaligus memperlihatkan status orang itu dalam stratifikasi sosial mereka. Uwatta dan para Uwa beserta keluarganya di- pandang sebagai keturunan langsung dari pendiri pertama Towani Tolotang, sehingga segala perintahnya harus selalu di- taati karena dinilai sama dengan pendiri kepercayaan itu sendiri. Menurut mereka, pendiri pertama kepercayaan Towani Tolotang adalah La Panaungi yang kuburannya kini terdapat di daerah kabupaten Waj o.

Dewasa ini pimpinan tertinggi Towani Tolotang dipegang oleh Uwatta Tasi —anak Uwa Batoa, atau La Samang, yang meninggal pada 1973—,tetapi karena usianya yang masih terlalu muda, baru 20 tahun, maka pimpinan tertinggi sehari-hari dipegang oleh Uwatta Laja. Dalam kehidupan sehari-hari, Uwatta Laja adalah petani biasa, setiap hari ia pergi ke sawah, tetapi segala perkataannya dipatuhi setiap penganut Towani Tolotang.

Penganut Towani Tolotang mempercayai adanya Tuhan Yang Maha Esa yang disebut Dewata SeuwaE. Mereka juga percaya akan terjadinya hari kiamat yang akan mengantarkan manusia kepada kehidupan periode berikutnya di hari kemudian yang disebut Lino Peimeng. Di alam kemudian itulah terdapat Lipu Bonga sebagai tempat orang yang mentaati perintah Dewata SeuwaE dan para Uwa. Mereka tidak mempunyai konsep tentang neraka. Apa pun nasib yang akan menimpa mereka di hari kemudian, sepenuhnya mereka gantungkan kepada Uwatta. Ajaran-ajaran itu, menurut mereka, diberitahukan kepada manusia melalui wahyu yang disampaikan kepada La Panaungi, pendiri T owani T olotang.

Bagi mereka, kehidupan manusia di dunia sekarang ini adalah periode yang kedua. Manusia periode pertama telah musnah pada masa Sawerigading dan pengikutnya. Mereka percaya bahwa Saweigading adalah cucu kedua dari PatotoE selaku pe- milik alam raya ini. Menurut kepercayaan mereka, pada suatu hari PatotoE bangun dari tidur dan diketahui bahwa ketiga pe- suruhnya masing-masing bernama Rukkelieng, Rumma Mak- kapong, dan Sangian

1 3 6

Page 137: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Jung tidak ada di tempat. Tidak ada yang mengetahui ke mana mereka pergi. Ketika mereka kembali ke istana ada PatotoE. Usui itu dalam lontara disebut dengan Mula Ulona Batara Guru, yaitu Masselingi Aju Sengkena SiansentaE Mai Rikawa, yang berarti suatu rencana penempatan manusia di dunia yang kosong.

Setelah PatotoE membicarakan usul para pesuruh itu dengan istrinya bernama Datu Palinge dan seluruh pimpinan kayangan, PatotoE memutuskan untuk menurunkan anaknya bernama Batara Guru ke bumi. Batara Guru inilah yang disebut Tomanurung yang berarti “orang yang turun”. Setelah Batara Guru tinggal di bumi, ia banyak mengalami kesulitan karena sen- dirian, maka kepada PatotoE dimintalah agar secara berangsur- angsur diturunkan lagi manusia untuk meramaikan dunia, dan permintaan itu pun dikabulkan. Batara Guru kawin dengan I. Nyili Timo, putri dari Guru Riseleng, melahirkan seorang anak bernama Batara Lettu. Batara Lettu kawin dengan Datu Senggen, putri dari Laurunpessi yang kemudian melahirkan dua orang anak kembar, seorang putri bernama Itenriabeng dan seorang putera bernama Sawerigading yang kemudian kawin dengan I. Codai atau Datunna Cina, seorang putri dari negeri Cina. Sa- werigading inilah yang dianggap sebagai manusia luar biasa, banyak memberikan ajaran dan merupakan lambang kepah- lawanan. Setelah Sawerigading dan pengikutnya musnah karena banyak menimbulkan kekacauan, manusia generasi berikutnya yang dipilih Dewata SeuwaE untuk diberi wahyu dan disuruh mengajarkannya kepada manusia adalah La Panaungi.

Penganut Towani Tolotang mengakui adanya Molalaleng yang berarti kewajiban yang harus dijalankan sebagai peng- abdian kepada Dewata SeuwaE. Kewajiban-kewajiban itu ialah: mappenre inanre, tudang sipulung, dan sipulung. Besar kecil- nya partisipasi mereka secara fisik dan materiil terhadap ke- wajiban-kewajiban itu mempengaruhi besar kecilnya bagian mereka di hari kemudian nanti.

Mappenre inanre menurut arti katanya “menaikkan nasi”, maksudnya ritus dengan cara menyerahkan daun sirih dan nasi lengkap dengan lauk-pauknya ke rumah Uwatta atau Uwa. Daun

1 3 7

Page 138: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

sirih dan sajian adalah pasangan yang tak bisa dipisahkan dalam suatu persembahan. Sirih adalah alat untuk memberi- tahukan kepada Dewata SeuwaE bahwa seseorang akan mem- persembahkan sajian. Sajian tanpa daun sirih tidak akan sampai, sebaliknya daun sirih tanpa sajian tidak akan diterima oleh Dewata SeuwaE. Bila suatu sajian telah diterima oleh Uwa dan dibacakan bacaan tertentu, ia pun ditinggalkan untuk dimakan oleh Uwa dan keluarganya. Daun sirih dan sebagian kecil sajian dikembalikan kepada orang yang menyerahkan sebagai pertanda bahwa sajiannya telah diterima Dewata SeuwaE. Sajian mappenre inanre diserahkan dalam bakul khusus yang dianggap ke- ramat, bentuk alasnya bundar, bertutup, bergaris tengah 30 cm. dan tinggi 15 cm. Ada pula yang bergaris tengah 40 cm. dan tinggi 25 cm.17 Tidak ada ketentuan berapa bakul harus diserahkan untuk suatu sajian, semakin banyak berati akan semakin banyak pula bekalnya di hari kemudian nanti. Sajian tersedikit biasanya satu bakul untuk seorang Uwa, acapkali juga orang menyerah- kannya 84 bakul untuk tujuh orang Uwa.

Ada empat macam mappenre inanre, yaitu: mappenre inanre pada waktu kelahiran, perkawinan, kematian, dan untuk hari kemudian. Bila seorang bayi lahir, orang tuanya berkewajiban menyerahkan mappenre inanre kepada Dewata SeuwaE bahwa seorang anggota baru Towani Tolotang telah lahir. Menjelang suatu upacara peresmian perkawinan, keluarga masing-masing pihak pengantin menyerahkan mappenre inanre sebagai laporan dan permintaan restu kepada Dewata SeuwaE. Ketika se- seorang meninggal dunia, mappenre inanre juga harus diserah- kan terlebih dahulu sebelum upacara penyelenggaraan mayat dimulai. Mappenre inanre untuk hari kemudian diserahkan oleh setiap penganut Towani Tolotang sedikitnya sekali dalam setahun. Kealpaan menyerahkannya pada tahun tertentu merupakan hutang dan beban pada tahun berikutnya. Bakul berisi sajian untuk mappenre inanre biasanya dibawa oleh wanita dan digendong secara tersembunyi dengan ditutupi selimut kain sarung.18

Adapun kewajiban tudang sipulung, menurut arti katanya ialah: “tudang”berarti duduk, dan “sipulung” berarti kumpul, sehingga

1 3 8

Page 139: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

“tudang sipulung” artinya duduk berkumpul. Mak- sudnya, duduk berkumpul untuk melakukan ritus tertentu pada waktu tertentu untuk meminta keselamatan bersama, seperti meminta hujan karena kemarau panjang, atau ketika ber- jangkit penyakit menular. Tudang sipulung biasanya dilakukan pada malam hari dan dilanjutkan dengan pawai keliling kampung.19

Berbeda dengan tudang sipulung, ada pula kewajiban yang disebut sipulung. Sipulung artinya juga berkumpul, maksudnya: berkumpul bersama setahun sekali untuk melaksanakan ritus tertentu di atas kuburan I. Pabbere di Perrinyameng, biasanya dilakukan setelah panen sawah tadah hujan. Kuburan itu dipagari dengan kayu, terletak di bawah pepohonan besar yang rimbun dan di tengah-tengah semak belukar yang tebal. Di sekitar semak-semak terhampar pelataran berumput yang dikelilingi kawat berduri dengan sebuah pintu gerbangyang selalu terkunci, kecuali pada saat dilaksanakan upacara sipulung. Bila hari untuk suatu sipulung telah ditentukan, ribuan penganut Towani Tolotang —juga dari luar Amparita, bahkan dari luar kabupaten Sidenreng Rappang— datang berbondong-bondong ke Per- rinyameng, dengan berjalan kaki atau berkendaraan.20 Kecuali para undangan yang terdiri atas pejabat pemerintah dan pengunjung lainnya yang bukan penganut Towani Tolotang, mereka membawa perbekalan makanan untuk diserahkan kepada Uwatta.

Pelaksanaan ritus sipulung harus dipimpin oleh Uwatta sendiri, karena sipulung juga merupakan kesempatan bagi Uwatta untuk melaporkan kepada Dewata SeuwaE tentang jumlah mappenre inanre yang diterimanya pada tahun yang bersang- kutan. Pertunjukan massampe —seni bela diri dengan hanya menggunakan kaki— dilaksanakan setelah ritus selesai. Puluh- an pasang laki-laki, termasuk anak-anak, berpartisipasi dalam pertunjukan ini. Kemenangan atau kekalahan dalam bermassempe tidak akan menimbulkan dendam dikemudian hari. Upacara sipulung berlangsung dari pagi hingga siang hari, dan diakhiri dengan pesta makan bersama di atas kuburan tersebut. Untuk keperluan pesta makan itu biasanya disembelih dua sampai empat ekor kerbau atau

1 3 9

Page 140: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

sapi. Bagi penganut Towani Tolotang, upacara sipulung di Perrinyameng mempunyai tiga arti: sebagai ziarah kepada kuburan nenek moyang, sebagai permintaan keselama- tan kepada kuburan sebagai orang tua mereka, dan sebagai hari raya.

Di samping Perrinyameng, mereka juga mempunyai beberapa kuburan lain sebagai pusat ziarah dan meminta kese- lamatan. Setahun sekali mereka juga mengunjungi kuburan I. Goliga di Bacukiki, Pare-Pare, dan kuburan La Panaungi di Wajo. Mereka tidak mempunyai tempat ibadat yang khusus selain kuburan-kuburan.21

Selain ketiga kuburan tersebut —di Perrinyameng, Bacukiki, dan Wajo— kegiatan mengunjungi kuburan yang lain juga dipandang erat berhubungan dengan keselamatan. Kegiatan itu disebut ma'bolong. Apabila selesai musim panen, hampir setiap sore terlihat iring-iringan pria dan wanita menuju ke pe- kuburan umum di Amparita, terdiri atas 5-20 orang. Mereka membawa sebuah cerek berisi air tawar dan sebotol minyak ke- lapa untuk dituangkan di atas batu nisan kuburan yang dikun- jungi, setelah duduk tafakur di sekelilingnya beberapa menit. Kegiatan ma’bolong itu juga dilakukan setelah suatu perkawinan sebagai permintaan restu kepada orang yang telah meninggal dunia, atau pada kesempatan lain yang dipandang perlu. Kuburan yang dikunjungi ketika ma’bolong adalah kuburan orang tua dan keluarganya.

Mereka juga memiliki kitab suci lontara-lontara. Kitab suci itu berisi empat judul besar, yaitu: (1), Eula ulona Batara Guru, mossalingi ajusengkana siasaetaE marikana, berisi kete- rangan tentang rencana PatotoE untuk menempatkan Batara Guru di bumi yang kosong; (2), Rittebanna walenrengnge, berisi cerita tentang keistimewaan kayu walenrengnge yang kemudian dibuat menjadi perahu untuk dipergunakan oleh Sawerigading; (3), Ta’gilinna sinapatie, menceritakan perubahan situasi dunia yang telah kembali kosong karena musnah dan menempatkan kembali manusia di dunia; dan (4), Appengenna Tolotang, menerangkan tentang asal-usul penganut kepercaya- an Towani Tolotang.

Mereka juga memiliki berbagai pemmali yaitu larangan-

1 4 0

Page 141: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

larangan ringan yang hanya mempunyai sanksi di dunia dan lebih merupakan petunjuk kehidupan di dunia. Larangan-larangan itu ada yang berkaitan dengan waktu, arah, makanan dan ke- hamilan atau bayi.

Pemmali atau petunjuk yang berkaitan dengan waktu dan arah, misalnya: (1), Bahwa bangun pagi dan membuka jendela sebelum fajar akan mendatangkan rizki; (2), Agar keluar dari rumah dengan langkah kaki yang sesuai dengan arah nafas; (3), Pada malam-malam tertentu tidak boleh terlalu cepat tidur; (4), Bila dalam perjalanan bertemu dengan ular hitam, kelinci, atau beruang, hendaklah kembali pulang; (5), Pada waktu-waktu tertentu yang disebut “biang tella” tidak boleh pergi ke arah tertentu karena harus disesuaikan dengan arah menghadap “naga besar” dan “naga kecil” yang arah mulut dan ekomya selalu ber- ubah pada setiap pergeseran waktu. Orang tidak boleh pergi menghadapi mulut naga karena bisa ditelan, atau dekat dengan ekor naga karena bisa dicambuk. Orang harus selalu berada pada posisi tengah. Sebagai contoh, pada hari Sabtu naga kecil menghadap ke utara, karenanya orang tak boleh pergi ke selatan, sebab berarti berhadapan dengan mulut naga, melainkan harus pergi ke arah barat atau timur.

Pemmali yang berkaitan dengan makanan, misalnya: (1), Tidak boleh menurunkan padi dari tempat penyimpanannya di rakkeang tanpa memakai baju, atau bila di atasnya terdapat kucing sedang tidur karena dapat menggagalkan panen; (2), Setelah menyemaikan padi dilarang memakan nasi sambil berdiri atau berjalan dalam rumah karena dapat mengakibatkan benih mati kering; (3), Dilarang mengambil kayu bakar yang sedang menyala di bawah belanga karena dapat mengakibatkan tanaman mati atau menjadi merah; (4), Ketika menanak nasi tidak boleh mengaduknya dengan sendok karena dapat mengakibatkan tanaman diserang ulat atau hama.

Pemmali yang berkaitan dengan keselamatan bayi, misalnya: (1), Suami yang isterinya sedang hamil tidak boleh mem- bunuh binatang karena dapat menyebabkan bayi dalam kan- dungan mati, kecuali menyelembih hewan untuk dimakan; (2), Wanita hamil dilarang duduk di muka pintu atau mengikat karung atau kantor lain

1 4 1

Page 142: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

sejenisnya karena dapat menyulitkan ketika melahirkan; (3), Wanita hamil tidak boleh memakan ikan gurita karena dapat menyebabkan bayi kembar; (4), Wanita hamil tidak boleh mencela orang cacat karena dapat menyebabkan bayi dalam kandungan cacat pula; (5), Wanita hamil harus bangun pagi-pagi dan berjalan keluar rumah agar mudah ketika melahirkan; 6), Ketika hendak melahirkan, wanita hamil dianjurkan membelah kelapa kering agar bayi dapat lekas keluar.

Dalam hal perkawinan, mereka baru memandangnya sah apabila dilakukan oleh dan di hadapan Uwatta, setelah kedua pihak menyetujuinya dan terdapat dua orang saksi. Apabila dahi kedua mempelai telah dipegang oleh Uwatta dan mereka di- masukkan ke dalam sebuah kain sarung bersama-sama, berarti sudah sahlah suatu perkawinan. Bentuk perkawinan mereka menganut sistem poligami tidak terbatas, tetapi di dalam ke- nyataan dibatasi oleh peraturan pemerintah yang ada. Percerai- an juga harus dilakukan dengan seizin Uwatta. Sepasang suami isteri yang merasa tidak bisa hidup rukun lagi harus melapor- kannya terlebih dahulu kepada Uwatta. Jika Uwatta telah mengetahui dan mempertimbangkan persoalannya, Uwatta. akan me- mutuskan bercerai tidaknya pasangan suami isteri itu. Wanita yang baru saja diceraikan bisa saja langsung kawin dengan laki- laki lain tanpa harus menjalani masa iddah (masa menunggu).

Secara adm ini strati f, perkawinan dan perceraian dicatat pada Kantor Pencatatan Sipil, dalam hal ini sejak berlakuknya UU Perkawinan No.I/1974 beserta peraturan pelaksanaannya. Sebelumnya, sejak zaman kemerdekaan, perkawinan tidak pernah dicatat, baik oleh Kantor catatan Sipil maupun Kantor Urusan Agama. Hal itu dikarenakan sejak tahun 1944, mereka

1 4 2

Page 143: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

1

melakukan perkawinan dengan tata cara mereka sendiri, se-hingga tidak bisa dicatat oleh Kantor Urusan Agama. Pada masa sebelum itu, —sejak kedatangan nenek moyang mereka dari Wajo pada tahun 1666 sampai tahun 1944— sesuai dengan per- janjian mereka dengan raja Sidenreng, mereka dikawinkan secara Islam. Pada tahun 1944, pemerintah penjajah Jepang me- ngeluarkan larangan bahwa mereka yang tidak melakukan sembahyang secara Islam tidak boleh dikawinkan secara Islam. K.H. Muin Yusuf selaku Qadi Sidenreng ketika itu22 meneruskan larangan tersebut kepada Imam Amparita La Palingae untuk dilaksanakan. Sejak saat itulah mereka tidak lagi dikawinkan secara Islam hingga sekarang ini.

Dalam hal kematian, penyelenggaraan mayat juga dilakukan dengan tata cara sendiri. Mayat didudukkan dan dimandikan di dalam rumah. Apabila mayat itu seorang Uwa, ia dimandikan sambil dipangku secara berhadapan oleh beberapa orang keluarganya. Setelah dibaringkan kembali, mayat dibungkus kain putih yang dilapisi daun sirih pada bagian dalamnya. Pada bagi- an-bagian badan tertentu, lapisan daun sirih itu diperbanyak dengan maksud agar mayat dapat diterima dengan baik oleh Dewata SeuwaE. Di dalam lubang kubur, mayat dibaringkan miring menghadap ke barat dengan kepala di sebelah utara. Di bawah batu nisan sementara yang baru ditanam, diletakkan beberapa lembar daun sirih dan tiga butir buah pinang yang dibungkus daun pisang. Upacara penguburan berakhir apabila Uwatta atau orang lain yang ditunjuk telah berjongkok membaca bacaan tertentu sambil memegang dan mengelus-elus batu nisan, sementara orang lain menuangkan air putih dari cerek di atas batu nisan tersebut.

Dua atau tiga bulan setelah mayat ditanamkan, keluarga si mayat menyelenggarakan kenduri yang disebut “mattampung”. Mattampung berasal dari kata “tampung” yang berarti “ong- gokan tanah pada kuburan”, sehingga mattampung berarti mem- pertinggi onggokan tanah pada suatu kuburan. Dalam pelaksana- annya, mattampung adalah upacara penanaman batu nisan baru sebagai pengganti batu nisan sementara yang ditanam ketika penguburan mayat. Setelah dua atau tiga hari pesta makan di rumah keluarga 143

Page 144: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

mayat, dua buah batu nisan baru yang diambil dari gunung, tanpa ukiran dan berwarna hitam karena sejak beberapa waktu sebelumnya di bawa ke kuburan seperti layaknya mengiring jenazah. Batu nisan sementara dan bungkusan daun sirih serta buah pinang yang terletak di bawahnya, dikeluarkan terlebih dahulu sebelum batu nisan baru sebagai batu nisan tetap ditancapkan. Penyiraman batu nisan dengan air putih, bacaan tertentu oleh Uwa sambil mengelus-elus batu nisan, juga dilakukan sebagaimana ketika penguburan mayat. Sebuah ke-luarga merasa belum puas apabila belum melaksanakan upacara mattampung terhadap anggota keluarganya yang telah meninggal dunia.

Dari segi pendidikan, mereka umumnya tidak mengenai huruf Latin, tetapi belum tentu buta huruf terhadap aksara Bugis. Hanya lingkungan keluarga Uwa yang sebagian telah menikmati pendidikan. Di kalangan anak-anak, kini umumnya telah menduduki bangku sekolah, bahkan mengambil sebagian besar dari bangku sekolah yang tersedia. Dari 1175 anak Amparita yang duduk di berbagai sekolah di Amparita, 759 anak (65%) di antaranya adalah anak penganut Towani Tolotang.

Dari segi politik, pada Pemilihan Umum 1977 mereka adalah mutlak pendukung Golkar. Pada TPS-TPS di mana pe- milihnya 100% penganut Towani Tolotang, hasil pemungutan suara adalah 100% Golkar. Pada TPS No.9, yang terletak di kampung Amparita II, dari 203 pemilih seluruhnya memilih Golkar. Demikian pula pada TPS No. 13, 25, 28, dan 29, hanya satu atau dua suara saja yang memilih selain Golkar karena di dalamnya terdapat satu atau dua pemilih yang bukan penganut Towani Tolotang (angka-angka pemilihan dapat dilihat kembali pada tabel 3). Demikian pula pada Pemilihan Umum 1971, mereka pun 100% memilih Golkar. Pada Pemilihan Umum 1955, mereka adalah pendukung PNI. Demikian pula pada tahun-tahun menjelang meletusnya G 30 S/PKI, mereka masih anggota PNI. Sebagian dari mereka juga anggota Barisan Tani Indonesia dan Pemuda Rakyat, keduanya organisasi massa PKI. Beberapa orang di antara mereka adalah pimpinan PKI tingkat kabupaten Sidenreng Rappang. Pada masa penumpasan G 30 S/ PKI,

1 4 4

Page 145: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

sejumlah orang dari mereka telah ditahan karena terlibat atau ada indikasi terlibat dengan G 30 S/PKI, sebagaimana di- laporkan oleh Komando Distrik Militer 1405 Mallusetasi kepada Bupati Kepala Daerah Tingkat II Sidenreng Rappang pada tanggal 1 Nopember 1996.

Kelompok Tolotang Benteng Istilah “Tolotang Benteng” terdiri atas kata “Tolotang” dan

“Benteng”. Tolotang berasal dari kata tau yang berarti orang, dan lautang yang berarti selatan, sedangkan benteng berarti pagar, jalan, atau benteng pertempuran. Jadi Tolotang Benteng berarti “orang yang tinggal di sebelah selatan pagar (jalan, atau benteng pertempuran)”. Istilah itu hanya menunjukkan lokasi tempat tinggal, dan memang demikianlah pada mulanya. Pada umumnya, mereka memang tinggal di kampung lama Amparita Timorang dan Labukku yang terletak di sebelah selatan jalan menuju desa Teaji. Pada perkembangan berikutnya, istilah Tolotang Benteng itu menjadi nama suatu aliran kepercayaan yang berbeda dari Towani Tolotang atau Islam.

Kelompok Tolotang Benteng adalah kelompok orang- orang yang mempunyai dua unsur, yaitu: unsur Islam dan unsur Tolotang. Pada satu sisi, secara formal mereka menyatakan diri penganut Islam. Namun di dalam kehidupan sehari-hari, mereka tidak menjalankan syariat Islam seperti shalat, puasa, dan sebagainya. Dua hal saja selama hidup mereka yang dikerja- kan secara Islam, yaitu dalam perkawinan dan kematian. Apabila hendak melangsungkan perkawinan, mereka mendaftarkan diri pada Kantor Urusan Agama dan dikawinkan oleh pejabat agama sebagaimana lazimnya orang-orang Islam. Apabila di antara mereka ada yang meninggal, ia dimandikan, dikafankan (dibungkus dengan kain putih), disembahyangkan, dan dikubur- kan secara Islam. Semua itu dilakukan oleh imam desa atau pejabat Kantor Urusan Agama yang lazim disebut sebagai “pegawai syara” atau “guru”.

Pada segi lain, mereka mengakui Dewa SeuwaE sebagai Tuhan

1 4 5

Page 146: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

mereka dan Sawerigading sebagai “nabi” mereka. Mereka pun memiliki kitab suci berupa lontara-lontara, memiliki pemmali-pemmali, memiliki kebiasaan mengunjungi dan meminta keselamatan ke kuburan dan mengakui adanya “molala- leng” sebagaimana yang dimiliki oleh Towani Tolotang.

Lontara sebagai kitab suci mereka terdiri atas dua macam, yaitu: Lontara Katti yang berisi soal-soal duniawi dan Lontara Purokani yang berisi keterangan tentang hari kemudian. Menurut isinya, lontara-lontara itu terdiri atas empat judul besar, yaitu : (1). Eula ulona Batara Guru yang berarti rencana PatotoE untuk menurunkan Batara Guru —Tomanurung— ke bumi; (2). Rittebanna walenrengnge, berisi keistimewaan kayu walereng- nge yang dibuat menjadi perahu untuk dipakai oleh Saweringa- ding berlayar ke benua barat untuk mengadakan perdebatan dengan Nabi Muhammad; (3). Ta’gilinna sinapatie yang berisi kisah perjalanan Saweringading melihat langit tujuh susun, tanah tujuh lapis dan orang-orang yang sudah mati;23 dan (4). Sabuja. yang berisi kisah perjalanan Saweringading pula ke tanah tujuh lapis dan memegang jabatan baru di sana dengan gelar Guru Riseleng. Ketika Sabuna inilah Sawerigading mempe- rinci generasi-generasi anak cucunya yang diramalkan akan bertemu dengan Islam, sambil berpesan bahwa apabila Islam datang agar tetap pada ajaran kepercayaan lama yaitu Tolotang Benteng.

Jumlah penganut Tolotang Benteng di Amparita berkisar antara 400-600 orang.24 Mereka dan para penganut Tolotang Benteng lain yang tinggal di luar Amparita dipimpin oleh seorang Uwatta sebagai pimpinan tertinggi dan lima orang Uwa lainnya. Jabatan Uwatta sekarang dipegang oleh Makkulase dan Uwa-uwa yang lain, masing-masing Puang Wene, I. Kina, Timu- mung, Mappile, dan Tikah, kesemuanya tinggal di Amparita.

Menurut pengakuan mereka, pendiri pertama Tolotang Benteng adalah La Panaungi, dengan gelar Uwatta Matanre Batunna, yang berarti Uwatta yang tinggi batu nisannya. Tidak jelas pada abad berapa La Panaungi hidup, tetapi kuburannya ada di Amparita, banyak dikunjungi orang untuk meminta kese- lamatan, dan

1 4 6

Page 147: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

memang batu nisan pada keburannya tinggi.25 Sejak masa La Panaungi hingga Makkulase, telah 14 orang Uwatta memimpin Tolotang Benteng, tetapi hanya enam orang yang masih diketahui namanya di kalangan mereka, yaitu: Kesatu La Panaungi dengan gelar Uwatta matanre Batunna, (kedua sampai dengan kesembilan tidak diketahui lagi namanya), kesepuluh I. Karo, kesebelas La Gangka, keduabelas La Sekuru atau Uwa Ponreng, ketigabelas La Gangka, keduabelas La Sekuru atau Uwa Ponreng, ketigabelas I. Kiina, dan keempatbelas Makkulase.

Menurut satu versi, nenek moyang mereka adalah penduduk asli Amparita dan asli Sidenreng. Tetapi menurut versi lain, mereka adalah pendatang dari Wajo, hanya saja jauh lebih da- hulu dari kedatangan orang Towani Tolotang, bahkan sebelum terdapat penduduk di Amparita. Sepasang suami istri yang tinggal di kampung Idate, Wajo, —sekarang bernama Lamata— melihat seseorang di atas pucuk pohon beringin besar dan tinggi melambai-lambaikan tangannya memberi isyarat kepada mereka agar tinggal di sekitar pohon beringin itu. Mereka pun menuruti panggilan itu. Di sekitar pohon beringin itulah yang kemudian diberi nama “Amparita” yang berasal dari kata “rita” yang berarti “melihat”, karena orang tinggal di tempat itu atas dasar penglihatannya terhadap orang di atas pohon tersebut. Oleh karena mereka adalah penduduk pertama Amparita, mereka pun memandang bahwa dari nenek moyang mereka itulah arung-arung atau raja-raja Amparita dahulu berasal, dan mereka pulalah keturunannya sekarang ini.

Pusat kegiatan mereka bila melakukan ritus sipulung ialah di Pakaweruhe. “Pakaweruhe” artinya “mudah-mudahan se- lamat”. la adalah nama sebuah sumur lama yang pada bibirnya terletak beberapa buah batu dan berpagar setinggi dua meter. Kompleks ini mempunyai pelataran seluas 100 M2, di sana- sini ditumbuhi semak belukar dan dipagari kawat berduri dengan pintu yang selalu terkunci kecuali pada waktu sipulung. Ia terletak di tengah-tengah desa Amparita, hanya 10 M sebelah selatan masjid raya desa Amparita, atau 100 M sebelah tenggara kantor Kecamatan Tellu LimpoE. Menurut mereka, dahulu sumur itu milik La Panaungi,

1 4 7

Page 148: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

pendiri Tolotang Benteng. Setahun sekali, pada waktu yang ditetapkan —biasanya setelah

panen sawah rendengan— ratusan penganut Tolotang Benteng (juga yang tinggal di luar Amparita) datang berbon- dong-bondong ke sumur tersebut. Mereka membawa seikat daun sirih segar —sekitar 30 lembar— tiga butir buah pinang, dan se- botol kecil minyak kelapa yang diberi wama merah. Mereka duduk bersila di pelataran sumur tersebut sementara Uwatta memim- pin ritus dan membaca bacaan tertentu dalam bahasa Lontara. Uwatta berdiri di bibir sumur dan satu persatu secara silih ber- ganti semua yang hadir mendekat kepadanya dan memperli- hatkan pinang dan daun sirihnya masing-masing. Minyak kelapa masing-masing yang ditaruh di dalam botol kecil, oleh Uwatta dituangkan beberapa tetes ke dalam sumur, sementara Uwatta dan pemilik minyak meminta keselamatan di dalam hati untuk tahun itu. Sisa minyak setelah diteteskan, dikembalikan kepada pemiliknya. Demikian pula daun sirih dan buah pinang dibawa kembali pulang. Demikianlah silih berganti sampai semua yang hadir telah menyerahkan minyaknya kepada Uwatta. Bagi mereka, minyak yang telah diteteskan, daun sirih dan pinang tersebut dapat dipergunakan untuk segala keperluan yang bersifat keselamatan. Minyak dapat dioleskan dan daun sirih dapat dikunyah sebagai obat. Sipulung di Pakaweruhe selalu dikerjakan pada malam hari, setelah siang harinya berkumpul di rumah Uwatta untuk mendengarkan pembacaan lontara dan pesta makan bersama.

Selain Pakaweruhe, mereka masih mempunyai sumur lain yang setiap tahun juga dikunjungi, yaitu sumur Pa’baju eja, ter- letak di tengah-tengah sawah di daerah perbatasan antara desa Amparita dan Massepe.

Mereka juga memiliki “makkuraurang”. Makkuraurang artinya obat-obatan, maksudnya ialah seperangkat peralatan seperti pisau, tali, obat-obatan klasik berupa akar-akaran dan daun- daunan seperti lipatan daun kelapa, daun lontara, dan sebagainya untuk disandingkan pada bayi yang baru lahir. Alat-alat dan obat- obatan itu disimpan di dalam sebuah kotak berlapis kain ber- ukuran

1 4 8

Page 149: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

panjang 40 Cm. lebar 25 Cm. dan tinggi 25 Cm.; dan selalu tersimpan di dalam setiap rumah penganut Tolotang Benteng. Bayi yang lahir tanpa disandingi dengan makkuraurang, keluarga dan bayi itu sendiri dipandang sebagai kurang baik, dikhawatir- kan kelak akan menjadi manusia yang berkepribadian kurang baik.

Mereka juga memiliki “yenrekang”. Yenrekang artinya naik, maksudnya ialah ritus untuk menaikkan atau menghadirkan seorang anggota keluarga yang telah meninggal. Apabila suatu keluarga merasakan kerinduan ingin bertemu dengan neneknya atau keluarga lain yang sudah meninggal, disiapkan seperangkat sajian buah-buahan seperti kelapa, pisang, nanas, dan sebagainya. Sebagian dari buah-buahan itu diletakkan di atas ranjang di dalam kelambu, sebagian lain diletakkan secara teratur di atas lantai rumah. Para anggota keluarga duduk bersila mengeli- lingi sajian di lantai. Salah seorang anggota keluarga tertua atau Uwa —biasanya Uwa Tikah— membacakan bacaan tertentu dalam bahasa lontara, sementara semua yang hadir mende- ngarkan dan tafakur. Apabila si mati yang sedang dipanggil itu telah datang, mereka pun menemuinya dengan cara menengok sebentar ke dalam kelambu. Buah-buahan pun terlihat berbekas seperti baru saja dimakan seseorang. Barulah kemudian mereka bersama-sama memakan buah-buahan yang terhidang di hadapan mereka.

Upacara yenrekang dilakukan setelah larut malam, dan biasanya dilakukan terhadap anggota keluarga yang telah lama meninggal. Apabila pada malam pertama si mati belum hadir, yenrekang diulangi pada malam kedua dan ketiga. Terhadap seseorang hanya dapat satu kali dilakukan yenrekang, di samping ada juga syaratnya yaitu bahwa si mati ketika hendak ditanam dahulu, sebelum dibungkus dengan kain kafan, terlebih dahulu harus dibungkus dengan daun pisang muda yang masih kuncup. Sebuah keluarga selalu merasa tidak sempuma di hari kemudian nanti bila belum melakukan yenrekang anggota keluarganya yang telah meninggal dunia.

Dari segi politik, pada Pemilihan Umum 1977, terdapat dua kecenderungan di kalangan mereka: sebagian kecil mendukung

1 4 9

Page 150: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Golkar, terutama yang berkedudukan sebagai pegawai negeri, dan sebagian besar yang lain mendukung PDI. Pada TPS-TPS 15, 16 dan 17, suara untuk PDI terlihat lebih menonjol diban- dingkan pada TPS-TPS lain karena di sekitar TPS-TPS itu banyak tinggal penganut Tolotang Benteng. Sebaliknya, pada TPS 8 dan 9, di mana penduduk di sekitamya adalah penganut Islam dan Towani Tolotang, suara untuk PDI sama sekali tidak ada.

Tabel 3 Tentang hasil pemungutan suara pada Pemilihan Umum 1977 pada

beberapa TPS di Amparita26

Pada Pemilihan Umum 1971, mereka adalah pendukung Partai IPKI dengan 298 suara (6,2%). Demikian pula pada Pemilihan Umum 1955, mereka juga pendukung Partai IPKI.

Dari uraian di atas terlihat bahwa terdapat perbedaan antara Tolotang Benteng dengan Towani Tolotang. Apabila perbedaan- perbedaan itu dirangkumkan dapatlah dikemukakan sebagai berikut:

Tabel5 Daftar perbedaan antaraTowani Tolotang dan Tolotang Benteng

No. Kampung TPS PPP Golkar PDI

1. I 8 117 32

2. II 9 - 203 _ n

J) II 15 14 136 23

4. II 16 23 149 26 5. II 17 11 178 21 6. II 18 20 139 28 7. III 30 7 221 -

1 5 0

Page 151: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Kelompok Tolotang Benteng biasa juga disebut dengan “Wawanna Uwa Ponreng” yang berarti pengikut Uwa Ponreng, karena Uwa Ponreng atau La Sekuru adalah Uwatta Tolotang Benteng yang paling terkenal di antara Uwatta-uwatta yang lain karena kepandaiannya dalam berbicara.

TOWANI TOLOTANG TOLOTANG BENTENG Mengakui tidak lagi mengikuti ajaran

Sawerigading, melainkan hanya ajaran La Panaungi.

Ta’gilinna sinapatie diartikan sebagai perubahan situasi dunia dengan penempatan manusia lagi setelah kembali kosong karena musnah.

Ada periode appengenna Towani dan tidak ada Sabuna.

Perkawinan dilakukan oleh Uwatta dan dicatatkan pada kantor catatan sipil.

Penyelenggaraan mayat dilakukan menurut tata cara keyakinan sendiri.

Tidak ada Makuraurang. Tidak ada Yenrekang. Pusat ritus sipulung di Perinya- meng. Semua tempat kegiatan per- sembahan

adalah kuburan. Tidak mengaku sebagai Islam. Mutlak pendukung Golkar .

Mengaku mengikuti ajaran Sawerigading.

Ta’gilinna sinapatie diartikan sebagai perjalanan Sawerigading ke langit tujuh susun dan bumi tujuh lapis.

Tidak ada appengenna Towani, tetapi ada Sabuna yang menceritakan Sawerigading pulang ke tanah tujuh lapis untuk memegangjabatan baru.

Perkawinan dilakukan secara Islam dan dicatatkan pada Kantor Urusan Agama.

Penyelenggaraan mayat di- laksanakan secara Islam, dipimpin oleh imam desa.

Memiliki Makuraurang. Memiliki Yenrekang. Pusat ritus sipulung di Pakaweruhe. Semua tempat kegiatan per- sembahan

adalah sumur, ke- cuali kuburan Uwatta Ma- tanre Batunna. Secara formal mengaku sebagai Islam Sebagian kecil pendukung Golkar, sebagian besar pendu kung PDI.

1 5 1

Page 152: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

D. Konflik antara Kelompok-kelompok Sosial Konflik Sosial pada Masa Lalu 1. Pelarangan pemerintah penjajah Jepang tahun 1944 Ketika pemerintah Jepang, melalui Syekh Jamal Padealo (ada

yang menyebut K.H. Muin Yusuf) selaku Qadi Sidenreng dan Imam Amparita La Palingae, pada tahun 1944, melarang orang-orang Towani Tolotang untuk dikawinkan secara Islam karena mereka tidak melakukan shalat, sebenarnya bukanlah keputusan yang berdiri sendiri. Beberapa minggu sebelum pelarangan itu, di kampung Walatedonge —3 Km sebelah utara Amparita dan ketika itu termasuk dalam wilayah distrik Amparita— seorang penganut Towani Tolotang meninggal dunia. Laupe selaku imam di Walatedonge tidak bersedia menyem- bahyangkan mayat tersebut. Demikianlah sampai berhari-hari belum dikuburkan sehingga dikhawatirkan mayat pun mulai membusuk. Keluarga mayat merasa kecewa, lalu dilaporkan kepada imam tingkat distrik di Amparita. Ternyata imam Amparita bersedia mengupacarakannya secara Islam sebagaimana biasa.

Atas kejadian itu imam Walatedonge melaporkan kepada Syekh Jamal Padealo yang kemudian meneruskannya kepada pemerintah penjajah Jepang. Isi laporan itu mengatakan, telah terjadi ketidaksamaan sikap antara para imam di daerah-daerah. Melihat kenyataan itu, Umar Faisal, seorang komandan tentara Jepang yang mengaku telah masuk Islam, memanggil semua imam di wilayah Sidenreng dan Rappang untuk berkumpul di Rappang. Dalam pertemuan itulah Jepang memerintahkan agar mayat orang Towani Tolotang tidak diupacarakan secara Islam, dan kawinnya pun jangan lagi dikawinkan secara Islam.

Pihak penganut Towani Tolotang merasa terpukul dengan pelarangan itu, karena berarti harus membuat sistem upacara kematian dan perkawinan sendiri yang selama ini belum di- milikinya. Setelah imam Palingae melaporkan kepada Arung Amparita, Andi Mangkau, tentang adanya larangan Jepang itu, pimpinan Towani Tolotang pun dipanggil menghadap oleh Andi

1 5 2

Page 153: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Mangkau, dan kepada mereka diberitahukan mengenai adanya larangan Jepang tersebut. Pada saat itulah sikap nekad orang Towani Tolotang timbul. Pimpinan Towani Tolotang ketika itu mengatakan: “Nacaccawa sellenge, jaji de umlok tama selleng”, artinya: “Islam yang tidak suka kepada saya, karena itu saya tidak mau lagi masuk Islam”. Sejak saat itulah orang Towani Tolotang membuat dan melaksanakan tata cara upacara perkawinan dan kematian sendiri hingga sekarang.

Inilah sebenarnya awal kesenjangan hubungan antara kelompok Towani Tolotang dan kelompok Islam di Amparita. Se- sungguhnya hubungan kedua kelompok itu sejak sebelumnya, dalam hal yang bersifat agama, memang sangat tipis. Hubungan dan persamaan mereka hanya dalam perkawinan dan kematian yang sama-sama dilaksanakan secara islami. Dengan adanya pelarangan tersebut, tali pengikat hubungan yang tipis itu pun terputus.

Pada satu segi, kenyataan di atas perlu dipelajari lebih lanjut apa sebenarnya latar belakang ketidaksediaan imam Laupe mengupacarakan mayat penganut Towani Tolotang tersebut, apakah faktor-faktor individual ataukah mewakili sikap suatu kelompok. Pada segi lain, bagi pihak Towani Tolotang sendiri, terlepas apa pun latar belakangnya ketidaksediaan imam ter- sebut yang mengakibatkan mayat belum dikuburkan pada saat memulai membusuk, dinilai sebagai suatu penghinaan dan secara langsung menyangkut harga diri. Di sini agaknya faktor siri \ sebagai lazimnya dimiliki masyarakat Bugis, mempunyai peranan penting dalam ikut melahirkan kesenjangan hubungan dan pertentangan antara kelompok Towani Tolotang dan kelompok Islam.27

2. Sekitar masa pemberontakan DI/TII Pada periode 1951-1957, di Amparita dibentuk suatu pasukan

pembantu Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan nama Pembantu Sukarela (PS). Baik TNI maupun PS mempunyai tugas pokok menumpas gerombolan DI/TII. Tugas-tugas pertempuran ditangani oleh TNI, sedangkan tugas-tugas pe- nunjang (suplementer)

1 5 3

Page 154: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

ditangani oleh PS. Termasuk ke dalam tugas penunjang pertempuran adalah tugas mata-mata, sehingga para anggota PS biasa juga disebut dengan “kombet” yang dalam bahasa daerah setempat diartikan “mata-mata”. Mereka itulah yang pada tahun 1957 diresmikan menjadi TNI.

Jumlah anggota PS ketika itu 38 orang, seluruhnya penduduk asli Amparita. Ternyata hanya seorang saja dari mereka itu yang beragama Islam, selebihnya penganut Towani Tolotang. Bahkan beberapa orang Islam justru terlibat langsung di dalam DI/TII dan masuk hutan. Orang-orang Islam yang tinggal di desa pun sebagian memihak kepada pemberontak, sementara orang- orang Towani Tolotang tidak satu pun yang terlibat atau memihak kepada DI/TII. Di sinilah orang-orang Towani Tolotang kemudian memandang bahwa orang-orang Islam tidak bisa dipercaya oleh TNI, karena berpihak kepada pemberontak. Se- baliknya, orang-orang Islam menilai bahwa orang-orang Towani Tolotang yang tergabung dalam PS mengambil kesempatan untuk “menyerang” orang-orang Islam.

Demikianlah, kedudukan orang-orang Towani Tolotang sebagai anggota PS secara tidak langsung telah ikut memberi- kan andil dalam mempertentangkan mereka dengan kelompok Islam disebabkan perbedaan pandangan politik.

3. Pelarangan sipulung tahun 1966 Pada hari Rabu 26 Januari 1966, orang Towani Tolotang ber-

maksud akan mengadakan upacara sipulung di Perrinyameng sebagaimana biasanya. Sejak tiga hari sebelumnya, ribuan penganut Towani Tolotang yang bertempat tinggal jauh dari Amparita telah mulai berdatangan. Pada tanggal 25 Januari 1966, pemerintah - dalam hal ini camat A. Samad - beserta umat Islam bermaksud untuk menggagalkan upacara sipulung tersebut karena dipandang sebagai penyembahan terhadap ber- hala kuburan dan merusak kemurnian pelaksanaan Pancasila. Atas usaha camat, pada malam menjelang hari sipulung itu di- datangkan tiga buah panser untuk pengamanan. Seorang anggota Towani Tolotang yang kebetulan

1 5 4

Page 155: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

anggota ABRI dipanggil oleh camat dan diberitahukan bahwa sipulung pada tahun itu tidak diizinkan. Warga Towani Tolotang tetap mendesak agar sipulung tetap dilangsungkan.

Sementara itu, beberapa anggota Hansip ditugaskan oleh camat untuk menjaga Perriyameng sebagai pusat lokasi acara sipulung. Beberapa anggota Hansip lainnya berjaga di jalan- jalan yang menuju Amparita untuk memeriksa orang-orang Towani Tolotang yang masih terus berdatangan. Sebagian orang Towani Tolotang yang datang itu disuruh kembali dan meng- urungkan niatnya ke Amparita, sebagian lain diizinkan dengan terlebih dahulu dilucuti senjatanya.

Karena sampai pagi harinya perundingan antara pihak camat dan wakil Towani Tolotang belum juga mencapai kese-

1 5 5

Page 156: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

pakatan, persoalannya dilaporkan kepada Bupati Kepala Daerah Tingkat II Sidenreng Rappang, ketika itu Kapten Arifin Nu’- mang. Pada hari itu juga Bupati dan anggota Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) lainnya datang ke Amparita, sementara di sana telah berkumpul ratusan bahkan ribuan pemuda dari berbagai organisasi Islam, bukan saj a dari Amparita bahkan juga dari desa Tetaji, Massepe dan Pangkajene. Sebagian pemuda itu membawa senjata tajam seperti golok, kelewang, tombak, dan sebagainya, Mereka berkumpul di depan kantor kecamatan Tellu Limpae di Amparita. Mereka adalah pemuda-pemuda dari Muhammadiyah, Pemuda Muslimin, Pemuda Anshar, dan sebagainya. Dari pemuda-pemuda Islam di Pinrang dan Pare- Pare diterima surat bahwa mereka juga siap memberikan ban- tuan apabila diperlukan.

Pada pihak lain, orang-orang Towani Tolotang yang sudah berada di Amparita juga berkumpul dengan senjata tajam masing-masing.

Perundingan antara pihak Bupati dan pihak Towani Tolotang yang diwakili oleh Uwa Ka’dang dan Uwa Laparinta dilakukan di ruang kantor kecamatan. Jalan pembicaraan sangat lamban, sehingga massa yang menunggu di luar kelihatan mulai gelisah. Sorak-sorai massa mulai terdengar sebagai tanda ketidaksa- baran mereka, atau sebagai usaha menekan pihak-pihak yang sedang berunding. Akhirnya, terjadi kesepakatan bahwa sipulung pada hari itu dibatalkan. Massa kaum muslimin pun bubar, kecuali sebagian kecil yang tinggal untuk menjaga ke- mungkinan keamanan pada malam harinya. Massa Towani Tolotang juga bubar dengan perasaan kecewa karena upacara pesta yang ditunggu-tunggu setiap tahun ternyata ditiadakan.

Kejadian itulah untuk pertama kalinya, setelah meletus- nya G30S/PKI, muncul ke permukaan dan memperlihatkan diri sebagai konflik sosial.

1

1 5 6

Page 157: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

4. Rencana perusakan Pakaweruhe Pada suatu malam pada 1966, pemuda-pemuda Islam

merencanakan untuk menghancurkan Pakaweruhe, pusat kegiatan ritus sipulung Tolotang Benteng. Mereka memandang Pakaweruhe sebagai tempat kegiatan mempersekutukan Tuhan, hal mana dinilai bertentangan dengan arti dan kemurnian Pancasila yang bersila pertama Ketuhanan YME. Mereka berkumpul di kantor kecamatan dan berangkat ke Pakaweruhe dengan alat-alat pemukul dan senjata tajam untuk merusakkan pagar dan sumur yang terdapat di Pakaweruhe.

Ketika para pemuda Islam sampai di Pakaweruhe, ternyata tempat itu dijaga ketat oleh orang-orang Tolotang Benteng leng- kap dengan senjata. Para penjaga itu mengancam, mereka tidak akan membiarkan siapa pun yang hendak merusak Pakaweruhe. Setelah terjadi perang mulut yang panjang, para pemuda Islam pun kembali meninggalkan Pakaweruhe.

5. Ketika matinya Uwa Tirang Pada 1966, pada masa penumpasan G30S/PKI, pernah ada

ketentuan pemerintah daerah kabupaten Sidenreng Rappang bahwa setiap penganut Towani Tolotang yang meninggal dunia harus diupacarakan secara Islam. Pihak Towani Tolotang ber- keberatan dengan ketentuan itu. Akibatnya, apabila di antara warga mereka ada yang meninggal, mereka berusaha menyembu- nyikannya agar tetap dapat mengupacarakannya menurut tata cara kepercayaan mereka (yang diciptakannya setelah tahun 1944). Sering terjadi, mayat seorang Towani Tolotang sengaja dikuburkan tepat pada saat terbenam matahari agar orang- orang Islam tidak mengetahuinya karena bertepatan dengan waktu shalat maghrib. Bila mayatnyabayi, pernah terjadi mayat dimasukkan ke dalam keranjang kemudian dijinjing ke kuburan. Pernah juga terjadi, untuk mengelabui orang Islam, di rumah mayat justru dipetik dan dibunyikan kecapi membawakan lagu- lagu Bugis. Orang menyangka sedang ada pesta, padahal se- benarnya sedang

1 5 7

Page 158: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

terjadi kematian keluarga. Terkadang di antara mereka datang juga melaporkan kematian keluarganya kepada imam desa, tetapi sengaja pada waktu larut malam agar imam desa tidak bangun sehingga ia pun mempunyai alasan bahwa ia telah melaporkannya. Bahkan pernah terjadi, karena demikian kerasnya penolakan mereka agar mayat jangan diupacarakan secara Islam, seorang mayat dibawa keluar desa Amparita dengan cara didudukkan di atas bendi lengkap berpakaian sebagaimana orang masih hidup.

Pada hari Jum’at 1 Juli 1966, salah seorang anak Uwa Batoa bernama Uwa Tirang meninggal dunia. Oleh karena Uwa Batoa adalah pemimpin tertinggi masyarakat Towani Tolotang, maka ribuan penganut Towani Tolotang datang bertakziah ke rumah- nya untuk menyatakan bela sungkawa. Mengetahui hal itu kepala kecamatan Tellu LimpoE, A. Samad, mengunjungi tempat tinggal mayat. Oleh karena ada desas-desus bahwa Uwa Batoa juga bermaksud mengupacarakan anaknya menurut keper- cayaan Towani Tolotang, maka camat pun melarangnya. Penganut Towani Tolotang manolak larangan itu. Semua penganut Towani Tolotang, baik di dalam maupun di luar Amparita, di- beritahu dan disiapkan. Pada hari itu juga datanglah ratusan bahkan ribuan penganut Towani Tolotang dari berbagai desa dan kecamatan lengkap dengan senjata tajam seperti kelewang, tombak, dan sebagainya. Mereka berkumpul di depan rumah Uwa Batoa, bersiap menanti perintah yang harus diperbuat terhadap orang-orang Islam.

Melihat kenyataan itu pemerintah dan orang-orang Islam pun mengambil langkah-langkah persiapan. Pada hari itu juga, seluruh pemuda dari berbagai organisasi Islam yang tergabung dalam kesatuan aksi pengganyangan G30S/PKI dikumpulkan dari berbagai kecamatan di Kabupaten Sidenreng Rappang kecuali Tanru Tedong, bahkan beberapa di antara mereka berasal dari Kabupaten Pinrang dan Pare-Pare. Semua laki-laki Islam penduduk Amparita juga keluar dari rumah dan berkumpul di depan kantor kecamatan, 200 m. dari tempat berkumpulnya orang Towani Tolotang. Sebagai tenaga inti adalah para peserta konperensi cabang Pemuda Muslimin yang kebetulan sedang berlangsung di Wettee, 15 Km. dari

1 5 8

Page 159: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Amparita. Mereka dijemput dari tempat konperensi pada jam dua belas malam.

Demikianlah, keadaan pada hari itu menjadi amat tegang. Massa kedua belah pihak sama-sama telah berkumpul dan siap menanti perintah dari pimpinan masing-masing.

Sejak pukul dua dini hari perundingan antara pihak Towani Tolotang dan camat telah dimulai, tetapi sampai jam empat pagi belum juga tercapai kesepakatan. Karenanya pembicaraan akan diteruskan pada pagi harinya, antara pihak Towani Tolotang dengan pihak Bupati Arifin Nu’mang. Tepat jam delapan pagi Bupati telah tiba di Amparita. Pihak Towani Tolotang dipanggil, mereka diwakili oleh Uwa Batoa, Uwa Sorong, Uwa Lanti, Uwa Seti, dan Uwa Mada. Pembicaraan pun dimulai, bertempat di kantor kecamatan. Sampai jam 11.45 siang kesepakatan belum tercapai, pembicaraan ditunda dan dilanjutkan setelah orang Islam selesai shalat Jum’at. Pembicaraan lanjutan dimulai pada jam 13.30. Jalan pembicaraan tidak ada kemajuan. Pihak Towani Tolotang tetap bertahan untuk mengupacarakan dan mengubur- kan mayat Uwa Tirang menurut tata cara kepercayaan mereka, sementara pihak Bupati juga berkeras melarangnya. Hampir pukul empat sore, belum juga tercapai kesepakatan. Massa yang menunggu di luar ruang perundingan, kelihatan mulai tidak sabar. Seorang pemuda Islam —Komandan Komando Ke- amanan Muhammadiyah— menerobos masuk ke dalam ruang perundingan, memotong pembicaraan perundingan dan me- laporkan kepada Bupati bahwa anak buahnya sudah lapar karena sejak pagi belum mendapat makanan. Atas desakan itu, pihak-pihak yang sedang berunding mulai merasa dikejar oleh waktu, tetapi masing-masing pihak tetap bertahan pada pen- diriannya sehingga suasana tampak semakin tegang. Terakhir Uwa Batoa selaku pimpinan tertinggi Towani Tolotang meminta agar khusus dalam kasus anaknya itu dapat diupacarakan secara Towani Tolotang dan untuk yang terakhir kali di kalangan penganut Towani Tolotang, tetapi permintaan ini pun ditolak. Baru padajam empat sore, akhirnyatercapai kesepakatan bahw a mayat Uwa Tirang diupacarakan dan dikuburkan secara Islam. Setelah massa pemuda

1 5 9

Page 160: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Islam diberitahu mengenai hasil perundingan itu, mereka bubar dan kembali ke tempat tinggal masing-masing. Pada sore hari itu juga mayat Uwa Tirang dikuburkan secara Islam di bawah pimpinan Khatib Toha.

Pada satu segi, kegigihan penganut Towani Tolotang untuk mengupacarakan mayat menurut tata cara kepercayaannya itu mungkin karena menyangkut konsep keselamatan di hari kemudian. Dari segi ini, pertentangan antara kelompok Towani Tolotang dan Islam agaknya berdasar kepada doktrin keagamaan yang secara eksklusif menolak sistem lain yang berbeda.28 Pada segi lain, melihat permintaan Uwa Battoa agar khusus dalam kasus anaknya itu dapat dilakukan upacara kematian secara Towani Tolotang, di sini agaknyapersoalannya menjadi lain. Ini sudah menyangkut harga diri seorang pemimpin kelompok. Dari segi ini, sekali lagi, ternyata sampai tingkat tertentu pertentangan antara kelompok Towani Tolotang dan Islam dalam hal upacara kematian juga ikut dilahirkan oleh konsep untuk mempertahankan siri

6. Pada masa Operasi Malilu Sipakaenga Sebagai kelanjutan dari usaha-usaha pemberantasan sisa- sisa

G30S/PKI, Panglima Kodam XIV Hasanuddin Brigadir Jendral TNI Solihin GP pada 22 Juli 1967 mengeluarkan surat keputusan No. Kep. 0068/7/1967 tentang pembentukan Ko- mando Operasi Malilu Sipakaenga, disingkat KO OPS Mappa- kaenga. “Malilu” artinya “orang yang tidak sadar”, dan “sipakaenga” artinya “menyadarkan”. Jadi, Operasi Malilu Sipakaenga berarti operasi menyadarkan orang yang tidak sadar. Operasi ini ditujukan kepada para penganut Towani Tolotang di Sulawesi Selatan.

Tugas pokok operasi adalah: (1), Meniadakan segala macam kegiatan keyakinan Towani Tolotang dengan kesadaran masing- masing pengikutnya, mengajak kembali kepada jalan kebenaran agama Islam didasarkan kepada kebenaran Pancasila dan UUD 1945; (2), Meningkatkan dakwah secara sistematis dan terarah dalam meninggikan taraf kehidupan rakyat penegak falsafah negara RI; (3), Melakukan integrasi secara menyeluruh antara penganut Towani Tolotang dengan masyarakat sekitarnya.

1 6 0

Page 161: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Secara tehnis, operasi dibagi dan ditempatkan pada tiga daerah Da’wa - istilah masing-masing unit untuk masing-masing daerah operasi - yaitu: (1), Da’wa “A” berkedudukan di Kanyuara, meliputi daerah-daerah Pangkajene, Manissa, Kadidi, dan Walatedonge; (2), Da’wa “B” berkedudukan di Amparita, meliputi daerah Buae, dan Lainungeng; (3), Da’wa “C” berkedudukan di Otting, meliputi daerahTanru Tedong, dan Dongi; dan (4). Da’wa khusus berkedudukan di Pinrang, meliputi daerah Cempa, Suppa, dan Bacukiki. Secara resmi operasi berlangsung selama enam bulan, berlaku mulai 1 Juli s/d 31 Desember 1967.

Usaha-usaha yang dilakukan oleh OPS Mappakaenga di Amparita adalah: (1), Mengkoordinir pemuda-pemuda “positif ’ seperti olahraga dan sebagainya; (2), Membagikan kudung-kudung sembahyang, walaupun yang mau menerimanya hanya orang- orang Tolotang Benteng; (3), Menanam perkebunan jagung dan kacang-kacangan sebagai percontohan; (4), Melakukan dakwah/tablig; dan (5), Membangun dua buah masjid dengan bangunan darurat di kampung Amparita II dan III.

Secara formal, pelaksana operasi Mappakaenga adalah militer, tetapi di dalam kenyataan mendapat bantuan yang besar dari kelompok Islam. Hampir pada setiap terjadi pemukulan terhadap orang Tolotang sebagai ekses operasi ini, pemuda Islam selalu turut serta. Karena itulah sulit untuk menyatakan bahwa konflik tersebut hanya terjadi antara pihak petugas resmi operasi dengan pihak Tolotang, melainkan sebenamya adalah antara kelompok Islam dan kelompok Tolotang. Uwa Tonang —Tokoh Towani Tolotang— menegaskan bahwa kelompok Islam ikut andil dalam kegiatan operasi Mappakaenga. Ia mengatakan: “Aksi-aksi penekanan terhadap Towani Tolotang pada masa lalu, bila dikatakan datangnya dari pemerintah ternyata juga terdapat unsur kekuatan masyarakat, tetapi bila dikatakan aksi masyarakat juga sebenamya seperti disuruh oleh pemerintah.”

Keterlibatan orang-orang Islam dalam aksi pemukulan terhadap orang Towani Tolotang, memang dapat dikatakan sebagai tindakan dalam rangka pemberantasan G30S/PKI pada umumnya sehingga

1 6 1

Page 162: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

belum tentu mencerminkan konflik antara kelompok Towani Tolotang dengan kelompok Islam. Tetapi per- soalannya adalah, kenapa harus seluruh orang Towani Tolotang yang menjadi sasaran, padahal mereka tidak seluruhnya terlibat PKI. Di sinilah agaknya lebih tepat dikatakan bahwa sumbu konflik sebenamya telah lama tumbuh di antara mereka, dan kedatangan OPS Mappakaenga hanyalah semacam kesempatan yang kebetulan menguntungkan salah satu pihak sehingga menambah keberanian untuk segera menyalakan api konflik. Tobo Tywu —seorang tokoh Towani Tolotang— menilai bahwa sasaran aksi-aksi pemuda Islam pada waktu itu bukan lagi dalam rangka pemberantasan G30S/PKI, tetapi sudah ber- geser masuk kepada soal-soal kepercayaan dan ritus Tolotang itu sendiri.

Dari uraian di atas dapatlah dilihat bahwa aksi-aksi pemuda Islam khususnya dan konflik antarkelompok Islam dan Towani Tolotang pada tahun 1966-1967 umumnya, sebenarnya merupakan kelanjutan dari konflik mereka mengenai ritus kematian di sekitar tahun 1944. Dan ritus kematian itu sendiri memang juga merupakan salah satu materi konflik mereka pada sekitar tahun 1966 tersebut.

Aspek-Aspek yang Mendorong Konflik Sosial Dew as a Ini

1. Aspek sejarah asal-usul masing-masing kelompok Dalam hal sejarah asal-usul masing-masing kelompok, terdapat

gejala untuk saling merendahkan kelompok lain. Kelompok Tolotang Benteng menganggap diri mereka sebagai penduduk asli Amparita. Mereka telah tinggal di sana jauh berabad-abad bahkan ribuan tahun sebelum kedatangan kedua kelompok lainnya. Mereka menganggap diri mereka sebagai penduduk asli dan memegang kepercayaan yang asli pula yang berasal dari Sawerigading.

Oleh kelompok Tolotang Benteng, kelompok Towani Tolotang dipandang sebagai pendatang dan berasal dari keturunan orang yang kurang baik-baik. Menurut Tolotang Benteng, pada zaman dahulu kala ada seorang laki-laki beristri dua, yang pertama tinggal di

1 6 2

Page 163: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Amparita dan yang kedua tinggal di Wani, Wajo. Sebenarnya isteri kedua ini hampir tidak bisa disebut sebagai istrinya karena si suami hanya satu malam saja

1 6 3

Page 164: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

1

tinggal bersamanya, dan itu pun menurut ketentuan keabsahan perkawinan ketika itu belum sepenuhnya memenuhi syarat untuk bisa disebut sebagai suami isteri.

Setelah si suami kembali ke Amparita, ternyata istrinya di Wani hamil dan melahirkan seorang anak perempuan bernama I. Pabbere. Ketika anak itu dewasa, Islam masuk ke kerajaan Wajo. Oleh karena I. Pabbere dan keluarganya tidak bersedia masuk Islam, maka sesuai dengan pengumuman raja Wajo, ia dan rombongan meninggalkan kampungnya, menuju wilayah Sedenreng. Menurut Tolotang Benteng, tujuan pokok rombongan I. Pabbere ketika itu sebenamya untuk mencari ayah- nya atau saudara sebapaknya yang tinggal di Sedenreng. Saudara I. Pabbere di Sidenreng tidak mau menerimanya dan tidak pula mengakuinya karena dianggap bukan dari perkawinan yang sah. Rombongan I. Pabbere inilah yang kemudian diterima oleh Addatuang Sidenreng, La Patiroi, dan diperkenankan tinggal di Perrinyameng. Dan inilah yang kemudian menjadi nenek moyang orang Towani Tolotang.

Kelompok Islam oleh Tolotang Benteng memang diakui sebagai juga penduduk asli Sidenreng, tetapi menganut ke- percayaan yang datang dari luar.

Sebaliknya, kelompok Islam memandang bahwa mereka- lah yang terdahulu menempati Amparita karena mereka adalah warga Sidenreng sejak zaman dahulu kala. Kelompok Islam memandang kelompok Towani Tolotang dan Tolotang Benteng dahulunya adalah satu, sama-sama pengungsi dari Wajo. Baru setelah tinggal di Sidenreng mereka terpecah.

Di kalangan orang Towani Tolotang, oleh para Uwa mereka memang diakui bahwa mereka adalah pendatang dari Wajo, tetapi di kalangan masyarakat awam tertanam cerita yang berbeda. Bagi mereka, dalam wilayah Sidenreng memang pendatang, tetapi di Amparita mereka adalah yang pertama, belum ada penduduk atau kepercayaan lain ketika mereka datang. Karena itulah mereka juga merasa bahwa merekalah yang merupakan penduduk asli di Amparita.

164

Page 165: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Dari uraian di atas terlihat dua hal: pertama, masing-masing kelompok agaknya sependapat untuk meletakkan soal keaslian dan ketidakaslian di Amparita sebagai sesuatu yang berkaitan dengan status sosial; kedua, dengan keaslian dan ketidakaslian sebagai barometer status sosial itu, mereka saling meletakkan kelompok lain lebih rendah dari kelompoknya. Konflik dalam hal ini memang masih terselubung, karenanya sangat halus untuk dilihat.

2. Aspek kepercayaan dan pandangan Dalam hal kepercayaan dan pandangan, masing-masing

kelompok juga mempunyai penilaian yang saling bertentang- an. Kelompok Islam memandang kelompok Towani Tolotang sebagai penyembah berhala, karena pusat kegiatan ritus mereka di kuburan. Ritus di Perrinyameng, Bacukiki, dan Wani, semua- nya di atas kuburan. Walaupun mengaku menyembah Tuhan, yang disebut Dewata Seuwae, konsep keesaan Tuhan mereka dinilai tidakjelas, sebab Dewata Seuwae juga disebut Pato- toe, sedangkan yang disebut terakhir ini beristri dan beranak. Karena itu mereka dipandang bukan Pancasilais mumi dan karenanya banyak di antara mereka yang terlibat G30S/PKI.

Kelompok Islam juga memandang pimpinan kelompok Towani Tolotang, para Uwa, melakukan pemerasan melalui ajaran kepercayaan. Mappenre inanre untuk hari kemudian harus dikerjakan setiap tahun dan kealpaan pada tahun tertentu berarti hutang pada tahun berikutnya. Suatu beban yang dinilai memberatkan. Secara teoretis memang sajian nasi dan lauk pauk yang diserahkan kepada Uwa itu boleh satu bakul saja, tetapi di dalam kenyataan biasanya berpuluh-puluh bakul sehingga biayanya cukup besar. Ketika hendak sipulung di Perrinyameng, mereka yang datang juga membawa perbekalan untuk diberi- kan kepada Uwa.

Para Uwa juga dipandang melakukan pemerasan terhadap kekayaan para warganya. Apabila Uwatta Towani Tolotang ke- betulan melihat sesuatu dan mengatakannya bagus, benda tersebut akan segera dibawa oleh pemiliknya ke rumah Uwwata dan

1 6 5

Page 166: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

diserahkan sebagai pemberian. Dikatakan pemerasan itu juga terjadi dalam soal tanah. Jika dua orang penganut Towani Tolotang bersaudara bersengketa mengenai tanah pening- galan orang tua dan satu sama lain menuduh bahwa saudara- nya telah mengambil bagian lebih banyak, pihak Uwatta meng- anjurkan agar persoalan itu tidak diteruskan ke tingkat pemerintahan resmi, melainkan diselesaikan secara damai dengan Uwatta sebagai penengah. Acapkali terjadi, dalam penyelesaian itu ternyata sebagian dari tanah pusaka itu disisihkan terlebih dahulu untuk Uwatta dan selebihnya barulah dibagikan di antara yang bersengketa. Itulah sebabnya sawah Uwatta dari tahun ke tahun bertambah banyak. Kasus semacam itu memang dirahasia- kan, tetapi kasus sengketa tanah antara La Demu dan La Menca dan La Nusu dengan La Toling, adalah kasus-kasus warisan yang sempat terbuka ke khalayak kelompok Islam.

Terhadap kelompok Tolotang’Benteng, kelompok Islam memandangnya sebagai orang-orang yang mencampuraduk- kan Islam dengan kepercayaan nenek moyang.

Kelompok Towani Tolotang memandang kelompok Islam sebagai selalu menekan kelompoknya dan berusaha agar me- ninggalkan kepercayaannya dan masuk Islam. Orang Islam di-pandang sebagai pengganggu kepercayaan orang lain dan mau berbuat kekerasan terhadap orang lain. Mereka membantah bahwa mereka tidak menyembah berhala. Mereka hanya me- minta keselamatan kepada orang tua yang telah meninggal dunia. Mappenre inanre juga dibantah sebagai bukan pemeras- an, karena hanya satu bakul banyaknya dan itu pun menurut ke- mampuan sendiri. Kalau yang demikian dianggap pemboros- an, maka upacara-upacara baca doa dan zakat fitrah di kalangan orang Islam adalah lebih banyak dan lebih boros lagi.

Terhadap kelompok Tolotang Benteng, kelompok Towani Tolotang menganggapnya sebagai orang-orang yang tidak kuat menjalankan ajaran Towani Tolotang. Menurut mereka, pada zaman dahulu ada seorang laki-laki pimpinan Towani Tolotang yang kawin dengan wanita asli Sidenreng. Kepada anak-anak- nya laki-laki itu

1 6 6

Page 167: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

berpesan agar tetap berpegang terhadap ajaran Towani Tolotang, tetapi mereka tidak sanggup menjalankan- nya sehingga mereka menjalankan Tolotang sebagian dan Islam sebagian. Keturunan mereka inilah yang kemudian disebut Tolotang Benteng.

Kelompok Tolotang Benteng memandang kelompok Islam sebagai orang-orang yang memeluk agama yang jauh lebih muda dari ajaran yang mereka anut (Sawerigading). Saweri- gading sebagai sumber anutan mereka datang ke dunia lebih dahulu dari Nabi Muhammad. Karenanya, perpindahan dari Towani Tolotang ke Islam berarti pemindahan dari agama yang lebih tua kepada agama yang lebih muda, suatu perpindahan me- nurun. Kelompok Tolotang Benteng juga memandang bahwa kitab suci Islam, Al-Quran, adalah cuplikan yang tidak sempuma dari lontara. Tolotang Benteng memiliki lontara yang bernama Kitta Purokani, maksudnya “nasebbo”, berarti bocor atau tidak sempuma. Kitta Purokani yang isinya kurang karena bocor ini disebut Kurano, dan inilah yang kemudian diambil menjadi kitab suci orang Islam bernama Al-Quran.

Kelompok Tolotang Benteng juga memandang bahwa sebenarnya orang-orang Islam itu mempunyai larangan-larang- an tetapi sering dilanggar. Orang Islam terlalu banyak bicara, di mimbar masjid dibicarakan berbagai hal, tetapi setelah keluar dari masjid mereka berjudi dan sebagainya. Kelompok Islam juga dipandang sebagai orang yang eenderung menghilangkan dan meninggalkan kekayaan kebudayaan Bugis lama.

Kelompok Towani Tolotang, oleh Tolotang Benteng dipandang sebagai tidak mempunyai peninggalan-peninggalan sejarah dan pusaka-pusaka lontara selain celana-celana nenek moyang. Tolotang Benteng menilai para Uwa Towani Tolotang sekarang telah menyalahi janj inya dahulu, memperlakukan dirinya sebagai “raja”, sedangkan pada zaman dahulu mereka hanya- lah penjaga pintu rumah raja yang hanya diperkenankan berdiri pada tangganya.

Dari pandangan-pandangan di atas terlihat bahwa satu sama lain saling menganggap rendah, bermula dari aspek yang berhubungan dengan kepercayaan sampai kepada hal-hal yang bersifat sosial,

1 6 7

Page 168: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

ekonomi, budaya, dan politik. Kenyataan ini mem- perlihatkan bahwa pada bidang-bidang tersebut masih terdapat konflik di antara kelompok-kelompok sosial yang ada. Konflik itu memang terjadi secara terselubung, tetapi meluas di kalangan anggota masing-masing kelompok.

3. Aspek makanan Dalam Islam terdapat ajaran bahwa setiap hewan yang hendak

dimakan, kecuali ikan dan belalang, haruslah disem- belih dahulu atas nama Tuhan. Hewan yang disembelih tidak karena Tuhan, atau disembelih karena hendak disajikan kepada kuburan, haram dimakan, dan memakan daging demikian secara hukum sama dengan memakan bangkai. Sementara itu, orang Towani Tolotang di pandang oleh orang Islam sebagai bukan penyembah Tuhan yang murni karena mereka juga meminta- minta kepada kuburan. Karenanya daging hewan hasil sem- belihan mereka juga dinilai terlarang dimakan oleh orang Islam.

Apabila orang Islam —juga dari luar Amparita apabila dia mengetahui— hadir dalam suatu jamuan atau pesta makan di rumah penganut Towani Tolotang dan di sana dihidangkan daging, maka orang Islam tidak akan memakannya. Oleh karena daging adalah lauk kehormatan, maka dimakan tidaknya daging itu bagi tuan rumah menyangkut kehormatan pula. Di sinilah terjadi pertentangan di dalam hati seorang Islam antara men- jaga peraturan agama dan menjaga perasaan tuan rumah. Sebagai jalan keluar, sering orang berdusta dengan mengatakan bahwa ia dilarang memakan daging oleh dokter. Ada pula yang meng- ambilnya juga dan meletakkannya pada pinggir piringnya untuk kemudian dibiarkannya hingga makan selesai. Untuk jenis daging bertulang, seperti daging ayam, terkadang juga orang mengambil dan meletakkannya pada pinggir piringnya, kemudian mengupas dagingnya dan mencari kesempatan untuk membuangnya, sehingga ketika makan berakhir tulang belulang akan tersisa di pinggir walaupun ia tidak memakan dagingnya.

Ketidaksediaan orang Islam memakan daging sembelihan orang

1 6 8

Page 169: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Towani Tolotang, pada tingkat tertentu, memperlihatkan dan ikut mempertahankan kesenjangan hubungan sosial antara kedua penganut ajaran yang berbeda tersebut, dan oleh kelompok Towani Tolotang dirasakan sebagai memandang rendah kelompoknya. Jarak sosial yang selalu merenggang yang diba- rengi dengan sikap memandang rendah merupakan salah satu “wajah” dari konflik sosial.

4. Aspek perkawinan Di muka sudah dijelaskan bahwa orang-orang Islam men- daftarkan

perkawinan mereka pada Kantor Urusan Agama dan

1 6 9

Page 170: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

keabsahan perkawinannya dilakukan menurut tata cara agama Islam. Demikian pula orang Tolotang Benteng. Orang Towani Tolotang mendaftarkan perkawinannya pada kantor catatan sipil dan keabsahan perkawinannya dilakukan oleh Uwatta menurut tata cara kepercayaan Towani Tolotang.

Perbedaan sistem administrasi perkawinan ini ternyata sekaligus juga menjadi garis batas bagi masing-masing kelompok. Lembaga perkawinan dipandang sebagai lambang dari identifikasi seseorang dengan sesuatu kelompok. Akibatnya, masing-masing kelompok tidak mau mengawini anggota kelompok lain. Hal itu telah berlangsung sejak pelarangan Jepang tahun 1944. Apabila seseorang dari sesuatu kelompok hendak kawin dengan seseorang dari kelompok lain, maka pimpinan masing-masing kelompok berusaha agar perkawinan itu di- urungkan. Perkawinan antarkelompok hanya terjadi dalam ke- adaan terpaksa, misalnya bila si calon suami dan isteri dipandang telah terlanjur “terlalu jauh" berhubungan sehingga si wanita telah hamil sebelum perkawinan. Dalam hal demikian masing- masing calon suami istri disuruh membuat pernyataan bahwa salah satunya bersedia melepaskan kepercayaan yang dianutnya dan mengikuti yang lain. Hanya ada dua pilihan: si suami mengikuti kepercayaan istri atau sebaliknya, dan tidak pernah terjadi kasus kedua-duanya memilih agama ketiga.

Dari tahun 1973 s/d akhir Mei 1977, dari 322 perkawinan yang dicatatkan pada Kantor Urusan Agama kecamatan Tellu Limpoe di Amparita, hanya empat kali saja terjadi perkawinan antara anggota kelompok yang berbeda. Pada tahun 1974, I. Punrung dari Towani Tolotang melepaskan kepercayaannya dan menganut Tolotang Benteng karena kawin dengan Nurdin dari Tolotang Benteng. Pada tahun 1975, Pattedungi dan I. Norma masing-masing melepaskan kepercayaannya, Towani Tolotang, dan masuk Islam karena masing-masing kawin dengan Siti

1

1 7 0

Page 171: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Rohanah dan Arifin dari Islam. Pada tahun 1976, Muliati dari Towani Tolotang melepaskan kepercayaannya dan masuk Islam karena kawin dengan Ambo Tawi dari Islam. Perincian lengkap tentang perkawinan antarkelompok itu dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 5 Angka-angka perkawinan di dalam dan antarkelompok yang tercatat pada Kantor Urusan Agama di Amparita sampai bulan Juni 1977.29

Sementara itu di kantor catatan sipil, sejak berlakunya UU Perkawinan No. 1/1974, tercatat telah terjadi 240 kali perkawinan orang Towani Tolotang di seluruh kabupaten Sidenreng Rappang. Dari jumlah itu 10 kali di antaranya adalah perkawinan antara orang Towani Tolotang dengan Islam, lima perkawinan di antaranya melibatkan orang Towani Tolotang penduduk Amparita. Sedangkan penganut Tolotang Benteng yang masuk Towani Tolotang karena perkawinan, pada periode yang sama, tidak terjadi.

TabeI6 Daftar nama-nama orang Islam yang masuk Towani Tolotang karena

perkawinan dengan orang Towani Tolotang di seluruh Kab. Sidenreng Rappang sejak berlakunya UU Perkawinan No. 1/1974 s/d

Juni 1974.30

No. Tahun Isl+Isl Isl+TB Isl+TT TB+TB TB+TT

1. 1973 51

8 - 2. 1974 51 - - 11 1 3. 1975 76 - 2 9 - 4. 1976 75 - 1 14 - 5. 1977 16 - - 6 -

Julah 269 - 3 48 1

Keterangan: Isl = Islam, TT = Towani Tolotang, TB = Tolotang Benteng.

1 7 1

Page 172: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Keterangan: lk = laki-laki, pr = perempuan

Pada tabel di atas terlihat bahwa dalam dua tahun terakhir terjadi sepuluh orang Islam masuk Towani Tolotang, tujuh wanita dan tiga laki-laki, tetapi tidak satu pun dari mereka itu orang Islam penduduk Amparita. Sedangkan pada tabel 6 terlihat bahwa dalam lima tahun terakhir hanya terjadi tiga orang Towani Tolotang masuk Islam, dua wanita dan seorang laki-laki, dan seorang wanita Towani Tolotang masuk Tolotang Benteng.

Dari uraian di atas terlihat bahwa dalam hal perkawinan juga terjadi konflik, masing-masing kelompok saling menutup diri atau sama sekali menarik anggota kelompok lain ke dalam kelompoknya; dan ketertutupan itu sangat keras di kalangan anggota ketiga kelompok yang sama-sama tinggal di Amparita.31

5. Aspek penyelenggaraan pendidikan Sebelum operasi Mappakaenga (Juli s/d Desember 1967), orang

Towani Tolotang tidak mau menyekolahkan anaknya, baik di sekolah-sekolah umum, apalagi sekolah agama. Sekolah dianggap memihak kepada Islam karena juga mengajarkan pelajaran agama Islam.32 Anak-anak Uwa yang satu atau dua orang berada di bangku sekolah tidak mau mengikuti pelajaran agama. Setelah masa operasi Mappakaenga, secara berangsur-angsur mereka mulai mengizinkan

No. Islam Towani Tolotang

Nama/kelamin Desa Nama/kelamin Desa

1. I. Nurung Pr Dongi La Sulo lk Lainungeng 2. I. Anto Pr Buae La Pallao lk Buare 3. I. Laming pr Carawali La Mada lk Amparita 4. Fatmawati pr Bendoro La Wajing lk Kanyuara 5. I. Dahang pr Massepe La Tono lk Amparita 6. Patmah pr Pare La Pakke lk Amparita 7. 1. Mira Pr Pangkajene La Barere lk Amparita 8. La Mandong lk Tetaji Antie pr Amparita 9. Ab. Ontong lk Pangkajene I. Nanti pr Pangkajrnr 10. La Gamba lk Bendoro Hadrah pr Bmdoro

1 7 2

Page 173: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

anak mereka masuk sekolah, termasuk belajar pelajaran agama, setelah para guru, pejabat pendidikan yang lain dan para pejabat pemerintah setempat menjelaskan bahwa pelajaran agama Islam merupakan salah satu mata pelajaran sebagaimana mata-mata pelajaran lainnya. Kendatipun demikian, mereka masih memberikan syarat, kepada anak-anak mereka jangan sekali-kali diajarkan praktik shalat baik di dalam kelas apalagi di masjid. Sikap inilah yang tetap dipertahankan dan sering menimbulkan persoalan hingga sekarang.

Pada suatu pagi, di kalangan anak-anak SD diadakan senam massal di lapangan Amparita. Semua murid, baik penganut Islam maupuan Towani Tolotang, ikut serta dalam acara senam tersebut. Secara kebetulan, di antara gerakan-gerakan senam itu terdapat gerakan yang menyerupai rukuk, yaitu gerakan mem- bungkukkan badan ke muka dengan kedua tangan memegang kedua lutut. Seorang penganut Towani Tolotang yang tinggal di sekitar lapangan melihatnya dan segera melaporkannya kepada Uwa bahwa anak-anak mereka diajar praktik shalat. Pada pagi itu juga Uwa Laja segera mendatangi penilik SD dan mem- protes keras bahwa anak mereka telah diajar shalat. Secara kebetulan, di antara guru pada SD tersebut terdapat seorang penganut Towani Tolotang, Makkatungeng. Oleh penilik SD, dialah yang kemudian diperintahkan untuk menjelaskan kepada Uwa bahwa gerakan tersebut. hanyalah salah satu bentuk dari gerakan senam. Uwa pun kemudian memahaminya.

I. Bili, seorang murid SD II, anak seorang Uwa, selalu me- nyatakan sakit perut dan keluar dari kelas bila guru agama masuk ke dalam kelas. Setelah berkali-kali terjadi, hal itu menarik perhatian kepala sekolah dan ia pun mencoba mencari se- babnya. Ternyata, karena orang tuanya melarangnya mengikuti pelajaran agama. Pada tahun 1971, juga di SD II, UwaNgate dari Towani Tolotang datang dengan marah-marah dan hendak memukul kepala sekolah karena mendapat berita bahwa anak- anak Towani Tolotang diberi pelajaran praktik shalat.

Pada tahun 1974, di SDN V (Inpres), ketika seorang penilik

1 7 3

Page 174: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

agama datang, diadakanlah testing pelajaran praktik shalat di dalam kelas. Seorang murid anak penganut Tolotang disuruh melakukan praktik wudhu di depan sekolah. Secara kebetulan, seorang penganut Towani Tolotang yang bertempat tinggal di dekat sekolah tersebut melihatnya. Maka dengan tergesa-gesa, sambil meneriakkan “bahaya! bahaya!”, ia memberitahukan para tetangganya sehingga terjadilah semacam kehirukpikukan di antara mereka. Melihat kenyataan itu seorang guru segera mendatangi mereka, dengan maksud menetralkan dan menjelaskan bahwa anak tersebut bukan sedang berwudhu melainkan sedang mencuci tangan biasa, walaupun memang benar- benar sedang berwudhu.

Pada masa kampanye 1977, para anggota pramuka dari seluruh SDN di Amparita melaksanakan acara kemah selama tiga malam, bertempat di lapangan La Tago yang kemudian dipindah- kan ke lapangan Amparita. Dalam acara perkemahan tertera bahwa seluruh peserta diharuskan mengikuti shalat berjamaah. Ketika para pramuka sedang berjalan menuju tempat shalat berjamaah, tiba-tiba seorang guru penganut Towani Tolotang men- cegat mereka dan melarang anak-anak Towani Tolotang mengikuti acara itu.

Di SDN 111, seorang guru agama merasa selalu kurang bebas dalam memberikan pelajaran agama karena sikap sebagian murid dan guru penganut Towani Tolotang. Anak-anak Towani Tolotang pada umumnya menyatakan tidak bersedia bila disuruh membaca pelajaran agama, dengan alasan orang tua mereka melarangnya.33 Kedudukan guru agama sebagai bukan guru kelas, juga ikut menyebabkan guru agama menjadi cang- gung dalam memberikan sesuatu materi pelajaran agama. Seorang guru penganut Towani Tolotang pada sekolah tersebut seringkali masuk dan duduk di dalam kelas yang sedang men- dapatkan pelajaran agama bagaikan orang melakukan peng- awasan. Pada sekolah-sekolah di mana terdapat guru penganut Towani Tolotang, hal-hal demikian lebih sering terjadi.

Tabel 7 Jumlah murid dan guru penganut Towani Tolotang dan Islam pada

sekolah-sekolah di Amparita menurut keadaan bulan Pebruari

1 7 4

Page 175: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

1977.34

Keterangan : SDN III : 2 orang murid beragama Kristen SMPN : 7 5 orang murid Islam dari luar Amparita PGA 4 th : 1 3 orang murid Islam dari luar Amparita Demikian pendidikan agama di sekolah-sekolah, terutama

sekolah umum, seringkali menjadi aspek pendorong konflik, karena masing-masing kelompok merasa dirugikan kepen- tingannya. Bila pelajaran praktik shalat tidak diajarkan di dalam kelas, anak-anak Islam merasa dirugikan karena dengan begitu berarti kehilangan sebagian kesempatannya untuk mempelajari agama. Sebaliknya, bila pelajaran praktik shalat diajarkan di dalam kelas, anak-anak dan para orang tua Towani Tolotang menolak keras, karena ia dipandang membahayakan konsep yang amat dasar dalam ajaran kepercayaan mereka. Bagi seorang penganut Towani Tolotang, sekali saja melakukan shalat atau meng- injakkan kakinya di masjid, maka seluruh “perbuatan baik5' yang telah dilakukannya untuk hari kemudian seperti melalui mappenre inanre dan sebagainya. akan sima dan harus memulainya kembali dari awal bila ingin mendapatkan “perbuatan baik” yang baru.35 Uwa Lanang, seorang tokoh Towani Tolotang, mengatakan: “Anak-anak Towani Tolotang di sekolah-sekolah boleh saja diberi pelajaran agama, tetapi jangan

No. Nama Sekolah Murid Towani Tolotang

lsl/TB TT Jml lsl/TB TT Jml

1. SDN I 115 16 131 7 - 7 2. SDN II 30 172 202 7 1 8 -> J SDN III 74 168 144 7 1 8 4. SDN IV 64 129 193 7 1 8 5. SDN V (Inprs) 29 204 233 10 - 10 6. SMPN 50 70 195 9 - 9 7. MWB - DDI 155 - 155 6 - 6 8. DIN1YAH SORE 110 - 110 4 - 4 9. PGA 4 TH

22 - 35 9 - 9

Jumlah 649 759 1498 66 3 69

1 7 5

Page 176: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

sekali-kali diberi pelajaran praktik shalat, karena kalau demikian berarti orang Islam secara pelan-pelan hendak menghapuskan kami. Kalau masalahnya sudah demikian, kami tidak akan tinggal diam.”

6. Aspek pimpinan konflik pada masa lalu Zakir dan La Balu (bukan nama sebenarnya), dua orang

penduduk tetap Amparita bekas pimpinan kelompok Islam pada masa pengganyangan G30S/PKI tahun 1966, menyatakan bahwa sampai dewasa ini masih dirasakan adanya hambatan-hambatan hubungan dengan pihak Towani Tolotang. Sejak tahun 1966 mereka berdua belum pernah ke rumah para Uwa Towani Tolotang dalam kesempatan apa pun. Demikian pula sebaliknya. Jika secara kebetulan sekali waktu mereka bertemu di jalan dengan Uwa Tasong, maka satu sama lain masih saling memalingkan muka. Bila secara kebetulan pula bertemu dalam suatu pesta perkawinan, satu sama lain berusaha mencari tempat duduk yang tidak berdekatan.

La Ba'du (bukan nama sebenamya), salah seorang tokoh masyarakat Islam, juga mengemukakan pengalaman yang sama dengan Zakir dan La Balu. Ia masih merasa tidak enak bila bertemu dengan Uwa Tasong (bukan nama sebenamya). Sebaliknya, Uwa Tasong juga masih sinis bila melihat La Ba’du.

Uwa Lajang (bukan nama sebenamya), seorang Towani Tolotang, mengemukakan bahwa sikap pihak Towani Tolotang sejak dahulu sama dan biasa-biasa saja. Kelompok Islamlah yang dinilainya terlalu menekan pihak Towani Tolotang.

La Lidu (bukan nama sebenamya), salah seorang tokoh kelompok Islam menyatakan bahwa kelihatan redanya ke- tegangan hubungan antara kelompok Islam dan Towani Tolotang sekarang hanyalah di atas permukaan saja dan bersifat sementara. Konflik antara mereka pada satu ketika akan terjadi lagi - tepatnya istilah yang digunakan ialah “tinggal menunggu situasi”. La Lidu juga menyatakan bahwa sejak tahun 1966 ia belum pernah berbicara dengan para Uwa pimpinan Towani Tolotang.

Kenyataan-kenyataan di atas memperlihatkan bahwa sebenamya

1 7 6

Page 177: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

kesan tentang pengalaman konflik fisik di sekitar tahun 1966 di kalangan bekas “tokoh konflik” kedua belah pihak belum hilang. Di bawah permukaan konflik di antara mereka sesungguhnya masih terus berlangsung. Dari segi ini, masih adanya (baca: hidup) pimpinan konflik pada masa lalu juga merupakan lapangan yang masih peka bagi munculnya konflik- konflik sosial baru.

7. Towani Tolotang sebagai persoalan hukum Persoalan Towani Tolotang, dari segi hukum, telah menarik

perhatian banyak pihak. Berbagai instansi resmi pemerintah telah mengeluarkan berbagai surat keputusan sehubungan dengan aliran kepercayaan ini.

Pada 4 Pebruari 1966, Bupati Kepala Daerah Tingkat II Sidenreng Rappang, H.A. SappadaMappangile, selaku penguasa wilayah, mengeluarkan surat pengumuman No. Ag.2/1/7 yang berisi: (1), Tidak mengakui Tolotang sebagai agama di Kabupaten Sidenreng Rappang; (2), Setiap penganut Towani Tolotang yang hendak melakukan perkawinan, talak, dan rujuk harus mendaftarkan diri pada Kantor Urusan Agama sesuai dengan UU No. 22/1964 Jo. UU No. 23/1954, atau menurut salah satu peraturan pencatatan yang berlaku dalam negara RI; (3), Dilarang melakukan perkawinan, talak, dan rujuk secara liar atau tidak didaftarkan; dan (4), Memerintahkan kepada seluruh Kepala Kecamatan di Sidenreng Rappang supaya melaksana- kan hal-hal di atas. Pengumuman itu diambil oleh Bupati dalam rangka pengamanan negara dan masyarakat, sedangkan sebagai landasan hukumnya ditunjuk UU No. 29/1959 Jo UU No. 18/ 1963, Penpres No. 1/1965, dan keputusan rapat Panca Tunggal Kabupaten Sidenreng Rappang tanggal 3 Pebruari 1966.

Atas dasar pengumuman itu maka pelarangan terhadap Towani Tolotang bukan hanya menyangkut perkawinan liar bahkan juga semua ritus Tolotang; dan atas dasar itu pula camat Samad di Amparita bersama kelompok Islam berusaha meng- amankan pelaksanaan pengumuman tersebut. Kegiatan sipulung dan mappenre

1 7 7

Page 178: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

inanre ditiadakan, dan semua orang Towani Tolo- tang yang meniggal harus diupacarakan secara Islam. Pe- langgaran terhadap pengumuman Bupati inilah yang oleh camat Samad diberikan sanksi tegas.36

Atas pelarangan tersebut, pihak Towani Tolotang berke- beratan. Pada21 Agustus 1966, Makkatungeng dan ToboTywu, dua orang tokoh muda Towani Tolotang, atas nama seluruh war ga Towani T olotang membuat pemyataan tertulis ditujukan kepada DPR-GR dan MPRS di Jakarta, yang menyatakan bahwa di Am-parita ada oknum-oknum pejabat pemerintah yang dengan ke- kerasan memaksa dan mengganggu pelaksanaan upacara Towani Tolotang. Dikatakan, upacara-upacara itu sebenamya tidak me- nyalahi hukum dan sudah berabad-abad berlaku. Surat pemyataan itu dilampiri dengan 29 kejadian yang dinilainya sebagai pak- saan agar memeluk Islam. Pada 7 September 1966, mereka ber- dua, juga atas nama seluruh penganut Towani Tolotang, mengirim surat kepada Ketua Presidium Kabinet Ampera yang berisi permohonan perlindungan dari paksaan untuk memeluk Islam.

Sebelum kedua pemyataan itu sebenamya penganut Towani Tolotang telah membuat pemyataan yang positif terhadap pengumuman Bupati di atas, bahkan menyatakan bernaung di bawah Islam. Pada 7 Maret 1966, para pimpinan Towani Tolotang, masing-masing: La Samang, La Setti, La Ongkeng, Laja, La Palalloi, dan Makkatungeng membuat pemyataan bahwa dalam dua bulan dari pemyataan itu mereka akan mengusahakan agar keyakinan Towani Tolotang diakui sebagai agama resmi oleh pemerintah pusat. Apabila dalam jangka waktu itu tidak ada pengesahan, mereka akan memilih salah satu dari tiga agama resmi, yaitu: Islam, Kristen, dan Hindu Budha. Tellu Limpoe dan disaksikan oleh Komandan KODIM 1403 Mallusetapi, Panca Tunggal, dan kedua DPRD-GR Sidenreng Rappang.

Sementara itu, pemerintah daerah kabupaten Sidenreng Rappang merasa semakin mantap dengan kebijaksanaan yang diambilnya mengenai masalah ini. Berbagai kekuatan dan lapisan masyarakat menyatakan dukungannya. Pada 23 Mei 1996, Majlis

1 7 8

Page 179: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Ulama Kabupaten Sidenreng Rappang mengeluarkan pernyataan, ditandatangani oleh Mahludin Yatim dan H. Sadiliah Sultan N0.P.6/MUK/1996, yang isinya mendukung pengumuman Bupati di atas dan meminta kepada yang berwajib agar penganut Tomani Tolotang di wajibkan memilih salah satu agama resmi yang ada. PSII dengan nada yang lebih tegas, dalam mu- syawarahnya di Wette tanggal 30 Juni s/d 2 Juli 1966, menyatakan agar aliran Towani Tolotang dinyatakan terlarang, dan semua pegawai pemerintah yang menganut aliran tersebut. di- pecat. Kesatuan Aksi Pemuda Indonesia (KAPI) kabupaten Sidenreng Rappang dalam pernyataannya No.001/Kaspi/P/1996 tanggal 6 Juli 1966 juga menyatakan dukungannya atas pernyataan PSII tersebut.

Sesungguhnya dengan surat Menteri Agama No.B-III/3/ 1356 tanggal 4 Juli 1966, persoalan Towani Tolotang dari segi hukum hampir selesai, karena surat itu juga menyatakan bahwa Towani Tolotang bukankah agama sebagaimana dimaksud oleh pasal 29 UUD Jo Pespres No.I/1965. Hal ini senada bahkan memperkuat pengumuman bupati tanggal 4 Pebruari 1966 di atas. Kemudian Kementerian Kejaksaan dalam suratnya No. 152/Sospol-K/pakem/15 Km tanggal 18 Juli 1966 juga me- merintahkan Kejaksaan Tinggi di Makasar luar membubarkan dan melarang “agama tolotang”.37

Setelah melihat kenyataan-kenyataan formal dari instansi- instansi yang berwenang itulah agaknya pihak Tiwani Tolotang mulai berkecil hati. Pada 29 September 1966 para pimpinan Towani Tolotang, terdiri atas La Samang, La Setti, La Matta- keng, La Pajaran, La Palalloi, dan La Pagga membuat pemyata- an No. 014/PKT/1966 yang berisi: (1), Sambil menunggu pe- nyelesaian dari pemerintah pusat, untuk sementara bemaung di bawah agama Islam; (2), Tentang memilih agama agar waktunya diperpanjang; dan (3), Andaikata utusan ke Jakarta tidak berhasil, pemyataan pada poin satu di atas bersifat permanen.

Dengan pemyataan tersebut, situasi di Amparita mulai tenang, tetapi tiba-tiba dikejutkan dengan keluarnya surat keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Beragama Hindu Bali/Budha No.2/1966 tanggal 6 Oktober 1966 yang menetapkan

1 7 9

Page 180: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

bahwa Towani Tolotang sebagai satu sekte dari agama Hindu dan sekaligus menunjuk Sdr. Makkatungeng, penganut Towani Tolotang penduduk tetap Amparita, untuk melakukan bimbingan, penyuluhan, dan pembinaan masyarakat Towani Tolotang serta secara pereodik melaporkan kepada Dirjen Bimas Hindu Bali/Budha di Jakarta. Suasana pun menjadi hangat kembali karena kelompok Islam berkeberatan dengan surat keputusan itu.

Berbagai reaksi masyarakat timbul kembali. Musyawarah Daerah I Muhammadiyah dalam resolusinyaNo. 1/Musda I/SR- 1966 tanggal 29 Nopember 1966 menyatakan agar keputusan Dirjen Hindu Bali/Budha tersebut dicabut kembali. Pemyataan yang sama juga dikeluarkan oleh konperensi Daerah Partai Islam Perti se-Sulawesi Selatan tanggal 20 s/d 29 Nopember 1996 dan resolusi KAPPI Rayon Sidenreng No. 64/Kappi/XI/ 1966 tanggal 5 Nopember 1966. Menurut pernyataan-pernyata- an itu, pengindukan atau pengesahan sesuatu aliran ke dalam sesuatu agama bukanlah wewenang Direktur Jendral, melainkan wewenang Menteri Agama.

Lembaga-lembaga pemerintahan resmi juga mempunyai reaksi yang sama. Bupati Sidenreng Rappang menilai keputusan Dirjen Hindu Bali/Budha tersebut bertentangan dengan surat Menteri Agama No.B-III/3/1256 tanggal 4 Juli 1966 yang menyatakan bahwa Towani Tolotang bukanlah agama. Demikian pula isi pemyataan Panca Tunggal Kabupaten Sidenreng Rap- pang No. 1/1996 tanggal 1 Nopember 1996, DPRD-GR Sidenreng Rappang dan DPRD-GR propinsi Sulawesi Selatan dalam resolusinya masing-masing NO.l/DPRD-GR/1966 tanggal 5 Oktober 1966 dan No. 48/Res/DPRD/Prop/XII/66 tanggal 19 Desember 1966 mendesak kepada Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri agar segera membubar- kan dan melarang kepercayaan Towani Tolotang. Gubernur KDH Tingkat I Sulawesi Selatan dalam surat kawatnya kepada Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. Pom. 11/3/23 tanggal 19 Nopember 1966 juga menyatakan agar keputusan Dirjen Hindu/Budha tersebut dibatalkan dan menganjurkan agar setiap ketetapan mengenai Towani Tolotang supaya dilakukan konsultasi terlebih dahulu dengan Pemerintah

1 8 0

Page 181: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Daerah Sulawesi Selatan. Sebaliknya, pihak Towani Tolotang, dengan keluamya surat

keputusan Dirjen Hindu Bali/Budha tersebut, justru merasa telah berhasil dalam mencari legalitas formal bagi kepercayaan yang dianutnya, sehingga memungkinkan untuk tidak ber- naung di bawah Islam yang memang tidak disukainya.

Pada 16 Desember 1966, Dirjen Bimas Hindu Bali/Budha mengeluarkan surat keputusan No.6/1966 yang isinya tidak mengubah bahkan sama dengan surat keputusannya terdahulu No.2/1966. Berbagai reaksi dari pihak Islam pun bermunculan lagi. Kepala Kantor Urusan Agama Sulawesi Selatan dalam suratnya No.8/Rhs/DI/BI/l/67 tanggal 8 Maret 1967 menyatakan berkeberatan dengan terbitnya kedua surat keputusan Dirjen Hindu Bali/Budha tersebut. Pihak Kejaksaan Agung RI dengan suratnya No.098/Pakem-Sospol/2/67 tanggal 2 Pebruari 1967 yang ditujukan kepada Dirjen Hindu Bali/Budha meminta agar keputusan No.2 dan 6/1996 tersebut dicabut kembali.

Melihat kenyataan yang berlarut-larut itu, Menteri Agama dengan suratnya kepada DPRD-GR Sidenreng Rappang No.005/MA/Rhs/1967 tanggal 24 Januari 1967 menyatakan bahwa persoalan surat keputusan Dirjen Hindu Bali/Budha No.2 dan 6/1966 diambil alih oleh Menteri Agama karena ber- tentangan dengan surat Menteri Agama No.B-III/3/1356 tanggal 4 Juli 1966 yang menyatakan bahwa Towani Tolotang bukanlah agama. Sementara itu Panglima KODAM XIV Hasanuddin, Brigjen Solihin GP, selaku Pepelda Sulselra pada tanggal 23 Mei 1967 mengeluarkan surat keputusan No. Kep. 010/05/PPD/1967, yang isinya menyatakan bahwa mulai tanggal tersebut persoalan Towani Tolotang diambil alih langsung oleh KODAM XIV Hasanuddin dan surat keputusan Dirjen Hindu Bali/Budha No.2 dan 6/1996 dinyatakan tidak berlaku di wilayah Sulawesi Selatan. Keputusan Panglima tersebut mendapat sambutan hangat dari masyarakat Islam, dan sebagai tindak lanjutnya dibentuklah Operasi Malilu Sipakaenga, tetapi sebaliknya mengecewakan pihak Towani Tolotang. Demikianlah keadaan itu berlangsung hingga tahun 1970,

1 8 1

Page 182: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

dan selama itu pula penganut Towani Tolotang tidak dapat men- jalankan ritus-ritusnya secara terbuka.

Pada tanggal 4 Nopember 1970, Dewan Pimpinan Daerah Sekretariat Bersama Golongan Karya (Golkar), dalam suratnya yang ditujukan kepada Ketua Umum Golkar Dati II Sidenreng Rappang dan pimpinan Towani Tolotang di Amparita No.343/ SBGK/XI/1970 menyatakan agar diadakan pengamanan dalam pelaksanaan perkawinan dan penguburan mayat secara adat Tolotang dengan wajib lapor kepada pemerintah Daerah. Atas dasar surat Golkar itulah penganut Towani Tolotang dapat kembali secara terbuka melaksanakan perkawinan, kematian, dan ritus-ritusnya yang lain menurut tata cara Towani Tolotang hingga sekarang.38

Kelompok Islam merasa tidak puas dengan kenyataan itu karena secara yuridis Towani Tolotang masih dilarang dengan pengumuman Bupati KDH Dati II Sidenreng Rappang No. Ag.2/ 1/7 tanggal 4 Pebruari 1966, sedangkan surat keputusan Dirjen Hindu Bali/Budha No.2 dan 6/1966 telah dinyatakan diambil alih oleh Menteri Agama dan telah tidak diberlakukan si Sulawesi Selatan oleh Panglima KODAM XIV Hasanuddin. Kejaksaan Agung RI dalam suratnya yang ditujukan kepada Distribusi UY” Kejaksaan seluruh Indonesia No.B.89/0-1/7/71 tanggal 29 Juli 1971 juga masih menyebutkan kepercayaan Towani Tolotang sebagai telah terlarang. Pada Kantor Wilayah Departemen Agama propinsi Sulawesi Selatan, Towani Tolotang juga terdaftar sebagai kepercayaan terlarang bersama 15 aliran kepercayaan lainnya.39

Dari uraian di atas terlihat bahwa dari segi hukum, persoalan Towani Tolotang belum mendapatkan penyelesaian yang tuntas, masih berada di persimpangan jalan antara penafsiran kelompok Islam dan Towani Tolotang sebagai kelompok-ke- lompok yang bertentangan. Pada satu segi, kenyataan yuridis ini dapat merupakan medan yang rawan bagi timbulnya kon- flik-konflik sosial baru. Pada segi lain, kenyataan itu sendiri se- benamya merupakan satu sisi dari suatu rangkaian konflik sosial yang sedang terjadi.40

1 8 2

Page 183: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

8. Aspek kecurigaan dan kurang pengertian Pada suatu malam pada bulan Puasa tahun 1977 (1397 H),

ketika umat Islam sedang melakukan shalat Tarwih di masjid raya desa Amparita, tiba-tiba atap seng masjid terdengar beberapa kali dilempari batu. Beberapa orang keluar dari masjid untuk melihat pelaku pelemparan itu. Tidak jelas siapa pe- lakunya dan dari mana arahnya, tetapi di dalam remang- remang terlihat beberapa sosok tubuh berlari menjauhi masjid.

Seorang bekas “tokoh konflik” pada tahun 1966 segera melaporkan kejadian itu kepada pemerintah setempat, termasuk kepada polisi, tetapi ia tidak melaporkannya kepada komandan KORAMIL.41 Pada malam itu juga beberapa anggota polisi tampak hilir mudik mengelilingi kampung mencari pelaku pelemparan tersebut. Beberapa pemuda Towani Tolotang yang sedang berkumpul-kumpul di depan sebuah rumah penduduk juga merasa heran melihat kesibukan beberapa anggota polisi yang berbeda dari biasanya itu. Setelah diketemu- kan, ternyata pelaku pelemparan itu adalah empat orang anak- anak berumur di bawah 10 tahun, kesemuanya memang anak penganut Towani Tolotang. Menurut pengakuan mereka, lem- paran tersebut tidaklah disengaja diarahkan ke masjid, sehingga mereka pun kemudian dibebaskan oleh pihak polisi tanpa mem- perpanjang persoalan.

Pada malam lain pada bulan Puasa itu pula, ketika orang Islam sedang melakukan shalat isya di masjid yang sama, tiba- tiba terdengar suara gemuruh dan sorak-sorai di luar masjid. Beberapa orang keluar menengok, ternyata adalah para penganut Towani Tolotang yang sedang beramai-ramai menggotong gubuk gudangpupuk, dan suara gemuruh itu adalah aba-aba yang diteriakkan secara bersama-sama agar mereka dapat meng- angkat gubuk itu dengan serempak. Mereka berjumlah ±30 orang dan bermaksud hendak memindahkan gubuk pupuk tersebut ke samping timur Bank Rakyat Unit Desa yang berarti adalah empat atau lima meter di sebelah barat masjid.

Beberapa orang Islam meminta agar mereka menunda pekerjaan itu karena mengganggu orang sedang melakukan shalat. Seorang

1 8 3

Page 184: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

pimpinan Towani Tolotang yang ada menjawab bahwa yang mereka kerjakan itu adalah perintah Kepala Desa dan untuk kepentingan umum, bukan hanya untuk kepentingan kelompok. Jawaban itu dipandang kurang enak oleh orang Islam sehingga terjadilah sedikit perang mulut di antara mereka sampai pada akhirnya dilerai oleh seorang anggota polisi. Di- kemudian hari diketahui bahwa mereka memang disuruh oleh Kepala Desa untuk memindahkan gubuk tersebut tetapi bukan berarti harus dikerjakan pada saat orang Islam sedang melakukan ibadah shalat seperti pada malam itu.

Dari kedua kasus di atas terlihat dua hal penting. Kasus pertama terjadi karena masih besarnya kecurigaan orang Islam terhadap orang Towani Tolotang, sehingga begitu terdengar seng atap mesjid ada yang melempar maka orang Islam cepat sekali menghubungkannya kepada orang Towani Tolotang. Sebaliknya, kasus kedua terjadi karena kurangnya pengertian orang Towani Tolotang terhadap kepentingan ibadah orang Islam. Demikianlah, masih besarnya rasa kecurigaan dan kurangnya pengertian antara masing-masing kelompok dapat dengan mudah menimbulkan konflik-konflik sosial.

£. Integrasi antara Kelompok-kelompok Sosial

Usaha-usaha Integrasi Sosial yang Telah Dilakukan Setelah Jepang meninggalkan Indonesia pada 1945, melihat

kenyataan bahwa penganut Towani Tolotang telah memisahkan diri dengan tata cara perkawinan dan kematian sendiri, Ad- datuang Sidenreng terakhir, La Cibu, mencoba mendekatkan mereka kembali dengan masyarakat Islam. Ia memanggil pimpinan Tolotang, masing-masing: Uwatta JemuE dan Uwa La’bang mewakili Towani Tolotang danUwaPonreng mewakili Tolotang Benteng. Mereka diajak agar kembali mengupacarakan perkawinan dan kematian secara Islam sebagaimana yang telah berlangsung berabad-abad sebelum masa penjajahan

Jepang. Di depan Addatuang la Cibu, ketiga pimpinan Tolotang itu

1 8 4

Page 185: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

bersepakat menyatakan bersedia mengikuti ajakan tersebut. Sekembali dari menghadap raja, ketiga pimpinan Tolotang

mengadakan musyawarah dengan warga mereka. Ternyata warga Tolotang tidak menyetujui kesepakatan pimpinan mereka dengan Addatuang La Cibu, sehingga mereka pun tetap meng- upacarakan perkawinan dan kematian mereka secara Tolotang, kecuali sebagian warga Tolotang yang di bawah pimpinan Uwa Ponreng yang biasa juga disebut dengan Tolotang Benteng. Kelompok Uwa Ponreng inilah yang kemudian dijuluki sebagai “Pau Bali” yang berarti “mangga luntur” karena me- nyalahi hasil musyawarah warga Tolotang tersebut. Kedua pimpinan Tolotang yang lain, Uwatta JemuE dan Uwa La’bang, karena ternyata berkali-kali masih tetap mengawinkan warga- nya secara Tolotang, mereka pun dipenjarakan karena dianggap mengkhianati kesepakatan dengan raja.

Pada periode 1957-196142, kehidupan antara kelompok Islam, Towani Tolotang, dan Tolotang Benteng terintegrasi dengan baik berkat dipegangnya prinsip tidak mau saling meng- ganggu, bahkan saling menghargai walaupun mereka sudah tidak saling mengawini. Apabila suatu pesta perkawinan atau ritus sipulung akan diselenggarakan, pihak Towani Tolotang mengundang kepala kampung yang beragama Islam, dan upacara belum dimulai apabila kepala kampung belum hadir atau belum ada berita tentang ketidakhadirannya. Demikian pula pada periode 1961-1964, kenyataan integrasi itu berlangsung sebagaimana pada periode sebelumnya. Mereka terikat oleh sikap tidak mau saling mengganggu. Integrasi pada kedua periode ini terwujud dengan sendirinya (oleh masyarakat), bukan sebagai hasil sesuatu usaha yang sengaja dilakukan. Pada periode 1969-1977 sejak Kapten Ibrahim Yasin menjabat sebagai Kepala Kecamatan Tellu LimpoE di Am- parita, mulailah dilakukan secara sengaja usaha-usaha untuk mengintegrasikan kembali ketiga kelompok sosial setelah sejak tahun 1865 berada pada suasana konflik. Sifat dari usaha-usaha itu pada dasarnya terdiri atas empat macam, yaitu: (1), Mem- perbanyak kesempatan untuk saling bertemu dan berbicara dalam forum-forum pertemuan atau

1 8 5

Page 186: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

musyawarah; (2), Mem- perbanyak kesempatan untuk saling bertemu dalam bentuk partisipasi bersama dalam suatu kegiatan; (3), Mempertinggi kesadaran berbangsa dan bernegara; dan (4), Mengalihkan per- hatian masyarakat dari persoalan-persoalan konflik kepada persoalan-persoalan lain.

Untuk usaha jenis pertama, pada tahap-tahap awal sering gagal. Pada 1969, Camat Yasin mengundang pemuka-pemuka Islam, Towani Tolotang, dan Tolotang Benteng untuk diper- temukan. Ketika waktu yang ditetapkan tiba, kebetulan orang Towani Tolotang datang terlebih dahulu di dalam ruang pertemuan. Ketika pemuka-pemuka Islam datang dan dilihatnya di dalam ruangan telah hadir pemuka Towani Tolotang, mereka pun meninggalkan tempat pertemuan sebelum memasukinya. Demikian terjadi berkali-kali. Pada tahun itu, manakala Camat Yasin sedang mencoba mendekati orang Towani Tolatang, maka orang-orang Islam menuduhnya sebagai camat Towani Tolotang. Sebaliknya, bila ia sedang mencoba mendekati orang Islam, ia pun dituduh oleh orang Towani Tolotang sebagai memihak Islam.

Usaha-usaha jenis kedua mulai dicoba dikembangkan sejak tahun 1974, dan tampaknya lebih berhasil. Pada setiap hari Jum’at pagi, antara jam tujuh sampai jam sepuluh, diadakanlah kerja bhakti membuat atau memperbaiki jalan-jalan kampung.43 Kerja bhakti ini pada umumnya dilakukan oleh masing-masing kampung, walaupun sekali-sekali juga digabungkan menjadi kerja bhakti desa. Dalam kerja bhakti tingkat kampung, biasanya turut mengambil bagian 200-300 orang laki-laki dewasa untuk setiap kampung, terdiri atas orang-orang Islam, Towani Tolotang, dan Tolotang Benteng. Pada hari kerja bhakti para petani tidak diperkenankan pergi ke sawah atau ladang. Pe- dagang-pedagang tertentu yang tidak berkesempatan diberi kekecualian. Dengan cara berulang-ulang pada setiap hari Jum’at, mereka datang, memulai bekerja, istirahat, bercakap- cakap, dan pulang dari kerja bhakti bersama-sama.

Usaha integrasi jenis ketiga, dilakukan dengan cara mem- berikan penjelasan bahwa Pancasila sebagai falsafah negara RI memberikan tempat untuk berbeda agama dan kepercayaan tanpa

1 8 6

Page 187: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

perlu ada pertentangan satu sama lain. Kesadaran mengenai hal ini nampaknya berjalan secara bertahap sejalan dengan berangsur-angsurnya kesadaran mereka berbangsa dan ber- negara.

Usaha integrasi jenis keempat, dilakukan dengan meng- alihkan perhatian masyarakat dari segi-segi yang membedakan mereka dan yang dapat menimbulkan konflik kepada soal-soal pembangunan. Dalam proyek-proyek padat karya, pembangun- an-pembangunan swadaya, dan lain-lain. Orang-orang dari ketiga kelompok sosial selalu diikutsertakan. Usaha jenis ini sangat terbantu oleh kenyataan mulai meratanya program-pro- gram pembangunan pemerintah ke desa-desa sejak dilaksa- nakannya PELITA.

Aspek-aspek yang Mendorong Integrasi Sosial

1. Aspek kepercayaan : Gunung Lowa Gunung Lowa (bahasa setempat: Bulu Lowa) adalah sebuah

bukit kecil berbentuk kerucut, tinggi 200 M, terletak satu kilometer sebelah barat Amparita. Dari Amparita, bukit itu terlihat dengan jelas, bentuknya mungil dan ramping, tampak seperti segi tiga sama sisi. Karena semua lerengnya gundul, maka dari arah manapun terlihat, bentuknya selalu terlihat sama. Masyarakat menyatakan bahwa gunung itu adalah bukit buatan. Menurut sebagian mereka, di puncak bukit itu dahulu terdapat istana raja yang kejam. Sebagian lain mengatakan bahwa dahulu pernah terjadi perlombaan menumpuk padi antara kerajaan Sidenreng dan Wajo. Orang Sidenreng tidak menumpuk padinya sebagaimana layaknya. Ikatan-ikatan padi mereka letakkan di sekeliling lereng bukit tersebut secara rapi dan teratur, sehingga dari kejauhan sudah terlihat oleh orang Wajo tumpukkan padi seting- gi bukit. Orang Wajo pun mengagumi kemampuan itu, walau- pun pada bagian dalam dari tumpukkan padi yang tinggi bukit itu adalah benar-benar bukit.

Di puncak bukit yang luasnya ± 100 M1, terdapat dua buah

1 Aspek kekayaan kebudayaan lama

1 8 7

Page 188: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

gubuk kecil beratapkan seng tanpa penghuni, berukuran 2 x 1,5 M dan 1 x 1,5 M. Di depan gubuk yang lebih besar terdapat se- tumpukan batu setinggi 60 Cm, panjang 5 m, lebar 2 m. Batu itu bertumpuk secara tidak rapat sehingga antara masing-masing batu membentuk rongga-rongga atau lubang. Di bagian bawah tengah dari tumpukan batu itu terdapat sebuah lubang bergaris tengah 25 Cm yang, menurut kepercayaan, di dalamnya terdapat seekor ular sakti yang kadang-kadang terlihat sebagai kucing. Di sam- ping ular sakti, banyak pula hidup di sana ular-ular biasa lainnya.

Seseorang yang menginginkan sesuatu, ia naik ke puncak bukit itu. Dengan mengikatkan benang pada tiang salah satu gubuk yang ada, ia berjongkok di depan lubang tersebut dan mu- lailah menyatakan permintaannya. Sesuatu permintaan selalu disertai dengan janji, misalnya: apabila keinginannya untuk membuat sebuah rumah tercapai, ia akan naik lagi ke bukit itu dan menyembelih seekor kambing atau kerbau. Jika seko- nyong-konyong ular atau kucing sakti terlihat, itu pertanda bahwa permintaannya akan segera dikabulkan.

Jika cita-cita untuk membuat rumah itu telah tercapai, ia pun segera membuat rumah tiruannya berukuran 60 x 100 Cm dan dengan seekor kambing atau kerbau yang dijanjikannya ia pun naik kembali ke puncak bukit tersebut. Kambing atau kerbau disembelih dan ia berpesta di sana. Rumah tiruan kecil yang dibuatnya diletakkan berderet sekitar gubuk tersebut, sebagai tanda telah tercapainya cita-cita dan terima kasihnya. Sebelum kambing atau kerbau disembelih, terlebih dahulu di- hadapkan ke muka lubang tersebut. Di atas dan bagian mukanya diolesi minyak kelapa yang diberi warna merah.

Orang-orang yang datang untuk meminta dan menyatakan terima kasih di bukit itu, bukan saja orang-orang Towani Tolotang,

Hubungan antara kelompok-kelompok sosial di Amparita juga terjalin karena dimilikinya berbagai kekayaan kebudayaan yang sama. Mereka menggunakan bahasa yang sama yaitu bahasa Bugis, sehingga memudahkan kontak antara yang satu

1 8 8

Page 189: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

melainkan juga orang Tolotang Benteng dan Islam. Adalah umum adanya, seorang pemeluk Islam naik ke bukit itu dan meminta agar bisa menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Bila cita-citanya tercapai, sekembali dari Mekkah ia pun naik lagi ke atas bukit tersebut untuk menyatakan terima kasih dan menunaikan j anj iny a.

Pada satu segi, kenyataan itu memperlihatkan betapa masih kaburnya pemahaman dan apresiasi keagamaan sebagian pemeluk Islam di Amparita, tetapi pada segi lain sampai tingkat tertentu Gunung Lowa telah menjadi satu faktor integrasi antara kelompok-kelompok sosial di Amparita karena dari segi kepercayaan Gunung Lowa dipandang berfungsi dan bermanfaat untuk kepentingan bersama. dengan yang lain. Mereka juga berkesukuan sama yaitu suku Bugis. Kuatnya perasaan kesukuan mereka antara lain terlihat dalam usaha mereka untuk mengidentifikasikan berbagai benda atau kegiatan dengan nama Bugis. Berbagai kueh yang dipandang khas disebut sebagai kueh Bugis walaupun kueh se- rupa juga banyak terdapat di daerah lain. Berbagai ikan seperti ikan lele dan gabus juga disebut ikan Bugis. Rokok kretek dengan tembakau produksi Cabenge juga disebut rokok Bugis. Sem- boyan “Sempugi” yang berarti “rasa persamaan karena sama- sama orang Bugis”, masih berakar kuat di kalangan ketiga kelompok sosial yang ada.

Mereka pun mempunyai cara berpakaian yang sama yang, pada tingkat tertentu, dapat mengurangi perasaan adanya jarak sosial di antara mereka, baik dalam pakaian sehari-hari maupun upacara-upacara tertentu. Pada upacara perkawinan, wanita- wanita sama-sama menggunakan “baju bodoh” dengan kain jarang pada bagian atas dan sarung sutera berwama menyolok pada bagian bawah. Laki-laki mengenakan jas dan kopiah, juga ber- kain sarung sutera atau celana panjang. Ketika mengunjungi orang mati, wanita-wanita dari ketiga kelompok sosial juga sama-sama mengenakan baju kebaya dengan dua kain sarung: sarung pertama dipakai sebagaimana biasa dan sarung yang lain diselimutkan sampai menutup bagian leher.

Mereka juga memiliki bosara, yaitu alat penutup makanan pada waktu pesta. Bentuknya seperti songkok, berwarna coklat, bergaris

1 8 9

Page 190: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

tengah 25 Cm, terbuat dari daun lontar, kini terkadang ada pula yang terbuat dari plastik dan ada pula yang dilapisi dengan kain bludru. Apabila dalam suatu pesta makanan yang disajikan kepada tamu ditutup dengan bosara, adalah suatu tanda penghor- matan yang tinggi terhadap tamu. Baik orang Islam, Towani Tolotang maupun Tolotang Benteng masing-masing menggunakan- nya sebagai penghormatan antara yang satu terhadap yang lain.

Demikianlah, berbagai kekayaan kebudayaan lama yang masih mereka miliki dan gunakan bersama, pada tingkat tertentu, dapat ikut mempertahankan proses integrasi di,antara mereka.

3. Aspek pendidikan dan kepemudaan44 Pada tabel 6 (Bab III) telah dikemukakan bahwa pada kelima

buah SDN dan sebuah SMPN yang ada di Amparita selalu terdapat murid beragama Islam, berkepercayaan Towani Tolotang, dan Tolotang Benteng. Demikian pula pada setiap jenjang dan kelas. Mereka belajar dan bermain bersama-sama, pergi dan pulang dari sekolah bersama-sama. Bahkan di luar jam sekolah, mereka pun bermain bersama-sama.

Pada sore hari, di lapangan desa Amparita acapkali di- selenggarakan kegiatan olahraga bola kaki dan bola volly yang diikuti oleh para pemuda dan pemudi, baik dari kelompok Islam, Towani Tolotang maupun Tolotang Benteng. Pada malam harinya, sejak pemasangan televisi umum di Amparita pada bulan April 1977, setiap malam mereka berduyun-duyun me- nonton televisi yang terletak di depan rumah dinas Kepala Kecamatan. Jumlah mereka berkisar 200-500 orang setiap malam- nya, terdiri atas pemuda dan pemudi, bahkan juga orang-orang dewasa dari ketiga kelompok sosial. Beberapa di antara mereka juga masih memegang cangkul karena baru pulang dari sawah dan belum kembali ke rumah, mereka menonton sambil ber- cakap-cakap dan bergurau satu sama lain hingga seluruh acara televisi selesai pada jam setengah sebelas malam.

Demikianlah, sekolah-sekolah, kegiatan olahraga, dan televisi umum pada tingkat tertentu telah ikut membantu proses integrasi di

1 9 0

Page 191: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

kalangan pemuda dan pemudi dari ketiga kelompok sosial di Amparita.

4. Aspek pertanian Siklus kegiatan pertanian untuk setiap musim tanam (4-5 bulan)

bagi penduduk Amparita adalah: menabur benih, mengolah sawah, menanam, memelihara, dan memotong padi. Di dalam siklus ini ternyata terkait berbagai ritus dan kegiatan yang mendorong keterlibatan ketiga kelompok sosial di Amparita.

Tiga malam berturut-turut sebelum bibit padi disemaikan dilakukan suatu ritus yang disebut “mappono bineh” yang berarti “menurunkan bibit”. Ritus ini dimaksudkan agar bibit padi yang akan disemaikan dapat tumbuh dengan baik dan selamat. Caranya, gabah bibit diletakkan di atas lantai dengan alas karung atau kain. Pada salah satu sisinya diletakkan beberapa potong pinang terkupas, tiga lembar daun sirih, sepiring beras yang di- goreng tanpa minyak dengan alas daun waru, dan tiga buah lilin kemiri (bahasa Bugis: pessepelleng) dengan tangkai belahan bambu yang ditancapkan berjejer pada onggokan gabah bibit tersebeut. Tepat pada saat matahari terbenam tiga hari sebelum bibit disemaikan, ketiga lilin kemiri dinyalakan dan dibiarkan sampai habis. Demikian pekerjaan itu diulang selama tiga malam ber- turut-turut.

Baik orang dari kelompok Islam, Towani Tolotang maupun Tolotang Benteng, mereka melakukan ritus tersebut, dan sama- sama percaya bahwa bibit padi tidak akan tumbuh baik tanpa ritus “mappono bineh”. Kesamaan rasa memiliki ritus ini se- ringkali menjadi bahan percakapan orang dalam berbagai kesempatan dan pada tingkat tertentu dapat melahirkan rasa per- samaan dan integrasi di antara mereka.

Dua atau tiga minggu setelah penyemaian bibit, kegiatan pengolahan sawah mulai dilakukan. Untuk ini digunakan tenaga kerbau, sapi, atau traktor pembajak. Traktor digunakan dengan sistem sewa dan kerbau atau sapi digunakan dengan sistem pinjam bagi yang tidak memilikinya. Yang dimaksud meminjam kerbau atau sapi adalah termasuk orangnya. Dalam pinjam meminjam ini tidak dikenal sistem upah. Cara pembalasan jasa dari seorang

1 9 1

Page 192: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

peminjam kerbau atau sapi ialah dengan mem- bantu menanamkan padi di sawah pemilik hewan tersebut tanpa perhitungan tertentu.

Dari para pemilik traktor pembajak yang ada di Amparita, untuk setiap kali musim tanam ternyata terjalin jaringan sewa menyewa yang sangat mengesankan antara kelompok Islam, Townai Tolotang, dan Tolotang Benteng. Traktor pembajak milik seorang anggota kelompok Islam juga disewa oleh orang Towani Tolotang dan Tolotang Benteng dan sebaliknya, walaupun ada kecenderungan perbedaan dalam arus sewa menyewa itu.

Tabel 8 Peredaran penyewaan traktor pembajak di desa Amparita untuk

musim tanam 1977

Dari tabel di atas dapat ditafsirkan bahwa pemilik traktor dari kelompok Islam lebih longgar untuk menyewakan kepada orang Towani Tolotang, sebaliknya orang Towani Tolotang lebih terikat untuk menyewakannya pada lingkungannya sendiri. Atau dapat pula ditafsirkan bahwa orang Islam yang lebih terikat untuk menyewa traktor dari orang yang seagama dengan- nya dan kurang bersedia menyewa traktor kepada orang Towani Tolotang. Penafsiran kedua ini mungkin lebih kuat karena seorang pemilik traktor pada dasamya tidak akan menolak kedatangan seorang calon penyewa.

Hubungan ketiga kelompok sosial terjalin pula dalam jaringan pinjam meminjam kerbau, walaupun juga terdapat perbedaan kecenderungan bagi masing-masing kelompok.

No. Pemilik Dari Jumlah traktor

Penyewa Asal penyewa

Total penyewa dari kelompok lain Isl TT Isl

1. H. Tanga Isl 1 29 16(55%) 11 ( 38%) 2 ( 7%) 13 (45%) 2. P. Bada Isl 1 22 2 ( 9%) 20 ( 91%) -( 0%) 20 (91%) 3. Tonang TT t 9 -( 0%) 9(100%) -( 0%) -( 0%) 4. Tantu TT 1 44 5 (11%) 33 ( 75%) 6 (14%) 11 (25%) 5. Palemui TT

1 7 - ( 0%) 7 (100%) -( 0%) -( 0%)

Total/rata-rata 5 111 23 (21%) 80 ( 72%) 8 ( 7%) 44 (32%)

1 9 2

Page 193: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Tabel 9 Peredaran pinjam meminjam kerbau atau sapi antara petani dari ketiga kelompok sosial di Amparita pada musim tanam 199745

Tabel itu memperlihatkan bahwa orang Islam agaknya lebih terbuka untuk meminjamkan kerbau atau sapinya kepada orang Towani Tolotang daripada Tolotang Benteng, orang Towani Tolotang juga lebih terbuka kepada orang Islam daripada kepada Tolotang Benteng, dan orang Tolotang Benteng juga lebih terbuka kepada orang Islam daripada Towani Tolotang. Interaksi pinjam-meminjam kerbau terhadap integrasi.

Hubungan antara ketiga kelompok sosial juga terjalin dalam kedudukan mereka sebagai petani pemilik dan petani penggarap.

Tabel 10 Jaringan penyerahan penyelenggaraan sawah dari petani pemilik

kepada petani penggarap antara ketiga kelompok sosial di Amparita46

Walaupun pada tabel di atas terlihat pemilik sawah masih lebih suka menyerahkan sawahnya kepada petani yang se- kelompok dengannya, tetapi kesediaan mereka untuk menyerahkan kepada

No, Pemilik Juml Jumlah kerbau/

sapi

Peminjam Asal kelompok peminjam

Total peminjam dari kelompok lain Isi TT Isi

!. Isi 3 16 22 5 (23%) 16 (73%) 1 ( 4%) 17 (77%) 2. TT 7 55 50 4 ( 8%) 46 (92%) -( 0%) 4 ( 8%) 3. TB 3 19

21 7 (33%) 4 (75%) 10 (48%) 11 (52%)

Total/rata-rata 90 93 16(17%) 66 (71%) 11 (12%) 32 (32%)

No. Peminjam Penggarap

Jumlah penggarap luar kelompok Kelompok Banyaknya Isl TT TB

1. Isl 216 (100%) 126 (58%) 71 (33%) 19 ( 9%) 90 (42%) 2. TT 127 (100%) 4 ( 3%) 116(91%) 7 ( 5%) 11 ( 9%) 3. TB 27 (100%) 6 (22%) 7 (25%) 14 (52%) 13 (48%)

Total/rata-rata 370 (100%) 136 (37%) 194 (52%) 40(11%) 114 (33%)

1 9 3

Page 194: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

petani di luar kelompoknya cukup besar (33%). Hal ini pada tingkat tertentu dapat ikut membangun jaringan mekanisme integrasi karena mereka sama-sama berkepenting- an kuat bagi keberhasilan penanaman padi di sawah yang ber- sangkutan. Jika sawah itu menggunakan pupuk atau kredit Bimas, mereka membicarakan dan menanggung pembiyaan- nya bersama-sama.

Letak sawah garapan mereka pun saling berdekatan, sehingga memungkinkan mereka untuk bertemu dan menjalin kerja sama dalam pengolahan sawah. Sebagai contoh, di blok per- sawahan Lompo Jempang (Persil 7 S II) para penggarap secara bercampur-baur terdiri atas orang Islam, Towani Tolotang, dan Tolotang Benteng (lihat: Peta Lompo Jempang).

Ketika padi telah mulai tumbuh dan rerumputan telah di- bersihkan, maka sambil menunggu keluamyabuah padi, mereka melakukan ritus yang disebut “Mita Ase” yang berarti “melihat padi”. Ritus ini dimaksudkan agar padi berbuah dengan lebat dan berisi. Ritus ini dilakukan pada Jum’at pagi, biasanya oleh wanita. Perlengkapan ritus adalah kunyit yang telah ditumbuk halus, lippujang (semacam bawang putih), akar ariang (akar serai wangi), seekor ayam, dan sedikit sampah. Setelah dikelilingkan pada sawah yang dimaksud, ramuan tersebut. ditaburkan pada salah satu sudutnya kecuali ayam yang hanya dicabut salah satu bulunya untuk kemudian diikat dengan tiga lembar daun padi dari tiga rumpun yang berbeda dan kemudian dilepaskan. Baik orang Islam, Towani Tolotang maupun Tolotang Benteng melakukan ritus ini.

Ketika padi telah mulai menguning, setiap blok persawahan dilakukanlah pertemuan antara para penggarap sawah pada blok tersebut. Pertemuan itu disebut “Tudang Sipulung” yang berarti “duduk berkumpul”. Para penggarap, baik dari kelompok Islam, Towani Tolotang maupun Tolotang Benteng, datang berkumpul dan duduk bersama-sama di sebuah gubuk di suatu blok persawahan. Berbagai hal yang berhubungan dengan pertanian dibicarakan secara santai, seperti: soal hambatan pengaliran air, pelanggaran antarsesama petani, penyakit padi, pemupukan, pengembalian kredit Bimas, dan sebagainya. Puncak acara ini ialah berjanji bersama

1 9 4

Page 195: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

bahwa apabila tanaman padi berhasil baik mereka akan kembali berkumpul di tempat yang sama sebelum menanam padi pada musim berikutnya. Ritus ini diakhiri dengan makan nasi ketan dengan lauk daging ayam bakar yang disebut “lawa manuk”. Pada setiap musim tanam, di Amparita sekurang- kurangnya dilakukan tiga kali tudang sipulung lawa di tiga tempat.47

Beberapa hari sebelum seseorang memotong seluruh padi tanamannyaterlebih dahulu dilakukan ritus “Mappamula” yang berarti “memulai”. Ia meminta kesediaan pimpinan kelompok untuk menuai padinya satu dua genggam sebagai pertanda dan permintaan izin secara resmi kepada Datunna Asewe (Dewi Sri) bahwa padi akan segera dipotong.

Pemotongan padi itu sendiri biasanya dilakukan pada sore hari. Alat yang digunakan adalah arit, bukan ani-ani, dengan cara membabat seluruh pohon padi serendah mungkin. Kegiatan ini disebut “massangki”. Keesokan harinya padi-padi itu barulah dibanting untuk melepaskan buahnya di atas bantalan kayu yang diletakkan di atas hamparan kain lebar yang disebut “ape assampakeng”. Kegiatan ini disebut “massampa”. Ketika melakukan massangki, suasana persaingan terasa sangat tinggi karena masing-masing pemotong padi berlomba memperoleh tumpukan pohon padi sebanyak mungkin. Sebaliknya, ketika massampa, suasana berubah menjadi lebih santai. Mereka be- kerja sambil saling bercakap-cakap dan bercanda. Begitu pula ketika gabah hasil pekerjaan mereka ditakar oleh si empunya untuk diperhitungkan upahnya sebanyak satu liter untuk setiap sepuluh liter gabah hasil pekerjaan.

Setiap orang boleh ikut massangki dan massampa di sawah seseorang.48 Demikianlah orang Islam, Towani Tolotang, dan Tolotang Benteng datang berbondong-bondong ke sawah yang hendak di “sangki” tanpa memperdulikan identitas keagamaan penggarap sawah yang bersangkutan. Mereka bekerja bersama- sama dalam persaingan dan kesantaian. Untuk sawah seluas 30- 40 are, jumlah pemotong padi mencapai 60-70 orang.

Gabah upah hasil memotong padi sebagiannya dibawa pulang untuk dimakan atau dijual untuk membeli pakaian dan sebagian lain

1 9 5

Page 196: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

juga ditukar dengan makanan di warung-warung makanan yang didirikan orang di jalanan induk menuju suatu blok per- sawahan. Satu kaleng gabah kaleng mentega ukuran 2 kg. ditukar dengan dua potong pisang goreng atau tiga potong kueh pancong. Warung-warung makanan sementara ini sekaligus juga menjadi tempat beristirahat bagi para pemotong di “sangki”, sehingga mendorong mereka untuk selalu berkumpul di sekitar warung-warung tersebut.

Apabila kegiatan memotong padi telah selesai, maka sesuai dengan janji mereka ketika “tudang sipulung lawa’", mereka pun kembali berkumpul di tengah-tengah suatu daerah persawahan untuk melakukan ritus sebagaimana ketika tudang sipulung lawa. Selain soal-soal pertanian, dalam pertemuan itu pun di- ucapkan janji bahwa apabila padi mereka tumbuh baik maka mereka akan berkumpul kembali di tempat itu sebelum memulai panen. Upacara ini diakhiri dengan makan nasi ketan dengan pisang (bahasa Bugis: loka), sehingga pertemuan itu disebut juga dengan “tudang sipulung loka”. Demikianlah, tudang sipulung diselenggarakan secara berputar dua kali dalam setahun.

Untuk memperoleh beras guna memenuhi kebutuhan kon- sumsi keluarga, para petani menggilingkan gabahnya di tempat- tempat penggilingan padi yang tersebar sebanyak 21 buah di seluruh perkampungan desa Amparita. Mereka tidak lagi me- numbuk padi, kecuali untuk jenis padi pulut (ketan). Setiap pagi dan petang, mereka datang berganti-ganti ke tempat penggilingan padi terdekat. Pada hari-hari menjelang hari pasar (Kamis dan Minggu) arus mereka lebih banyak lagi karena sebagian berasnya juga akan dijual untuk membeli sayur pada ke- esokan harinya. Mereka saling bertemu di sana, saling mem- bantu memasukkan gabah ke dalam mesin penggiling, mena- dahi berasnya, mengatur letak bakul, mengangkat ke atas tim- bangan, dan sebagainya. Sambil menunggu beras ditimbang secara bergiliran, untuk dikeluarkan upahnya, mereka bercakap- cakap satu sama lain.

Demikianlah orang-orang Islam, Towani Tolotang, dan Tolotang Benteng, dalam kedudukan sebagai rekan sekerja, bersama-sama terlibat dan saling membantu dalam rangkaian ritus

1 9 6

Page 197: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

dan kegiatan penyelengaraan pertanian sebagai mata pen- caharian pokok penduduk desa Amparita. Puncak kebersamaan mereka itu kemudian mereka lahirkan pula dalam upacara pesta panen “padendang” yang diselenggarakan setahun sekali pada setiap selesai panen padi rendengan. Selama tiga hari tiga malam berturut-turut, mereka datang berbondong-bondong di suatu lapangan terbuka untuk berpartisipasi dan menyaksikan berbagai permainan dan kesenian. Permainan-permainan yang di- tampilkan adalah mappedendan (permainan menumbuk lesung oleh 10 orang muda mudi), mattojang (ayunan), mammerra (layang-layang besar), mappanoni (meniup suling yang terbuat dari batang padi), magasing (bermain gasing), makka’daro (ketangkasan tempurung), mallogo (ketangkasan tempurung yang telah di belah menjadi kecil-kecil), maggoli (kelereng) dan ma’daga (takro). Ribuan penduduk desa, laki-laki dan wanita, dewasa dan anak-anak, membanjiri permainan-permainan tersebut dan secara silih berganti mengambil bagian dalam permainan yang disukainya. Pada hari ketiga, acara-acara permainan diakhiri dengan pesta makan bersama dengan menyembelih seekor kerbau (hasil iuran) sebagai pernyataan terima kasih kepada Tuhan bahwa panen mereka pada tahun itu telah ber-hasil baik. Di atas panggung kehormatan terpampang semboyan: “Resopa temmangngingngi naiya malomo maletei pammasena DewataE” (artinya: dengan bekerja keras akan mempermudah membuat titian bagi pemberian Tuhan). Orang-orang Islam, Towani Tolotang, dan Tolotang Benteng secara bersama-sama mempersiapkan, melaksanakan, dan mengakhiri pesta panen tersebut.

5. Aspek politik

1. Golkar sebagai faktor integrasi Pada bab II telah dikemukakan bahwa seluruh penganut Towani Tolotang adalah mutlak pendukung Golkar yang di- periihat pada Pemilihan Umum 1971 dan 1977. Karena dewasa ini Golkar adalah

1 9 7

Page 198: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

praktis pemerintah, maka para penganut Towani Tolotang untuk mendukung Golkar dengan sendirinya berarti meletakkan diri pada pihak pemerintah. Posisi ini pada satu pihak dapat mengundang sikap mendua (ambivalent) dari pemerintah, dan pada segi lain dapat mengundang perasaan di kalangan kelompok Islam bahwa “berhadapan” dengan kelompok Towani Tolotang pada gilirannya akan berarti berhadapan dengan pemerintah.49 Hal itu ditambah pula dengan kenyataan bahwa dari 8 personil TNI yang bertugas pada KORAMIL di Amparita, tujuh orang di antaranya adalah penduduk asli Amparita penganut Towani Tolotang, termasuk komandannya.50

Sementara itu, kelompok Islam sendiri dari segi politik, sebagaimana juga telah dijelaskan pada bagian terdahulu, ter- pecah menjadi pendukung Partai Persatuan Pembangunan dan Golkar. Kenyataan ini pada tingkat tertentu dapat melemah- kan “sikap tegang” kelompok Islam terhadap kelompok Towani Tolotang, karena sebagian lain dari kelompok Islam juga sahabat dari kelompok Towani Tolotang di dalam Golkar.

Dalam jaringan tarik-menarik antara Golkar dengan kelompok Towani Tolotang dan Islam itulah terdapat suatu me- kanisme keseimbangan kekuatan yang dapat mencegah mun- culnya letupan-letupan konflik sosial antara kelompok Islam dan Towani Tolotang.51 Apabila mekanisme keseimbangan itu berjalan dalam jangka waktu yang lama, maka dapat pula dilihat sebagai suatu kenyataan integrasi, sekurang-kurangnya kenyataan tidak terjadinya konflik.

2. Lembaga pemerintahan desa Kelompok Islam, Towani Tolotang, dan Tolotang Benteng juga

terintegrasi di dalam lembaga-lembaga pemerintahan ting- kat desa. Personil-personil pemegang jabatan ketua RK, RT, Ulu-ulu, kepengurusan LSD, Pertiwi, dan Badan Musyawarah Desa (Bamudes) selalu terdiri atas unsur-unsur dari ketiga kelompok sosial tersebut.

Tabel 12

1 9 8

Page 199: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Jumlah personil dari kelompok Islam, Towani Tolotang dan Tolotang Benteng dalam lembaga-lembaga pemerintahan desa Amparita,

menurut keadaan sampai bulan Juni 1977.

Kenyataan di atas pada satu segi dapat memperlihatkan bahwa dalam lembaga-lembaga pemerintahan tingkat desa di Amparita, selalu diusahakan terciptanya perimbangan kekuatan antara kelompok-kelompok sosial yang ada. Pada segi lain, sebenarnya juga memberikan kesempatan yang lebih luas kepada ketiga kelompok sosial untuk dapat saling bertemu, me- rencanakan, melaksanakan, dan berpartisipasi di dalam berbagai kegiatan bersama.

Selain itu, mereka juga mengurus berbagai kepentingan mereka seperti administrasi pemilikan tanah, kredit Bimas dan sebagainya kepala kantor Desa dan BRI yang sama dan dengan pejabat-pejabat yang sama pula. Hal ini pun mendorong mereka untuk lebih sering bertemu dan pada tingkat tertentu dapat ikut melahirkan dan meningkatkan kesadaran berkebang- saan dan bemegara satu yang dapat mengatasi perbedaan-per- bedaan antarkelompok.

6. Aspek lingkungan alam Ada dua hal penting dari aspek lingkungan alam yang patut

diperhatikan dalam mengamati perwujudan integrasi antarkelompok sosial di Amparita, yaitu: aspek pemukiman dan sumber air.

No. Nama Lembaga Personil

Jumlah Isl TT TB

1. Kepala Desa, RK, RT, Ulu-ulu 22 19 9 50

2. LSD 7 1 1 9 3. BUUD 3 1 - 4 4. Pertiwi 6 4 3 13

Jumlah 38 25 13 76

1 9 9

Page 200: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Dalam hal pemukiman terlihat bahwa rumah-rumah tempat tinggal mereka saling berdekatan. Rumah orang Islam berdam- pingan bahkan berhadapan atau berada dalam satu gang dengan rumah penganut Towani Tolotang atau Tolotang Benteng, dan sebaliknya. Walaupun di dalam pola pemukiman ini terlihat ke- cenderungan untuk bertempat tinggal secara mengelompok bagi masing-masing kelompok sosial, tetapi banyak sekali terjadi rumah orang Towani Tolotang atau Tolotang Benteng terletak di tengah-tengah “komplek” perumahan orang-orang Islam dan sebaliknya, sebagaimana terlihat dalam “Peta Perkampungan Desa Amparita’.

Kenyataan itu memperlihatkan kesediaan mereka untuk saling menerima sebagai tetangga52 yang pada gilirannya akan memperbanyak kesempatan untuk saling bertemu dan ber- komunikasi sehingga masing-masing tidak menjadi asing terhadap yang lain. Jarak antara rumah-rumah mereka yang hanya dua atau tiga meter tanpa pagar pemisah dapat memudahkan masing-masing pihak untuk menyaksikan berbagai kegiatan tetangganya seperti ketika hendak pergi membajak atau me- motong padi dan sebagainya. Ibu-ibu rumah tangga saling meminta ramuan bumbu masak dan bersama-sama pula duduk- duduk di beranda rumah ketika mereka mengasuh anak.

Dalam hal sumber air, orang Islam, Towani Tolotang, dan Tolotang Benteng juga selalu bertemu ketika mandi dan mengambil air minum. Di sepanjang sungai Amparita pada setiap pagi dan sore mereka mandi dan mencuci pakaian bersama-sama. Mereka saling pinjam sabun, pasero (gayung), dan sebagainya. Untuk keperluan air minum mereka menyaring air sungai itu dengan cara membuat sumur-sumur kecil pada bagian-bagian berpasir di pinggirannya. Dengan ember masing-masing, mereka bersama-sama menanti dan mengambil air hasil saringan itu.

Di ketiga sumur umum, mereka juga saling pinjam meminjam timba. Telah banyaknya pemilik sepeda motor di desa ini, menyebabkan para pemakai sumur umum bukan saja para penghuni dari rumah-rumah yang berdekatan dengan sumur tersebut tetapi juga mereka yang bertempat tinggal sampai satu kilometer dari

2 0 0

Page 201: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

sumur tersebut. Di sumur-sumur pribadi yang airnya selalu terbatas, mereka berdiri bersama-sama di sekeliling bibir sumur dan dengan sabar memegang tali timba masing- masing menanti mata air keluar sambil bercakap-cakap satu sama lain. Di pintu-pintu irigasi ketika airnya dibuka mereka juga mandi, mengambil air minum, mencuci pakaian, dan mencuci sepeda motor bersama-sama sambil saling menegur dan bercakap-cakap satu sama lain.

Demikianlah, letak rumah yang saling berdekatan dan ke- terbatasan sumber air telah ikut mendorong lahirnya keber- samaan hidup di antara kelompok-kelompok sosial di Amparita.

7. Aspek kekerabatan Hubungan antara ketiga kelompok sosial dalam hal kekerabatan

dapat dibedakan antara kalangan pimpinan atau tokoh masyarakat dan kalangan masyarakat kebanyakan. Di kalangan mayarakat kebanyakan, banyak di antara mereka saling ber- saudara, bersepupu, berkemenakan, dan sebagainya. Berbagai contoh dapat dikemukakan dalam beberapa kasus data genea- logis berikut: a. Kasus yang melibatkan 14 Kepala Keluarga (KK) yang

memperlihatkan hubungan antara orang-orang Islam dan Tolotang Benteng :

K A=o A 5 A A A 7+ | ? + ________________ Hr + + ±

A A A A + + + +

2 0 1

Page 202: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

b. Kasus yang melibatkan 10 KK yang memperlihatkan hubungan kekerabatan antara orang Islam dan Towani Tolang

Keterangan : + : Islam.±: Tolotang Benteng.

1. La Cakke 10. LaSidi 2. La Manipi 11. Anwar 3. I.Dabatang 12. Samsu 4. Muhamadong 13. Araeh 5. Muhamadan 14. La Dua 6. La Moco 15. La Ba’da (45th) 7. Satiha

8. La Dakeng (51 th) 9. La Sikang

2 0 2

Page 203: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Keterangan

c. Kasus yang melibatkan 18 KK yang memperlihatkan hubungan kekerabatan antara orang Islam dan Towani Tolotang:

Keterangan : + : Islam

1. Samaiyah 2. Langka 3. Gadong

- : Towani Tolotang. 4. Keno (60 th) 5. Didu 6. Dudu

+

Islam : Towani Tolotang. 1. H. Naho 8. Abd. Kadir (57 th) 2. I. Manih 9. Abd. Sabing 3. H. Kanto 10. I. Matong 4. I. Bolang 11. Badawi 5. I. Cammi 12. La Metaya 6. Masellang 13. I. Palemay 7. Muhda

& 14\ +

Ll +

Page 204: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

7. Hamid (60 th) 15. Ibrahim Y asin (48 th) 8. Mali 16. Kursiah 9. H.Tilah 17. I. Rafi 10. H. Mandong 18. Satang 11. Malli 19. Aziz 12. H. Kandaeong 20. Gapar 13. Matti 21. Rahimi 14. Muh. Nur Hamid (no.7) tanpa dapat menyebutkan status hubungan- nya

secara tepat juga menyatakan mempunyai hubungan famili dengan 12 KK lain penganut Towani Tolotang. d. Kasus yang melibatkan 5 KK memperlihatkan hubungan

kekerabatan antara penganut Towani Tolotang dan Tolotang Benteng;

A -T®

V W ZA = V6 ) ( J , ± ± ~ ±

Keterangan : - : Towani Tolotang + : Tolotang Benteng 1. LaSadike 5. Mardiyah 2. I. Su 6. SitiAjibah 3. I. Ajrah 7. Katti (40 th). 4. I. Norma

Dari 47 KK yang terlibat dalam contoh-contoh di atas terlihat bahwa di kalangan masyarakat kebanyakan terdapat saling hubungan kekerabatan yang cukup kuat antara ketiga kelompok sosial (Islam, Towani Tolotang, dan Tolotang Benteng). Hanya saja, kelangsungan hubungan kekerabatan itu secara berangsur- angsur sedang menuju ke titik kerenggangan sejak mereka tidak saling mengawini lagi pada

2 2 2

Page 205: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

tahun 1944. Hal itu terlihat pada kenyataan bahwa “sepupu pertama” sebagai hubungan kekerabat- an yang terdekat dewasa ini hanya berada pada orang-orang yang telah berumur 50 tahun. Pada generasi sekarang ini tidak ada di antara mereka yang bersaudara (kakak dan adik) yang menganut kepercayaan yang berbeda. Pada satu segi, ini berarti bahwa mereka adalah hasil perkawinan sebelum tahun 1944. Pada segi lain, ia berarti bahwa untuk generasi berikutnya kekerabatan terdekat di antara mereka akan semakin menjauh menjadi “sepupu kedua”, “sepupu ketiga”, “sepupu keempat”, dan seterusnya. hingga pada akhimya mereka tidak merasa lagi mempunyai hubungan kekerabatan.

Di kalangan pimpinan atau tokoh masyarakat terdapat ke- cenderungan yang berbeda dengan masyarakat kebanyakan. Berbagai data genealogis mengenai hal ini dapat dikemukakan sebagai berikut:

a. Data genealogis pimpinan Towani Tolotang :

___________________________________________

’® - /£ *A- ® ©-A ®-A ‘A-@ ’A-©

w A OA GOA OOAO AGO O A O A AO A A 14 15 16 17 1819 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36

2 2 3

Page 206: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Keterangan : -: Towani Tolotang * : Tokoh kelompok

b. Data genealogis pimpinan Tolotang Benteng :

& i f

1. Uwa Sessu 9. I. Minong 2. I. Bede 10. UwaMada 3. Uwa Laja 11. I. Mandeng 4. I. Perle 12. UwaNgate 5. Uwa Tonang 13. I. Sandi 6. I. Depung 14. Rakiah 7. I. Maji 15. Teddung 8. Posi 16. I. Kengko 17. Bungaeja 27. I.Naca 18. I.Tejo 28. I. Cina 19. I. Beko 29. I. Panji 20. Sandi 30. Langa 21. Sendeng 31. Napi 22. I. Lebi 32. Makkatungeng 23. I. Lipu 33. Teppo 24. Nyaro 34. Sunarto 25. Mapi 35. I. Radiah 26. Nubah 36. LaManto

+ + ± + + ± + A © + + +

224

Page 207: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Keterangan :

c. Data genealogis tokoh kelompok Islam

& 0

/11\ +

Keterangan : + : Islam. * : Tokoh kelompok 7. Pattawe 13.

Muhani 8. Mappakenga 14.

Habibu 9. I. Raisah 15.

InaJamiah 10. Juwariyah 16.

Nurhaida 11. Abd. Kadir 17.

Tahir

± : Tolotang Benteng * : Tokoh kelompok

1. La Do 10. I.Mappetanga 2. I. Wella 11. I. Kina 3. I.Mangkaga 12. UwaLangku 4. Uwa Ponreng 13. LaMarela 5. Ambo Mangulele 14. I. Camma 6. I. Cimpau 15. Makkulase (50 th) 7. I. Kampling 16. Lande 8. I. Mappangile 17. I. Tawe 9. I. Mappasila

1. Puang Ati 2. I. Kati 3. Malludageng 4. Makulase 5. P. Duga 6. Puang Dalle

225

Page 208: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

12. M.Asaf Dalle (45 th). Dari tiga data genealogis di atas terlihat bahwa para tokoh atau

pimpinan masing-masing kelompok ternyata tidak mempunyai hubungan kekerabatan dengan kalangan anggota kelompok lain.

2 2 6

Page 209: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Dari uraian di atas dapatlah dikemukakan bahwa integrasi sosial yang didukung oleh ikatan kekerabatan antara ketiga kelompok dibatasi oleh dua kenyataan: (1), Terhentinya perkawinan antarkelompok; dan (2), Tidak adanya hubungan kekerabatan para pimpinan kelompok dengan anggota kelompok lain.

8. Aspek lain-lain

Aspek-aspek lain yang dapat mendorong integrasi antara kelompok-kelompok sosial di Amparita terletak pada siklus kenduri-kenduri. hari raya, hari besar nasional, dan usaha-usaha orang penengah yang kuat.53

Baik orang Islam, Towani Tolotang maupun Tolotang Benteng, mereka memiliki siklus kenduri yang sama. Siklus ke- hidupan yang melingkari diri seseorang sejak berada dalam kan- dungan sampai meninggal dunia ialah: maccera wettang, ma’di salo, selamatan memberi nama, sunat (bagi laki-laki) dan ipalai- waju (bagi perempuan), perkawinan, dan kematian.

“Maccera wettang” artinya “mendarahi perut”, maksudnya kenduri untuk keselamatan bayi yang masih berada dalam kan- dungan bagi wanita yang hamil pertama. Sebelum pesta makan dimulai, perut si hamil diolesi dengan darah ayam yang baru saja disembelih oleh dukun calon penolong pada waktu melahirkan nanti.

“Ma’di salo” berasal dari kata “ ma’dio ri salo” yang berarti “mandi di sungai”, maksudnya ialah kenduri untuk keselamatan seorang bayi yang baru lahir. Sang ibu dimandikan oleh “dukun melahirkan” dalam sebuah kolam dianggap sebagai sungai di bawah rumahnya. Bayi sendiri dimandikan di dalam rumah sesu- dah sang ibu. Barulah kemudian pesta makan dimulai. Ma’di salo dilakukan antara tiga sampai tujuh hari dari kelahiran.

Kenduri untuk memberi nama dilakukan setelah bayi berumur satu atau dua bulan. Nama bayi laki-laki selalu dengan La dan bagi perempuan dengan I. Selama belum diberi nama, bayi laki-

2 2 7

Page 210: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

laki dipanggil dengan LaBaco dan bayi perempuan dengan I. Bece.

Kenduri sunat dilakukan setelah anak berumur tujuh sampai sepuluh tahun, dengan cara memotong bagian kuncup dari ke- maluannya. Sunat hanya dilakukan terhadap anak laki-laki. Bagi anak perempuan, dalam umur yang sama, dilakukan upacara “ipalai waju” yang berarti “dipakaikan baju”, yaitu upacara pe- makaian “baju bodoh” dengan sarung sutera sebagai pertanda bahwa anak tersebut berjenis kelamin perempuan.

Siklus kenduri berikutnya adalah kenduri perkawinan dan kematian yang tata caranya telah dijelaskan pada bagian terdahulu.

Baik orang Islam, Towani Tolotang maupun Tolotang Benteng, kecuali kenduri kematian, mereka sama-sama melaksana- kan kenduri-kenduri tersebut dan masing-masing saling meng- hadiri kenduri dari kelompok lain dalam hubungan mereka sebagai tetangga, teman sekerja, sahabat karib, hubungan kekerabatan, dan sebagainya.

Dalam kadar yang terbatas, orang Islam, Towani Tolotang, dan Tolotang Benteng juga terintegrasi pada Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Mereka sama-sama mempersiapkan diri dan me- nyongsong kedatangan kedua hari raya tersebut dengan membuat bermacam-macam kueh dan pakaian baru. Tepat pada saat terbenam matahari memasuki malam hari raya, orang-orang Towani Tolotang dan Tolotang Benteng menyalakan lilin kemiri pada setiap sudut rumah sehingga suasana perkampungan tampak meriah. Tetapi kelompok Towani Tolotang tidak mengikuti upacara sembahyang Hari Raya. Demikian pula kelompok Tolotang Benteng, kecuali satu atau dua orang. Pada Hari Raya, antara ketiga kelompok sosial juga tidak saling mengunjungi, kecuali satu atau dua orang dalam hubungan mereka sebagai tetangga terdekat, dan biasanya dilakukan oleh wanita.54 Sehari sebelum Hari Raya, ratusan orang laki-laki Islam, Towani Tolotang, dan Tolotang Benteng beramai-ramai pergi

2 2 8

Page 211: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

ke tempat pekuburan umum dengan membawa cangkul atau alat lain untuk membersihkan kuburan para keluarga mereka. Baik orang Is-lam, Towani Tolotang maupun Tolotang Benteng, mereka dikuburkan di tempat pemakaman yang sama tanpa ada pe- misahan. Sehari setelah Hari Raya, mereka pun ditambah dengan wanita dan anak-anak kembali berbondong-bondong berziarah kubur. Kecuali satu atau dua orang Islam, mereka membawa se- ceret air tawar untuk dituangkan pada batu nisan yang dikun- jungi. Demikianlah pada hari-hari tertentu kuburan juga menjadi tempat bertemu dan saling sapa antara anggota kelompok sosial di Amparita.

Pada hari-hari besar nasional, seperti Hari Ulang Tahun Ke- merdekaan RI, mereka juga sama-sama berpatisipasi baik dalam kegiatan-kegiatan perlombaan maupun upacara-upacara. Pada upacara resmi semacam itu para pimpinan ketiga kelompok sosial selalu diundang dan hadir serta ikut berbaris bersama dalam satu barisan “tokoh masyarakat”. Dalam kesempatan semacam itu, mereka pun dapat saling bercakap-cakap, biasanya berkisar pada persoalan-persoalan pertanian.

Orang-orang Islam, Towani Tolotang, dan Tolotang Benteng juga terintegrasi oleh adanya orang-orang penengah yang kuat. Dalam hal ini diperankan oleh para pej abat pemerintah dari tingkat kecamatan sampai tingkat kampung.

F. Kesimpulan Dari uraian padabab-bab yang lalu dapat disimpulkan bahwa

antara ketiga kelompok sosial di Amparita, satu sama lain terjadi konflik, walaupun berbeda dalam intensitasnya. Konflik antara kelompok Islam dan Towani Tolotang lebih keras dari- pada konflik antara Islam dan Tolotang Benteng, atau antara Towani Tolotang dan Tolotang Benteng.

Konflik sosial antara kelompok Islam dan Towani Tolotang bermula dari soal keagamaan (upacara kematian, 1944) yang

2 2 9

Page 212: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

kebetulan menyangkut sirik (harga diri). Kemudian berlanjut dan ditunjang oleh faktor politik pada masa pemberontakan DI/ Til (1951-1957), masa penumpasan G30S/PKI (1965-1966) dan masa operasi “Malili Sipakaenga” (1967). Adapun konflik antara kelompok Islam dan Tolotang Benteng baru tampak nyata pada masa penumpasan G30S /PKI. Sedangkan konflik antara kelompok Towani Tolotang dan Tolotang Benteng juga bermula pada tahun 1944, ketika mereka terpecah untuk me- nepati atau tidak menepati perjanjian mereka dengan Raja Sidenreng La Cibu tentang penyelenggaraan upacara perkawinan dan kematian secara Islam.

Konflik antara ketiga kelompok sosial lebih banyak ter jadi pada masa sekitar penumpasan G30S/PKI (1965-1966) dan operasi “Malilu Sipakaenga” (1967), tetapi sulit dipisahkan dari rangkaiannya dengan konflik mereka pada tahun 1944 karena fokus pertikaiannya yang sama (perkawinan dan kematian). Dilihat dari segi frekuensi, jumlah orang yang terlibat, inten- sitas komitmen, lamanya konflik berlangsung, dan bentuk eks- presinya,55 konflik pada masa penumpasan G30S/PKI dan operasi “Malilu Sipakaenga” sangat mengesankan dan cukup radikal, karena didorong doktrin keagamaan dan faktor politik sekaligus.

Setelah Pemilu 1971, konflik terbuka antara ketiga kelompok jarang terjadi, tetapi konflik tertutup terus berlangsung dan sekali-sekali juga meletup ke permukaan. Jarangnya terjadi konflik, bukan berarti tingkat konflik lemah, melainkan karena masing-masing kelompok justru merasa bahwa hubungan sosialnya sangat lemah sehingga selalu menghindari konflik karena takut membahayakan hubungan yang ada.

Usaha untuk mengintegrasikan mereka baru kelihatan mulai berhasil menjelangPemilu 1971, setelah kelompok Towani Tolotang menyatakan diri masuk Golkar. Namun, integrasi yang sesungguhnya baru akan berhasil bila secara se- rempak sanggup memperbanyak kesempatan “bertemu” antara masing-masing kelompok, partisipasi dalam kegiatan bersama, mempertinggi

2 3 0

Page 213: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

kesadaran bemegara dan pemahaman Panca- sila, dan mengalihkan perhatian masyarakat dari soal-soal konflik ideologis keagamaan kepada soal-soal lain seperti pembangunan.

Aspek-aspek pendorong yang dapat dimanfaatkan bagi usaha-usaha integrasi itu ialah: kepercayaan tentang gunung Lowa, kekayaan kebudayaan lama, pendidikan dalam arti yang umum, pertanian, politik, kekerabatan, lingkungan alam, dan lain- lain. Aspek pertanian adalah yang paling mudah dilihat, tetapi pendorong integrasi terkuat terletak pada aspek politik. Sedangkan aspek-aspek yang harus selalu diperhatikan secara waspada karena cenderung mendorong kepada konflik sosial ialah: aspek sejarah asal-usul, kepercayaan dan pandangan, atur- an keagamaan tentang makanan, perkawinan, penyelenggaraan pendidikan agama, masih adanya bekas pimpinan konflik, status hukum Towani Tolotang yang tidak menentu, dan sikap mental yang masih penuh kecurigaan dan kurang pengertian antara masing-masing kelompok.

Baik dalam keadaan konflik maupun integrasi, faktor politik selalu cenderung untuk menjadi “panglima” di atas permukaan walaupun di bawah permukaan belum tentu.

Aspek-aspek pendorong integrasi dan koflik sosial di Amparita, masing-masing berjalan menurut kesempatan yang diberikan kepadanya. Apabila aspek pendorong konflik berjalan lebih laju daripada aspek pendorong integrasi, maka masyarakat Amparita akan kembali tenggelam dalam suasana konflik.56

Untuk membina kebersamaan dan kesatuan masyarakat Amparita, pada satu segi aspek pendorong konflik harus diper- kecil dengan cara menyelesaikan hal-hal yang sebenamya lebih merupakan persoalan tertunda seperti soal status hukum Towani Tolotang dan penyelenggaraan pendidikan agama. Pada segi lain, aspek pendorong integrasi harus dipacu agar berjalan lebih laju dengan memperbanyak kegiatan yang melibatkan ketiga kelompok seperti dengan koordinasi pelaksanaan ritus dan kegiatan pertanian

2 3 1

Page 214: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

tersebut. Persoalan yang akan muncul berikutnya ialah: apakah hilangnya potensialitas konflik dari satu aspek tidak akan melahirkan potensialitas konflik pula pada aspek lain, dan apakah lajunya potensialitas integrasi tidak sekaligus membawa serta potensialitas konflik? Untuk kasus masyarakat Amparita, hal ini memerlukan penelitian lebih lanjut.#

Catatan

'Dalam laporan penelitian ini akan disebut berkali-kali istilah Towani Tolotang, Tolotang Benteng, dan Tolotang. Apabila disebut Tolotang saja, maka berarti Towani Tolotang dan Tolotang Benteng sekaligus.

2Rumusan tersebut berbeda dengan Coser yang mengatakan bahwa dorongan untuk menyerang atau dorongan rasa permusuhan tidaklah cukup untuk menimbulkan konflik sosial. Konflik sosial hanya dapat terjadi dalam interaksi antara subjek dan objek. Lihat Coser (1956: hal. 59). Rumusan tersebut juga memperlihatkan batasan bahwa yang dibahas dalam penelitian ini hanyalah konflik antarkelompok (dalam hal ini kelompok Islam, Towani Tolotang, dan Tolotang Benteng), dan tidak membahas konflik di dalam kelompok-kelompok itu sendiri. Dengan meminjam istilah Dahrendorf, yang dibahas dalam penelitian ini adalah “exogenus conflicts” bukan “endogenous conflicts”. Lihat Dahrendorf, Ralf, dalam “Toward a Theory of Social Conflict”, dalam Etzioni dan Halevy (ed.), 1973: hal. 101.

3Dengan batasan tersebut integrasi dalam pengertian ini lebih merupakan gabungan pengertian dari akomodasi, kooperasi, dan assimilasi. Akomodasi adalah penyesuaian sementara dari perbedaan-perbedaan antara dua kelompok yang saling bermusuhan untuk meredakan konflik, masing-masing menjaga sikap permusuhannya dan berubah tingkah laku- nya untuk tidak meneruskan pertentangannya. Kooperasi adalah kerja sama untuk mencapai tujuan bersama, biasanya diiringi dengan pembagi- an kerja. Assimilasi adalah proses di mana dua kelompok atau lebih yang mempunyai pola sikap yang berbeda secara perlahan-lahan membentuk satu pola sikap baru yang bersumber dari sikap masing-masing kelompok. Lihat Roucek dan Warren (1957: hal. 41-44). Untuk keperluan penjelasan konsepsionil analitis, integrasi sosial perlu dibedakan dari institusionalisasi dan segmentasi yang berarti kegiatan sub-unit untuk meluaskan diri dengan tetap tergantung kepada keseluruhan organisasi. Lihat Olsen (1968: hal. 158).

“Dengan demikian, penelitian ini berbeda dari penelitian lain yang hanya bersifat deskriptif, atau bersifat menjelajah (exploratory) dan berbeda pula dengan penelitian yang bersifat menguji hipotesis atau teori (verificatory) yang juga sering

2 3 2

Page 215: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

dikelompokkan sebagai salah satu bentuk dari riset explanatoris (explanatory research). Lihat Mely G. Tan “Masalah Perencanaan penelitian”, dalam Koentjaraningrat, (ed.), (1973: hal. 34).

5Unstandardized interview (disebut juga unguided atau nondirective interview) adalah wawancara tanpa suatu daftar pertanyaan dengan susunan kata-kata dan tata urut yang tetap yang harus dipatuhi, meskipun tak berarti tidak mempunyai aturan dan cara bertanya tertentu. Uns tructured dan focused interview ialah wawancara yang tidak mempunyai struktur tertentu, tetapi selalu terpusat kepada satu pokok yang tertentu. Lihat Koentjaraningrat “Metode-Metode Wawancara” dalam Koentjaraningrat, (ed.),( 1973: hal. 162-164).

6Metode grounded research di Amerika dikembangkan oleh Glaser dan Strauss dalam bukunya berjudul The Discovery of Grounded Theory, dan di Indonesia pertama kali dikembangkan oleh Schlegel melalui dik- tatnya berjudul Grounded Research di dalam Ilmu-ilmu Sosial. Menurut Glaser dan staruss, tugas penting dalam penelitian sosial dewasa ini adalah bagaimana menemukan (discover) teori dari data yang diperoleh dan dianalisis secara sistematis; dan inilah yang mereka sebut dengan grounded theory. Penelitian yang berusaha menemukan grounded theory itu disebut grounded research. Penelitian semacam ini merupakan alternatif lain dari penelitian sosial yang selama ini sering dilakukan dengan maksud menguji atau membuktikan kebenaran sesuatu hipotesis atau teori yang dirumuskan atau telah ada sebelum penelitian dilakukan. Lihat Glaser dan Strauss (1974: hal. 1-2).

7Langkah-langkah tersebut diterangkan dengan jelas oleh Glaser dan Strauss ketika menerangkan bagaimana seharusnya merumuskan sesuatu teori dan element-element dari suatu teori. Lihat Glaser dan Strauss (1974: hal. 35-43). Lihat juga Schlegel (1974: hal. 10). Penulis laporan penelitian ini tidak berpretensi bahkan sepenuhnya mengikuti tata cara grounded research secara baik.

8Konsekuensi-konsekuensi ini adalah juga di antara prinsip-prinsip dari suatu penelitian atas dasar grounded research. Lihat Glaser dan Strauss (1974: hal. 43 dan 45). Lihat juga Schlegel (1974: hal. 7-8).

9Dalam hubungannya dengan kesimpulan atau teori yang dihasil- kannya, menurut Glaser dan Strauss, justru di sini pula letaknya perbedaan penelitian semacam ini dengan penelitian lain yang bersifat menguji teori yang eenderung melihat suatu hasil penelitian sebagai sesuatu yang final. Glaser dan strauss memandang bahwa lahirnya suatu kesimpulan atau teori hanyalah suatu “jedah” (a pause) dari suatu proses merumuskan teori yang tak pernah berakhir. Mereka berkata: “ When generation of theory is the aim, howewver, one is constantly alert to emergent perspective that will change and help develop his theory. This perspective can easily occur even on the final day of the study or when the manuscript is reviewed in page prof: so the-published work is not the final one, but only a pause in the never ending process of generating theory. ”

2 3 3

Page 216: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Lihat Glaser dan Strauss^ 1974: hal. 40). ,0Sisir gondokan adalah alat penghalus dalam menenun kain. Penduduk Amparita

sendiri tidak menggunakan hasil kerajinannya itu karena di desa ini tidak ada penenun. Melalui tengkulak, mereka menjualnya ke daerah lain yang banyak melakukan pekerjaan tenunan sutera seperti Soppeng dan Wajo.

"Sumber: Kantor Departemen Agama Kabupaten Sindereng Rappang, 1977. l2Barzanji ialah kitab berbahasa Arab, berisi sejarah kehidupan Nabi Muhammad

yang dituturkan secara puitis, ditulis pada masa sekitar abad ke-13 oleh sastrawan Arab (baca: Islam) pada masa itu.

l3Thahir( 1975: hal. 17). l4Pemindahan itu oleh Arung Amparita mungkin dimaksudkan agar proses

integrasi antara pengungsi dan penduduk asli dapat berjalan lebih cepat, atau untuk mempermudah kontrol dan pengawasan terhadap mereka.

15Di luar Amparita, dalam wilayah kabupaten Sidenreng Rappang, penganut Towani Tolotang tersebar di desa-desa Kadidi (25 orang), Lai- nungeng (3307 orang), Mojong (2682 orang, termasuk Otting), Bila, Kanyuara dan Tanru Tedong (2592 orang). Di luar kabupaten Sidenreng Rappang: satu atau dua orang terdapat di Pinrang dan Ujung Pandang.

l6Bakul yang dipandang keramat ini tidak boleh diletakkan di sem- barang tempat dan tidak boleh diperlihatkan kepada sembarang orang, juga hanya boleh dipinjamkan atau diberikan dan tidak boleh di perjual- belikan. Pada pasal yang akan datang akan dijelaskan bahwa bakul se- rupa juga dipakai oleh kelompok Tolotang Benteng.

l7Ada yang berpendapat bahwa bakul mappenre itu dibawa secara tersembunyi karena demikianlah perjanjian mereka dengan Raja Sidenreng dahulu. Mereka diperkenankan menjalankan ritus kepercayaan mereka, tetapi tidak boleh secara terang-terangan.

l8Tudang sipulung ini supaya dibedakan dari tudang sipulung desa yang dilakukan pada setiap hendak turun bibit dan panen. Hal ini akan dijelaskan kemudian.

l9Pada hari-hari biasa, jalan menuju ke Perrinyameng tidak bisa di- lalui oleh kendaraan bermotorjenisapapun. Setiap tahun, sebulan sebelum acara sipulung, jalan itu diperbaiki agar dapat dilalui mobil untuk paratamu yang datang.

20Kegiatan ritus semacam ini juga dimiliki oleh orang Bugis pada umumnya sebelum datangnya Islam, sehingga dapat dikatakan bahwa mereka adalah “potret” orang Bugis pada zaman pra-lslam. Bandingkan dengan Mattulada (1975: hal. 22).

2lAda yang menyebutkan Qodi Sidenreng ketika itu Syekh Jamal Padealo. 22Hal ini berbeda dengan penganut Tolotang Benteng di luar Amparita. Di

Pinrang, misalnya, ada juga di antara mereka yang telah menunaikan ibadah Haji ke Mekkah. Beberapa penganut Tolotang Benteng Amparita juga kadang-kadang melakukan shalat bila berada jauh di luar Amparita.

23Mungkin semacam Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad dalam Islam.

2 3 4

Page 217: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

24Untuk jumlah tersebut sebenarnya tidak ada statistik yang resmi. Angka tersebut diambil atas dasar bahwa jumlah rumah penganut Tolotang Benteng di Amparita adalah sebanyak 103 buah (lihat Peta Perkam- pungan Desa Amparita), dengan perhitungan perkiraan penghuni 4-6 orang setiap rumah, Sedangkan jumlah penganut Tolotang Benteng di luar Amparita berkisar 5000 orang, terbesar di kabupaten Sidenreng Rappang dan Pinrang.

25Menurut kelompok Towani Tolotang, kuburan itu sebenarnya adalah kuburan La Panrewe dan isterinya bernama Celia Data. Menurut mereka, kuburan La Panaungi terdapat di Wajo.

26Sumber: Kantor kecamatan TelluLimpoE, 21 Mei 1977. 27Sirik menurut arti katanya malu atau harga diri, maksudnya ialah konsep untuk

mempertahankan kehormatan atau harga diri. Di kalangan masyarakat Bugis dan Makassar, orang berani mempertaruhkan nyawa untuk mempertahankan sirik. Sirik mempunyai aspek positif dan ne- gatif. Lihat Mattulada (1977). Sirik bisa terjadi antarindividu dan bisa pula antarkelompok. Berbagai peperangan antarkerajaan di Sulawesi Selatan pada zaman dahulu juga terjadi karena sirik. Peperangan antara kerajaan Bone dan Gowa pada abad ke-19 disebabkan karena sirik. Tentang ke- mungkinanterjadinya sirik kelompok ini, lihat Erningron (1976: 17).

28Pertentangan yang didasari oleh sesuatu yang bersifat doktrin semacam ini biasanya lebih tajam dan radikal, karena individu pelaku konflik masuk menjadi super individual dan bertindak sebagai wakil group atau idea. Seseorang biasanya merasa terhormat dan menganggap sebagai kebajikan bila bertindak tidak atas nama pribadinya. Bandingkan dengan Coser (1956: hal. 39-40).

29Sumber: Kantor Urusan Agama Kecamatan Tellu LimpoE, Juni 1977. 30Sumber: Uwa Tonang, petugas pencatatan perkawinan Towani Tolotang, 21 Juni

1977. 11 Sebaliknya, dari daftar tempat tinggal mereka pada tabel terdahulu juga terlihat

bahwa orang Islam di luar Amparita nampaknya lebih long- gar untuk kawin dengan orang Towani Tolotang, mungkin karena di sana orang Towani Tolotang tidak memperlihatkan diri sebagai sesuatu kekuatan sosial tersendiri berhubung jumlahnya yang sedikit, terpencar- pencar dan bukan daerah “centrum” dari kepercayaan ini.

32Sebagaimana disebutkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara RI, pendidikan agama harus masuk dalam kurikulum untuk semua jen- jang sekolah, sejak tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Agama yang diajarkan ialah salah satu dari Islam, Kristen Katholik, Hindu atau Budha, apabilajumlah murid dari sesuatu agama dalam suatu kelas mencapai jumlah tertentu. Oleh karena murid beragama Islam di kabupaten Sidenreng Rappang adalah mayoritas, dan jumlah pemeluk agama lain tidak meme- nuhi syarat untuk diberikan mata pelajaran agama lain, maka mata pelajaran agama di kabupaten Sidenreng Rappang, termasuk Amparita, praktis adalah mata pelajaran agama Islam.

33Tentu saja ada pengecualian, bahkan satu atau dua di antara mereka justru lebih

2 3 5

Page 218: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

pandai dalam mata pelajaran agama daripada anak-anak Islam sendiri. 34Sumber: masing-masing sekolah yang bersangkutan. 35Karena doktrin itulah makanya pada masa operasi Mappakaenga (1976), orang

Towani Tolotang lebih suka dipukul daripada harus sem- bahyang atau masuk masjid. Seorang penganut Towani Tolotang menyatakan di depan penulis: “Saya berdoa kepada Tuhan mudah-mudahan selama hidup sayajangan sampai pernah melakukan shalat atau masuk masjid”.

36Pelaksanaan secara tegas dari pengumuman itu, terutama berlang- sung pada masa jabatan camat A. Samad dan Aco Lopa. Mereka yang pernah menjabat sebagai camat di Tellu LimpoE di Ampirita, sejak ber- dirinya kecamatan itu hingga sekarang ialah:

1. M. Yusuf Junaid 1960 - awal 1965. 2. Lahmuddin Noor BA : awal 1965 - akhir 1965. 3. A. Samad : 1966-1967. 4. Aco Lopa : 1967- 1968. 5. M. AliWahab : 1968- 1969. 6. Ibrahim Yasin 1969 - sekarang (1977). 37Wewenang untuk mengatur aliran-aliran kepercayaan di Indonesia memang

berada di pihak Kejaksaan bersama-sama dengan pihak Depar- temen Agama. 38Tentang bagaimana Golkar sebagai salah satu kekuatan sosial secara defacto

dapat menghapuskan semua ketetapan resmi perintah mengenai Towani Tolotang, bukanlah menjadi maksud pembahasan penelitian ini.

39Nama-nama aliran kepercayaan yang terlarang di Sulawesi Selatan itu selengkapnya adalah sebagai berikut: A1 Bahai, Towani Tolotang, Mahadi Akbar, Warga Swarga (Warga Sejati Karohayu), Shalat Fardhu, Al-Quran, Hadis, Tarekat Hakiki, Aliran Quran, Jamaah Ahmadiyah, Lapucu Ambo Saoda, Khalwatiah Gaya Baru, Panuntung, Pua saku, I in an Aliran, Tarekat Salo Alio, dan Perkumpulan Siswa Al-Kitab Saksi Y eruna.

40Pada bulan Juli (?) 1977, ketika Uwa Tonang, seorang tokoh Towani Tolotang di Amparita pada pelantikan sebagai anggota DPRD Sidenreng Rappang disumpah secara agama Hindu, telah banyak menimbulkan pertanyaan di kalangan orang-orang Islam di Amparita. Secara berbisik-bisik mereka menyatakan bahwa tidak ada dasar hukumnya untuk menyumpah anggota DPRD tersebut secara Hindu. Pada tahun 1971 (sebagai hasil Pemilihan Umum 1971) orang yang sama dan dalam jabatan yang sama disumpah secara Islam.

41Komandan KORAMIL adalah juga penganut Towani Tolotang, mungkin karena inilah ia tidak melaporkan kepadanya.

42Periodesasi ini dibuat hanya secara kebetulan, yaitu karena pemberi informasi utama dari paragraf ini adalah seorang Kepala Kampung yang menjabat pada periode

2 3 6

Page 219: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

tersebut. 41Dalam bahasa daerah setempat bekerja bhakti adalah “massuk- arela” yang

berarti bersuka rela. 44Pada bagian terdahulu telah dijelaskan bahwa aspek pendidikan merupakan salah

satu dari banyak aspek yang dapat mendorong konflik sosial. Pada bagian ini akan dijelaskan bahwa aspek yang sama sekaligus juga dapat mendorong ke arah integrasi sosial.

45Jumlah pemilik kerbau atau sapi tersebut adalah sample yang diambil secara random.

4<,Jumlah pemilik sawah tersebut adalah sample yang diambil secara random. 47"Lawa'’ artinya tidak dimasak, dan “manuk” artinya ayam. Oleh karena makanan

khas dari acara ini adalah lawa manuk. makadisebutjugaTudang Sipulung Lawa. Tudang Sipulung ini -sekali lagi— berbeda dengan Tudang Sipulung sebagai ritus Towani Tolotang ketika beijangkit wabah penyakit atau kemarau panjang.

48 Di dalam kenyataan sawah-sawah di Amparita, ketika “massangki” tidak dikunjungi oleh orang luar daerah kecuali dari tetangga desa yakni Teteaji dan Massape. Demikian puladi wilayah Kabupaten Sidrap lainnya.

49Pada bagian terdahulu juga telah dikemukakan bahwa secara yuridis Towani Tolotang telah dilarang, tetapi secara de facto bahkan diakui berhubung adanya nota Golkar. Oleh sebagian orang Islam kenyataan ini dipandang sebagai akibat sikap mendua (ambivalent) Pemerintahan Daerah Kab. Sidereng Rappang.

' Kenyataan ini sebetulnya tidak perlu menjadi persoalan, karena kedudukan mereka di sana adalah sebagai petugas resmi negara yang tidak boleh memihak kepada salah satu kelompok masyarakat. Penulis juga melihat bahwa demikianlah maksud mereka. Akan tetapi di kalangan kelompok Islam, kenyataan itu dipandang sebagai dapat mempunyai arti tersendiri bagi sesuatu kelompok. Secara sosiologi hal itu mungkin saja teijadi.

5iBandingkan dengan teori Coser yang mengatakan bahwa konflik juga menjadi indeks stabilitas hubungan yang ada dan pertanda berjalan- nya “balancing mechanism". Lihat Coser (1956: hal. 85).

“Menurut Skaia Bogardus, kesediaan seseorang untuk menerima orang lain sebagai tetangga adalah salah satu faktor yang memperlihatkan ukuran jarak sosial atau tingkat penerimaan sosial suatu kelompok terhadap kelompok lain. Lihat Miller(1973: hal. 230).

53Pengamatan terhadap aspek-aspek ini banyak diberi inspirasi oleh Geertz(1964: hal. 370-381).

54Bagi orang Towani Tolotang, hari yang betul-betul dipandang sebagai hari raya mereka adalah ketika Sipulung di Perrinyameng.

“Menurut Olsen, segi-segi inilah yang amat penting diperhatikan bila hendak menilai atau menganalisis suatu konflik sosial. Lihat Olsen (1968: hal. 135).

2 3 7

Page 220: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

56Sebetulnyaterjadinya konflik tidak selamanyamerugikan, karena kondisi optimum daripada suatu organisasi memang bukanlah semacam keseimbangan atau kompromi antara konflik dan integrasi melainkan perkembangan yang simultan dari keduanya, sehingga meniadakan konflik sebenarnya mustahil. Bahkan konflik di antaranya juga menguntungkan. Sambil mengomentari proposisi-proposisi Simmel, Cosermenginventa- risir beberapa keuntungan konflik sosial lain: (1), Dapat membangun dan memperkuat batas, kesadaran, dan mobilisasi kelompok; (2), Dapat me- ngurangi rasa permusuhan yang bersifat penghancuran total dengan mem- berikan penyaluran secara sedikit demi sedikit; (3), Sebagai tanda adanya hubungan sosial yang rapat atau menjadi indeks stabiiitas hubungan yang ada dan pertanda berjalannya “balancing mechanism”; (4), Membangun hubungan sosial dalam bentuk “antagonistic cooperation”; dan melahirkan tipe inter-relasi baru yang lain; (5), Merangsang inovasi (call for allies). Tetapi untuk memperoleh keuntungan-keuntungan itu diperlukan beberapa syarat: konflik itu harus bersifat praktis dan operasionil, bukan pada posisi-posisi ideologis, bersifat instrumental daripada “ek- pressive in nature”, terbatas dan spesifik pada area tertentu, berlangsung dalam jangka waktu tertentu, datangnya (dalam hal banyak konflik) ber- urutan dan tidak sekaligus dalam waktu yang sama, bersifat saling me- nyilang (cross cutting) dan tidak kumulatif, serta tidak mengancam nilai dasar organisasi. Konflik yang demikian dapat dibatasi, diarahkan, di- kontrol dan dicerap untuk kemudian diambil keuntungannya. Lihat Coser (1956: hal. 33.46.71.85.95,128). Lihat juga Olsen (1968: hal. 166-167). Dalam kasus masyarakat Amparita, konflik yang terjadi amat kurang untuk dapat diambil keuntungannya karena banyak menyakut posisi- posisi ideologis dan doktriner, karena itu harus terus dikendalikan dan dikurangi. Daftar Pustaka Abdullah, Taufik (ed.), Islam di Indonesia. Jakarta: Tintamas, 1974. Bachtiar, HarsyaW., “The Religion of Java: A Commentary”, dalam

Majalah Ilmu-ilmu Sastra Indonesia, vol. VI, Januari. Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1973.

Bonner, Hubert, Social Psychology. New York: American Book Company, 1953.

Coser, Lewis A., The Functions of Social Conflict. Glencce- USA: The Free Press, 1956.

Coser, Lewis A. dan Rosenberg, Bernard, Sociological Theory: A Book of Reading. USA: The Macmillan Company, 1957.

2 3 8

Page 221: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Dahrendorf, Ralf, “Toward a Theory of Social Conflict”, dalam Amparita Etzioni dan Eva Etzioni Halevy (ed.), Social Change: Sources, Pattern and Consequences. New York: Basic Book Inc. Publisher, 1973.

Dalle, Muh. Asaf, Aliran Tolotang di Sidenreng Rappang Sulawesi Selatan. Ujung Pandang: Up-Grading PPN se- Sulawesi Selatan-Maluku,1972.

Errington, Shelly, Siri ’, Darah dan Kekuasaan Politik di dalam Kerajaan Luwu Jaman Dahulu, ceramah stensilan, University of California, Senta Cruz, 1976.

Ceertz, Clifford, The Religion of Java. USA.: Free Press, 1964. Glaser, Barney G. dan Strauss, Anselm L., The Discovery of Groun-

ded Theory. Chicago, USA: Aldine Publishing Company, 1974.

Koentjaraningrat, Pokok-Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: PT Dian, 1974.

Koentjaraningrat (ed.), Metodologi Penelitian Masyarakat. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 1973.

Mattulada, Latoa: Suatu Lukisan Analitis Terhadap Antropo- logi Politik Orang Bugis, Disertasi Doktor, Universitas Indonesia, Jakarta, 1975.

, Sirik dan Pembinaan Kebudayaan, Kertas Kerja pada Seminar Masalah Sirik di Sulawesi Selatan, 11 s/d 13 Juli 1977, Ujung Pandang, 1977.

Midleton, John, “The Religious System”, dalam Roul Naroll dan Ronald Cohen, (ed.), A Handbook of Method in Cultural Antropology, Columbia University Press, 1973.

Miller, Delbert C, Handbook of Research Design and Social Meansurement. New York: David Mckay Company Inc.,

2 3 9

Page 222: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

1973.

Nasikun, Sebuah Pendekatan untuk Mempelajari Sistem Sosial Indonesia. Yogyakarta: Seri Penerbitan Fakultas Sosial dan Politik, Universitas Gajah Mada, No. 2, 1974.

Olsen, Mervin E., The Process of Social Organization. New Delhi: Oxford & IHB Publishing Co, 1968.

Pemerintahan Daerah Kabupaten Sidenreng Rappang, Mono- grafi Kabupaten Daerah Tk. II Sidenreng Rappang, 1976.

Rose, Arnold M, “The Comparative Study of Intergroup Conflict”, dalam Rose, Arnold M dan Caroline B, Rose (ed.), Minority Problems. New York: Harper & Row Publisher, 1972.

Roucek, Joseph S. dan Warren, Ronald L., Sociology: An In-troduction. Iowa: Little Field, Adam & Co, Ames, 1957.

Said, Arif, Kepercayaan Tolotang Hubungannya dengan Islam dan Hindu, Skripsi Sarjana, Fakultas Sastra, Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang, 1971.

Schlegel, Stuart A., Grounded Research di dalam Ilmu-ilmu Sosial, University of California, Santa Cruz, diktat, 1974.

Tahir, Muchtar, Peranan Uwatta dalam Kehidupan Masyarakat Tolotang di Kecamatan Tellu LimpoE Kabupaten Sidenreng Rappang, Skripsi Sarjana, Fakultas Sosial Politik, Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang, 1975.

Thahir, Syamsuddin, Struktur dan Organisasi Pemerintahan Kabupaten Sidenreng Rappang, Skripsi Sarjana, Fakultas Sosial dan Politik, Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang, 1968.

Tjakke, Hukum Adat Perkawinan Tolotang, Skripsi Sarjana, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang, 1968.

2 4 0

Page 223: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Bab VI Fatwa Majlis Ulama Indonesia

A. Pendahuluan DALAM bab ini akan disajikan hasil penelitian tentang Fatwa Majlis Ulama Indonesia (MUI). Karena panjangnya tulisan itu, hasil penelitian tersebut tidak diturunkan secara lengkap, tetapi hanya ringkasannya. Laporan lengkap hasil penelitian itu ada dalam disertasi yang naskah aslinya ditulis dalam bahasa Inggris berjudul: Fatwas of The Council of Indonesia Ulama: A Study of Islamic Legal Thought in Indonesia, 1975 - 1988 (Universiti of California Los Angles-UCLA, 1990), edisi Indonesianya di terbitkan oleh INIS (Jakarta, 1993), dan edisi Arabnya diter- bitkan oleh Center for the Study of Islam and Society (Jakarta, 1996).

Sebelum sampai kepada contoh hasil penelitian itu sendiri, terlebih dahulu akan diuraikan beberapa prasyarat bagi yang hendak melakukan penelitian. Pengalaman penulis ketika melakukan penelitian yang dipaparkan di sini dimaksudkan untuk memberikan gambaran bagaimana keberhasilan pada pendidikan berkait dengan aspek-aspek lain yang non-akademik. B. Pengayaan Pengetahuan dan Kemampuan

Metodologi Salah satu aspek yang sangat penting dikuasai dalam mem-

persiapkan suatu penelitian, termasuk penulisan disertasi, tesis dan lain-lain, adalah penguasaan metodologi ilmiah. Tanpa penguasaan metologi ilmiah yang memadai, dapat dipastikan penelitian itu akan gagal, baik pada tahap penyiapan proposalnya ataupun pada tahap penulisannya sendiri. Penguasaan metodologi di sini termasuk terhadap aliran atau aspek metodologi yang tidak akan dipakai secara

2 4 1

Page 224: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

langsung dalam penelitian itu. Seseorang yang telah memutuskan menggunakan metode analisis kualitatif dalam penelitiannya, misalnya, tetap harus paham juga tentang metode kuantitatif untuk dapat mengukur kekuatan dan kelemahan metode analisis yang telah dipilihnya itu. Lebih dari itu, sebagai seorang yang berkecimpung di dunia penelitian tentu ia juga dituntut mampu memahami hasil penelitian orang lain yang menggunakan metode analisis kuantitatif.

Dalam kaitan ini, sebelum melakukan penelitian seseorang perlu mengenai terlebih dahulu cara-cara berpikir ilmiah, cara mencari kebenaran ilmiah, cara meniti prosedur penelitian ilmiah, dan cara merumuskan hasil penelitian ilmiah. Selain itu, seorang peneliti juga perlu membaca hasil-hasil penelitian sebelumnya yang telah dinilai terbaik. Ketika mengikuti Program Latihan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial (PLPIIS) di Ujung Pandang pada 1977, saya membaca buku-buku tentang teori sosiologi seperti The Coming Crisis of Western Sociology oleh Gouldner, buku tentang teori konflik sosial oleh Lewis Coser, tentang teori organisasi oleh Olson, tentang perubahan sosial oleh Emitai Etzioni, Metode-metode Penelitian Masyarakat oleh Koentjaraningrat, dan buku The Discovery of Grounded Theory oleh Barney G. Glaser dan Anzelm Strauss. Khusus buku yang disebut terakhir saya baca berulang-ulang (dengan bantuan kamus) dari awal sampai akhir karena penelitian saya berjudul Mesjid dan Bakul Keramat : Study tentang konflik dan Inte- rgrasi Sosial di Masyarakat Bugis Amparita itu menggunakan metode grounded research.

Demikian juga ketika saya mengambil program S3 dalam Islamic Studies di UCLA. Di sini saya belajar tradisi baru yaitu metodologi penelitian sejarah. Saya mengambil mata kuliah Sejarah Arab sebelum Islam, Sejarah Nabi Muhammad (Sirah), Sejarah dan Kebudayaan Islam 700-1300, Sejarah Islam Per- tengahan, Sejarah Sosial Timur Tengah, membaca naskah-nas- kah Sejarah Islam Klasik seperti Sirah Ibnu Hisyam dan Tarikh Tabari, metodologi penelitian sejarah dan historiografi Islam. Pada saat itulah dalam bidang

2 4 2

Page 225: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

metodologi sejarah saya membaca buku What is History oleh Carr, The Idea of History oleh Collingwood, Modern Researcher oleh Banzun, The Pursuit of History oleh John Tosh, Historiografi Indonesia oleh Soedjat- moko, dan lain-lain.

Demikianlah, bahwa penguasaan berbagai aliran metodologi penelitian dan pengayaan pengetahuan dengan membaca buku-buku yang dinilai representatif merupakan aspek yang harus dikuasai dalam mempersiapkan suatu penelitian.

C. Merumuskan Tema dan Topik Tema dan topik adalah dua hal yang berbeda, tetapi yang pertama

mengantarkan yang kedua. Dalam mempersiapkan suatu penelitian, kita tidak perlu dan sebaiknya tidak langsung kepada topik, tetapi harus jelas dulu temanya. Tema ini penting karena tema sebenarnya menunjukkan wilayah keahlian atau spesiali- sasi yang akan dituju, sedangkan topik pada hakikatnya hanyalah salah satu contoh penelitian dalam wilayah itu. Itulah sebabnya, seseorang yang hendak melakukan penelitian harus mulai dengan merumuskan tema dan bukan topik.

Ketika hendak menulis disertasi, saya menetapkan bahwa minat saya adalah mengenai hukum Islam, tegasnya sejarah hukum Islam, tetapi pendekatannya sosiologi. Ke sinilahtema disertasi akan saya arahkan. Belakangan wilayah kajian ini saya sebut dengan Sejarah Sosial Hukum Islam. Maka mulailah saya dengan "review of the literature” untuk mengetahui '"state of the affairs” dari wilayah kajian yang saya minati, yaitu studi apa saja yang telah dilakukan di dunia sejauh ini yang mencoba mempelajari hukum Islam dengan pendekatan sejarah dan sosiologi. Saya bertemu antara lain dengan tulisan-tulisan Messich yang mempelajari fatwa dari segi antropologi, Urgil Heyd tentang fatwa- fatwa yang dikeluarkan kantor Syaikul Islam di Turki, Lazarus Yafleh tentang fatwa-fatwa Al-Azhar, dan lain-lain.

2 4 3

Page 226: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Adapun topik saat itu belum diperoleh, tetapi ada angan- angan agar mengenai Indonesia. Setiap kali tersirat dalam hati sesuatu topik terkait dengan tema tadi, saya catatlah topik itu. Sekitar 16 altematif judul pernah terdaftar dalam catatan saya, antara lain tentang kemungkinan membahas kurikulum Fakultas Syari’ah IAIN, membahas suatu kitab fiqh yang dipakai di pesantren, membahas seorang tokoh hukum Islam, dan membahas suatu organisasi Islam terkait dengan hukum Islam. Pilih- an akhimya jatuh kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI), tetapi bukan MUI dari segi perannya secara umum dalam masyarakat, melainkan dari segi fatwanya. Kenapa fatwanya? Karena fatwa itulah yang merupakan substansi pemikiran hukum MUI. Fatwa adalah salah satu dari 5 produk pemikiran hukum Islam yang di- pelajari dan diteliti, yaitu: kitab-kitab fiqh, keputusan pengadilan agama, perundangan yang berlaku di negara muslim, kompilasi hukum Islam, dan fatwa. Itulah aspek doktrinnya, baru pendekatannya adalah sosiologi. Karena itupulalah masalah yang hendak

2 4 4

Page 227: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

dikaji meliputi dua aspek: Pertama, bagaimana fatwa-fatwa MUI itu dirumuskan secara metodologis; dan kedua, faktor-faktor sosial, politik, dan kultural apa yang melatarbelakangi lahirnya fatwa-fatwa MUI itu, dan bagaimana dampak fatwa itu terhadap masyarakat. Aspek yang pertama adalah wilayah kajian usul fiqh dan aspek kedua adalah wilayah kajian sosiologi. Di mana pendekatan sejarahnya? Dalam rentang waktu MUI 1975-1989.

D. Aspek-aspek Psikologis dan Kepribadian Secara sepintas, kegiatan penelitian adalah 100% kegiatan ilmiah.

Namun kenyataannya tidaklah demikian. Banyak aspek- aspek lain di luar aspek ilmiah turut menentukan suksesnya suatu kegiatan penelitian, seperti sikap tak pernah putusasa, ke- mampuan membina human relation dengan baik dengan semua pihak yang terkait, dan lain-lain.

Tentu saja, selama dalam melakukan penelitian kondisi psikologis mengalami pasang surut, naik dan turun. Selain kondisi psikologis yang pasang surut akibat persoalan-persoalan yang berkaitan langsung dengan masalah penelitian, ada juga persoalan-persoalan lain yang tidak secara langsung berkaiatan dengan masalah penelitian tetapi juga berpengaruh terhadap proses penelitian tersebut. Misalnya, salah seorang anggota keluarga ada yang sedang sakit, sedang mengalami kesulitan keuangan, sedang mengalami suatu musibah, dan lain-lain. Semua- nya adalah persoalan-persoalan manusia pada umumnya yang dapat mengganggu kelancaran kegiatan yang telah disusun. Semuanya harus dihadapi dan diatasi dengan tenang dan bijak- sana, dengan tetap berpegang pada rencana. E. Ringkasan Hasil Penelitian tentang Fatwa MUI

Studi ini berusaha mempelajari sifat fatwa-fatwa Majlis Ulama Indonesia (MUI) dari dua tingkat analisis: perumusannya secara metodologi dan lingkungan sosio-politik dan kebudayaan yang mengitarinya. Jika dicermati, jelaslah bahwa fatwa- fatwa itu berbeda

Page 228: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

satu sama lain dalam sifatnya pada kedua tingkat analisis tersebut. Bahkan fatwa-fatwa yang termasuk dalam suatu kategori tertentu bisa saja menunjukkan sifat-sifat yang berbeda.

Terbukti bahwa dalam hubungan perumusan secara metodologi fatwa-fatwa itu tidak mengikuti suatu pola tertentu. Beberapa fatwa berawal dengan dalil-dalil menurut Al-Quran sebelum melacak hadis-hadis yang bersangkutan atau menun- juk pada naskah-naskah fiqh. Fatwa lainnya mengenai masalah yang dibicarakan tanpa mempelajari terlebih dulu ayat- ayat Al-Quran atau hadis-hadis yang bersangkutan. Ada sejum- lah kecil fatwa yang bahkan tidak mengemukakan dalil sama sekali, baik yang berdasarkan naskah maupun yang menurut akal pikiran; ia langsung begitu saja menyatakan isi fatwa. Akan te-tapi, hal ini tidak berarti bahwa MUI tidak memakai metodologi. Secara teori, MUI secara mendalam mempelajari keempat sumber hukum Islam: Al-Quran, hadis, ijma’ dan qiyas, demikian urutan tingkat wewenangnya menurut mazhab Syafi’i. Tetapi dalam praktik, prosedur metodologis semacam itu tidak selalu dipergunakan.

Di samping soal teknis metodologi, juga terbukti bahwa perumusan fatwa-fatwa MUI senantiasa terikat oleh beberapa faktor yang sebagiannya bersifat politik. Beberapa fatwa hanya terikat pada satu faktor, tetapi ada pula yang terikat pada ga- bungan beberapa faktor, sehingga sering mempersukar penen- tuan faktor mana yang paling berpengaruh.

Faktor pertama yang harus diketahui dalam perumusan fatwa-fatwa itu rupanya berkaitan dengan kecenderungan untuk membantu kebijakan pemerintah. Fatwa tentang peternakan kodok, daging kelinci, pemotongan hewan dengan mesin, dan keluarga berencana (KB) telah menunjukkan sifat dukungan fatwa-fatwa itu terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah. Untuk dapat membantu kebijakan pemerintah dalam soal Keluarga Berencana, khususnya dalam hal penggunaan IUD, MUI telah mencabut fatwa sebelumnya tentang masalah itu. Yang lebih menarik lagi, bahwa fatwa-fatwa mengenai soal ibadah pun dapat dikatakaan sedikit banyak telah dipengaruhi

2 4 6

Page 229: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

oleh ke- inginan untuk membantu kebijakan pemerintah. Fatwa tentang berlakunya Jedah dan bandar udara Raja ‘ Abd al-’Azi z sebagai tempat mi qcrt bagi para jemaah haji Indonesia adalah hal yang dimaksud.

Akan tetapi, keinginan untuk mendukung kebijakan pemerintah itu tidaklah berarti bahwa fatwa-fatwa tersebut tidak ber- dasarkan keagamaan. Sesungguhnya banyak juga fatwa itu yang diberi alasan yang sungguh-sungguh kuat dari segi agama. Ma- salahnya ialah berkenaan dengan kenyataan bahwa ada faktor kedua yang ikut berperan, yakni keinginan untuk menghadapi dan menjawab tantangan-tantangan zaman modem. Ternyata banyak di antara fatwa-fatwa itu yang menunjukkan telah di- susun sedemikian rupa untuk mengatasi perkembangan-per- kembangan modem. Fatwa yang membolehkan sumbangan kor- nea mata dan pencangkokan jantung adalah fatwa-fatwa yang mencoba menanggapi perkembangan modem dalam bidang kedokteran. Fatwa tentang keabsahan bandar udara Raja ‘Abd al- ’ Aziz sebagai tempat miqat para jamaah haji Indonesia juga dapat dianggap sebagai tanggapan terhadap perkembangan modern dalam bidang pengangkutan. Harus dicatat bahwa beberapa fatwa bahkan menunjukkan kemajuan dalam menerapkan cara berpikir menurut hukum agama, sebagaimana ditunjukkan sewaktu- waktu dengan kesediaan untuk melaksanakan undang-undang yang dibuat oleh badan sekular, parlemen, mengungguli pandangan naskah fiqh yang baku seperti dalam hal penjatuhan tiga talak sekaligus.

Lebih dari itu, ada beberapa fatwa yang menyimpang dari ikatan pada pandangan ajaran Syafi’i dan empat mazhab Sunni yang berlaku, untuk kemudian menerima pandangan mazhab Z a" hiri yang umumnya tidak diakui, seperti dalam fatwa mengeni sembahyang Jumat bagi orang yang dalam perjalanan dan soal mvqcct. Meskipun kemajuan dan kebebasan ini masih terbatas pada soal-soal ibadah dan perkawinan, sikap demikian mem- perlihatkan pengakuan keabsahan

2 4 7

Page 230: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

ajaran mazhab-mazhab di luar Sunni, khususnya mazhab Z ahiri, dan pengakuan undang-undang negara sebagai mazhab. Akan tetapi harus diingat, bahwa yang demikian ini bukannya hal yang berlaku umum. Gambaran utama fatwa itu masih dikuasi oleh pandangan Syafi’ i. Penunjukan pada karya-karya Syafi’i masih demikian sering dilakukan sehingga terwujud suatu pola susunan referensi tertentu. Beberapa naskah Syafi’i tertentu seperti Syarh al-Muhazzab dari an-Nawawi dan Fath al-Wahhab dari al-Ansari mendapat prioritas lebih daripada yang lainnya. Tuhfat al-Muhtaj dari Ibn H ajar al Hai- tami dan Fanat at-Talibin dari Sayyid Bakri ad-Dimyati me- nyusul kemudian. Karya Syafi’i sendiri, Al-Umm, jarang sekali dipergunakan. Dibandingkan dengan susunan rujukan Nahdlatul Ulama, yang memberikan prioritas pandangan-pandangan ar- Rafi’i bersama dengan pandangan an-Nawawi, kehadiran an-Nawawi maupun al-Ans ari bersama-sama sebagai pengganti ar- Rafi’i menunjukkan bahwa Komisi Fatwa MUI tidaklah dikuasi oleh para ulama Nahdlatul Ulama. Yang lebih penting lagi, hal itu menujukkan bahwa telah terjadi beberapa perubahan dalam susunan referensi dalam pelaksanaan pemikiran hukum Islam aliran Syafi’i di Indonesia. Hal ini selaras dengan kecenderung- an beberapa fatwa untuk sewaktu-waktu menerima pandangan- pandangan Zahiri, sebagaimana dibicarakan terlebih dahulu. Untuk memperkuat lebih jauh adanya perubahan susunan re- ferensi itu, ada beberapa karya modern yang juga dikutip oleh fatwa-fatwa dan yang paling sering dipakai adalah Fiqh as-Sun- nah dari Sayyid Sabiq.

Faktor ketiga yang harus dicatat dalam perumusan fatwa- fatwa ialah berkaitan dengan hubungan antaragama. Terbukti bahwa perumusan beberapa fatwa telah dipengaruhi oleh per- saingan sejak lama dan saling tidak percaya antarumat Islam dan kaum Kristen di negeri ini. Tidak usah kiranya dikatakan bahwa fatwa mengenai larangan bagi umat Islam untuk meng- hadiri perayaan Natal telah dipengaruhi langsung oleh masalah persaingan antara golongan

2 4 8

Page 231: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

antaragama. Persaingan itu demikian kuatnya sehingga MUI bersedia bertindak sedemikian jauh hingga bertentangan dengan pemerintah mengenai masalah itu. Hamka, ketua umum MUI, harus menanggalkan kedu- dukannya selaku ketua demi tegaknya fatwa itu. Beberapa fatwa tentang persoalan perkawinan dan keluarga juga terbukti telah dipersiapkan dalam kaitan dengan kekhawatiran persaingan Islam - Kristen. Sebenamya fatwa mengenai perkawinan antaragama bertindak melampaui pemyataan khusus Al-Quran yang melarang setiap orang Islam, baik laki-laki maupun perempuan, untuk kawin dengan seorang non-Islam, termasuk orang perempuan Ahl al-Kita b, yang secara jelas diperbolehkan dalam Al-Quran. Yang lebih menarik lagi, bahwa fatwa-fatwa tentang pengangkatan anak dan penjualan tanah warisan, juga terbukti dipengaruhi oleh rasa keprihatinan persaingan Islam-Kristen.

Jika kita ingat pada tiga pendirian dasar MUI yang telah dibicarakan terlebih dahulu, terbukti bahwa dua di antaranya terpancang secara gamblang dalam kebanyakan fatwa-fatwa. Dua pendirian dasar itu adalah keinginan untuk memelihara hubungan baik dengan pemerintah dan kewaspadaan terhadap ancaman Kristenisasi. Kadang-kadang kedua pendirian dasar itu bisa bertemu, tetapi kadang-kadang bisa juga saling ber- lawanan, dalam hal mana MUI lebih mengutamakan pendirian kedua daripada pendirian pertama. MUI melihat Kristenisasi sebagai ancaman langsung terhadap keutuhan akidah, landasan utama umat Islam. Fatwa yang melarang kaum muslimin hadir pada perayaan Natal adalah satu contoh yangjelas di mana MUI telah berani mengambil risiko untuk tidak bersepakat dengan pemerintah demi menghadapi ancaman Kristenisasi.

Pengaruh pendirian dasar ketiga MUI yaitu, hasrat untuk dapat diterima baik oleh organisasi-organisasi Islam maupun masyarakat Islam, pada fatwa-fatwanya secara gamblang tidak dapat ditemukan. Tetapi ini tidaklah berarti bahwa hal itu tidak ada. Sebenamya

2 4 9

Page 232: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

keinginan demikian terkandung dalam tiap fatwa. Bagaimanapun, dikeluarkannya dan isi fatwa-fatwa itu pertama- tama dimaksudkan untuk kepentingan umat Islam. Hal ini sesungguhnya wajar, karena pembentukan MUI sendiri dimaksudkan untuk memperbaiki pelayanan umat Islam secara per- seorangan dan secara organisasi mengenai soal-soal keagamaan khususnya dan soal-soal kemasyarakatan pada umumnya.

Penelitian terhadap fatwa-fatwa juga membuktikan bahwa ada pendirian dasar keempat MUI yang harus ditambahkan dalam daftar, yakni hasrat untuk menjawab tantangan-tantangan zaman modem. Rupanya MUI mempunyai oknum-oknum progresif yang termasuk dalam keanggotaan Komisi Fatwa. Riwayat Hidup dan latar belakang para ketua komisi, yang sudah diuraikan dalam bab-bab terdahulu telah menunjukkan hal demikian itu. Akan tetapi oknum-oknum progresif itu tidaklah cukup kuat untuk memasukkan dinamika yang lebih besar ke tubuh Komisi Fatwa dalam pelaksanaan pemikiran hukum Islam. Yang demikian se- bagian adalah akibat keterikatan kuat yang berkelanjutan dari sebagian besar anggota komisi pada mazhab Syafi’i disebabkan oleh pendidikan tradisional modem hanya sebagian kecil saja. Ini adalah di samping kenyataan bahwa jumlah fatwa yang di- keluarkan oleh komisi adalah sangat kecil dibandingkan dengan besamya jumlah permasalahan agama yang ada, yang berarti bahwa mereka tidak memberikan banyak kesempatan kepada unsur-unsur progresif itu tidak dapat dipergunakan sepenuhnya. Keadaan demikian ini lebih diperburuk lagi oleh kenyataan bahwa pelaksanaan pemikiran hukum Islam di MUI melalui pengeluaran fatwa-fatwa telah diperlambat sejak tahun 1986 dengan ber- lakunya kebijakan yang membatasi pengeluaran fatwa.

Juga telah terbukti bahwa fatwa-fatwa yang paling bebas dari pengaruh lingkungan sosio-politik adalah yang mengenai kebudayaan. Meskipun fatwa-fatwa ini sering tidak didasari dalil- dalil yang kuat atau sama sekali tidak dibubuhi dalil-dalil, fatwa- fatwa itu meliputi

2 5 0

Page 233: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

bidang di mana MUI dalam mengadakan pemikiran hukum agamanya tidak banyak dipengaruhi faktor-faktor luar. Fatwa-fatwa tentang film The Message dan Adam and Eve, dan pencantuman ayat-ayat Al-Quran dalam lagu-lagu pop telah menunjukkan bahwa fatwa-fatwa itu telah dipengaruhi hanya oleh keinginan untuk menjaga kemurnian ajaran tauhid dari unsur-unsur syirik, dan keagungan Al-Quran sebagai Kitab Suci umat Islam.

Jika orang hendak menyusun ragam (tipologi) fatwa-fatwa tersebut dalam kaitannya dengan pengaruh pemerintah dalam perumusannya, dengan mengesampingkan kemungkinan adanya kombinasi faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi, maka ia dapat menggambarkan keragaman (tipologi) itu dengan menarik sebuah garis, yang ujung kirinya (F + 1) menunjukkan tempat fatwa dengan pengaruh terkuat dari pemerintah, dan ujung lainnya (F -1) menunjukkan fatwa dengan pengaruh pe- merintah yang paling kecil atau bahkan yang berlawanan dengan kebijakan pemerintah, sedangakn pusat garisnya (FO) menunjukkan fatwa-fatwa yang sifatnya netral.

Gambar 1 Pembagian fatwa-fatwa MUI menurut tingkat kekuatan pengaruh

pemerintah

F + I FO F -1 [ ------------------------------------------------------------------------------- j

Ternyata, di antara 22 fatwa yang diteliti dalam studi ini ada sebelas fatwa yang termasuk dalam golongan FO, delapan fatwa berada di antara F + 1 dan FO, dan hanya ada tiga fatwa yang masuk dalam golongan antara FO dan F -1. Hal ini berarti, mes- kipun banyak fatwa menunjukkan adanya pengaruh kuat dari pemerintah, mayoritas fatwa bersifat netral; bahkan ada sebagian kecil yang berlawanan dengan kebijakan pemerintah. Hal ini berarti, MUI telah berusaha keras untuk memelihara kebebasan- nya dalam menjalankan

2 5 1

Page 234: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

pemikiran hukum untuk memelihara kebebasannya dalam menj alankan pemikiran hukum Islam, walau- pun dalam banyak kejadian MUI benar-benar memang tidak dapat menghindari pengaruh pemerintah itu.

Untuk membentangkan kedudukan setiap fatwa selanjut- nya dalam tipologi itu, sekali lagi dengan mengesampingkan ke- mungkinan adanya kombinasi faktor-faktor yang berpengaruh, maka daftar berikut ini mungkin dapat membantu: A. Fatwa-fatwa yang termasuk dalam golongan FO:

1. Fatwa tentang shalat Jumat bagi orang-orang dalam perjalanan;

2. Fatwa tentang perkawinan antaragama; 3. Fatwa tentang pengangkatan anak; 4. Fatwa tentang penjualan tanah warisan; 5. Fatwa tentang film The Message', 6. Fatwa tentang film Adam and Eve', I. Fatwa tentang penyisipan ayat Al-Quran dalam lagu pop; 8. Fatwa tentang sumbangan komea mata; 9. Fatwa tentang pencangkokan katup jantung; 10. Fatwa tentang gerakan Ahmadiyah Qadiyani; II. Fatwa tentang gerakan Inkar as-Sunnah.

B. Fatwa-fatwa yang termasuk di antara golongan FO dan golongan F + 1; 1. Fatwa tentang Jedah dan bandar udara Raja ‘ Abd al-

’Aziz sebagai tempat mirqcrt; 2. Fatwa tentang penjatuhan tiga talak sekaligus; 3. Fatwa tentang penyembelihan hewan dengan mesin; 4. Fatwa tentang pembudidayaan dan memakan daging

kodok; 5. Fatwa tentang Keluarga Berencana secara umum;

2 5 2

Page 235: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

6. Fatwa tentang keabsahan penggunaan IUD; 7. Fatwa tentang gerakan Syi’ah di Indonesia; 8. Fatwa tentang hukum makan daging kelinci.

C. Fatwa-fatwa yang termasuk di antara golongan FO dan golongan F - 1: 1. Fatwa tentang haramnya pengguguran kandungan; 2. Fatwa tentang larangan melakukan vasektomi dan

tubektomi; 3. Fatwa tentang larangan kehadiran kaum muslimin pada

perayaan Natal. Mengenai peranan fatwa dalam masyarakat, orang dapat mencatat

bahwa kebanyakan fatwa telah dikeluarkan sebagai tanggapan atas keprihatinan umum pada sesuatu waktu atau atas pertanyaan pemerintah atau badan-badan lainnya. Hanya sedikit di antaranya yang dikeluarkan atas pertanyaan orang-orang Islam secara perseorangan. Ini berarti bahwa pemilihan persoalan yang diberikan fatwanya itu telah dilakukan sedemikian rupa sehingga fatwa-fatwa itu menyangkut masyarakat luas.

Sepanjang mengenai dampak fatwa terhadap masyarakat, tidaklah mudah untuk mengukur yang pasti. Akan tetapi suatu tipologi dapat disusun hingga dapat ditarik suatu kesimpulan. Dari penelitian ini sudahlah terang bahwa ada lima golongan fatwa sepanjang menyangkut reaksi masyarakat. Pertama, fatwa yang tersiar secara luas tetapi tidak menimbulkan pertentangan. Fatwa-fatwa tentang soal kebudayaan termasuk dalam golongan ini: izin untuk pertunjukan film The Message kepada umum, perbaikan skenario film Adam and Eve (kemudian menjadi Anak- AnakAdam), dan larangan pembacaan secara keliru ayat-ayat Al- Quran dalam lagu-lagu. Fatwa-fatwa mengenai golongan kecil Islam juga termasuk dalam golongan ini; sebenamya fatwa-fatwa itu bahkan berfungsi menjamin kewenangan MUI selaku pelin- dung umat Islam Indoensia. Kedua, fatwa-fatwa

2 5 3

Page 236: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

yang tidak mendapat penyebaran secara luas atau juga tidak memperoleh reaksi banyak dari masyarakat; fatwa-fatwa itu disambut oleh kaum muslimin tanpa menimbulkan perhatian. Fatwa-fatwa me-ngenai shalat Jumat bagi para jamaah yang sedang dalam perjalanan termasuk dalam golongan ini. Ketiga, fatwa-fatwa yang cukup tersiar luas dan telah menimbulkan pertentangan di kalangan masyarakat Islam, sedangkan pemerintah tetap bersikap netral. Fatwa mengenai petemakan kodok dan makan daging kodok termasuk dalam golongan ini. Keempat, fatwa-fatwa yang tersiar secara luas tetapi hanya menimbulkan sedikit pertentangan, sedangkan pemerintah menyambutnya dengan baik. Fatwa-fatwa mengenai miqat dan tentang Keluarga Berencana termasuk dalam golongan ini. Kelima, fatwa-fatwa yang tersiar secara luas dan telah menimbulkan banyak pertentangan, sedangkan pemerintah tidak menyukai fatwa itu. Fatwa yang paling menonjol dari golongan ini adalah fatwa mengenai kehadiran orang Islam pada perayaanNatal. Fatwa-fatwa tentang vasektomi dan tubektomi dapat juga dimasukkan dalam golongan ini dalam arti bahwa fatwa-fatwa itu tidak selaras dengan kebijakan pemerintah, meskipun hanya menimbulkan pertentangan yang tidak seberapa.

Untuk menjelaskan lebih lanjut tipologi tersebut, gambar berikut ini menunjukkan pengelompokan fatwa-fatwa dalam hubungannya dengan tingkat ketersiaran dan pertentangan yang telah ditimbulkannya.

Gambar 2 Pembagian fatwa-fatwa MUI menurut tingkat ketersiaran dan

pertentangan

2 5 4

Page 237: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Keterangan mengenai angka-angka: 1. F atwa tentang shalat Jumat bagi orang-orang

dalam perjalanan; 2. Fatwa tentang miqaf,

3. Fatwa tentang penjatuhan tiga talak sekaligus; 4. Fatwa tentan g perkawinan antaragama; 5. Fatwa tentang pengangkatan anak; 6. Fatwa tentang penjualan tanah warisan; 7. Fatwa tentang film The Message', 8. Fatwa tentang film Adam and Eve; 9. Fatwa tentang penyisipan ayat Al-Quran dalam lagu pop; 10. Fatwa tentang penyembelihan hewan dengan mesin; 11. Fatwa tentang hukum makan daging kelinci; 12. Fatwa tentang pembudidayaan dan memakan daging

kodok; 13. Fatwa tentang sumbangan komea mata; 14. Fatwa tentang pencangkokan katup jantung; 15. Fatwa tentang Keluara Berencana secara umum; 16. Fatwa tentang haramnya pengguguran kandungan; 17. Fatwa tentang larangan melakukan vasektomi dan

tubektomi; 18. Fatwa tentang keabsahan penggunaan IUD;

Ketersiaran

2 5 5

Page 238: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

19. Fatwa tentang gerakan Syi’ah di Indonesia; 20. Fatwa tentang gerakan Ahmadiyah Qadiyani; 21. Fatwa tentang gerakan inkar as-sunnah; 22. Fatwa tentang larangan kehadiran kaum muslimin pada

perayaan Natal. Perlu dicatat di sini, kendatipun angka-angka di atas tidak

menempatkan tiap fatwa pada kedudukan yang tepat secara me- muaskan disebabkan cara pertimbangannya, namun yang demikian itu masih berfaedah untuk memberi gambaran umum mengenai pengelompokannya. Paling sedikit angka-angka itu menunjukkan bahwa kebanyakan fatwa itu tersiar secara cukup luas tanpa harus disertasi pertentangan. Hanya dalam beberapa persoalan sajapenyiaran luas disambut dengan pertentangan se- timpal pula.

Pada umumnya dapat dikatakan bahwa fatwa-fatwa MUI adalah hasil dari seperangkat keadaan sosial budaya dan sosial politik, yang kebijakan pemerintah merupakan bagian di dal am - nya. Akan tetapi tingkat dampak fatwa-fatwa pada masyarakat tidak sama dengan tingkat pengaruh pemerintah, baik secara negatif maupun positif. Fatwa tentang izin untuk menggunakan IUD dalam Keluarga Berencana yang sangat dipengaruhi kebijakan pemerintah boleh jadi mempunyai pengaruh yang sama seperti fatwa tentang larangan bagi kaum muslimin untuk meng- hadiri perayaan Natal, yang bebas dari pengaruh pemerintah atau bahkan berlawanan dengan kebijaksanaan pemerintah.

Dari pembahasan pada bab-bab yang terdahulu sudah jelas bahwa perkembangan peranan fatwa-fatwa tidaklah sama dengan perkembangan peranan MUI pada umumnya. Manakala MUI makin lama makin besar pengaruhnya dalam masyarakat, khu- susnya dalam lingkungan umat Islam dan dalam hubungannya dengan pemerintah dan organisasi-organisasi Islam lainnya, maka peranan fatwa-fatwa makin berkurang, terutama sejak ber- lakuknya peraturan pembatasan pengeluaran fatwa pada tahun 1986. Ini berarti bahwa dalam praktik

2 5 6

Page 239: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

MUI lambat laun men- curahkan peranan dan kemampuan fatwa-fatwanya sendiri, dan lebih menyukai untuk mencari cara-cara lain yang secara langsung lebih bersifat politik dan pragmatis, termasuk “surat-surat nasihaf’. Dengan kata lain, peranan fatwa-fatwa MUI telah ber- alih dari kedudukan pertama ke kedudukan kedua. Ditambah dengan terbatasnya jumlah unsur-unsur progresif dalam tubuh MUI, hal yang demikian ini lama-kelamaan akan tidak menunjang kemajuan pemikiran hukum Islam di negeri ini. Seharusnya MUI mempergunakan wewenang pembuatan fatwa untuk menghasilkan lebih banyak fatwa mengenai berbagai persoalan, dan memperkuat dalil-dalilnya dengan cara yang konsekuen menurut prinsip metodologi yang dianut. Peralihan peranan fatwa ini rupanya sejalan dengan pergantian pimpinan MUI. Di bawah pimpinan Hamka, MUI telah lebih giat mengeluarkan fatwa daripada di bawah Syukri Ghozali. Di bawah Hasan Basri MUI menjadi makin enggan mengeluarkan fatwa meskipun dalam hal yang sangat diperlukan. Fatwa yang lama dinantikan mengenai undian Porkas tidak pernah terwujud. Jadi, perbedaan dalam ke- pribadian pemegang pimpinan MUI adalah sebagian dari pe- nyebab terjadinya peralihan haluan itu. Akan tetapi agaknya ada faktor lain yang kuat yang menentukan terjadinya peralihan itu, yaitu mekanisme sosial yang ada. Makin besamya penerimaan umum terhadap MUI oleh masyarakat ternyata telah diperoleh dengan tukaran terhadap makin berkurangnya peran fatwa. Pertanyaan apakah kecenderungan ini akan berlaku lama masih memerlukan studi lebih lanjut, tetapi untuk kurun waktu yang dibicarakan di sini, 1975 - 1988, demikianlah keadaannya. •

Daftar Pustaka

Buku dan tulisan Abdulgani, Ruslan, Nationalism, Revolution, and Guided Democracy.

2 5 7

Page 240: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Melbourne: Monash University, 1973. Adam, L. Methods and Forms of Investigating and Recording of

Native Customary Law in the Netherland East Indies Before the War. Leiden: African Institute, 10948.

Alatas, Syed Farid. “Notes on Various Theories of Regarding the Islamization of the Malay Archipelago”, dalam The Muslim World 75 nomor 3-4 (Juli-Oktober, 1985).

Alatas, Syed Naguib, Preliminary Statement on General Theory of Islamization of Malay-Indonesian Archipelago. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1969.

Ali, H. A. Mukti, “Sambutan Menteri Agama RI Pada Peresmian Pimpinan Majelis Ulama Indonesia tanggal 27 Juli 1975”, dalam Departemen Penerangan RI. 10 Tahun Majelis Ulama Indonesia. Jakarta: 1985.

Amidi, Al-Ihkam fi Usui al-Ahkam. Jilid 4 Dar al-Ittihad al- ’Arabi li at-Tiba’ah, tanpa tanggal.

Ami'n, Ahmad, Fajr al-Islam. Singapura: Sulaiman Mar’i, 1965. Anderson, J.N.D., Islamic Law in the Modern World. New York:

University Press, 1959. Anon, Akhbar as-Sin wa al-Hind. Relation de la chine et de I’inde

redgee wn 851, terjemahan oleh Jean Sauvaget, Paris: Societe d’edition ‘les belles lettres, 1948.

Ansari, Zakariya, Al-Manhaj at-Tullab, Cetakan ulang Indonesia, Semarang: Mat ba’ah Usaha Keluarga, tanpa tanggal., Fath al-wahha'b bi syah matn manhaj at-tullab 2 jilid. Cetakan ulang Indoensia: Dar ihya’ al-Kutub al-’Arabiy- yah, tanpa tanggal.

,Tuhfat at-Tulla'b bi Syah Tanqah al-Luba b. Cetakan ulang Indonesia: Dar ihya’ al-Kutub al-’Arabiyyah, tanpa tanggal.

Anshari, H. Endang Saefuddin. Piagam Jakarta 22 Juni 1945 dan

2 5 8

Page 241: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Sejarah Konsensus Nasional antara Nasionalis Islam dan Nasionalis “Sekuler” tentang Dasar Negara Republik Indonesia 1945-1059. Jakarta: Rajawali, 1986.

Surat kabar dan majalah

Hidup (Jakarta, majalah mingguan, 1989).

Kompas (Jakarta, surat kabar harian, 1989).

Mimbar Ulama (Jakarta, majalah bulanan, 1978-1989). Panji Masyarakat (Jakarta, majalah tengah bulanan, 1984 dan

1989). Pelita (Jakarta, surat kabar harian, 1989). Tempo (Jakarta, majalah mingguan, 1989).

Index

A A. Dahlan, 14 Abduh, 14 Abu Muslim, 105, 107, 112,

115, 120 agama, 36 Ahlul Bait, 90, 91, 93, 94, 100, 102,

103, 105, 115, Ahmad bin Hanbal 20 akhlak 78, 79 al-Ans.ari 249 an-Nawawi 249 ar-Rafi’i 249 As-suda, 107

Assabiqun al-Awwalun, 38, 39, 89 B Baitul Mai, 110 Baloch, 25 Bani Abasiyah, 60, 61, 63, 64, 67, 83,

84, 88,91, 94, 100, 102, 103, 106,

116, 119 Bani Umayah, 60, 64, 83, 87,96, 99,100,108, 114, 118,119, 120 BataraGuru, 149 Blauner, Robert, 53 Brinton, 84

C Clinard, Marshall, 56 cohort studies, 11

D Dajjal, 41 Dihqan, 98, Durkheim, 48

E Ekperimental Studies, 78 etnik, 43

2 5 9

Page 242: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Etzioni, Emitai, 53 F

Farouk Omar, 65, 102, 103, 104 Fazlur Rahman, 21 Frye, Rchard, 83, 84,

G Geertz, Clifford, 53 Glaser, Barney G., 46, 52, 53, 54, 56 Goode,William J., 34, 45 Groneveld, 26 grounded research, 47, 48, 49, 50, 51,53, 54, 55, 57 grounded theory, 46, 48 Guillaume, 40

H Hamka, 250, 259 Harun al-Rasyid, 23 Harun Nasution, 14 Hasan al-Basri, 99, 259 Hatt, Paul K., 34, 45 Hodgson, 100

I Ibn Hajar al-Haitami, 249 Ibnu Atsir, 40 Ibnu Hisyam, 39, 40 Ibnu Ishak, 39, 40, 41 ideologi, 83 imam, 113 Imam Malik, 41, 42 Imam Nawawi, 21 Imam Syafi’i, 22, 41 integrasi, 57, 201,203, 211, 230, 231 integrasi sosial, 127, 128, 129 internal crisis, 84,

Iqbal, 14

J

jizyah, 101 K kharraj, 98 Khawarij, 87, 111 Kombet, 132, 168 konflik, 57, 112, 127,

128, 129, 177, 186, 229 konflik

sosial, 183, 198, 200

L Lewis, Bernard, 65, 84 longitudinal studies, 77

M Majelis Ulama Indonesia, 69 Mappenre inanre, 151, 179, 181, 190 Marcopolo, 26 Marsh, D.C., 45 Merton, Robert K.., 56 metodologi, 244 metodologi penelitian sejarah, 244 Middleton, 35 Mirzaban, 99 Mitchell, G. Duncan, 45 Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid, 40, 41 Muin Yusuf, 166 Muktazilah, 23 Mukti Ali, 36 N nasikh-mansukh, 19 Nuqabaa, 93

Nuzara Nuqaba, 102, 123 O operasi Malilu Sipakaenga, 229 operasi Mappakaenga, 187

P penelitian agama, 18, 35, 36, 44, 65, 68, 76,80 penelitian budaya, 12, 37, 80 penelitian experimen, 79 penelitian keagamaan, 35, 36, 58 penelitian sosial, 12, 36, 37, 55 perang Nihavand, 95 Perang Qadisiah, 95 poligami, 155 politik, 42, 43, 58, 61, 93, 109, 111, 119, 122, 109, 120, 157, 229 positivisme, 13

Q

Quraish Shihab, 30 R

2 6 0

Page 243: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

revolusi, 65, 83, 84, 95, 120, 123 Revolusi Perancis, 85

S Sayyid Bakri, 249 Sempugi, 206 shiqaaya, 89 SolihinGP, 175, 197 Strauss, Anselm, 46, 52, 53, 54 56 struktur sosial, 83 Syafi’i, 249, 250 Syi'ah, 22, 42,87,91, 114, 116, 123 Syi’ah garis non-Fatimah, 92 Syi’ah Ghulat, 100 Syukri Ghozali, 259

T teologi, 42

time series studies, 77 U

ulama, 68, 69, 70, 72, 73, 76 V

Van Vloten, 86 W Wasir, 114 Weber, Max 48 Wellhausen, 64, 87, 94

Z Za-hiri, 249 zakat, 98 Zimmi, 98, 101 Zoroaster, 99

2 6 1

Page 244: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Riwayat Hidup Pengarang

DR. H. M. ATHO MUDZHAR lahir di Serang Jawa Barat pada 20 Oktober 1948. Setelah tamat SD dan Ibtidaiyah (1961), ia meneruskan ke Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) 6 tahun Serang (1961 s/d 1966). Tahun 1967 ia melanjutkan studi ke IAIN Jakarta sebagai mahasiswa tugas be- lajardari Departemen Agama, tamat tahun 1975. Tahun 1972-1975 ia mengajar di PGAN 4 tahun

Cijan- tung, Jakarta Timur. Mulai akhir 1975, ia pindah tugas ke Badan Litbang Agama Departemen Agama di Jakarta. Tahun 1977, selama 11 bulan ia mengikuti Program Latihan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial (PLPIIS) di Universitas Hasanuddin Ujung Pandang. Tahun 1978 ia belajar ke Australia untuk mengambil Master of Social and Development pada

University of Queensland, Brisbane, dengan beasiswa Colombo Plan, dan tamat tahun 1981. Tahun 1983 ia diangkat menjadi Sekretaris Mentri Agama merangkap Kabag. TU Pipinan Departemen Agama, sampai berangkat ke Amerika bulan September 1986 untuk belajar Islam di University of California Los Angles (UCLA).

2 6 2

Page 245: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

Pertengahan 1990 ia berhasil meraih gelar Doctor of Philosophy dan Islamic Studies dari universitas tersebut. Tahun 1991- 1994 ia menjabat Direktur Pembinaan Pendidikan Agama Islam pada sekolah Umum Negeri Departemen Agama, tahun 1994-1996 menjadi Direktur Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam Departemen Agama dan sejak Oktober 1996 menjadi Rektor IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta hingga sekarang. Sejak tahun 1991 sampai 1996 iajugamengajar di Pascasarjana IAIN Jakarta. Selain itu ia juga pernah mengajar di Pascasarjana Universitas Indonesia Program Kajian Wanita, Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta dan Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang. Sejak 1997 ia mengajar di Fakultas Syari'ah dan Program Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Bukunya yang telah terbit adalah Belajar Islam di Amerika (1991) dan Fatwa Majlis Ulama Indonesia (edisi dwi bahasa: Indonesia dan Inggris, 1993) yang berasal dari disertasi doktor- nya berjudul: "Fatwas of the Council of Indonesian Ulama: A Study of Islamic Legal Thought in Indonesia 1975-1988" (UCLA, 1990) . Versi bahasa Arab dari disertasinya itu diterbitkan tahun 1996 di bawahjudul: "Fatwa Majlisy al-Ulama'i al-Indonesiyyi Fi al-Tafkir al-Tasyri'i al-Islami Bi Indonesia". Selain itu ia juga menulis beberapa artikel dan makalah dalam bahasa Inggris, di antaranya "The Mosque and the Holy Basket: Conflict and Inte-gration in Amparita Bugese Community", dalam Indonesia Magazine (Jakarta, No. 57, 1980), "Religious Education and Religious Harmony in Indonesia", dalam Mizan (Jakarta, No. 2, 1984), "Iranian Revolution", dalam Al-Talib The Student (Los Angeles, February, 1989), "Fatwas and Sicial Interetion in In-donesia" (Jusur, UCLA, 1992). "The Council of Indonesian Ulama" dalam Khalid Masud (eds.) Islamic Legal Interpretation (Harvard University Press, 1996), dan "Ulama, Government and Muslim

2 6 3

Page 246: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

& /o, occ

Sommunity in Contemporary Indonesia" (Al-Jamiah, 1996), yang semula merupakan makalahnya pada seminar interna- sional tentang Islam dan Abad ke-21 di Universitas Leiden, Belanda,

264

Page 247: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

1996.#3. Sifat dan Metode Penelitian ini berbentuk studi kasus (case study) dan bersifat

mencari penjelasan tentang sebab-sebab yang mendorong konflik

2 6 5

Page 248: PENDEKAT AN STUDI ISLAM · 2015. 3. 7. · Hasil penelitian tentang "Jatuhnya Daulat Bani Umayah dan Bangkitnya Daulat Bani Abasiyah" adalah contoh studi Islam sebagai gejala budaya

& /o, occ

dan integrasi sosial di Amparita, setelah terlebih dahulu mengungkapkan secara deskriptif kenyataan konflik dan integrasi di desa tersebut.4

266