an islam pada masa bani

31
Perkembangan Islam Pada Masa Bani Umayyah Pendahuluan Sejarah peradaban Islam tentang Bani Umayyah yang kami tulis ini bertujuan untuk lebih bisa memahami secara kritis tentang peradaban dan kebudayaan Islam Bani Umayyah khususnya dan umumnya semua peradaban dan kebudayaan Islam, jadi bukan berarti bahwa masalah- masalah yang menyangkut kebudayaan dan peradaban Islam lainnya menjadi tidak penting dalam pembahasan ini. Kebudayaan adalah bentuk ungkapan dengan semangat mendalam suatu masyarakat, sedangkan manisfetasi- manisfetasi kemajuan mekanis dan teknologis lebih berkaitan dengan peradaban, kalau kebudayaan lebih banyak direfleksikan dalam seni, sastra, religi (agama) dan moral maka peradaban terefleksi dalam politik, ekonomi, dan teknologi. Kebudayaan paling tidak memiliki 3 wujud. 1. Wujud ideal, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma, dan sebagainya. 2. wujud kelakuan, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat. 3. Wujud benda, yaitu wujud kebudayaan

Upload: fadilattamimi

Post on 05-Jul-2015

222 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: an Islam Pada Masa Bani

Perkembangan Islam Pada Masa Bani   Umayyah

 

Pendahuluan

Sejarah peradaban Islam tentang Bani Umayyah yang kami

tulis ini bertujuan untuk lebih bisa memahami secara kritis

tentang peradaban dan kebudayaan Islam Bani Umayyah

khususnya dan umumnya semua peradaban dan kebudayaan

Islam, jadi bukan berarti bahwa masalah-masalah yang

menyangkut kebudayaan dan peradaban Islam lainnya menjadi

tidak penting dalam pembahasan ini.

Kebudayaan adalah bentuk ungkapan dengan semangat

mendalam suatu masyarakat, sedangkan manisfetasi-manisfetasi

kemajuan mekanis dan teknologis lebih berkaitan dengan

peradaban, kalau kebudayaan lebih banyak direfleksikan dalam

seni, sastra, religi (agama) dan moral maka peradaban terefleksi

dalam politik, ekonomi, dan teknologi.

Kebudayaan paling tidak memiliki 3 wujud. 1. Wujud ideal,

yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks ide-ide,

gagasan, nilai-nilai, norma, dan sebagainya. 2. wujud kelakuan,

yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas

kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat. 3. Wujud

benda, yaitu wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya.

Sedangkan kebudayaan dipakai sebagai menyebut suatu

kebudayaan yang mempunyai system teknologi, seni bangunan,

seni rupa, sistem kenegaraan dan ilmu pengetahuan yang maju

dan kompleks.

 

Page 2: an Islam Pada Masa Bani

A. Situasi Politik Ummat Islam Sepeninggal ‘Ali ibn

Abi Thalib

Pada saat ‘Ali r.a. menjabat sebagai khalifah, banyak terjadi

pemberontakan. Diantaranya dari Mu’awiyah ibn Abi Sufyan

(yang pada saat itu menjabat sebagai gubernur di Damaskus,

Siria) dan didukung oleh sejumlah mantan pejabat tinggi yang

telah dipecat ‘Ali r.a. Disini timbul indikasi fitnah atau perang

saudara karena Mu’awiyah menuntut balas bagi Utsman

(keponakannya) dan atas kebijaksanaan-kebijaksanaan ‘Ali.

Tatkala ‘Ali beserta pasukannya bertolak dari Kuffah menuju Siria,

mereka bertemu dengan pasukan Mu’awiyah di tepi sungai Eufrat

atas, Shiffin (657).1 Terjadi lah perang yang disebut perang Shiffin.

Perang ini tidak konklusif sehingga terjadi kebuntuan yang

akhirnya mengarah pada tahkim atau arbitrase. Dalam majlis

tahkim ini ada dua mediator atau penengah. Mediator dari pihak

Ali adalah Abu Musa al-Asy’ari (gubernur Kuffah), sedangkan

mediator dari pihak Mu’awiyah adalah ‘Amr ibn al-Ash. Namun

tahkim pun tetap tidak menyelesaikan masalah.

Menurut Ibnu Khaldun, setelah fitnah antara ‘Ali – Mu’awiyah,

jalan yang ditempuh adalah jalan kebenaran dan ijtihad. Mereka

berperang bukan untuk menyebar kebatilan atau menimbulkan

kebencian, tapi sebatas perbedaan dalam ijtihad dan masing-

masing menyalahkan hingga timbul perang. Walaupun yang

benar adalah ‘Ali, Mu’awiyah tidak melakukan tindakan

berlandaskan kebatilan, tetap orientasinya dalam kebenaran.

Partai ‘Ali terpecah menjadi dua golongan, yaitu Khawarij (orang-

orang yang keluar dari barisan ‘Ali sekaligus menentang tahkim)

Page 3: an Islam Pada Masa Bani

dan Syi’ah (para pengikut setia ‘Ali). Sementara itu, Mu’awiyah

melakukan strategi dengan menaklukkan Mesir dan mengangkat

‘Amr ibn al-Ash sebagai khalifah di sana.

Jadi, di akhir masa pemerintahan ‘Ali, umat Islam terpecah

menjadi tiga kekuatan politik; Mu’aiyah, Syi’ah, dan Khawarij.2

Kemunculan Khawarij semakin memperlemah partai ‘Ali, di sisi

lain Mu’awiyah semakin kuat. Mu’awiyah memproklamirkan

dirinya sebagai khalifah di Yerusalem (660). Kemudian ‘Ali wafat

karena dibunuh oleh Ibn Muljam, salah seorang anggota Khawarij

(661).

 

B. Pengangkatan Hasan ibn ‘Ali sebagai Khalifah

Setelah ‘Ali wafat, kursi jabatan kekhalifahan dialihkan kepada

anaknya, Hasan ibn ‘Ali. Hasan diangkat oleh pengikutnya

(Syi’ah) yang masih setia di Kuffah. Tetapi pengangkatan ini

hanyalah suatu percobaan yang tidak mendapat dukungan yang

kuat.3 Hasan menjabat sebagai khalifah hanya dalam beberapa

bulan saja.

 

C. Peralihan Kekuasaan dari Hasan ke Mu’awiyah

Di tengah masa kepemimpinan Hasan yang makin lemah

dan posisi Mu’awiyah lebih kuat, akhirnya Hasan mengadakan

akomodasi atau membuat perjanjian damai. Syarat-syarat yang

diajukan Hasan dalam perjanjian tersebut adalah:

Page 4: an Islam Pada Masa Bani

1. Agar Mu’awiyah tidak menaruh dendam terhadap

seorangpun dari penduduk Irak.

2. Menjamin keamanan dan memaafkan kesalahan-kesalahan

mereka.

3. Agar pajak tanah negeri Ahwaz diperuntukkan kepadanya

dan diberikan tiap tahun.

4. Agar Mu’awiyah membayar kepada saudaranya, yaitu

Husain, dua juta dirham.

5. Pemberian kepada Bani Hasyim haruslah lebih banyak dari

pemberian kepada Bani Abdi Syams.4

Perjanjian itu berhasil mempersatukan umat Islam kembali

dalam satu kepemimpinan politik, di bawah pimpinan Mu’awiyah

ibn Abi Sufyan. Dengan kata lain, Hasan telah menjual haknya

sebagai khalifah kepada Mu’awiyah. Akibat perjanjian itu

menyebabkan Mu’awiyah menjadi penguasa absolut. Naiknya

Mu’awiyah menjadi khalifah pada awalnya tidak melalui forum

pembai’atan yang bebas dari semua umat. Mu’awiyah dibai’at

pertama kali oleh penduduk Syam karena memang berada di

bawah kekuasaannya, kemudian ia dibai’at oleh umat secara

keseluruhan setelah tahun persatuan atau ‘am jama’ah (661).

Pembai’atan tersebut tidak lain hanyalah sebuah pengakuan

terpaksa terhadap realita dan dalam upaya menjaga kesatuan

umat. Maka, di sini telah masuk unsur kekuatan dan

keterpaksaan menggantikan musyawarah. Karenanya dapat

dikatakan bahwa telah terjadi perceraian antara idealisme dan

realita.5

Page 5: an Islam Pada Masa Bani

D. Pengangkatan Yazid sebagai Putra Mahkota dan

Implikasinya Terhadap Perubahan Sistem Pemerintahan

dan Kekuasaan

Sistem kekhalifahan mengalami perubahan baru, yaitu sistem

monarki (kerajaan) atau monarchiheredetis (kerajaan turun

menurun). Suksesi kepemimpinan seperti ini terjadi ketika

Mu’awiyah menitahkan untuk mewariskan jabatan kekhalifahan

kepada anaknya, Yazid ibn Mu’awiyah. Maka mulai masuk prinsip

warisan jabatan dalam sistem kekhalifahan.

Ide awal pewarisan kekhalifahan ini sebenarnya berasal dari

al-Mughirah ibn Syu’bah (gubernur Kufah). Ia menyarankan agar

Mu’awiyah mengangkat Yazid. Kemudian Mu’awiyah mengikuti

saran al-Mughirah karena beberapa alasan yang menurutnya

kuat, meski harus mengabaikan saran Ziyad (gubernur Bashra).

Mu’awiyah mempunyai beberapa alasan mengenai

pengangkatan Yazid, yaitu: Pertama, Yazid adalah satu-satunya

orang yang bisa diterima orang-orang Siria, karena apabila dari

keluarga lain akan membawa ke dalam keluarga dan marganya

sesuatu yang mengganggu keseimbangan kekuatan-kekuatan

rawan yang telah dikembangkan oleh Mu’awiyah. Latar belakang

pengangkatan Yazid sebagai putra mahkota dan bukan yang

lainnya adalah untuk menjaga kemashlahatan rakyat dalam

kesatuan dan kebersatuan aspirasi mereka, dengan kesepakatan

Bani Umayyah. Alasannya bahwa Bani Umayyah tidak rela bila

khalifah bukan dari kalangan dalam mereka dalam kapasitas

mereka sebagai elit masyarakat Quraisy dan para penganut Islam

secara keseluruhan, sekaligus kelompok yang paling berkuasa

diantara mereka. Kedua, faktor usia Mu’awiyah yang sudah tua

Page 6: an Islam Pada Masa Bani

mendesaknya untuk cepat memilih siapa penggantinya. Ketiga,

Mu’awiyah khawatir akan terjadi fitnah sebagaimana fitnah

petumpahan darah sejak kematian Khalifah Utsman.

Atas dasar itu, Mu’awiyah meminta dikirimkan delegasi-

delegasi dari kota-kota besar. Kemudian delegasi yang datang

dari kota Bashra, Kufah, dan Madinah berkumpul dalam sebuah

konferensi yang pada akhirnya mereka sepakat mendukung

pembai’atan Yazid.

Yang perlu dikritisi disini ialah Mu’awiyah telah membuat

tradisi baru yang mengubah karakter sistem pemerintahan dalam

Islam. Sistem warisan telah menggantikan posisi sistem

permusyawaratan, dan hal itu nampaknya berdampak abadi

dalam sejarah.

 

E. Perkembangan dan Kemajuan Peradaban yang Dicapai

Pemindahan ibukota dari Madinah ke Damaskus melambangkan

zaman imperium baru dengan menggesernya untuk selama-

lamanya dari pusat Arabia, yakni Madinah yang merupakan pusat

agama dan politik kepada sebuah kota yang kosmopolitan. Dari

kota inilah daulat Umayyah melanjutkan ekspansi kekuasaan

Islam dan mengembangkan pemerintahan sentral yang kuat,

yaitu sebuah imperium Arab.6

Ekspansi yang berhasil dilakukan pada masa Mu’awiyah antara

lain ke wilayah-wilayah: Tunisia, Khurasan sampai ke sungai

Oxus, Afganistan sampai ke Kabul, serangan ke ibukota Bizantium

(Konstantinopel). Kemudian ekspansi ke timur dilanjutkan oleh

Page 7: an Islam Pada Masa Bani

khalifah Abdul Malik yang berhasil menaklukkan Balkh, Sind,

Khawarizm, Fergana, Samarkand, dan India. Ekspansi ke barat

dilanjutkan pada masa al-Walid ibn Abdul Malik dengan

mengadakan ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju barat

daya, benua Eropa. Wilayah lainnya yang berhasil ditaklukan

adalah al-Jazair, Maroko, ibukota Spanyol (Kordova), Seville,

Elvira, dan Toledo. Di zaman Umar ibn Abdul Aziz, serangan

dilakukan ke Perancis. Selain itu, wilayah kekuasaan Islam

meliputi Spanyol, Afrika Utara, Siria, Palestina, Jazirah Arab, Irak,

dan sebagian Asia Tengah.

Jasa-jasa dalam pembangunan di berbagai bidang banyak

dilakukan Bani Umayyah. Mu’awiyah mendirikan dinas pos,

menertibkan angkatan bersenjata, mencetak mata uang, dan

jabatan Qadhi (hakim) mulai berkembang menjadi profesi sendiri.

Abdul Malik ibn Marwan adalah khaifah yang pertama kali

membuat mata uang dinar dan menuliskan di atasnya ayat-ayat

al-Qur’an.7 Ia juga melakukan pembenahan administrasi

pemrintahan dan mmberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa

resmi administrasi pemerintahan Islam. Pada masa khalifah Al-

Walid ibn Abdul Malik di bangun panti-panti untuk orang cacat,

membangun jalan-jalan raya, pabrik-pabrik, gedung

pemerintahan dan masjid-masjid yang megah. Khalifah Umar ibn

Abdul Aziz memprioritaskan pembangunan dalam negeri,

keberhasilannya antara lain ialah menjalin hubungan baik dengan

golongan Syi’ah, memberi kebebasan kepada penganut agama

lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinannya, pungutan

pajak diperingan, dan kedudukan mawali (non Arab) disejajarkan

dengan muslim Arab. Dengan keberhasilan dan keteladanannya,

maka Umar ibn Abdul Aziz sering disebut-sebut sebagai khalifah

Page 8: an Islam Pada Masa Bani

kelima setelah Ali ibn Abi Thalib. Di bidang keilmuan atau

pendidikan, cakupan keilmuannya tentang teologi dan

keagamaan, misalnya legalisasi penyusunan al-Qur’an pada masa

Utsman yang telah disusun oleh Abu Bakar. Di bidang kesastraan,

muncul para penyair terkenal, seperti Umar ibn Abi Rabi’ah,

Tuwais, Ibnu Suraih, dan Al-Garidh.

Selain itu, jenis atau pola pemerintahan terdahulu mulai

berubah sejak zaman Mu’awiyah. Mu’awiyah bermaksud

mengikuti gaya pemerintahan monarki di Persia dan Bizantium. Ia

tetap memakai istilah khalifah, namun memberi interprestasi

baru. Ia menyebut dirinya “khalifah Allah” dalam pengertian

“penguasa” yang diangkat oleh Allah. Menurut beberapa ahli

sejarah, pola pemerintahan yang dipakai pada masa Bani

Umayyah adalah Otokrasi.8 Walaupun telah berbentuk kerajaan,

Bani Umayyah tetap membuktikan eksistensinya dengan terus

membuat kemajuan-kemajuan.

 

F. Gerakan Separatis, Perlawanan dan Pemberontakan

Berbagai kemajuan memang telah dicapai oleh bani Umayyah,

namun konflik internal tetap terjadi. Hal ini terbukti dengan

banyaknya gerakan pemberontakan yang muncul dan pada

akhirnya menimbulkan perang saudara.

Diantara gerakan-gerakan perlawanan tersebut antara lain:

Syi’ah

Page 9: an Islam Pada Masa Bani

Gerakan ini merupakan gerakan yang paling kuat, paling

berani dan solidaritas kaumnya sangat tinggi, hingga dapat

menjatukan kekuasaan Bani Umayyah. Pemberontakan

kaum ini didasarkan atas kebencian mereka teradap Bani

Umayyah dan rasa cinta mereka terhadap keluarga ‘Ali.

Gerakan ini erat kaitannya dengan pemikiran. Salah satu

contoh yaitu dukungan kepada Hussain ibn Ali agar menolak

bai’at terhadap Yazid. Karena Hussain tetap

mempertahankan keteguhannya, ia bersama pasukannya

dibunuh di Karbela.

 

Perlawanan Abdullah ibn Zubair

Ia adalah seorang yang berambisi ingin menjadi pemimpin.

Pertama kali perlawanannya pada saat perang Jamal. Ia

adalah seseorang yang memiliki tipu daya. Ia juga tidak

mempunyai falsafah, revousinya tidak berdasar kepada

prinsip-prinsip yang benar dan bukan pula militer. Hampir

dalam setiap pemberontakan, ia turut ambil bagian,tetapi

hanya sebagai provokator.

 

Khawarij

Gerakan ini merupakan kumpulan dari orang-orang yang

keluar dari barisan ‘Ali atau tidak mendukung ‘Ali. Meskipun

benci terhadap ‘Ali, kaum ini lebih benci lagi terhadap Bani

Umayyah. Nama lain dari golongan ini adalah Muakkimah.

Pemberontakannya terjadi di Kufah dan di Madinah. Mazhab

Page 10: an Islam Pada Masa Bani

kaum ini sangat sedikit menggunakan falsafah dan

pemikiran-pemikirannya kurang mendalam.

 

Mu’tazilah

Gerakan ini bersifat keagamaan, tidak mengumpulkan

pasukan dan tidak pernah menghunuskan pedang. Gerakan

ini sangat berkaitan dengan mazhab Khawarij. Dalam

gerakan ini, muncul lagi pendapat golongan, seperti

Murji’ah, Jabariyah dan Mu’tazilah itu sendiri.

 

Karena konflik internal dalam negeri yang tidak bisa diselesaikan,

akhirnya dinasti ini tumbang (750), dan digantikan dengan Daulat

Bani Abbasyiyah. Ada beberapa faktor yang menyebabkan Bani

Umayya melemah dan membawanya pada keancuran, yaitu:

1. Sistem pergantian kalifah melalui garis keturunan

merupakan sesuatu yang baru bagi tradisi Arab yang

menekankan aspek senioritas. Cara pengaturan yang tidak

jelas serta terjadi persaingan tidak sehat di dalam keluarga

kerajaan.

2. Latar belakang Bani Umayyah tidak lepas dari konflik politik

pada masa ‘Ali, jadi banyak perlawanan dari golongan

oposisi.

3. Terjadi pertentangan antar etnis, antar suku dan status

golongan mawali.

4. Sikap hidup mewah di istana yang dilakukan anak-anak

khalifah.

Page 11: an Islam Pada Masa Bani

5. Muncul kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-

Abbas ibn Abd al-Muthalib.9

 

Penutup

Masa-masa keemasan (golden age) yang terjadi pada zaman

Muhammad saw. dan Khulafa ar-Rasyidin telah berakhir dan

digantikan dengan masa Kerajaan (Mulkan/ Kingdom/ Monarchi/

Otokrasi) oleh Bani Umayyah. Sebagaimana perputaran roda

kehidupan, begitulah yang terjadi dalam sejarah Islam, kadang

berada pada posisi puncak kejayaan dan kadang berada pada

posisi paling bawah.

Banyak yang mengecam pemerintaan Bani Umayyah, namun kita

jangan sampai lupa terhadap jasa-jasa dinasti ini yang telah turut

membangun sebuah peradaban. Di tangan Bani Umayyah, Islam

mengalami banyak kemajuan dengan tersebarnya hingga ke

banyak wilayah. Walaupun berubah sistem tapi syiar islam begitu

luas.

Bani Umayyah memang tidak bisa disalahkan begitu saja, karena

pastinya para penguasa ini mempunyai ijtihad tersendiri untuk

merubah sistem musyawarah menjadi warisan khalifah disamping

kondisi dan tekanan yang terjadi di masa itu.

1 Marshall G. S. Hodgson, The Venture of Islam, (Jakarta: Paramadina, 2002), hlm. 311.

2 DR. Badri Yatim, M.A., Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2003), hlm. 40.

3 Prof. DR. A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid 2, (Jakarta: Pustaka Alhusna,1982), hlm.33.

Page 12: an Islam Pada Masa Bani

4 ‘Aqidatus Syi’ah, hlm. 86.

5 DR. M. Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm.139-140.

6 John L. Esposito, Islam dan politik, (Jakarta: Bulan Bintang,1990)

7 Imam As-Suyuthi, Tarikh Khulafa’, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2003), hlm. 258.

8 Aden Wijdan SZ. Dkk., Pemikiran dan Peradaban Islam, (Jakarta: Safiria Insania Press, 2007)

Perkembangan Islam periode Bani Abbasiyah

Bani Abbasiyah berhasil memegang kekuasaan kekhalifahan selama tiga abad,

mengkonsolidasikan kembali kepemimpinan gaya Islam dan menyuburkan ilmu pengetahuan

dan pengembangan budaya Timur Tengah. Tetapi pada tahun 940 kekuatan kekhalifahan

menyusut ketika orang-orang non-Arab, khususnya orang Turki (dan kemudian diikuti oleh

orang Mameluk di Mesir pada pertengahan abad ke-13), mulai mendapatkan pengaruh dan

mulai memisahkan diri dari kekhalifahan.

Meskipun begitu, kekhalifahan tetap bertahan sebagai simbol yang menyatukan dunia Islam.

Pada masa pemerintahannya, Bani Abbasyiah mengklaim bahwa dinasti mereka tak dapat

disaingi. Namun kemudian, Said bin Husain, seorang muslim Syiah dari dinasti Fatimiyyah

yang mengaku bahwa anak perempuannya adalah keturunan Nabi Muhammad, mengklaim

dirinya sebagai Khalifah pada tahun 909, sehingga timbul kekuasaan ganda di daerah Afrika

Utara. Pada awalnya ia hanya menguasai Maroko, Aljazair, Tunisua dan Libya. Namun

kemudian, ia mulai memperluas daerah kekuasaannya sampai ke Mesir dan Palestina,

sebelum akhirnya Bani Abbasyiah berhasil merebut kembali daerah yang sebelumnya telah

mereka kuasai, dan hanya menyisakan Mesir sebagai daerah kekuasaan Bani Fatimiyyah.

Dinasti Fatimiyyah kemudian runtuh pada tahun 1171. Sedangkan Bani Ummayah bisa

bertahan dan terus memimpin komunitas Muslim di Spanyol, kemudian mereka mengklaim

kembali gelar Khalifah pada tahun 929, sampai akhirnya dijatuhkan kembali pada tahun

1031. Kekhalifahan Abbasiyah adalah kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa di Bagdad

(sekarang ibu kota Irak) sejak tahun 750. Kekhalifahan ini berkembang pesat dan

menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan dengan menerjemahkan dan

melanjutkan tradisi keilmuan Yunani dan Persia. Kekhalifahan ini meredup setelah naiknya

Page 13: an Islam Pada Masa Bani

bangsa tentara-tentara Turki yang mereka bentuk. Kejatuhan totalnya pada tahun 1258

disebabkan serangan bangsa Mongol yang dipimpin Hulagu Khan yang menghancurkan

Bagdad dan tak menyisakan sedikitpun dari pengetahuan yang dihimpun di perpustakaan

Bagdad.

Bani Abbasiyyah merupakan keturunan dari Abbas bin Abdul-Muththalib (566-652) yang

juga merupakan paman dari Nabi Muhammad s.a.w., oleh karena itu mereka termasuk ke

dalam Bani Hasyim. Sedangkan Bani Umayyah yang merupakan salah satu kabilah dalam

Quraisy, bukan termasuk yang seketurunan dengan Nabi.

Muhammad bin Ali, cicit Saidina Abbas menjalankan kampanye untuk mengembalikan

kekuasaan pemerintahan kepada keluarga Bani Hasyim di Parsia pada masa pemerintahan

Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Pada masa pemerintahan Khalifah Marwan II, pertentangan

ini semakin memuncak dan akhirnya pada tahun 750, Abu al-Abbas al-Saffah menang

melawan pasukan Bani Umayyah dan kemudian dilantik sebagai khalifah.

Kekhalifahan Abbasiyah adalah yang pertama kali mengorganisasikan penggunaan tentara-

tentara budak yang disebut Mamaluk pada abad 9. Dibuat oleh Al-Ma’mun tentara-tentara

budak ini didominasi oleh bangsa Turki tetapi juga banyak diisi oleh bangsa Berber dari

Afrika Utara dan Slav dari Eropa Timur. Ini adalah suatu inovasi sebab sebelumnya yang

digunakan adalah tentara bayaran dari Turki.

Bagaimanapun tentara Mamaluk membantu sekaligus menyulitkan kekhalifahan Abbasiyah.

karena berbagai kondisi yang ada di umat muslim saat itu pada akhirnya kekhalifahan ini

hanya menjadi simbol dan bahkan tantara Mamaluk ini berhasil berkuasa dan mendirikan

kesultanan di Mesir, dengan menyatakan diri berada di bawah kekuasaan (simbolik)

kekhalifahan.

Ilmu Pengetahuan

Pada masa kekhalifahan ini dunia Islam mengalami peningkatan besar-besaran di bidang

ilmu pengetahuan. Salah satu inovasi besar pada masa ini adalah diterjemahkannya karya-

karya di bidang pengetahuan, sastra, dan filosofi dari Yunani, Persia, dan Hindustan.

Banyak golongan pemikir lahir zaman ini, banyak diantara mereka bukan Islam dan bukan

Arab Muslim. Mereka ini memainkan peranan yang penting dalam menterjemahkan dan

mengembangkan karya Kesusasteraan Yunani dan Hindu, dan ilmu zaman pra-Islam kepada

masyarakat Kristen Eropa. Sumbangan mereka ini menyebabkan seorang ahli filsafat Yunani

yaitu Aristoteles terkenal di Eropa. Tambahan pula, pada zaman ini menyaksikan penemuan

Page 14: an Islam Pada Masa Bani

ilmu geografi, matematik, dan astronomi seperti Euclid dan Claudius Ptolemy. Ilmu-ilmu ini

kemudiannya diperbaiki lagi oleh beberapa tokoh Islam seperti Al-Biruni dan sebagainya.

Zaman ini juga menyaksikan lahir ilmuwan Islam terkenal seperti Ibnu Sina, Al-Kindi, al-

Farabi dan sebagainya.

Penyebab runtuhnya IPTEK masa kejayaan Islam

keruntuhan khilafah dan kemunduran umat Islam itu banyak disebabkan oleh persoalan

internal umat Islam sendiri, seperti kecenderungan penguasa korup yang lebih

mementingkan uang dan kekuasaan, serta perpecahan di kalangan umat Islam.

Berbicara masalah ilmu pengetahuan dan teknologi, jika dibandingkan dengan masyarakat

Barat, umat Islam jauh tertinggal. Umat Islam senantiasa berteman akrab dengan

kebodohan, bahkan sumber daya alam yang melimpah ruah di negara-negara berpenduduk

muslim mayoritas tidak bisa membuat rakyatnya makmur. Penyebabnya, ketidakmampuan

mengelola sumber daya alam yang dimiliki. Jika kita membandingkan realitas umat Islam

saat ini dengan realitas umat Islam di masa Khilafah Abbasiyah, terlihat perbedaan yang

mencolok…

Di zaman Abbasiyah umat Islam mampu menjadi sumber ilmu pengetahuan yang dipegang

Barat saat ini. Sedangkan umat Islam saat ini hanya menjadi konsumen dari ilmu

pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan masyarakat Barat. Melihat keterpurukan

umat saat ini dan kemajuan umat Islam masa lampau muncul ide membangun kembali

“runtuhnya� peradaban Islam yang dikemas dalam bentuk jihad membangun

peradaban. Apa yang dimaksud dengan jihad membangun peradaban? Untuk mengupas

masalah ini Center for Moderate Muslim (CMM) bekerjasama dengan Radio Republik

Indonesia (RRI) menggelar dialog interaktif dengan narasumber M. Hilaly Basya, Direktur

Eksekutif Center for Moderate Muslim (CMM) pada tanggal 19 Juni 2006. Berikut

petikannya:

Topik kita kali ini adalah “jihad membangun peradaban�. Mungkin kita sudah pahami

makna jihad karena sering kita dengar dan perbincangkan. Bisakah Anda jelaskan yang

dimaksud dengan peradaban? Kalau kita sudah paham tentang pengertian jihad, maka kita

harus pahami juga makna peradaban yang menjadi topik perbincangan kita kali ini. Makna

peradaban bisa kita pahami dari gambaran peradaban-peradaban yang sudah ada dalam

sejarah. Misalnya peradaban Islam dan Barat. Peradaban biasanya selalu dikaitkan dengan

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Jadi, jihad membangun peradaban berarti upaya

bersungguh-sungguh membangun kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sesungguhnya

Page 15: an Islam Pada Masa Bani

makna peradaban lebih luas lagi dari apa yang tadi saya katakan. Seperti persoalan

kemanusiaan, kebudayaan, moralitas, dan seterusnya.

Apakah peradaban didefinisikan hanya dikaitkan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi?

Dalam batas-batas tertentu peradaban selalu dikaitkan dengan kemajuan ilmu pengetahuan

dan teknologi. Menurut Anda, ilmu pengetahuan dan teknologi akan memengaruhi aspek-

aspek lain dari peradaban? Benar sekali.

Apa signifikansi jihad membangun peradaban ini? Peradaban Barat yang maju saat ini

memberikan kontribusi besar bagi kehidupan manusia secara umum. Artinya, seluruh

kehidupan manusia tertolong, katakanlah mendapatkan kemudahan akibat peradaban Barat

yang maju. Pentingnya membangun peradaban dalam rangka memudahkan kehidupan

manusia itu sendiri. Misalnya dalam transportasi. Transportasi saat ini lebih mudah dan

lebih cepat dibandingkan dengan zaman dulu.

Adakah agenda atau langkah-langkah penting yang harus dilakukan dalam rangka

membangun peradaban? Sebelum membahas masalah ini, kita perlu mendapat gambaran

bagaimana umat Islam dahulu membangun peradaban dan bagaimana pula masyarakat

sekarang membangun peradaban. Setelah membahas masalah ini, saya kira kita akan

mempunyai gambaran bagaimana seharusnya kita membangun atau membuat langkah-

langkah dalam rangka membangun peradaban. Kita melihat bahwa saat ini peradaban Islam

tertinggal dari peradaban Barat. Apa sebenarnya yang menyebabkan hal ini? Tradisi

pengembangan ilmu pengetahuan di Barat dilakukan dalam rentang waktu yang cukup lama.

Kalau dihitung dari sekarang, sekitar 300 atau 400 tahun yang lalu Barat mengembangkan

teknologi secara tekun. Dari sini kita pahami bahwa kemajuan Barat yang merupakan proses

panjang dari ketekunan dan keuletan masyarakat Barat mengembangkan ilmu pengetahuan

dan teknologi. Kalau dibandingkan dengan masyarakat atau bangsa-bangsa Islam, kita

melihat bahwa tradisi pengembangan ilmu pengetahuan sebenarnya telah ada saat Islam

baru tumbuh. Sayangnya tradisi pengembangan ilmu pengetahuan ini terputus di tengah-

tengah dan barangkali sekarang baru beranjak untuk bangkit kembali.

Jadi, karena tradisi pengembangan ilmu pengetahuan terputus, maka umat Islam saat ini

tertinggal? Benar sekali. Banyak faktor yang menyebabkan keterputusan tradisi

pengembangan ilmu pengetahuan di tubuh umat Islam, seperti perpecahan internal dan

adanya orientasi yang berbeda di kalangan pemimpin Islam. Akibat keterputusan ini, kita

tertinggal dari masyarakat Barat dan kita membutuhkan sekitar 100 tahun untuk berpikir

kembali membangun ilmu pengetahuan di tubuh umat Islam. Apakah ide “jihad

membangun peradaban� ini merupakan terobosan baru atau merupakan penyegaran dari

Page 16: an Islam Pada Masa Bani

ide yang telah ada sebelumnya? Saya kira jihad membangun peradaban ini merupakan

penyegaran. Artinya, konsep ini sebenarnya sudah ada dalam ajaran Islam, tetapi karena

umat Islam dipengaruhi oleh budaya dan lingkungannya, maka konsep membangun

peradaban ini menjadi layu di tengah perjalanan umat Islam dan karena itu perlu kita

segarkan kembali.

Ketertinggalan umat Islam dalam ilmu pengetahuan dan teknologi bisa kita analogikan

dengan kebodohan. Sedangkan kebodohan erat kaitannya dengan kemiskinan, dan dua

variable ini, kemiskinan dan kebodohan, saling memengaruhi. Bagaimana Anda melihat

kaitan kemiskinan dan kebodohan? Kebodohan atau ketertinggalan umat Islam dalam ilmu

pengetahuan sangat berpengaruh terhadap kemampuan umat Islam sendiri mengembangkan

ekonominya. Bisa kita lihat dalam perkembangan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat

Islam. Indonesia pertumbuhan ekonominya sangat jauh sekali dari kemakmuran karena

ketidakmampuan ilmu pengetahuan. Sedangkan masyarakat yang menguasai ilmu

pengetahuan rata-rata lebih makmur daripada mereka yang tidak menguasai ilmu

pengetahuan. Semua ini terkait dengan kemampuan untuk melakukan terobosan, inovasi

dalam pengembangan ekonomi sekaligus persaingan ekonomi.

Kita mengetahui keterkaitan antara kebodohan dengan kemiskinan bahwa keduanya saling

memengaruhi. Apakah masyarakat Barat saat mengembangkan ilmu pengetahuan ekonomi

mereka telah kuat? Kita harus berangkat dari asumsi bahwa kemiskinan disebabkan

kebodohan. Karena itu kalau orang mau bangkit dari kemiskinan ia harus pintar terlebih

dahulu. Dalam ukuran-ukuran tertentu, masyarakat Barat saat mengembangkan ilmu

pengetahuan sebetulnya ekonomi mereka tidak begitu makmur. Walaupun kita tahu

masyarakat Barat sudah lama ekspansi perdagangan lewat kolonialisme di Timur Tengah

dan di Asia Tenggara. Seiring dengan pengembangan ilmu pengetahuan terjadi peningkatan

perdagangan sehingga peningkatan ilmu pengetahuan diiringi dengan peningkatan

perekonomian masyarakat Barat. Kalau kita kembali ke masyarakat Islam, saya kira negara-

negara Islam sebenarnya kaya. Negara-negara Islam di Timur Tengah kaya akan

sumberdaya alam, begitu juga dengan Indonesia. Sebenarnya, kita kaya atau tidak

sumberdaya alam, kita harus mengembangkan ilmu pengetahuan, apalagi kaya sumberdaya

alam. Seharusnya kita mengembangkan ilmu pengetahuan. Buktinya, meskipun kita kaya

sumberdaya alam, tapi toh kita tidak bisa mengolahnya. Semua itu menunjukkan bahwa

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat penting.

Page 17: an Islam Pada Masa Bani

Kemunduran Peradaban Islam

Setelah mengetahui asas kebangkitan peradaban Islam kini kita perlu mengkaji sebab-sebab

kemunduran dan kejatuhannya. Dengan begitu kita dapat mengambil pelajaran dan bahkan

menguji letak kelemahan, kekuatan, kemungkinan dan tantangan (SWOT). Kemunduran

suatu peradaban tidak dapat dikaitkan dengan satu atau dua faktor saja. Karena peradaban

adalah sebuah organisme yang sistemik, maka jatuh bangunnya suatu perdaban juga bersifat

sistemik. Artinya kelemahan pada salah satu organ atau elemennya akan membawa dampak

pada organ lainnya. Setidaknya antara satu faktor dengan faktor lainnya – yang secara

umum dibagi menjadi faktor eksternal dan internal – berkaitan erat sekali. Untuk itu, akan

dipaparkan faktor-faktor ekternal terlebih dahulu dan kemudian faktor internalnya. Untuk

menjelaskan faktor penyebab kemunduran umat Islam secara eksternal kita rujuk paparan

al-Hassan yang secara khusus menyoroti kasus kekhalifahan Turkey Uthmani, kekuatan

Islam yang terus bertahan hingga abad ke 20. Faktor-faktor tersebut adalah sbb:

1. Faktor ekologis dan alami, yaitu kondisi tanah di mana negara-negara Islam berada

adalah gersang, atau semi gersang, sehingga penduduknya tidak terkonsentrasi pada suatu

kawasan tertentu. Kondisi ekologis ini memaksa mereka untuk bergantung kepada sungai-

sungai besar, seperti Nil, Eufrat dan Tigris. Secara agrikultural kondisi ekologis seperti ini

menunjukkan kondisi yang miskin. Kondisi ini juga rentan dari sisi pertahanan dari serangan

luar. Faktor alam yang cukup penting adalah Pertama, Negara-negara Islam seperti Mesir,

Syria, Iraq dan lain-lain mengalami berbagai bencana alam. Antara tahun 1066-1072 di

Mesir terjadi paceklik (krisis pangan) disebabkan oleh rusaknya pertanian mereka. Demikian

pula di tahun 1347-1349 terjadi wabah penyakit yang mematikan di Mesir, Syria dan Iraq.

Kedua, letak geografis yang rentan terhadap serangan musuh. Iraq, Syria, Mesir merupakan

target serangan luar yang terus menerus. Sebab letak kawasan itu berada di antara Barat

dan Timur dan sewaktu-waktu bisa menjadi terget invasi pihak luar.

2. Faktor eksternal. Faktor eksternal yang berperan dalam kajatuhan peradaban Islam

adalah Perang Salib, yang terjadi dari 1096 hingga 1270, dan serangan Mongol dari tahun

1220-1300an. “Perang Salib�, menurut Bernard Lewis, “pada dasarnya

merupakan pengalaman pertama imperialisme barat yang ekspansionis, yang dimotivasi oleh

tujuan materi dengan menggunakan agama sebagai medium psikologisnya.� Sedangkan

tentara Mongol menyerang negara-negara Islam di Timur seperti Samarkand, Bukhara dan

Khawarizm, dilanjutkan ke Persia (1220-1221). Pada tahun 1258 Mongol berhasil merebut

Baghdad dan diikuti dengan serangan ke Syria dan Mesir. Dengan serangan Mongol maka

kekhalifahan Abbasiyah berakhir.

Page 18: an Islam Pada Masa Bani

3. Hilangnya Perdagangan Islam Internasional dan munculnya kekuatan Barat. Pada tahun

1492 Granada jatuh dan secara kebetulan Columbus mulai petualangannya. Dalam

upayanya mencari rute ke India ia menempuh jalur yang melewati negara-negara Islam.

Pada saat yang sama Portugis juga mencari jalan ke Timur dan juga melewati negara-

negara Islam. Di saat itu kekuatan ummat Islam baik di laut maupun di darat dalam sudah

memudar. Akhirnya pos-pos pedagangan itu dengan mudah dikuasai mereka. Pada akhir

abad ke 16 Belanda, Inggris dan Perancis telah menjelma menjadi kekuatan baru dalam

dunia perdagangan. Selain itu, ternyata hingga abad ke 19 jumlah penduduk bangsa Eropa

telah meningkat dan melampaui jumlah penduduk Muslim diseluruh wilayah kekhalifahan

Turkey Uthmani. Penduduk Eropa Barat waktu itu berjumlah 190 juta, jika ditambah dengan

Eropa timur menjadi 274 juta; sedangkan jumlah penduduk Muslim hanya 17 juta. Kuantitas

yang rendah inipun tidak dibarengi oleh kualitas yang tinggi.

Sebagai tambahan, meskipun Barat muncul sebagai kekuatan baru, Muslim bukanlah

peradaban yang mati seperti peradaban kuno yang tidak dapat bangkit lagi. Peradaban

Islam terus hidup dan bahkan berkembang secara perlahan-lahan dan bahkan dianggap

sebagai ancaman Barat. Sesudah kekhalifahan Islam jatuh, negara-negara Barat menjajah

negara-negara Islam. Pada tahun 1830 Perancis mendarat di Aljazair, pada tahun 1881

masuk ke Tunisia. Sedangkan Inggris memasuki Mesir pada tahun 1882. Akibat dari jatuhnya

kekhalifahan Turki Uthmani sesudah Perang Dunia Pertama, kebanyakan negara-negara

Arab berada dibawah penjajahan Inggris dan Perancis, demikian pula kebanyakan negara-

negara Islam di Asia dan Afrika. Setelah Perang Dunia Kedua kebanyakan negara-negara

Islam merdeka kembali, namun sisa-sisa kekuasaan kolonialisme masih terus bercokol.

Kolonialis melihat bahwa kekuatan Islam yang selama itu berhasil mempersatukan berbagai

kultur, etnik, ras dan bangsa dapat dilemahkan. Yaitu dengan cara adu domba dan tehnik

divide et impera sehingga konflik intern menjadi tak terhindarkan dan akibatnya negara-

negara Islam terfragmentasi menjadi negeri-negeri kecil.

Page 19: an Islam Pada Masa Bani

. PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA TURKI USMANI Kerajaan Turki Usmani muncul di saat Islam berada dalam era kemunduran pertama.1 Berawal dari kerajaan kecil, lalu mengalami perkembangan pesat, dan akhirnya sempat diakui sebagai negara adikuasa pada masanya dengan wilayah kekuasaan yang meliputi bagian utara Afrika, bagian barat Asia dan Eropa bagian Timur.2 Masa pemerintahannya berjalan dalam rentang waktu yang cukup panjang sejak tahun 1299 M-1924 M. Kurang lebih enam abad (600 tahun).3 Dalam rentang waktu yang demikian panjang kerajaan Turki Usmani mengalami dinamika yang selalu menghadirkan format dan ciri khas yang baru dalam pemerintahan, bahkan merupakan penyelamat dan bebas dunia Islam dari kekacauan yang berkepanjangan terutama di bidang hukum, karena sebagaimana

diketahui, bahwa pemerintahan Turki Usmani tidak hanya terbatas pada kekuasaan dan wilayah, tapi juga meliputi bidang agama. Pada periode berikutnya4, kerajaan Turki Usmani yang berpijak kepada Syari’at Islam mulai bergeser menjadi hukum sekuler, ini terjadi pada akhir abad-19 tepatnya pada era tanzimat (1839-1876) ketika terjadi persentuhan budaya timur (Islam) dengan budaya Barat (Eropa). Era tanzimat merupakan gerakan pembaharuan yang terjadi di Turki Usmani, yang pada hakikatnya berintikan upaya pemerintah Turki Usmani untuk melakukan perbaikan dalam tata aturan perundangan di segala bidang, dan salah satu hukum yang disusun Majallah al-Ahkam al-Adliyahi (1876 M) di samping piagam Gulhane dan Humayun. Untuk mengetahui lebih jauh tentang perkembangan hukum

Islam pada masa Turki Usmani makalah sederhana ini mencoba menguraikan, dengan pokok pembahasan; Sekilas tentang Turki Usmani, Sebelum Tanzimat, Era Tanzimat, Majallah al-Ahkam al-Adliyah dan sesudah tanzimat.

B. SEKILAS TENTANG TURKI USMANI

Page 20: an Islam Pada Masa Bani

Pendiri kerajaan ini adalah bangsa Turki dari kabilah Oghuz5 yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina. Dalam jangka waktu lebih kurang tiga abad, mereka pindah ke Turkistan kemudian Persia dan Irak. Mereka masuk Islam sekitar abad ke sembilan atau ke sepuluh ketika menetap di Asia Tengah. Di bawah tekanan serangan-serangan Mongol pada abad ke-13 M bangsa Turki dengan dipimpin Artogol melarikan diri menuju dinasti Saljuk untuk mengabdi pada penguasa yang ketika itu dipimpin oleh Sultan Alauddin II. Artogol dan pasukannya bersekutu dengan pasukan Saljuk membantu Sultan Alauddin II berperang menyerang Bizantium, dan usaha ini berhasil, artinya pasukan Saljuk mendapat kemenangan. Atas jasa baiknya itu Sultan Alauddin II menghadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu bangsa Turki terus membina wilayah barunya dan memilih Kota Syukud sebagai ibu kota.6

Pada tahun 1289 M Artogol meninggal dunia. Kepemimpinan- nya dilanjutkan oleh putranya, Usman. Putra Artogol inilah yang dianggap sebagai pendiri kerajaan Usmani, beliau memerintah tahun 1290 M – 1326 M. Sebagaimana ayahnya, Usman banyak berjasa pada Sultan Alauddin II, dengan keberhasilannya menduduki benteng-benteng Bizantium. Pada tahun 1300 M, Bangsa Mongol menyerang kerajaan Saljuk dan Sultan Alauddin II terbunuh. Kerajaan Saljuk kemudian terpecah-pecah dalam beberapa kerajaan kecil. Usman pun menyatakan kemerdekaan

dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah kerajaan Turki Usmani dinyatakan berdiri. Penguasa pertamanya adalah Usman yang sering disebut Usman I. Dalam perkembangannya, Turki Usmani melewati beberapa periode kepemimpinan. Sejak berdiri tahun 1299 M yang dipimpin oleh Usman I Ibn Artogol (1299-1326 M) berakhir dengan Mahmud II Ibn Majib (1918-1922 M).

Dan dalam perjalanan sejarah selanjutnya Turki Usmani merupakan salah satu dari tiga kerajaan besar yang membawa kemajuan dalam Islam.7

C. SEBELUM TANZIMAT Sebagai diketahui Kerajaan Turki Usmani dikepalai oleh seorang Sultan yang mempunyai kekuasaan temporal atau dunia dan kekuasaan spritual atau rohani. Sebagai penguasa duniawi ia memakai titel Sultan dan sebagai kepala rohani umat Islam ia memakai gelar Khalifah.8 Dengan demikian Raja Usmani mempunyai dua

bentuk kekuasaan, kekuasaan memerintah negara dan kekuasaan menyiarkan dan membela Islam.

Page 21: an Islam Pada Masa Bani

Dalam melaksanakan kedua kekuasaan di atas Sultan dibantu oleh dua pegawai tinggi sadrazam untuk urusan pemerintahan dan syaikh al-Islam untuk urusan keagamaan. Keduanya tidak mempunyai banayak suara dalam soal pemerintahan dan hanya melaksanakan perintah Sultan. Dikala Sultan berhalangan atau berpergian ia digantikan sadrazam dalam menjalankan pemerintahan. Syaikh al-Islam yang mengurus bidang keagamaan dibantu oleh qadhi askar al-rumali yang membawahi qadhi-qadhi wilayah Usamniyah bagian Eropa, sedang qadhi askar anduly membawahi qadhi-qadhi wilayah Usmaniyah di Asia dan Mesir.9 Dalam melaksanakan tugasnya para qadhi tersebut merujuk kepada mazhab

Hanafi.10 Hal ini yang disebabkan mazhab yang dipakai oleh Sultan adalah mazhab Hanafi. Bentuk-bentuk peradilan pada masa ini :

1.Mahkamah Biasa/Rendah (al-Juziyat), yang bertugas menyelesaikan perkara-perkara pidana dan perdata.

2.Mahkamah Banding (Mahkamah al-Isti’naf), yang bertugas meneliti dan mengkaji perkara yang berlaku.

3.Mahkamah Tinggi (Mahkamah al-Tamayz au al-Naqd wa al-Ibram), yang bertugas memecat para qadhi yang terbukti melakukan kesalahan dalam menetapkan hukum.

4.Mahkamah Agung (Mahkamah al-Isti’naf al-Ulya), yang langsung di bawah pengawasan Sultan.11

Lembaga peradilan (qadha’) pada masa ini belum berjalan dengan baik, karena terdapat intervensi dari pemerintah, bahkan sistem peradilan dikuasai oleh kroni-

kroni dan pejabat pemerintah. Jadi belum tampak dengan jelas pemisahan antara urusan agama dan pemerintahan.

D. MASA TANZIMAT (1839-1876 M)

Secara etimologi tanzimat berasal dari kata nazhzhama-yunazhzhimu-tanzhimat, yang berarti mengatur, menyusun, dan memperbaiki.12 Term ini dimaksudkan untuk menggambarkan seluruh gerakan pembaharuan yang terjadi di Turki Usmani pada pertengahan abad ke-19. Gerakan ini ditandai dengan munculnya

sejumlah tokoh pembaharuan Turki Usmani yang belajar dari Barat yaitu bidang pemerintahan, hukum, administrasi, pendidikan, keuangan, perdagangan dan sebagainya. Tanzimat merupakan suatu gerakan pembaharuan sebagai kelanjutan dari kemajuan yang telah dilakukan oleh Sultan Sulaiman (1520-1566 M)

Page 22: an Islam Pada Masa Bani

yang termasyhur dengan nama al-Qanuni. Namun pembaharuan yang sebenarnya lebih membekas dan berpengaruh pada masa Sultan Mahmud II (1808-1839 M).14 Ia memusatkan perhatiannya pada berbagai perubahan internal diantaranya dalam organisasi pemerintahan dan hukum. Sultan Mahmud II juga dikenal sebagai Sultan yang pertama kali dengan tegas mengadakan perbedaan antara urusan agama dan urusan dunia. Urusan agama diatur oleh syari’at Islam (tasyr’ al-dini) dan urusan dunia diatur oleh hukum yang bukan syari’at (tasyri’ madani). Hukum syari’at terletak di bawah kekuasaan syaikh al-Islam, sedangkan hukum bukan syari’at diserahkan kepada dewan perancang hukum untuk mengaturnya, hukum yang bukan syari’at ini diadopsi dari Eropa, Perancis dan negeri asing lainnya. Diantaranya adalah al-Nizham al-Qadha al-Madani (Undang-undang Peradilan Perdata). Dengan penerapan al-Nizham al-Qadha al-madani (Undang-undang Peradilan Perdata) dalam peradilan muncul Mahkamah al-Nizhamiyah yang terdiri dari Qadha al-Madani (Peradilan Perdata) dan Qadha-Syar’i

(Peradilan Agama ).16 Dikotomi lembaga peradilan pada masa Sultan Mahmud II memberikan indikasi sudah adanya pemisahan urusan agama dan urusan dunia. Kemunculan tanzimat dilatarbelakangi oleh: 1. Khusus bidang hukum terjadinya persentuhan hukum Barat dan hukum Islam

2. Muncul para tokoh tanzimat yang ingin membatasi kekuasaan Sultan yang absolut. Disamping itu pada masa ini kondisi masyarakat terdiri dari tiga lapisan yaitu:

1. Tradisional, yang mempertahankan dan membangun pemikiran berdasarkan fiqh dan berpijak pada mazhab yang ada. Karena fiqh dianggap telah mapan dan

2. sempurna sehingga mereka berpendapat mazhab ini harus dikembangkan dan disosialisasikan.

2. Modernisme, yang menawarkan agar fiqh perlu diseleksi dan dikembangkan sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat.

3. Reformasi, melontarkan gagasan, bahwa fiqh yang ada tidak mampu merespon berbagai perkembangan yang muncul sebagai akses perkembangan zaman dan kebutuhan manusia yang multi dimensionalitas. Oleh karena itu diperlukan fiqh baru, yang menafsirkan nash secara kontekstual. Agaknya keadaan masyarakat ini juga mempengaruhi munculnya pembaharuan lebih-lebih lapisan modernisme dan reformasi. Realisasi pembaharuan ini dimulai dengan diumumkannya Piagam Gulhane (Khatt-i Syarif Gulhane) pada tanggal 3 Nopember 1839 M, kemudian ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Piagam Humayun (Khatt-

Page 23: an Islam Pada Masa Bani

i Syarif al-Humayun) pada tahun 1856 M.20 Gerakan ini terjadi pada masa Sultan Abdul Majid (1839-1861 M) putra Sultan Mahmud II. Piagam Gulhane berisikan berbagai bentuk perubahan yang pada masa permulaan kerajan Turki Usmani, syari’at Islam dan Undang-undang Negara dipatuhi, sehingga negara menjadi kokoh dan kuat. Untuk kembali pada masa tersebut, maka perlu diadakan perubahan-perubahan yang membawa kepada pemerintahan yang baik, yaitu: 1. Terjaminnya ketentraman hidup, harta kehormatan dan warga negara.

2. Peraturan mengenai pemungutan pajak.

3. Peraturan mengenai kewajiban dan lamanya dinas meliter.

Selanjutnya dijelaskan bahwa tertuduh akan diadili secara terbuka dan sebelum pengadilan pelaksanaan hukuman mati dengan racun dan jalan lain tidak dibolehkan. Pelanggaran terhadap kehormatan seseorang juga tidak

diperkenankan. Hak milik terhadap harta dijamin dan tiap orang mempunyai kebebasan terhadap harta yang dimilikinya. Ahli waris dari yang kena hukuman pidana tidak boleh dicabut haknya untuk mewarisi, dan demikian pula harta yang kena hukuman pidana tidak boleh disita.

Melihat muatan Piagam Gulhane ini terlihat adanya usaha pembaharu untuk melakukan rekonsiliasi antar muslim tradisional dengan kemajuan, serta institusi-institusi baru yang tidak bertentangan dengan hukum Islam, bahkan bisa menampung kebutuhan mereka. Menjamin keamanan hidup, ketenangan, jaminan kepemilikan. Satu hal yang penting dalam piagam ini adalah adanya ketentuan bahwa aturan-aturan itu berlaku untuk semua lapisan masyarakat dan semua golongan agama tanpa ada pengecualian.

Atas dasar piagam ini, maka terjadi beberapa pembaharuan dalam berbagai institusi kemasyarakan Turki Usmani. Diantaranya dalam bidang hukum dirumuskannya kodifikasi hukum perdata oleh Majelis Ahkam al-Adliyah24 dan hukum pidana. Sedang dibidang pemerintahan adanya sistem musyawarah dan di bidang pendidikan adanya pemisahan antara pendidikan umum dan agama, serta kekuasaan pendidikan umum dilepaskan dari kekuasaan ulama. Pada masa ini mulai masuk pengaruh sistem pendidikan Barat. Agaknya sejak saat ini pemisahan pendidikan antara hukum dan agama ini berlaku sampai sekarang.

Selanjutnya pada tahun 1856M26 Sultan Abdul Majid mengumumkan belakunya piagam Humayun yang lebih banyak

Page 24: an Islam Pada Masa Bani

mengandung pembaharuan terhadap kedudukan orang Eropa dan non muslim yang berada di bawah kekuasaan Turki Usmani, sehingga antara orang Eropa dan rakyat Islam Turki tidak ada perbedaan lagi artinya mereka mempunyai hak yang sama dalam hukum. Walaupun piagam Humayun dikeluarkan untuk memperkuat keberadaan piagam Gulhane, namun jika diperhatikan lebih jauh piagam ini memberikan hak dan jaminan kepada bangsa Eropa untuk semakin memantapkan keberadaan di Turki Usmani. Sikap pro-Barat ini pada akhirnya membawa kelemahan terhadap kerajaan Turki Usmani dalam menghadapi Eropa. Dapat dipahami bahwa perkembangan tasyri’ pada masa tanzimat di kerajaan Turki Usmani banyak dipengaruhi oleh hukum dari Barat, artinya telah bercampur hukum Islam dengan hukum Barat. Sedangkan Piagam Gulhane menyatakan penghargaan tinggi pada

syari’at Islam tetapi juga mengakui perlunya diadakan sistem baru. Hukum baru yang disusun banyak dipengaruhi oleh hukum Barat. Apalagi piagam Humayun yang secara tegas diperlakukan untuk non Islam dan Eropa. Pada masa ini telah ditetapkan pedoman hakim dalam menetapkan hukum, yaitu dengan dikeluarkannya Undang-undang Dusturiyah pada tahun 1293

H/1877 M. Sehingga terhindar dari hawa nafsu dan keinginan pribadi dalam menetapkan hukum. Dan juga didirikan Mahkamah al-Tamyiz (al-Naqdu) yang merupakan lembaga yang diberi wewenang untuk memecat para qadhi yang melakukan perbuatan yang melanggar hukum, karena dianggap tidak melaksanakan tugas sesuai yang ditetapkan.28 Namun pada akhirnya lembaga yang didirikan serta undang-undang yang berlaku sebagaimana mestinya karena ada unsur korupsi dan kolusi dalam pemerintahan. Kondisi ini menjadikan peradilan seperti barang dagangan yang diperjualbelikan.