daulah bani abbasiyah

41
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nama dinasti Abbasiyah diambil dari nama seorang dari paman Nabi SAW yang bernama al-Abbas ibn Abd al- Muthallib ibn Hasyim. Ia seorang pribadi yang tangguh dan memegang peranan penting dalam berdirinya Abbasiyah, sekaligus menjadi kholifah pertama pada dinasti ini. Meskipun pada awal berdirinya dinasti ini tampak jelas adanya berbagai pembantaian yang mana guna memperkokoh dan menyetabilkan pemerintahan, masa-masa keemasan dalam bidang ilmu pengetahuan khususnya muncul berbagai aliran dan mazhab dan lain sebagainya juga mendominasi dalam masa daulah ini. Meskipun pada akkhirnya mengalami masa kehancuran juga seperti pada masa Bani Umayyah. Bani Abbasiyah berhasil memegang kekuasaan kekhalifahan selama tiga abad, mengkonsolidasikan kembali kepemimpinan gaya Islam dan menyuburkan ilmu pengetahuan dan pengembangan budaya Timur Tengah. Tetapi pada tahun 940 kekuatan kekhalifahan menyusut ketika orang-orang non-Arab, khususnya orang Turki (dan kemudian diikuti oleh orang Mamluk di Mesir pada 1

Upload: irvan-haq-dzul-karoma

Post on 19-Jun-2015

13.387 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Berdirinya Dinasti Abasiyah ...Peranan Bani Abbasiyah dalam Kemajuan Pendidikan....

TRANSCRIPT

Page 1: Daulah Bani Abbasiyah

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nama dinasti Abbasiyah diambil dari nama seorang dari paman Nabi SAW

yang bernama al-Abbas ibn Abd al-Muthallib ibn Hasyim. Ia seorang pribadi yang

tangguh dan memegang peranan penting dalam berdirinya Abbasiyah, sekaligus

menjadi kholifah pertama pada dinasti ini.

Meskipun pada awal berdirinya dinasti ini tampak jelas adanya berbagai

pembantaian yang mana guna memperkokoh dan menyetabilkan pemerintahan,

masa-masa keemasan dalam bidang ilmu pengetahuan khususnya muncul berbagai

aliran dan mazhab dan lain sebagainya juga mendominasi dalam masa daulah ini.

Meskipun pada akkhirnya mengalami masa kehancuran juga seperti pada masa Bani

Umayyah.

Bani Abbasiyah berhasil memegang kekuasaan kekhalifahan selama tiga

abad, mengkonsolidasikan kembali kepemimpinan gaya Islam dan menyuburkan

ilmu pengetahuan dan pengembangan budaya Timur Tengah. Tetapi pada tahun 940

kekuatan kekhalifahan menyusut ketika orang-orang non-Arab, khususnya orang

Turki (dan kemudian diikuti oleh orang Mamluk di Mesir pada pertengahan abad ke-

13), mulai mendapatkan pengaruh dan mulai memisahkan diri dari kekhalifahan.

Meskipun begitu, kekhalifahan tetap bertahan sebagai simbol yang

menyatukan dunia Islam. Pada masa pemerintahannya, Bani Abbasiyah mengklaim

bahwa dinasti mereka tak dapat disaingi. Namun kemudian, Said bin Husain, seorang

muslim Syiah dari dinasti Fatimiyyah yang mengaku bahwa anak perempuannya

adalah keturunan Nabi Muhammad, mengklaim dirinya sebagai Khalifah pada tahun

909, sehingga timbul kekuasaan ganda di daerah Afrika Utara. Pada awalnya ia

hanya menguasai Maroko, Aljazair, Tunisia dan Libya. Namun kemudian, ia mulai

memperluas daerah kekuasaannya sampai ke Mesir dan Palestina, sebelum akhirnya

1

Page 2: Daulah Bani Abbasiyah

Bani Abbasyiah berhasil merebut kembali daerah yang sebelumnya telah mereka

kuasai, dan hanya menyisakan Mesir sebagai daerah kekuasaan Bani Fatimiyyah.

Dinasti Fatimiyyah kemudian runtuh pada tahun 1171. Sedangkan Bani Umayyah

bisa bertahan dan terus memimpin komunitas Muslim di Spanyol, kemudian mereka

mengklaim kembali gelar Khalifah pada tahun 929, sampai akhirnya dijatuhkan

kembali pada tahun 1031.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas maka pemakalah dapat mengambil rumusan

masalah yang akan dibatasi dan dibahas menurut pembagian di bawah ini :

1. Bagaimanakah proses munculnya Dinasti Abbasiyah?

2. Apa sajakah peranan Bani Abbasiyah dalam Kemajuan Pendidikan?

3. Bagaimanakah Sistem Pemerintahan, Politik dan Bentuk Negara Bani Abbasiyah?

4. Peristiwa-peristiwa apa yang Terjadi pada Masa Dinasti Abbasiyah?

5. Faktor apa yang menyebabkan hancurnya Dinasti Abbasiyah?

I.3 Tujuan

Sesuai dengan rumusan masalah di atas maka jelas dalam pembahasan

makalah ini akan mengupas isi tentang sejarah Bani Abbasiyah dan segala

permasalahannya mulai dari penjelasan tentang munculnya Bani Abbasiyah,

perananya bagi pendidikan, bentuk tata negara dan peristiwa-peristiwa yang nantinya

akan membawa Dinasti Abbasiyah ini menuju kehancuran, seperti halnya hukum

alam, dimana ada pertemuan maka akan ada akhirnya, maka begitu juga dengan

Dinasti Abbasiyah ini.

2

Page 3: Daulah Bani Abbasiyah

BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Berdirinya Dinasti Abasiyah

Daulat Bani Abbasiyah Adalah sebuah negara yang melanjutkan kekuasaan

bani Umayyah. Dinamakan daulat bani Abbasiah karena para pendidri dan penguasa

dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. Pendiri

dinasti ini adalah Abdullah Al-Safah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Al-

Abbas. Dia dilahirkan di Humaimah pada tahun 104 H. Dia dilantik menjadi

Khalifah pada tanggal 3 Rabiul awwal 132 H. Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah

berlangsung dari tahun 750-1258 M.1

Sejarah peralihan kekuasaan dari Daulat Bani Umayyah kepada Daulat Bani

Abbas bermula ketika Bani Hasyim menuntut kepemimpinan Islam berada di tangan

mereka, karena, mereka adalah keluarga nabi yang terdekat. Tuntutan itu sebenarnya

telah ada ketika wafatnya Rosullalalh. Tetapi tuntutan itu baru mengkristal

(mengeras) ketika Bani Umayyah naik tahta dengan mngalahkan Ali bin Abi Thalib.

Bani Hasyim yang menuntut kepemimpinan Islam itu paling tidak dapat digolongkan

menjadi dua golongan besar. Pertama golongan ‘Alawi, keturunan Ali bin abi

Thalib. Mereka ini dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu: pertama keturunan dari

Fatimah, dan yang kedua keturunan dariMuhammad bin Al-Hanafiyah. Dan yang

kedua adalah golongan Abbasiyah (Bani Abbasiyah), keturunan Al-Abbas paman

Nabi tersebut. Perbedaan dari kedua golongan tersebut, paling tidak golongan

Abbasiyah lebih mementingkan kemampuan politik yang lebih besar daripada

golongan ‘Alawi.

1 A Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: P.T. Jayamurti 1997), hlm. 44.

3

Page 4: Daulah Bani Abbasiyah

Pada abad ketujuh terjadi pemberontakan diseluruh negeri. Pemberontakan

yang paling dahsyat dan merupakan puncak dari segala pemberontakan yakni perang

antara pasukan Abbul Abbas melawan pasukan Marwan ibn Muhammad (Dinasti

Bani Umayyah). Yang akhirnya dimenangkan oleh pasukan Abbul Abbas. Dengan

jatuhnya negeri Syiria, berakhirlah riwayat Dinasti Bani Umayyah dan bersama

dengan itu bangkitlah kekuasaan Abbasiyah. Dari sini dapat diketahui bahwa

bangkitnya Daulah Abbasiyah bukan saja pergantian Dinasti akan tetapi lebih dari

itu adalah penggantian struktur sosial dan ideologi. Sehingga dapat dikatakan

kebangkitan Daulah Bani Abbasiyah merupakan suatu revolusi. Menurut Crane

Brinton dalam Mudzhar (1998:84), ada 4 ciri yang menjadi identitas revolusi yaitu :

1. Bahwa pada masa sebelum revolusi ideologi yang berkuasa mendapat kritik keras

dari masyarakat disebabkan kekecewaan penderitaan masyarakat yang di

sebabkan ketimpangan-ketimpangan dari ideologi yang berkuasa itu.

2. Mekanisme pemerintahannya tidak efesien karena kelalaiannya menyesuaikan

lembaga-lembaga sosial yang ada dengan perkembangan keadaan dan tuntutan

zaman.

3. Terjadinya penyeberangan kaum intelektual dari mendukung ideologi yang

berkuasa pada wawasan baru yang ditawarkan oleh para kritikus.

4. Revolusi itu pada umumnya bukan hanya di pelopori dan digerakkan oleh orang-

orang lemah dan kaum bawahan, melainkan dilakukan oleh para penguasa oleh

karena halhal tertentu yang merasa tidak puas dengan syistem yang ada .2

Sebelum daulah Bani Abbasiyah berdiri, terdapat 3 tempat yang menjadi

pusat kegiatan kelompok Bani Abbas, antara satu dengan yang lain mempunyai

kedudukan tersendiri dalam memainkan peranannya untuk menegakkan kekuasaan

keluarga besar paman nabi SAW yaitu Abbas Abdul Mutholib (dari namanya Dinasti

itu disandarkan). Tiga tempat itu adalah Humaimah, Kufah dan Khurasan.

Humaimah merupakan kota kecil tempat keluarga Bani Hasyim bermukim, baik dari

kalangan pendukung Ali maupun pendukung keluarga Abbas. Humaimah terletak

2 Ahmad Syafi’i Ma’arif, M. Amin Abdullah, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Cet. I, (Yogyakarta:

Pustaka Book Publisher, 2007), hlm. 144.

4

Page 5: Daulah Bani Abbasiyah

berdekatan dengan Damsyik. Kufah merupakan kota yang penduduknya menganut

aliran Syi‘ah pendukung Ali bin Abi Tholib. Ia bermusuhan secara terang-terangan

dengan golongan Bani Umayyah. Demikian pula dengan Khurasan, kota yang

penduduknya mendukung Bani Hasyim. Ia mempunyai warga yang bertemperamen

pemberani, kuat fisiknya, tegap tinggi, teguh pendirian tidak mudah terpengaruh

nafsu dan tidak mudah bingung dengan kepercayaan yang menyimpang. Disinilah

diharapkan dakwah kaum Abbassiyah mendapatkan dukungan.

Di bawah pimpinan Muhammad bin Ali al-Abbasy, gerakan Bani Abbas

dilakukan dalam dua fase yaitu : 1) fase sangat rahasia; dan 2) fase terang-terangan

dan pertempuran (Hasjmy, 1993:211).

Selama Imam Muhammad masih hidup gerakan dilakukan sangat rahasia.

Propaganda dikirim keseluruh pelosok negara, dan mendapat pengikut yang banyak,

terutama dari golongan yang merasa tertindas, bahkan juga dari golongan yang pada

mulanya mendukung Bani Umayyah. Setelah Muhammad meninggal dan diganti

oleh anaknya Ibrahim, maka seorang pemuda Persia yang gagah berani dan cerdas

bernama Abu Muslim al-Khusarany, bergabubg dalam gerakan rahasia ini. Semenjak

itu dimulailah gerakan dengan cara terang-terangan, kemudian cara pertempuran.

Akhirnya bulan Zulhijjah 132 H Marwan, Khalifah Bani Umayyah terakhir terbunuh

di Fusthath, Mesir. Kemudian Daulah bani Abbasiyah resmi berdiri.

Propaganda Abbasiyah ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi kholifah daulat

Bani Umaiyah. Umar memimpin dengan adil, ketentraman dan kestabilan negara

memberikan kesempatan kepada gerakan Abbasiyah untuk menyusun dan

merencanakan gerakanya yang berpusat di al-Humaimah sebagai pusat perencanaan

dan organisasi. Kuffah sebagai pusat penghubung, dan Khurasan sebagai pusat

gerakan praktis. Muhammad meninggal pada tahun 125 H dan digantikan oleh

anaknya yang bernama Ibrahim al-Imam. Panglima perangnya dipilih seorang

panglima yang kuat. Asal nama Khurasan ini berasal dari nama Abu Muslim Al-

Khurasani. Abu Muslim berhasil merebut Khurasan dan kemudian menyusul

kemenangan demi kemenangan. Di awal tahun 132 H H Ibrahim al-Imam tertangkap

oleh pemerintah daulat Bani Umayyah dan dipenjara sampai meninggal. Dia

digantikan oleh saudaranya Abu al-Abbas. Tidak lama setelah itu balatentara

Abbasiyah dan Bani Umaiyyah bertemu di dekat sungai Zab bagian atas. Dalam

5

Page 6: Daulah Bani Abbasiyah

pertempuran itu Bani Abbas mendapat kemenangan, dan balatentaranya terus ke

negeri Syiria dan kota demi kota dapat dikuasainya, sehingga kemenangan dapat

dikatakan sempurna. Sejak itulah Daulat Abbasiyah berdiri dengan kholifahnya Abu

al-Abbas al-Asaffah. Daulat ini berlangsung hingga tahun 656 H/1258 M. Masa yang

panjang itu dilaluinya tidak dengan pola pemerintahan yang satu dan sama. Pola

pemerintahanya berubah sesuai dengan perubhan politik, budaya, sosial dan

penguasa.

Ketika kekholifahan dipegang oleh Umar ibn abd al Aziz, rival-rival

politiknya mulai menyusun kekuatan termasuk dari golongan Abbas. Tetapi ia tidak

menyebitkan diri sebagai keluasrga Abbas, namun menggunakan Jargon dan symbol

Bani Hasyim. Puncaknya , dalam peperangan di Dzab II gerakan Abbasiyah mencapi

hasil dengan mengalahkan kholifah Marwan II. Dan al-Abbas (al-Saffah)

mendeklarasikan dirinya sebagai kholifah pertama. Usahanya dalam menyetabilkan

pemerintahan adalah dengan membasmi rival-rivalnya dan membunuh tokoh-tokoh

Umayah. Sebelum wafat ia mengangkat saudaranya, Abu JA’far (al-Manshur)

sebagai penggantinya.

Pada masa al-Saffah, pusat pemerintahan berada di anmbar dengan istana

negaranya al-Hsyimiyah. Setelah al-Manshur menjadi kholifah, ibu kota dipindah ke

Baghdad dengan nama Da al-Salam agar lebih aman. Beliau dan saudaranya, al-

Saffah dikenal sebagai pembunuh masal. Bahkan Abu Muslim al-Khurasani sendiri

dibunuh atas perintah al-Manshur karena dikhawatirkan akan menjadi pesaing

baginya, dihukum mati pada tahun 755 M.3 Pada masanya dalam bidang politik,

negara cukup setabil dan maju, setelah ia memadamkan api pemberontakan termasuk

gerakan Ustadis di Herat yang menyatakan dirinya sebagai nabi, menguasai

Khurasan dan Sizistan yang sangat luas.

Berbagai ekspansi-ekspansi yang dilakukan diantaranya adalah merebut

benteng-benteng Asia, Kota Malatia, wilayah Coppacodia, dan Cicillia terus ke

Utara melintasi pegunungan Taurus dan mendekati selat Bosporus. Setelah Manshur

wafat (775 M), Mahdi menjadi kholifah, populer bersikap llunak terhadap rival

3 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islamii: Dirasah Islamiyah II, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 50.

6

Page 7: Daulah Bani Abbasiyah

politiknya, lebih dermawan, dan lebih berperan dalam pembelaan Islam. Periodenya

identik dengan negra yg aman dan kekayaan negara bertambah. Bahakan kelompok

mawali (non Islam) yang semula dari budak selanjutnya telah dimerdekan.

Sebelum wafat, Mahdi menunjuk dua putranya sebagai pewaris kerajaan,

Hadi, dan Harun. Ketika kepepimpinan dipegang Hadi, praktik kekhalifahan kembali

keras. Ia tidak lagi menghargai mawali yang menjadi tulang punggung saat revolusi

dan berdirinnya Abbasiyah. Setelah ia wafat digantikan oleh saudaranya, Harun Ar

Rasyid yang mana dibaiat oleh penduduknya menjadi khalifah. Periodenya identik

dengan Islam memasuki “The Golden Age of Islam”.4 Kesejahteraan social,

kesehatan, pendidikan, ilmu engetahuan dan kebudayaan serta kesusastraan berada

pada zaman keemasannya. Dan dari sinilah mulai muncul berbagai madzhab (Imam

Abu Hanifah dan Malikiyah) karena pada masa kepemimpinannya mereka sangat

dihargai tidak seperti pada masa sebelumnya d imana mereka dipenjara dan

diasingkan.

Abu Hanifah ialah seorang ahli di bidang hokum. Meski ia tidak terlibat

langsung dalam pembuatan keputusan-keputusan paradilan bahkan ia sendiri tidak

menulis karya-karya mengenai hokum. Tetapi ajarannya dilestarikan oleh para

pengikutnya terutama Abu Yusuf dan Asy Syaibani. Karena kecakapan

intelektualnya dan pendapat-pendapatnya yang masuk akal, ia memperoleh perhatian

istana khalifah dan ditunjuk sebagai qadhi di Baghdad. Bahkan Harun memberikan

gelar kepadanya “qadhil qudat” (hakim agung). Seperti Abu Hanifah, Imam Malik

juga seorang ahli hukum dan mendapat perlakuan dengan hormat oleh khalifah Al

Mahdi dan Harun. Bedanya, ia seorang fuqaha yang bergerak di Madinah, sedangkan

Hanifah di Kufah dan Baghdad. Karya utama yang dihasilkan oleh Imam Malik

adalah Al Muwatta’.

Setelah Harun wafat (809 M) sesuai wasiatnya, Amin diangkat menjadi

khalifah sedangkan Ma’mun sebagai penguasa di Khurasan yang mengakui

kedaulatan Amin sebagi khalifah yang sah. Awalnya merka rukun, tetapi akhirnya

menjadi konflik dan perang saudara antara Amin dan Ma’mun dan dimenangkan

4 Ahmad Syafi’i Ma’arif, M. Amin Abdullah, Op. cit., hlm. 149.

7

Page 8: Daulah Bani Abbasiyah

oleh Ma’mun. dari sinilah terdapat perubahan besar atau era baru dalam sejarah.

Khalifah baru tidak seperti pendhulunya yang suka berfoya-foya, hidup mewah,

pemalas. Ia sangat mencintai ilmu, ilmuwan dan kemajuannya seperti ayahnya,

Harun Al Rasyid. Dan ia menyerahkan tugas negara kepada wazir dan fadhal, sedang

ia pergi ke Merv dan di sana ia tenggelam dalam keasikan ilmu pengetahuan dengan

para cendekiawan dan filosof.

Akan tetapi mereka dalam menjalankan kenegaraan, tidak seperti yang

diharapkan oleh Ma’mun. Kemewahan, hidup foya-foya, suka wanita, kekerasan,

penyiksaan menjadi corak kepemimpinannya. Bahkan fadhal muali menyiksa para

pengikut Imam Ali Reza (menantu Ma’mun). mereka dibunuh dan ada yang

dipenjarakan. Penyiksaan dan kelaliman fadhan tidak bertahan lama, beberapa orang

pengikutnya dari Persia marah dan akhirnya membunuhnya. Tahun berikutnya,

Ma’mun kembali ke Baghdad dan menguasai politik. Salah satu karya besarnya

adalah pembangunan Bait Al Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagi

perguruan tinggi dan perpustakaan yang besar Ia juga meresmikan Mu’tazilah

sebagai faham.

Abu Ishaq Muhammad (Al Mu’tasim bi Allah), khalifah berikutnya, memberi

peluang besar kepada orang-orang Turki untuk masuk dalam pemerintahan,.

Keterlibatan mereka dimulai sebagai tentara pengawal. Tidak seperti pada masa

Umayah, Dinasti Abbasiyah mengadakan perubahan system ketentaraan. Praktek

orang muslim mengikuti perang sudah berhenti. Tentara dibina secara khusus

menjadai prajurit-prajurit professional.

Di sisi lain dalam bidang ilmu pengetahuan, tidak lagi menjadi sesuatu yang

menonjol. Setelah Al Ma’mun wafat, Ahmad ibn Hanbal mendekam dipenjara

karena tidak mengakui Mu’tasim sebagai khalifah, di disiksa dan kemudian

dilepaskan. Mulai saat itu dan sampai berakhirnya pemerintahan Mu’tasim, beliau

beliau tidak memberikan kuliah, kadang-kadang karena dilarang dan kadang-kdang

karena dianggapnya tidak aman.5

5 Ahmad Syafi’i Ma’arif, M. Amin Abdullah, Op. cit., hlm. 153

8

Page 9: Daulah Bani Abbasiyah

Pada pemerintahan harun ibn Mu’tasim (Wathiq bi Allah), mulai muncul

Amir Al Imarah. Jumalah mereka makin lama makin bertambah, menyebabkan

tahun-tahun ke depan sejarak Abbasiyah identik dengan sejarah tentara Turki.

Sampai pada khalifah Mutawakkil yang merupakan awal kemunduran politik Bani

Abbas. Turki dapat merebut kekuasaan dengan cepat. Setelah Mutawakkil wafat,

Turkilah yang memilih dan mengangkat khalifah dan terus sampai jajaran-jajaran

khalifah di bawahnya. Dengan demikian kekuasaan tidak lagi berada di tangan

Abbas, meskipun mereka tetap memegang jabatan khalifah.

Berdasarkan pola dan perubahan poiltiknya, para sejarawa membagi daulat

Abbasiyah menjadi lima periode:

1. Periode pertama (132 H/ 750 M-232H/847 M)

Periode ini disebut juga sebagai periode pengaruh Persia yang pertama.

2. Periode kedua (232 H847 N-334 H-945 M)

Periode ini disebut juga masa pengaruh Turki yang pertama. Pada periode ini

memang ada pemberontakan, seperti pemberontakan Zane di dataran rendah Irak

Selatan dan pemberontakan Qoramitha yang berpusat di Bahrain. Tetapi bukan itu

yang menybabkan gagalnya tewujudnya kesatuan politik daulat Abbasiyah.

3. Periode ketiga (334 H/945 M-447 H-1055 M)

Pada periode ini daulat bani Abbsaiyah di bawah pemerintahan bani Buwaih.

Keadaan kholifah lebih buruk dari pada masa sebelumnya, terutama karena bani

Buwaih merupakan penganut aliran syi’ah. Kholifah tidak lebih seperti pegawai

yang diperintah dan diberi gaji. Bani Buwaih membagi kekuasaanya kepada tiga

bersaudara. Ali wilayah bagian selatan negeri Persia, Hasan wilayah bagian utara,

dan Ahmad wilayah Al-ahwaz, Wasith dan baghdad. Dengan demikian Baghdad

pada periode ini tidak lagi merupakan pusat pemerintahan Islam, yang mana pusat

pemerintahan Islam pindah di Syiriaz di tempat Ali Ibn Buwaih yang memiliki

kekuasaan umum daulat Bani Abbasiyah. Pada zaman bani Buwaih berkuasa di

9

Page 10: Daulah Bani Abbasiyah

Baghdad, telah terjadi beberapa kerusuhan antara aliran Ahl Al-Sunnah dan Syi’ah,

pemberontakan negara dan lainya.

4. Periode keempat (447 H/1055M-590 H/1199 M)

Periode ini ditandai dengan kekuasaan bani Saljuk atas daulat Abbasiyah.

Kehadiran bani Saljuk ini adalah “undangan” kholifah untuk melumpuhkan kekuatan

bani Buwaih di Baghdad. Keadaan kholifah memang membaik, paling tidak

kewibawaanya dalam bidang agama kembali, setelah sempat beberapa lama

“dirampas” orang-orang Syi’ah. Pusat kekuasaan Islan pada periode ini tidak di

Bagdad. Mereka membagi wilayah kekuasaanya menjadi beberapa propinsi dengan

seorang Gubernur untuk masing-masing wilayah tersebut. Pada masa pusat

kekuasaanya melemah, setiap propinsinya memerdekakan diri, konflik dan

peperangan antar mereka sendiri, dan sedikit demi sedikit kekuasaan kholifah

kembali, terutama untuk negeri Irak. Kekuasaan mereka berakhir di Irak di tangan

Khawariz Syah pada tahun 590 H/1199M.

5. Periode kelima (590H/1199 M-656 H/1258 M)

Pada periode ini dinasti Abbasiyah tidak berada di bawah dinasti tertentu.

Bani Abbas kembali berkuasa, akan tetapi hanya di Bagdad. Wilayah kekuasaan

kholifah sangat kecil dan kekuatan politiknya sangat lemah. Pada masa inilah

kekuasaan Mongol dan Tatar di bawah pimpinan Hulahu Khan menghancur-

luluhkan daulat Abbasiyah dan tanpa ada perlawanan.6

II.2 Peranan Bani Abbasiyah dalam Kemajuan Pendidikan

Secara lebih rinci lagi mengenai perkembangan ilmu pengetahuan yang

terjadi pada daulat Bani Abbasiyah ini dapat dikemukakan secara singkat sebagai

berikut :6 Syafiq A Mughni Sejarah Kebudayaan Islam di Turki. (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hal. 48.

10

Page 11: Daulah Bani Abbasiyah

1. Ilmu-ilmu Agama

Jika pada awal sejarahnya ilmu-ilmu keislaman seperti qiroat, tafsir hadits,

dan fiqih belum begitu matang, maka pada zaman ini telah mencapai kematanganya

yang diperlihatkan dengan lahirnya berbagi madzhab dan karya-karya tulis yang

disusun menurut sistematika penulisan buku seperti yang ada sekarang.

2. Ilmu-Ilmu Fisika

Dibawa atas perpustakaan-perpustakaan dan lembaga-lembaga riset yang

didirikan oleh kaum muslimin, di zaman daulat Abbasiyah telah berkembang ilmu-

ilmu fisika. Lahirlah nama-nama ahli fisika yang ternama seperti Al-Kindi, Al-Jaiz,

Banu Musa, Al-Biuni, Al-Razi dan Abdurrahman Bin Nasir. Astronomi dalam arti

kata sebelumnya yang dimulai oleh orang-orang Arab. Selama kekuasaan Al-

Ma’mun, kholifah Abbasiyah ke tujuh, beberapa pusat pengamatan (observatorium)

yang dilengkapi dengan peralatan muttakhir telah didirikan.

3. Ilmu-Ilmu Medis

Para pemikir muslim memperlakukan tubuh manusia sebagai umat Tuhan

yang paling keramat, oleh karenanya sangat menaruh perhatian terhadap tubuh

manusia. Pada zaman ini orang Islam yang pertama kali mendirikan rumah sakit,

apotek, sekolah-sekolah medis, yang lengkap ddengan pusat-pusat riset dan

perpustakaanya. Disini mereka mengembangkan teori-teori pengunaan obat-obatan

yang kuratif. Demikian juga dalam bidang farmasi. Pada abad ke-11 Ibnu Zair

memperkenalkan metode obsevasi ilmiah dalam ilmu kedokteran, ilmu bedah dan

farmalogi. Ia membuat diagnosis dan banyak mengobati banyak penyakit yang

belum pernah ada sebelumnya.

4. Ilmu-Ilmu Oseanografi (kelautan)

Para peneliti Arab yakni Al-Yaqubi, jaihani, Ibnu Zubair, Abu Zin Balkhi,

Al-Astaqir, Masudi, Al-maqdisi, Al-Biruni, Yaqud dan lain-lainnya yang telah

mengeluarkan karya-karya hasil riset mereka mengajarkan ilmu baru kepada dunia

11

Page 12: Daulah Bani Abbasiyah

dan mengenai geografi dumia. Al-Idris membagi peta dunia dan mengenai geografi,

Ibnu Hikal menguraikan dunia dengan panjang lebar dan memperkenalkan provinsi-

provinsi di dunia melalui peta. Hasil-hasil Ibnu Batuta merupakan cerita perjalanan

terbaik yang pernah ditulis umat manusia. Selain itu terdapat nama Al-Khowarismi,

sebagai kartografer (pembuat peta) tertua di dunia.

5. Ilmu-Ilmu Nautika (pembuat kapal)

Riset-riset nautika berlnjut selama kekuatan Bani Umaiyyah dan dilanjutkan

di zaman Bani Abbas. Pabrik-pabrik pembuat kapal di Mesir dan Suriah. Bani

Abbasiyah mengembangkan riset maritim dan kelautan. Orang-orang Islam

mengembangkan grafik dan peta-peta dan navigasi (pelayaran). Berbagai mecusuar

dibangun karena angin Arabiyah yang kering dan panas selalu bertiup di malam hari,

dan hanya bintang-bintanglah yang menjadi pedoman, maka mereka menggunakan

kompas untuk menentukan arah gerakan sewaktu berlayar.

6. Ilmu Mtematika

Al-Jabar, statistik dan semua cabang ilmu matematika terapan lainya adalah

hasil ciptaan orang-orang Islam, merekalah penemu ilmu ukur, bidang, lingkaran dan

bilangan-bilangan yang terdapat dalam matematika. Dalam perspektif Islam

matematika adalah suatu jalan yang menghubungkan antara yang dirasakan

(sensibel) dan yang dipikirkan (intelegible), antara alam yang selalu berubah dan

alam yang akan abadi. Di antara ahli matematika Islam yang terkenal ialah Al-

Khawarizmi.

7. Astronomi

Penemuan terbesar adlah penemuan gerakan tata surya dan benda-benda

langit lainya. Mereka menentukan luas atau ukuran bumi. Penyimpngan atau pariasi

garis lintang, pergantian malam dan siang. Abdul Hasan menemukan refleksi

atmosferis.

8. Ilmu Pertanian

12

Page 13: Daulah Bani Abbasiyah

Orang-orang Arab memberikan perhatiab besar terhadap agricultural

(pertanian). Mesir, Suriah, Irak, dan Hijas telah memperkenalkan alat-alat ukur yang

bermanfaat. Mereka juga terjun dalam riset bercocok tanam dan beternak.

9. Filsafat

Selama periode Abbasiyah, dalam bidang filsafat menghsilkan tokoh-tokoh

filsafat seperti Al-Kindi, Al-farabbi, Ibnu Sina, Ibnu Bajjah, Ibnu Tufail, Al-Ghozali,

Ibnu Rusydi dan lain-lain. Sebagai muslim, para filosofi ini yakin bahwa antara

ajaran yang dibawa oleh Al-Quran dan yang dibawa oleh akal tetap sejalan. Oleh

karenanya mereka menghubungkan antara ajaran yang dibawa oleh Al-Quran dan

ajaran yang dibawa oleh akal pikiran.

10. Sejarah

Myoritas orang Arab menyukai sejarah, mereka selalu berusaha untuk

menghimpun data historis. Buku-buku sejarah yang disusun pada zaman itu

berbicara tentang sejarah perang, ekonomi, politik, sosial, suku, golongan dan lain

sebagainya. Adapun ahli sejarah yang terkenal seperti; Abu Ismail Al-Azdi, Al-

Waqidi, Al-Maghazi, Futuhuzy Syam, Fath Afrika, Fathul Azam dan lain

sebagainya.

11. Bidang Seni dan Budaya

Pada zaman Abbasiyah juga berkembang subur seni budaya, seperti seni

suara yang mana adanya penyair-penyair seperti Abu Nawas, Abu Atahiyah, Abu

Tamam, Da’bal Al-Khuza. Adapula seni drama yang sangat digemari oleh Abu Ala

Al-Mu’ary. Demikian pula seni musik yang mana pada zaman itu terkenalah nama

Yunus bin Sulaiman Al-Khatib sebagai pengarang musik yang pertama dalam Islam.

Adapun seni-seni yang lain seperti ; seni pahat, seni ukir, seni sulam, seni lukis, seni

bangunan dan lain-lain.7

II.3 Sistem Pemerintahan, Politik dan Bentuk Negara

7 Syafiq A Mughni ibid hal. 53.

13

Page 14: Daulah Bani Abbasiyah

Pada zaman Abbasiyah konsep kekhalifahan berkembang sebagai sistem

politik. Menurut pandangan para pemimpin Bani Abbasiyah, kedaulatan yang ada

pada pemerintahan (Khalifah) adalah berasal dari Allah, bukan dari rakyat

sebagaimana diaplikasikan oleh Abu Bakar dan Umar pada zaman

khalifahurrasyidin. Hal ini dapat dilihat dengan perkataan Khalifah Al-Mansur

“Saya adalah sultan Tuhan diatas buminya “. Pada zaman Dinasti Bani Abbasiyah,

pola pemerintahan yang diterapkan berbedabeda sesuai dengan perubahan politik,

sosial, ekonomi dan budaya. Sistem politik yang dijalankan oleh Daulah Bani

Abbasiyah I antara lain :

a. Para Khalifah tetap dari keturunan Arab, sedang para menteri, panglima,

Gubernur dan para pegawai lainnya dipilih dari keturunan Persia dan mawali.

b. Kota Baghdad digunakan sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat kegiatan

politik, ekonomi sosial dan kebudayaan.

c. Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat penting dan mulia .

d. Kebebasan berfikir sebagai HAM diakui sepenuhnya .

e. Para menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya

dalam pemerintah (Hasjmy, 1993:213-214).

Selanjutnya periode II , III , IV, kekuasaan Politik Abbasiyah sudah

mengalami penurunan, terutama kekuasaan politik sentral. Hal ini dikarenakan

negara-negara bagian (kerajaan-kerajaan kecil) sudah tidak menghiraukan

pemerintah pusat , kecuali pengakuan politik saja . Panglima di daerah sudah

berkuasa di daerahnya ,dan mereka telah mendirikan atau membentuk pemerintahan

sendiri misalnya saja munculnya Daulah-Daulah kecil, contoh; daulah Bani

Umayyah di Andalusia atau Spanyol, Daulah Fatimiyah . Pada masa awal berdirinya

Daulah Abbasiyah ada 2 tindakan yang dilakukan oleh para Khalifah Daulah Bani

Abbasiyah untuk mengamankan dan mempertahankan dari kemungkinan adanya

gangguan atau timbulnya pemberontakan yaitu : pertama, tindakan keras terhadap

Bani Umayah . dan kedua pengutamaan orang-orang turunan persi.8

Dalam menjalankan pemerintahan, Khalifah Bani Abbasiyah pada waktu itu

dibantu oleh seorang wazir (perdana mentri) atau yang jabatanya disebut dengan

wizaraat. Sedangkan wizaraat itu dibagi lagi menjadi 2 yaitu: 1) Wizaraat Tanfiz

8 Syafiq A Mughni, Ibid, Hlm. 57.

14

Page 15: Daulah Bani Abbasiyah

(sistem pemerintahan presidentil ) yaitu wazir hanya sebagai pembantu Khalifah dan

bekerja atas nama Khalifah. 2) Wizaaratut Tafwidl (parlemen kabimet). Wazirnya

berkuasa penuh untuk memimpin pemerintahan . Sedangkan Khalifah sebagai

lambang saja . Pada kasus lainnya fungsi Khalifah sebagai pengukuh Dinasti-Dinasti

lokal sebagai gubernurnya Khalifah (Lapidus,1999:180). Selain itu, untuk membantu

Khalifah dalam menjalankan tata usaha negara diadakan sebuah dewan yang

bernama diwanul kitaabah (sekretariat negara) yang dipimpin oleh seorang raisul

kuttab (sekretaris negara). Dan dalam menjalankan pemerintahan negara, wazir

dibantu beberapa raisul diwan (menteri departemen-departemen). Tata usaha negara

bersifat sentralistik yang dinamakan an-nidhamul idary al-markazy.

Selain itu, dalam zaman daulah Abbassiyah juga didirikan angkatan perang,

amirul umara, baitul maal, organisasi kehakiman., Selama Dinasti ini berkuasa, pola

pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial,

ekonomi dan budaya.9

II.4 Berbagai Peristiwa Yang Terjadi Pada Masa Dinasti Abbasiyah

1. Dinasti Buwayhiah (945-1055 M)

Ketika rod pemerintahan dikuasai oleh bangsa Turki, karena tidak tahan

perbuatan-perbuatan kasar terhadap penduduk Baghdad, maka khalifah Al Mustakfi

bi Allah (944-946 M) terpaksa mengundang dan meminta bantuan kepada pemimpin

Buwayhia, Ahmad ibn Abu Shuza’ yang beraliran Syi’ah. Ahmad menyerang

Baghdad (945 M) dan berhasil mengusir tentara Turki. Hal ini merupakan peluang

bagi Ahmad yang menjadikan khalifah lemah dan bonekanya. Atas namanya, dinasti

ini di sebut Dinasti Buwayhia.10

Faktor lain yang menyebabkan peran politik Bani Abbas menurun adalah

perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan, dengan membiarkan jabatan tetap

9 Montgomery Watt, Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis, Cet. I, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana

yogya, 1990), hlm. 126-127.

10 Montgomery Watt, ibid, hlm. 131.

15

Page 16: Daulah Bani Abbasiyah

dipegang bani Abbas, karena khalifah sudah dianggap sebagai jabatan keagamaan

yang sakral dan tidak bisa diganggu gugat lagi, sedangkan kekusaan dapat didirikan

di pusat maupun daerah yang jauh dari pusat pemerintahan dalam bentuk dinasti-

dinasti kecil yang merdeka. Diantara Faktor lain yang menyebabkan peran politik

Bani Abbas menurun adalah perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan. Hal ini

sebenarnya juga terjadi pada pemerintahan-pemerintahan Islam sebelumnya. Tetapi,

apa yang terjadi pada pemerintahan Abbasiyah berbeda dengan yang terjadi

sebelumnya.

Pada masa pemerintahan Bani Abbas, perebutan kekuasaan sering terjadi,

terutama di awal berdirinya. Akan tetapi, pada masa-masa berikutnya, seperti terlihat

pada periode kedua dan seterusnya, meskipun khalifah tidak berdaya, tidak ada

usaha untuk merebut jabatan khilafah dari tangan Bani Abbas. Yang ada hanyalah

usaha merebut kekuasaannya dengan membiarkan jabatan khalifah tetap dipegang

Bani Abbas. Hal ini terjadi karena khalifah sudah dianggap sebagai jabatan

keagamaan yang sakral dan tidak bisa diganggu gugat lagi. Sedangkan kekuasaan

dapat didirikan di pusat maupun di daerah yang jauh dari pusat pemerintahan dalam

bentuk dinasti-dinasti kecil yang merdeka. Tentara Turki berhasil merebut kekuasaan

tersebut. Di tangan mereka khalifah bagaikan boneka yang tak bisa berbuat apa-apa.

Bahkan merekalah yang memilih dan menjatuhkan khalifah sesuai dengan keinginan

politik mereka. Setelah kekuasaan berada di tangan orang-orang Turki pada periode

kedua, pada periode ketiga (334-447 H/l055 M), daulah Abbasiyah berada di bawah

pengaruh kekuasaan Bani Buwaih.

Kehadiran Bani Buwaih berawal dari tiga orang putera Abu Syuja' Buwaih,

pencari ikan yang tinggal di daerah Dailam, yaitu Ali, Hasan dan Ahmad. Untuk

keluar dari tekanan kemiskinan, tiga bersaudara ini memasuki dinas militer yang

ketika itu dipandang banyak mendatangkan rezeki. Pada mulanya mereka bergabung

dengan pasukan Makan Ibn Kali, salah seorang panglima perang daerah Dailam.

Setelah pamor Makan Ibn Kali memudar, mereka kemudian bergabung dengan

panglima Mardawij Ibn Zayyar al-Dailamy .Karena prestasi mereka, Mardawij

mengangkat Ali menjadi gubernur al-Karaj, dan dua saudaranya diberi kedudukan

16

Page 17: Daulah Bani Abbasiyah

penting lainnya. Dari al-Karaj itulah ekspansi kekuasaan Bani Buwaih bermula.

Pertama-tama Ali berhasil menaklukkan daerah-daerah di Persia dan menjadikan

Syiraz sebagai pusat pemerintahan. Ketika Mardawij meninggal, Bani Buwaih yang

bermarkas di Syiraz itu berhasil menaklukkan beberapa daerah di Persia seperti

Rayy, Isfahan, dan daerah-daerah Jabal. Ali berusaha mendapat legalisasi dari

khalifah Abbasiyah, al-Radhi Billah dan mengirimkan sejumlah uang untuk

perbendaharaan negara. Ia berhasil mendapatkan legalitas itu. Kemudian ia

melakukan ekspansi ke Irak, Ahwaz, dan Wasith.11

Dari sini tentara Buwaih menuju Baghdad untuk merebut kekuasaan di pusat

pemerintahan. Ketika itu, Baghdad sedang dilanda kekisruhan politik, akibat

perebutan jabatan Amir al-Umara antara wazir dan pemimpin militer. Para pemimpin

militer meminta bantuan kepada Ahmad Ibn Buwaih yang berkedudukan di Ahwaz.

Permintaan itu dikabulkan. Ahmad dan pasukannya tiba di Baghdad pada tanggal

Jumadil-ula 334 H/945 M. Ia disambut baik oleh khalifah dan langsung diangkat

menjadi Amirul-Umara, penguasa politik negara, dengan gelar Mu'izz al-Daulah.

Saudaranya, Ali Ibn Buwaih, yang memerintah di bagian selatan Persia dengan

pusatnya di Syiraz diberikan gelar Imad al-Daulah, dan Hasan Ibn Buwaih yang

memerintah di bagian utara, Isfahan dan Rayy, dianugerahi gelar Rukn al-Daulah.

Sejak itu, sebagaimana terhadap para pemimpin militer Turki sebelumnya, para

khalifah tunduk kepada Bani Buwaih. Pada masa pemerintahan Bani Buwaih ini,

para khalifah Abbasiyah benar-benar tinggal namanya saja. Pelaksanaan

pemerintahan sepenuhnya berada di tangan amir-amir Bani Buwaih. Keadaan

khalifah lebih buruk daripada masa sebelumnya, terutama karena Bani Buwaih

adalah penganut aliran Syi'ah, sementara Bani Abbas adalah Sunni. Selama masa

kekuasaan Bani Buwaih sering terjadi kerusuhan antara kelompok Ahlussunnah dan

Syi'ah, pemberontakan tentara, dan sebagainya.12

11 Ahmad Syafi’i Ma’arif, M. Amin Abdullah, Op. cit., hlm. 149.

12 Badri Yatim, Op. cit, hlm. 59.

17

Page 18: Daulah Bani Abbasiyah

Setelah Baghdad dikuasai, Bani Buwaih memindahkan markas kekuasaan

dari Syiraz ke Baghdad. Mereka membangun gedung tersendiri di tengah kota

dengan nama Dar al-Mamlakah. Meskipun demikian, kendali politik yang

sebenarnya masih berada di Syiraz, tempat Ali Ibn Buwaih (saudara tertua) bertahta.

Dengan kekuatan militer Bani Buwaih, beberapa dinasti kecil yang sebelumnya

memerdekakan diri dari Baghdad, seperti Bani Hamdan di wilayah Syria dan Irak,

Dinasti Samaniyah, dan Ikhsyidiyah, dapat dikendalikan kembali dari Baghdad.

Sebagaimana para khalifah Abbasiyah periode pertama, para penguasa Bani Buwaih

mencurahkan perhatian secara langsung dan sungguh-sungguh terhadap

pengembangan ilmu pengetahuan dan kesusasteraan. Pada masa Bani Buwaih ini

banyak bermunculan ilmuwan besar, di antaranya al-Farabi (w. 950 M), Ibn Sina

(980-1037 M), al-Farghani, Abdurrahman al-Shufi (w. 986 M), Ibn Maskawaih (w.

1030 M), Abu al-'Ala al-Ma'arri (973-1057 M), dan kelompok Ikhwan al-Shafa. Jasa

Bani Buwaih juga terlihat dalam pembangunan kanal-kanal, masjid-masjid, beberapa

rumah sakit, dan sejumlah bangunan umum lainnya. Kemajuan tersebut diimbangi

dengan laju perkembangan ekonomi, pertanian, perdagangan, dan industri, terutama

permadani.

Kekuatan politik Bani Buwaih tidak lama bertahan. Setelah generasi pertama,

tiga bersaudara tersebut, kekuasaan menjadi ajang pertikaian diantara anak-anak

mereka. Masing-masing merasa paling berhak atas kekuasaan pusat. Misalnya,

pertikaian antara 'Izz al-Daulah Bakhtiar, putera Mu'izz al-Daulah dan 'Adhad al-

Daulah, putera Imad al-Daulah, dalam perebutan jabatan amir al-umara. Perebutan

kekuasaan di kalangan keturunan Bani Buwaih ini merupakan salah satu faktor

internal yang membawa kemunduran dan kehancuran pemerintahan mereka. Faktor

internal lainnya adalah pertentangan dalam tubuh militer, antara golongan yang

berasal dari Dailam dengan keturunan Turki. Ketika Amir al-Umara dijabat oleh

Mu'izz al-Daulah persoalan itu dapat diatasi, tetapi manakala jabatan itu diduduki

oleh orang-orang yang lemah, masalah tersebut muncul ke permukaan, mengganggu

stabilitas dan menjatuhkan wibawa pemerintah.

18

Page 19: Daulah Bani Abbasiyah

Sejalan dengan makin melemahnya kekuatan politik Bani Buwaih, makin

banyak pula gangguan dari luar yang membawa kepada kemunduran dan kehancuran

dinasti ini. Faktor-faktor eksternal tersebut diantaranya adalah semakin gencarnya

serangan-serangan Bizantium ke dunia Islam, dan semakin banyaknya dinasti-dinasti

kecil yang membebaskan diri dari kekuasaan pusat di Baghdad. Daulah-daulah itu,

antara lain dinasti Fathimiyah yang memproklamasikan dirinya sebagai pemegang

jabatan khalifah di Mesir, Ikhsyidiyah di Mesir dan Syria, Hamdan di Aleppo dan

lembah Furat, Ghaznawi di Ghazna dekat kabul, dan Dinasti Seljuk yang berhasil

merebut kekuasaan dari tangan Bani Buwaih

Pendiri Buwayhia dengan mengambil gelar Mu’iz al daulah dari Mustakfi bi

Allah, ia memerintah sebagai wazir utama (Amir Al Umara’) dengan memakai gelar

sultan. Setelah Mu’iz, putranya Iz Al daulah berkuasa (967 M). sejak saat itu,

kekuasaan mutlak ada di tangan para wazir atau sultan.

Pada masa Azd Al Daulah, ia memakai gelar sultan dan Shahanshah

(penguasa atas penguasa). Pada periode ini, wilayah kekuasaannya sama luasnya

semasa khalifah Harun. Kemajuan dalam berbagai bidang mulai sejak periode mu’iz

nama pada periode Azd Daulah-lah berbagai bidang terutama sains dan kegiatan

ilmiah maju pesat yang mencapi puncaknya. Daerah kekeuasaannyaa meluas sampai

Shiraj dan dari Laut Kaspia sampai Teluk Persia. Dinasti ini berdiri kokoh sampai

pada masa Sharif Al daulah (983-989 M). sesudah itu, Buhaywia menjadi lemah

menuju titik kehancuran, begitu juga Abbasiyah terbelah-belah. Dengan kelemahan

mereka mengundang orang Saljuq menguasai politik Baghdad pada tahun 1055 M.

2. Dinasti Saljuq

Tughril beg, cicit dari pendiri dinasti ini, bernama Saljuq mengaalahkan

kekuatan Turki cabang lain. Pada saat yang sama, para khalifah Abbasiyah sudah

gelisah atas perlakuan Amir Al Umara (Buwayhia). Dalam khutbah Jum’at

dibacakan nama khalifah Fatimiah dan Al Muntashir bi Allah (1035-1094 M),

menggantikan nama khalifah Abbasiyah tersebut. Dengan permintaan bantuan dari

khalifah Qa’im kepada Thughil, maka ia segera masuk Baghdad dan membebaskan

khalifah, maka dengan suka cita khalifah memberikan gelar “Sultan Al Masyariq wa

19

Page 20: Daulah Bani Abbasiyah

Al Maghrib” (penguasa Timur dan Barat) kepadanya.[10] Dari sinilah sultan-sultan

mulai menguasai politik Abbasiyah.13

Semasa Sultan III, Malik Shah (1073-1092 M) wilayah kekuasaan Saljuq,

meliput dari Kashmir di timur dan di Barat sampai Laut tengah, sedang di Utara dari

Georgia sampai ke Selatan Yaman. Inilah masa keemasan, di mana berdiri Madrasah

Nizamiah yang kemudian menjadi universitas Islam ternama di dunia. Setelah Malik

Shah wafat, khalifah Muqtadir (1135-1160 M) terjadi ketidak-cocokan dan konflik

berkepanjangan antara amir Al Umara’, Mas’ud dan Mazar. Dan inilah menjadi

kesempatan bagi khalifah untuk mengusir semua petinggi Saljuq dari Baghdad

setelah Mas’ud wafat.

Dengan lemahnya para pengganti Saljuq, akhirnya wilayah Saljuq terbagi

memjadi beberapa kerajaan. Di samping itu, Perang Salib juga membawa

kekhalifahan Abbasiyah sudah diambang kehancuran. Saat-saat itulah muncul

kekuatan-kekuatan raksasa baru, bangsa Mongol yang mengakhiri kekuasaan

Abbasiah di Baghdad.

3. Perang Salib

Pada masa Turki Saljuq, ketika dipimpin oleh Alp Arselan dan mengadakan

ekspansi yang terkenal dengan nama peristiwa Manzikart (1071 M0, tentara yang

hanya berkekuatan 15.000 prajurit mampu mengalahkan tentara Romawi yang

berjumlah 200.000 orang, terdiri dari tentara Romawi, Ghuz, Al Akraj, Al Hajr,

Perancis dan Rumania. Peristiwa ini menanamkan benih permusuhan dan kebencian

orang-orang Kristen terhadap umat Islam, yang kemudian mencetuskan Perang

Salib. Kebencian itu bertambah setelah Dinasti Saljuq dapat merebut bait Al Maqdis

dari kekuasaan Dinasti Fatimiyah.

Penguasa Saljuq menetapkan peraturan-peraturan bagi umat Kristen yang

ingin berziarah ke sana. Namun peraturan ini memberatkan mereka. Untuk

memperoleh kembali keleluasaan, Paus Urbanus II berseru kepada umat Kristen di

Eropa supaya melakukan perang suci.

13 A Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (jakarta: P.T. Jayamurti 1973), hlm. 33.

20

Page 21: Daulah Bani Abbasiyah

II.5 Sebab -Sebab Hancurnya Dinasti Abbasiyah

Adapun faktor-faktor penyebab kehancuran Abbasiyah, diantaranya sebagai

berikut:

Masa disintegrasi ini terjadi setelah pemerintahan periode pertama Bani

Abbasiyah mencapai masa keemasannya, pada masa berikutnya pemerintahan dinasti

ini mulai menurun, terutama di bidang politik. Dimana salah satu sebabnya adalah

kecenderungan penguasa untuk hidup mewah dan kelemahan khalifah dalam

memimpin roda pemerintahan.

Berakhirnya kekuasaan Dinasti Seljuk atas Baghdad atau khilafah Abbasiyah

merupakan awal dari periode kelima. Pada periode ini, khalifah Abbasiyah tidak lagi

berada di bawah kekuasaan suatu dinasti tertentu, walaupun banyak sekali dinasti

Islam berdiri. Ada diantaranya yang cukup besar, namun yang terbanyak adalah

dinasti kecil. Para khalifah Abbasiyah, sudah merdeka dan berkuasa kembali, tetapi

hanya di Baghdad dan sekitarnya. Wilayah kekuasaan khalifah yang sempit ini

menunjukkan kelemahan politiknya. Pada masa inilah tentara Mongol dan Tartar

menyerang Baghdad. Baghdad dapat direbut dan dihancur luluhkan tanpa

perlawanan yang berarti. Kehancuran Baghdad akibat serangan tentara Mongol ini

awal babak baru dalam sejarah Islam, yang disebut masa pertengahan.14

Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, masa

kemunduran dimulai sejak periode kedua. Namun demikian, faktor-faktor penyebab

kemunduran itu tidak datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada

periode pertama, hanya karena khalifah pada periode ini sangat kuat, benih-benih itu

tidak sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa

apabila khalifah kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil,

tetapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan.

Disamping kelemahan khalifah, banyak faktor lain yang menyebabkan khilafah

14 A Syalabi A Mughni, Ibid. hlm. 39.

21

Page 22: Daulah Bani Abbasiyah

Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan satu

sama lain. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Persaingan antar bangsa

Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-

orang Persia. Persekutuan dilatar belakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu

pada masa Bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah

khilafah Abbasiyah berdiri, dinasti Bani Abbas tetap mempertahankan persekutuan

itu. Menurut Ibnu Khaldun, ada dua sebab dinasti Bani Abbas memilih orang-orang

Persia daripada orang-orang Arab. Pertama, sulit bagi orang-orang Arab untuk

melupakan Bani Umayyah. Pada masa itu mereka merupakan warga kelas satu.

Kedua, orang-orang Arab sendiri terpecah belah dengan adanya ashabiyah

(kesukuan). Dengan demikian, khilafah Abbasiyah tidak ditegakkan di atas

ashabiyah tradisional.

Meskipun demikian, orang-orang Persia tidak merasa puas. Mereka

menginginkan sebuah dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula. Sementara

itu bangsa Arab beranggapan bahwa darah yang mengalir di tubuh mereka adalah

darah (ras) istimewa dan mereka menganggap rendah bangsa non-Arab ('ajam) di

dunia Islam.

Selain itu, wilayah kekuasaan Abbasiyah pada periode pertama sangat luas,

meliputi berbagai bangsa yang berbeda, seperti Maroko, Mesir, Syria, Irak, Persia,

Turki dan India. Mereka disatukan dengan bangsa Semit. Kecuali Islam, pada waktu

itu tidak ada kesadaran yang merajut elemen-elemen yang bermacam-macam

tersebut dengan kuat. Akibatnya, disamping fanatisme kearaban, muncul juga

fanatisme bangsa-bangsa lain yang melahirkan gerakan syu'ubiyah.15

Fanatisme kebangsaan ini nampaknya dibiarkan berkembang oleh penguasa.

Sementara itu, para khalifah menjalankan sistem perbudakan baru. Budak-budak

15 A Syalabi, Ibid. hlm. 55.

22

Page 23: Daulah Bani Abbasiyah

bangsa Persia atau Turki dijadikan pegawai dan tentara. Mereka diberi nasab dinasti

dan mendapat gaji. Oleh Bani Abbas, mereka dianggap sebagai hamba. Sistem

perbudakan ini telah mempertinggi pengaruh bangsa Persia dan Turki. Karena

jumlah dan kekuatan mereka yang besar, mereka merasa bahwa negara adalah milik

mereka; mereka mempunyai kekuasaan atas rakyat berdasarkan kekuasaan khalifah.

Kecenderungan masing-masing bangsa untuk mendominasi kekuasaan sudah

dirasakan sejak awal khalifah Abbasiyah berdiri. Akan tetapi, karena para khalifah

adalah orang-orang kuat yang mampu menjaga keseimbangan kekuatan, stabilitas

politik dapat terjaga. Setelah al-Mutawakkil, seorang khalifah yang lemah, naik

tahta, dominasi tentara Turki tak terbendung lagi. Sejak itu kekuasaan Bani Abbas

sebenarnya sudah berakhir. Kekuasaan berada di tangan orang-orang Turki. Posisi

ini kemudian direbut oleh Bani Buwaih, bangsa Persia, pada periode ketiga, dan

selanjutnya beralih kepada Dinasti Seljuk pada periode keempat, sebagaimana

diuraikan terdahulu.

b. Kemerosotan Ekonomi

Khilafah Abbasiyah juga mengalami kemunduran di bidang ekonomi

bersamaan dengan kemunduran di bidang politik. Pada periode pertama,

pemerintahan Bani Abbas merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk

lebih besar dari yang keluar, sehingga Baitul-Mal penuh dengan harta. Pertambahan

dana yang besar diperoleh antara lain dari al-Kharaj, semacam pajak hasil bumi.

Setelah khilafah memasuki periode kemunduran, pendapatan negara menurun

sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan negara itu

disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi

kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat. diperingannya pajak dan

banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak lagi membayar

upeti. Sedangkan pengeluaran membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan

23

Page 24: Daulah Bani Abbasiyah

para khalifah dan pejabat semakin mewah. jenis pengeluaran makin beragam dan

para pejabat melakukan korupsi. Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan

perekonomian negara morat-marit. Sebaliknya, kondisi ekonomi yang buruk

memperlemah kekuatan politik dinasti Abbasiyah kedua, faktor ini saling berkaitan

dan tak terpisahkan.

c. Munculnya aliran-aliran sesat dan fanatisme kesukuan

Fanatisme keagamaan berkaitan erat dengan persoalan kebangsaan. Karena

cita-cita orang Persia tidak sepenuhnya tercapai, kekecewaan mendorong sebagian

mereka mempropagandakan ajaran Manuisme, Zoroasterisme dan Mazdakisme.

Munculnya gerakan yang dikenal dengan gerakan Zindiq ini menggoda rasa

keimanan para khalifah. Al-Manshur berusaha keras memberantasnya. Al-Mahdi

bahkan merasa perlu mendirikan jawatan khusus untuk mengawasi kegiatan orang-

orang Zindiq dan melakukan mihnah dengan tujuan memberantas bid'ah. Akan

tetapi, semua itu tidak menghentikan kegiatan mereka. Konflik antara kaum beriman

dengan golongan Zindiq berlanjut mulai dari bentuk yang sangat sederhana seperti

polemik tentang ajaran, sampai kepada konflik bersenjata yang menumpahkan darah

di kedua belah pihak. Gerakan al-Afsyin dan Qaramithah adalah contoh konflik

bersenjata itu.

Pada saat gerakan ini mulai tersudut, pendukungnya banyak berlindung di

balik ajaran Syi'ah, sehingga banyak aliran Syi'ah yang dipandang ghulat (ekstrim)

dan dianggap menyimpang oleh penganut Syi'ah sendiri. Aliran Syi'ah memang

dikenal sebagai aliran politik dalam Islam yang berhadapan dengan paham

Ahlussunnah. Antara keduanya sering terjadi konflik yang kadang-kadang juga

melibatkan penguasa. Al-Mutawakkil, misalnya, memerintahkan agar makam Husein

Ibn Ali di Karballa dihancurkan. Namun anaknya, al-Muntashir (861-862 M.),

kembali memperkenankan orang syi'ah "menziarahi" makam Husein tersebut. Syi'ah

pernah berkuasa di dalam khilafah Abbasiyah melalui Bani Buwaih lebih dari seratus

tahun. Dinasti Idrisiyah di Marokko dan khilafah Fathimiyah di Mesir adalah dua

dinasti Syi'ah yang memerdekakan diri dari Baghdad yang Sunni.16

16 Imam As-Suyuthi, Tarikh Khulafa`, Sejarah Para Penguasa Islam. (Jakarta: Al-Kautsar, 2006), hal. 51.

24

Page 25: Daulah Bani Abbasiyah

Konflik yang dilatarbelakangi agama tidak terbatas pada konflik antara

muslim dan zindiq atau Ahlussunnah dengan Syi'ah saja, tetapi juga antar aliran

dalam Islam. Mu'tazilah yang cenderung rasional dituduh sebagai pembuat bid'ah

oleh golongan salafy. Perselisihan antara dua golongan ini dipertajam oleh al-

Ma'mun, khalifah ketujuh dinasti Abbasiyah (813-833 M), dengan menjadikan

mu'tazilah sebagai mazhab resmi negara dan melakukan mihnah. Pada masa al-

Mutawakkil (847-861 M), aliran Mu'tazilah dibatalkan sebagai aliran negara dan

golongan salaf kembali naik daun. Tidak tolerannya pengikut Hanbali (salaf) itu

terhadap Mu'tazilah yang rasional dipandang oleh tokoh-tokoh ahli filsafat telah

menyempitkan horizon intelektual padahal para salaf telah berusaha untuk

mengembalikan ajaran islam secara murni sesuai dengan yang dibawa oleh

Rasulullah.

Aliran Mu'tazilah bangkit kembali pada masa Bani Buwaih. Namun pada

masa dinasti Seljuk yang menganut paham Sunni Salafy, penyingkiran golongan

Mu'tazilah mulai dilakukan secara sistematis. Dengan didukung penguasa aliran

Asy'ariyah tumbuh subur dan berjaya. Pikiran-pikiran al-Ghazali yang mendukung

aliran ini menjadi ciri utama paham Ahlussunnah. Pemikiran-pemikiran tersebut

mempunyai efek yang tidak menguntungkan bagi pengembangan kreativitas

intelektual Islam konon sampai sekarang.

Berkenaan dengan konflik keagamaan itu, Syed Ameer Ali mengatakan: "Agama

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam seperti juga agama Isa ‘alaihis

salaam, terkeping-keping oleh perpecahan dan perselisihan dari dalam. Perbedaan

pendapat mengenai soal-soal abstrak yang tidak mungkin ada kepastiannya dalam

suatu kehidupan yang mempunyai akhir, selalu menimbulkan kepahitan yang lebih

besar dan permusuhan yang lebih sengit dari perbedaan-perbedaan mengenai hal-hal

yang masih dalam lingkungan pengetahuan manusia. Soal kehendak bebas manusia...

telah menyebabkan kekacauan yang rumit dalam Islam ...Pendapat bahwa rakyat dan

kepala agama mustahil berbuat salah dan menjadi sebab binasanya jiwa-jiwa

berharga".17

17 Imam As-Suyuthi, Ibid, hal. 57.

25

Page 26: Daulah Bani Abbasiyah

BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Dari pemaparan makalah tersebut dapat disimpulkan bahwa kerajaan

Abbasiyah didirikan oleh al-abbas paman nabi. Masa-masa kejayaannya hanya

sampai pada khalifah Mutawakkil, hal ini dikarenakan setelah masa khalifah tersebut

Abbasiyah sudah bercampur dengan daulah-daulah kecil lainnya. Meski begitu,

berbagai kemajuan telah berhasil diciptakannya khususnya dalam bidang ilmu

pengetahuan dan juga penyebaran Islam. Sedangkan saat kemundurannya dapat

dibagi menjadi beberapa faktor:

a. Faktor Internal

1. Persaingan antar Bangsa

2. Kemerosotan Ekonomi

26

Page 27: Daulah Bani Abbasiyah

3. Konflik Keagamaan

4. Perkembangan Peradaban dan Kebudayaan

b. Faktor Eksternal

1. Perang Salib yang berlangsung beberapa gelombang atau periode dan menelan

banyak korban.

2. Serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam.

27