studi islam

24
POKOK-POKOK AJARAN ISLAM Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah: “Pengantar Study Islam” Oleh: Achmad Zain Nuruddin Dosen Pembimbing: Nurul Asiya Nadhifah, M.Hi NIP 197504232003122001 FAKULTAS SYARI’AH PRODI EKONOMI SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA i

Upload: iain-sunan-ampel-surabaya

Post on 27-May-2015

4.373 views

Category:

Education


15 download

DESCRIPTION

Pokok-Pokok Ajaran Islam

TRANSCRIPT

Page 1: Studi Islam

POKOK-POKOK AJARAN ISLAM

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah:

“Pengantar Study Islam”

Oleh:

Achmad Zain Nuruddin

Dosen Pembimbing:

Nurul Asiya Nadhifah, M.HiNIP 197504232003122001

FAKULTAS SYARI’AH

PRODI EKONOMI SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2010/2011

KATA PENGANTAR

i

Page 2: Studi Islam

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan

rahmat dan hidayahnya sehingga kami dari Kelompok I dapat menyelesaikan

makalah Pengantar Studi Islam ini dengan baik sebagai tugas pertama untuk

bahan diskusi dalam tatap muka perkuliahan.

Makalah Pengantar Studi Islam ini membahas tentang Pokok-pokok

Ajaran Islam yang pembahasan secara lengkap diuraikan dan dijelaskan dalam

makalah ini.

Kelompok I mengucapkan terima kasih kepada :

Ibu Nurul Asiya Nadhifah selaku dosen pembimbing Pengantar Studi Islam.

Makalah Pengantar Studi Islam ini sangatlah jauh dari kesempurnaan

dalam pengerjaannya. Untuk itu dimohon saran dan kritik yang membangun untuk

lebih menyempurnakan makalah ini.

Surabaya, 02 Novemberber 2010

PENYUSUN

ii

Page 3: Studi Islam

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Akidah ..................................................................................... 2

2.2 Rukun Iman ............................................................................................... 3

2.3 Pengertian Syariah ..................................................................................... 4

2.4 Pengertian Akhlak...................................................................................... 5

2.5 Madzhab Akhlak......................................................................................... 6

2.6 Sumber Akhlak Menurut Islam.................................................................. 9

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 11

3.2 Saran .......................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA

iii

Page 4: Studi Islam

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan kemajuan zaman, banyak sekali orang-orang yang aqidah

dan imannya tergoda dan akhirnya terjerumus pada hal-hal yang sebenarnya

dilarang oleh syariah agama. Demikian pula dengan keadaan akhlak

masyarakat yang akhir-akhir ini mulai rusak. Lalu bagaimana kita

memperbaikinya?. Langkah pertama yang harusnya kita ambil adalah

menimbulkan kesadaran diri masing-masing bahwa kita sudah terlampau jauh

keluar dari syariah agama, dan kita harus memperteguh akidah kita. Jika

akidah kita sudah tertancap kuat, niscaya kita akan mudah mengikuti syariah

dan memperbaiki akhlak kita. Layalnya sebuah pohon besar, akarnya bagaikan

akidah, batangnya bagaikan syariah, dan buahnya bagaikan akhlak. Jika

akarnya tertancap kuat dalam tanah, maka batangnya pun akan bagus, dan

buahnya pun akan tumbuh dengan sempurna.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, maka kita dapat menyimpulkan beberapa

rumusan masalah. Sebagai berikut :

A. Apakah pengertian Akidah?

B. Rukun Iman?

C. Pengaruh Rukun Iman dalam kehidupan manusia?

D. Apakah Pengertian Syariah?

E. Apakah Pengertian Akhlak?

F. Apa saja Madzhab-madzhab Akhlak?

G. Dari mana Sumber Akhlak?

1

Page 5: Studi Islam

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Akidah

Akidah berasal dari bahasa Arab ‘aqidah yang bentuk jamaknya adalah

‘aqa’id dan berarti faith, belief1 (keyakinan, kepercayaan); sedang menurut

Louis Ma’luf ialah ma ‘uqidah ‘alayh al-qalb wa al-dhamir2 yang artinya

sesuatu yang mengikat hati dan perasaan. Dari etimologi diatas bisa diketahui

bahwa yang di maksud dengan “akidah” ialah keyakinan atau keimanan ; dan

hal itu diistilahkan sebagai akidah karena ia mengikatkan hati seseorang

kepada sesuatu yang di yakini atau di imaninya dan ikatan tersebut tidak boleh

di lepaskan selama hidupnya. Inilah makna asal “akidah” yang merupakan

derivasi dari kata ‘aqada-ya’qidu-‘aqdan yang artinya mengikat.

Menurut Mahmud syaltut, akidah ialah sisi teoritis yang harus pertama

kali di imani atau di yakini dengan keyakinan yang mantap tanpa keraguan

sedikitpun. Pada dasarnya, manusia memiliki dua potensi yakni teoritis yang

kesempurnaannya bisa dicapai dengan mengetahui hakikat-hakikat yang

sebenarnya, dan praktis yang kesempurnaannya dengan mengerjakan semua

keharusan dalam urusan dalam kehidupannya. Islam menetapkan hal tersebut

sebagai prinsip untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

Untuk itu, ditetapkanlah dua kewajiban yaitu kewajiban untuk

mengetahui/meyakininya (iman) dan kewajiban untuk melaksanakannya

(amal).3

Lebih lanjut, syaltut mengelaborasi bahwa dalam ajaran islam, akidah

merupakan landasan atau akar sedangkan syari’ah merupakan batang, cabang-

cabangnya. Hal itu berimplikasi bahwa syari’ah tidak bisa berdiri sendiri atau

1 Hans Wahr, ADictionary of Modern Wrien Arabic : Arabic-English (Wiesbaden : Otto Harrassowitz, 1971), hal 628.2 Louis Ma’luf, Al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam(Beirut : Dar al-Masyriq, 1975), cet. Ke26, hal 519. 3 Ibid., hal.66.

2

Page 6: Studi Islam

tumbuh tanpa akar yang berupa akidah. Dan syari’ah tanpa akidah bagaikan

bangunan yang melayang karena tidak ada pondasinya. Namun demikian,

islam menyatakan bahwa hubungan antara keduanya merupakan suatu

keniscayaan, yang artinya bahwa antara akidah dan syari’ah tidak bisa berdiri

sendiri-sendiri.4 Jadi, ajaran islam terdiri dari dua pokok, yakni: akidah/iman

yaitu: mengatur hubungan manusia dengan sesamanya dan aktifitasnya dalam

masyarakat yang disebut “mu’amalah”.

2.2 Rukun Iman

Kalau kita berbicara tentang akidah maka yang menjadi topik pembicaraan

adalah masalah keimanan yang berkaitan dengan rukun-rukun iman dan

peranannya dalam kehidupan beragama.5 Rukun iman yang berupa keimanan

kepada Allah dan sifat-sifat-Nya, para rasul-Nya, para malaikat, kitab-kitab

yang diturunkan kepada Rasul-rasul-Nya, hari akhir dan qadha’ serta qadar,

bisa ditemukan dalam beberapa ayat al-Qur’an dan hadist Nabi SAW. Seperti

yang terdapat dalam Q.S. Al-baqarah:285, Q.S. Al-baqarah:177, Q.S. Al-

Qamar:49.

Adapun pengaruh rukun iman dalam kehidupan sebagai berikut :

a) Iman kepada Allah : Mendorong seseorang untuk bertakwa

kepada-Nya, yaitu dengan menyadari kehadiran Allah di sisinya

dan bahwa Ia selalu mengawasi segala tindak tanduknya.

b) Iman kepada Malaikat : Mendorong seseorang untuk selalu

melakukan perbuatan-perbuatan baik, karena ia yakin bahwa

keinginan berbuat baik itu merupakan dorongan dari malaikat.

c) Iman kepada Kitab-kitab Allah : Memberikan keyakinan kepada

umat islam bahwa Al-Qur’an adalah merupakan kitab penerus dan

pelengkap terhadap semua kitab sebelumnya, dan juga merupakan

kitab Allah yang terakhir dan paling lengkap untuk mencapai

kebahagiaan hidup didunia atau diakhirat.

4 Mahmud Syaltut, Op.Cit, hal.23-24.5 Masyfuk Zuhdi, Op.Cit. hal,6.

3

Page 7: Studi Islam

d) Iman kepada Para Nabi dan Rosul : Memberi keyakinan pada umat

muslim bahwa semua nabi dan rosul mempunyai misi suci yang

sama, yakni mengajak manusia untuk beriman dan beribadah

hanya semata-mata kepada Allah agar mendapat Ridho-Nya. Dan

bahwa Nabi Muhammad adalah Nabi terakhir yang diberi tugas

menyampaikan ajaran agama yang paling lengkap untuk dijadikan

way of life bagi seluruh umat manusia.

e) Iman kepada Hari Kiamat : Manusia akan senantiasa menjaga diri

untuk selalu ta’at kepada Allah, mengharapkan pahala dihari

kemudian, dan menjauhi larangan karena takut akan siksaan kelak

dkemudian hari.

f) Iman kepada Qodho’ dan Qodar : dapat mendorong seseorang

untuk bersikap berani dalam menegakkan keadilan dan kebenaran,

dalam meninggikan kalimat Allah. Ia tidak takut menghadapi

resiko dan bahaya yang mengancamnya, sebab ia yakin bahwa

kematian, rizki, nasib, dan sebagianya semuanya berada ditangan

Allah.

2.3 Pengertian Syariah

Istilah syariah dalam konteks kajian hukum islam lebih menggambarkan

kumpulan norma-norma hukum yang merupakan hasil dari proses “tasyri”.

Oleh karena itu, ada baiknya istilah tasyri’ ini dibahas sebelum pemaparan

tentang makna syariah.

Kata tasy’ri merupakan bentuk masdar dari syarra’a yang berarti

menciptakan dan menetapkan syariah.6 Sedang dalam istilah para ulama fiqh

bermakna “Menetapkan norma-norma hukum untuk menata kehidupan

manusia baik dalam hubungannya dengan Tuhan, maupun dengan umat

manusia lainnya. 7

Dengan melihat pada subyek penetap hukumnya, para ulama’

membagi tasyri’ menjadi dua, yaitu tasyri’ samawi ( ilahy) dan tasyri’ wadh’i.

Yang dimaksud dengan tasyri’ ilahy adalah penetapan hukum yang dilakukan

6 Jamaluddin bin Muhammad al-Afriqi, Lisan al-Arab,(Beirut: Dar al-Shadir,tth),jld.VIII,hal,11.7 Muhammad Faruq Nabhan, al-Madkhal li-Tasyri’ al-Islami (Beirut: Dar al-Qalam,1981), hal.11.

4

Page 8: Studi Islam

langsung oleh Allah dan Rosul-Nya dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah.

Sedangkan tasyri’ wadh’i adalah penentuan hukum yang dilakukan para

mujtahid, baik para mujtahid mustambith maupun muthabiq.

Dilihat dari sudut kebahasaan kata “syariah” berarti “jalan tempat

keluarnya air minum”. Kemudian bangsa Arab menggunakan kata ini untuk

konotasi jalan lurus. Dan pada saat dipakai dalam pembahasan hukum menjadi

bermakna “segala sesuatu yang di syari’atkan Allah kepada hamba-hamba-

Nya”. Sebagai jalan lurus untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan

akhirat.

2.4 Pengertian Akhlak

Secara etimologis, kata akhlak berasal dari bahasa arab, akhlaq yang

merupakan bentuk jamak dari kata khuluq yang artinya budi pekerti, peringai,

tingkah laku, atau tabi’at. Kata ini berakar dari kata khalaqa yang berarti

menciptakan. Derivasinya ialah kata khaliq artinya pencipta, makhluq yang

artinya yang di ciptakan, dan khalq artinya penciptaan.

Secara terminologis, ada beberapa definisi tentang akhak, antara lain:

1.Menurut Ibrahim Anis

Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah

perbuatan-perbuatan, baik atau buruk tanpa memerlukan pemikiran dan perimbangan.

2. Menurut Abdul Al-Karim Zaidan

Akhlak adalah kumpulan nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang

dengan sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai perbuatannya baik atau

buruk, untuk kemudian terus melakukan atau meninggalkannya.

Kedua definisi tersebut diatas, sepakat menyatakan bahwa akhlak atau khuluq

adalah sifat yang tertanam dalam sifat manusia, sehingga ia akan muncul secara

spontan bilamana diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan lebih

dahulu, serta tidak memerlukan adanya dorongan dari luar dirinya.

Selain definisi diatas, Al-Hufi memberikan definisi yang cukup singkat dengan

mengatakan bahwa akhlak adalah suatu kebiasaan (yang dilakukan) dengan

kehendak/maksud, atau kehendak/keinginan yang berulang-ulang sehingga menjadi

kebiasaan, yang tertuju untuk berbuat baik atau buruk.

Disamping istilah akhlak, juga dikenal istilah etika dan moral.Ketiga istilah ini

sama-sama menentukan nilai baik dan buruk sikap dan perbuatan manusia.

5

Page 9: Studi Islam

Perbedaanya terletak pada standar masing-masing. Akhlak standarnya adalah al-

qur’an dan hadist nabi, etika standarnya pertimbangan akal pikiran, dan moral

standarnya adat kebiasaan yang umum berlaku di masyarakat.

.

2.5 Madzhab Akhlak

Para pakar akhlak sejak dahulu tidak sependapat dalam persoalan

sumber yang mendorong munculnya akhlak atau ukuran untuk menentukan

baik dan buruk, sehingga memunculkan beberapa madzhab atau pendapat,

yang masing-masing tidak pernah lepas dari kritik.

1. Adat Istiadat

Setiap suku bangsa mempunyai adat istiadat atau aturan-atran yang

diharapkan munculnya kenaikan jika diikuti, sehingga mereka mendidik anak-

anak mereka untuk tunduk pada adat itu, dan menghukum mereka jika

melanggarnya.

Sebagian pakar berpendapat bahwa adat istiadat inilah yang menjadi

parameter akhlak atau sebagai ukuran baik dan buruk. Parameter ini tidak ada

kepastian karena tidak memiliki akar yang kuat, sebab adat istiadat bisa

berubah-ubah sejalan dengan perubahan situasi dan masa. Selain itu

kadangkala apa yang diperkenankan oleh adat ternyata ditentang oleh akal

dan bertentangan dengan nilai-nilai kebaikan. Misalnya pada zaman jahiliyah,

minim minuman keras dibenarkan oleh adat tetapi setelah Islam datang hal itu

dilarang, demikian pula dengan perbudakan yang merupakan adat istiadat bagi

umat-umat terdahulu, kini hal itu dientang oleh hampir semua bangsa.

Jadi, menjadikan adat istiadat sebagai parameter akhlak merupakan sikap

yang kaku serta menghambatbkemajuan karena tidak bisa menerima

pendapat-pendapat yang baru.8 Disamping itu, kemajuan akan bisa tercapai

bila ada golongan yang suka menunjukan kesalahan kaumnya, mempunyai

keberanian untuk menyalahi adat istiadat dan mengajak kearah kebenaran,

meskipun semula mereka menghadapi penderitaan, tetapi akhirnya akan

tersebarlah buah pikirannya dan banyak pengikutnya, sehingga barang baru

yang benar akan menempati barang lama yang salah.9

8 Al hufi, Op.Cit, hal. 13-14.9 Ahmad Amin, Op.Cit, hal. 90.

6

Page 10: Studi Islam

2. Manfaat Materi (material benefit)

Sebagian pakar berpendapat bahwa manfaat materi adalah sebagai

dari parameter akhlak. Menurut mereka perbuatan-perbuatan yang

mendatangkan keuntungan materi bagi masarakat dianggap sebagai akhlak

yang terpuji. Oleh karena itu mereka menolak parameter kejiwaan yang

dianggap sebagai masalah individu dan tidak bisa dijadikan sebagai

ukuran umum bagi semua orang.

Pendapat ini sangat berbahaya bagi terjalinnya hubungan

kemasyarakatan, baik antar individu, individu dengan masyarakat, bahkan

antar masyarakat. Bila keuntungan materi yang dijadikan sebagai

parameter, maka akn muncul sikap egois, kejahatan, penipuan, sikap

oportunis, dan mengabaikan kebaikan bagi orang lain.

3. Hedonisme/Kesenangan

Setelah ahli-ahli filsafat menyelidiki ukuran baik dan buruk secara

ilmu pengetahuan, diantara mereka ada yang berpendapat bahwa ukuran

itu ialah bahagia. Bahagia adalah tujuan akhir dari hidup manusia. Mereka

mengartikan bahwa bahagia dengan kelezatan dan sepi dari penderitaan.

Kelezatan bagi mereka ialah ukuran perbuatan, maka perbuatan yang

mendatangkan kelezatan ianggap baik, sebaliknya yang mendatangkan

penderitaan dianggap buruk.

Pengikut madzhab ini dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Egoistic Hedonism: Menyatakan bahwa manusia itu hendaknya

mencari sebesar-besarnya kelezatan untuk dirinya sendiri. Tokoh yang

paling besar dari madzhab ini adalah Epicurus (341-270 SM), seorang

filosof Yunani. Mdzhab ini memiliki kelemahan, yaitu pengikutnya

menjadi orang yang angkuh, tidak melihat dalam segala perbuatannya

kecuali dirinya sendiri dan ia tidak peduli apakah perbuatannya kan

orang-orang mendapatkan manfaat ataun kerugian.

b. Universalistic Hedonism: Menghendaki agar umat manusia itu mecari

kebahagiaan yang sebesar-besarnya untuk sesame manusia, bahkan

segala makhluk yang berperasaan. Menurut mereka, keutamaan itu

disebut keutamaan bila mendatangkan kelezatan yang lebih besar dari

penderitaannya, ia juga dianggap keutamaan meskipun mendatangkan

7

Page 11: Studi Islam

penderitaan bagi pelakunya, sebaliknya kejelekan dianggap jelek bila

penderitaannya lebih besar dari kelezatannya.

Mereka juga berpendapat bahwa kebahagiaan yang mereka maksud

ialah kebahagiaan lahir dan batin, dan klezatan yang mereka maksud ialah

kelezatan akal dan badan meskipun sebagian berkata bahwa kelezatan

akal lebih utama dari kelezatan badan.

4. Intuisi

Madzhab ini berpendapat bahwa setiap manusia mempunyai

kekuatan instinc batin yang dapat membedakan baik dan buruk dengan

selintas pandang. Dalam menilai baik buruknya suatu perbuatan kita tidak

melihag dari akibatnya yang berupa kelezatan atau penderitaaan seperi

Hedonism, tetapi dengan instinc kita bisa menilainya tanpa melihat

akibatnya. Maka keutamaan madzhab ini ialah universalitas penilaian

terhadap baik dan buruk tanpa terikat oleh dimensi waktu dan tempat, dan

tanpa melihat pula pada akibat yang didatangkan oleh perbuatan itu.

Selain itu, intuisi juga membutuhkan adanya pembentukan dan

pendidikan, sebab sering kali ia dipengaruhi oleh nafsu dan kepentingan

khusus, selain juga terpengaruh oleh lingkungan, zaman, dan peristiwa-

peristiwa yang terjadi. Maka dari itu, jika seseorang terdidik dengan

pendidikan agama yang baik ia akan mampu menguasai hawa nafsunya,

dan jika tidak maka hawa nafsu justru menguasai mereka.

5. Moderat

Madzhab ini paling banyak tersebar dan diikuti, dan banyak pula

pengaruhnya para peneliti dan pelajar.Sejak Aristoteles meletakkan

ukuran/parameter akhla dengan mengatakan bahwa prinsip kemuliaan

ialah pertengahan diantara dua sisi. Aristoteles berkata :” Sesungguhnya

pertengahan sesuatu ialah titik yang jauhnya sama antara dua sisinya, dan

itulah satu-satunya titik yang ada dalam segala kondisi/keadaan”. Bagi

manusia moderat ialah sesuatu yang tidak dicela karena kekurangan atau

kelebihan.

Madzhab ini banyak dianut oleh para filosof Muslim, penyebabnya

ialah karena moderasi adalah sifat yang terpuji menurut Islam dan juga

dipuji oleh semua orang sebab hal itu menunjukkan pada sikap bijak dan

8

Page 12: Studi Islam

jauh dari sikap berlebihan. Imam al-Ghazali misalnya, berpendapt bahwa

pusat dari akhlak dan sumbernya ialah kebijaksanaan, keadilan,

keberanian, dan kesucian. Maksud dari kebijaksanaan ialah kondisi

kejiwaan yang dengannya bisa diketahui kebenaran dan kesalahan dalam

semua perbuatan sukarela. Keadilan ialah kondisi kejiwaan dan kekuatan

yang bisa mengendalikan marah dan nafsu untuk dibawa ke sikap yang

bijaksana. Keberanian ialah menundukkan kemauan untuk marah pada

kemauan akal, baik unt uk menggunakannya atau mencegahnya,. Sedang

Kesucian ialah mendidik dorongan nafsu dengan pendidikan akal dan

syara’.

Dari keempat kemuliaan akhlak ini kemudian muncul semua

akhlak yang baik dan terpuji, dan hanya Rasulullah SAW orang yang telah

mencapai kesempurnaan akhlak.

2.6 Sumber Akhlak Menurut Islam

Yang dimaksud sumber akhlak ialah yang menjadi ukuran baik dan

buruk atau mulia dan tercela. Sebagaimana karakteristik keseluruhan

ajaran Islam, maka sumber akhlak adalah al-Qur’an dan Sunnah, dan

bukan akal pikiran atau pandangan masyarakat sebagaimana pada konsep

etika dan moral.

Dalam konsep akhlak, segala sesuatu itu dinilai baik dan buruk atu

terpuji dan tercela,semata-mata karena syara’ (al-Qur’an dan Sunnah)

menilainya demikian. Adapun pandangan masyarakat bisa saja dijadikan

ukuran untuk menilai baik buruk, tetapi sangat relatif , tergantung sejauh

mana kesucian hati nurani masyarakat dan kebersihan pikiran mereka

dapat terjaga. Masyarakat yang hati nuraninya sudah tertutup dan akal

pikirannya sudah dikotori oleh sikap dan perilaku yang tidak terpuji, tentu

tidak bisa dijadikan ukuran. Hanya kebiasaan masyarakat yang baiklah

yang bisa dijadikan ukuran.

Dari uraian diatas jelas bahwa ukuran yang pasti (tidak spekulatif),

obyektif dan universal untuk menentukan baik dan buruk hanyalah al-

Qur’an dan Sunnah Nabi SAW dan bukan yang lain-lain.

9

Page 13: Studi Islam

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Akidah berasal dari bahasa Arab ‘aqidah yang bentuk jamaknya adalah

10

Page 14: Studi Islam

‘aqa’id dan berarti faith, belief (keyakinan, kepercayaan); sedang menurut Louis

Ma’luf ialah ma ‘uqidah ‘alayh al-qalb wa al-dhamir yang artinya sesuatu yang

mengikat hati dan perasaan. Dari etimologi diatas bisa diketahui bahwa yang di

maksud dengan “akidah” ialah keyakinan atau keimanan ; dan hal itu diistilahkan

sebagai akidah karena ia mengikatkan hati seseorang kepada sesuatu yang di

yakini atau di imaninya dan ikatan tersebut tidak boleh di lepaskan selama

hidupnya. Inilah makna asal “akidah” yang merupakan derivasi dari kata ‘aqada-

ya’qidu-‘aqdan yang artinya mengikat.

Sedangkan“syariah” berarti “jalan tempat keluarnya air minum”.

Kemudian bangsa Arab menggunakan kata ini untuk konotasi jalan lurus. Dan

pada saat dipakai dalam pembahasan hukum menjadi bermakna “segala sesuatu

yang di syari’atkan Allah kepada hamba-hamba-Nya”. Sebagai jalan lurus untuk

memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Dan secara etimologis, kata akhlak berasal dari bahasa arab, akhlaq yang

merupakan bentuk jamak dari kata khuluq yang artinya budi pekerti, peringai,

tingkah laku, atau tabi’at. Kata ini berakar dari kata khalaqa yang berarti

menciptakan. Derivasinya ialah kata khaliq artinya pencipta, makhluq yang

artinya yang di ciptakan, dan khalq artinya penciptaan. Akhlak memiliki beberapa

madzhab, diantaranya:

1. Adat Istiadat

2. Manfaat Materi

3. Hedonisme/Kesenangan

4. Intuisi

5. Moderat

Akhlak hanyalah bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW, dan

orang yang mempunyai kesempurnaan akhlak hanyalah Nabi Muhammad

SAW.

3.2 Saran

11

Page 15: Studi Islam

Kita sebagai umat muslim seharusnya menjalani kehidupan dengan

melibatkan akidah, syariah, dan akhlak. Karena tanpa ketiganya hidup kita

akan berguna, layaknya mobil yang tidak ada pengendaranya. Dan kita

hidup haruslah sejalan dengan ketiganya.

DAFTAR PUSTAKA

Studi Islam IAIN Sunan-Ampel Surabaya. Pengantar Studi Islam. IAIN Sunan Ampel Surabaya. Surabaya: 2004

Fazlur Rahman. Islam. Pustaka. Bandung: 1984

12

Page 16: Studi Islam

13