studi islam tasawuf

32
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tasawuf merupakan suatu disiplin ilmu yang lebih menekankan kepada kehidupan akhirat, yakni aspek spiritual Islam dibandingkan dengan kehidupan di dunia. Beberapa tokoh sufi memberikan definisi tasawuf dengan pengertian yang berbeda-beda. Salah satunya adalah definisi Tasawuf menurut Al Junaid al-Bagdadi (w.289 H), seorang tokoh sufi modern, mengatakan bahwa tasawuf adalah membersihkan hati dari sifat yang menyamai binatang, dan melepaskan akhlak yang fitri, menekan sifat basyariyah (kemanusiaan), menjauhi hawa nafsu, memberikan tempat bagi sifat-sifat kerohanian, berpegang pada ilmu kebenaran, mengamalkan sesuatu yang lebih utama atas dasar keabadiannya, memberi nasihat kepada umat, benar-benar menepati janji terhadap Allah SWT., dan mengikuti syariat Rasulullah SAW. 1 Sebelumnya pada masa Nabi SAW dan masa Khulafaurasyiddin tidak pernah dikenal istilah sufi”, melainkan lebih dikenal dengan panggilan ‘sahabat’. Panggilan ini merupakan istilah yang paling berharga pada saat itu. Kemudian pada masa berikutnya, yaitu pada masa sahabat, orang-orang muslim yang tidak bertemu beliau dikenal dengan sebutan “tabi’in” dan seterusnya disebut tabi’it tabi’in. 1 Permadi, Pengantar Ilmu Tasawuf, Jakarta: Rineka Cipta, 2004, hal.28.

Upload: dinikhaeranianjellic

Post on 09-Nov-2015

94 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

semoga bermanfaat

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangTasawuf merupakan suatu disiplin ilmu yang lebih menekankan kepada kehidupan akhirat, yakni aspek spiritual Islam dibandingkan dengan kehidupan di dunia. Beberapa tokoh sufi memberikan definisi tasawuf dengan pengertian yang berbeda-beda. Salah satunya adalah definisi Tasawuf menurut Al Junaid al-Bagdadi (w.289 H), seorang tokoh sufi modern, mengatakan bahwa tasawuf adalah membersihkan hati dari sifat yang menyamai binatang, dan melepaskan akhlak yang fitri, menekan sifat basyariyah (kemanusiaan), menjauhi hawa nafsu, memberikan tempat bagi sifat-sifat kerohanian, berpegang pada ilmu kebenaran, mengamalkan sesuatu yang lebih utama atas dasar keabadiannya, memberi nasihat kepada umat, benar-benar menepati janji terhadap Allah SWT., dan mengikuti syariat Rasulullah SAW.[footnoteRef:1] [1: Permadi, Pengantar Ilmu Tasawuf, Jakarta: Rineka Cipta, 2004, hal.28.]

Sebelumnya pada masa Nabi SAW dan masa Khulafaurasyiddin tidak pernah dikenal istilah sufi, melainkan lebih dikenal dengan panggilan sahabat. Panggilan ini merupakan istilah yang paling berharga pada saat itu. Kemudian pada masa berikutnya, yaitu pada masa sahabat, orang-orang muslim yang tidak bertemu beliau dikenal dengan sebutan tabiin dan seterusnya disebut tabiit tabiin. Munculnya istilah tasawuf baru dimulai sejak pertengahan abad ke-3 hijriyah oleh Abu Hasyim al-Kufy (w.250 H) dengan meletakkan al-sufi dibelakang namanya.[footnoteRef:2] [2: Amin Syukur, M.A, Menggugat Tasawuf: Sufisme dan Tanggung Jawab Sosial Abad 21.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999, hal.7.]

Karya-karya ilmiah pada umumnya mendefinisikan tasawuf atau sufisme sebagai mistisme islam.[footnoteRef:3] Oleh para orientalis secara umum diberikan nama sufisme.[footnoteRef:4] Intisari dalam mistisme, termasuk dalam tasawuf adalah kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog antara ruh manusia dengan Tuhan dengan mengasingkan diri dan berkontemplasi. [3: Titus Burckhardt, Mengenal Ajaran Kaum Sufi, Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1976, hal.24.] [4: Noer Iskandar al-Barsany, Tasawuf, Tarikat, dan Para Sufi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001, hal.1.]

Ada banyak metode atau cara peribadatan yang dilakukan oleh seorang sufi dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT, diantaranya yaitu dengan cara dzikir dan doa, Itikaf, dan sebagainya.

1.2 Rumusan Masalah1. Apa itu Tasawuf? (pengertian, sejarah, jenis, sumber ajaran)2. Apa saja istilah-istilah dalam tasawuf?3. Bagaimana fungsi dan peranan tasawuf dalam kehidupan modern?4. Apa saja yang termasuk contoh-contoh perilaku bertasawuf?5. Bagaimana cara menerapkan Tasawuf dalam kehidupan modern?

1.3 Tujuan Penulisan1. Mengetahui makna mendekatkan diri kepada Allah SWT.2. Mengetahui cara manusia mendekatkan diri kepada Allah SWT.3. Mengetahui apa itu Tasawuf (Pengertian, Sejarah, Sumber Ajaran, Jenis)4. Mengetahui Sufisme dan ajarannya

BAB II PEMBAHASAN2.1 Pengertian TasawufSecara etimologis, ilmu Tasawuf banyak diartikan oleh para ahli, sebagian menyatakan bahwa kata tasawuf berasal dari kata shuffah yang berarti serambi masjid nabawi yang didiami oleh sebagian sahabat anshar, ada pula yang mengatakan berasal dari kata shaf yang berarti barisan, shafa yang berarti bersih atau jernih dan shufanah yakni nama kayu yang bertahan di padang pasir.[footnoteRef:5] [5: Amin syukur, menggugat tasawuf:sufisme dan tanggung jawab social abad 21,Yogyakarta,2002, hal 8]

Adapun tentang definisi tasawuf (sufi) yang dikemukakan oleh sejumlah tokoh sufi, diantaranya adalah sebagai berikut:[footnoteRef:6] [6: Permadi, Pengantar Ilmu Tasawuf , Jakarta,2004, hal.28]

1. Bisyri bin Haris mengatakan bahwa Tasawuf adalah orang yang suci hatinya menghadap Allah SWT.2. Sahl at-Tustari : orang yang bersih dari kekeruhan, penuh dengan renungan, putus hubungan dengan manusia dalam menghadap Allah, baginya tiada beda antara harga emas dan pasir.3. Al-Junaid al-Baghdadi (Wafat 298 H): membersihkan hati dari sifat yang menyamai binatang, menekan sifat basyariah (kemanusiaan), menjauhi hawa nafsu, berpegang pada ilmu kebenaran dan mengikuti syariat Rasulullah Saw.4. Abu Qasim Abdul Karim al-Qusyairi: menjabarkan ajaran-ajaram Al-Quran dan Sunnah, berjuang mengendalikan nafsu, menjauhi perbuatan bidah, mengendalikan syahwat dan menghindari sifat meringankan terhadap ibadah.5. Abu Yazid al-Bustami: melepaskan diri dari perbuatan tercela, menghiasi diri dengan akhlak yang terpuji dan mendekatkan diri kepada Allah.6. Maruf al-Karkhi (Wafat 200 H): mengambil hakikat dan Tamak dari apa yang ada dalam genggaman tangan makhluk.Jika menelaah beberapa pengertian diatas, pengertian tasawuf tampaknya bermakna bervariasi, hal ini dikarenakan perilaku dan status spiritual (Maqam) yang berbeda dan dominan dalam diri mereka, seperti tawakkal, cinta kasih dan rambu-rambu spiritual yang menjadi pengantar ke hadirat Tuhan semesta alam.Al-Thusi (w. 378 H) melansir beberapa definisi tasawuf di dalam kitabnya yang monumental al-Luma, seolah-olah betapa sulitnya memberikan definisi yang bersifat jami mani. Definisi bisa disarikan dalam karakteristik Sufi yang disebutkan oleh al-Thusi. Beliau mengatakan bahwa sufi adalah orang alim yang mengenal Allah dan hukum-hukum Allah, mengamalkan apa yang diajarkan, menghayati apa yang diperintahkan, merasakan apa yang mereka hayati dan melebur dengan yang mereka rasakan.Dari paparan al-Thusi diatas, dapat dirumuskan bahwa Tasawuf memuat dan mengandung setidaknya lima unsur, yaitu Ilmu (Pengetahuan), Amal (Pelaksanaan), Tahaqquq (Penghayatan), Wajd (Perasaan) dan Fana (Peleburan).[footnoteRef:7] [7: Moenir Nahrowi Tohir, menjelajahi eksistensi tasawuf : Meniti Jalan Menuju Tuhan,Jakarta,2012, hal 3 dan 4.]

2.2 Sejarah Perkembangan TasawufBenih ilmu tasawuf bermula pada masa khalifah ketiga, yakni ketika terjadi peristiwa tragis dalam pembunuhan Utsman Ibn Affan ra, hal ini berimplikasi terjadinya kekacauan dan kerusakan terhadap sebagian kaum muslimin, sehingga para sahabat dan pemuka agama Islam berfikir untuk membangkitkan kembali ajaran Islam dengan berikhtiar kembali ke masjid (Itikaf) dan mendengarkan kisah mengenai targhib dan tarhib, mengenai keindahan hidup zuhud.[footnoteRef:8] [8: Amin syukur, menggugat tasawuf:sufisme dan tanggung jawab social abad 21,Yogyakarta,2002, hal.18.]

Dalam sejarah perkembangannya, terdapat masa atau tahapan yang terjadi terhadap ilmu Tasawuf, beberapa masa tersebut adalah masa pembentukan, pengembangan, konsolidasi, falsafi dan masa pemurnian.[footnoteRef:9] [9: Amin Syukur & Masyharuddin, Intelektualisme Tasawuf, Yogyakarta,2002. Hal.17.]

Berikut adalah penjelasan tiap-tiap perkembangan ilmu Tasawuf:1. Masa PembentukanMasa ini terjadi dalam abad I dan II hijriah, Hasan Basri dan Rabiah Adawiyah muncul dengan ajaran khauf dan cinta, yakni mempertebal takut atau taqwa kepada Tuhan, penyucian hubungan manusia dengan tuhan, selain itu muncul gerakan pembaharuan hidup kerohanian dikalangan kaum muslimin.Dalam ajaran-ajaran yang dikemukakan, dianjurkan mengurangi makan (Ju), menjauh dari keramaian duniawi (Zuhud), mencela dunia (Dzammu al dunya).Selanjutnya pada abad II Hijriah, tasawuf tidak banyak berbeda dengan sebelumnya, meskipun penyebabnya berbeda. Penyebab pada abad ini terjadi karena formalism dalam melakukan syariat agama (lebih bercorak fiqh) yang menyebabkan sebagian orang tidak puas dengan kehidupannya. Sehingga sebagian orang aa yang lari kepada istilah-istilah yang pelik mengenai kebersihan jiwa (thaharatun nafs), kemurnian hati (naqyu al-qalb), hidup ikhlas, menolak pemberian orang, bekerja mandiri dan berdiam diri.Abu al-Wafa menyimpulkan, bahwa zuhud Islam pada abad I dan II hijriyah mempunyai karakter sebagai berikut:a. Menjauhkan diri dari dunia menuju ke akhirat yang berakar pada nas agama yang dilatarbelakangi oleh sosiopolitik yang bertujuan meningkatkan moral.b. Bersifat praktis, para pendirinya tidak menaruh perhatian untuk menyusun prinsip-prinsip teoritis atas kezuhudannya itu. Sedangkan sarana praktisnya adalah hidup dalam ketenangan dan kesederhanaan secara penuh, sedikit makan maupun minum, banyak beribadah dan mengingat Allah SWT. dan berlebih-lebihan dalam merasa berdosa, tunduk mutlak kepada kehendak-Nya, dan berserah diri kepada-Nya. Tasawuf pada masa ini mengarah pada tujuan moral.c. Motif zuhudnya ialah rasa takut, yaitu rasa yang muncul dari landasan amal keagamaan secara sungguh-sungguh. Sementara pada akhir abad II Hijriyah, di tangan Rabiah al-Adawiyah muncul motif rasa cinta, yang bebas dari rasa takut terhadap adhab-Nya maupun harapan terhadap pahala-Nya. Hal ini dicerminkan lewat penyucian diri, dan abstraksi dalam hubungan antara manusia dengan Tuhan.d. Menjelang akhir abad II Hijriyah, sebagian zahid, khususnya di Khurasan, dan Rabiah al-Adawiyah ditandai kedalaman membuat analisa, yang bisa dipandang sebagai fase pendahuluan tasawuf, atau cikal bakal para pendiri tasawuf falsafi abad III dan IV Hijriyah.2. Masa PengembanganPada abad III dan IV, tasawuf sudah bercorak kefanaan (ekstase) yang menjurus ke persatuan hamba dengan Khalik. Orang sudah ramai membahas tentang lenyap dalam kecintaan (fanafi al-Mahbub), bersatu dengan kecintaan (ittihad bi al-Mahbub), kekal dengan Tuhan (baqa bi al-Mahbub), menyaksikan Tuhan (musyahadah), bertemu dengan-Nya (liqa) dan menjadi satu dengan-Nya (ain al-jama) seperti yang diungkapkan oleh Abu Yazid al-Bushtham (261 H), seorang sufi dari Persia yang pertama kali mempergunakan istilah fana (lebur atau hancurnya perasaan) sehingga dia dianggap sebagai peletak batu pertama dalam aliran ini.Sesudah Abu Yazid al-Busthami, lahirlah seorang sufi kenamaan, yakni al-Hallaj (w. 309 H) yang menampilkan teori al-Hulul (reinkarnasi Tuhan). Al-Thusi dalam al-Lumanya menyatakan bahwa hulul adalah:Allah memilih suatu jisim yang ditempati mana rububiyyah dan leburlah daripadanya mana basyariyyah.Menurut al-Hallaj, manusia mempunyai dua sifat, yakni sifat kemanusiaan (nasut) dan sifat ketuhanan (lahut). Tuhan menciptakan manusia dalam copi-Nya. Landasan pemikirannya didasarkan kepada surat Shad ayat 72, yang artinya:Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; Maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadaNya (Q.S. Shad:72)Unsur jasmani dari materi, sedang unsur ruhaninya berasal dari roh Tuhan, percampuran antara roh manusia dengan Tuhan diumpamakan oleh al-Hallaj bagaikan bercampurnya air dengan khamer, jika ada sesuatu yang menyentuh-Nya, maka menyentuh aku. Namun sejauh itu, dia tidak mengakui adanya peleburan dua hakikat, manusia dan Tuhan, akan tetapi keduanya masih mempunyai jarak.Pada akhir abad ke III orang berlomba-lomba menyatakan dan mempertajam pemikirannya tentang kesatuan penyaksian (Wahdat al-Syuhud), kesatuan kejadian (wahdat al-Wujud) kesatuan agama-agama (Wahdat al-Adyan), berhubungan dengan Tuhan (ittishal), keindahan dan kesempurnaan Tuhan (Jamal dan Kamal), manusia sempurna (insan kamil), yang kesemuanya itu tak mungkin dicapai oleh para sufi kecuali dengan latihan yang teratur (riyadhah).Kemudian muncul Junaidi al-Baghdady meletakkan dasar-dasar ajaran tasawuf dan thariqah, cara mengajar dan belajar ilmu tasawuf, syekh, mursyid, murid dan murad, sehingga dia mendapat predikat Syekh al-Thaifah (ketua rombongan suci).Tasawuf pada masa ini, sudah berkembang menjadi madzhab, bahkan seolah sebuah agama yang berdiri sendiri. Pada abad ke III dan IV Hijriah ini terdapat dua aliran tasawuf, yakni tasawuf sunni yang memagari diri dengan Al-Quran dan al-Hadits dengan mengaitkan keadaan dan tingkatan rohani pada keduanya.Serta tasawuf semi falsafi yang lebih cenderung pada ungkapan ganjil serta bertolak dari keadaan fana terhadap pernyataan penyatuan penyatuan (ittihad atau hulul).3. Masa KonsolidasiPada abad V Hijriah, diadakan konsolidasi antara kedua aliran pada masa sebelumnya, hal ini ditandai dengan aanya kompetisi antar keduanya, yang kemudian dimenangkan tasawuf sunni dan menenggelamkan tasawuf falsafi.Dengan adanya kompetisi tersebut, pada masa ini tasawuf dinilai mengadakan pembaharuan , yakni periode yang ditandai dengan pemantapan dan pengembalian tasawuf ke dalam landasan al-Quran dan al-Hadits. Tokoh-tokoh pada masa ini adalah ialah al-Qusyairi (376-465 H), Al-Harawi (396 H), dan al-Ghazali (450-505 H).al-Qusyairi (376-465 H) terkenal sebagai pembela teologi Ahlussunnah wal Jamaah, beliau mampu mengompromikan antara syariah dan hakikah berlandaskan al-Quran dan al-Hadits. Beliau menekankan bahwa kesehatan batin dengan berpegang teguh pada keduanya lebih penting daripada pakaian lahiriah.Al-Harawi (396 H), sikapnya tegas dan tandas terhadap tasawuf, beliau menganggap orang yang suka mengeluarkan syathahat, hatinya tidak bisa tenteram atau dengan kata lain, syathahat itu muncul dari ketidaktenangan. Sebab apabila ketenangan itu terpaku dalam kalbu mereka, akan membuat seseorang terhindar dari keganjilan ucapan atau pun segala penyebabnya.Al-Ghazali (450-505 H), memilih Tasawuf Sunni berdasarkan doktrin Ahlussunnah wal Jamaah, corak tasawufnya bersifat psiko-moral yang mengutamakan pendidikan moral. Beliau menilai negative terhadap syathahat, karena dua kelemahan yang dimilikinya, yaitu kurang memperhatikan kepada amal lahiriah serta keganjilan makna yang tidak dipahami maknanya. 4. Masa FalsafiPada abad IV Hijriah, muncullah tasawuf falsafi atau tasawuf yang bercampur dengan ajaran filsafat, yang dikompromikan dengan pemakaian term-term filsafat yang maknanya disesuaikan dengan tasawuf.Ibnu Khaldun dalam Muqaddimahnya menyimpulkan, bahwa tasawuf falsafi mempunyai empat obyek utama, dan menurut Abu al-Wafa bisa dijadikan karakter sufi falsafi, yaitu :a. Latihan rohaniah dengan rasa, intuisi serta introspeksi yang timbul darinyab. Iluminasi atau hakikat yang tersingkap dari alam ghaibc. Peristiwa-peristiwa dalam alam maupun kosmos berpengaruh terhadap berbagai bentuk kekeramatan atau keluarbiasaand. Penciptaan ungkapan-ungkapan yang pengertiannya sepintas samar-samar (syathahiyat)Selanjutnya, pada abad VI dan VII hijriah, muncul cikal bakal orde (tarekat) sufi kenamaan, seperti tarekat Qadariyah, Suhrawardiyah, Rifaiyah, Syadziliyah, Badawiyah dan tarekat Naqsyabandiyah.5. Masa PemurnianPada masa ini, pengaruh dan praktek-praktek Tasawuf kian tersebar luas melalui thariqah-thariqah, dan para sulthan serta pangeran tak segan-segan pula mengeluarkan perlindungan dan kesetiaan pribadi mereka.Pada masa ini terlihat tanda-tanda keruntuhan kian jelas, penyelewengan dan sekandal melanda dan mengancam kehancuran reputasi baiknya dengan ditandainya munculnya bidah, khurafat, mengabaikan syariat dan hukum-hukum moral dan penghinaan terhadap ilmu pengetahuan, berbentangkan diri dari dukungan awam untuk menghindarkan diri dari rasionalitas, dengan menampilkan amalan yang irrasional. Azimat dan ramalan serta kekuatan ghaib ditonjolkan.Sehingga muncul Ibn Taimiyah untuk menyerang semua itu, dengan mengembalikan ajaran tasawuf berlandaskan alQuran dan Al-Hadits. Kepercayaan yang menyimpang diluruskan, seperti kepercayaan kepada wali, khurafat dan bentuk-bentuk bidah pada umumnya. Menurut Ibn Taimiyah yang disebut wali (kekasih Allah) ialah orang yang berperilaku baik (shaleh), konsisten dengan syariah Islamiyah. Sebutan yang tepat untuk diberikan kepada orang tersebut ialah Muttaqin, allah berfirman dalam surat Yunus : 62-63, yang artinya sebagai berikut:62. Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.63. (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwaIbnu Taimiyah mengkritik terhadap ajaran Ittihad, Hulul, dan Wahdat al-Wujud sebagai ajaran yang menuju kekufuran (atheisme), meskipun keluar dari orang-orang yang terkenal arif (orang yang telah mencapai tingkatan marifat), ahli tahqiq (ahli hakikat) dan ahli tauhid (yang mengesakan Tuhan). Pendapat tersebut layak keluar dari mulut orang Yahudi dan Nasrani. Mengikuti pendapat tersebut hukumnya sama dengan yang menyatakan, yakni kufur. Yang mengikutinya karena kebodohan, masih dianggap beriman.

2.3 Sumber Ajaran TasawufDalam ajaran tasawuf, terdapat berbagai sumber yang menjadi landasan dasar dalam menjalani tasawuf, berikut adalah beberapa sumber ajaran tasawuf:a. Al-Quran sebagai landasan dasar utama tasawuf karena berisi seruan untuk berlaku zuhud dan beribadah.b. Kehidupan zuhud Rasulullah, danc. Kehidupan zuhud sahabat dan khulafaur rasyidin.

2.4 Istilah-istilah dalam TasawufDidalam ilmu tasawuf terdapat beberapa istilah yang merupakan jalan atau cara yang ditempuh seseorang untuk sampai ke tingkat menyatu dengan Tuhan yang disebut maqamat. Secara harfiah maqamat berasal dari kata bahasa arab yang berarti tempat orang berdiri atau pangkal mulia. Istilah ini selanjutnya digunakan untuk arti sebagai jalan panjang yang harus ditempuh oleh seorang sufi untuk berada dekat dengan Allah SWT. Dalam bahasa inggris muqamat dikenal dengan istilah stages, yang berarti tangga.Diantara istilah maqamat-maqamat dalam tasawuf yaitu sebagai berikut:a. TobatTahapan awal yang harus dilewati sufi adalah tobat. Tobat adalah meminta ampun yang tidak membawa kembali dosa yang pernah dilakukannya. Tobat dalam dunia tasawuf adalah lupa kepada segala hal, kecuali kepada Allah SWT.b. ZuhudZuhud adalah meninggalkan dunia dan kehidupan materi. Kehidupan dunia hanya dipandang sebagai alat untuk merealisasikan tujuan yang hakiki yaitu dekat kepada Allah SWT. Zuhud merupakan tahap pemantapan tobat yang telah dilaluinya pada tahapan pertama. Zuhud termasuk salah satu ajaran agama yang sangat penting dalam rangka mengendalikan diri dari pengaruh kehidupan dunia. Orang yang zuhud lebih mengutamakan atau mengejar kebahagiaan hidupdi akhirat yang kekal dan abadi daripada mengejar kehidupan dunia yang fana dan sepintas lalu.c. WaraSetelah selesai dari zuhud, calon sufi memasuki tahapan wara. Secara harfiah, al-wara artinya saleh, menjauhkan diri dari perbuatan dosa. Kata ini selanjutnya mengandung arti menjauhi hal-hal yang tidak baik. Dalam pengertian sufi, al-wara adalah meninggalkan segala yang didalamnya terdapat keragu-raguan antara halal dan haram (syubhat).d. FakirSetelah melewati wara, seorang sufi akan meningkatkan kualitas ketasawufannya dengan berakhlak kefakiran. Secara harfiah, fakir biasanya diartikan sebagai orang yang bersahaja atau orang miskin. Sedangkan dalam pandangan sufi, fakir adalah bersyukur dengan apa yang ada pada diri kita, tidak meminta rezeki kecuali hanya untuk menjalanjkan kewajiban-kewajiban, dan tidak menolak rezeki yang ada.e. SabarSelanjutnya seorang sufi akan memasuki tahapan sabar. Menurut Zun al-Nun Al-Mishry, sabar artinya menjauhkan diri dari hal-hal yang bertentangan dengan kehendak Allah, tetap tenang ketika mendapat cobaan, dan menampakkan sikap cukup walaupun sebenarnya berada didalam kefkiran. Dikalangan para sufi, sabar dimaknai dengan sabar dalam menjalankan perintah-perintah Allah SWT, dan menjauhi segala larangannya serta sabar dalam menerima cobaan yang dilimpahkan pada diri kita.f. TawakalSetelah melewati tahapan kesabaran, seorang sufi memasuki tahapan tawakal. Tawakal adalah menyerahkan diri kepada qada dan keputusan Allah SWT, jika mendapat pemberian maka berterima kasih. Jika tidak mendapatka apa-apa, maka bersikap sabar dan menyerahkan kepada qada dan Allah SWT.g. KerelaanTahapan selanjutnya adalah rida atau rela, yaitu sikap dan prilaku tidak menentang terhadap qada dan qadar Allah melainkan menerima dengan senang hati sekecil apapun nikmat yangd iberikan oleh Allah, dan ikhlas menerima dan menghadapi sebesar apapun ujian yang diberikan oleh Allah SWT.h. MahabbahPada tahapan rida seorang sufi sudah dekat dengan Tuhan, dan rasa cinta ynag begitu kuat telah berhasil membawanya sampai ketahapan mahabbah (cinta illahiyah), yaitu cinta kepada Allah yang ditampilkan dengan sikapdan prilaku kepatuhan tanpa reserve (penyerahan diri secara total), serta dengan pengosongan hati dari segala sesuatu kecualiyang dikasihi, yaitu Allah. Sufi yang terkenal dalam mahabbah ini adalah Rabiah al-Adwaiyah (713-801 H) dari Basrah, Irak. Pada tahapan ini melalui cinta yang menggelora kepada Tuhan akan dibalas oleh Tuhan dan dapat melihat Tuhan dengan mata hatinya.i. MakrifahPada tahapan makrifah ini, tabiin yang memindahkan dirinya dekat dengan Tuhan telah terbuka. Makrifah berarti mengetahui Tuhan dari dekat sehinga hati semakin dapat melihat Tuhan, tapi aia belum puas dengan berhadapan. Sufi dalam tahapan ini ingin dekat lagi, bahkan ingin bersatu dengan Tuhan dan menjadikannya sebagai perantaraan hati sanubari.j. Al-Fana wal BaqaYaitu keinginan kaum sufi untuk lebih dekat lagi dengan Tuhan, bahkan bersatu dengan Tuhan melauli al-Fana (pengharuan) dan menghancurkan diri, maksudnya hancurnya perasaan atau kesadaran tentang adanya tubuh kasar manusia. Penghancuran dalam istilah sufi selalu diringi dengan baqa.k. Al-IttihadAl-ittihad dalam tasawuf adalah tercapainya kesatuan wujud rohaninya denga Tuhan. Dengan hancurnya kesadaran diri (fana an nafs) yaitu kalam wujud jasmaniahnya tidak ada atau tidak disadarinya lagi, maka yang akan tinggal adalah wujud rohaniahnya, maka pada saat itulah ia dapat bersatu dengan Tuhan. Jadi tingkat ittihad yaitu satu tingkatan tasawuf ketika seorang sufi merasa dirinya bersatu dengan Tuhan, sepri yang diungkapkan oleh kaum sufi berikut ini Aku adalah Engkau, Engkau adalah Aku, melalui diri-Nya aku berkata,Hai Aku. Disinilah sufi mencapai tujuan akhirnya sampai kepada Tuhan, bahkan menyatu dengan Tuhan.2.5 Fungsi dan Peranan Tasawuf dalam Kehidupan ModernA. Fungsi Tasawuf dalam Kehidupan ModernAl-Junaidal-Baghdadi yang dijuluki Bapak TAsawuf Modern menjelaskan tasawuf berfungsi membersihkan hati dari sifat yang menyamai binatang, menekan sifat kemanusiaan (basyariyah), menjauhi hawa nafsu dan memberikan tempat untuksifat rohaniahnya, serta berpegang teguh pada ilmu kebenaran.Padadasarnya hakikat tasawuf adalah mendekatkan dirikepada Allah SWT. Melalui penyucian diri dan perbuatan-perbuatan islam. Dapat dikatakan fungsi tasawauf dalam hidup antara lain sebagai berikut:a. Sebagai benteng pertahanan menghadapi budaya luar yang sifatnya menjerumuskan.b. Sebagai petunjuk beberapa jalan hidup pembangunan masyarakat dan ekonomi.c. Memperkuat posisi islam dalam kehidupan bermasyarakat, serta mengembangkan masyarakat islam yang lebih luas.B. Peranan Tasawuf dalam Kehidupan ModernKemajuan peradaban manusia dewasa ini ditandai dengan perkembangan ilmu pngetahuan dan teknologi (iptek). Makin maju perkembangan suatu masyarakat dan bangsa, maka makin maju pula segala aspek kehidupan modern. Kehidupan budaya modern saat ini telah mempengaruhi Negara-negara berkembang, termasuk Negara Indonesia khususnya di perkotaan. Akan tetapi, tidak semua kemajuan Negara ternyata membawa hasil yang positif, seperti dalam hal agama. Salah astu faktornya adalah timbulnya dekadensi moral atau keringnya pengalaman spiritual yang semakin mundur.Husen Nasr, ilmuwan dari Iran mengatakan pangkal terjadinya kekeringan spiritual akibat pintu masuknya tersumbat. Dengan menyempitkan pintu masuk bagi persepsi dan konsepsi spiritual, maka manusia modern seamkin berada pada garis tepi, sehingga tidak lagi memiliki etika dan estetika yang mengacu pada sumber illahi.Disinilah tasawuf berperan memberikan sumbangannyaterhadap konsep etika islam yang sesuai dengan syariat. Hadirnya tasawuf telah mengajarkan sikap-sikap hidup yang baik, yang merupakan inti ajaran etika, seperti kesederhanaan, sabar, ikhlas, tawakal, dan rida, serta melarang sikap-sikap yang buruk seperti mudah merampok, membunuh orang, dan makan babi. Tasawuf juga mengajarkan manusia untuk menjalankan hal-hal yang wajib, seperti ibadah sholat, puasa, berzakat, dan haji. Selain itu juga mengamalkan hal-hal yang sunnah dan menjauhi hal-hal yang makruh. Dengan demikian , untuk mengkaji konsep etika dalam islam harus diteluduri pada konsep tasawuf.Diantara peranan tasawuf dalam kehidupan modern, adalah sebagai berikut:a. Menjadikan manusia berkpribadian yang saleh dan berakhlak baikb. Lebih mendekatkan manusia kepada Tuhanc. Sebagai obat mengatasi krisis kerohanian manusia (dekadensi moral)2.6 Contoh-contoh Perilaku BertasawufOrang yang telah mempelajari ilmu tasawuf dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari akan tampak pada perilakunya sebagai berikut:1. Menyesali kesalahan yang diperbuatnya, bertobat denga sungguh-sungguh (taubatan nasuha), dan berjanji tidak akan mengulangi dosa atau kesalahan lagi.2. Mulai menjauhi diri dari matei dan dunia ramai. Tidak pernah meninggalkan ibadahnya kepada Allah, seperti shalat, puasa, membaca Al-Quran, dan zikir.3. Menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan syubhat dan tidak memakan makanan atau minuman yang tidak jelas kedudukan halal-haramnya.4. Menjalani hidup kefakiran. Kebutuhan hidupnya hanya sedikit dan ia tidak meminta kecuali hanya untuk dapat menjalankan kewajiban-kewajiban agamanya.5. Memilki sifat sabar yang luar biasa. Bukan hanya sabar dalam menjalankan perintah-perintah Allah yang berat dan menjauhi larangan-larangan-Nya, tapi juga sabar dalam menerima cobaan berat yang ditimpakan Allah kepadanya. Ia juga sabar dalam menderita.6. Menyerahkan diri sebulat-bulatnya kepada kehendak Allah. Ia tidak memikirkan hari esok, baginya cukup apa yang ada untuk hari ini.7. Tidak menentang cobaan dari Allah, bahkan ia menerima denga senang hati. Didalam hatinya tidak ada perasaan benci yang ada hanyalah perasaan senang. Ketika malapetaka turun, hatinya merasa senang dan didalamnya bergelora rasa cinta kepada Allah.2.7 Penerapan Tasawuf dalam Kehidupan ModernAmalan yang dapat kita teladani dari kehdupan Nabi saw, atau para sufi yang dikembangkan dalam kehidupan modern, antara lain sebagai berikut:1. Banyak BerzikirZikir yaitu menyebut-nyebut nama Allah, agar jiwa para sufi dipenuhi dengan nama-nama (asma) Allah. Zikir selalu digunakn oleh sufi juga dalam rangka pendekatan kepada Allah atau penyucian jiwa dari kotoran-kotoran (pengaruh-pengaruh jasmani). Dalam kehidupan modern, terutama diperkotan kehidupan masyarakatnya super sibuk, jalan macet, persaingan bisnis sangat ketat, tingkat kejahatan tinggi banyak manusia yang stress. Oleh sebab itu, zikir dapat diamalkan dalam kehidupan modern, yaitu dengan menyebut asma Allah sebanyak-banyaknya tanpa dihitung-hitung dan dilakukan dimana saja asal suci dan bersih.Zikir hakikatnya untuk mengingat Allah, dekat kepada Allah, bukti seseorang ingat dan sudah dekat kepada Allah adalah menjauhi segala larangan-Nya dan patuh terhadap segala perintah-Nya, seperti melaksanakan rukun islam, rukun iman, dan beamal saleh. Membaca, mempelajari, memahami, melaksanakan, mensyiarkan Al-Quran.2. ZuhudSufi mengajarkan bahwa kekayaan sebenarnya adalah bukan harta benda atau kesenangan dunia, melainkan kekayaan rohani. Tidak tertarik dengan perebutan harta benda karena memandang nilai rohani lebih tinggi. Pada kehidupan modern ini kita dapat mencontoh dari sufi sesungguhnya harta benda tidak akan dibawa pada saat ajal tiba. Harta tetap kita cari untuk kebutuhan hidup keluarga, membiayai anak-anak bersekolah, tentunya dengan yang halal, tidak membohongi, curang, atau mengambil hak orang lain.3. Berperilaku SederhanaSufi dalam kehidupan sehari-hari menampakkan kesederhanaan dalam hal rumah, pakaian, dan makanan. Orang hidup dizaman modern kehiduoan sederhana dapat mencontoh dari sufi, sepanjang kesederhanaannya itu tidak memberikan dampak keburukan. Contohnya makanan, walaupun sederhana tetapi tetap sehat dan bersih, demikian pula dengan tempat tinggal an pakaian tetap memperhatikan kebersihan dan kesehatan.4. Bekerja KerasMengembangkan konsep kerja keras sebagai salah satu cara dalam menerjemahkan kehendak Allah SWT. Bekerja keras dipandang sebagai upaya peningkatan kualitas potensi diri atau fitrah yang telah Allah berikan kepada semua makhluk-Nya. Bekerja keras dalam upaya menyucikan jiwa agardapat mendekatkan diri dengan sang pencipta.

BAB III PENUTUP3.1 KesimpulanTasawuf Islam adalah bersumber dari agama Islam sendiri, dari Alquran al-Karim, al-Hadits, contoh kehidupan Rasulullah SAW dan kehidupan para sahabat beliau. Dalam perkembangannya, tasawuf berasal dari sebuah gerakan zuhud yang kemudian berkembang menjadi suatu disiplin ilmu tersendiri, ada yang mengatakan tasawuf terpengaruh dari unsur Nasrani, Persia, India filsafat, dan lain sebagainya. Namun terlepas dari semua itu, pada kenyataannya tasawuf merupakan sebuah disiplin ilmu tersendiri yang maisng-masing zaman mempunyai corak dan karakteristiknya masing-masing.Pada awal pembentukannya yang dimulai sekitar abad I dan II Hijriyah, dengan tokoh-tokohnya yang bersinar antara lain Hasan al-Basri, Ibrahim bin Adham, Sufyan al-Sauri, dan Rabiah al-Adawiyah. Pada masa ini kata zuhud lebih populer ketimbang kata tasawuf.Kemudian tasawuf pada abad III dan IV Hijriyah lebih mengarahkan pada ciri psikomoral dan perhatiannya diarahkan pada moral serta tingkah laku sehingga sudah merupakan mazhab, bahkan seolah-olah agama yang berdiri sendiri. Ada 2 aliran yang berkembang yaitu tasawuf sunni dan tasawuf semi falsafi. Masa ini dinamakan dengan masa pengembangan.Pada masa konsolidasi ditandai kompetisi dan pertarungan antara tasawuf semi falsafi dengan tasawuf sunni. Tasawuf sunni memenangkan pertarungan dan berkembang sedemikian rupa.Kemudian pada abad VI Hijriyah tampillahtasawuf falsafi, yaitu tasawuf yang bercampur dengan ajaran filsafat, kompromi dalam pemakaian term-term filsafat yang maknanya disesuaikan dengan tasawuf.Selanjutnya pada masa pemurnian, tampillah Ibnu Taimiyah yang menentang ajaran-ajaran sufi yang dianggapnya menyeleweng dari ajaran Islam.Ibnu Taimiyah lebih cenderung bertasawuf sebagaimana yang pernah diajaran Rasulullah SAW, yakni menghayati ajaran Islam, tanpa mengikuti aliran thariqah tertentu, dan tetap melibatkan diri dalam kegiatan sosial, sebagaimana manusia pada umumnya.

3.2 SaranSebagai umat islam sudah sepatutnya kita menjalankan kewajiban kita sebagai orang muslim. Dari pembahasan diatas penulis dapat sedikit menyarankan agar lebih menghargai dan lebih bersyukur dengan apa yang telah kita miliki sekarang, sehingga kita dapat terhindar dari sikap riya, iri hati, dengki dsb. Kita juga wajib menjalankan apa-apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi yang dilarang-Nya, serta yang perlu diingat hidup di dunia ini hanya sementara maka dari itu perbanyaklah ibadah serta amal soleh sebagai bekal hidup kelak di akhirat yang kekal dan abadi.

DAFTAR PUSTAKA1. Permadi. 2004. Pengantar Ilmu Tasawuf. Jakarta : PT.RINEKA CIPTA, (anggota IKAPI).2. Tohir, Moenir Nahrowi. 2012. Menjelajahi Eksistensi Tasawuf, Meniti Jalan Menuju Tuhan. Jakarta : PT. As-Salam Sejahtera3. Syukur, Amin. 1999. Menggugat Tasawuf:sufisme dan tanggung jawab sosial abad 21.Yogyakarta : PUSTAKA PELAJAR4. Syukur, Amin; dan Masyharuddin. 2002. Intelektualisme Tasawuf, Studi Intelektualisme Tasawuf Al-Ghazali. Yogyakarta : PUSTAKA PELAJAR (anggota IKAPI).5. Jalaludin. 2009. Pendahuluan. http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/127266-RB07C175r-Refleksi%20Jalaluddin-Pendahuluan.pdf.(diakses pada tanggal 20 Maret 2015, pukul 20.00)6. Margiono. 2011. Akidah Akhlak. Jakarta: Yudhistira.