bab 2.doc
TRANSCRIPT
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini kami menguraikan sesuai dengan latar belakang yang ada yaitu
tentang (1) Konsep Posyandu, (2) Konsep Kepuasan, dan (3) Konsep Kinerja
kerja.
2.1 Posyandu
Posyandu adalah sistem pelayanan yang di padukan antara satu program
dengan program lainnya yang merupakan forum komunikasi pelayanan terpadu
dan dinamis , seperti halnya program KB dengan kesehatan atau berbagai program
lainnya yang berkaitan dengan progaram masyarakat ( BKKBN , 1998 ) .
Tujuan posyandu adalah untuk mempercepat penurunan angka kematian
bayi, balita dan angka kelahiran , serta meningkatkan pengembangan anak dalam
rangka mempercepat terwujudnya norma keluarga kecil, bahagia dan sejahtera,
sebagai salah satu upaya mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal
( BKKBN ,1989 )
Posyandu di rencanakan dan di kembangkan kader bersama Kepala Desa
dan Lembaga Kesehatan Masyarakat Desa ( LKDM ) dengan mendapat
bimbingan dari tim pembina LKMD tingkat Kecamatan dan penyelenggaraannya
di lakukan oleh kader yang terlatih di bidang keluarga berencana serta kesehatan
yang berasal dari PKK, tokoh masyarakat, pemuda dan lain lain dengan
bimbingan tim pembina LKMD tingkat kecamatan ( Depkes RI , 1986 ).
6
Menurut Effendy ( 1995 ) sasaran dari kegiatan posyandu meliputi berbagai
bidang di antaranya :
1. Bayi berusia kurang dari 1tahun
2. Anak balita usia 1 sampai dengan 5 tahun
3. Ibu hamil , ibu menyusui dan ibu balita
4. Wanita usia subur.
Adapun pola pelayanan kesehatan yang terdapat di posyandu mencakup
beberapa bidang :
1. Pemeliharaan kesehatan bayi dan anak balita meliputi :
a. penimbangan bulanan bayi dan anak balita.
b. perbaikan gizi.
c. pencegahan terhadap penyakit terutama imunisasi dasar.
d. pengobatan penyakit , khususnya penanggulangan diare.
e. penyuluhan baik untuk kelompok atau perseorangan.
2. Pemeliharaan kesehatan ibu hamil , menyusui dan pasangan usia subur :
a. Perbaikan gizi.
b. Pencegahan terhadap penyakit , terutama imunisasi TT.
c. Pengobatan penyakit.
d. Pelayanan kontrasepsi.
e. Penyuluhan , baik itu kelompok dan perseorangan.
Dalam pelaksanaan posyandu di lapangan dapat di lakukan dengan
menggunakan sistem lima meja yang dapat di uraikan sebagai berikut :
7
1. Meja 1 meliputi :
- Pendaftaran
- Pencatatan bayi
- Pencatatan balita
- Pencatatan ibu hamil
- Pencatatan ibu menyusui
- Pencatatan pasangan usia subur
2. Meja 2 meliputi :
- Penimbangan balita
- Penimbangan ibu hamil
3. Meja 3 meliputi :
- Pengisian KMS
4. Meja 4 meliputi :
a. Mengenal balita berdasarkan hasil penimbangan berat badan naik atau
tidak , di ikuti dengan pemberian makanan tambahan , oralit dan vitamin
A dosis tinggi.
b. Terhadap ibu hamil daengan resiko tinggi, di ikuti dengan pemberian
tablet besi .
c. Terhadap pasangan usia subur agar menjadi peserta KB lestari di ikuti
dengan pemberian kondom serta pil.
5. Meja 5 meliputi :
Pelayanan KIA, KB, imunisasi dan pengobatan, serta pelayanan lain sesuai
dengan kebutuhan setempat ( Effendy, 1995 ).
8
2.1.1 Persyaratan Posyandu
1) Penduduk RT paling sedikit 100 orang penduduk.
2) Terdiri dari 120 kepala keluarga.
3) Di sesuaikan dengan kemampuan petugas.
4) Jarak antara kelompok , jumlah KK dalam satu tempat atau kelompok
tidak jauh (Effendy,1995).
2.1.2 Penyelenggara
1). Pelaksana kegiatan
Adalah anggota masyarakat yang telah di latih menjadi kader kesehatan
setempat di bawah bimbingan Puskesmas
2). Pengelola posyandu
Adalah pengurus yang di bentuk oleh ketua RW yang berasal dari kader
PKK, tokoh masyarakat formal dan informasi serta kader kesehatan yang
ada di wilayah tersebut (Effendi, 1998).
2.1.3 Sejarah berdirimya posyandu
Salah satu bentuk pendekatan dan partisipasi masyarakat, dan yang telah
menjadi kesepakatan global adalah Primary Health Care (PHC). Pembangunan
Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) dan posyandu sebagai pelayanan yang
melibatkan partisipasi masyarakat. Sidang kesehatan sedunia (World Health
Essembly) tahun 1997 melahirkan kesepakatan global untuk mencapai kesehatan
bagi semua (KBS) pada tahun 2000.Yakni tercapainya suatu derajat kesehatan
yang optimal yang memungkinkan setiap orang hidup produktif baik secara sosial
maupun ekonomi. Selanjutnya pada tahun 1978, dalam suatu konfrensi di Alma
Ata, di tetapkan prinsip-prinsip Primary Health Care (PHC) sebagai pendekatan
9
atau strategi global guna mencapai kesehatan bagi semua (KBS) dan Indonesia
ikut menandatangani, menyatakan bahwa untuk mencapai Health For All pada
tahun 2000 Primary Health Care adalah kuncinya. Sedangkan pembangunan
masyarakat Desa adalah suatu bentuk operasianal PHC.Kebijakan pembangunan
kesehatan dalam konteks PHC/PKMD, diawali dengan pasca perang
kemerdekaan. Tahun 1960 lahirnya Undang-Undang Nomer 9 tahun 1960, Pokok-
pokok kesehatan : “ Tiap-tiap warga negara berhak mencapai derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya dan wajib di ikut sertakan dalam kegiatan yang di
selenggarakan oleh pemerintah”
Pelita I
1. Perbaikan kesehatan rakyat di pandang sebagai upaya yang
meningkatkan kesehatan untuk meningkatkan produktifitas penduduk.
2. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari
pembangunan nasional.
3. Pelayanan kesehatan melalui puskesmas.
Pelita II
1. Trilogi pembangunan isinya diantaranya adalah meningkatkan kesadaran
untuk meningkatkan jangkauan kesehatan.
2. Kesadaran akan keterlibatan partisipasi mesyarakat dalam bidang
kesehatan.
3. Pengembangan pembangunan kesehatan masyarakat desa (PKMD) tahun
1975 yang merupakan wujud operasinal dari primary health care (PHC)
melalui pendekatan edukatif.
10
Pelita III
Tahun 1982 lahirnya sistem kesehatan nasional, yang menekankan pada :
1. Pendekatan ke sisteman.
2. Pendekatan kemasyarakatan.
3. Kerjasama lintas program dan lintas sektoral.
4. Melibatkan peran serta masyarakat.
5. Menekankan pada pendekatan promotif dan preventif.
Pelita IV
1. PHC atau PKMD diwarnai dengan prioritas untuk menurunkan tingkat
kematian bayi, anak dan ibu serta menurunkan tingkat kelahiran.
2. Menyelenggarakan program posyandu disetiap Desa.
Pelita V
1. Meningkatkan mutu posyandu.
2. Melaksanakan lima kegiatan posyandu (pasca krida posyandu).
a. Kesehatan ibu dan anak.
b. Keluarga berencana.
c. Imunisasi.
d. Perbaikan gizi.
e. Penanggulangan diare
3. Sapta krida posyandu (tujuh kegiatan) dengan penambahan kegiatan :
f. Sanitasi dasar.
g. Penyediaan obat esensial. (Effendi, 1998).
11
2.2 Kepuasan Pasien
Menurut Philip Kotler dalam bukunya “ Marketing Manajement”
memberikan definisi tentang kepuasan pelanggan, kepuasan adalah perasaan
senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya
terhadap kinerja atau hasil suatu produk dan harapan – harapannya.
Dengan demikian tingkat kepuasan adalah : suatu fungsi dari perbedaan
antara penampilan yang di rasakan dan harapan. Ada tiga tingkat kepuasan, bila
penampilan kurang dari harapan, pelanggan tidak di puaskan. Bila penampilan
sebanding dengan harapan, pelanggan puas. Apabila penampilan melebihi
harapan, pelanggan amat puas atau senang.
2.2.1 Peranan Kepuasan Pasien
Kepuasan pasien adalah tingkat kepuasan pelayanan pasien dari persepsi
pasien atau keluarga terdekat. Kepuasan akan tercapai apabila di peroleh hasil
yang optimal, bagi setiap pasien dan pelayanan kesehatan memperhatikan
kemampuan pasien atau keluarganya. Ada perhatian terhadap keluhan, kondisi
lingkungan fisik, dan tanggap atau memprioritaskan kebutuhan pasien, sehingga
tercapai keseimbangan yang sebaik baiknya, antara tingkat rasa puas atau hasil
serta jerih payah yang harus di alami guna memperoleh hasil tersebut (Soejadi,
1996).
2.2.2 Faktor-Faktor yang mempengaruhi kepuasan atau ketidakpuasan pasien.
Menurut Wijono D. (1999) salah satu dari Out came penggunaan
pengalaman pelanggan adalah: kepuasan atau ketidak puasan terhadap produk
atau jasa pelanggan, positif atau negative berdasarkan pengalamannya. Satu
langkah lebih maju dari membandingkan penggunaan pengalaman(nilai riil)
12
terhadap beberapa standar dan nilai yang di harapkan atau di antisipasi. Puas atau
tidak puas tergantung pada : (a). sikapnya terhadap ketidaksesuaian (rasa senang
atu tidak senang). (b). tingkatan dari evaluasi baik atau tidak baik untuk dirinya
melebihi atau di bawah standart.
Kepuasan pasien di pengaruhi oleh banyak faktor antara lain yang
bersangkutan dengan (1). Pendekatan dan perilaku petugas, perasan pasien
terutama pada saat pertama kali datang. (2). Mutu informasi yang di terima
seperti, apa saja yang di kerjakan, apa saja yang dapat di harapkan. (3). Prosedur
perjanjian.(4). Waktu tunggu. (5). Fasilitas umum yang tersedia.(6). Fasilitas
perhotelan untuk pasien seperti mutu makanan, Privacy dan pengaturan
kunjungan (7). Out Came terapi dan perawatan yang di terima.(Wijono D, 1999).
Alma Buchari (2000). Menyebutkan faktor-faktor yang dapat menyebabkan
rasa ketidakpuasan pelanggan: (a). tidak sesuai antara harapan dan kenyataan yang
di alami (b). layanan selama proses menikmati jasa tidak memuaskan (c). perilaku
personel tidak atau kurang memuaskan (d). suasana dan kondisi fisik tidak
menunjang (e). Cost terlalu tinggi, karena jarak terlalu jauh, banyak waktu
terbuang dan harga terlalu tinggi (f). promosi atau iklan terlalu muluk tidak sesuai
dengan kenyataan.
Menurut From (Cit . Marthen , 1996). Kepuasan adalah terbebasnya
ketegangan, kesenangan yang sangat atau berlebihan dan yang di peroleh secara
psikologis . Dalam konteks medis kepuasan pasien dapat di bedakan menjadi dua
2 bagian besar : (1). kepuasan yang mengacu hanya pada penerapan kode etik
serta standard pemberi pelayanan (2). kepuasan yang mencakup pada semua
persyaratan kesehatan yang meliputi persediaan pelayanan kesehatan , kewajaran
13
pelayanan kesehatan, kesinambungan pelayanan kesehatan, ketercapaian
pelayanan kesehatan , keterjangkauan pelayanan kesehatan, efesiensi pelayanan
kesehatan dan mutu pelayanan kesehatan. ( Azwar , 1994 ). Pasien akan lebih
puas apabila tempat pelayanan kesehatan mudah tercapai , kualitas hubungan
antar pribadi baik dan kualitas pelayanan baik. (Wiryanto, 1991).
Kepuasan konsumen atau pelanggan ialah suatu bentuk perasaan seseorang
yang mendapatkan pengalaman kinerja atau hasil yang telah memenuhi
harapannya. Kepuasan merupakan suatu fungsi bertingkat secara relatif dari suatu
harapan dan hasil yang di terima. Seseorang akan memiliki pengalaman dalam
satu atau tiga jenis kepuasan, jika yang di peroleh melebihi dari hasil yang di
harapkan, maka orang tersebut akan memperoleh tingkat kepuasan yang tinggi,
dan jika yang di terimanya sesuai dengan apa yang di harapkan maka orang
tersebut akan merasa puas dan jika hasil yang di terimanya tidak sesuai dengan
apa yang di harapkan maka orang tersebut akan merasa kecewa. Soejati ( Cit.
Marthen , 1996).
2.2.3 Dimensi kepuasan
Menurut Azwar (1996) bahwa dimensi kepuasan dapat dibedakan
menjadi dua :
1. Kepuasan yang mengacu pada penerapan standar dan kode
etik profesi.
Kepuasan pemakai jasa kesehatan terbatas hanya pada kesesuaian dengan
standar serta kode etik profesi saja. Suatu pelayanan kesehatan di sebut sebagai
pelayanan kesehatan yang bermutu apabila penerapan standar dan kode etik dapat
14
memuaskan pasien. Menurut Azwar (1996), ukuran-ukuran yang dimaksud pada
dasarnya mencakup penilaian terhadap kepuasan pasien mengenai :
(1) Hubungan tenaga pelayanan kesehatan posyandu -pasien
Terbinanya hubungan dokter atau perawat- pasien yang baik adalah salah
satu dari kewajiban etik. Sangat diharapkan apabila perawat dapat dan
bersedia memberikan perhatian yang cukup kepada pasiennya secara pribadi,
menampung dan mendengarkan segala keluhan, serta menjawab dan
memberikan keterangan yang sejelas-jelasnya tentang segala hal yang ingin
diketahui oleh pasien.
(2) Kenyamanan pelayanan
Kenyamanan yang dimaksud disini tidak hanya yang menyangkut
fasilitas yang disediakan, tetapi terpenting lagi menyangkut sikap serta
tindakan para pelaksana ketika menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
(3) Kebebasan melakukan pilihan
Suatu pelayanan kesehatan disebut bermutu bila kebebasan memilih ini
dapat diberikan dan karena itu harus dapat dilaksanakan oleh setiap
penyelenggara pelayanan kesehatan.
(4) Pengetahuan dan kompetensi tekhnis
Suatu pelayanan kesehatan disebut semakin tinggi tingkat pengetahuan
dan kompetensi tekhnis tersebut, maka makin tinggi pula mutu pelayanan
kesehatan.
15
(5) Efektifitas pelayanan
Makin efektif pelayanan kesehatan, makin tinggi pula mutu pelayanan
kesehatan.
(6) Keamanan tindakan
Untuk dapat terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, aspek
keamanan tindakan ini harus diperhatikan. Pelayanan kesehatan yang
membahayakan pasien bukanlah pelayanan yang baik dan karena itu tidaklah
boleh dilakukan.
2. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan
kesehatan.
(1) Ketersediaan pelayanan kesehatan.
Pelayanan kesehatan dikatakan bermutu bila pelayanan kesehatan
tersebut tersedia di masyarakat
(2) Kewajaran pelayanan kesehatan.
Pelayanan kesehatan dikatakan bermutu bila pelayanan kesehatan
tersebut bersifat wajar dalam arti dapat mengatasi masalah kesehatan yang
dihadapi.
(3) Kesinambungan pelayanan kesehatan.
Pelayanan kesehatan dikatakan bermutu, bila pelayanan kesehatan
tersebut bersifat berkesinambungan dalam arti tersedia setiap saat baik
menurut waktu, ataupun kebutuhan pelayanan kesehatan.
16
(4) Penerimaan pelayanan kesehatan.
Untuk dapat menjamin munculnya kepuasan yang terkait dengan mutu
pelayanan, maka pelayanan kesehatan tersebut harus dapat diupayakan
sehingga diterima oleh pemakai jasa pelayanan.
(5) Ketercapaian pelayanan kesehatan.
Pelayanan kesehatan yang lokasinya terlalu jauh dari daerah tempat
tinggal tentu tidak mudah dicapai. Apabila keadaan ini sampai terjadi, tentu
tidak akan memuaskan pasien, maka disebut suatu pelayanan kesehatan
bermutu apabila pelayanan tersebut dapat dicapai oleh pemakai jasa
pelayanan kesehatan itu.
(6) Keterjangkauan pelayanan kesehatan.
Menurut Azwar (1996) keterjangkauan pelayanan kesehatan erat
hubungannya dengan kepuasan pasien dan kepuasan pasien berhubungan
dengan mutu pelayanan. Maka suatu pelayanan disebut bermutu apabila
pelayanan tersebut dapat dijangkau oleh pemakai jasa pelayanan kesehatan.
(7) Efisiensi pelayanan kesehatan.
Menurut Azwar (1996) puas atau tidaknya pemakai jasa pelayanan
mempunyai kaitan yang erat dengan baik atau tidaknya mutu pelayanan maka
suatu pelayanan kesehatan disebut bermutu apabila pelayanan tersebut
diselenggarakan secara efisien.
(8) Mutu pelayanan kesehatan.
Mutu pelayanan kesehatan yang dimaksud disini adalah yang
menunjukkan pada kesembuhan penyakit serta keamanan tindakan, yang
17
apabila berhasil diwujudkan pasti akan memuaskan pasien, maka suatu
pelayanan kesehatan disebut bermutu apabila pelayanan tersebut dapat
menyembuhkan pasien serta tindakan yang dilakukan aman.
Donabedian (1987 ) menyatakan bahwa mutu pelayanan adalah meliputi
interaksi antara pembeli pelayanan kesehatan, konstribusi klien dalam pelayanan,
kenyamanan pelayanan dan akses akses terhadap fasilitas pelayanan.
Penilaian terhadap mutu pelayanan yang berkaitan dengan kepuasan pasien dapat
di lihat dalam lima dimensi yang coba di kembangkan oleh parasuraman, 1988 :
1. Tangibles ( keadaan yang ada, kenyataan sarana yang ada )
Meliputi penampilan fisik, peralatan dan berbagai materi komunikasi.
Kelancaran pelayanan kesehatan posyandu di pengaruhi oleh beberapa aspek
antara lain adalah : sumber daya manusia yang memadai baik kuantitas maupun
kualitasnya, tersedianya berbagai sumber atau fasilitas yang mendukung
pencapaian kualitas pelayanan yang di berikan (Nurachmah, 2001).Jasa pelayanan
kesehatan di seluruh dunia selalu kekurangan sumber daya. Di antara berbagai
keperluan harus di terapkan prioritas, dan keperluan harus disesuaikan dengan
sumber daya yang ada. Untuk itu harus di buat perkiraan- biaya sebelum formulir
pemesanan di lengkapi.( Manajemen Pelayanan Kesehatan Primer, 1999)
2. Realibility ( dapat di percaya ).
Yakni kemampuan untuk memberikan jasa sesuai dengan yang di janjikan
terpecaya dan akurat, konsisten dan kesesuaian pelayanan. Pelayanan yang di
berikan kepada pasien merupakan bentuk pelayanan yang profesianal yang
berfokus pada berbagai kegiatan pemenuhan kebutuhan pasien ( Nurachmah,
2001)
18
3. Responsiveness ( ketanggapan atau tanggung jawab )
Yakni kemauan para petugas kesehatan untuk membantu para pasien dan
memberikan pelayanan dengan cepat, serta mendengarkan dan mengatasi keluhan
yang di ajukan pasien, pasien dapat informasi secara lengkap dan jelas tentang
kondisi kesehatannya. (Nurachmah, 2001).
4. Assurance ( kepastian atau jaminan )
Mencakup kemampuan para petugas kesehatan untuk menimbulkan
keyakinan dan kepercayaan terhadap janji yang telah di kemukakan kepada
pelanggan. Bentuk pelayanan ini seyogyanya di berikan oleh para petugas
kesehatan yang memiliki kemampuan serta sikap daan kepribadian yang sesuai
dengan tuntutan perkembangan profesi yang ada. Seorang petugas kesehatan
harus mempunyai kemampuan yang cukup dalam menjawab pertanyaan pasien,
mampu memberikan kepercayaan kepada pasien dan keluarga, mampu menjaga
kesopanan dalam memberikan pelayanan kesehatan.
5. Empathy ( perhatian )
Kesediaan para petugas kesehatan untuk peduli memberikan perhatian secara
pribadi pada pasien. Stuart dan Sundeen 1997 yang di kutip Keliat 1992
menyatakan empathy adalah memandang pasien melalui pasien sendiri (internal),
peka terhadap perasaan pasien saat ini, dapat mengidentifikasi masalah pasien dan
memberikan alternative pemecahan pada pasien sesuai dengan ilmu dan
pengalaman para petugas kesehatan yang di milikinya. Hubungan antara para
petugas dengan pasien adalah suatu bentuk hubungan terapiutik/ professional dan
timbal balik yang bertujuan untuk meningkatkan efektifitas hasil suatu tindakan
19
melalui suatu proses pembinaan, pemahaman tentang dua pihak yang sedang
berhubungan.(Nurachmah 2001).
2.2.4 Mengukur mutu dan kepuasan pelanggan
Menurut Gerson, Ricart F. (2002) menyatakan bahwa Terdapat berbagai
jenis alat untuk mengukur mutu dan kepuasan pelanggan, dan banyak di antaranya
bisa di fungsikan secara bergantian. Meskipun demikian, ada seperangkat yang
terdiri dari 7 alat “ dasar” untuk mengukur mutu. Alat tersebut adalah :
1) Lembar periksa
Lembar periksa merupakan sebuah cara mudah untuk memahami seberapa
sering munculnya mutu yang buruk, atau terjadinya kepuasan dan ketidakpuasan
pelanggan. Dalam bentuk kolom–kolom alat ini di rancang untuk mengidentifikasi
berbagai peristiwa yang di teliti bersama dengan periode waktunya. Kemudian,
data di kumpulkan dalam masing-masing bidang kejadian dan di beri tanda dalam
kolom periode waktu. Kolom total di gunakan untuk menyimpulkan keseluruhan
proses pengukuran.
2) Diagram pareto
Bagan pareto adalah grafik balok-balok vertikal yang membantu anda
mengidentifikasi mutu dan kepuasan pelanggan, menurut frekuensi kejadianya.
grafik tersebut juga bisa membantu anda menentukan masalah-masalah apa yang
harus di pecahkan dan dalam urutan yang bagaimana. Dengan bagan pareto, anda
dengan mudah bisa melihat bagaimana masalah yang tampaknya kecil bisa
menyebabkan masalah besar, dan bagaiman kesalahan tersebut menyita banyak
perhatian anda. Bagan pareto berdasarkan pada metode pengumpulan data seperti
pada lembar periksa, distribusi berulang, atau observasi partisipasi.
20
Untuk menyusun bagan pareto, pertama- tama anda harus mengidentifikasi
masalah yang akan di kaji, kemudian memutuskan unit pengukuranya.
Kumpulkan data dalam periode waktu tertentu, dan kemudian gambarkan hasilnya
dalam bentuk sebuah grafik menurut urutan prioritasnya dengan pertama-tama
menggambar masalah yang paling sering terjadi (tampak dari balok yang paling
tinggi) dan masalah-masalah yang muncul berikutnya. Bagan tersebut
memberikan bagaimana sebuah presentasi kecil aktifitas (biasanya 20%)
menyebabkan presentasi besar ( biasanya 80%) masalah mutu. Oleh karena itu,
prinsip pareto juga di kenal sebagai hokum 80/20, dan bagan tersebut akan
menjelaskan secara visual.
3) Histogram
Histogram juga bagan balok vertikal, seperti bagan pareto tetapi dengan satu
perbedaan mendasar. Histogram menunjukan informasi numerik mengenai
frekuensi distribusi data, sementara bagan pareto menjelaskan karakteristik
prodak, proses, atau jasa. Sebagai contoh, jika anda mencoba menggambarkan
secara grafis banyaknya jumlah hari-hari sakit karyawan dalam periode satu
tahun,anda perlu mengumpulkan data mengenai waktu sakit dalam format lembar
periksa.Kemudian, anda menyusun peringkat untuk data tersebut, cukup dengan
memilah jumlah hari sakit paling sedikit dengan jumlah hari sakit paling banyak.
Lalu tentukan berapa besarnya interval (kolom pada grafik balok) yang anda
inginkan untuk menunjukan data. Bagilah jumlah interval kedalam peringkat
untuk menentukan besarnya masing- masing interval. Jumlah interval menentukan
ukuran interval dan berapa jumlah data yang akan masuk dalam interval tersebut.
Berikutnya, tetapkan sekala yang akan anda gunakan untuk poros vertikal (poros
21
Y) dan kemudian setelah menggambarkannya dalam histogram, hitunglah ukuran
tendensi sentralnya.
4) Diagram tebar ( Diagram korelasi )
Diagram tebar di gunakan untuk memepelajari hubungan potensial antara dua
variabel. Diagram ini di gunakan untuk menguji kemungkinan hubungan korelasi.
Jika terdapat hubungan, maka perubahan pada satu variabel akan segera di ikuti
oleh perubahan variabel lainnya.
Untuk membuat diagram tebar, identifikasi dua variabel yang ingin di kaji. Beri
judul sumbu X dengan nama salah satu variabel dan sumbu Y dengan nama
variabel lainnya.Variabel yang di selidiki sebagai variabel yang kemungkinan
menjadi penyebab dalam hubungan tersebut biasanya di letakkan pada sumbu X
(horizontal).
Kumpulkan data dan buat masing- masing titik data. Lihat diagram dan perhatikan
bagaimana “ sebaran “ masing–masing titik pada grafik tersebut.Semakin
berdekatan titik- titik tersebut untuk membentuk garis lurus, maka semakin kuat
hubungan dua variabel tersebut. Lihatlah gambar hubungan positif, hubungan
negative, dan tidak ada hubungan.
Hubungan positif terjadi bila Y meningkat dan X meningkat pula: Grafik berawal
dari kiri bawah menuju kanan atas. Hubungan negative terjadi jika X menurun
sedang Y meningkat : grafik berawal dari kiri atas menuju kanan bawah. Tidak
ada hubungan terjadi jika titik tersebar ke seluruh bagianh grafik.
5) Diagram sebab-akibat
Diagram sebab-akibat juga di kenal sebagai diagram tulang ikan karena
bentuk tampilannya mirip kerangka tulang ikan. Bentuk paling sederhana dari
22
diagram ini adalah menemukan dampak final dan berusaha menentukan sebab-
sebabnya dengan cara memecah sebab-sebab tersebut kadalam berbagai katagori.
Kategori standar (penyebab utamanya ) adalah tenaga kerja atau orang, mesin atau
peralatan, bahan atau pasokan, dan metode atau proses. Masing-masing katagori
tersebut di letakkan pada tulang atau tulang punggung sehingga keseluruhan
diagram tampak seperti kerangka tulang ikan.
6) Grafik, Run Chart dan Bagan Kembali
Semua grafik menggambarkan data pengukuran anda secara visual. Mungkin
anda sudah amat kenal dengan beberapa jenis grafik: Grafik balok ( baik vertikal
maupun horizontal ), bagan pie,Grafik garis, dan grafik balok bertumpuk. Bagan
pareto dan histogram juga merupakan jenis grafik. Fungsi grafik menyajikan
kepada pembaca sekumpulan data dalam bentuk gambar.
Run Chart adalah grafik garis. Run Chart merupakan koleksi poin-poin data
(pengukuran) dalam periode waktu tertentu yang di gambarkan dalam grafik,
anda juga bisa memasukkan sebuah garis lurus dalam bagan tersebut untuk
menggambarkan rata-rata keseluruhan data pengukuran.
Bagan kendali membantu anda menetapkan mutu tetapi tidak menemukan
penyebab yang mendasari proses tersebut. (Untuk mengetahui anda harus
menggunakan tehnik alin). Bagan kontrol juga membantu anda menentukan
besarnya variabilitas yang terjadi dalam proses. Variabilitas bisa juga bersifat acak
( sewaktu-waktu) atau assignable. Variabilitas acak diharapkan muncul ketika
proses berjalan dalam batas kendali statistik. Penyebab acak selalu muncul,
melekat dalam sifat proses, tidak bisa di identifikasi atau di hilangkan, dan tidak
mungkin untuk mengendalikannya karena sifatnya tidak di ketahui.
23
7) Stratifikasi
Stratifikasi adalah metode untuk membuat pengumpulan dan pelaporan data
pengumpulan lebih menjadi akurat. Adakalanya data itu sendiri menutupi sumber
data individual dari suatu data. Sebagai contoh, run chart menggambarkan jumlah
keseluruhan barang yang di kembalikan oleh pembeli. Meskipun demikian,
mungkin anda ingin mengetahui barang apa yang paling banyak di kembalikan. Di
sinilah metode stratifikasi di perlukan. Pecahlah data kedalam beberapa katagori,
seperti jenis, lokasi, ukuran, departemen, jarak dan sebagainya. Dengan
Pembagian ini memungkinkan anda untuk menentukan secara lebih jelas dan tepat
bidang-bidang yang perlu di perbaiki mutunya.
Dari model yang coba di kembangkan oleh Parasuraman, maka kualitas
pelayanan dapat di ukur dengan membandingkan persepsi antara pelayanan yang
di harapkan dengan pelayanan yang di terima dan di rasakan oleh konsumen.
Apabila mutu pelayanan yang di terima atau di rasakan sesuai yang di harapkan,
maka kualitas pelayanan yang di persepsikan baik dan memuaskan. Jika kualitas
pelayanan yang di terima melampui harapan pelannggan, maka kualitas pelayanan
di persepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya jika kualitas pelayanan
yang terima lebih rendah dari pada yang di harapkan, maka kualitas pelayanan
yang di peresepsikan buruk (Parasuraman , 1988)
Dengan demikian untuk mengukur baik buruknya suatu kualitas pelayana
tergantung pada kemampuan penyedia pelayanan kesehatan dalam memenuhi
harapan pelanggan secara efesien dan konsisten ( Soejadi , 1996).
24
2.3 Konsep Kinerja Kerja
2.3.1 Pengertian
Performance diterjemahkan menjadi kinerja, juga berarti prestasi kerja,
pelaksanaan kerja, pencapaiana kerja atau hasil kerja, penampilan kerja
(L.A.N, 1992 dikutip oleh Sedarmayanti, 2001).
August W. Smith (1982), menyatakan bahwa performance atau kinerja
adalah “Output drive from processes, human or otherwise”, jadi dikatakan bahwa
kinerja merupakan hasil atau keluaran dari suatu proses.
Pengertian kinerja menurut Mangkunegara A.A (2001), adalah hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seorang karyawan dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Sedangkan berdasarkan teori psykology job performance adalah tingkah laku
seseorang sehingga ia menghasilkan sesuatu yang menjadi tujuan dari
pekerjaannya. Menurut Maieer dikutip oleh M. As,ad, 2001. Mengemukakan
bahwa perbedaan kinerja antara individu dengan individu yang lain dipengaruhi
oleh karakteristik individu itu sendiri. Disamping itu, orang yang sama
menghasilkan kinerja yang berbeda didalam situasi yang berbeda pula.
2.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
Perilaku yang berhubungan dengan kinerja dipengaruhi oleh dua faktor,
yaitu (1) faktor individu (2) faktor lingkungan (Gibson, 1996).
Faktor individu meliputi : Latar belakang pendidikan, masa kerja, dorongan,
sikap, kemampuan dan keterampilan, persepsi, umur, jenis kelamin, keragaman
ras, pembelajaran dan kepribadian individu. Sedangkan faktor lingkungan
25
meliputi : fungsi kepemimpinan, kejelasan tentang desain pekerjaan, kebijakan
dan aturan, penghargaan atau imbalan, sangsi dan tingkat stres.
1. Faktor individu
a. Pendidikan
Yang dimaksud pendidikan disini adalah pendidikan formil di sekolah-
sekolah ataupun kursus. Didalam bekerja seringkali faktor pendidikan merupakan
syarat paling pokok untuk fungsi-fungsi tertentu sehingga dapat tercapainya
kesuksesan dalam bekerja. Dengan demikian pada pekerjaan tertentu, pendidikan
akademis sudah tercukupi, akan tetapi pada pekerjaan lainnya menuntut jenjang
pendidikan yang lebih tinggi, sehingga jenjang pendidikan seseorang harus sesuai
dengan jabatan yang dipegang. (M. As’ad, 2001).
b. Pengalaman kerja
Melalui pengalaman kerja, pekerja mengembangkan sikap mengenai
tinjauan prestasi, kemampuan memimpin, rancangan kerja dan evaluasi kelompok
kerja. Pengalaman terdahulu menyebabkan beberapa sikap individu terhadap
kinerja, loyalitas dan komitmen terhadap pekerjannya (Gibson, 1996).
c. Sikap
Sikap adalah perasaan positif atau negatif atau keadaan mental yang selalu
dipersiapkan, dipelajari dan diatur melalui pengalaman yang memberikan
pengaruh khusus pada respon seseorang terhadap orang, obyek dan keadaan.
Setiap individu mempunyai sikap terhadap sejumlah topik mengenai serikat
pekerja, latihan, tujuan, karier dan hubungan teman. Teori lain tentang sikap
menyatakan bahwa seseorang yang mempunyai sikap yang terstruktur merupakan
gabungan dari komponen efektif, kognitif dan prilaku yang saling berhubungan,
26
bila terjadi perubahan pada satu komponen maka akan terjadi perubahan yang
cepat pada komponen yang lainnya. Jadi afeksi, kognisi dan perilaku menentukan
sikap dan sebaliknya sikap dapat menentukan afeksi, kongnisi dan perilaku
individu (Gibson,1996).
d. Kemampuan kerja
Kemampuan adalah sifat biologis yang bisa dipelajari dan memungkinkan
seseorang melakukan sesuatu yang baik, yang bersifat fisik maupun mental.
Secara psikologis, kemampuan (ability) seseorang terdiri dari kemampuan potensi
(IQ) dan kemampuan realitas (knowledge dan skill), artinya bahwa sessorang yang
memiliki IQ diatas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya
dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih mudah
mencapai kinerja yang diharapkan (Mangkunegara.A.A,2001).
e. Persepsi
Persepsi adalah seseorang dalam memahami lingkungannya yang
melibatkan pengorganisasian dan penafsiran sebagai rangsangan dalam suatu
pengalaman psikologis. Dengan kata lain, persepsi berperan dalam penerimaan
rangsangan, mengaturnya dan menterjemahkan atau menginterprestasikan
rangsangan yang teratur untuk mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap.
Oleh karena persepsi berperan dalam cara memperoleh pengetahuan khusus
tentang obyek atau kejadian pada saat tertentu maka persepsi terjadi ketika
rangsangan mengaktifkan indera. Karena persepsi melibatkan pengetahuan, ini
termasuk interprestasi obyek, simbol-simbol, dan orang-orang dengan
pengalaman yang relefan (Gibson,1996).
27
f. Usia, Jenis kelamin dan keragaman ras
Ada kecenderungan pegawai yang tua lebih merasa puas dari pada
pegawai yang berumur relatif muda. Hal ini diasumsikan bahwa pegawai yang tua
lebih berpengalaman menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaan, sedangkan
pegawai yang lebih muda biasanya mempunyai harapan yang ideal tentang dunia
kerjanya, sehingga apabila antara harapanya dengan realita kerja terdapat
kesenjangan atau ketidakseimbangan dapat menyebabkan mereka tidak puas.
(Mangkunegara 2001).
Berdasarkan penelitian menunjukan bahwa jenis kelamin pria dan wanita
adalah sama dalam hal kemampuan belajar, daya ingat, kemampuan penalaran,
kreativitas dan kecerdasan. Namun demikian masih ada yang memperdebatkan
adanya perbedaan antara pria dan wanita mengenai prestasi dalam pekerjaan,
absensi dan tingkat pergantian. Wanita mempunyai tingakat absensi lebih tinggi
dari pada pria disebabkan karena adanya peran sebagai ibu rumah tangga dalam
keluarga (mengasuh anak, orang tua dan pasangan). (Gibson, 1996).
Keragaman adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menjelaskan mutu
manusia seperti ras, etnis yang berbeda dari kelompok sendiri dan kelompok
diluar dari tempat mereka berada, yang mempunyai kamampuan yang berbeda-
beda dalam bekerja. (Gibson, 1996).
g. Kepribadian
Pada pekerjaan-pekerjaan tertentu, sifat kepribadian seseorang sangat
berhubungan dengan kesuksesan dalam bekerja. Kepribadian adalah karakteristik
dan kecenderungan yang stabil serta menentukan sifat umum dan perbedaan dari
28
prilaku seseorang yang dipengaruhi oleh keturunan, budaya, dan faktor sosial
(Gibson,1996).
Menurut Super dan Crites pengukuran kepribadian didalam bimbingan
jabatan karyawan berguna bagi maksud-maksud sebagai berikut : (1) bagi mereka
yang mempunyai kepribadian tidak baik, mungkin akan mengalami kesukaran
penyesuaian diri didalam training maupun dalam situasi kerja. (2) bagi mereka
yang mempunyai sifat kepribadian yang menganggu penyesuaian diri dengan
kondisi dan posisi kerja bisa dilakukan upaya yaitu penempatan posisi kerja sesuai
kepribadiannya. (M. As’ad, 2001).
2. Faktor lingkungan
a. Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah keseluruhan aktivitas dalam rangka mempengaruhi
seseorang agar mau bekerja untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan
bersama. Kepemimpinan yang baik perlu dipelihara sebaik-baiknya, karena
manajemen yang berhasil bersumber atau bergantung pada adanya kepemimpinan
yang baik. (Susilo martoyo, 2000).
b. Diskripsi jabatan
Menurut Sutrisno Hadi dalam bukunya berjudul Psikologi Industri,
diskripsi dapat bermacam-macam bentuknya tergantung pada tujuan
pembuatanya. Setiap deskripsi jabatan ada tiga hal yang harus dicantumkan yaitu
ringkasan jabatan, syarat-syarat kerja, luas lingkup tugas.
c. Struktur organisasi
Struktur organisasi adalah pola formal aktivitas dan hubungan antar
berbagai sub unit organisasi. Dua aspek yang termasuk dalam struktur organisasi
29
adalah : (1) desaian pekerjaan (2) desain organisasi. Desain pekerjaan
dihubungkan dengan proses dimana manager menspesifikkan isi, methode dan
hubungan pekerjaan untuk memenuhi kepentingan organisasi dan individu serta
harus bisa menjelaskan isi dan tugas serta posisi pimpinan unit serta hubungan
posisi masing-masing anggota timnya. Sedangkan desain organisasi berkaitan
dengan struktur organisasi secara menyeluruh dan berencana mengubah filosofi
dan orientasi tim yang dapat meningkatkan kinerja anggota timnya
(Gibson, 1996).
d. Norma aturan
Norma aturan umunnya merupakan standar yang di sepakati individu dan
perilaku kelompok yang dikembangkan sebagai akibat interaksi anggota setiap
saat. Norma prestasi berkaitan erat dengan evaluasi prestasi kerja yang
memuaskan.(Gibson, 1996)
e. Sangsi dan hukuman
Sangsi atau hukuman adalah konsekwensi yang kurang menyenangkan
untuk suatu respons perilaku tertentu atau penghilangan terhadap penguat dalam
pekerjaan karena merupakn respon perilaku tertentu. (Gibson, 1996).
f. Stress
Adanya hubungan yang berpengaruh antara stres dan prestasi kerja,
menurut pendapat yang dikemukakan oleh Higgins. Bila karyawan tidak memiliki
stres maka tantangan terhadap pekerjaan tidak ada dan akibatnya prestasi kerja
juga rendah. Makin tinggi stres karena tantangan kerja juga bertambah maka akan
mengakibatkan prestasi kerja juga bertambah, akan tetapi jika stres sudah
maksimal, tantangan kerja jangan ditambah karena tidak akan meningkatkan
30
prestasi kerja akan tetapi justru akan menurunkan prestasi kerja seseorang. (Umar
Husein, 2001).
2.3.3 Aplikasi kinerja perawat
Gilles (1996), mengaplikasikan kinerja perawat sebagai berikut :
1. Pengkajian / Penilaian
Pengkajian dilakukan secara sistimatis, menyeluruh, akurat, singkat dan
berkesinambungan saat pasien datang. Hasil pengkajian di catat didalam buku
status pasien dan dibuat prioritas masalah sesuai dengan kondisi / keluhan pasien.
2. Perencanaan
Rencana perawatan yang dibuat harus mengacu pada kebutuhan pasien
rencana yang dibuat akan sangat baik jika dibuat secara kerja sama dengan tim
kesehatan yang lain, dan dijadwalkan dengan jelas waktu pelaksanaannya.
3. Implementasi
Dalam melaksanakan rencana tindakan dibutuhkan lingkungan yang kondusif,
Petugas posyandu harus mampu menghormati martabat dan rahasia pasien,
mampu memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien, menyesuaikan diri
dengan beban kerja yang ada, serta mampu bekerja dengan tim kesehatan yang
lain.
4. Evaluasi
Evaluasi dilakukan secara terus-menerus dan harus dibandingkan dengan
standar perawatan.
5. Harapan institusi dan profesi
Untuk meningkatkan kinerja dibutuhkan adanya kebijakan kepala Puskesmas
dan Juga kemauan yang tinggi dari petugas posyandu untuk meningkatkan
31
pengetahuan dan ketrampilan melalui jenjang pendidikan berkelanjutan.
Mengembangkan diri dengan mengikuti penyuluhan, seminar, lokakarya yang
berhubungan dengan profesi keperawatan. Semua tindakan yang dilakukan harus
sesuai dengan uraian tugas, bersedia berbagi pengetahuan dengan rekan sekerja
dan membantu pelaksanaan orientasi petugas posyandu baru, berperilaku,
berpikir dan berinteraksi sosial dengan baik.
2.3.4 Petugas kesehatan
1. Kader
Adalah anggota masyarakat yang telah di latih menjadi kader kesehatan
setempat di bawah bimbingan Puskesmas.
2. Bidan atau Perawat
Tugas utama Bidan atau Perawat adalah membina peran serta masyarakat
melalui bimbingan Posyandu dan pertolongan persalinan di rumah-rumah.
Selain itu juga menerima rujukan masalah kesehatan anggota keluarga
persepuluh untuk di berikan pelayanan seperlunya atau di rujuk lebih
lanjut ke Puskesmas atau kefasilitas pelayanan kesehatan yang lebih
mampu dan terjangkau secara rasional. (Effendi, 1998).
Sesuai dengan Undang-Undang RI No 23 Tahun 1992. Tentang
Kesehatan. BAB VII Peran serta masyarakat Pasal 71, yang berbunyi :
Masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan serta dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan beserta sumber dayanya.
32