lappend sid p mua bab 3 metodologi pelaksanaan (2).doc

140
Bab 3 METODOLOGI PELAKSANAAN 3.1. 3.1. UMUM UMUM Pekerjaan SID Pengamanan Pantai Pulau Mua Kabupaten Maluku Barat Daya ini akan dilakukan dengan berorientasi pada pencapaian hasil yang optimal. Metode studi dalam pekerjaan ini dibedakan dalam beberapa hal, yaitu : Studi Pendahuluan Pengumpulan data primer (inventarisasi kerusakan pantai, survei lapangan). Pengolahan dan analisa data. Pemodelan matematik salah satu lokasi yang dinilai memiliki masalah paling kompleks. Perencanaan sistem pengaman pantai pada lokasi studi Perencanaan Teknik Rinci (Detail Design) Analisis Ekonomi Kajian Lingkungan LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI 3-1

Upload: cipta-riyana

Post on 07-Dec-2015

98 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Bab

3METODOLOGI PELAKSANAAN

3.1.3.1. UMUMUMUM

Pekerjaan SID Pengamanan Pantai Pulau Mua Kabupaten Maluku Barat Daya ini akan

dilakukan dengan berorientasi pada pencapaian hasil yang optimal. Metode studi dalam

pekerjaan ini dibedakan dalam beberapa hal, yaitu :

Studi Pendahuluan

Pengumpulan data primer (inventarisasi kerusakan pantai, survei lapangan).

Pengolahan dan analisa data.

Pemodelan matematik salah satu lokasi yang dinilai memiliki masalah paling kompleks.

Perencanaan sistem pengaman pantai pada lokasi studi

Perencanaan Teknik Rinci (Detail Design)

Analisis Ekonomi

Kajian Lingkungan

Adapun tahapan pelaksanaan pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh Konsultan guna

menyelesaikan pekerjaan tersebut di atas secara garis besar tertera pada bagan alir berikut

ini.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-1

Page 2: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Gambar 3.1 Bagan Alir Pelaksanaan Pekerjaan Studi Pendahuluan.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-2

Page 3: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Gambar 3.2 Bagan Alir Pelaksanaan Pekerjaan Survey Investigasi dan Analisis Data.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-3

Page 4: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Gambar 3.3 Bagan Alir Pelaksanaan Pekerjaan Detail Desain.

3.2.3.2. STUDI PENDAHULUANSTUDI PENDAHULUAN

Pekerjaan ini meliputi kegiatan pengumpulan persiapan personil dan administrasi,

pengumpulan data sekunder, survey pendahuluan dan analisa data awal. Survey

pendahuluan dimaksudkan sebagai orientasi awal daerah studi sekaligus inventarisasi data

awal mengenai kondisi daerah (fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan). Hasil dari survey

pendahuluan ini nantinya akan dikaji untuk dijadikan referensi bagi kegiatan-kegiatan

berikutnya (pembuatan laporan dan diskusi pendahuluan penyempurnaan rencana kerja,

survey lapangan/data primer, analisa data, desain, dsb) .

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-4

Page 5: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mencari data-data yang diperlukan melalui

instansi-instasi terkait seperti: Bakosurtanal, Jantop TNI AD, Janhidral TNI AL, BMG,

Direktorat Geologi, Kementerian PU, Dinas PU setempat, Bappedda setempat,

Balitbangpedalda, Dinas Perikanan dan Kelautan, Kecamatan dan Desa/Keluranan, dsb.

Adapun data sekunder yang dikumpulkan antara lain:

Data Klimatologi dan Meteorologi

Data Geologi dan Mekanika Tanah

Data Sosial Ekonomi Masyarakat.

Karakteristik Pantai

Peta-peta Situasi dan Topografi Lokasi

Data Oceanografi dan Hidrografi

Informasi mengenai Lingkungan Sekitar Pantai

Hasil-hasil studi terdahulu, dsb.

3.3.3.3. PENGUMPULAN DATA PRIMERPENGUMPULAN DATA PRIMER

Kegiatan ini berupa pengumpulan data primer melalui survey lapangan. Kegiatan ini terdiri

atas kegiatan inventarisasi kerusakan pantai/pesisir, survey topografi, survey bathimetri

pantai, survey hidrooceanografi, survey geologi/mekanika tanah, survey kondisi sosial

ekonomi dan survey kondisi lingkungan.

3.3.1. Survey Topografi

Survei ini bertujuan untuk mendapatkan

gambaran bentuk permukaan tanah yang

berupa situasi dan ketinggian serta

posisi kenampakan yang ada di areal

lokasi pekerjaan beserta areal

sekitarnya. Areal survei memanjang

sejajar dengan garis pantai. Areal yang

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-5

Page 6: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

akan dilakukan survei topografi berupa areal memanjang garis pantai, hasilnya kemudian

akan dipetakan dengan skala dan interval kontur tertentu.

A. Peralatan Survei

Peralatan yang dipergunakan dalam survei topografi antara lain meliputi:

Wild T - 0 Theodolit.

Wild NAK 1 Waterpass.

Rambu ukur.

Pita ukur 50 meter.

Waterpass Kern.

Kompas Sestrel.

Peilschaal

B. Pengamatan Azimuth Astronomis

Pengamatan matahari dilakukan untuk mengetahui arah/azimuth awal yaitu:

Sebagai koreksi azimuth guna menghilangkan kesalahan akumulatif pada sudut-

sudut terukur dalam jaringan polygon.

Untuk menentukan azimuth/arah titik-titik kontrol/polygon yang tidak terlihat satu

dengan yang lainnya.

Penentuan sumbu X dan Y untuk koordinat bidang datar pada pekerjaan

pengukuran yang bersifat lokal/koordinat lokal.

Dengan memperhatikan metoda pengamatan azimuth astronomis pada gambar di

bawah, maka Azimuth Target (T) adalah :

T = M + atau T = M + ( T - M )

dimana:

T = azimuth ke target

M = azimuth pusat matahari

(T) = bacaan jurusan mendatar ke target

(M) = bacaan jurusan mendatar ke matahari

= sudut mendatar antara jurusan ke matahari dengan jurusan ke target

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-6

Page 7: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Pengukuran azimuth matahari dilakukan pada jalur polygon utama terhadap patok

terdekat dengan titik pengamatan pada salah satu patok yang lain.

Gambar 3.4 Pengamatan Azimuth Astronomis.

C. Pembuatan Titik Tetap (Bench Mark)

Sebagai titik pengikatan dalam pengukuran topografi perlu dibuat bench mark (BM)

dibantu dengan control point (CP) yang dipasang secara teratur dan mewakili kawasan

secara merata. Kedua jenis titik ikat ini mempunyai fungsi yang sama, yaitu untuk

menyimpan data koordinat, baik koordinat (X,Y) maupun elevasi (Z).

Mengingat fungsinya tersebut maka patok-patok beton ini diusahakan ditanam pada

kondisi tanah yang stabil dan aman. Kedua jenis titik ikat ini diberi nomenklatur atau

kode, untuk memudahkan pembacaan peta yang dihasilkan. Disamping itu perlu pula

dibuat diskripsi dari kedua jenis titik ikat yang memuat sketsa lokasi dimana titik ikat

tersebut dipasang dan nilai koordinat maupun elevasinya.

Bentuk bench mark yang dimaksud dapat dilihat pada Gambar berikut

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-7

Utara (Geografi)

P2

MatahariP1

M

T

M

T

Page 8: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

40

2015

6520

100

Beton 1:2:3

Pasir dipadatkan

Pen kuningan

Tulangan tiang Ø10

Sengkang Ø5-15

Pelat m armer 12 x 12

20

1020

10

Ø6 cm

Pipa pralon PVC Ø6 cm

Nom or titik

Dicor beton

Dicor beton

7525

Benchmark Control Point

Gambar 3.5 Bench Mark (BM) dan Control Point (CP).

D. Penentuan Kerangka Dasar Horizontal

Pada dasarnya ada beberapa macam cara untuk melakukan pengukuran titik kerangka

dasar horizontal, diantaranya yaitu dengan melakukan pengukuran menggunakan satelit

GPS (Global Positioning System) dan dengan pengukuran poligon. Keuntungan

menggunakan metoda GPS untuk penentuan titik kerangka dasar horizontal yaitu:

Waktu pelaksanaan lebih cepat.

Tidak perlu adanya keterlihatan antar titik yang akan diukur.

Dapat dilakukan setiap saat (real time), baik siang maupun malam.

Memberikan posisi tiga dimensi yang umumnya bereferensi ke satu datum global

yaitu World Geodetic System 1984 yang menggunakan ellipsoid referensi Geodetic

Reference System 1980.

Proses pengamatan relatif tidak tergantung pada kondisi terrain dan cuaca.

Ketelitian posisi yang diberikan relatif tinggi.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-8

Page 9: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Sedangkan kerugiannya antara lain:

Datum untuk penentuan posisi ditentukan oleh pemilik dan pengelola satelit. Pemakai

harus menggunakan datum tersebut, atau kalau tidak, ia harus

mentransformasikannya ke datum yang digunakannya (transformasi datum).

Pemakai tidak mempunyai kontrol dan wewenang dalam pengoperasian sistem.

Pemakai hanya mengamati satelit sebagaimana adanya beserta segala

konsekuensinya.

Pemrosesan data satelit untuk mendapatkan hasil yang teliti, relatif tidak mudah.

Banyak faktor yang harus diperhitungkan dengan baik dan hati-hati.

Spesifikasi pengamatan GPS untuk memperoleh titik kerangka utama ini adalah:

Pengamatan dilakukan secara double difference dengan metode static atau rapid

static.

Lama pengamatan 30-45 menit setiap sesi pengamatan.

Panjang tiap baseline maksimal 2.5 kilometer.

Masking angle adalah sebesar 15 derajat.

GPS receiver yang digunakan adalah GPS single frekuensi baik L1 atau L2.

RMS error dari setiap koordinat hasil perhitungan maksimum adalah 1 mm.

Pengukuran titik kontrol horizontal yang dilakukan dalam bentuk poligon, harus

terikat pada ujung-ujungnya. Dalam pengukuran poligon ada dua unsur penting yang

perlu diperhatikan yaitu jarak dan sudut jurusan.

Pengukuran titik kontrol horizontal (titik poligon) dilaksanakan dengan cara mengukur

jarak dan sudut menurut lintasan tertutup. Pada pengukuran poligon ini, titik akhir

pengukuran berada pada titik awal pengukuran. Pengukuran sudut dilakukan dengan

pembacaan double seri, dimana besar sudut yang akan dipakai adalah harga rata-

rata dari pembacaan tersebut. Azimut awal akan ditetapkan dari pengamatan

matahari dan dikoreksikan terhadap azimut magnetis.

Pengukuran Jarak

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-9

Page 10: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Pengukuran jarak dilakukan dengan menggunakan pita ukur 50 meter. Tingkat

ketelitian hasil pengukuran jarak dengan menggunakan pita ukur, sangat tergantung

pada cara pengukuran itu sendiri dan keadaan permukaan tanah.

Khusus untuk pengukuran jarak pada daerah yang miring dilakukan dengan cara

seperti yang diilustrasikan pada Gambar berikut.

Gambar 3.6 Pengukuran Jarak Pada Permukaan Miring.

Jarak AB = d1 + d2 + d3

Untuk menjamin ketelitian pengukuran jarak maka sebagai koreksi dilakukan juga

pengukuran jarak optis pada saat pembacaan rambu ukur dengan theodolit.

Pengukuran Sudut Jurusan

Sudut jurusan sisi-sisi polygon adalah besarnya bacaan lingkaran horisontal alat

ukur sudut pada waktu pembacaan ke suatu titik. Besarnya sudut jurusan dihitung

berdasarkan hasil pengukuran sudut mendatar di masing-masing titik polygon.

Penjelasan pengukuran sudut jurusan diilustrasikan pada Gambar di bawah ini

= Sudut mendatar

AB = Bacaan skala horisontal ke target patok B

AC = Bacaan skala horisontal ke target patok C

Pembacaan sudut jurusan polygon dilakukan dalam posisi teropong biasa (B) dan

luar biasa (LB) dengan spesifikasi teknis sebagai berikut :

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-10

d1d2

d3

A

B2

1

Page 11: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Jarak antara titik-titik polygon adalah 100 m.

Alat ukur sudut yang digunakan Theodolite T2.

Alat ukur jarak yang digunakan pita ukur 50 meter.

Jumlah seri pengukuran sudut 4 seri (B1, B2, LB1, LB2).

Selisih sudut antara dua pembacaan 5” (lima detik).

Ketelitian jarak linier (Kl) ditentukan dengan rumus berikut.

dimana: fx = jumlah X dan fy = jumlah Y

Bentuk geometris polygon adalah loop.

Perhitungan terhadap data pengukuran kerangka dasar horisontal dilakukan dalam

bentuk spreadsheet sehingga koreksi perhitungan dapat dilakukan dengan tepat dan

merata. Hasil perhitungan tersebut diplot dalam bentuk gambar grafik polygon

pengukuran.

Gambar 3.7 Pengukuran Sudut Antara Dua Patok.

E. Penentuan Kerangka Dasar Vertikal

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-11

A

B

C

AB

AC

Page 12: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Kerangka dasar vertikal diperoleh dengan melakukan pengukuran sipat datar pada titik-

titik jalur polygon. Jalur pengukuran dilakukan tertutup (loop), yaitu pengukuran dimulai

dan diakhiri pada titik yang sama. Pengukuran beda tinggi dilakukan double stand dan

pergi pulang. Seluruh ketinggian di traverse net (titik-titik kerangka pengukuran) telah

diikatkan terhadap BM.

Penentuan posisi vertikal titik-titik kerangka dasar dilakukan dengan melakukan

pengukuran beda tinggi antara dua titik terhadap bidang referensi seperti diilustrasikan

pada Gambar berikut.

Gambar 3.8 Pengukuran Sipat Datar (Waterpass).

Spesifikasi Teknis pengukuran waterpass adalah sebagai berikut :

Jalur pengukuran dibagi menjadi beberapa seksi.

Tiap seksi dibagi menjadi slag yang genap.

Setiap pindah slag rambu muka menjadi rambu belakang dan rambu belakang

menjadi rambu muka.

Pengukuran dilakukan double stand pergi pulang pembacaan rambu lengkap.

Pengecekan baut-baut tripod (kaki tiga) jangan sanpai longgar. Sambungan rambu

ukur harus betul. Rambu harus menggunakan nivo.

Sebelum melakukan pengukuran, alat ukur sipat datar harus dicek dulu garis

bidiknya. Data pengecekan harus dicatat dalam buku ukur.

Waktu pembidikan, rambu harus diletakkan di atas alas besi.

Bidikan rambu harus diantara interval 0,5 m dan 2,75 m.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-12

Bidang Referensi

Slag 1

Slag 2

b1

b2

m1

m21

DD

Page 13: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Setiap kali pengukuran dilakukan 3 (tiga) kali pembacaan benang tengah, benang

atas dan benang bawah.

Kontrol pembacaan benang atas (BA), benang tengah (BT) dan benang bawah (BB),

yaitu : 2 BT = BA + BB.

Selisih pembacaan stand 1 dengan stand 2 < 2 mm.

Jarak rambu ke alat maksimum 50 m

Setiap awal dan akhir pengukuran dilakukan pengecekan garis bidik.

Toleransi salah penutup beda tinggi (T).

T = 10” D mm dimana:

D = Jarak antara 2 titik kerangka dasar vertikal dalam satu kilo meter.

Hasil pengukuran lapangan terhadap kerangka dasar vertikal diolah dengan

menggunakan spreadsheet sebagaimana kerangka horisontalnya. Dari hasil

pengolahan tersebut didapatkan data ketinggian relatif pada titik-titik patok terhadap

Benchmark acuan. Ketinggian relatif tersebut pada proses selanjutnya akan dikoreksi

dengan pengikatan terhadap elevasi muka air laut paling surut (Lowest Low Water Level

- LLWL) yang dihitung sebagai titik ketinggian nol (+0.00).

F. Pengukuran Situasi

Dimaksudkan untuk mendapatkan

data situasi dan detail lokasi

pengukuran. Syarat-syarat yang

harus dipenuhi dalam pengukuran

situasi, yaitu:

Pengukuran situasi detail

dilakukan dengan cara

Tachymetri.

Ketelitian alat yang dipakai adalah

20”.

Poligon tambahan jika diperlukan dapat diukur dengan metode Raai dan Vorstraal.

Ketelitian poligon raai untuk sudut 20” n, dimana n = banyaknya titik sudut.

Ketelitian linier poligoon raai yaitu 1 : 1000.

Kerapatan titik detail harus dibuat sedemikian rupa sehingga bentuk topografi dan

bentuk buatan manusia dapat digambarkan sesuai dengan keadaan lapangan.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-13

Page 14: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Sketsa lokasi detail harus dibuat rapi, jelas dan lengkap sehingga memudahkan

penggambaran dan memenuhi mutu yang baik dari peta.

Sudut poligon raai dibaca satu seri.

Ketelitian tinggi poligon raai 10 cmD (D dalam km).

Dengan cara tachymetri ini diperoleh data-data sebagai berikut:

Azimuth magnetis.

Pembacaan benang diafragma (atas, tengah, bawah).

Sudut zenith atau sudut miring.

Tinggi alat ukur.

Berdasarkan besaran-besaran tersebut diatas selanjutnya melalui proses hitungan,

diperoleh Jarak datar dan beda tinggi antara dua titik yang telah diketahui

koordinatnya (X, Y, Z).

G. Perhitungan Sementara Hasil Pengukuran

Semua pekerjaan hitungan sementara harus selesai di lapangan sehingga kalau ada

kesalahan dapat segera diulang untuk dapat diperbaiki saat itu pula.

Stasiun pengamatan matahari harus tercantum pada sketsa.

Hitungan poligon dan sipat datar digunakan hitungan perataan dengan metode yang

ditentukan oleh Direksi.

Pada gambar sketsa kerangka utama harus dicantumkan hasil hitungan : Salah

penutup sudut poligon dan jumlah titiknya, salah linier poligon beserta harga

toleransinya, jumlah jarak, salah penutup sipat datar beserta harga toleransinya,

serta jumlah jaraknya.

Perhitungan dilakukan dalam proyeksi UTM.

3.3.2. Survei Bathimetri

A. Tujuan

Survai Bathimetri dimaksudkan untuk menyiapkan

Peta Bathimetri di daerah survai, yang selanjutnya

akan digunakan sebagai acuan utama dalam

perencanaan desain perlindungan pantai. Pekerjaan

survai bathimetri ini terkait erat dan berhubungan

dengan pengukuran topografi dan meliputi :

Kontrol Horisontal

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-14

Page 15: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Kontrol vertikal

Sistem positioning titik pemeruman

Pemeruman (sounding) – pengukuran kedalaman laut

Pengukuran topometri di perairan dangkal

Perhitungan datum peta

Perhitungan kedalaman dan pembuatan peta bathimetri

B. Peralatan Survey

Peralatan survei yang diperlukan pada pengukuran batimetri adalah:

a. Echo Sounder GPSMap dan

perlengkapannya. Alat ini

mempunyai fasilitas GPS (Global

Positioning System) yang akan

memberikan posisi alat pada

kerangka horisontal dengan

bantuan satelit. Dengan fasilitas ini,

kontrol posisi dalam kerangka

horisontal dari suatu titik tetap di

darat tidak lagi diperlukan. Selain fasilitas GPS, alat ini mempunyai kemampuan untuk

mengukur kedalaman perairan dengan menggunakan gelombang suara yang

dipantulkan ke dasar perairan.

b. Notebook. Satu unit portable computer diperlukan untuk menyimpan data yang di-

download dari alat GPSMap setiap 300 kali pencatatan data.

c. Perahu. Perahu digunakan untuk membawa surveyor dan alat-alat pengukuran

menyusuri jalur-jalur sounding yang telah ditentukan. Dalam operasinya, perahu

tersebut harus memiliki beberapa kriteria, antara lain:

C. Kontrol Vertikal

Pengukuran kontrol vertikal dimaksudkan untuk menetapkan ketinggian (elevasi) dari

setiap titik pengukuran dalam daerah survai, dari suatu datum ketinggian peta yang

ditetapkan, dalam hal ini ketinggian dari Low Water Spring (LWS). Ketinggian LWS

ditetapkan dari ketinggian MSL (Mean Sea Level) serta dari Bencmark, berdasarkan hasil

analisis harmonik pasang surut.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-15

Page 16: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Pengukuran ketinggian dilaksanakan dengan Pengukur Level Otomatik (Water Pass),

disepanjang jaringan poligon kontrol serta berbagai titik bantu dan titik-titik pengukuran

lainnya. Pengukuran dilaksanakan menurut standar prosedur pengukuran yang berlaku,

yakni dengan pembacaan bolak-balik. Pada pembacaan pertama dibaca level benang

atas, tengah dan bawah sedang dalam pembacaan kedua hanya dibaca benang tengah

saja. Bila beda pembacaan tinggi lebih dari 2 mm, dilakukan pembacaan ketiga.

Peralatan yang digunakan dalam Pengukuran Kontrol Horisontal dan Vertikal adalah :

Roll Meter

Theodolite Wild T-2

GPS

Waterpass

Handy talkie

D. Sistem Positioning Titik Pemeruman

Posisi kapal survai pemeruman ditetapkan dengan GPSMAP. Satu unit GPS di tempatkan

di darat, yang berfungsi sebagai stasiun darat. Mula-mula GPS di stasiun darat yang

ditempatkan di atas Benchmark ini, dioperasikan selama 8 jam terus menerus. Software

di dalam komputer menghitung posisi geografis yang tepat dari benchmark. Selanjutnya

berdasarkan posisi tepat tersebut, komputer secara otomatis menghitung koreksi dari

posisi yang diterima pada setiap saat. Selama pekerjaan pemeruman berlangsung, satu

unit lagi ditempatkan di atas perahu, yang merekam posisinya pada setiap titik fix

pemeruman. Posisi tepat dari antena GPSMAP di atas kapal kemudian secara otomatis

dikoreksi dengan nilai koreksi yang dikirimkan oleh unit stasiun darat tadi. Dengan

demikian didapatkan posisi tepat dari kapal survai di setiap titik fix. Komputer GPSMAP di

dalam perahu mencatat posisi antena setiap 0.5 detik. Titik fix pemeruman ditetapkan

setiap 20 detik, dengan demikian rekaman posisi antena GPS juga akan diambil setiap 20

detik, disesuaikan dengan waktu fix pemerumannya.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-16

Page 17: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Gambar 3.9 Alat GPSMAP yang digunakan dalam Survei Batimetri.

Gambar 3.10 Penempatan GPSMAP (tranduser, antena, reader) di Perahu.

E. Pengukuran Kedalaman Laut (Pemeruman)

Pengukuran kedalaman laut (pemeruman)

dilaksanakan dengan piranti Echosounder

GPSMAP yang dipasang dikapal sedemikian

hingga posisi tepat dari antena juga

menujukkan posisi tepat dari tranduser

Echosounder. Pengukuran dilaksanakan di

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-17

Page 18: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

sepanjang jalur perum (sounding) yang sudah ditetapkan dalam desain survai, dan disetel

dalam komputer GPS yang berada dalam perahu. Berdasarkan koordinat titik awal jalur

pemeruman pertama, panjang, jarak serta arah setiap lajur yang ditetapkan, software

GPS dapat menggambarkan lajur-lajur pemeruman yang akan dilalui perahu selama

pemeruman. Selama berlangsungnya pekerjaan pemeruman, layar komputer

mengambarkan jalur yang sedang dijalani serta posisi perahu setiap saat, sehingga

jalannya perahu dapat dikendalikan berdasarkan gambar lajur perum itu. Pada setiap

waktu fix, tombol fix ditekan sehingga tergambar garis fix dalam kertas perum, yang

menggambarkan kedalaman laut pada titik fix tertentu.

F. Penentuan Jalur Sounding

Jalur sounding adalah jalur perjalanan kapal yang melakukan sounding dari titik awal

sampai ke titik akhir dari kawasan survei. Jarak antar jalur sounding yang digunakan

adalah 50 m, sejauh 1,0 km ke arah laut. Pada bagian yang mengalami abrasi, jalur

sounding dibuat dengan jarak 25 m. Untuk tiap jalur sounding dilakukan pengambilan data

kedalaman perairan setiap jarak 20 m. Titik awal dan akhir untuk tiap jalur sounding

dicatat dan kemudian di-input ke dalam alat pengukur yang dilengkapi dengan fasilitas

GPS, untuk dijadikan acuan lintasan perahu sepanjang jalur sounding.

Gambar 3.11 Pergerakan Perahu dalam Menyusuri Jalur Sounding.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-18

PANTAI

JALUR SOUNDING

DARAT

LAUT

Page 19: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

3.3.3. Pengamatan Gelombang dan Survei Hidro-Oseanografi

A. Pengamatan Gelombang

Pengamatan tinggi gelombang

dilakukan pada beberapa lokasi di

sepanjang daerah studi yang kira-kira

memberikan parameter tinggi periode

dan arah gelombang yang berbeda.

Pada lokasi-lokasi pengamatan

tersebut dikumpulkan data gelombang

sebanyak-banyaknya hingga mencapai

persyaratan akurasi data menurut

metode statistik.

Metode pengukuran dilakukan dengan alat pengukur gelombang otomatis atau secara

visual yang disetujui unsur teknis.

Karena pengukuran gelombang hanya bisa dilakukan dalam waktu yang singkat (hanya

sekitar 2 bulan) maka perolehan data/parameter gelombang disain perhitungan

dilakukan melalui peramalan gelombang.

Peramalan gelombang didasarkan pada data angin minimum 10 tahun.

Mendapatkan paramater gelombang pada perairan pantai lokasi studi dilakukan dengan

analisis transformasi / deformasi gelombang dari gelombang hasil ramalan. Dari analisis

ini pula dapat dibuat batas-batas zone dalam profil pantai termasuk lokasi gelombang

pecah.

Parameter utama yang dibutuhkan adalah Hs dan Ts, H maks dan Tmaks, H10 dan T10.

B. Survey Hidro-Oceanografi

Survei hidro-oseanografi dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai kondisi

perairan setempat yaitu kondisi pasang surut dan kondisi arusnya serta gelombang.

Sehubungan hal tersebut maka pekerjaan yang dilakukan dalam survei hidro-oseanografi

ini meliputi :

pengamatan pasang surut,

pengukuran arus,

pengamatan gelombang.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-19

Page 20: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Pengamatan Pasang Surut

Pengukuran pasang surut laut

dimaksudkan untuk :

meneliti karakteristik pasang

surut di daerah survai

mendapatkan konstanta

harmonik dari berbagai komponen

harmonik pasang surut di daerah

survai, yang dapat digunakan untuk

meramalkan pasut

menetapkan Ketinggian Datum Peta untuk pemetaan bathimetri

menetapkan ketinggian Muka Laut Rata-rata (Mean Sea Level-MSL), dan muka

Air Rendah Purnama (Lowest Water Sping - LWS) dan lain-lain.

Pengamatan pasang surut dilaksanakan selama 15 hari dengan pembacaan ketinggian

air setiap satu jam. Pengukuran dilakukan pada satu tempat yang secara teknis

memenuhi syarat.

Pengamatan pasut dilaksanakan menggunakan peilschaal dengan interval skala 1 (satu)

cm.

Hasil pengamatan pada papan peilschaal dicatat pada formulir pencatatan elevasi air

pasang surut yang telah disediakan. Kemudian diikatkan (levelling) ke patok pengukuran

topografi terdekat pada salah satu patok seperti Gambar, untuk mengetahui elevasi nol

peilschaal dengan menggunakan Zeiss Ni-2 Waterpass. Sehingga pengukuran topografi,

Batimetri, dan pasang surut mempunyai datum (bidang referensi) yang sama.

Elevasi Nol Peilschaal = T.P + BT.1 – BT.2

Dimana :

T.P = Tinggi titik patok terdekat dengan peilschaal

BT.1 = Bacaan benang tengah di patok

BT.2 = Bacaan benang tengah di peilschaal

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-20

Page 21: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Patok

BT. 1BT. 2

Peilschaal

Gambar 3.12 Pengikatan (levelling) peilschaal.

Pengukuran Kecepatan Arus

Tujuan pengukuran arus adalah untuk

mendapatkan besaran kecepatan dan

arah arus yang akan berguna dalam

penentuan sifat dinamika perairan

lokal. Metoda pelaksanaan

pengukuran ini dijelaskan sebagai

berikut:

a. Pengukuran arus dilakukan pada beberapa lokasi dimana arus mempunyai

pengaruh penting. Penempatan titik pengamatan ini disesuaikan dengan kondisi

oceanography lokal dan ditentukan hasil studi pengamatan/survei pendahuluan

(reconnaissance survey). Yang dilakukan adalah: pengukur-an distribusi kecepatan,

dalam hal ini pengukuran dilakukan di beberapa kedalaman dalam satu penampang.

Berdasarkan teori yang ada, kecepatan arus rata-rata pada suatu penampang yang

besar adalah :

V = 0.25 ( v0.2d + 2v0.6d + v0.8d)

dimana :

v0.2d = arus pada kedalaman 0.2d

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-21

Page 22: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

d = kedalaman lokasi pengamatan arus.

b. Pengamatan kecepatan arus dilakukan pada kedalaman 0.2d, 0.6d, 0.8d seperti yang

ditampilkan pada Gambar.

c. Pengukuran arus akan dilakukan pada 2 saat, yaitu pada saat pasang

tertinggi (spring tide) dan surut terendah (neap tide). Lama pengukuran masing-masing

selama 24 jam dengan interval waktu tertentu, yaitu dari saat surut sampai dengan

saat surut berikutnya atau pada saat pasang ke saat pasang berikutnya atau disebut 1

siklus pasang surut.

d. Di samping mengetahui besar arus, arah arus juga diamati.

Gambar 3.13 Arus Diukur pada Tiga Kedalaman Laut.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-22

Page 23: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Pengambilan Sample Sedimen Dasar dan Melayang

Pekerjaan ini mencakup pengambilan

contoh sedimen suspensi dan dasar.

Peralatan pengambilan contoh air

(sedimen suspensi) menggunakan satu

unit botol yang dilengkapi dengan

katup-katup pemberat. Botol yang

digunakan, dimasukkan pada

kedalaman yang dikehendaki di titik

pengambilan sampel air. Sampel air

yang didapat, disimpan dalam botol plastik untuk di tes di laboratorium.

Dalam pengambilan sampel air, terdapat dua metoda pengambilan yaitu grab sample dan

composite sample. Grab sample adalah pengambilan sampel dilakukan dengan sekali

ambil pada kedalaman tertentu. Sementara composite sample adalah pengambilan

sampel pada kedalaman air yang berbeda dan kemudian digabung menjadi satu sampel.

Metoda yang dipilih untuk diterapkan dalam pekerjaan ini adalah composite sample.

Pengambilan contoh sedimen suspensi dilakukan pada kedalaman yang sama dengan

pengukuran arus seperti yang ditampilkan sebelumnya pada Gambar. Lokasi yang

dianggap mewakili kondisi sedimentasi di sepanjang pantai adalah sebanyak 10 titik pada

masing-masing kawasan pantai.

Sementara pengambilan sampel sedimen dasar menggunakan satu unit grabber seperti

yang diilustrasikan pada Gambar. Grabber dengan kondisi “mulut” terbuka diturunkan

dengan mengulur tali hingga membentur tanah dasar laut/sungai. Saat tali ditarik kembali,

secara otomatis mulut grabber akan menggaruk material di bawahnya hingga tertutup.

Dengan demikian grabber yang telah memuat material dasar ditarik ke atas. Sampel

material dasar tersebut dimasukkan ke dalam wadah plastik yang diberi tanda untuk dites

di laboratorium.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-23

Page 24: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Gambar 3.14 Metode Pengambilan Sedimen Dasar.

3.3.4. Penyelidikan Geologi Teknik dan Mekanika Tanah

Pekerjaan penyelidikan geologi teknik dan mekanika tanah ini dilakukan guna mendapatkan

data-data serta gambaran mengenai keadaan, jenis dan sifat-sifat mekanis tanah di lokasi

dermaga. Data-data tersebut untuk selanjutnya digunakan sebagai kriteria untuk

menentukan parameter-parameter dari karakteristik tanah setempat.

Hasil dari survei ini akan memberikan penjelasan mengenai:

Daya dukung tanah,

Kestabilan lereng,

Kelulusan air (permeability), rembesan, dan

Sumber-sumber material yang memenuhi syarat untuk digunakan dalam pelaksanaan

konstruksi.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-24

Page 25: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Lingkup pekerjaan survei mekanika tanah ini mencakup kegiatan-kegiatan di bawah ini.

A. Penyelidikan geologi permukaan

Penyelidikan ini dilakukan dengan

cara studi peta geologi serta melihat

secara visual bentuk-bentuk struktur

geologi yang ada dipermukaan

maupun singkapan batuan yang ada

di sekitar lokasi studi

B. Boring

Pekerjaan boring dilaksanakan untuk

mendapatkan gambaran tentang

lapisan tanah, berdasarkan jenis dan

warna tanah, melalui pengamatan

visual terhadap contoh tanah hasil

pemboran. Dari hasil boring ini juga

dapat diperkirakan profil tanah di

lokasi pekerjaan. Pada kegiatan ini

secara simultan akan dilakukan

pengambilan contoh tanah atau sample yang akan diuji lebih lanjut di laboratorium.

Dari kegiatan boring ini juga akan diketahui kedalaman muka air tanah di lokasi

pekerjaan. Kedalaman muka air tanah ini juga sangat berpengaruh dalam proses

perencanaan struktur, terutama dalam analisis konsolidasi dan analisis stabilitas lereng.

Peralatan yang digunakan dalam pekerjaan boring ini adalah:

stang bor,

pengunci tabung sampel,

handle,

mata bor tipe Iwan,

tabung untuk pengambilan contoh tanah (Sample),

kunci pipa untuk memasang dan membuka sambungan stang bor,

palu untuk alat pemukul pada saat pelaksanaan pengambilan sampel, dan

parafin.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-25

Page 26: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Adapun pelaksanaan pekerjaan boring secara singkat diuraikan di bawah ini.

Sebelum peralatan dipasang pada titik yang telah ditetapkan, terlebih dahulu daerah

sekitarnya harus bersih.

Mendirikan konstruksi pendukung agar peralatan bor mesin dapat berdiri.

Mata bor dipasang pada stang bor, dan pada bagian atasnya dipasang handle lalu

batang pemutar dimasukkan pada handle tersebut.

Pemboran dilakukan dengan cara memutar alat bor searah jarum jam, sambil ditekan

dan dijaga sedemikian rupa sehingga posisi bor tetap tegak lurus (bor dangkal).

Setelah tanah hampir penuh mengisi mata bor, selanjutnya mata bor dicabut dan

tanahnya dikeluarkan untuk diteliti warna dan jenisnya.

Pengambilan contoh tanah (sample) dilakukan dengan memasang tabung pada ujung

bor, kemudian dimasukkan ke dalam lubang bor. Setelah tabung diperkirakan penuh,

maka bor kemudian diputar untuk mematahkan contoh tanah pada bagian dasarnya,

lalu tabung diangkat keluar tabung bor.

Kedua ujung tabung ditutup dengan parafin, untuk melindungi contoh tanah dari

penguapan dan perubahan struktur dan selanjutnya diberi label.

Gambar di bawah menyajikan contoh peralatan yang digunakan untuk kegiatan boring

dangkal.

Gambar 3.15 Peralatan Hand Boring : Auger Boring.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-26

Page 27: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Gambar 3.16 Peralatan Pengambilan Sampel : Thin Wall Tube Sampler.

3.3.5. Survey Sosial Ekonomi Masyarakat dan Lingkungan

Survey sosial ekonomi masyarakat ini

dimaksudkan antara lain untuk

mengetahui kondisi sosial ekonomi

masyarakat di dan sekitar lokasi studi,

sejauh mana dampak dari kerusakan

pantai terhadap kondisi sosial ekonomi

masyarakat tersebut serta dampak dari

sistem pengamanan pantai yang sedang

direncanakan dalam pekerjaan ini. Survey

ini dilakukan antara lain dengan cara:

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-27

Page 28: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

a. Interview dengan instansi terkait (desa/kelurahan setempat, kecamatan setempat,

Bappeda Kota Ambon, Pemkab Kota Ambon., Dinas Perikanan, Dinas Pariwisata,

Dinas PU, dll.)

b. Interview dengan masyarakat pengguna pantai tersebut, khususnya masyarakat yang

berdiam di lokasi studi.

c. Penyebaran kuisioner.

Karena bangunan pantai merupakan benda

asing yang akan merubah keseimbangan

pantai, bagaimanapun juga pembuatan

bangunan pengaman pantai akan

berdampak terhadap pantai di sekitarnya,

termasuk ekosistem yang ada dilokasi

bangunan dan sekitarnya. Dalam

perencanaan struktur bangunan pengaman

pantai ini harus diperhitungkan seminimal

mungkin dampak lingkungan yang akan

timbul, seperti terjadinya erosi dibagian hilir dari bangunan pantai. Oleh karenanya

diperlukan pula kajian lingkungan lokasi studi.

3.4.3.4. PENGOLAHAN DAN ANALISA DATAPENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

Data primer dan data sekunder yang berhasil dikumpulkan, diolah untuk dapat dianalisa

dalam penentuan kondisi alam perairan dalam lokasi studi. Pengolahan data meliputi data

sekunder dan data primer, dimana data primer terdiri dari data hasil survei topografi-

batimetri, hidro-oseanografi, geologi teknik/mektan, sosial ekonomi dan lingkungan.

3.4.1 Pengolahan Data Hasil Survey Topografi dan Bathimetri

Data-data hasil survey topografi dan bathimetri diolah sehingga menjadi peta situasi daerah

studi. Peta dimaksud digambar dengan skala 1:2.000. sebagai. Peta ini sangat diperlukan

untuk analisa data selanjutnya.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-28

Page 29: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

A. Pengolahan Data Hasil Survey Topografi

Berdasarkan data topografi yang diperoleh selanjutnya melalui proses hitungan,

diperoleh Jarak datar dan beda tinggi antara dua titik yang telah diketahui koordinatnya

(X, Y, Z).

Untuk menentukan tinggi titik B dari titik A yang telah diketahui koordinat (X, Y, Z),

digunakan rumus sebagai berikut :

Untuk menghitung jarak datar (Dd)

Dd = DOCos2m

Dd = 100(Ba-Bb)Cos 2 m

Dimana :

TA = Titik tinggi A yang telah diketahui

TB = Titik tinggi B yang akan ditentukan

H = Beda tinggi antara titik A dan B

Ba = Bacaan benang diafragma atas

Bb = Bacaan benang diafragma bawah

Bt = Bacaan benang diafragma tengah

TA = Tinggi alat

Do = Jarak optis 100Ba-Bb

m = sudut miring

Mengingat akan banyaknya titik-titik detail yang diukur, serta terbatasnya kemampuan

jarak yang dapat diukur dengan alat tersebut, maka akan diperlukan titik-titik bantu yang

membentuk jaringan polygon kompas terikat sempurna. Sebagai konsekuensinya pada

jalur polygon kompas akan terjadi perbedaan arah orientasi utara magnetis dengan arah

orientasi utara peta sehingga sebelum dilakukan hitungan, data azimuth magnetis diberi

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-29

Page 30: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

koreksi Boussole supaya menjadi azimuth geografis. Hubungan matematik koreksi

Boussole (C) adalah :

C = g - m

Dimana :

g = Azimuth Geografis

m = Azimuth Magnetis

Pada pelaksanaannya kerapatan titik detail akan sangat tergantung pada skala peta

yang akan dibuat, selain itu untuk keadaan tanah yang mempunyai perbedaan tinggi

yang ekstrim dilakukan pengukuran lebih rapat. Hasil dari pengukuran berupa data ray

dari masing-masing ruas dalam jalur polygon yang menyajikan ketinggian titik-titik tanah

yang dipilih dan posisi bangunan yang dianggap penting.

Hasil perhitungan koordinat titik dalam tiap ray lalu diikatkan pada masing-masing

patoknya sehingga didapatkan posisinya terhadap bidang referensi. Secara jelas titik-

titik ini dapat dilihat pada gambar topografi yang memiliki skala rinci.

B. Pengolahan Data Hasil Survey Bathimetri

Koreksi Terhadap Kedalaman

Data yang tercatat pada alat GPSMap adalah jarak antara tranducer alat ke dasar

perairan. Tranducer tersebut diletakkan di bagian belakang kapal, di bawah permukaan

air yang terpengaruh oleh pasang surut. Oleh sebab itu diperlukan suatu koreksi

kedalaman terhadap jarak tranducer ke permukaan air dan koreksi kedalaman terhadap

pasang surut.

Gambar dibawah menampilkan sketsa definisi besaran-besaran panjang yang terlibat

dalam proses koreksi tersebut.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-30

Page 31: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Gambar 3.17 Sketsa Definisi Besaran-besaran Dalam Koreksi Kedalaman.

Keterangan gambar:

EMA = Elevasi muka air diukur dari nol papan duga.

Z = Kedalaman air hasil sounding (jarak dasar perairan ke tranducer)

A = Jarak tranducer ke muka air

Dari definisi-definisi di atas maka elevasi dasar saluran dihitung dari nol papan duga

adalah (ED):

Pengikatan Terhadap Elevasi Referensi

Hasil dari koreksi pertama (koreksi terhadap jarak tranducer ke muka air dan terhadap

pasang surut) menghasilkan elevasi dasar perairan terhadap nol papan duga. Elevasi ini

kemudian diikatkan kepada elevasi MSL yang dihitung pada pengolahan data pasang

surut.

Pengikatan terhadap MSL dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut ini :

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-31

TAMPAK SAMPING

TRANDUSER

ANTENA

DASAR LAUT

Permukaan Air Laut

READER

PAPAN DUGA

0.00

EMA

Z

A

Page 32: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Keterangan :

EDMSL = Elevasi dasar perairan relatif terhadap MSL

ED = Elevasi dasar perairan relatif terhadap nol papan duga

EMSL = Elevasi MSL relatif terhadap nol papan duga

Dengan demikian MSL berada pada elevasi + 0.00m.

Contoh 3.18 Contoh Peta Hasil Pengukuran Topografi dan Bathimetri Pantai.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-32

EKSI

STIN

G TA

NGG

UL B

ETON

BM 01

DERM

AGA

CESA

R

DERM

AGA

KARL

EZDE

RMAG

A PE

RTAM

INA

LOKA

SI T

ITIK

BOR

5

LOKA

SI T

ITIK

BOR

4

LOKA

SI T

ITIK

BOR

3

LOKA

SI T

ITIK

BOR

2LOKA

SI T

ITIK

BOR

1

LOKA

SI P

ENGA

MATA

N PA

SUT

LOKA

SI P

ENGA

MBI

LAN

SEDI

MEN

LOKA

SI P

ENGU

KURA

N AR

US

X =

6620

65.69

2Y

= 99

6620

05.9

80Z

= 2.6

82 MCP

06

X =

6647

28.96

9Y

= 96

5900

5.284

Z =

2.813

M

BM 03

X =

6648

45.57

9Y

= 96

5868

6.978

Z =

3.274

MCP 03

X =

6659

25.37

4Y

= 96

5700

6.513

Z =

2.568

MCP 02 X

= 66

5998

.359

Y =

9965

6933

.414

Z =

2.650

MBM 02

X =

6679

55.27

0Y

= 96

5687

3.936

Z =

2.593

MCP 05

X =

6681

01.15

1Y

= 96

5689

1.767

Z =

3.135

MCP 04

X =

6686

78.88

7Y

= 96

5693

1.220

Z =

2.799

M

CP 01

Z =

2.830

MY

= 96

5697

5.000

X =

6689

36.00

0

Page 33: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

3.4.2 Pengolahan Data Hasil Pengamatan Pasang Surut

Pasang surut laut dihasilkan oleh gaya tarik bulan, matahari dan benda langit lainnya, yang

disebut sebagai faktor astronomis. Sepanjang penjalarannya gelombang pasang surut

dipengaruhi oleh topografi dasar laut, morfologi pantai serta kondisi meteorologi. Komponen

pasang surut yang dihasilkan oleh faktor-faktor astronomis merupakan gelombang harmonik

(periodik), sedang pengaruh meteorologis tidaklah periodik, bahkan seringkali hanya

menghasilkan efek sesaat saja.

Tinggi muka air oleh pasang surut merupakan jumlah dari banyak sekali komponen pasang,

sehingga dapat dituliskan sebagai persamaan berikut :

(t) = S0 + SS0 + Ai cos (i t - Pi)

dimana :

(t) = tinggi pasang sebagai fungsi waktu t

A1 = amplitudo komponen pasang ke-i

i = 2 / Ti , T : periode komponen ke-i

Pi = phasa dari komponen ke i

S0 = muka laut rata-rata (Mean Sea Level – MSL)

SS0 = muka laut rata-rata akibat pengaruh faktor meteorologis

t = waktu

N = jumlah komponen pembentuk tinggi pasang

Dari hasil pengamatan pasut yang akan dilakukan selama 15 hari dapat dihitung komponen-

komponen pasang surut (tidal constituents) yang akan dipakai untuk meramalkan elevasi

pasut di wilayah perencanaan. Konsultan telah memiliki perangkat lunak/program komputer

yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan tersebut.

Analisa pasang surut dilakukan untuk memperoleh elevasi muka air penting yang

menentukan dalam perencanaan. Analisa pasang surut dilakukan dengan urutan sebagai

berikut :

Menguraikan komponen-komponen pasang surut.

Meramalkan fluktuasi muka air akibat pasang surut.

Menghitung elevasi muka air penting.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-33

Page 34: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Menguraikan komponen-komponen pasang surut adalah menguraikan fluktuasi muka air

akibat pasang surut menjadi komponen-komponen harmonik penyusunnya. Besaran yang

diperoleh adalah amplitudo dan fasa setiap komponen. Metoda yang biasa digunakan untuk

menguraikan komponen-komponen pasang surut adalah metoda Admiralty dan Least

Square.

Komponen-komponen pasang surut penting yang akan dihitung adalah :

M2 : komponen utama bulan (semi diural)

S2 : komponen utama matahari (semi diural)

N2 : komponen eliptis bulan

K2 : komponen bulan

K1 : komponen bulan

O1 : komponen utama bulan (diural)

P1 : komponen utama matahari (diural)

M4 : komponen utama bulan (kuarter diural)

MS4 : komponen matahari-bulan

A. Metode Admiralty

Metoda Admiralty merupakan metoda empiris berdasarkan tabel-tabel pasang surut yang

dikembangkan pada awal abad ke 20. Metoda ini terbatas untuk menguraikan data

pasang surut selama 15 atau 29 hari dengan interval pencatatan 1 jam. Metoda ini

menghitung amplitudo dan ketertinggalan phasa dari sembilan komponen pasut yaitu,

M2, S2, N2, K2, O1, K1, P1, M4 and M4, dan muka laut rata-rata (MSL). Tinggi muka laut

rata-rata (MSL) biasanya ditetapkkan dari suatu bench mark tertentu yang dijadikan

acuan levelling di daerah survai. Metode Admiralty umumnya diterapkan untuk data pasut

15 dan 29 piantan.

B. Metode Least Square

Metoda Least Square menggunakan analisa matematika dimana komponen pasang surut

yang diperoleh akan memberikan harga jumlah kuadrat kesalahan peramalan yang

terkecil.

Metode ini merupakan metode untuk mencari solusi dari persamaan gelombang di atas.

Kalau kita mengabaikan faktor meteorologis, maka persamaan diatas dapat dituliskan

sebagai:

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-34

Page 35: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

( tn ) = S0 + SS0 + Ai cos i tn + Bi cos i tn

dimana :

Ai dan Bi adalah konstanta harmonik dari komponen ke i,

k adalah jumlah komponen pasut yang dihitung,

tn adalah waktu pengamatan (dimana n=-n , -n+1,.. ,0, 1,..n-1,n, engan n=0 merupakan

waktu tengah pengamatan)

Dengan analisis harmonik pasang surut, solusi persamaan tersebut di hitung dengan

asumsi persamaan linier, yang menghasilkan :

1. Tinggi muka laut rata-rata ( Mean Sea Level – MSL) S0 = Ak+1

2. Amplitudo dari n buah komponen pasut Ci =

3. Ketertinggalan phasa dari n komponen pasut Pi = Arc tan

Sedemikian hingga persamaan kedua tanda i dapat dituliskan sebagai berikut :

h (tn) = S0 + Ci cos (i tn - Pi )

P. van der Stock mengklafisikasikan karateristik pasut suatu daerah berdasarkan

perbandingan amplitudo dari komponen diurnal dan semidiurnalnya, yang dirumuskan

sebagai :

F=

Tipe pasang surut di daerah itu diklasifikasikan sebagai :

1. Semi Diurnal bila 0 < F < 0.25

2. Campuran Semidiurnal bila 0.25 < F < 1.5

3. Campuran Diurnal bila 1.5 < F < 3.0

4. Diurnal bila > F > 3.0

Peramalan pasang surut akan dilakukan untuk kurun waktu yang cukup panjang yaitu

selama 20 tahun, di mana dalam kurun waktu tersebut diyakini semua variasi harmonik yang

ada telah tercakup seluruhnya. Hasil peramalan tersebut kemudian dianalisa lebih lanjut

untuk memperoleh beberapa elevasi penting dalam perencanaan sebagai berikut :

HHWL : highest hight water level, muka air tertinggi.

MHWS : mean high water spring, rata-rata muka air tinggi saat

purnama.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-35

Page 36: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

MHWL : mean high water level, rata-rata seluruh muka air tinggi.

MSL : mean sea level, rata-rata seluruh muka air yang terjadi.

MLWL : mean low water level, rata-rata seluruh muka air rendah.

MLWS : mean low water spring, rata-rata muka air rendah saat

purnama.

LLWL : lowest low water level, muka air terendah.

Secara khusus angka elevasi rata-rata muka air saat purnama (spring), yaitu MHWS dan

MLWS diperoleh dari merata-ratakan pasang tertinggi dan surut terendah setiap periode

waktu purnama (pada umumnya terjadi satu kali dalam kurun waktu selama 15 hari).

Perbandingan Hasil Pengamatan dan Penaksiran

0.00

25.00

50.00

75.00

100.00

125.00

150.00

175.00

200.00

05-Jul-06 00:00 08-Jul-06 12:00 12-Jul-06 00:00 15-Jul-06 12:00 19-Jul-06 00:00

Waktu

Ele

vas

i M

uk

a A

ir (

cm)

Data Pengamatan

Hasil Penaksiran

MSL = 107.98 cm

Contoh 3.19 Contoh Perbandingan Hasil Pengamatan & Peramalan Pasang Surut.

3.4.3 Pengolahan Data Angin

Pengetahuan mengenai sifat angin sangat penting dalam perencanaan perlindungan pantai

karena :

Angin menimbulkan gaya-gaya horisontal yang perlu dipikul konstruksi

bangunanan pantai.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-36

Page 37: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Angin membangkitkan gelombang laut, gelombang ini menimbulkan gaya-gaya

tambahan yang yang wajib dipikul konstruksi bangunan pantai, serta perilaku gelombang

mempengaruhi lay-out bangunan pantai

Dari gelombang yang dibangkitkan oleh angin jika membentuk sudut dengan garis

pantai akan menimbulkan arus sejajar pantai yang sangat penting pada perhitungan

angkutan sedimen di pantai.

Data angin yang dianalisis adalah data magnitude kecepatan dan arah angin maksimum

harian dengan selang waktu data selama kurang lebih 15 tahun yang di ambil dari stasion

Klimatologi terdekat milik Badan Meteorologi dan Geofisika.

Metode pengelolahan data yang digunakan adalah dengan cara statistik untuk menghitung

jumlah kejadian dan prosentase kejadian terhadap klasifikasi arah dan kecepatan angin

maksimum setiap bulan untuk seluruh data dalam selang waktu minimal 10 tahun.

Data angin kemudian diklasifikasikan dalam arah dan kecepatan yang dibagi dalam 8

(delapan) arah penjuru angin yaitu Utara, Timur Laut, Timur, Tenggara, Selatan, Barat Daya,

Barat, dan Barat Laut atau16 (enam belas) arah penjuru angin. Berdasarkan klasifikasi ini,

distribusi frekuensi dari setiap kecepatan dan arah angin dihitung kemudian ditabulasikan

dalam tabel serta digambarkan berupa mawar angin (windrose) untuk tiap bulan (Januari s.d.

Desember) dan Tahunan. Sebagai contoh diperlihatkan tabel dan windrose berikut :

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-37

Page 38: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Gambar 3.20 Contoh Gambar Windrose.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-38

Page 39: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

3.4.4 Analisa Gelombang

Analisa gelombang dalam pekerjaan ini dilakukan mengikuti metoda yang diberikan dalam

"Shore Protection Manual" (Coastal Engineering Research Center, US Army Corp of

Engineer) edisi 1984 yang praktis merupakan acuan standar bagi praktisi pekerjaan-

pekerjaan pengembangan, perlindungan, dan pelestarian pantai.

Metoda peramalan gelombang dapat dibedakan atas metoda peramalan gelombang laut

dalam dan peramalan gelombang laut dangkal. Beda metoda laut dalam dan dangkal adalah

bahwa dalam metoda laut dangkal diperhitungkan faktor gesekan antara gerak air dan dasar

laut, yang mana akan mengurangi tinggi gelombang yang terbentuk. Di laut dalam, gerak

gelombang yang terjadi di bagian atas perairan (upper ocean) praktis tidak mengimbas ke

bagian bawah dekat dasar laut (karena pada laut yang dalam, jarak vertikal dari dasar laut

ke permukaan, jauh). Oleh karenanya, gelombang dan pembentukan gelombang di laut

dalam tidak terpengaruh oleh keadaan di dekat dasar laut.

Patut dinyatakan di sini bahwa kriteria laut dalam “dalam'' dan “dangkal'' didasarkan pada

perbandingan antara panjang gelombang L dan kedalaman dasar laut d, bukan pada harga

mutlak kedalaman perairan. Nilai batasnya dapat diilihat pada tabel berikut :

Klasifikasi d/L

Laut dalam

Transisi

Laut dangkal

> ½

1/25 - 1/2

< 1/25

Untuk melakukan peramalan gelombang di suatu perairan diperlukan masukan berupa data

angin dan peta batimetri. Interaksi antara angin dan permukaan air menyebabkan timbulnya

gelombang. Peta perairan lokasi dan sekitarnya diperlukan untuk menentukan besarnya

“fetch” atau kawasan pembentukan gelombang.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-39

Page 40: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Gambar 3.21 Alir Proses Peramalan Gelombang Berdasarkan Data Angin.

A. Fetch

Fetch adalah daerah pembentukan gelombang yang diasumsikan memiliki kecepatan

dan arah angin yang relatif konstan. Adanya kenyataan bahwa angin bertiup dalam arah

yang bervariasi atau sembarang, maka panjang fetch diukur dari titik pengamatan

dengan interval 50.

Panjang fetch dihitung untuk 8 arah mata angin dan ditentukan berdasarkan rumus

berikut :

dimana:

Lfi : panjang fetch ke-i

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-40

No(Fully

Developed)

Start

4

32

210 x 15.78.68

AA U

gF

U

gtYes(Non FullyDeveloped)

t 8.68

32

2

g

U

U

gFt A

A

c

g

U

U

gtF A

A

223

min 8.68

No(Duration Limited)

0016.0

21

2

2

0

A

Am

U

gF

g

UH

31

22857.0

A

Ap

U

gF

g

UT

Yes(Fetch Limited)

2433.02

0 g

UH Am

g

UT Ap 134.8

Finish Finish

minFF

HS = significant wave height

TP = peak wave period

F = effective fetch length

UA = wind stress factor (modified wind speed)

t = wind duration

Page 41: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

i : sudut pengukuran fetch ke-i

i : jumlah pengukuran fetch

Jumlah pengukuran “i” untuk tiap arah mata angin tersebut meliputi pengukuran-

pengukuran dalam wilayah pengaruh fetch (22.50 searah jarum jam dan 22.50

berlawanan arah jarum jam) seperti pada Gambar berikut

Gambar 3.22 Daerah Pengaruh Fetch dan Kedalaman Untuk Arah Utara.

Panjang daerah pembentukan gelombang atau fetch ditentukan sebagai berikut :

1. Pertama ditarik garis-garis fetch setiap selang sudut lima derajat.

2. Tiap penjuru angin (arah utama) mempunyai daerah pengaruh selebar 22,5 derajat

ke sebelah kiri dan kanannya.

3. Panjang garis fetch dihitung dari wilayah kajian sampai ke daratan di ujung lainnya.

Jika hingga 200 km ke arah yang diukur tidak terdapat daratan yang membatasi

maka panjang fetch untuk arah tersebut ditentukan sebesar 200 km.

4. Masing-masing garis fetch dalam daerah pengaruh suatu penjuru angin (arah

utama) diproyeksikan ke arah penjuru tersebut.

5. Panjang garis fetch diperoleh dengan membagi jumlah panjang proyeksi garis-garis

fetch dengan jumlah cosinus sudutnya.

B. Perhitungan Kedalaman

Kedalaman yang dimaksud adalah kedalaman dominan pada kawasan pembentukan

gelombang (fetch) untuk wilayah kajian. Data kedalaman diperoleh dari peta bathimetri.

Perhitungan kedalaman dilakukan dengan mencari rata-rata kedalaman untuk satu

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-41

TLBL

U

TB

22.50 22.50

Page 42: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

wilayah fetch dengan ‘luas’ 50 10 km. Setelah diperoleh seluruh rata-rata kedalaman

dalam satu arah maka dicari harga rata-rata dari keseluruhan nilai rata-rata tersebut.

Hasil perhitungan gelombang akan disajikan dalam bentuk tabel dan diagram

“Waverose”. Waverose menyatakan prosentase kejadian gelombang berdasarkan arah

dan tingginya. Dari pengamatan waverose bulanan akan dapat disimpulkan distribusi

gelombang perbulan yang dominan.

C. Pembentukan Gelombang

Pembentukan gelombang di laut dalam dianalisa dengan formula-formula empiris yang

diturunkan dari model parametrik berdasarkan spektrum gelombang JONSWAP (Shore

Protection Manual, 1984). Prosedur peramalan tersebut berlaku baik untuk kondisi fetch

terbatas (fetch limited condition), kondisi waktu terbatas (duration limited condition) dan

kondisi sempurna.

Terbatas Waktu

Pada pembentukan gelombang terbatas waktu, waktu angin bertiup kurang lama.

Kondisi gelombang yang terbentuk adalah fungsi dari kecepatan angin dan durasi.

Penghitungan parameter gelombang untuk jenis ini menggunakan bantuan grafik.

Terbatas Fetch

Pada pembentukan gelombang terbatas fetch, angin bertiup cukup lama dan kondisi

gelombang yang terbentuk adalah fungsi dari kecepatan dan panjang fetch.

Penghitungan parameter gelombang terbatas fetch ini dapat menggunakan persamaan

berikut ini:

;

dimana:

HS = tinggi gelombang signifikan (m)

TS = periode gelombang signifikan (m)

v = kecepatan angin (m/det)

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-42

Page 43: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Pembentukan Sempurna

Gelombang ini terbentuk bila angin bertiup cukup lama dan dengan kecepatan yang

cukup besar. Persamaan-persamaan yang digunakan untuk kondisi pembentukan

gelombang sempurna adalah:

;

dimana:

HS = tinggi gelombang signifikan (m)

TS = periode gelombang signifikan (m)

v = kecepatan angin (m/det)

Untuk menentukan kondisi pembentukan gelombang di lokasi, dilakukan prosedur

perhitungan sebagai berikut:

Gunakan data kecepatan angin maksimum.

Tentukan durasi x (untuk Indonesia diambil t = 3 jam).

Hitung kecepatan angin untuk durasi 3 jam dengan langkah sebagai berikut :

di mana:

UX = kecepatan angin 3 jam

Ut = kecepatan angin dari data angin

Hitung durasi minimum (tmin).

di mana:

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-43

Page 44: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

v = kecepatan angin = UX

g = percepatan gravitasi

F = panjang fetch efektif

Periksa harga dari tmin.

Jika x > tmin : gelombang terbatas fetch

Jika x < tmin : gelombang terbatas waktu

Hitung tinggi dan periode gelombang signifikan berdasarkan kondisi yang ada.

Dari tinggi dan periode gelombang (HS dan TS) yang didapatkan dari perhitungan

masing-masing data angin kemudian dilakukan analisa frekuensi dengan

menggunakan metode Gumbell untuk memperoleh tinggi dan periode gelombang

untuk periode ulang H2, H5, H10, H25, H50 dan H100 menurut arah datang gelombang.

Hasil penentuan gelombang berdasarkan analisa frekuensi ini yang digunakan untuk

perencanaan teknis fasillitas selanjutnya.

Tinggi Gelombang Rencana

Tinggi gelombang rencana yang diperlukan sebagai data input dalam analisis

gelombang selanjutnya diperoleh dengan cara sebagai berikut:

i. Dari hasil pasca-kiraan gelombang, diambil tinggi gelombang yang terbesar dengan

periodanya untuk tiap arah yang mendatangkan gelombang, tiap tahun.

ii. Dari tabel tersebut untuk tiap tahun diambil gelombang terbesar, tidak peduli arahnya.

Hasil inventarisasi gelombang terbesar selama 17 tahun ini disajikan dalam bentuk

tabel dengan informasi mengenai arah gelombang sudah hilang dalam analisis

selanjutnya.

iii. Dilakukan analisis harga ekstrim berdasarkan data gelombang terbesar tahunan yang

telah tersusun dari langkah sebelumnya. Dengan cara analisis harga ekstrim yang di-

dasarkan pada tinggi gelombang ini, maka informasi mengenai perioda gelombang hi-

lang dalam langkah selanjutnya.

iv. Analisis frekuensi gelombang rencana dengan metode yang digunakan terdiri dari be-

berapa distribusi yaitu Log Normal, Log Pearson III, Pearson III dan Gumbell. Analisis

frekuensi adalah kejadian yang diharapkan terjadi, rata-rata sekali setiap N tahun atau

dengan perkataan lain tahun berulangnya N tahun. Kejadian pada suatu kurun waktu

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-44

Page 45: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

tertentu tidak berarti akan terjadi sekali setiap 10 tahun akan tetapi terdapat suatu ke-

mungkinan dalam 1000 tahun akan terjadi 100 kali kejadian 10 tahunan.

v. Pemilihan distribusi yang sesuai dari beberapa distribusi tersebut untuk memberikan ni-

lai gelombang rencana.

Berikut ini adalah penjelasan untuk masing-masing distribusi frekuensi yang digunakan

pada tahap (4) diatas.

Distribusi Log Normal

Suatu nilai acak X memiliki fungsi distribusi Log Normal apabila nilai dari fungsi

probabilitas denstitasnya seperti persamaan dibawah ini (Ochi 1992).

Distribusi Log Normal memiliki 2 parameter statistik yaitu dan . Nilai dari

parameter dan adalah suatu nilai logaritmik dari variabel acak X yang

terdistribusi sebagai rata-rata dan varian . Persamaan dari nilai rata-rata dan

varian dari distribusi Log Normal adalah sebagai berikut:

Distribusi Pearson Tipe III

Distribusi Pearson Tipe III adalah suatu distribusi gamma (memiliki 3 parameter

gamma) yang diturunkan dari suatu fungsi gamma. Persamaan tersebut diberikan

di bawah ini (Ochi 1992):

dimana nilai dari () adalah suatu fungsi gamma dengan , dan merupakan

parameters yang diberikan oleh persamaan berikut ini :

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-45

Page 46: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Distribusi Log Pearson Tipe III

Distribusi Log Pearson III merupakan modifikasi dari distribusi Pearson Tipe III

dengan mengubah y = log (x) sehingga mengurangi nilai kemencengan

(skewness). Persamaan distribusi Log Pearson adalah sebagai berikut (Ochi 1992).

dimana:

Distribusi Gumbel

Distribusi Gumbel berasal dari Distribusi Nilai Asimtot Ekstrim Tipe I dan

merupakan fungsi distribusi kumulatif sebagai berikut (Ochi 1992)

atau dalam fungsi probabilitas densitas dinyatakan sebagai berikut:

dimana:

s = standar deviasi

= rata-rata

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-46

Page 47: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Keempat distribusi yang telah dijelaskan di atas diterapkan ke dalam nilai tinggi

gelombang maksimum seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Nilai dari gelombang

maksimum hasil prediksi berdasarkan masing-masing distribusi diplot berdasarkan nilai

gelombang hasil pengamatan. Data pengamatan diplot berdasarkan nilai probabilitas

Weibull yang terlampaui. Persamaan probabilitas Weibull adalah sebagai berikut :

dimana

= probabilitas dari suatu nilai X yang berada di bawah suatu nilai di bawah

xm.

m = ranking dari xm

n = jumlah total data dari nilai maksimum

Fungsi distribusi yang paling sesuai dapat dipilih berdasarkan: (1) pengamatan visual,

dan (2) nilai error (= perbedaan antara data dan perhitungan). Definisi dari “rata-rata

error” adalah sebagai berikut:

Error rata-rata =

Dimana :

XDistribustion = tinggi gelombang hasil perhitungan

XData = tinggi gelombang hasil peramalan

N = jumlah data

Perbandingan dari berbagai distribusi diperlihatkan dalam sebuah grafik. Dengan

melihat grafik tersebut tidak terlihat secara jelas perbedaan nilai dari fungsi distribusi

yang memperbandingkan antara data hasil pengamatan gelombang dengan peramalan

gelombang. Selanjutnya dengan menggunakan metoda error terkecil akan ditemukan

nilai dari sebuah distribusi selanjutnya yang akan digunakan dalam analisis pada

Pekerjaan ini.

Setelah mendapatkan tinggi gelombang rencana untuk periode ulang tertentu tersebut

kemudian dianalisis periode gelombang yang sesuai melalui sebuah grafik hubungan

antara tinggi gelombang dengan periode gelombang.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-47

Page 48: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Gambar 3.23 Contoh Gambar Wave Rose.

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9

Probabilitas Weibull

Tin

gg

i G

elo

mb

ang

(m

)

Data Tinggi Gelombang

Distribusi Log Normal

Distribusi Pearson

Distribusi Log Pearson

Distribusi Gumbel

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-48

Page 49: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Gambar 3.24 Contoh Perbandingan Tinggi Gelombang Rencana Pada Berbagai Jenis

Distribusi.

y = 0.0356x2.0083

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Perioda Gelombang Signifikan (detik)

Tin

gg

i G

elo

mb

an

g S

ign

ifik

an

(m

ete

r)

Gambar 3.25 Contoh Grafik Hubungan Tinggi dan Periode Gelombang.

D. Transformasi Gelombang

Gelombang pada kawasan pantai (coastal area) berasal dari laut lepas pantai.

Penyebaran gelombang dipengaruhi oleh kontur dasar perairan dimana pergerakan

gelombang ditransformasikan menurut variasi topografi dasar perairan tersebut. Ada

beberapa tipe transformasi gelombang, diantaranya: pendangkalan (shoaling), pecah

(breaking), refraksi (refraction), difraksi (difraction) dan lain-lain. Untuk keperluan

pekerjaan ini lebih ditekankan pada analisa refraksi/difraksi saja.

Refraksi

Refraksi adalah peristiwa berubahnya arah perambatan dan tinggi gelombang akibat

perubahan kedalaman dasar laut. Pada perairan dalam, gelombang laut tidak

``merasakan'' pengaruh dasar laut karena jarak vertikal yang jauh antara permukaan laut

tempat gelombang beraksi dan dasar laut.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-49

Page 50: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Semakin dangkal perairan, pengaruh dasar laut semakin ``dirasakan'' oleh gelombang;

pengaruh mana antara lain berbentuk refraksi. Jadi, refraksi merupakan fenomena

perairan dangkal.

Gelombang akan merambat lebih cepat pada perairan yang dalam dari pada perairan

yang dangkal. Hal ini menyebabkan puncak gelombang membelok dan menyesuaikan

diri dengan kontur dasar laut.

Parameter-parameter yang penting pada analisa refraksi gelombang adalah :

Dimana :

Ks : koefisien pendangkalan

Kr : koefisien refraksi

Cg : kecepatan ‘grup’ gelombang

dimana subscript “o” menyatakan ‘laut dalam’

Sementara, tinggi gelombang yang terjadi pada perairan dangkal (H) dapat dihitung

sebagai berikut :

H = Ho.Ks.Kr

Perubahan arah gelombang karena refraksi menghasilkan konvergensi (penguncupan)

atau divergensi (penyebaran) energi gelombang seperti yang ditunjukkan pada gambar

berikut.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-50

Page 51: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Kontur

d

Ortogonal

0.5

Gelombang pecah

Lau

t dal

am

b0

0L

Puncak gelombang

dasar laut

gelombang

0.4

0.3

0.2

L0

_ = 0.1

Gambar 3.26 Refraksi Gelombang.

Penurunan persamaan refraksi gelombang dengan menganggap dua garis ortogonal

yang melintas dari laut dalam menuju pantai dan dianggap tidak ada energi gelombang

yang keluar dari lintasan tersebut sehingga dianggap konstan. Besarnya tinggi

gelombang yang terjadi akibat pengaruh refraksi adalah:

H = Ks.Kr.H0

dengan:

Ks = koefisien pendangkalan

Kr = koefisien refraksi

H = Ks.Kr.H0

Koefisien pertama adalah pengaruh pendangkalan sedangkan yang kedua adalah

pengaruh garis ortogonal konvergen atau divergen yang disebabkan oleh refraksi

gelombang.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-51

Page 52: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Kontur kedalaman

x

0

Ortogonal gelombang

0b

b

L

0L

x

Pantai

Gambar 3.27 Refraksi Gelombang pada Kontur Lurus dan Sejajar.

Untuk gelombang yang tidak mengalami shoaling, dengan Ks = H/H’0, maka persamaan

tinggi gelombang menjadi:

H’0 = KrH0

di mana: H’0 = tinggi gelombang dalam ekivalen

Penyelesaian masalah refraksi gelombang karena perubahan kedalaman dapat

menggunakan hukum Snell seperti dilihat pada Gambar.

Garis puncak gelombang

L

TC

1=

1

2TL

2C

=

x d

2

1

2

Ortogonal gelombang

1

2d

1d > 2dC>1C 2L>1L 2

Gambar 3.28 Hukum Snell untuk Refraksi Gelombang.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-52

Page 53: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Gelombang menjalar dari laut dengan kedalaman d1 menuju kedalaman d2 dengan

perubahan kedalaman mendadak (seperti anak tangga) dan dianggap tidak ada refleksi

gelombang. Karena adanya perubahan kedalaman maka cepat rambat dan panjang

gelombang berkurang dari C1 dan L1 menjadi C2 dan L2. Berdasarkan Hukum Snell,

berlaku:

di mana:

1 = sudut antara garis puncak gelombang dengan kontur dasar di mana gelombang

melintas

2 = sudut yang sama diukur saat garis puncak gelombang melintas dasar kontur

berikutnya

C1 = kecepatan gelombang pada kedalaman kontur pertama

C2 = kecepatan gelombang pada kedalaman kontur kedua

Apabila ditinjau di laut dalam dan pada titik yang ditinjau, maka persamaan di atas

menjadi:

Jarak ortogonal di laut dalam dan di suatu titik yang ditinjau adalah b0 dan b. Apabila

kontur dasar laut lurus dan sejajar maka jarak x di titik O dan titik berikutnya adalah:

Sehingga koefisien refraksi adalah:

Difraksi

Difraksi adalah peristiwa transmisi energi gelombang dalam arah kesamping (lateral)

dari arah perambatan gelombang. Peristiwa ini terjadi apabila terdapat bangunan laut

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-53

Page 54: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

yang menghalangi perambatan gelombang. Pada bagian yang terlindung oleh bangunan

laut, tetap terbentuk gelombang akibat transmisi lateral tadi. Fenomena difraksi tidak

terbatas pada perairan dangkal saja karena difraksi terjadi dimana terdapat bangunan

laut yang menghalangi perambatan gelombang.

Pada Gambar menunjukkan apabila tidak terjadi difraksi gelombang maka daerah di

belakang rintangan akan tenang. Bila terjadi difraksi, maka daerah di belakang rintangan

akan terpengaruh oleh gelombang datang. Garis puncak gelombang di belakang

rintangan akan membelok dan mempunyai busur lingkaran dengan pusatnya pada ujung

rintangan. Pada daerah ini, tinggi gelombang akan berkurang, semakin jauh dari ujung

rintangan maka berkurangnya tinggi gelombang akan semakin besar. Sedangkan untuk

daerah di depan rintangan akan terjadi superposisi antara gelombang datang dan

gelombang balik yang dikenal dengan short crested waves (gelombang hasil superposisi

beberapa gelombang yang sudut datang/perginya tidak sama).

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-54

Page 55: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Gambar 3.29 Pola Gelombang di Belakang Rintangan.

Perhitungan difraksi gelombang berdasarkan jenis rintangan yang dilalui dapat

dibedakan menjadi:

a. Difraksi gelombang melewati celah tunggal

Contoh diraksi gelombang melewati celah tunggal dapat dilihat pada Gambar. Tinggi

gelombang di suatu tempat di daerah terlindung tergantung kepada:

Jarak titik tersebut terhadap ujung rintangan r.

Sudut antara rintangan dan garis yang menghubungkan titik tersebut dengan

ujung rintangan

Sudut antara arah penjalaran gelombang dan rintangan

Dengan demikian koefisien difraksi dapat didefinisi sebagai:

di mana:

H = tinggi gelombang setelah difraksi

HI = tinggi gelombang datang

K’ = koefisien difraksi = f’(,,r/L)

Nilai K’ untuk ,,r/L tertentu dapat dicari dengan menggunakan diagram difraksi.

Langkah-langkah untuk menggunakan diagram difraksi adalah:

Hitung panjang gelombang (L).

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-55

Puncak gelombang

P

L

Arah Gelombang

Rintangan

Titik tinjau

K'

r

Perairan tenang

Arah Gelombang

Puncak gelombang

P

L

Rintangan

a. Tidak Terjadi Difraksi b. Terjadi Difraksi

Page 56: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Hitung jarak lokasi dari ujung rintangan (r).

Hitung r/L.

Tentukan arah gelombang.

Gunakan diagram difraksi untuk arah gelombang yang sesuai.

Bila arah gelombang tidak sama dengan yang ada pada diagram, lakukan

interpolasi.

b. Difraksi gelombang melewati dua celah

Untuk menentukan koefisien difraksi gelombang yang melewati dua celah digunakan

grafik yang dikembangkan oleh Jonhson (1952, 1953; dalam Wiegel 1964) yang

menunjukkan kurva difraksi yang sama untuk arah gelombang datang tegak lurus sisi

celah dan untuk berbagai perbandingan antara lebar celah B dan panjang gelombang

L (B/L). Apabila lebar celah sama dengan lima kali panjang gelombang atau lebih,

maka difraksi oleh kedua ujung celah tidak saling mempengaruhi sehingga teori

difraksi untuk gelombang melewati celah tunggal dapat digunakan untuk kedua sisi.

Apabila keadaan yang ditinjau melibatkan bangunan laut, maka biasanya sulit untuk

menerapkan model refraksi saja, karena konsep refraksi tidak berlaku di daerah yang

terlindung oleh bangunan laut. Oleh karena itu, peneliti numerik mengembangkan model

yang mampu sekaligus memperhitungkan proses refraksi dan difraksi (misalnya,

Berkhoff 1972, Lozano & Liu, 1980). Model kombinasi refraksi-difraksi seperti inilah yang

akan digunakan dalam pekerjaan ini untuk mensimulasikan proses refraksi-difraksi di

kawasan perairan studi.

Analisis fenomena refraksi/difraksi yang akan digunakan dalam pekerjaan ini

dilaksanakan dengan pemodelan refraksi-difraksi di kawasan perairan proyek. Model

numerik yang akan digunakan adalah REF/DIF yang disusun oleh Center for Applied

Coastal Research, University of Delaware, USA.

Sebelum model numerik dieksekusi, harus ditetapkan terlebih dahulu gelombang

rencana untuk analisa refraksi/difraksi ini. Untuk eksekusi model refraksi/difraksi

gelombang dibutuhkan masukan data sebagai berikut :

1. Bathimetri Perairan.

Agar memberikan hasil yang baik, analisa refraksi/difraksi memerlukan kawasan

perairan yang agak luas. Peta batimetri yang didapatkan dari survei batimetri terlalu

kecil untuk digunakan. Oleh karena itu, diambil peta 1:50.000 dari Dishidros TNI-AL

sebagai pelengkap.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-56

Page 57: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Pada bagian peta tersebut akan digambarkan 2 (dua) kawasan perairan untuk

analisa refraksi/difraksi, yaitu Kawasan Besar (KB) dan Kawasan Kecil (KK). KB

merupakan kawasan yang cukup luas, dimana pada batas laut paling luar pada

kawasan ini diambil suatu anggapan bahwa gelombang yang ada atau terbentuk

berupa gelombang sempurna yang belum mengalami refraksi / difraksi. Sedang KK

adalah suatu kawasan di dalam KB untuk melakukan simulasi yang lebih teliti,

dimana peta KK yang digunakan adalah peta hasil survei lapangan dengan skala

1:2.000.

2. Tinggi Gelombang

Tinggi gelombang yang digunakan sebagai data masukan model numerik ini adalah

tinggi gelombang yang diperoleh dari hasil pasca-kiraan gelombang berdasarkan

data angin. Data angin sekunder yang digunakan diusahakan diambil dari lokasi

pengamatan yang mempunyai karakteristik tidak jauh berbeda dengan karakteristik

lokasi kajian. Lokasinya juga diharapkan tidak terlalu jauh dari lokasi kajian.

3. Arah Datang Gelombang

Untuk daerah kajian refraksi/difraksi di kawasan ini, arah yang ditinjau adalah arah-

arah yang menghadap ke laut bebas atau relatif bebas.

4. Perioda Gelombang

Dalam proses perhitungan tinggi gelombang rencana, informasi mengenai perioda

(dan arah) gelombang telah “hilang” karena besaran yang menjadi obyek

perhitungan adalah tinggi gelombang. Untuk memberi spesifikasi iklim gelombang

yang lengkap, perioda gelombang harus ditetapkan perencana. Dasar penetapan

dalam hal ini adalah informasi yang diperoleh dari inventarisasi gelombang terbesar.

Hasil yang diperoleh dari analisa refraksi/difraksi gelombang adalah tinggi gelombang

dan arah perambatan gelombang pada titik perhitungan.

Ketika gelombang menjalar ke perairan dangkal, gelombang akan mencapai kecuraman

maksimum, sehingga kemudian pecah pada jarak tertentu dari garis pantai. Kecuraman

maksimum gelombang ini bergantung kepada faktor kedalaman relatif d/L dan juga

kemiringan dasar laut (m).

Tinggi gelombang pecah dapat dihitung berdasarkan persamaan :

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-57

Page 58: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

H

H H L

b

o o o

1

3 31 2

. //

dimana : Hb = tinggi gelombang pecah

Ho = tinggi gelombang datang dari laut dalam

Lo = panjang gelombang datang dari laut dalam

Sedangkan koefisien jarak gelombang pecah dihitung berdasarkan persamaan :

d

H b aH gT

b

b b

12/

dimana : db = koefisien jarak pecah gelombang

a dan b memenuhi persamaan :

a = 43.75 ( 1 - e-19.5m )

dimana : m = kemiringan pantai

Sedang jarak sebenarnya gelombang pecah dari pantai adalah : db1 = db/m

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-58

Page 59: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Gambar 3.30 Contoh Hasil Simulasi Refraksi dan Difraksi Gelombang.

U

Gambar 3.31 Contoh Kontur Gelombang (Gelombang Datang dari Timur Laut ke Barat

Daya).

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-59

Page 60: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

3.4.5 Analisa Angkutan Sedimen dan Perubahan Garis Pantai

A. Angkutan Sedimen Sejajar Pantai

Analisis angkutan sedimen dilakukan untuk memperoleh parameter-parameter berikut

ini:

Laju angkutan sedimen dasar, baik yang diakibatkan oleh arus saja atau

kombinasi arus dan gelombang.

Laju pengendapan sedimen melayang di kolam pelabuhan dan alur pelayaran.

Berdasarkan Shore Protection Manual, 1984 (SPM 1984), angkutan materi sedimen

sejajar pantai disebut longshore transport. Penamaan longshore transport ini sama

artinya dengan littoral transport atau pergerakan littoral drift, yaitu sedimen yang

bergerak pada zone littoral. Zone littoral di dalam terminologi pantai adalah daerah

perairan dari garis pantai hingga tepat sebelum daerah gelombang pecah

Angkutan sedimen sejajar pantai dapat ditaksir dengan menghitung laju angkutan

sedimen sejajar pantai yang disebabkan oleh gelombang laut dalam hal ini gelombang

diambil dari hasil peramalan gelombang. Data yang diperlukan adalah tinggi dan arah

gelombang serta prosentase kejadiannya. Besarnya angkutan dinyatakan dalam satuan

m3/tahun.

Gelombang laut yang datang dari perairan dalam dengan membentuk sudut tertentu

terhadap garis pantai menimbulkan arus sejajar pantai, yang menghasilkan angkutan

sedimen sejajar pantai pula. Laju angkutan sedimen yang dinyatakan dengan simbol Q,

dalam metode perhitungan empiris umumnya dinyatakan dalam hubungannya dengan

faktor laju empiris I, dengan persamaan berikut :

dimana :

s = densitas sedimen diambil

= densitas air laut

n = porositas sedimen

g = percepatan gravitasi

Besarnya faktor I dihitung dengan menggunkan persamaan yang mengatur korelasi

antara I dengan komponen fluks energi gelombang yang sejajar pantai P, yakni

persamaan :

P = 0.05 g3/2 H0 5/2 (cos 0 )1/4 sin 20

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-60

Page 61: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Dimana :

Ho = tinggi gelombang diperairan dalam

0 = sudut muka gelombang datang terhadap garis pantai

Hubungan antara fluks energi P dengan faktor I, diatur dengan persamaan :

I = KP

dimana K adalah konstanta yang besarnya bergantung pada jenis tinggi gelombang

yang digunakan dalam perhitungan, jadi dengan demikian laju angkutan sedimen dapat

dihitung berdasarkan persamaan :

Dalam menentukan pola pergerakan sedimen pantai yang terjadi maupun yang akan

terjadi pada kurun waktu tertentu, Konsultan menggunakan program simulasi GENESIS

(Generalized Model for Simulating Shoreline Change) dari US Army Corps of Engineers

(ASCE). Metodologi analisis dari program simulasi GENESIS diuraikan di berikut ini.

Longshore transport rate (Q), atau tingkat angkutan sedimen sejajar pantai, lazim

mempunyai satuan meter kubik per tahun (dalam SI). Karena pergerakannya sejajar

pantai, maka ada dua kemungkinan arah pergerakan, yaitu ke arah kanan dan kiri relatif

terhadap seorang pengamat yang berdiri di pantai menghadap ke laut. Pergerakan dari

kanan ke kiri diberi notasi Qlt, dan pergerakan dari kiri ke kanan Qrt, sehingga didapat

tingkat angkutan sedimen ‘kotor’ (gross) Qg = Qlt + Qrt , dan tingkat angkutan ‘bersih’

(net) Qn = Qlt - Qrt . Nilai Qg digunakan untuk meramalkan tingkat pendangkalan pada

suatu alur perairan yang terbuka, Qn untuk desain alur yang dilindungi dan perkiraan

erosi pantai, dan Qlt serta Qrt untuk desain penumpukan sedimen di ‘belakang’ sebuah

struktur pantai yang menahan pergerakan sedimen.

Bentuk keluaran dan masukuan pada pemodelan dengan menggunakan GENESIS

seperti pada Gambar menunjukkan struktur masukan dan keluaran program GENESIS.

Nama-nama disebelah kiri gambar adalah masukan sedangkan yang di kanan adalah

keluarannya.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-61

Page 62: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Gambar 3.32 Struktur Masukan dan Keluaran Program GENESIS.

Keempat masukan utama atau minimal (dengan garis tebal) diperlukan untuk seluruh

simulasi model, sedang file SEAWL.ext dipakai bila terdapat seawall selama simulasi

berlansung. NSWAV.ext, dan DEPTH.ext dipakai bila model memakai informasi

gelombang disekitar pantai. Kedua masukan ini diperlukan, bila simulasi menggunakan

model transformasi gelombang eksternal. Hal yang perlu diperhatikan untuk SHORL.ext,

SHORM.ext, dan SEAWL.ext bahwa dalam masukan nilai tiap baris berjumlah sepuluh

kecuali baris yang terakhir.

Data masukan yang dibutuhkan pada GENESIS adalah sebagai berikut:

i. Data posisi awal garis pantai berupa koordinat (x,y). Fixed boundaries dari garis

pantai yang akan ditinjau adalah posisi dimana perubahan garis pantai tersebut dapat

dianggap tidak signifikan terhadap hasil simulasi, atau pada sebuah struktur yang

rigid (misalnya karang). Batasan ini diperlukan karena di dalam simulasi, perubahan

garis pantai pada kedua titik batas tersebut di atas besarnya dianggap nol.

ii. Time series data gelombang lepas pantai atau gelombang laut dalam, tinggi

gelombang, perioda dan arah rambat gelombang terhadap garis normal pantai untuk

selang waktu tertentu. Untuk pantai dengan kontur batimetri yang sejajar pantai maka

data gelombang ini akan dihitung pergerakan akibat refraksi dan difraksi secara

internal di dalam GENESIS sendiri.

iii. Grid simulasi yang melingkupi garis pantai serta perairan dimana gelombang akan

merambat. Jumlah grid pada arah sumbu x untuk program ini terbatas hingga 80

buah.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-62

Page 63: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

iv. Struktur bangunan pantai eksisting atau yang direncanakan dan data struktur-struktur

laut lainnya yang berada pada perairan yang ditinjau.

v. Data-data lain seperti ukuran butiran (D50), parameter kalibrasi, posisi seawall, beach

fill yang diakibatkan oleh masuknya sedimen dari sungai, dan parameter-parameter

lain.

Program GENESIS ini, dengan data-data masukan di atas dapat memberikan perkiraan

nilai longshore transport rate serta perubahan garis pantai akibat angkutan sedimen

tersebut tanpa maupun dengan adanya struktur jetty atau breakwater pada pantai untuk

jangka waktu tertentu.

Simulasi yang dilakukan pada sebuah kawasan kajian mencakup:

i. Laju angkutan sedimen total (jumlah angkutan sedimen akibat longshore transport ke

arah kiri maupun kanan relatif terhadap posisi PPI).

ii. Perubahan garis pantai kumulatif dalam kurun waktu 10 tahun.

iii. Kondisi awal garis pantai pada kawasan kajian (eksisting) dan perubahan posisi garis

pantai dalam kurun waktu 10 tahun.

Program GENESIS menerapkan “one-line simulation”, dimana batas antara laut dan

darat di pantai digambarkan sebagai suatu bidang yang tegak (tembok).

Pengembangan atas program GENESIS ini adalah program “n-line simulation” yang

mensimulasikan kondisi pantai secara lebih realistis, dimana kontur pantai dapat

disimulasikan dengan mendekati kondisi batimetri yang ada. Pada saat ini, program “n-

line” ini sedang dalam tahap pengembangan oleh Konsultan. Sebagai alternatif, jika

memungkinkan program “n-line” ini akan digunakan oleh Konsultan untuk melakukan

simulasi perubahan garis pantai.

B. Analisa Perubahan Garis Pantai

Tiga macam skala waktu pada evolusi garis pantai dapat dibedakan atas :

a. Evolusi geologi yang terjadi selama ratusan tahun.

b. Evolusi jangka panjang (long-term evolution) yang terjadi dalam orde tahunan atau

puluhan tahun

c. Evolusi yang terjadi musiman (terjadi pada saat arus atau gelombang terbesar)

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-63

Page 64: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Evolusi geologi terjadi secara regional untuk seluruh kawasan. Long-term evolution

terjadi untuk sebagian pantai diantara headland (tempat yang tetap seperti batuan,

bangunan pantai dan lain-lain). Evolusi musiman juga terjadi pada sebagian pantai,

diakibatkan misalnnya oleh topan, gelombang (major storm). Evolusi musiman ini

sifatnya merusak dan kemudian berangsur-angsur perubahan musiman ini akan kembali

pada keseimbangan semula.

Pada analisa ini yang akan dibahas adalah long-term evolution, sedangkan short-term

evolution adalah merupakan perturbasi (gangguan) yang bertindihan dengan long-term

evolution. Short-term evolution dapat dihitung dengan menggunakan parameter rencana

yang sifatnya sesaat, sedangkan long-term evolution harus menggunakan data jangka

panjang mengenai gelombang dan arus.

Penyebab utama dari long-term evaluation adalah :

1. Erosi karena gelombang pendek dan deposisi karena panjang gelombang.

2. Efek dari bangunan pantai seperti bulkhead, jetty, groin, terhadap erosi atau deposisi.

Peramalan perubahan garis pantai dalam pekerjaan ini akan dianalisa dengan

menggunakan analisa numeris model matematis yang terdapat dalam program simulasi

GENESIS (Generalized Model for Simulating Shoreline Change) dari US Army Corps of

Engineers (ASCE). Metodologi analisis dari program simulasi GENESIS telah diuraikan

sebelumnya.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-64

Page 65: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

4,600

5,200

5,800

6,400

7,000

7,600

0 5 10 15 20 25 30

Grid Simulasi (1 grid = 40 m)

Po

sisi

Gar

is P

anta

i (m

)

Posisi Garis Pantai AwalTahun ke-1Tahun ke-3Tahun ke-5Tahun ke-10

Dusun Cesar

Dusun Englas

Dermaga Cesar

Contoh 3.33 Contoh Hasil Analisis Perubahan Garis Pantai Hasil Simulasi.

3.4.6 Medan Gelombang dan Arus di Perairan Sekitar Pantai

Secara alamiah daerah pantai umumnya stabil dan berada dalam keseimbangan dinamik.

Interaksinya dengan gelombang dan arus dikarakterisasi oleh siklus dari erosi and akrasi.

Keseimbangan dinamik tersebut akan terganggu oleh intervensi manusia dengan

pembangunan struktur pantai yang dapat menghambat erosi dan akrasi pantai.

Pengertian tentang interaksi antara gelombang dan arus yang dibangkitkan oleh gelombang

dan struktur pantai diperlukan untuk pengembangan daerah pantai. Salah satu cara untuk

mengerti interaksi antara gelombang dan arus yang dibangkitkan oleh gelombang dan

struktur pantai adalah melalui pemodelan matematik.

A. Persamaan Pengatur

Persamaan-persamaan untuk medan gelombang ekuivalen dengan persamaan slope

landai telah dikembangkan oleh Berkhoff (1972) is diberikan oleh Watanabe and

Maruyama (1986) sebagai berikut :

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-65

Page 66: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

dengan

;

u dan v adalah komponen kecepatan horizontal dalam arah-x and y, c adalah kecepatan

fasa, ζ adalah elevasi muka air dan ; k adalah bilangan gelombang,

dan h adalah kedalaman air.

Untuk menghitung medan gelombang di daerah surfzone, suku dissipasi energi untuk

gelombang pecah ditambahkan pada persamaan (4.38) sebagai berikut :

Faktor disipasi, fD, ditentukan oleh :

dengan slope rata-rata dasar di sekitar titik pecah, dan and adalah

komponen amplitudo laju aliran.

Jika koefisien Ddan’ adalah 2.5 dan 0.25 secara berturut-turut, Persamaan (4.40)

menjadi esensial ekuivalen dengan model disipasi energi oleh Mizughuci (1980).

Besaran pada persamaan (4) memberikan amplitudo laju aliran maksimum di daerah

gelombang recovery. Dalam kasus maka diterapkan fD = 0.

B. Analisa Numerik

Persamaan pengatur didiscritisasi dengan skema staggered mesh dengan notasi seperti

pada Gambar :

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-66

Gambar 3.34 Skema Staggered Mesh Scheme (Watanabe & Maruyama, 1986).

si )(21 si )1(

1, jyiQ

ji,jxiQ ,

jyiQ ,

jxiQ ,1

sj )1(

sj )(21

sj

y

x

si )(21 si )1(

1,1

m

jxiQ

mji,

1.mjxiQ

mjxiQ ,

mjxiQ ,1

tm )1(

tm )(21

tm

y

x

Page 67: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Diskritisasi persamaan (5.39) dan (5.40) adalah sebagai berikut :

Syarat Batas Internal Dengan Reflektifitas

Bila gelombang berdiri ada di depan suatu reflektor sepanjang dengan koefisien

refleksi adalah KR (perbandingan tinggi gelombang yang direfleksi dengan tinggi

gelombang datang) dan n sudut gelombang datang (lihat Gambar 5.15). Komponen

laju aliran dalam arah-x pada suatu waktu tertentu pada titik (xo,yo) pada batas dan pada

titik lain diberikan sebagai jumlah laju aliran gelombang datang dan yang

direfleksikan, QxI dan QxR (Maruyama, 1988) :

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-67

Page 68: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Pernyataan QxI dan QxR diberikan oleh teori gelombang amplitudo kecil dengan asumsi

kedalaman perairan lokal konstan. Hubungan berikut adalah benar kecuali untuk kasus

KR = 1 dan Qx(xo,yo) = 0, diperoleh :

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-68

Page 69: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

(a)

(b)

Untuk batas refelektor yang paralel terhadap sumbu-x seperti yang diperlihatkan dalam

Gambar di atas, komponen kecepatan laju aliran diberikan dengan cara yang sama :

Batas Virtual Tanpa Reflektifitas

Perhitungan syarat batas daerah sisi umumnya berupa batas virtual terbuka.

Keberadaan batas-batas virtual ini tidak menimbulkan efek terhadap solusi daerah studi.

Untuk itu batas lateral diolah sehingga tidak mempunyai reflektifitas (KR=0), sehingga

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-69

y

Incident waves

Reflected waves

Gambar 3.35 Batas dengan Reflektivitas (Maruyama, 1988).

y

IncidentReflected

Page 70: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

gelombang bebas melalui batas tersebut. Syarat batas yang akan digunakan dalam

perhitungan medan gelombang ini yang paralel terhadap sumbu-y adalah sebagai

berikut :

Bila batas terbuka maka (Maruyama, 1988) :

Untuk batas yang paralel terhadap sumbu-x :

Batas Terbuka di Lepas Pantai

Kondisi gelombang yang datang dari laut dalam diberikan pada batas lepas pantai

sebagai inisialisasi perhitungan. Pendekatan ini kurang tepat terutama untuk laju aliran,

karen bukan hanya gelombang datang (incident wave) yang memotong batas, tetapi ada

juga komponen gelombang keluar (outgoing wave) yang berasal dari hasil refleksi oleh

bangunan pantai maupun garis pantai.

Tinjau gelombang yang datang dengan amplitudo aI dan sudut datang I, demikian juga

dengan gelombang keluar seperti yang diperlihatkan pada Gambar dibawah ini.

Prosedur yang sama diterapkan seperti pada kasus batas virtual tanpa refleksi,

sehingga laju aliran pada batas terbuka di lepas pantai (Maruyama, 1988) :

dengan :

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-70

Page 71: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

3.4.7 Pemodelan Hidrodinamika Pantai

Perangkat lunak yang akan digunakan dalam pemodelan ini adalah Surface-Water Modeling

System (SMS) versi 8.0 (Environmental Modeling Research Laboratory (ERML), 2002) yang

dikembangkan oleh US Army Corps of Engineers. SMS adalah prosesor pra dan pasca

untuk pemodelan elemen hingga dan elemen beda hingga. Program inti dari SMS ini adalah

program pemodelan hidrodinamika yang dapat menghitung elevasi muka air dan kecepatan

aliran untuk suatu masalah aliran.

SMS sangat cocok untuk perhitungan numerik dengan mesh (grid) yang besar dan kompleks

(sampai beberapa ribu elemen). Mesh elemen hingga serta kondisi batas yang diperlukan

untuk perhitungan dapat dibuat secara interaktif dan disimpan dalam file-file yang spesifik.

File-file tersebut digunakan untuk melakukan perhitungan hidrodinamika. File-file solusi

perhitungan memberikan informasi elevasi muka air, kecepatan aliran, konsentrasi sedimen,

atau data fungsional lain disetiap node dari mesh yang dapat dibaca untuk plot vektor, kontur

berwarna, atau kurva yang berubah terhadap waktu sehingga terbentuk animasi dinamis.

Dalam program SMS terdapat beberapa modul program penting untuk membuat pemodelan.

Terkait dengan pekerjaan ini modul yang akan digunakan adalah :

1) GFGEN (Geometri File Generation) adalah file untuk membuat geometri dan file mesh

elemen hingga untuk menjadi masukan sistem pemodelan SMS. Program ini melakukan

pemeriksaan rutin mesh dan menyusun kembali mesh. Program GFGEN ini hanya

membutuhkan file geometri ASCII sebagai input.

2) RMA2 (Resources Management Associates-2) adalah program inti dari SMS. RMA2

adalah program elemen hingga dua dimensi untuk menyelesaikan masalah

hidrodinamika. RMA2 dapat digunakan untuk menghitung elevasi muka air dan

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-71

0x

n

),( 00 ysxQtx 0y

),( 00 yxQ tx

y

Outgoing waves

Incident waves

i

Page 72: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

kecepatan aliran pada titik-titik node dalam suatu mesh elemen hingga yang mewakili

badan air di daerah studi, seperti sungai, kolam, muara, atau pelabuhan.

3) SED-2D adalah program pemodelan numerik 2-dimensi, yang dirata-ratakan dalam arah

vertikal (kedalaman), untuk menpemodelan proses transportasi sedimen dalam saluran

terbuka, seperti sungai, estuari dan perairan teluk. SED-2D dapat memprediksi dengan

cukup akurat untuk pergerakan sedimen yang berupa pasir maupun lempung pada

kondisi aliran langgeng maupun tak langgeng, dengan asumsi kecepatan dan arah

aliran dapat dianggap seragam pada seluruh kedalaman.

Dalam pemodelan hidrodinamika dan sedimentasi ada beberapa tahapan pekerjaan yang

perlu dilakukan dengan urutan tertentu. Dimulai dengan pembuatan mesh (grid perhitungan

numerik), kemudian masukan data elevasi muka air, serta parameter Viskositas Eddy dan

nilai Manning untuk menjalankan RMA2. Solusi hidrodinamika yang didapatkan dari RMA-2

beserta data sedimen digunakan sebagai data masukan untuk menjalankan SED-2D.

Dengan menjalankan SED-2D didapatkan batimetri baru akibat pergerakan sedimen.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan simulasi arus adalah sebagai berikut :

1) Membuat mesh atau grid.

Mesh yang dibuat tidak perlu memiliki keteraturan dalam bentuk elemen yang satu

dengan yang lainnya, jadi lebih bersifat bebas. Dari grid yang kita buat dapat dibentuk

berbagai macam elemen.

2) Membuat data inputan dan syarat batas.

Data masukan yang pertama adalah kedalaman di setiap node, dimasukkan secara

manual. Program akan melakukan interpolasi untuk menghitung kedalaman pada node

yang berada di “badan” sisi elemen. Syarat batas yang dibutuhkan pada pemodelan ini

adalah pasang surut. Pasang surut dimasukkan pada barisan grid di sisi yang berada di

laut. Pada pekerjaan ini, sisi laut yang merupakan satu-satunya kondisi batas yang

memberikan pengaruh terhadap lokasi yang ditinjau, diberi kondisi batas berupa

perubahan elevasi muka air dinamis yang mewakili pasang surut.

Selain kondisi batas ditentukan juga sifat material untuk keseluruhan mesh secara

global. Sifat material yang ditentukan adalah koefisien pertukaran turbulen (Eddy

Viskosity, E) dan koefisien kekasaran Manning, n. Koefisien pertukaran turbulen dan

koefisien kekasaran Manning menentukan sifat dari suatu material.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-72

Page 73: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Data masukan lainnya adalah lamanya simulasi yang akan dijalankan. Simulasi arus

dan sedimen ini pada umumnya dilakukan untuk jangka waktu yang cukup lama, dalam

pekerjaanini diambil dua tahun.

3) Menjalankan GFGEN.

GFGEN dibutuhkan untuk melakukan pemeriksaan terhadap bentuk geometri serta data

masukan yang sudah dibuat agar dapat dibaca dan dipergunakan oleh modul lain dalam

program ini. GFGEN inilah yang akan menentukan urutan solusi elemen yang akan

digunakan selama simulasi. Jika akan dilakukan simulasi secara bertahap, maka

GFGEN harus selalu dijalankan untuk setiap file geometri yang telah berubah.

4) Menjalankan RMA-2.

Setelah semua langkah di atas dilakukan, maka langkah berikutnya adalah menjalankan

modul RMA2.

5) Plot kecepatan dan arah arus.

Hasil simulasi ini ditampilkan untuk kondisi pasang dan kondisi surut.

Prosedur pemodelan arus secara umum dirangkum dalam sebuah bagan alir yang dapat

dilihat pada gambar di bawah ini:

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-73

Page 74: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Membuat Grid Mesh UntukKawasan Studi

Menentukan Kondisi Batas UntukKawasan Studi

Input Data

Koefisien Kekasaran Manning (n)Koefisien Pertukaran Turbulensi (e)Temperatur Air, Kontrol Model, dll

Run Hidrodinamika

Output

Perubahan Elevasi Muka AirArah dan Besar Arus

Kalibrasi

Output Akhir

Perubahan Elevasi Muka AirArah dan Besar Arus

Berhasil

Tidak Berhasil

Gambar 3.36 Bagan Alir Simulasi Arus.

Untuk membuat pemodelan arus yang terjadi, dibutuhkan data-data yang mempengaruhi

karakteristik perilaku arus di lokasi tersebut. Data yang digunakan dalam pemodelan

hidrodinamika ini merupakan data sekunder antara lain adalah :

1. Batimetri Perairan

Peta batimetri yang digunakan berasal dari hasil survei batimetri yang telah

dilaksanakan untuk kondisi eksisting dan pasca desain.

2. Data Pasang Surut

Data pasang surut (pasut) diperoleh dari pengamatan lapangan. Dari data yang

diperoleh dapat dilihat bahwa untuk Pantai Singkil, dari hasil pengamatan, tipe pasang

pasang surut yang ada adalah pasang surut campuran condong ke semidiurnal artinya

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-74

Page 75: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

dalam sehari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi dan perioda yang

berbeda.

3. Grid Pemodelan (Mesh)

Mesh yang dibuat kemudian diberi kondisi batas yang menggambarkan kondisi

lapangan. Sisi laut yang merupakan satu-satunya boundary condition (BC) yang

memberikan pengaruh terhadap lokasi yang ditinjau, diberi kondisi batas berupa

perubahan elevasi muka air dinamis yang mewakili pasang surut. Seluruh grid

pemodelan, baik untuk kondisi eksisting maupun kondisi pasca desain dapat dilihat pada

gambar–gambar berikut ini.

Selain kondisi batas ditentukan juga sifat material untuk keseluruhan mesh secara

global. Sifat material yang ditentukan adalah koefisien pertukaran turbulen (Eddy

Viskosity, E) dan koefisien kekasaran Manning, n yang memiliki harga E = 5000 N

det/m2 dan n = 0,10.

Gambar 3.37 Contoh Tampilan Analisa Hidrodinamik Perairan Menggunakan Software SMS 08.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-75

Page 76: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

3.4.8 Pengolahan Data Hasil Survey Geologi Teknik dan Mekanika Tanah

Pengolahan data hasil survey geologi teknik dan mekanika tanah dilakukan di laboratorium.

Analisa ini dilaksanakan guna mendapatkan parameter-parameter tanah yang merupakan

salah satu parameter desain struktur. Uji di laboratorium mekanika tanah yang akan

dilakukan adalah sebagai berikut :

Uji sifat fisik tanah (Index Properties), dari uji ini diperoleh besarnya spesific gravity

(GS), berat jenis tanah (), dan kadar air (W). Parameter-parameter ini digunakan

dalam analisis daya dukung tanah dan analisis stabilitas lereng.

Uji Atterberg, dari uji ini diperoleh batas plastis dari sampel tanah.

Uji triaksial, dari uji ini diperoleh parameter kuat geser tanah berupa sudut geser ()

dan kohesi (C) tanah.

Parameter- parameter tersebut digunakan antara lain dalam analisis stabilitas lereng. Dalam

analisis stabilitas lereng akan dilakukan analisis dengan parameter kuat geser undrained

dan drained. Parameter undrained digunakan di dalam analisis untuk kondisi pembebanan

short term atau saat konstruksi sedang berlangsung, sebaliknya parameter drained

digunakan di dalam analisis untuk kondisi pembebanan long term atau saat konstruksi telah

selesai. Biasanya dalam analisis undrained ini dilakukan pada muka air surut dan muka air

tanahnya rendah, dan sebaliknya pula dalam analisis drained dilakukan pada muka air tinggi

dan muka air tinggi pula. Dari kedua analisis ini akan diperoleh kemiringan lereng yang

diijinkan sehingga tidak terjadi keruntuhan.

3.4.9 Pengolahan Data Hasil Survey Sosial Ekonomi

Data-data hasil survey sosial ekonomi masyarakat antara lain berupa data kependudukan,

kondisi sosial masyarakat daerah studi, kondisi perekonomian daerah studi, RUTR dan

kebijakan pemerintah mengenai daerah studi diolah untuk selanjutnya dijadikan bahan

masukan bagi perencanaan sistem pengamanan pantai pada daerah studi.

3.5.3.5. PERENCANAAN SISTEM PENGAMANAN PANTAIPERENCANAAN SISTEM PENGAMANAN PANTAI

Guna pengamanan pantai pada lokasi studi perlu dibuat sistem pengamanan pantai yang

komprehensip. Sistem pengamanan pantai yang komprehensip meliputi pengamanan pantai

secara struktural keras (hard structure) dan struktur lunak (soft structure). Hal tersebut perlu

dilakukan mengingat sistem pengamanan pantai secara hard structure walaupun

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-76

Page 77: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

diperkirakan bisa memperoleh hasil yang lebih cepat dari sistem pengamanan soft structure

tetapi sedikit banyak akan berdampak terhadap lingkungan sekitar. Adapun sistem

pengamanan soft structure adalah sebaliknya. Sehingga dengan adanya perpaduan

pemakaian pola pengamanan tersebut, diharapkan memperoleh hasil yang optimal dan tidak

berdampak besar terhadap lingkungannya. Dalam perencanaan sistem ini juga perlu

didesain lay out dari sistem pengamanan rencana

Pantai adalah merupakan suatu jalur pertemuan antara darat dan laut. Ke arah darat areal

pantai mencapai batas dimana pengaruh-pengaruh penomena laut seperti pasang surut,

intruksi air asin dan pengaruh rayapan gelombang masih ada, sedangkan ke arah laut

mencapai suatu batas dimana pengaruh fenomena darat seperti angkutan sedimen dan

debit sungai masih ada.

Mengingat sulitnya untuk menentukan batas arah darat dan laut yang tepat, maka dalam

suatu studi khususnya untuk usaha pengamanan pantai, ke arah darat mencapai jarak

antara 100 - 200 m untuk pantai yang datar dan untuk pantai perbukitan mencapai lokasi

tinggi rayapan yang diperkirakan ± 5 m dari muka air tinggi. Ke arah laut dibatasi pada lokasi

perairan dalam yang ditandai dengan suatu kedalaman d = 1/2 kali panjang gelombang

perairan dalam (Lo). Pada (Gambar 4.1 dan 4.2) disajikan jalur pantai sesuai dengan uraian

diatas.

Dua permasalahan yang paling banyak terjadi di pantai adalah erosi dan sedimentasi. Kedua

permasalahan tersebut terjadi akibat tidak adanya keseimbangan antara suplay dan

kapasitas angkut sedimen. Terjadi permasalahan erosi, apabila suplay sedimen lebih kecil

dari kapasitas angkutnya, sementara permasalahan sedimentasi terjadi apabila suplay

sedimen lebih besar dari kapasitas angkutnya.

Faktor-faktor penyebab terjadinya erosi anatar lain :

Pengaruh adanya bangunan pantai kedap yang menjorok ke laut

Pengambilan material pantai dan sungai

Penebangan hutan bakau

Perubahan iklim gelombang

Pengaruh cuaca (hujan dan panas)

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-77

Page 78: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Permasalahan sedimentasi antara lain akibat adanya penggundulan hutan dan letusan

gunung berapi yang meningkatkan jumlah suplay sedimen ke sungai yang akhirnya diangkut

oleh sungai ke pantai. Sementara kapasitas angkutan sedimen tetap maka peningkatan

suplay sedimen dari sungai menyebabkan terjadinya proses sedimenatasi di pantai.

Gambar 3.39 Jalur Pantai Untuk Keperluan Studi Pengamanan Pantai Arah Tegak Lurus Garis Pantai (Pantai yang Datar).

Gambar 3.40 Jalur Pantai Untuk Keperluan Studi Pengamanan Pantai Arah Tegak Lurus Garis Pantai (Pantai yang Berbukit).

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-78

Page 79: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Pertimbangan-pertimbangan yang dipakai sebagai dasar perencanaan dalam sistem

pengamanan yang digunakan untuk pengendalian erosi pantai, dengan :

perencanaan terumbu karang buatan (submerge break water),

perencanaan bangunan pantai seperti groin, jetty dan sea wall serta

perencanaan penanaman vegetasi

antara lain :

Pembangunannya dapat dilaksanakan dengan metoda kerja sesederhana mungkin

sehingga tanpa memerlukan peralatan khusus.

Bahan-bahan yang digunakan semaksimal mungkin merupakan bahan produksi dalam

negeri.

Biaya pembangunan dapat ditekan seminimal mungkin tanpa mengorbankan mutu

bangunan serta jenis vegetasi yang disyaratkan.

Memperhatikan aspek ekonomi dan lingkungan.

Salah satu variabel yang sangat penting dalam perencanaan pengendalian pencemaran

berupa terumbu karang buatan (submerge breakwater), seawall, groin, jetty dan penanaman

vegetasi adalah kondisi alam. Data-data kondisi alam yang penting dalam perencanaan ini

meliputi :

Kedalaman dasar laut yang disyaratkan (batimetri).

Kondisi pasang surut perairan di lokasi rencana.

Kecepatan dan arah arus dominan oleh pasang surut.

Parameter gelombang, dan proses perambatan gelombang, gelombang pecah, serta

arus yang dibangkitkan sepanjang garis pantai (longshore current)

Kondisi tanah.

Kondisi biologi laut serta vegetasi yang sesuai.

Variabel lain yang menentukan perencanaan terumbu karang buatan buatan (submerge

breakwater), seawall, groin, jetty dan penanaman vegetasi adalah :

1. Terumbu karang buatan :

Cukup kuat dan stabil dalam menghadapi hantaman gelombang.

Kemampuan sturktur terumbu karang buatan untuk meredam gelombang datang

yang baik.

Kemudahan dalam pemasangan dan pelepasannya serta kemungkinan penggunaan

material yang kondusif mampu memberi perlindungan dan mempercepat

pertumbuhan mahluk terumbu karang.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-79

Page 80: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Bentuk yang “baik”, memiliki banyak rongga yang memungkinkan sirkulasi arus

disekitar struktur terumbu karang buatan dan menciptakan lingkungan yang kaya

akan nutrisi bagi makhluk karang.

2. Bangunan Pantai (Seawall, revetment, groin, jetty, krib dll)

Cukup kuat dan stabil dalam menghadapi hantaman gelombang.

Kemampuan sturktur untuk melindungi pantai dari hantaman gelombang datang yang

baik, serta kemampuan untuk menahan abrasi dengan mereduksi angkutan sedimen

sejajar pantai.

Kemudahan dalam pemasangan dan pelepasannya serta kemungkinan penggunaan

material yang kondusif mampu memberi perlindungan terhadap pantai.

Bentuk yang “baik”, sehingga masih memungkin tidak terputusnya ekositem mahluk

kecil yang hidup di pesisir.

3. Green Belt (vegetasi atau mangrove)

Struktur pelindung bibit mangrove yang ditanam cukup stabil dalam menghadapi

hantaman gelombang.

Setelah beberapa tahun diharpakan struktur serta density pepohonan mangrove

melindungi pantai dari hantaman gelombang datang yang baik, serta kemampuan

untuk menahan abrasi dengan menjebak sedimen.

Kemudahan dalam penanaman serta pengadaan bibit.

Bentuk yang “baik”, sehingga dapat dihuni oleh biota, burung dalam menjaga

ekosistem hutan mangrove.

Perencanaan sistem pengamanan pantai ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

A. Identifikasi permasalahan serta pembuatan alternatif sistem pengamanan

Setelah pengolahan dan analisis data dilakukan, akan dapat dilakukan identifikasi

masalah yang terjadi di lokasi pekerjaan penelitian dan perencanaan ini. Selanjutnya

dilakukan penelitian pengembangan layout terumbu karang buatan, bangunan pantai

serta desain greenbelt, serta implikasi dari dari masing-masing alternatif

pengembangan. Implikasi yang dikaji terutama adalah pola hidrolik dalam kaitannya

dengan pengendalian erosi pantai.

B. Pemilihan Alternatif

Dari berbagai alternatif yang terkumpul, baik alternatif layout bangunan maritim, jenis

struktur bangunan pantai, sarana penunjang yang diperlukan, beserta implikasi dari

masing-masing alternatif, selanjutnya dikeluarkan rekomendasi layout definitif. Pemilihan

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-80

Page 81: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

alternatif terutama didasarkan pada kondisi sehubungan dengan keterbatasan lahan

yang ada.

3.6.3.6. DESAIN RINCI BANGUNAN PENGAMAN PANTAI (HARD STRUCTURE)DESAIN RINCI BANGUNAN PENGAMAN PANTAI (HARD STRUCTURE)

3.6.1 Prinsip Kerja Bangunan Pantai

Dalam menentukan struktur pengaman erosi pantai yang sesuai untuk kawasan pantai,

selain faktor dominan penyebab erosi pantai, jenis pantai, kondisi geologi, dan kondisi Hidro-

Oceanografi, maka kesesuaian dan ketersediaan bahan bangunan di daerah ini sangatlah

penting untuk diperhatikan dan dipertimbangkan. Dalam rangka upaya membuat

perencanaan perlindungan pantai ini ada beberapa pendekatan antara lain:

1. Mengurangi energi gelombang yang mengenai pantai dengan bangunan pemecah

gelombang lepas pantai.

2. Memperkuat tebing pantai sehingga tahan terhadap gempuran gelombang (dengan

bangunan revertmentt atau sea wall).

3. Mengubah laju angkutan sedimen sejajar pantai (dengan pembangunan Groin atau Krib).

4. Menambah suplai sedimen ke pantai (dengan cara sand by passing atau beach

norishment).

3.6.2 Jenis Bangunan Pantai

Sesuai dengan fungsinya, terdapat berbagai macam jenis bangunan pengaman pantai

dengan konsep pengamanan abrasi pantai yang berbeda-beda sesuai dengan karakteristik

masing-masing. Bangunan pengaman pantai tersebut dapat difungsikan sendiri-sendiri

ataupun dilakukan pemakaian kombinasi antara dua jenis atau lebih bangunan pengaman

pantai.

Bangunan-bangunan pengamanan pantai yang umum dibuat di Indonesia antara lain

Tembok Laut

Revertment

Krib

Tanggul Laut

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-81

Page 82: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

A. TEMBOK LAUT

Tembok laut merupakan struktur

yang masif dari pasangan batu atau

beton, melindungi tebing pantai

secara langsung terhadap hempasan

gelombang dihuat pada lokasi pantai

berlumpur maupun berpasir. Tembok

laut dibuat apabila garis pantai

berada dekat sekali dengan sarana

dan prasarana pantai, dengan jumlah

material pantai seperti pasir dan kerikil yang sangat sedikit sehingga pembuatan bangunan

pengamanan pantai yang lain seperti

krib yang akan mengakibatkan

adanya bagian pantai yang tererosi

akan dapat merusakkan sarana dan

prasarana yang ada. Tembok laut

perlu dilengkapi dengan saluran

drainase, lapisan filter dan pelindung

kaki. Tembok laut berfungsi juga

sebagai penahan tanah tebing pantai

di belakang tembok.

B. DINDING PANTAI DAN REVETMEN

Dinding pantai atau revertment adalah

bangunan yang memisahkan daratan

dan perairan pantai yang terutama

berfungsi sebagai pelindung pantai

terhadap erosi dan limpasan

gelombang (overtopping) ke darat.

Daerah yang dilindungi adalah daratan

tepat di belakang bangunan.

Permukaan bangunan yang menghadap arah datangnya gelombang dapat berupa sisi

vertikal atau miring. Dinding pantai biasanya berbentuk dinding vertikal sedangkan

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-82

Tembok Laut dari Pasangan Batu di Pantai Utara Bali

Tembok Laut dari Susunan Buis Beton di Pantai Pangandaran Jawa Barat

Revertment dari Blok Beton Kubus Berlubang

di Pantai Eretan Jawa Barat

Page 83: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

revertment mempunyai sisi miring.

Bangunan-bangunan ini ditempatkan

sejajar atau hampir sejajar dengan

garis pantai dan bisa terbuat dari

pasangan batu, beton tumpukan pipa

(buis) beton, turap, kayu atau

tumpukan batu.

Dalam perencanaan dinding pantai

atau revertment perlu ditinjau fungsi

dan bentuk bangunan, lokasi, panjang, tinggi, stabilitas bangunan dan tanah pondasi, elevasi

muka air baik di depan maupun di belakang bangunan, ketersediaan bahan bangunan dan

sebagainya. Fungsi bangunan akan menentukan pemilihan bentuk permukaan bangunan

berupa bangunan berbentuk sisi tegak, miring, lengkung atau bertangga.

Seperti telah dijelaskan bahwa salah satu fungsi utama dinding pantai adalah menahan

terjadinya limpasan gelombang. Air yang melimpas di belakang bangunan akan terinfiltrasi

melalui permukaan tanah dan mengalir kembali ke laut. Apabila perbedaan elevasi muka air

di belakang dan di depan bangunan cukup besar dapat menimbulkan kecepatan aliran cukup

besar yang dapat menarik butiran tanah di belakang dan pada pondasi bangunan (piping).

Keadaan ini dapat mengakibatkan rusak/runtuhnya bangunan. Penanggulangan dari

keadaan tersebut dapat dilakukan dengan membuat elevasi puncak bangunan cukup tinggi

sehingga tidak terjadi limpasan, di belakang bangunan dilindungi dengan lantai beton atau

aspal dan dilengkapi dengan saluran drainase atau dengan membuat kosntruksi yang dapat

menahan terangkutnya butiran tanah/pasir misalnya geotekstil yang berfungsi sebagai

saringan.

Selain beberapa parameter

perencanaan di atas, untuk

perencanaan dinding pantai perlu

diperhatikan kemungkinan terjadinya

erosi di kaki bangunan. Kedalaman

erosi yang terjadi tergantung pada

bentuk sisi bangunan, kondisi

gelombang dan sifat tanah dasar.

Untuk melindungi erosi tersebut maka

pada kaki bangunan ditempatkan batu

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-83

Revertment dari Susunan Batu Kosong

di Pantai Tanawangko Sulawesi Utara

Revertment dari Susunan Tiang Pancang di Bali

(Dilihat Dari Atas)

Page 84: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

pelindung. Selain itu pada bangunan sisi tegak harus dibuat turap yang dipancang di bawah

bangunan. Kedalaman erosi maksimum terhadap tanah dasar asli adalah sama dengan

tinggi gelombang maksimum yang mungkin terjadi di depan bangunan.

Seperti tembok laut maka revertment

dapat dibuat pada pantai berpasir

maupun pantai berlumpur. Revertment

merupakan struktur yang merupakan

tidak masif, terdiri dari unit-unit kecil.

Lapisan luar yang langsung terhempas

gelombang disebut armor, disusun

membentuk kemiringan 1 : 1,5, 1 : 2

atau 1 : 3. Armor dapat dibuat dari

susunan batu kosong atau dari blok-

blok beton. Blok-blok beton yang telah banyak dikenal di Indonesia adalah kubus dan

tetrapod. Dibelakang lapisan armor dipasang lapisan pengisi. Alternatif lain revertment

adalah revertment susunan tiang pancang beton. Tiang-tiang beton berbentuk L, dipasang

dengan kemiringan tertentu (1 : 1 atau 1 : 1/5). Dibelakang susunan tiang beton dipasang

lapisan pengisi dari susunan batu kosong. Dikaki tiang pancang dipasang struktur pondasi

dari rangka besi yang diisi batu kosong. Bagian flens tiang pancang dipasang masuk ke

lapisan pondasi. Pada bagian atas tiang beton dipasang balok beton kepala (concrete cap)

sejajar pantai yang menyatukan tiang-tiang pancang menjadi satu kesatuan. Setiap jarak

dua meter dipasang balok melintang (tegak lurus balok memanjang) sebagai pengikat.

Dibelakang struktur dipasang pasangan batu dan balok beton memanjang untuk mengikat

balok beton melintang. Seperti juga tembok laut maupun revertment, dikaki susunan tiang

pancang perlu dipasang struktur pelindung kaki dari susunan batu kosong.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-84

Revertment dari Susunan Tiang Pancang di Bali

(Dilihat Dari Atas)

Page 85: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

C. GROIN ATAU KRIB

Groin atau Krib adalah bangunan

pelindung pantai yang biasanya dibuat

tegak lurus pantai dan berfungsi untuk

menahan transpor sedimen sepanjang

pantai sehingga bisa

mengurangi/menghentikan erosi yang

terjadi.

Perlindungan pantai dengan

menggunakan satu buah Groin atau Krib tidak akan efektif. Biasanya perlindungan pantai

dilakukan dengan membuat suatu seri bangunan yang terdiri dari beberapa Groin atau Krib

yang ditempatkan dengan jarak tertentu. Dengan menggunakan satu sistem Groin atau Krib

perubahan garis pantai yang terjadi

tidak terlalu besar. Mengingat transpor

sedimen sepanjang pantai terjadi di surf

zone, maka Groin atau Krib akan efektif

menahan sedimen apabila bangunan

tersebut menutup seluruh lebar surf

zone dengan kata lain panjang Groin

atau Krib sama dengan lebar surf zone.

Tetapi bangunan seperti itu dapat

mengakibatkan suplai sedimen ke

daerah hilir terhenti sehingga mengakibat erosi yang besar di daerah tersebut. Garis pantai

di sebelah hulu dan hilir bangunan berubah secara mendadak dengan perubahan yang

sangat besar. Oleh karena itu

sebaiknya masih memungkinkan

terjadinya suplai sedimen ke daerah

hilir, yaitu dengan membuat Groin atau

Krib yang tidak terlalu panjang dan

tinggi. Pada umumnya panjang Groin

atau Krib adalah 40 sampai 60 persen

dari lebar rerata surf zone dan jarak

antara Groin atau Krib antara satu

sampai tiga kali panjang Groin atau Krib.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-85

Krib Berbentuk T di Bali

Krib Berbentuk T di Manado

Krib Tegak Lurus di Pantai Sanur Bali

Page 86: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Groin atau Krib dapat dibedakan

menjadi beberapa tipe, yaitu tipe lurus,

tipe T dan tipe L seperti yang

ditunjukkan pada Gambar. Menurut

konstruksinya, Groin atau Krib dapat

berupa tumpukan batu, caisson beton,

turap, tiang yang dipancang berjajar

atau tumpukan buis beton yang di

dalamnya diisi beton.

Krib tegak lurus pantai berfungsi mengendalikan erosi akibat adanya gangguan angkutan

sedimen menyusur pantai. Krib sejajar pantai berfungsi mengendalikan terjadinya proses

erosi akibat gangguan angkutan sedimen tegak lurus pantai maupun menyusur pantai. Krib

berbentuk T berfungsi mengendalikan proses erosi akibat angkutan munyusur pantai

maupun tegak lurus pantai. Pada pantai-pantai dengan sistim krib berbentuk T akan

merupakan komponen pantai yang disebut kantong pantai (pocket beach) dan menjadikan

pantai dalam kondisi stabil statis (static equilibrium). Dengan adanya krib-krib maka garis

pantai akan mengalami perubahan seperti terlihat pada (Gambar) disajikan contoh bangunan

pengamanan pantai tipe krib.

Gambar 3.41 Beberapa Tipe Groin atau Krib.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-86

Tipe Lurus

Gelombang

Dominan

Gelombang

Tipe T

Dominan

Gelombang

Tipe L

Dominan

Krib Sejajar di Pantai Sanur Bali

Page 87: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Gambar 3.42 Bentuk Garis Pantai setelah Pemasangan Krib

(Krib Tegak Lurus Pantai).

Gambar 3.43 Bentuk Garis Pantai setelah Pemasangan Krib

(Krib Sejajar Pantai).

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-87

Page 88: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Gambar 3.44 Bentuk Garis Pantai setelah Pemasangan Krib

(Krib Berbentuk T).

D. JETTY

Jetty adalah bangunan tegak lurus pantai yang diletakkan pada kedua sisi muara sungai

yang berfungsi untuk mengurangi pendangkalan alur oleh sedimen pantai. Pada

penggunaan muara sungai sebagai alur pelayaran, pengendapan di muara dapat

mengganggu lalu lintas kapal. Untuk keperluan tersebut jetty harus panjang sampai

ujungnya berada di luar gelombang pecah. Dengan jetty panjang transpor sedimen

sepanjang pantai dapat tertahan dan pada alur pelayaran kondisi gelombang tidak pecah

sehingga memungkinkan kapal masuk ke muara sungai.

Selain untuk melindungi akur pelayaran, jetty juga dapat digunakan untuk mencegah

pendangkalan di muara dalam kaitannya dengan pengendalian banjir. Sungai-sungai yang

bermuara pada pantai berpasir dengan gelombang cukup besar sering mengalami

penyumbatan muara oleh endapan pasir. Penyumbatan atau penutupan ini sering terjadi

pada musim kemarau di mana debit sungai kecil sehingga tidak mampu mengerosi endapan

dan menyebabkan banjir di daerah sebelah hulu muara. Pada musim penghujan, air banjir

dapat mengerosi endapan sehingga sedikit demi sedikit muara sungai terbuka kembali.

Selama proses penutupan dan pembukaan kembali tersebut biasanya disertai dengan

membeloknya muara sungai dalam arah yang sama dengan arah transpor sedimen

sepanjang pantai.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-88

Page 89: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Secara garis besar, tipe-tipe jetty berdasarkan lokasi penempatannya dapat dibedakan

sebagai berikut:

a. Jetty panjang, apabila ujungnya berada di luar gelombang pecah. Tipe ini efektif untuk

menghalangi masuknya sedimen ke muara tetapi biaya konstruksinya sangat mahal.

b. Jetty sedang, di mana ujungnya berada antara muka air surut dan lokasi gelombang

pecah. Tipe ini dapat menahan sebagian transpor sedimen sepanjang pantai dan alur di

ujung jetty masih memungkinkan terjadinya endapan pasir.

c. Jetty pendek, di mana kaki ujung bangunan berada pada muka air surut. Fungsi

utamanya adalah menahan berbeloknya muara sungai dan mengkonsentrasikan aliran

pada alur yang telah ditetapkan untuk bisa mengerosi endapan sehingga pada awal

musim penghujan di mana debit besar (banjir) belum terjadi, muara sungai telah terbuka.

Gambar berikut, memberikan bentuk dari masing-masing bangunan di atas disertai dengan

perubahan garis pantai yang ditimbulkan.Jetty dapat juga dibuat dari tumpukan batu, beton,

tumpukan buis beton, turap dan sebagainya.

Gambar 3.45 Beberapa Tipe Jetty.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-89

Pecah

Jetty Panjang

Dominan

Qs

GelombangGaris Gelombang

Jetty Sedang

Qs

Gelombang

DominanGaris GelombangPecah

Garis AirSurut

Jetty Pendek

Garis Gelombang

Qs

Dominan

Gelombang

SurutGaris Air

Pecah

Page 90: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

E. TANGGUL LAUT

Tanggul laut merupakan bangunan

pantai yang dibuat sejajar garis pantai,

terpisah dari daratan. Biasanya

tanggul laut diperlukan untuk

melindungi areal reklamasi. Tanggul

laut dapat dibuat dengan struktur tipe

rubble mound. Pada Gambar disajikan

contoh tanggul laut.

3.6.3 Teknis Perencanaan

Elevasi Struktur Bangunan

Elevasi puncak bangunan pengaman pantai tergantung pada limpasan (overtopping)

yang diijinkan. Elevasi puncak bangunan dihitung berdasarkan kenaikan (runup)

gelombang yang tergantung pada karakteristik gelombang, kemiringan bangunan,

porositas dan kekasaran lapisan pelindung.

Elevasi muka air tinggi (HHWL) akan dijadikan sebagai dasar untuk menetapkan

elevasi struktur. Acuan untuk elevasi dasar struktur bagian bawah akan diperhitungkan

terhadap elevasi muka air terendah (LLWL). Sedangkan untuk elevasi puncak struktur

akan diperhitungkan terhadap elevasi muka air tertinggi (HHWL) ditambah tinggi

rayapan gelombang (runup) dan tinggi kebebasan dengan rumus sebagai berikut:

Et = HHWL + Runup + Free board

yang berakibat terganggunya fasilitas umum. Hasil dari perencanaan teknis ini

diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman bagi pelaksanaan fisik konstruksi

selanjutnya.

Limpasan Gelombang (Overtopping)

Struktur bangunan pengaman pantai dapat direncanakan untuk dilimpasi gelombang,

terutama pada saat badai yang terjadi pada waktu air pasang tinggi. Air limpasan

gelombang tersebut dapat dialirkan kembali ke laut melewati bagian atas bangunan

(untuk Groin atau Krib, jetty, pemecah gelombang) atau membuat saluran drainase

yang berada di belakang bangunan (untuk revertment). Pemilihan struktur bangunan

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-90

Tanggul Laut dari Susunan Batu Kosong

Di Pantai Padang, Sumatera Barat

Page 91: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

dapat dilimpasi atau tidak sangat tergantung dengan berbagai faktor di antara fungsi

bangunan dan estetika keberadaan bangunan yang bila struktur bangunan yang terlalu

tinggi, akan menghalangi pemandangan kearah laut.

Rayapan Gelombang (Run-up)

Struktur bangunan pantai juga harus mampu menahan gesekan air laut akibat adanya

rayapan gelombang air laut, terutama pada saat berlangsung badai atau akibat pasang

surut. Apabila gelombang bergerak menuju bangunan yang miring (dinding tembok laut

atau pemecah gelombang), sebagian dari momentum gelombang tersebut akan

dirubah menjadi gerakan air yang meluncur ke atas lereng, yang disebut rayapan

gelombang (wave run–up). Tinggi rayapan dapat didefinisikan sebagai elevasi vertikal

maksimum yang dapat dicapai oleh gerakan air yang meluncur ke atas lereng

bangunan, diukur dari muka air rata-rata (MSWL = Mean Sea Water level).

Gambar 3.46 Rayapan Gelombang (Run-nup) Gelombang.

Penentuan rayapan gelombang pada bangunan dilakukan dengan bantuan grafik runup

gelombang yang dapat dilihat pada Gambar untuk berbagai tipe material. Grafik

tersebut merupakan fungsi bilangan Irrabaren untuk berbagai jenis lapis lindung yang

mempunyai bentuk sebagai berikut:

Ir =

di mana :

Ir = bilangan Irrabaren

= sudut kemiringan sisi bangunan

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-91

Page 92: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

H = tinggi gelombang di lokasi bangunan

L0 = panjang gelombang di laut dalam

Grafik ini juga dapat digunakan untuk menghitung run down (Rd) yaitu turunnya

permukaan air karena gelombang pada sisi bangunan.

Gambar 3.47 Grafik Perbandingan Run-Up dan Run-Down Relatif

untuk Berbagai Tipe Sisi Miring.

Batu Lapisan Pelindung Bangunan

Di dalam perencanaan bangunan pengamanan pantai dari konstruksi batu, perlu

ditentukan berat butiran batu pelindung yang dapat dihitung dengan menggunakan

rumus Hudson :

di mana:

W = berat butir batu pelindung

Wr = berat jenis batu

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-92

Page 93: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Hd = tinggi gelombang perencanaan

Sr = Wr/Ww; dimana Ww = berat satuan air = 1.025kg/m3

= kemiringan lereng breakwater

KD = koefisien stabilitas yang tergantung pada bentuk batu pelindung (batu alam

atau buatan), kekasaran permukaan batu, ketajaman sisi-sisinya, ikatan

antara butir dan keadaan pecahnya gelombang yang diberikan pada Tabel.

Tabel 3.1 Koefisien Stabilitas KD Untuk Berbagai Jenis Butiran

Lengan Bangunan Ujung (Kepala) Bangunan

No. Lapisan Lindung n Penempatan KD KD

Gelombang Gelombang Gelombang Gelombang

Pecah Tidak Pecah Pecah Tidak Pecah

1. Batu Pecah

Bulat Halus 2 Acak 1.2 2.4 1.1 1.9 1.5 - 3.0

Bulat Halus > 3 Acak 1.6 3.2 1.4 2.3 2.0

Bersudut Kasar 1 Acak 1.0 2.9 1.0 2.3 2.0

1.9 3.2 1.5

Bersudut Kasar Acak 2.0 4.0 1.6 2.8 2.0

1.3 2.3 3.0

Bersudut Kasar > 3 Acak 2.2 4.5 2.1 4.2 2.0

Bersudut Kasar 2 Khusus *3 5.8 7.0 5.3 6.4 2.0

Paralelepipedum 2 Khusus 7.0 - 20.0 8.5 - 24.0 - -

5.0 6.0 1.5

2. Tetrapod dan Quadripod 2 Acak 7.0 8.0 4.5 5.5 2.0

3.5 4.0 3.0

8.3 9.0 1.5

3. Tribar 2 Acak 9.0 10.0 7.8 8.5 2.0

6.0 6.5 3.0

4. Dolos 2 Acak 15.8 31.8 8.0 16.0 2.0

7.0 14.0 2.0

5. Kubus Dimodifikasi 2 Acak 6.5 7.5 - 5.0 *2

6. Hexapod 2 Acak 8.0 9.5 5.0 7.0 *2

7. Tribar 1 Seragam 12.0 15.0 7.5 9.5 *2

8. Batu Pecah (KRR) - Acak 2.2 2.5 - -

(Graded Angular)

Catatan:

n : jumlah susunan butir batu dalam lapis pelindung

*1 : penggunaan n = 1 tidak disarankan untuk kondisi gelombang pecah

*2 : sampai ada ketentuan lebih lanjut tentang nilai KD, penggunaan KD dibatasi pada kemiringan 1 : 1,5 sampai 1 : 3

*3 : batu ditempatkan dengan sumbu panjangnya tegak lurus permukaan bangunan

Kemiringan

Cot

Persamaaan di atas memberikan berat butir batu pelindung yang sangat besar. Untuk

mendapatkan batu yang sangat besar tersebut adalah sulit dan mahal. Guna

memperkecil harga pembangunan maka bangunan pantai dibuat dalam beberapa lapis.

Lapis terluar terdiri dari batu dengan ukuran seperti persamaan di atas sedangkan

pada lapisan di bawahnya diletakkan ukuran batu yang semakin kecil.

Bangunan pengaman pantai biasanya dibedakan dalam dua bagian, yaitu kepala dan

lengan bangunan. Kepala bangunan mempunyai panjang sekitar 15 m sampai 45 m

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-93

Page 94: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

dari ujung bangunan. Panjang tersebut tergantung pada panjang bangunan dan elevasi

puncak ujung bangunan. Pada bagian kepala bangunan memerlukan berat butir batu

pelindung yang lebih besar daripada lengan bangunan. Hal ini mengingat bahwa

kepala bangunan menerima serangan gelombang dari berbagai arah sehingga pada

tabel di atas, nilai KD untuk bagian kepala bangunan lebih kecil daripada nilai di lengan

bangunan.

Lebar dan Tebal Puncak Bangunan

Lebar puncak juga tergantung pada limpasan yang diijinkan. Pada kondisi limpasan

yang diijinkan, lebar puncak minimum adalah sama dengan lebar dari tiga butir batu

pelindung yang disusun berdampingan (n = 3). Untuk bangunan tanpa terjadi limpasan,

lebar puncak bangunan bisa lebih kecil. Selain batasan tersebut, lebar puncak harus

cukup lebar untuk keperluan operasi peralatan pada waktu pelaksanaan dan

perawatan.

Lebar puncak bangunan pengaman pantai dapat dihitung dengan rumus berikut ini:

B = n.k.

di mana :

B = lebar puncak

n = jumlah butiran (nminimum = 3)

k = koefisien lapis (Tabel 4. 1)

W = berat butir batu pelindung

Wr = berat jenis batu pelindung

Kadang-kadang di puncak bangunan pengaman pantai terbuat dari dinding lapis beton

yang dicor di tempat. Lapisan beton ini mempunyai tiga fungsi, yaitu memperkuat

puncak bangunan, menambah tinggi puncak bangunan dan sebagai jalan untuk

perawatan.

Tebal lapis pelindung dan jumlah butir batu tiap satu luasan diberikan oleh rumus

berikut ini:

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-94

Page 95: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

t = n.k.

N = A.n.k.

di mana :

t = tebal lapis pelindung

n = jumlah lapis batu dalam lapis pelindung

k = koefisien yang diberikan dalam Tabel 3.5

A = luas permukaan

P = porositas rerata dari lapis pelindung (%) yang diberikan dalam Tabel 3.5

N = jumlah butir batu untuk satu satuan luas permukaan A

W = berat butir batu pelindung

Wr = berat jenis batu pelindung

Tabel 3.2 Koefisien Lapis

Koef. Lapis Porositas(kD) P (% )

1. Batu Alam (halus) 2 Random (Acak) 1.02 382. Batu Alam (kasar) 2 Random (Acak) 1.15 373. Batu Alam (kasar) > 3 Random (Acak) 1.10 404. Kubus 2 Random (Acak) 1.10 475. Tetrapod 2 Random (Acak) 1.04 506. Quadripod 2 Random (Acak) 0.95 497. Hexapod 2 Random (Acak) 1.15 478. Tribar 2 Random (Acak) 1.02 549. Dolos 2 Random (Acak) 1.00 6310. Tribar 1 Seragam 1.13 4711. Batu Alam Random (Acak) 37

No. Batu Pelindung n Penempatan

Pondasi Tumpukan Batu dan Pelindung Kaki

Tumpukan batu dapat juga digunakan sebagai pondasi dan pelindung kaki bangunan

pengaman pantai. Sebagai pondasi, bangunan pengaman pantai dari blok beton,

caison atau buis beton ditempatkan di atas tumpukan batu. Sedangkan tumpukan batu

sebagai pelindung kaki ditempatkan di depan bangunan yang berfungsi melindungi

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-95

Page 96: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

tanah pondasi terhadap gerusan akibat gelombang. Stabilitas bangunan tergantung

pada kemampuan pondasi terhadap erosi yang ditimbulkan oleh serangan gelombang-

gelombang besar. Gelombang rencana untuk menghitung berat batu pondasi dan

pelindung kaki sama dengan yang digunakan untuk perencanaan bangunannya.

Berat butir batu untuk pondasi dan pelindung kaki bangunan diberikan oleh persamaan

sebagai berikut :

di mana:

W = berat rerata butir batu (ton)

Wr = berat jenis batu (ton/m3)

H = tinggi gelombang rencana (m)

Sr = Wr/Ww; di mana Ww = berat satuan air = 1.025kg/m3

Ns = angka stabilitas rencana untuk pondasi dan pelindung kaki bangunan seperti

diberikan pada Gambar .

Gambar 4.48 Pondasi (a) dan Pelindung Kaki (b) dari Tumpukan Batu.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-96

Page 97: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Gambar 4.49 Angka Stabilitas Ns Untuk Pondasi dan Pelindung Kaki.

3.6.4 Stabilitas Struktur Bangunan

Struktur bangunan pengaman pantai perlu dilakukan perhitungan terhadap stabilitas

bangunan dan daya dukung tanah sehingga mampu memikul gaya luar, seperti gelombang

maupun gaya-gaya luar lainnya seperti adanya tekanan tanah.

Analisa Penurunan

Penurunan (settlement) dapat didefinisikan sebagai pergerakan vertikal dasar suatu

struktur yang dipengaruhi penambahan beban atau lainnya. Banyak faktor yang

menyebabkan terjadinya penurunan, biasanya akibat penambahan beban pada tanah

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-97

Page 98: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

sekitarnya, penimbunan, penurunan muka air tanah, getaran, berat konstruksi.

Besarnya penurunan dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

S = Si + Sc + SS

di mana:

Si = penurunan segera (immediate settlement)

Sc = penurunan akibat konsolidasi pertama (primary consolidation settlement)

Sc = penurunan akibat konsolidasi (secondary consolidation settlement)

Harga Si jauh lebih kecil daripada harga SC dan waktu yang diperlukan juga lebih kecil

daripada waktu SC. Sedangkan SS merupakan tahapan kedua sesudah selesainya

penurunan pertama, waktu yang diperlukan SS sangat lama dan harga penurunannya

juga kecil.

Penurunan Segera (Immediate Settlement)

Penurunan langsung disebabkan karena pemampatan elastis tanah. Berdasarkan teori

elastis, besarnya penurunan (Si) dapat dihitung dengan rumus:

di mana

IS = faktor pengaruh bentuk pondasi yang harga bergantung pada B dan L

qo = gaya netto per unit luas (m’)

= angka poisson

ES = modulus kompresi atau elastisitas (Young’s Modulus)

L = panjang pondasi

B = lebar pondasi

Besaran-besaran yang dapat digunakan untuk analisa penurunan segera dapat dilihat

pada tabel-tabel berikut ini.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-98

Page 99: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Tabel 3.3 Harga IS Untuk Macam-macam Bentuk Pondasi

Jenis PondasiFaktor Pengaruh Bentuk Pondasi IS

Pusat Sudut Rata-rata

Bujursangkar 1,12 0,56 0,95 0,82

Lingkaran 1,00 0,64 0,85 0,88

Persegi L/B

1,50

2,00

5,00

10,00

100,00

1,36

1,53

2,10

2,52

3,38

0,68

0,77

1,05

1,26

1,69

1,20

1,31

1,83

2,25

2,96

1,06

1,20

1,7

2,20

3,40

Tabel 3.4 Parameter Elastis Berbagai Jenis Tanah

Jenis Tanah ES (kg/cm2)

Pasir :

Urai (lepas)

Setengah padat

Padat

Lanauan

0,20 – 0,40

0,25 – 0,40

0,30 – 0,45

0,20 – 0,40

100 – 250

175 – 280

350 – 575

100 – 175

Kerikil dan Pasir 0,15 – 0,35 700 – 1800

Lempung :

Lunak

Setengah padat

Padat

0,20 – 0,50

0,20 – 0,50

0,20 – 0,50

20 – 50

50 – 100

100 - 250

Penurunan Akibat Konsolidasi Pertama (Primary Consolidation Settlement)

Penurunan konsolidasi pertama adalah penurunan yang disebabkan pemampatan oleh

daya mampat lapisan tanah yang di bawah. Besarnya penurunan (SC) dalam cm,

ditentukan dengan rumus :

SC = mV.P.H

di mana

H = tebal tanah (m), atau

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-99

Page 100: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Nilai CC (indeks kompresi) diketahui dari pengujian laboratorium atau ditentukan dari

Liquid limit (batas cair) tanah jenis lempung umumnya yang mempunyai batas

kepekaan <4. Rumus indeks kompresi ditentukan sebagai:

CC = 0,009 (LL – 10)

Penurunan Akibat Konsolidasi Kedua (Secondary Consolidation Settlement)

Besarnya penurunan kedua dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:

di mana

Hts = tebal lapisan tanah pada saat mulai konsolidasi kedua.

= Ht - Sc

Ht = tebal lapisan tanah.

SC = penurunan pertama konsolidasi.

t = waktu yang dibutuhkan untuk pemampatan kedua.

tp = waktu berakhirnya konsolidasi pertama.

C = koefisien konsolidasi kedua.

Analisa Daya Dukung dan Stabilitas Geser

Analisa daya dukung dilakukan untuk mempelajari kemampuan tanah dalam

mendukung beban struktur yang terletak di atasnya. Daya dukung menyatakan

tahanan geser tanah untuk melawan penurunan akibat pembebanan, yaitu tahanan

geser yang dapat dikerahkan oleh tanah di sepanjang bidang-bidang gesernya. Analisa

daya dukung tanah dilakukan dengan menggunakan persamaan Terzaghi yang

diberikan sebagai berikut:

di mana:

c = kohesi tanah

= berat volume tanah

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-100

Page 101: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

q = tekanan pada dasar pondasi

B = lebar pondasi

NC, Nq, N = faktor daya dukung Terzaghi yang dipengaruhi

Umumnya analisa daya dukung didasari pada analisa keruntuhan geser lokal (local

shear failure) dan keruntuhan geser umum (general shear failure) sehingga nilai faktor

daya dukung Terzaghi dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3.5 Nilai-nilai Faktor Daya Dukung Terzaghi

Keruntuhan Geser Umum Keruntuhan Geser Lokal

NC Nq N N’C N’q N’

0

5

10

15

20

25

30

34

35

40

45

48

50

5,7

7,3

9,6

12,9

17,7

25,1

37,2

52,6

57,8

95,7

172,3

258,3

347,6

1,0

1,6

2,7

4,4

7,4

12,7

22,5

36,5

41,4

81,3

173,3

287,9

415,1

0,0

0,5

1,2

2,5

5,0

9,7

19,7

35,0

42,4

100,4

297,5

780,1

1153,2

5,7

6,7

8,0

9,7

11,8

14,8

19,0

23,7

25,2

34,9

51,2

66,8

81,3

1,0

1,4

1,99

2,7

3,9

5,6

8,3

1,.7

12,6

20,5

35,1

50,5

65,6

0,0

0,2

0,5

0,9

1,7

3,2

5,7

9,0

10,1

18,8

37,7

60,4

87,1

Penentuan daya dukung tanah yang diijinkan untuk desain didasari atas besarnya

angka keamanan (FS) yang nilainya sekitar 3 (FS ijin = 3). Besarnya daya dukung tanah

untuk suatu struktur yang ada di atasnya dapat diperoleh menurut persamaan berikut.

di mana :

qu = daya dukung batas tanah

Pi = total tekanan yang bekerja pada tanah

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-101

Page 102: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Sedangkan kemampuan tanah untuk menahan gaya geser yang terjadi sebagai

berikut:

di mana:

Fri = total tegangan yang menahan geser tanah

Fi = total tegangan yang bekerja pada tanah

Analisa Stabilitas Guling

Analisa stabilitas guling dilakukan untuk melihat kemampuan struktur dalam menahan

beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Pengecekan stabilitas guling

dilakukan dengan mengecek angka keamanan struktur yang diberikan oleh persamaan

berikut ini.

di mana:

Mri = total momen yang menahan pengaruh guling

Mi = total momen yang bekerja pada tanah

3.7.3.7. ANALISIS EKONOMIANALISIS EKONOMI

Salah satu cara untuk analisis ekonomi adalah dengan cara analisis biaya manfaat (Cost

Benefit Analysis) atau CBA dan Cost Effectiveness. CBA mencoba melihat perhitungan dari

seluruh manfaat dan biaya dari satu alternative jenis konstruksi dan dibandingkan dengan

hal yang sama pada jenis konstruksi yang lain, dan benefit cost ratio yang tertinggi yang

akan dipilih. Dalam analisis ini alternatif yang akan dipilih adalah bilamana seluruh

keuntungan atau manfaat yang diperoleh melebihi biaya-biaya yang harus dikeluarkan

dimana B/C ratio lebih besar dari satu.

Karena seringkali sulit sekali menilai manfaat atau benefit dari suatu alternative atau proyek,

maka dipakai cara perhitungan lain yaitu cost effectiveness. Dalam perhitungan ini

dibandingkan berbagai alternative biaya yang timbul untuk mencapai suatu tujuan, kemudian

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-102

Page 103: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

dipilih pengeluaran biaya yang rendah dilihat dari usaha pencapaian tujuan tersebut. Metode

ini lebih sering dipergunakan bila data dan dana yang tersedia untuk melakukan studi

terbatas.

Prinsip-prinsip dasar ABM, perlu diketahui dalam membuat analisa ABM agar perhitungan

analisis biaya manfaat dapat tepat diperhitungkan. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai

berikut :

1. Identifikasi pengambil keputusan, hal ini perlu

diketahui dengan pasti agar ukuran yang pasti dapat diperhitungkan.

2. Identifikasi berbagai alternatif jenis bangunan

pengaman pantai yang akan menjadi perbandingannya.

3. Identifikasi biaya untuk memperhitungkan biaya

dengan tepat dan rasional yang akan dipakai sebagai patokan pada perhitungan yang

akan dilakukan.

4. Identifikasi manfaat untuk menentukan besarnya

manfaat yang akan diperhitungkan secara tepat.

5. Transformasikan dampak ke dalam nilai moneter.

6. Memperhitungkan disounting dalam biaya dan

manfaat yang telah diperhitungkan.

7. Penafsiran hasil ABM dengan membadingkan

perhitungan biaya dan manfaat pada berbagai alternative kegiatan lain yan ditunjuk

sebagai pembanding.

Dalam pemberian nilai moneter pada biaya dan manfaat serta dalam transformasi dampak

ke dalam nilai moneter dalam ekonomi terdapat berbagai metode yang akan dipakai yaitu :

1. Metode perhitungan jumlah uang, dalam metode ini diperhitungkan

berapa jumlah uang yang akan dikeluarkan sebagai biaya pembangunan bangunan

pengaman pantai dan berapa nilai uang dari manfaat bangunan tersebut yang diperoleh.

2. Metode niai pasar atau metode nilai ganti dalam memperhitungkan

nilai pasar harus diperhitungkan surplus konsumen dan pajak.

3. Metode ekonometrik, yaitu manfaat terbangunnya bangunan

pengaman pantai misalnya akan menaikkan nilai jual tanah, naiknya harga pangan yang

dapat digambarkan dengan fungsi sbb: P = f(X11, X21, ……Xni)

4. Metode survey, yaitu dengan cara menanyakan kepada para

responden mengenai nilai dari biaya manfaat yang diperoleh.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-103

Page 104: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

Rumus dari B/C ratio adalah sebagai berikut :

3.8.3.8. KAJIAN LINGKUNGANKAJIAN LINGKUNGAN

Kajian lingkungan dalam studi ini pada dasarnya merupakan salah satu upaya untuk

mengeliminir dampak negative terhadap lingkungan dari rencana pembangunan system

pengamanan pantai serta untuk menjaga fungsi lingkungan hidup yang mencakup aspek

penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan

pengendalian lingkungan hidup.

Dengan adanya kajian lingkungan dalam pekerjaan ini maka diharapkan bisa :

1. Menghilangkan/menurunkan potensi sumber dampak negatif.

2. Memberikan perlakuan terhadap dampak negatif, agar potensi menurun.

3. Melindungi komponen lingkungan yang akan terkena pengaruh dampak

negatif.

3.9.3.9. PELAPORANPELAPORAN

Sebagai pertanggung jawaban dari pekerjaan ini maka Konsultan akan membuat laporan

pekerjaan yang berupa :

1. Laporan Pendahuluan

Laporan ini berisikan mengenai hasil survey pendahuluan, kegiatan pengumpulan data

awal serta rencana kerja selanjutnya. Laporan ini diserahkan kepada Direksi Pekerjaan

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-104

Page 105: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

untuk selanjutnya didiskusikan/presentasikan oleh Konsutlan guna mendapatkan

masukan bagi langkah-langkah kegiatan selanjutnya.

2. Laporan Bulanan

Pada setiap akhir bulan atau awal bulan selanjutnya Konsultan akan melaporakan

kemajuan pekerjaan yang telah dilaksanakannya kepada Direksi Pekerjaan dalam

bentuk Laporan Bulanan.

3. Laporan Interim

Dalam laporan ini Konsultan akan melaporakan hasil pekerjaan yang telah dilakukannya

hingga pekerjaan analisa data lapangan selesai, termasuk analisis hidrodinamika dan

sedimentasi/perubahan garis pantai. Selain itu dalam laporan ini akan dibahas juga

mengenai rencana sistem pengamanan pantai dan kriteria desain bangunan

pengamanan pantai.

4. Laporan Draft Final

Laporan ini terdiri atas laporan-laporan :

a. Laporan Utama

Laporan ini berisikan mengenai hasil pekerjaan seluruhnya yang telah dilakukan oleh

Konsultan. Laporan ini selanjutnya akan didiskusikan/dipresentasikan oleh Konsultan

guna penyempuranaan hasil pekerjaan.

b. Gambar Rencana/Desain (dalam ukuran Kertas HVS ukuran A3)

c. Laporan Penunjang

Laporan ini merupakan laporan yang berisikan mengenai hasil survey lapangan yang

telah dilaksanakan oleh Konsultan, yang terdiri atas:

- Survey Topografi - Bathimetri

- Survey Hidro – Oceanografi

- Survey Geologi Teknik/Mekanika Tanah

- Survey Sosial Ekonomi dan Lingkungan

5. Laporan Final

Laporan ini terdiri atas laporan-laporan :

a. Laporan Utama

Laporan ini merupakan hasil dari penyempuranaan Laporan Utama dari Draft Final

yang telah didiskusikan/dipresentasikan

b. Ringkasan Eksekutif

Laporan ini pada dasarnya merupakan ringaksan dari Laporan Utama

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-105

Page 106: Lappend SID P Mua Bab 3 Metodologi Pelaksanaan (2).doc

c. Nota Desain

Konsultan juga akan menyerahkan perhitungan-perhitungan desain bangunan

pengaman yang direncanakan dalam bentuk Nota Desain.

d. Rencana Anggaran Biaya

Laporan ini berisikan mengenai hasil perhitungan volume pekerjaan dan rencana

anggaran biaya konstruksi dari bangunan pengaman pantai yang direncanakan.

e. RKS Teknis dan Adminsitrasi

Laporan ini berisikan mengenai spesifikasi/syarat-syarat teknis pengerjaan konstruksi

dari bangunan pengaman pantai yang telah direncanakan

f. Gambar Desain/Rencana (dalam bentuk kertas kalkir ukuran A1

dan cetak birunya)

3.10.3.10. DISKUSI / PRESENTASIDISKUSI / PRESENTASI

Guna mendapatkan hasil pekerjaan yang optimal dan sesuai harapan, maka Konsultan akan

melakukan kegiatan diskusi yang periodik maupun yang tidak periodek. Kegitan diskusi yang

periodik tersebut berupa :

a. Kegiatan diskusi/presentasi Pendahuluan

b. Kegiatan diskusi/presentasi Interim

c. Kegiatan diskusi/presentasi Akhir

Kegiatan diskusi/presentasi tersebut akan melibatkan Konsultan dengan pihak pemberi

kerja (Pengguna Jasa dan Direksi Pekerjaan) maupun pihak-pihak terkait lainnya.

Adapun kegiatan diskusi yang tidak periodik adalah kegiatan diskusi yang tidak terjadwal

atau sewaktu-waktu dengan pihak Direksi Pekerjaan atau biasa disebut dengan asistensi.

LAPORAN PENDAHULUAN PT SUWANDA KARYA MANDIRI

3-106