bab-2-zenit

26
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karbohidrat 1. Pengertian Karbohidrat merupakan zat gizi yang memiliki fungsi sebagai penghasil energi, setiap 1 gram karbohidrat mengandung 4 kalori. Karbohidrat tersusun dari senyawa organik yaitu rangkaian Karbon, Hidrogen, dan Oksigen dengan perbandingan 1 atom C, 2 atom H, dan 1 atom O walaupun untuk jumlah energi karbohidrat jauh lebih rendah dibandingkan dengan lemak tapi di negara berkembang karbohidrat menjadi makanan utama (Hutagalung, 2004). 2. Klasifikasi Menurut Harvard School of Public Health Nutrition (2014) karbohidrat dapat di klasifikasikan menjadi dua yaitu: a. Karbohidrat Sederhana Karbohidrat ini merupakan komponen gula (seperti fruktosa dan glukosa) masing masing memiliki struktur kimia yang sederhana terdiri dari 1 komponen gula (monosakarida) atau 2 gula (disakarida). Pada karbohidrat sederhana tubuh akan mengubahnya menjadi energi dengan mudah dan 5

Upload: revaadenapio

Post on 30-Jan-2016

6 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

rsh

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Karbohidrat

1. Pengertian

Karbohidrat merupakan zat gizi yang memiliki fungsi sebagai

penghasil energi, setiap 1 gram karbohidrat mengandung 4 kalori. Karbohidrat

tersusun dari senyawa organik yaitu rangkaian Karbon, Hidrogen, dan

Oksigen dengan perbandingan 1 atom C, 2 atom H, dan 1 atom O walaupun

untuk jumlah energi karbohidrat jauh lebih rendah dibandingkan dengan

lemak tapi di negara berkembang karbohidrat menjadi makanan utama

(Hutagalung, 2004).

2. Klasifikasi

Menurut Harvard School of Public Health Nutrition (2014) karbohidrat dapat

di klasifikasikan menjadi dua yaitu:

a. Karbohidrat Sederhana

Karbohidrat ini merupakan komponen gula (seperti fruktosa dan

glukosa) masing masing memiliki struktur kimia yang sederhana terdiri dari

1 komponen gula (monosakarida) atau 2 gula (disakarida). Pada karbohidrat

sederhana tubuh akan mengubahnya menjadi energi dengan mudah dan

cepat karena struktur kimia yang sederhana. Hal ini menyebabkan

peningkatan glukosa darah postprandial berlangsung cepat.

b. Karbohidrat Kompleks

Karbohidrat ini memiliki struktur yang lebih kompleks, memiliki 3

atau lebih rangkaian gula yang saling bertautan dikenal sebagai

oligosakarida dan polisakarida. Contoh makanan yang mengandung

karbohidrat kompleks seperti serat, vitamin, dan mineral. Karbohidrat ini

membutuhkan waktu yang lebih lama untuk dicerna maka peningkatan

glukosa darah postprandial akan berlangsung secara perlahan.

5

Menurut Murray (2009) klasifikasi karbohidrat berdasarkan jumlah

molekulnya adalah:

a. Monosakarida

Karbohidrat yang paling sederhana yang terdiri atas 3 – 7 atom C memiliki

sifat zat yang tidak dapat dihidrolisis oleh larutan asam di dalam air.

Monosakarida pada saat dikonsumsi akan diserap di dinding usus halus dan

masuk ke sistem peredaran darah. Monosakarida dapat dikelompokkan

berdasarkan jumlah atom C menjadi : triosa (C3), tetrosa (C4), pentosa (C5),

heksosa (C6), heptosa (C7). Di bidang ilmu gizi monosakarida yang penting

yaitu : glukosa, fruktosa, dan galaktosa yang merupakan bagian kelompok

monosakarida heksosa.

1) Glukosa

Pada umumnya disebut sebagai gula anggur ataupun dektrosa. Glukosa

merupakan karbohidrat yang terkonversi di dalam tubuh yang akan

diedarkan keseluruh jaringan tubuh melalui pembuluh darah. Glukosa

merupakan hasil akhir pencernaan dari pati, sukrosa, maltosa, dan

laktosa. Pada umumnya glukosa banyak terdapat di sayur, buah, sirup

jagung, dan sari pohon seperti tebu.

2) Fruktosa

Biasanya disebut sebagai gula buah ataupun levulosa. Fruktosa banyak

terdapat di buah, madu, nektar pada bunga, dan sayur. Fruktosa

merupakan gula yang paling manis dibandingkan dengan golongan

monosakarida lainnya. Fruktosa merupakan hasil pemecahan sukrosa

didalam tubuh.

3) Galaktosa

Monosakarida yang jarang ditemukan bebas di alam. Umumnya

berikatan dengan glukosa dalam bentuk laktosa didalam tubuh. Pada

seseorang yang mengalami kekurangan enzim pemecah galaktosa dapat

terjadi galaktosemia.

6

b. Disakarida

Senyawa yang terbentuk dari 2 monosakarida yang sejenis ataupun

tak sejenis. Sifat disakarida yang dapat dihidrolisis oleh larutan asam di

dalam air sehingga dapat terurai menjadi 2 molekul monosakarida.

Disakarida dikelompokan menjadi 3 yaitu sukrosa, maltosa, dan laktosa.

1) Sukrosa

Tersusun dari glukosa dan fruktosa. Biasa disebut sebagai

sakarosa atau gula tebu. Sukrosa biasa terdapat di dalam tebu, bit,

siwalan, kelapa kopyor, nanas dan wortel. Sukrosa pada umumnya

digunakan di industri makanan dalam bentuk kristal atau cair sebagai

pemanis makanan. Pada saat dipanaskan didalam air sukrosa akan

terurai kembali menjadi glukosa dan fruktosa hal ini disebut sebagai

gula invert (Nurhayati, 2010).

2) Maltosa

Maltosa mempunyai dua molekul monosakarida yang terdiri

dari dua molekul glukosa. Di dalam tubuh, maltosa didapat dari hasil

pemecahan amilum, lebih mudah dicerna, rasanya lebih enak, dan

nikmat.

3) Laktosa

Terdapat didalam susu sering disebut sebagai gula susu.

Tersusun dari dua molekul monosakarida yaitu satu molekul glukosa

dan satu molekul galaktosa. Pada susu sapi kadar laktosa 6,8g/100 ml

dan pada air susu ibu (Asi) 4,8 g/100ml. Laktosa lebih sulit dicerna

dibandingkan glukosa dan galaktosa. Sering terjadi intoleran laktosa

karena kurangnya enzim laktase baik pada anak bayi, anak anak atau

orang dewasa. Gejala intoleran laktosa seperti kembung, flatus, diare,

dan kejang perut.

c. Oligosakarida

Merupakan gabungan molekul molekul monosakarida yang banyak

tergabung dari tiga sampai sepuluh monosakarida seperti maltotriosa.

Sebagian besar oligosakarida tidak dicerna di dalam tubuh oleh enzim.

7

d. Polisakarida

Merupakan senyawa gabungan dari molekul-molekul yang terdiri

dari sepuluh monosakarida atau lebih, saat dihidrolisis polisakarida dapat

dihidrolisis menjadi banyak molekul monosakarida. Umumnya senyawa

polisakarida berwarna putih dan tidak berbentuk kristal serta tidak memiliki

rasa manis dan tidak bersifat mereduksi. Fungsi pada bahan makan sebagai

penguat tekstur dan sebagai sumber energi. Macam-macam polisakarida,

yaitu:

1) Amilum

Terdapat pada tumbuh tumbuhan terutama umbi, daun, batang,

dan biji-bijian. Amilum sering juga disebut sebagai pati umbi-umbian.

Amilum terdiri dari dua penyusun yaitu amilosa dan amilopektin yang

dapat dipisahkan dengan menggunakan air panas. Pada pati kadar

amilopektin lebih tinggi dibandingkan amilosa. Pada saat dilarutkan di

air panas akan membentuk cairan pekat seperti pasta, peristiwa ini

disebut gelatinisasi. Pada pemeriksaan tes iodium akan menghasilkan

warna biru.

2) Glikogen

Merupakan simpanan energi pada hewani atau manusia yang

dihasilkan dari mengonsumsi karbohidrat. Glikogen disimpan di otot

dan hati. Glikogen diatur oleh hati jadi apabila glukosa darah meningkat

maka glukosa yang beredar akan diubah ke bentuk glikogen sehingga

glukosa darah dapat kembali normal. Sebaliknya apabila penurunan

glukosa darah maka glikogen yang terdapat di otot dan di hati akan

dipecah untuk memberikan pasokan energi tubuh. Glikogen dapat

ditemukan di kerang-kerangan, alga atau rumput laut. Pada pemeriksaan

tes iodium akan menghasilkan warna merah (Irawan, 2007).

3) Selulosa

Merupakan polimer glukosa tidak bercabang dengan ikatan

beta –(1-4) dan unit disakarida berulang yaitu selobiosa. Terdapat di

8

dinding sel tumbuhan. Bersifat tidak larut air, tidak dapat dicerna

mamalia karena tidak memiliki enzim untuk memecah ikatan beta. Sifat

selulosa yang tidak dapat dicerna dapat membantu melancarkan

pencernaan, dan mempertahankan rasa kenyang lebih lama.

3. Proses Pencernaan Karbohidrat

Pertama, makanan akan mengalami proses mekanik di mulut kemudian

makanan akan dikunyah dengan gigi sehingga makanan akan menjadi ukuran

kecil. Ketika proses mengunyah berlangsung kelenjar salivarius akan

mensekresikan saliva. Saliva yang mengandung enzim amilase akan memecah

polisakarida dan oligosakarida menjadi disakarida, proses pencernaan oleh

enzim hanya efektif pada pH sekitar 7. Saliva juga berfungsi sebagai pelumas

saat menelan, dan proses penggumpalan makanan. Setelah itu makanan akan

masuk ke kerongkongan kemudian ke lambung. Pada saat makanan masuk ke

lambung proses pemecahan polisakarida oleh enzim amilase masih terjadi

sampai di bagian proksimal lambung kemudian terhenti saat terjadi penurunan

pH lambung menjadi asam. Karbohidrat pada makanan akan dicerna di usus

halus dalam bentuk disakarida maltosa, sukrosa, dan laktosa. Saat di epitel

usus disakarida yang berada di membran brush border mengalami penguraian

menjadi monosakarida. Glukosa dan galaktosa diserap oleh transport aktif

sekunder dengan bantuan ko-transpor di membran luminal akan memindahkan

monosakarida dan Na+ dari lumen ke interior sel usus. Ko-transpor ini

bergantung pada gradient konsentrasi Na+ yang tercipta karena pompa Na+-K+

yang butuh energi kemudian memekatkannya di dalam sel. Glukosa dan

galaktosa masuk ke darah di dalam vilus dengan meninggalkan sel menuruni

gradient konsentrasi (Sherwood, 2011). Glukosa, fruktosa, dan galaktosa

kemudian diangkut ke hati melalui vena porta hepatika. Galaktosa dan

fruktosa akan cepat diubah menjadi glukosa di hati dan didistribusikan ke

seluruh sel tubuh (Irawan, 2007).

9

B. Pengaturan Glukosa Darah

Didalam tubuh glukosa sering disebut sebagai gula darah. Nilai normal

glukosa darah puasa seseorang 90 mg / 100 mL darah, dan 120 mg–140 mg /

100 mL setelah 1 jam makan dan kembali normal setelah 2 jam. Glukosa

berfungsi sebagai pemasok energi bagi jaringan dan sel tubuh. Pada saat terjadi

peningkatan glukosa darah, pankreas akan produksi hormon insulin yang

berguna agar sel dapat menyerap glukosa darah sebagai energi atau cadangan.

Saat sel menyerap glukosa darah maka kadar glukosa di darah akan turun

secara pelahan. Pada saat hal ini terjadi, pankreas akan menghasilkan hormon

glukagon yang akan memberikan sinyal ke hati untuk memulai pelepasan

glukosa, pengeluaran hormon insulin dan glukagon saling mempengaruhi satu

sama lain dan akan berperan penting dalam penyimpanan dan perombakan

glukosa darah yang berguna pada sel tubuh, terutama pada otak (Guyton,

2007).

C. Diabetes

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik

dengan karakteristik hiperglikemia karena kelainan sekresi insulin. Hal ini

dapat menyebabkan gangguan microvascular (retinopathy, nephropathy,

neurophaty) atau macrovascular (stroke, renovascular, semua penyakit

cardivoascular) (Longmore et al., 2010).

Menurut pedoman American Diabetes Association (ADA) (2015)

untuk pencegahan dan pengelolaan DM tipe 2, kriteria diagnostik DM dapat

ditegakkan bila:

1. A1C > 6.5%.

2. Glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL, minimal 8 jam berpuasa.

3. Terdapat keluhan klasik DM penyerta, seperti banyak kencing (poliuria),

banyak minum (polidipsia), banyak makan (polifagia), dan penurunan

berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, glukosa plasma

sewaktu ≥200 mg/dL. Bila gejala klasik tidak ada atau ragu-ragu harus

dilakukan pemeriksaan ulang.

10

4. Kadar glukosa plasma ≥200 mg/dL pada 2 jam sesudah beban glukosa 75

gram pada tes toleransi glukosa oral (TTGO).

Tabel 2.1 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis Diabetes Melitus (mg/dL).

(PERKENI, 2011).

1. Klasifikasi

Menururt Longmore et al.(2010) diabetes dikelompokan menjadi dua tipe

yaitu:

a. Diabetes Tipe 1

Diabetes tipe 1 biasanya terjadi pada masa anak-anak tetapi juga

dapat terjadi di usia berapa pun. Hal ini disebabkan defek insulin karena

gangguan autoimun (>90% kasus HLA dr3 dan dr4) yang menyebabkan

rusaknya bagian beta sel pankreas. Oleh karena itu pasien harus diberikan

insulin karena sangat rentan terjadinya ketoasidosis dan penurunan berat

badan.

b. Diabetes Tipe 2

Diabetes tipe 2 sering terjadi pada usia ˃40 tahun. Pada diagnosis

yang tepat dan cepat dapat mempengaruhi tingkat kualitas hidup. Pada

diabetes tipe dua terjadi penurunan insulin disertai peningkatan resistensi

insulin. Hal ini berhubungan dengan obesitas, kurangnya aktifitas fisik, dan

konsumsi alkohol.

Resistensi insulin dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti

peningkatan pengeluaran nor epinefrin yang dirangsang oleh sel lemak

11

yang menyebabkan kerusakan reseptor insulin, mutasi yang mengkode

reseptor insulin, dan sirkulasi autoimun ke extraselular yang mengganggu

reseptor insulin. Pada orang yang mengalami sindrom metabolik,

kehamilan, pengguna obat-obatan, akromegali, gagal ginjal, dan kista

fibrolisis terjadi peningkatan resiko resistensi insulin (Longmore et al.,

2010).

D. Pati

Pati tergolong karbohidrat yang tersusun atas amilosa dan amilopektin.

Kandungan amilopektin lebih tinggi dibandingkan amilosa. Amilosa tersusun

dalam bentuk polimer linier dengan ikatan α-(1,4) unit glukosa dengan derajat

polimerisasi setiap molekulnya 102-104 unit glukosa sedangkan amilopektin

merupakan polimer linier α-(1,4) unit glukosa yang memiliki percabangan α-

(1,6) unit glukosa dengan derajat polimerisasi yang lebih besar yaitu 104-105

unit glukosa. Pada percabangan amilopektin terdiri dari α-D-glukosa yang

memiliki derajat polimerisasi sekitar 20-25 unit glukosa (Kusnandar, 2011).

1. Pati resistensi atau pati tahan cerna

Pati resistensi merupakan pati yang dapat tahan pada proses hidrolisis

enzim pencernaan amilase sehingga akan susah diabsorsi dalam usus halus

pada individu yang sehat. Pada saat di usus besar fraksi pati akan difermentasi

oleh mikroflora usus menjadi asam lemak rantai pendek (Okoniewska dan

Witwer, 2007).

Menururt Kusnadar (2011) pati reistensi atau resistant starch (RS)

dapat dikelompokkan menjadi 4 tipe yaitu:

a. Pati resistensi tipe pertama (RS I) yaitu pati yang secara alami

terperangkap di dalam bahan pangan seperti pada sereal dan biji-bijian.

b. Pati resistensi tipe kedua (RS II) yaitu granula pati yang tidak tercerna

oleh enzim pencernaan dan memiliki kandungan amilosa yang tinggi

seperti pati pada pisang mentah, kentang mentah, dan tepung jagung.

12

c. Pati resistensi tipe ketiga (RS III) adalah pati yang terbentuk dari hasil

retrogradasi pati akibat pengolahan.

d. Pati resistensi tipe keempat (RS IV) adalah pati hasil modifikasi kimia.

Pada pati resistensi tipe satu dan dua dapat diperoleh dari bahan

makanan mentah yang ada. Pati resistensi tipe tiga dan empat dapat dihasilkan

dengan menggunakan beberapa proses pengolahan. Proses pengolahannya

dapat dilakukan menggunakan tiga proses yaitu : proses fisik, proses kimia,

dan proses biokimia (Kusnandar, 2011).

2. Proses Pengolahan

Proses fisik pada pengolahan dapat dilakukan dengan beberapa

pengolahan seperti heat moisture treatment, pregelatinisasi, pemasakan

dengan uap, pemasakan dengan uap bertekanan tinggi, parvoiling,

pemanggangan, dan ekstruksi. Proses kimia dapat dilakukan dengan cara

hidrolisis asam, ikatan silang (crosslinking), substitusi, dan kombinasi ikatan

silang (Kusnandar, 2011). Proses modifikasi pati secara biokimia dapat

dilakukan dengan menambahkan enzim atau mikroba penghasil enzim

(Herawati, 2010).

3. Pati resistensi dalam Tubuh

Menurut Okoniewska dan Witwer (2007), pati resisten akan

menurunkan respon glikemik dan insulemik di usus pada penderita diabetes,

penderita hiperinsulemik, dan penderita disiplidemia karena sifat pati

resistensi yang tidak dapat dicerna di usus halus maka pati resistensi akan

sampai di usus besar tanpa mengalami perubahan dan berkontribusi sebagai

serat pangan. Di dalam usus besar, pati resisten akan terfermentasi oleh

bakteri anerobik.

Pati resisten juga bersifat menghambat aktivitas enzim α-amilase

dimana amilase berfungsi dalam perubahan pati menjadi glukosa di usus

halus, meningkatkan visikositas di usus halus sehingga menghambat

penyerapan glukosa (Ou et al., 2001).

13

Proses fermentasi pati resisten di usus besar akan menghasilkan asam

lemak rantai pendek (butirat), menurunkan pH di usus besar sehingga

pertumbuhan bakteri patogen dapat terhambat, menurunkan toksisitas air

fekal, menurunkan jumlah asam empedu sekunder, meningkatkan penyerapan

magnesium, kalsium, memperbaiki sensitifitas hormon insulin, menstimulasi

sistem imun, dan menurunkan faktor resiko kanker kolon serta menurunkan

nafsu makan karena efeknya sama dengan serat pangan (Harmayani, 2011).

Pati resisten bersifat mudah mengikat dan memerangkap air sehingga kadar air

di feses dapat terjaga dan menjadi anti konstipasi. Selain itu, pati resisten juga

memiliki efek hipoglikemik dan hipokolesterolemik, sehingga akan

menghambat akumulasi lemak, dan pembentukan batu empedu (Sajilata et al.,

2006).

E. Ubi Kayu

Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) menjadi salah satu sumber

makanan yang penting di negara tropis dan subtropis. Ubi kayu memiliki

toleransi terhadap kekeringan (Nahar dan Tan, 2012). Ubi kayu merupakan

salah satu sumber makanan pokok setelah padi dan jagung .Sekitar 200 juta

orang mendapatkan sekitar 500 kal / hari dari ubi kayu (Kalsum dan Surfiana,

2013).

1. Taksonomi Manihot esculenta Crantz

Taksonomi Manihot esculenta Crantz menurut Interagency Taxonomic

Information System (ITIS) (2011) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae.

Subkingdom : Viridiplantae.

Infrakingdom : Streptophyta - land plants.

Superdivision : Embryophyta.

Devision : Tracheophyta.

Subdivision : Spermatophytina.

Class : Magnoliopsida.

Superorder : Rosanae.

14

Orde : Malpiqhiales.

Family : Euphorbiaceae.

Genus : Manihot mill.

Species : Manihot esculenta Crantz.

Gambar 2.1 Gambar Ubi Kayu (Fraser, 2010).

2. Kandungan Ubi Kayu

Ubi kayu mengandung karbohidrat yang tinggi khususnya pati. Rasio

kandungannya amilosa dan amilopektin yaitu 17% : 83% (Kalsum dan

Surfiana, 2013). Dalam ubi kayu memiliki total pati sebesar 88,8 ±4.20 gram

per 100 gram ubi kayu dan memiliki kandungan pati resistensi sebesar 80.8

±14.82 gram per 100 gram total pati (Chen et al., 2010).

Pada ubi kayu yang telah direbus memiliki total serat larut 0,47 (±0,01)

serat tidak larut 2,18 (±0,08) sedangkan total serat yang terkandung 2,65

(±0,08) (Raguparan et al., 2008). Didalam akar ubi kayu memiliki kadar

protein, magnesium, sodium, riboflavin, tiamin, asam nikotinat, sitrat, lemak,

dan asam amino esensial (Bradbury dan Holloway, 1988).

15

Tabel 2.2 Kandungan Gizi dalam 100 gram Ubi Kayu

(Suprapti, 2005).

Selain memiliki kandungan nutrisi ubi kayu mengandung senyawa

toksin cyanogenic yaitu asam sianida (HCN) yang bersifat toksik pada tubuh.

HCN merupakan proses penguraian glukosida yang berinteraksi dengan enzim

linamarase didalam ubi kayu. Hal ini akan menghasilkan senyawa HCN dan

glukosa. Dosis letal asam sianida (HCN) berkisar antara 0,5 – 3,5 mg/kg berat

badan (Courney, 1973).

Dewasa ini banyak teknologi pengolahan ubi kayu yang berguna untuk

mengurangi atau menghilangkan kadar HCN seperti proses perendaman ubi

kayu karena HCN bersifat larut dalam air atau dengan pemanasan (dikukus)

karena HCN bersifat mudah menguap serta pemotongan ketela dalam ukuran

yang lebih kecil (Hutami et al., 2014).

3. Keunggulan Ubi Kayu

Pati ubi kayu memiliki sifat fungsional yang baik untuk kesehatan.

Salah satu sifat fungsional yang penting pada pati ubi kayu di antaranya

adalah kandungan pati resisten yang sifatnya mirip dengan serat pangan.

Tanaman ubi kayu memiliki keunggulan yaitu: mudah untuk dibudidayakan,

tahan terhadap serangan hama dan penyakit, mampu bertahan pada kondisi

kekurangan air atau curah hujan yang rendah, dan dapat berproduksi dengan

baik di tanah yang miskin hara (Elida dan Hamidi, 2009).

F. Talas

16

Talas (Colocasia esculenta) merupakan tanaman yang tergolong dalam

umbi-umbian. Talas tumbuh subur di kawasan Asia dan banyak digunakan

sebagai sumber makanan pokok terkhususnya di Hawaii, kepulauan di

Samudra Pasifik dan di Indonesia bagian Barat (Onwueme, 1999).

Talas yang terkenal di Indonesia yaitu talas Bogor (Colocasia esculenta

L. Schott). Pada umumnya kandungan nutrisi yang terkandung hampir sama

dengan talas pada umumnya. Talas Bogor memiliki perbedaan pada morfologi

batang, daun, bunga, dan umbinya (Akmal et al., 2009).

1. Taksonomi Colocasia esculenta

Taksonomi Colocasia esculenta menurut Interagency Taxonomic

Information System (ITIS) ( 2011) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae.

Subkingdom : Tracheobionta.

Infrakingdom : Streptophyta.

Superdivision : Embryophyta.

Divisi : Tracheophyta.

Subdivision : Spermatophytina.

Kelas : Magnoliopsida.

Superorder : Lilianae.

Order : Alismatales.

Family : Araceae.

Genus : Colocasia Schott.

Spesies : Colocasia esculenta (L.) Schott.

17

Gambar 2.2 Gambar Talas Bogor (Ermayuli, 2011)

2. Kandungan Talas

Talas Bogor mengandung 79% amilopektin dan 21% amilosa

(Kusnandar, 2007). Talas mentah mengandung total pati sebesar 18,8 (±0,89)

gram dengan kandungan pati resistensi sebesar 27,5 (±2,65) gram per 100

gram total pati. (Chen et al., 2010). Pada talas kukus 60 g terdapat total pati

sebesar 22,1 (±0,92), sedangkan pati resistensinya sebesar 17,0 (±1,80)

(Raguparan et al., 2008). Selain memiliki kandungan pati talas mengandung

makronutrien dan mikronutrien di dalamnya. Kandungan mikronutrien di talas

yaitu vitamin A (β-karoten) dan vitamin C, dimana dalam 100 gram talas

mengandung 2% vit A, dan 5% vit B. Kandungan makronutrien pada talas

lebih didominasi oleh tingginya kadar pati tetapi selain pati talas juga

mengandung protein, dan lemak (Akmal et al., 2009).

18

Tabel 2.3 Komposisi Zat yang Terkandung dalam 100 gr Talas

(Sumber : Koswara, 2008).

Selain memiliki kandungan nutrisi talas juga mengandung asam

oksalat yang mempengaruhi penyerapan kalsium dalam pencernaan dengan

membentuk ikatan-ikatan kalsium yang tidak dapat larut dalam air. Hal ini

menyebabkan rasa gatal bagi yang mengkonsumsinya. Maka dari itu sebelum

mengolah talas, sebaiknya talas dicuci selama 5 menit, kemudian rendam talas

dalam larutan garam (NaCl) selama 20 menit lalu cuci bersih kembali.

Tujuannya untuk mengurangi kadar kalsium oksalat pada talas yang dapat

menyebabkan rasa gatal pada saat mengonsumsinya (Koswara, 2008).

19

G. Kerangka Teori Penelitian

Berdasarkan teori penelitian kerangka teori dalam penelitian ini adalah:

Gambar 2.3 Kerangka Teori Penelitian.

20

Asupan Karbohidrat

Pati

Pati resisten Pencernaan pati

Pati yang cepat dicerna

Pati yang lambat dicerna

Penurunan absorbsi glukosa di usus halus

Penurunan glukosa darah postprandial

aktivitas enzim α-amilase di usus

halus

viskositas di usus halus

Produksi asam lemak rantai pendek

(-)

(+)

(+)

Mengalami absorbsi dalam bentuk glukosa di usus halus

Sensitifitas insulin

(+)

H. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Gambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian.

I. Hipotesis

Ha : Peningkatan kadar glukosa darah postprandial antara kelompok yang

mengonsumsi talas bogor kukus (Colocasia esculenta L. Schoot) dan nasi

putih lebih tinggi dari pada kelompok ubi kayu rebus (Manihot esculenta

Crantz).

21

Kelompok perlakuan I (Kontrol ): Konsumsi nasi

putih

Kelompok perlakuan III: Konsumsi talas bogor

kukus

Kelompok perlakuan II: Konsumsi ubi kayu rebus Kadar glukosa darah

postprandial

Variabel bebas Variabel terikat