bab 2 bag 2

51
13 berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (UU no.4 tahun 1992, tentang Perumahan dan Permukiman). Selain dari pengertian rumah tinggal dan lingkungannya ternyata di suatu permukiman terdapat perbedaan yang mencolok dari rumah tinggal itu sendiri, yaitu ada rumah yang layak huni dan rumah tidak layak huni. Untuk lebih mengetahui tentang rumah layak huni dan tidak layak huni, maka akan dijelaskan sebagai berikut: 2.1.1 Pengertian Rumah Layak Huni Menurut Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor: 22/Permen/M/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perumahan Rakyat Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota menyatakan bahwa: Rumah layak huni adalah rumah yang memenuhi persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan minimum luas bangunan serta kesehatan penghuninya.

Upload: javier-holik-zaneti

Post on 24-Jul-2015

1.760 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 BAG 2

13

berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat

kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (UU no.4 tahun 1992,

tentang Perumahan dan Permukiman).

Selain dari pengertian rumah tinggal dan lingkungannya ternyata di suatu

permukiman terdapat perbedaan yang mencolok dari rumah tinggal itu sendiri,

yaitu ada rumah yang layak huni dan rumah tidak layak huni. Untuk lebih

mengetahui tentang rumah layak huni dan tidak layak huni, maka akan dijelaskan

sebagai berikut:

2.1.1 Pengertian Rumah Layak Huni

Menurut Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia

Nomor: 22/Permen/M/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang

Perumahan Rakyat Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota menyatakan

bahwa: Rumah layak huni adalah rumah yang memenuhi persyaratan keselamatan

bangunan dan kecukupan minimum luas bangunan serta kesehatan penghuninya.

1. Kriteria rumah layak huni meliputi :

a) Memenuhi persyaratan keselamatan bangunan meliputi:

1. struktur bawah/pondasi;

2. struktur tengah/kolom dan balak (Beam).

3. struktur atas.

b) Menjamin kesehatan meliputi pencahayaan, penghawaan dan sanitasi.

c) Memenuhi kecukupan luas minimum 7,2 m²/orang sampai dengan 12

m²/orang.

Page 2: BAB 2 BAG 2

14

2. Kriteria rumah layak huni sebagaimana dimaksud angka 1 tidak

menghilangkan penggunaan teknologi dan bahan bangunan daerah setempat

sesuai kearifan lokal daerah untuk menggunakan teknologi dan bahan

bangunan dalam membangun rumah layak huni.

Contoh persyaratan keselamatan bangunan sebagaimana dimaksud pada

kriteria rumah layak huni huruf a), dapat dilihat pada Gambar 2.1

1. Ketentuan Struktur Bawah (Pondasi)

a. Pondasi harus ditempatkan pada tanah yang mantap, yaitu ditempatkan pada

tanah keras, dasar pondasi diletakkan lebih dalam dari 45 cm dibawah

permukaan tanah.

b. Seluruh badan pondasi harus tertanam dalam tanah

c. Pondasi harus dihubungkan dengan balok pondasi atau sloof, baik pada

pondasi setempat maupun pondasi menerus.

d. Balok pondasi harus diangkerkan pada pondasinya, dengan jarak angker

setiap 1,50 meter dengan baja tulangan diameter 12 mm

e. Pondasi tidak boleh diletakkan terlalu dekat dengan dinding tebing, untuk

mencegah longsor, tebing diberi dinding penahan yang terbuat dari pasangan

atau turap bambu maupun kayu.

f. Jenis Pondasi:

1. Pondasi Menerus.

2. Pondasi Setempat.

Page 3: BAB 2 BAG 2

15

Gambar 2.1: Persyaratan Keselamatan Bangunan

Sumber: Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor:

22/Permen/M/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perumahan

Rakyat Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota.

Gambar 2.2 Pondasi Menerus Gambar 2.3 Pondasi Setempat

Sumber : Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor:

22/Permen/M/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perumahan

Rakyat Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota.

Page 4: BAB 2 BAG 2

16

g. Ketentuan-ketentuan Dasar :

Pondasi Batu Kali Menerus

1. Pondasi harus ditempatkan pada tanah yang mantap

2. Pondasi harus diikat secara kaku dengan Sloof dengan angker.

2. Struktur Tengah

a. Ketentuan :

1) Bangunan harus menggunakan kolom sebagai rangka pemikul, dapat

terbuat dari kayu, beton bertulang, atau baja.

2) Kolom harus diangker pada balok pondasi atau ikatannya diteruskan pada

pondasinya

3) Pada bagian akhir atau setiap kolom harus diikat dan disatukan dengan

balok keliling/ring balok dari kayu, beton bertulang atau baja

4) Rangka bangunan (kolom, ring balok, dan sloof) harus memiliki

hubungan yang kuat dan kokoh, dapat dilihat pada Gambar 2.4

5) Kolom/tiang kayu harus dilengkapi dengan balok pengkaku untuk

menahan gaya lateral gempa, dapat dilihat pada Gambar 2.5

6) Pada rumah panggung antara tiang kayu harus diberi ikatan diagonal.

Page 5: BAB 2 BAG 2

17

Gambar 2.4 Rangka Bangunan

Sumber : Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor:

22/Permen/M/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perumahan

Rakyat Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota.

Gambar 2.5 Balok Pengkaku

Sumber : Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor:

22/Permen/M/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perumahan

Rakyat Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota.

3. Struktur Atas

Ketentuan struktur atas:

Page 6: BAB 2 BAG 2

18

1. Rangka kuda-kuda harus kuat menahan beban atap

2. Rangka kuda-kuda harus diangker pada kedudukannya (pada kolom atau ring

balok).

3. Pada arah memanjang atap harus diperkuat dengan menambah ikatan angin

diantara rangka kuda-kuda.

Gambar 2.6 Rangka Kuda-kuda

Sumber : Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor:

22/Permen/M/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perumahan

Rakyat Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota.

b) Menjamin Kesehatan:

1. Kecukupan pencahayaan rumah layak huni minimal 50% dari dinding yang

berhadapan dengan ruang terbuka untuk ruang tamu dan minimal 10% dari

dinding yang berhadapan dengan ruang terbuka untuk ruang tidur;

2. Kecukupan penghawaan rumah layak huni minimal 10 % dari luas lantai.

Page 7: BAB 2 BAG 2

19

3. Penyediaan sanitasi minimal 1 kamar mandi dan jamban didalam atau luar

bangunan rumah dan dilengkapi bangunan bawah septiktank atau dengan

sanitasi komunal.

c) Memenuhi kecukupan luas minimum adalah luas minimal rumah layak huni

antara 7,2 m2/orang sampai dengan 12 m2/orang dengan fungsi utama sebagai

hunian yang terdiri dari ruang serbaguna/ruang tidur dan dilengkapi dengan

kamar mandi. Teknologi dan bahan bangunan rumah layak huni yang sesuai

dengan kearifan lokal disesuaikan dengan adat dan budaya daerah setempat.

Berikut ini merupakan contoh rumah sangat sederhana dan rumah sederhana yang

layak huni :

Page 8: BAB 2 BAG 2

20

Gambar 2.8 Type 29 Rumah Sangat Sederhana serta Pembagian Ruangannya

2.1.2 Pengertian Rumah Tinggal Tidak Layak Huni

Rumah tidak layak huni adalah suatu hunian atau tempat tinggal yang tidak

layak huni karena tidak memenuhi persyaratan untuk hunian baik secara teknis

Gambar 2.7 Rumah Layak Huni Type 36 Rumah Sederhana

Page 9: BAB 2 BAG 2

21

maupun non teknis. Persyaratan tersebut terdiri dari 9 kriteria khusus. Rumah

tidak layak huni selalu berkaitan dengan aspek kemiskinan karena keterjangkauan

daya beli masyarakatnya terhadap rumah.

Adapun 9 kriteria khusus yang dikatakan sebagai rumah tidak layak huni,

yaitu:

1. Luas lantai per kapita kota kurang dari empat meter persegi (4 m²), desa

kurang dari 10 m².

2. Sumber air tidak sehat, akses memperoleh air bersih terbatas.

3. Tidak ada akses MCK.

4. Bahan bangunan tidak permanen atau atap/dinding dari bambu, papan,

rumbia.

5. Tidak memiliki pencahayaan matahari dan ventilasi udara.

6. Tidak memiliki pembagian ruangan.

7. Lantai dari papan bahan tidak permanen ataupun lantai dari tanah.

8. Letak rumah tidak teratur dan berdempetan.

9. Kondisi rusak. Ditambah lagi dengan, saluran pembuangan air yang tidak

memenuhi standar, jalan setapak menuju rumah pun tidak teratur5.

5 http://ichwanmuis.com/ artikel rumah tidak layak huni/ Tugas Sistem usaha kesejahteraan sosial (STKS Bandung) by Ichwan muis, 2010

Page 10: BAB 2 BAG 2

22

2.2 Klasifikasi Rumah Tinggal

Rumah tinggal dapat diklasifikasikan kedalam beberapa faktor yaitu:

2.2.1 Rumah yang diklasifikasikan berdasarkan jenisnya dan besaran

kavling.

1) Rumah sederhana adalah rumah yang tidak bersusun dengan luas lantai

bangunan tidak lebih dari 70m² yang dibangun di atas tanah dengan luas

kavling 54-200m², dan biaya pembangunan per m² tidak melebihi dari harga

satuan per m² tertinggi untuk pembangunan perumahan dinas pemerintah

kelas C yang berlaku.

2) Rumah menengah adalah rumah yang dibangun diatas tanah dengan luas

kavling 200-600 m², dan biaya pembangunan per m² tidak melebihi dari

harga satuan per m² tertinggi untuk pembangunan perumahan dinas

pemerintah kelas C sampai A yang berlaku.

3) Rumah Mewah adalah rumah yang dibangun diatas tanah dengan luas

kavling 600-2000 m² dan biaya pembangunan per m² tidak melebihi dari

harga satuan per m² tertinggi untuk pembangunan perumahan dinas

pemerintah kelas A yang berlaku6.

6 http://www.google.co.id/pengertian rumah sederhana/real estate dan real property/ Universitas Kristen Petra, 2010

Page 11: BAB 2 BAG 2

23

2.2.2 Klasifikasi rumah berdasarkan luasan bangunan rumah.

1) Rumah dengan type luasan bangunan antara 21-36 m² banyak dijumpai

untuk kelas rumah sangat sederhana

2) Rumah dengan type lauasan bangunan antara 36 – 45 m² banyak dijumpai

untuk kelas rumah sederhana.

3) Rumah dengan type lauasan bangunan antara 45- 100 m² banyak dijumpai

untuk kelas rumah menengah.

4) Rumah dengan type lauasan bangunan antara > 100 m² banyak dijumpai

untuk kelas rumah mewah.

2.3 Fungsi Rumah

Rumah mempunyai beberapa fungsi yaitu:

1) Tempat beristirahat.

2) Tempat membesarkan anak.

3) Tempat bernaung.

4) Tempat belajar.

5) Tempat berusaha.

2.4 Fungsi Perumahan

1. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan

tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana

Page 12: BAB 2 BAG 2

24

dan sarana lingkungan. (UU No. 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan

Permukiman).

2. Pemakaian atau penggunaan perumahan adalah sah apabila ada persetujuan

pemilik dengan mengutamakan fungsi perumahan bagi kesejahteraan

masyarakat. (Pasal 7 Ayat (1) UU No. 1 Tahun 1964 Tentang Penetapan

Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 6 Tahun 1962 Tentang Pokok-

Pokok Perumahan).

2.5 Persyaratan Perencanaan Pembangunan Perumahan

Menurut SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan

Perumahan di Perkotaan adapaun persyaratan dasar perumahan harus memenuhi:

1. Persyaratan tata guna lahan perencanaan perumahan harus mengacu kepada

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) daerah setempat

2. Persyaratan administratif persyaratan yang berkaitan dengan pemberian izin

usaha, izin lokasi dan izin mendirikan bangunan serta pemberian hak atas

tanah

3. Persyaratan teknis persyaratan yang dimana dalam proses pembangunan

perumahan harus memiliki kenyamanan, keamanan, dan kesalamatan

bangunan hunian, serta lingkungan perumahan yang dilaksanakan

oleh kelompok tenaga ahli yang dapat menjamin kelayakan teknis, dan

keberadaannya diakui oleh peraturan yang berlaku serta memiliki

kelengkapan utilitas.

Page 13: BAB 2 BAG 2

25

4. Persyaratan lokasi persyaratan yang dimana pembangunan perumahannya

harus memilih lokasi yang strategis misalnya pembangunan perumahan

tidak berada di dalam kawasan hutan lindung, pabrik, bandara dan dibawah

jaringan listrik.

5. Persyaratan Fisik Ketentuan dasar fisik lingkungan perumahan harus

memenuhi faktor-faktor berikut ini:

Ketinggian lahan tidak berada di bawah permukaan air setempat, kecuali

dengan rekayasa/ penyelesaian teknis.

Kemiringan lahan tidak melebihi 15% dengan ketentuan tanpa rekayasa

untuk kawasan yang terletak pada lahan bermorfologi datar landai dengan

kemiringan 0-8%; dan diperlukan rekayasa teknis untuk lahan dengan

kemiringan 8-15%.

2.6 Kriteria Perencanaan Perumahan

Perencanaan Perumahan harus harus memiliki kriteria berbagai berikut:

1. Kriteria kenyamanan yaitu berupa kemudahan pencapaian,dan kemudahan

berkegiatan.

2. Kriteria keamanan yaitu perecanaan perumahan jauh dari radius jaringan

listrik tegangan tinggi

3. Kriteria keserasian dan keteraturan yaitu perencanaan harus diimbangi

dengan penghijauan serta pola pengaturan bangunan.

4. Kriteria kesehatan mempertimbangkan bahwa lokasi perencanaan bukan

daerah yang mempuyai pencemaran udara diambang batas.

Page 14: BAB 2 BAG 2

26

5. Kriteria keterjangkauan jarak mempertimbangkan kemampuan mayarakat

menempuh jarak perumahan

6. Kriteria fleksiblitas yaitu kriteria yang mempertimbangkan kemungkinan

pertumbuhan fisik atau pemekaran lingkungan perumahan7.

2.7 Pola Permukiman Pada Kawasan Perairan Sungai

Pola permukiman di lingkungan perairan darat yang terpenting di Indonesia

berada di tepi dan atau di atas perairan sungai. Sebagian permukiman ini

sekaligus berada dalam lingkungan rawa dan perairan laut. Kondisi lingkungan

perairan demikian mendorong pemukimnya membangun rumah panggung, bukan

untuk menghindari pasang laut, melainkan menghindari luapan air sungai di

musim hujan. Jenis permukiman ini dapat ditemukan di palung sungai besar di

dataran rendah pantai timur Sumatera, di bagian barat, selatan dan tenggara

Kalimantan, serta di bagian selatan Irian Jaya. Pusat permukimannya dapat berada

di darat tepi, di perairan tepi, dan di atas perairan sungai. Tipe A, B,C, dan D

banyak ditemukan di Sumatera. Keempat tipe ini ditambah dengan tipe E

ditemukan di Kalimantan.

Sedangkan sketsa mengenai letak pokok bangunan pada kawasan perairan

sungai dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

7 SNI 03-1733-2004 Tata Cara Perencanaan Perumahan Lingkungan di Perkotaan

Page 15: BAB 2 BAG 2

27

Gambar 2.18 Sketsa letak pokok bangunan pada kawasan perairan sungai

Sumber : Dirjen Kebudayan,Proyek Pengkajian & Pembinaan Nilai-Nilai

Budaya , 1995

Penjelasan gambar diatas, secara arsitektural bangunan pada permukiman di

daerah perairan dibedakan atas :

Gambar Type Penjelasan

1. Type A Bangunan diatas tanah dan sedikit jauh dari garis sepadan sungai akan tetapi pencapaian air sungai untuk keperluan sehari-hari masih dapat dijangkau

1. Type B Bangunan diatas tanah dan sedikit dekat dari garis sepadan sungai, dan pencapaian air sungai bisa dicapai

2. Type C Bangunan dekat dengan garis sepadan sungai sehingga sebagian dari badan bangunan terletak di daratan dan sebagian lagi diatas air sungai,dan bentuk dibuat sedikit panggung

3. Type D Bangunan panggung di atas air4. Type E Bangunan rakit di atas air (pernah ada dan saat ini sudah

jarang dijumpai)

Page 16: BAB 2 BAG 2

28

2.8 Pengertian Rumah Terjangkau atau Kepemilikan

Menurut Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia

Nomor: 22/Permen/M/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang

Perumahan Rakyat Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota yang terdiri

dari:

a. Pengertian untuk rumah yang dapat dijangkau atau dimilki rata-rata seluruh

lapisan masyarakat rendah adalah sebagai berikut:

1. Rumah terjangkau adalah rumah dengan harga jual atau harga sewa yang

mampu dimiliki atau disewa oleh seluruh lapisan masyakarat;

2. Median multiple adalah perbandingan antara median harga rumah dengan

median penghasilan rumah tangga dalam setahun;

3. Indeks keterjangkauan adalah gambaran pemerintah daerah tentang

kemampuan masyarakat diwilayahnya secara umum untuk memenuhi

kebutuhan rumah yang layak huni dan terjangkau.

Definisi Operasional

Cakupan ketersediaan rumah layak huni yang terjangkau adalah cakupan

ketersediaan rumah layak huni dengan harga yang terjangkau baik untuk dimiliki

maupun disewa oleh seluruh lapisan masyakarat.

a. Kriteria

1. Harga rumah dikatagorikan terjangkau apabila mempunyai median

multiple sebesar 3 atau kurang

Page 17: BAB 2 BAG 2

29

Tabel Indeks Keterjangkauan

Sumber : Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor:

22/Permen/M/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perumahan Rakyat Daerah

Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota

Contoh Perhitungan indeks keterjangkauan

Menghitung indeks keterjangkauan Median harga rumah layak huni di

Provinsi A adalah Rp 30 juta(baik yang dilakukan dengan cara dibeli,

dibangun, atau diperbaiki). Median penghasilan rumah tangga per tahun di

Provinsi A adalah Rp 9 juta. Dari data tersebut maka indeks

keterjangkauan harga rumah di Provinsi A adalah Rp 30 juta/ Rp 9 juta =

3.33 atau masuk katagori kurang terjangkau.

2. Median harga rumah berdasarkan harga rumah layak huni untuk MBR

sesuai peraturan perundang-undangan;

3. Median penghasilan rumah tangga berdasarkan penghasilan rumah tangga

yang masuk dalam katagori masyarakat berpenghasilan rendah.

2.13 Definisi Masyarakat Berpenghasilan Rendah

Menurut Lewis (1984 dalam Suparlan) masyarakat berpenghasilan

rendah adalah kelompok masyarakat yang mengalami tekanan ekonomi, sosial,

Page 18: BAB 2 BAG 2

30

budaya dan politik yang cukup lama dan dapat menimbulkan budaya miskin.

Sedangkan menurut Asian Development Bank (ADB) masyarakat berpenghasilan

rendah adalah masyarakat yang tidak memiliki akses dalam menentukan

keputusan yang menyangkut kehidupan mereka; secara sosial mereka

tersingkir dari institusi masyarakat, rendahnya kualitas hidup, buruknya etos

kerja dan pola pikir mereka serta lemahnya akses mereka terhadap aset

lingkungan seperti air bersih dan listrik.

Sedangkan menurut Permenpera No.5/PERMEN/M/2007 masyarakat

berpenghasilan rendah adalah masyarakat dengan penghasilan dibawah dua juta

lima ratus ribu rupiah per bulan. Sedangkan difinisi lainnya adalah akibat maupun

dampak dari lemahnya tingkat perekonomian mereka.

Dengan demikian karena lemahnya tingkat perekonomian mereka

yang menyebabkan lemahnya akses mereka dalam menentukan hidup mereka

sendiri dan mereka selalu mengalami tekanan ekonomi, sosial, budaya dan

politik dan dapat menimbulkan budaya miskin serta menyebabkan buruknya etos

kerja dan pola pikir mereka, maka dalam hal ini masyarakat berpenghasilan

rendah perlu mendapatkan bantuan dan dukungan dalam memenuhi kebutuhan

hidupnya. Terutama dalam memenuhi kebutuhan akan papan (perumahan).

2.9 Tinjauan Tentang Pengadaan Perumahan Bagi Masyarakat

Berpenghasilan Rendah ( MBR )

Perumahan memiliki arti sebagai sarana fisik dan sosial dari lembaga sosial

paling dasar yang bernama keluarga. Karena itu, perumahan adalah kunci bagi

Page 19: BAB 2 BAG 2

31

kesehatan ekonomi dan sosial suatu bangsa. Setelah pondasi rumah tangganya

nyaman, maka masing-masing keluarga atau individu dapat menyumbangkan

peranannya kepada negara dan bangsa. Beberapa dampak perumahan pada

individu diantaranya (Komarudin, 1996):

1. Lingkungan yang buruk berdampak pada kriminalitas, pengangguran, putus

sekolah, kehamilan diluar nikah dan berbagai penyimpangan sosial lainnya.

2. Kesehatan individu lebih baik dengan perumahan yang lebih baik.

3. Manfaat kepastian dalam pemilikan rumah adalah keuntungan buat anak

belajar dan menjadi solusi bagi masalah anak didalam keluarga,

4. Pemilikan rumah dan kepastian tinggal adalah modal bagi membangun sistem

sosial dan ekonomi yang lebih luas.

Program koordinasi dengan para pihak (masyarakat konsumen,

pengembang, bank dan pemerintah daerah) harus terus dilakukan demi untuk

mendapatkan keterjangkauan dalam perumahan. Dalam hal ini adalah mencari

solusi bagi pendanaan pembangunan rumah serta pencarian tanah. Sehingga, satu

dan lainnya tidak dapat dinomorduakan dalam penanganan masalah perumahan.

Keterjangkauan (affordable) rumah sulit diwujudkan dikarenakan oleh

beberapa hal yakni: supply rumah yang terbatas, income yang rendah, biaya

penyediaan rumah tinggi, kurangnya infrastruktur, banyak orang menginginkan

tempat tinggal meskipun pendapatannya kecil. Kondisi seperti yang disebut diatas

menyebabkan sulitnya untuk menciptakan effective demand [Herry Suhermanto,

2006].

Page 20: BAB 2 BAG 2

32

Sebagai acuan dalam upaya menciptakan keterjangkauan rumah ada

beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya: cukup pendapatan, pemberian

subsidi pemerintah (misalnya subsidi bunga dan uang muka) sehingga

pengembang masih bisa mendapatkan keuntungan dalam penyediaan rumah untuk

golongan penghasilan rendah, cukup tersedianya infrastruktur, pemberian fasilitas

bagi para pengembang seperti penyediaan infrastruktur dan meringankan biaya

IMB (Izin Mendirikan Bangunan), pembebasan tanah yang dibebankan pada

pemerintah baik daerah maupun pusat dan efisiensi pembuatan rumah. Gambar

2.19 dibawah ini mengilustrasikan ketidakterjangkauan terhadap rumah yang

layak bagi MBR sebagai berikut:

Gambar 2.19 Diagram ketidakterjangkauan terhadap rumah yang layak

Sumber: Harun, Ismet Belgawan (2006)

Sebagai respon terhadap masalah ketidakterjangkauan terhadap rumah

yang layak, maka pola penghunian rumah dapat berupa formal dan informal.

NOT AFFORDABLE

THD RUMAH YANG LAYAK

BIAYA PERUMAHAN

YANG TINGGI

DAYA BELIYANG TERBATAS

BIAYA TANAH

HARGA MATERIAL

STANDARD YG BERLEBIHAN

PENGHASILANRENDAH

AKSES THP KREDITYG TERBATAS

TDK TERSEDIA BIAYA BUNGA

Page 21: BAB 2 BAG 2

Respon Terhadap ProblemPerumahan MBR

Pasar FormalPasar Infromal

(Self-help)

Pasar Perumahan

Perumahan Pekerja

Perumahan Sosial

Jarah (Squaters)

Membangun dgn Material Bekas

Dikerjakan Sendiri

Pemb. Inkremental & Gradual

Slum Sharing KamarSewa

33

Secara ringkas, respon terhadap masalah ketidakterjangkauan terhadap rumah

yang layak dapat dilihat seperti gambar 2.20 diagram berikut dibawah ini:

Gambar 2.20 Diagram respon terhadap problem perumahan MBR

Sumber: Harun, 2006

2.10 Peran Pemerintah dalam Pengadaan Perumahan Kota bagi MBR

Pada dasarnya peran pemerintah dalam pengadaan perumahan dapat dibagi

kedalam dua hal yaitu: Pertama, sebagai pembuat kebijaksanaan dan program

pengadaan perumahan secara nasional dan Kedua, peran pemerintah dalam

pelaksanaan pengadaan perumahan bagi MBR. Dalam hal ini terdapat dua peran

yang dapat dilakukan oleh pemerintah, yaitu sebagai enabler atau sebagai

provider.

Pada saat pemerintah berperan sebagai penghasil rumah (provider),

pemerintah merupakan penanggung jawab dan pengambil keputusan. Mulai dari

tahap penyusunan organisasi pelaksanaan, pengadaan dana, pengadaan lahan,

pembuatan rencana tapak, pematangan lahan, pembuatan rancangan bangunan,

Page 22: BAB 2 BAG 2

PerumahanPenggunaan oleh

Masyarakat

Kebijaksanaan olehPemerintah

- Kebijaksanaan dan perencanaan- Peraturan dan per UU- Kelembagaan- Program - Organisasi

- Pendanaan- Kapling dan Prasarana- Pembanguanan Rumah

PelaksanaanPembangunan oleh

Pemerintah

34

pengurusan perizinan, hingga pelaksanaan pembangunan. Dalam pelaksanaan

pembangunan fisik rumah, pemerintah dapat melakukannya sendiri atau minta

bantuan pada pihak kedua. Pihak tersebut antara lain perencana, manajemen

konstruksi, kontraktor atau berbagai ahli yang lain. Hasil akhirnya adalah produk

jadi (finished product) yang berupa rumah untuk dijual atau disewakan kepada

masyarakat. Dalam sistem ini pihak masyarakat tidak terlibat sama sekali dalam

proses pengadaan perumahan tersebut, sehingga kemungkinan timbulnya

ketidaksesuaian antara rumah yang dihasilkan dengan penghuninya cukup besar.

Secara diagramatis pelaksanaan pengadaan perumahan oleh pemerintah dapat

dilihat pada gambar 2.21 dibawah ini sebagai berikut:

Gambar 2.21 Diagram alir pelaksanaan pengadaan perumahan oleh pemerintah

Sumber: Panudju, 1999

Pada saat pemerintah bertindak sebagai fasilitator (enabler) untuk

membantu atau memberdayakan masyarakat MBR dalam pengadaan perumahan,

tugas pemerintah adalah menciptakan iklim yang kondusif dan memberikan

Page 23: BAB 2 BAG 2

35

berbagai bantuan kepada masyarakat tersebut untuk dapat berperan serta dalam

pengadaan perumahannya.

Dalam pengadaan perumahan dengan peran serta masyarakat, sebagian besar

tanggung jawab dan pengambilan keputusan dalam pembentukan organisasi

pelaksanaan, pengadaan dana, pengadaan lahan, pembuatan rencana tapak,

pematangan lahan, pembuatan rancangan bangunan, pengurusan perizinan, hingga

pelaksanaan pembangunan berada ditangan masyarakat itu sendiri. Sedangkan

pihak pemerintah berperan dalam pemberian berbagai bantuan yang diperlukan

oleh masyarakat (Bambang Panudju, 1999).

Gambar 2.22 dibawah ini menjelaskan penyediaan perumahan di Indonesia

secara umum:

Gambar 2.22 Diagram penyediaan perumahan di Indonesia secara umum

Sumber: Panudju, 1999

Pelaksanaan setiap tahap kegiatan pengadaan rumah dapat dilakukan oleh

masyarakat itu sendiri atau dengan bantuan dari pihak-pihak lain. Dengan

demikian dalam sistem ini masyarakat terlibat sejak awal dalam proses pengadaan

Penyediaan perumahan

Rumah/Perumahan tidak bersusun

Rumah/Perumahan bersusun

Oleh pengembang

(publik/swasta)

Oleh Kelompok/paguyubaban

Oleh Individu

Oleh pengembang

(publik/swasta)

Page 24: BAB 2 BAG 2

Perumahan Pengguna

Kebijaksanaan olehPemerintah

- Kebijaksanaan dan perencanaan- Peraturan dan per UU- Kelembagaan- Program Pemerintah - Organisasi

- Pendanaan- Kapling dan Prasarana- Pembanguanan Rumah

PelaksanaanPembangunan oleh

Masyarakat

Pihak lain yang membatu

36

perumahannya. Dalam sistem ini pembangunan dilaksanakan secara bertahap,

sehingga rumah yang dihasilkan disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan

mereka. Secara diagramatis sistem pengadaan perumahan dengan peran serta

masyarakat tersebut seperti pada gambar 2.23 dibawah ini sebagai berikut:

Gambar 2.23 Diagram alir pengadaan perumahan dengan peran serta masyarakat

Sumber: Panudju, 1999

2.11 Upaya Penanganan Masalah Rumah Tidak Layak Huni dan

Kepemilikan rumah

Belajar dari pengalaman pemenuhan kebutuhan perumahan bagi masyarakat

miskin sebelumnya, berbagai upaya diupayakan dilakukan oleh pemerintah. Hal

ini tertuang dalam Peraturan Presiden RI No 7 Tahun 2005 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional dimana diungkapkan bahwa dalam

pemenuhan hak masyarakat miskin atas perumahan yang layak dan sehat

dilakukan dengan:

1. Mengembangkan partisipasi masyarakat dalam penyediaan perumahan

Page 25: BAB 2 BAG 2

37

2. Menyempurnakan peraturan perundang-undangan yang dapat menjamin

perlindungan hak masyarakat miskin atas perumahan.

3. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam pembangunan

rumah yang layak dan sehat.

4. Meningkatkan keterjangkauan (affordability) masyarakat miskin terhadap

perumahan yang layak dan sehat, dan

5. Meningkatkan ketersediaan rumah yang layak dan sehat bagi masyarakat

miskin dan golongan rentan.

Di sisi lain upaya pemerintah dalam penanganan masalah rumah tidak layak

huni dan kepemilikan rumah bagi masayarakat berpenghasilan rendah dapat

diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:

2.11.1 Pengadaan Perumahan Sederhana Oleh Perumnas

Salah satu yang telah dilakukan pemerintah Indonesia adalah dengan

dibentuknya Perum Perumnas pada tahun 1974. Dengan tujuan untuk memenuhi

kebutuhan akan perumahan secara Nasional. Dengan adanya Perum Perumnas ini

maka pengadaan perumahan di Indonesia dilakukan secara masal. Diseluruh

propinsi di Indonesia dilaksanakan pembangunan perumahan secara besar-

besaran. Penyediaan perumahan oleh Perum Perumnas ini terutama diarahkan

untuk mengisi kebutuhan Perumahan golongan menengah kebawah. Sehingga

dalam pembangunannya banyak dibangun unit-unit tipe kecil terutama tipe 21,

tipe 27 dan tipe 36. Tipe kecil ini diperuntukan bagi keluarga muda dan

masyarakat. Berpenghasilan rendah sehingga untuk memenuhi keterjangkauan

harga maka di sediakan tipe RSS (Rumah Sangat Sederhana) dan RSH (Rumah

Page 26: BAB 2 BAG 2

38

Sederhana Sehat). Ditambah lagi dengan bantuan kepemilikan; menggunakan

sistem Kredit yang difasilitasi oleh Bank BTN8.

2.11.2 Program KPR Sejahtera FLPP (Fasiltasi Likuidasi Pembiayaan

Perumahan) bagi MBR

Impian masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk memiliki rumah

tampaknya akan bisa segera terwujud setelah keluarnya Program Kredit Pemilikan

Rumah (KPR) Sejahtera melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan

(FLPP) yang prorakyat.

Program KPR Sejahtera FLPP yang dilaksanakan mulai awal Maret 2012 dan

didukung oleh proteksi kredit macet. Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) telah

menentukan target rumah KPR setiap tahun antara 130 ribu hingga 250 ribu unit di

seluruh Indonesia.

Program KPR Sejahtera FLPP ini diyakini akan mencegah rakyat menjadi

tunawisma. Fakta menunjukkan, penyediaan rumah layak huni bagi masyarakat menjadi

kebutuhan tak terhindarkan. Di sisi lain, kepemilikan rumah sulit direalisasikan karena

harga cenderung naik seiring dengan meningkatnya harga bahan bangunan dan barang

kebutuhan hidup lainnya.

Salah satu cara tepat dalam memiliki rumah adalah melalui mekanisme KPR

perbankan atau lembaga pembiayaan dengan cara mengangsur pinjaman untuk jangka

waktu tertentu. Maka, Kemenpera kemudian mencanangkan program rumah sejahtera

dengan pembiayaan FLPP.Pemerintah telah berupaya memperkecil kesenjangan

keterjangkauan bagi Masyarakat Berpengasilan Menengah (MBM) dan Masyarakat

Berpenghasilan Rendah (MBR) dalam mengangsur cicilan KPR-nya kepada bank melalui

8Tesis:Nanang Pujo Rahajo tentang DINAMIKA PEMENUHAN KEBUTUHAN PERUMAHAN MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH (Studi kasus: Penghuni Rumah Tipe Kecil Griya Pagutan Indah, Mataram ), Universitas Diponegoro Semarang, 2010

Page 27: BAB 2 BAG 2

39

program bantuan pembiayaan perumahan dalam bentuk subsidi perumahan. Kriteria

MBR yang menjadi target penyaluran KPR Sejahtera FLPP tercantum pada Peraturan

Menteri Perumahan Rakyat RI No.05 tahun 2012 tanggal 8 Februari 20129.

2.11.3 Pemberian Bantuan Dukungan Kredit Pembiayaan Mikro untuk Perumahan

Menurut Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor:

26/Permen/M/2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perumahan

Rakyat Nomor: 07/Permen/M/2006 Tentang Dukungan Penjaminan

Kredit/Pembiayaan Untuk Pembangunan/Perbaikan Perumahan Swadaya Melalui

Kredit/Pembiayaan Mikro.

Adapun isi peraturan ini adalah tentang:

a. Kredit/Pembiayaan Mikro Pembangunan/Perbaikan Perumahan Swadaya,

selanjutnya disebut KPRS Mikro, adalah kredit/pembiayaan yang diterbitkan

oleh Lembaga Penerbit Kredit/Pembiayaan kepada anggota kelompok

masyarakat atau individu yang bertujuan untuk membangun atau memperbaiki

rumah yang telah dimiliki

b. Kredit/Pembiayaan Mikro Pembangunan/Perbaikan Perumahan Swadaya

Bersubsidi, selanjutnya disebut KPRS Mikro Bersubsidi, adalah

kredit/pembiayaan yang diterbitkan oleh Lembaga Penerbit

Kredit/Pembiayaan kepada anggota kelompok masyarakat berpenghasilan

rendah atau individu yang bertujuan untuk membangun atau memperbaiki

rumah yang telah dimiliki, dengan ketentuan kelompok sasaran.

Kelompok sasaran MBR yang dimaksud diatas sebagai berikut:

9 http//:antaranews.com/FLPP membuat rakyat terlarang menjadi tunawisma 19 maret 2012

Page 28: BAB 2 BAG 2

40

Bagi kelompok sasaran yang memanfaatkan skim KPRS Mikro

Bersubsidi, batasan penghasilan diatur sebagai berikut:

Tabel Kelompok Sasaran MBR Berdasarkan Tingkat Penghasilan

Sumber : Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor: 26/Permen/M/2006 Tentang

Perubahan Atas Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor: 07/Permen/M/2006

Tentang Dukungan Penjaminan Kredit/Pembiayaan Untuk Pembangunan/Perbaikan

Perumahan Swadaya Melalui Kredit/Pembiayaan Mikro.

Bagi kelompok sasaran yang memanfaatkan skim KPRS Bersubsidi,

batasan penghasilan diatur sebagai berikut:

1) Untuk Kota Besar dan Metropolitan

Tabel Kelompok Sasaran MBR Berdasarkan Tingkat Penghasilan

Sumber : Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor:

26/Permen/M/2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perumahan Rakyat

Nomor: 07/Permen/M/2006 Tentang Dukungan Penjaminan Kredit/Pembiayaan

Untuk Pembangunan/Perbaikan Perumahan Swadaya Melalui Kredit/Pembiayaan

Mikro.

2) Untuk Kota lainnya

Page 29: BAB 2 BAG 2

41

Tabel Kelompok Sasaran Berdasarkan Tingkat Penghasilan dapat

dilihat dibawah ini.

Sumber: Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor:

26/Permen/M/2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor:

07/Permen/M/2006 Tentang Dukungan Penjaminan Kredit/Pembiayaan Untuk

Pembangunan/Perbaikan Perumahan Swadaya Melalui Kredit/Pembiayaan Mikro.

4.11.4 Pemberian Bantuan Stimulan Untuk MBR Mengenai Perbaikan

Rumah

Menurut Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun

2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya Bagi

Masyarakat Berpenghasilan Rendah

Menjelaskan bahwa bantuan stimulan adalah fasilitasi pemerintah berupa

sejumlah dana yang diberikan kepada MBR penerima manfaat bantuan stimulan

untuk membantu pelaksanaan pembangunan perumahan swadaya.

a. Tujuan dan Lingkup

(1) Tujuan bantuan stimulan perumahan swadaya adalah untuk

memberdayakan MBR agar mampu membangun atau meningkatkan

kualitas rumah secara swadaya sehingga dapat menghuni rumah yang

layak dalam lingkungan yang sehat dan aman.

(2) Lingkup bantuan stimulan perumahan swadaya adalah bantuan stimulan

untuk:

Page 30: BAB 2 BAG 2

42

a. PB

b. PK, dan

c. pembangunan PSU.

b. Kriteria Penerima Bantuan:

(1) Penerima bantuan stimulan perumahan swadaya harus memenuhi kriteria:

a. warga negara Indonesia.

b. MBR dengan penghasilan tetap atau tidak tetap.

c. sudah berkeluarga.

d. memiliki atau menguasai tanah.

e. belum memiliki rumah atau memiliki rumah tetapi tidak layak huni;

f. menghuni rumah yang akan diperbaiki.

g. belum pernah mendapat bantuan stimulan perumahan dari Kementerian

Perumahan Rakyat.

h. didahulukan yang telah memiliki rencana membangun atau meningkatkan

kualitas rumah yang dibuktikan dengan:

1. memiliki tabungan bahan bangunan.

2. telah mulai membangun rumah sebelum mendapatkan bantuan

stimulant.

3. memiliki aset lain yang dapat dijadikan dana tambahan bantuan

stimulan pembangunan atau peningkatan kualitas rumah.

4. memiliki tabungan uang yang dapat dijadikan dana tambahan

bantuan stimulan pembangunan atau peningkatan kualitas rumah,

dan/atau

Page 31: BAB 2 BAG 2

43

5. telah diberdayakan dengan sistem pemberdayaan perumahan

swadaya.

i. bersungguh-sungguh mengikuti program bantuan stimulan dan

pemberdayaan perumahan swadaya; dan

j. didahulukan yang sudah diberdayakan melalui Program Nasional

Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri.

4.11.5 Pemberian Fasilitasi Pra Sertifikasi dan Paskah Sertifikasi Hak Atas

Tanah untuk MBR

Menurut Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 05 Tahun 2011

Tentang Pedoman Pelaksanaan Fasilitas Pra dan Paska Sertipikasi Hak Atas

Tanah Untuk Memberdayakan Masyarakat Berpeghasilan Rendah

Pra sertipikasi adalah kegiatan identifikasi dan inventarisasi data

administrasi yang diperlukan untuk permohonan sertipikasi hak atas tanah.

Paska nsertipikasi adalah kegiatan mengakses sumber-sumber pembiayaan

dalam rangka pembangunan atau perbaikan rumah swadaya.

1. Tujuan

a. Tujuan fasilitasi pra sertipikasi hak atas tanah adalah memberi kemudahan

kepada MBR dalam rangka permohonan sertipikat hak atas tanah.

b. Tujuan fasilitasi paska sertipikasi hak atas tanah adalah memberi

kemudahan kepada MBR mengakses sumber pembiayaan dalam rangka

penyediaan sebagian biaya membangun atau memperbaiki rumah.

Page 32: BAB 2 BAG 2

44

4.11.6 Program Bedah Rumah

Program bedah rumah dilakukan pemerintah agar dapat memperlambat arus

kemiskinan di bidang perumahan , serta memperbaiki kondisi rumah masyarakat

yang kurang mampu ataupun MBR untuk memperbaiki rumahnya agar rumah

tersebut dapat layak dihuni untuk masyarakat tersebut.

Kriteria Sasaran dan Prosedur Pengusulan Bedah Rumah (RSRTLH).

a. Kriteria Sasaran

Sasaran Penerima Bantuan Bedah Rumah adalah rumah tidak layak huni.

b. Masyarakat miskin dengan kriteria :

1) Diutamakan ukuran rumah tidak lebih dari 3 x 7 m2

2) Rumah tidak permanen

3) Dinding rumah umumnya terbuat dari bambu/papan/bahan yang mudah

rusak.

4) Lantai tanah.

5) Tidak memiliki fasilitas mandi,cuci, kakus (MCK)

6) Diutamakan atap yang terbuat dari bahan yang mudah rusak/lapuk10.

Untuk lebih sederhana tentang pengadaan program bedah rumah dapat dilihat

pada bagan berikut:

10 http://www.google.co.id/prosedur bedah rumah/2012

Organisasi Kemasyarakatan dari bebarapa RW/RT (BKM) dari setiap

kecamatan melakukan rapat sosialisasi untuk pemberdayaan warga disetiap RW

Identifikasi masalah disetiap RW: mis keberadaaan rumah tidak layak huni ataupun lainya di setiap lingkungan.

Walikota / bupati menindak lanjuti

Program bedah rumah

Page 33: BAB 2 BAG 2

45

Gambar 2.24: pengadaan usulan bedah rumah

2.12 Menghitung Rencana Anggaran Biaya Pembangunan.

Rencana anggaran biaya merupakan perhitungan banyaknya biaya yang

diperlukan untuk bahan dan upah, serta biaya-biaya lain yang berhubungan

dengan pelaksanaan proyek pembangunan.

Perhitungan rencana anggaran biaya secara umum dapat dirumuskan sebagai

berikut :

RAB = Σ ( Volume x Harga Satuan Pekerjaan )

Adapun tahapan dari penyusunan Rencana Anggaran Biaya

1. Menghitung Volume pekerjaan dari gambar bestek (gambar rencana) pada

perhitungan volume pekerjaan, diperlukan rumus-rumus matematika dasar

yang berhubungan dengan bentuk bangunan. Contoh adalah sebagai berikut

a. Trapesium

Organisasi Kemasyarakatan dari

bebarapa RW/RT (BKM) dari setiap kecamatan melakukan rapat sosialisasi

untuk pemberdayaan warga disetiap RW

Identifikasi masalah disetiap RW: mis keberadaaan rumah tidak layak huni ataupun lainya di setiap lingkungan.

Walikota / bupati menindak lanjuti

Program bedah rumah

Page 34: BAB 2 BAG 2

46

Volume = lebar atas+lebar bawah

2xTinggi x Panjang

b. Persegi panjang

Volume = Panjang x Lebar x tinggi

2. Mempersiapkan daftar harga satuan pekerjaan

3. Mengalikan volume setiap item pekerjaan dengan harga satuan pekerjaan

4. Hitung Jumlah Total pekerjan

Sub total = Jumlah nilai masing-masing pekerjaan

5. Menghitung biaya semua sub total

Dalam penyusunan rencana anggaran biaya diperlukan jumlah volume per

satuan pekerjaan dan analisa harga satuan pekerjaan berdasarkan gambar bestek

serta syarat-syarat analisa pembangunan kontruksi yang berlaku. Anggaran biaya

pada bangunan yang sama akan berbeda-beda di masing-masing daerah, hal ini

disebabkan perbedaan harga satuan bahan dan upah tenaga kerja. Ada dua faktor

yang berpengaruh terhadap penyusunan anggaran biaya suatu bangunan yaitu

faktor teknis dan non teknis. Faktor teknis antara lain berupa ketentuan-ketentuan

dan persyaratan yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan pembangunan serta

gambar-gambar kontruksi bangunan. Sedangkan faktor non teknis berupa harga-

harga bahan bangunan dan upah tenaga kerja. Dalam melakukan anggaran biaya

dapat dilakukan dengan dua cara yaitu anggaran biaya kasar (taksiran) dan

anggaran biaya teliti. Penyusunan anggaran biaya dapat di kaitkan dengan

peraturan dan keputusan pemerintah berlaku sebagai parameter pembanding

dalam perencanaan hunian11.

11 http://www.Google.co.id/findadessi.blogspot, 2011/11/pengertian rencana anggaran biaya rab

Page 35: BAB 2 BAG 2

47