Download - BAB-2-ZENIT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Karbohidrat
1. Pengertian
Karbohidrat merupakan zat gizi yang memiliki fungsi sebagai
penghasil energi, setiap 1 gram karbohidrat mengandung 4 kalori. Karbohidrat
tersusun dari senyawa organik yaitu rangkaian Karbon, Hidrogen, dan
Oksigen dengan perbandingan 1 atom C, 2 atom H, dan 1 atom O walaupun
untuk jumlah energi karbohidrat jauh lebih rendah dibandingkan dengan
lemak tapi di negara berkembang karbohidrat menjadi makanan utama
(Hutagalung, 2004).
2. Klasifikasi
Menurut Harvard School of Public Health Nutrition (2014) karbohidrat dapat
di klasifikasikan menjadi dua yaitu:
a. Karbohidrat Sederhana
Karbohidrat ini merupakan komponen gula (seperti fruktosa dan
glukosa) masing masing memiliki struktur kimia yang sederhana terdiri dari
1 komponen gula (monosakarida) atau 2 gula (disakarida). Pada karbohidrat
sederhana tubuh akan mengubahnya menjadi energi dengan mudah dan
cepat karena struktur kimia yang sederhana. Hal ini menyebabkan
peningkatan glukosa darah postprandial berlangsung cepat.
b. Karbohidrat Kompleks
Karbohidrat ini memiliki struktur yang lebih kompleks, memiliki 3
atau lebih rangkaian gula yang saling bertautan dikenal sebagai
oligosakarida dan polisakarida. Contoh makanan yang mengandung
karbohidrat kompleks seperti serat, vitamin, dan mineral. Karbohidrat ini
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk dicerna maka peningkatan
glukosa darah postprandial akan berlangsung secara perlahan.
5
Menurut Murray (2009) klasifikasi karbohidrat berdasarkan jumlah
molekulnya adalah:
a. Monosakarida
Karbohidrat yang paling sederhana yang terdiri atas 3 – 7 atom C memiliki
sifat zat yang tidak dapat dihidrolisis oleh larutan asam di dalam air.
Monosakarida pada saat dikonsumsi akan diserap di dinding usus halus dan
masuk ke sistem peredaran darah. Monosakarida dapat dikelompokkan
berdasarkan jumlah atom C menjadi : triosa (C3), tetrosa (C4), pentosa (C5),
heksosa (C6), heptosa (C7). Di bidang ilmu gizi monosakarida yang penting
yaitu : glukosa, fruktosa, dan galaktosa yang merupakan bagian kelompok
monosakarida heksosa.
1) Glukosa
Pada umumnya disebut sebagai gula anggur ataupun dektrosa. Glukosa
merupakan karbohidrat yang terkonversi di dalam tubuh yang akan
diedarkan keseluruh jaringan tubuh melalui pembuluh darah. Glukosa
merupakan hasil akhir pencernaan dari pati, sukrosa, maltosa, dan
laktosa. Pada umumnya glukosa banyak terdapat di sayur, buah, sirup
jagung, dan sari pohon seperti tebu.
2) Fruktosa
Biasanya disebut sebagai gula buah ataupun levulosa. Fruktosa banyak
terdapat di buah, madu, nektar pada bunga, dan sayur. Fruktosa
merupakan gula yang paling manis dibandingkan dengan golongan
monosakarida lainnya. Fruktosa merupakan hasil pemecahan sukrosa
didalam tubuh.
3) Galaktosa
Monosakarida yang jarang ditemukan bebas di alam. Umumnya
berikatan dengan glukosa dalam bentuk laktosa didalam tubuh. Pada
seseorang yang mengalami kekurangan enzim pemecah galaktosa dapat
terjadi galaktosemia.
6
b. Disakarida
Senyawa yang terbentuk dari 2 monosakarida yang sejenis ataupun
tak sejenis. Sifat disakarida yang dapat dihidrolisis oleh larutan asam di
dalam air sehingga dapat terurai menjadi 2 molekul monosakarida.
Disakarida dikelompokan menjadi 3 yaitu sukrosa, maltosa, dan laktosa.
1) Sukrosa
Tersusun dari glukosa dan fruktosa. Biasa disebut sebagai
sakarosa atau gula tebu. Sukrosa biasa terdapat di dalam tebu, bit,
siwalan, kelapa kopyor, nanas dan wortel. Sukrosa pada umumnya
digunakan di industri makanan dalam bentuk kristal atau cair sebagai
pemanis makanan. Pada saat dipanaskan didalam air sukrosa akan
terurai kembali menjadi glukosa dan fruktosa hal ini disebut sebagai
gula invert (Nurhayati, 2010).
2) Maltosa
Maltosa mempunyai dua molekul monosakarida yang terdiri
dari dua molekul glukosa. Di dalam tubuh, maltosa didapat dari hasil
pemecahan amilum, lebih mudah dicerna, rasanya lebih enak, dan
nikmat.
3) Laktosa
Terdapat didalam susu sering disebut sebagai gula susu.
Tersusun dari dua molekul monosakarida yaitu satu molekul glukosa
dan satu molekul galaktosa. Pada susu sapi kadar laktosa 6,8g/100 ml
dan pada air susu ibu (Asi) 4,8 g/100ml. Laktosa lebih sulit dicerna
dibandingkan glukosa dan galaktosa. Sering terjadi intoleran laktosa
karena kurangnya enzim laktase baik pada anak bayi, anak anak atau
orang dewasa. Gejala intoleran laktosa seperti kembung, flatus, diare,
dan kejang perut.
c. Oligosakarida
Merupakan gabungan molekul molekul monosakarida yang banyak
tergabung dari tiga sampai sepuluh monosakarida seperti maltotriosa.
Sebagian besar oligosakarida tidak dicerna di dalam tubuh oleh enzim.
7
d. Polisakarida
Merupakan senyawa gabungan dari molekul-molekul yang terdiri
dari sepuluh monosakarida atau lebih, saat dihidrolisis polisakarida dapat
dihidrolisis menjadi banyak molekul monosakarida. Umumnya senyawa
polisakarida berwarna putih dan tidak berbentuk kristal serta tidak memiliki
rasa manis dan tidak bersifat mereduksi. Fungsi pada bahan makan sebagai
penguat tekstur dan sebagai sumber energi. Macam-macam polisakarida,
yaitu:
1) Amilum
Terdapat pada tumbuh tumbuhan terutama umbi, daun, batang,
dan biji-bijian. Amilum sering juga disebut sebagai pati umbi-umbian.
Amilum terdiri dari dua penyusun yaitu amilosa dan amilopektin yang
dapat dipisahkan dengan menggunakan air panas. Pada pati kadar
amilopektin lebih tinggi dibandingkan amilosa. Pada saat dilarutkan di
air panas akan membentuk cairan pekat seperti pasta, peristiwa ini
disebut gelatinisasi. Pada pemeriksaan tes iodium akan menghasilkan
warna biru.
2) Glikogen
Merupakan simpanan energi pada hewani atau manusia yang
dihasilkan dari mengonsumsi karbohidrat. Glikogen disimpan di otot
dan hati. Glikogen diatur oleh hati jadi apabila glukosa darah meningkat
maka glukosa yang beredar akan diubah ke bentuk glikogen sehingga
glukosa darah dapat kembali normal. Sebaliknya apabila penurunan
glukosa darah maka glikogen yang terdapat di otot dan di hati akan
dipecah untuk memberikan pasokan energi tubuh. Glikogen dapat
ditemukan di kerang-kerangan, alga atau rumput laut. Pada pemeriksaan
tes iodium akan menghasilkan warna merah (Irawan, 2007).
3) Selulosa
Merupakan polimer glukosa tidak bercabang dengan ikatan
beta –(1-4) dan unit disakarida berulang yaitu selobiosa. Terdapat di
8
dinding sel tumbuhan. Bersifat tidak larut air, tidak dapat dicerna
mamalia karena tidak memiliki enzim untuk memecah ikatan beta. Sifat
selulosa yang tidak dapat dicerna dapat membantu melancarkan
pencernaan, dan mempertahankan rasa kenyang lebih lama.
3. Proses Pencernaan Karbohidrat
Pertama, makanan akan mengalami proses mekanik di mulut kemudian
makanan akan dikunyah dengan gigi sehingga makanan akan menjadi ukuran
kecil. Ketika proses mengunyah berlangsung kelenjar salivarius akan
mensekresikan saliva. Saliva yang mengandung enzim amilase akan memecah
polisakarida dan oligosakarida menjadi disakarida, proses pencernaan oleh
enzim hanya efektif pada pH sekitar 7. Saliva juga berfungsi sebagai pelumas
saat menelan, dan proses penggumpalan makanan. Setelah itu makanan akan
masuk ke kerongkongan kemudian ke lambung. Pada saat makanan masuk ke
lambung proses pemecahan polisakarida oleh enzim amilase masih terjadi
sampai di bagian proksimal lambung kemudian terhenti saat terjadi penurunan
pH lambung menjadi asam. Karbohidrat pada makanan akan dicerna di usus
halus dalam bentuk disakarida maltosa, sukrosa, dan laktosa. Saat di epitel
usus disakarida yang berada di membran brush border mengalami penguraian
menjadi monosakarida. Glukosa dan galaktosa diserap oleh transport aktif
sekunder dengan bantuan ko-transpor di membran luminal akan memindahkan
monosakarida dan Na+ dari lumen ke interior sel usus. Ko-transpor ini
bergantung pada gradient konsentrasi Na+ yang tercipta karena pompa Na+-K+
yang butuh energi kemudian memekatkannya di dalam sel. Glukosa dan
galaktosa masuk ke darah di dalam vilus dengan meninggalkan sel menuruni
gradient konsentrasi (Sherwood, 2011). Glukosa, fruktosa, dan galaktosa
kemudian diangkut ke hati melalui vena porta hepatika. Galaktosa dan
fruktosa akan cepat diubah menjadi glukosa di hati dan didistribusikan ke
seluruh sel tubuh (Irawan, 2007).
9
B. Pengaturan Glukosa Darah
Didalam tubuh glukosa sering disebut sebagai gula darah. Nilai normal
glukosa darah puasa seseorang 90 mg / 100 mL darah, dan 120 mg–140 mg /
100 mL setelah 1 jam makan dan kembali normal setelah 2 jam. Glukosa
berfungsi sebagai pemasok energi bagi jaringan dan sel tubuh. Pada saat terjadi
peningkatan glukosa darah, pankreas akan produksi hormon insulin yang
berguna agar sel dapat menyerap glukosa darah sebagai energi atau cadangan.
Saat sel menyerap glukosa darah maka kadar glukosa di darah akan turun
secara pelahan. Pada saat hal ini terjadi, pankreas akan menghasilkan hormon
glukagon yang akan memberikan sinyal ke hati untuk memulai pelepasan
glukosa, pengeluaran hormon insulin dan glukagon saling mempengaruhi satu
sama lain dan akan berperan penting dalam penyimpanan dan perombakan
glukosa darah yang berguna pada sel tubuh, terutama pada otak (Guyton,
2007).
C. Diabetes
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia karena kelainan sekresi insulin. Hal ini
dapat menyebabkan gangguan microvascular (retinopathy, nephropathy,
neurophaty) atau macrovascular (stroke, renovascular, semua penyakit
cardivoascular) (Longmore et al., 2010).
Menurut pedoman American Diabetes Association (ADA) (2015)
untuk pencegahan dan pengelolaan DM tipe 2, kriteria diagnostik DM dapat
ditegakkan bila:
1. A1C > 6.5%.
2. Glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL, minimal 8 jam berpuasa.
3. Terdapat keluhan klasik DM penyerta, seperti banyak kencing (poliuria),
banyak minum (polidipsia), banyak makan (polifagia), dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, glukosa plasma
sewaktu ≥200 mg/dL. Bila gejala klasik tidak ada atau ragu-ragu harus
dilakukan pemeriksaan ulang.
10
4. Kadar glukosa plasma ≥200 mg/dL pada 2 jam sesudah beban glukosa 75
gram pada tes toleransi glukosa oral (TTGO).
Tabel 2.1 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis Diabetes Melitus (mg/dL).
(PERKENI, 2011).
1. Klasifikasi
Menururt Longmore et al.(2010) diabetes dikelompokan menjadi dua tipe
yaitu:
a. Diabetes Tipe 1
Diabetes tipe 1 biasanya terjadi pada masa anak-anak tetapi juga
dapat terjadi di usia berapa pun. Hal ini disebabkan defek insulin karena
gangguan autoimun (>90% kasus HLA dr3 dan dr4) yang menyebabkan
rusaknya bagian beta sel pankreas. Oleh karena itu pasien harus diberikan
insulin karena sangat rentan terjadinya ketoasidosis dan penurunan berat
badan.
b. Diabetes Tipe 2
Diabetes tipe 2 sering terjadi pada usia ˃40 tahun. Pada diagnosis
yang tepat dan cepat dapat mempengaruhi tingkat kualitas hidup. Pada
diabetes tipe dua terjadi penurunan insulin disertai peningkatan resistensi
insulin. Hal ini berhubungan dengan obesitas, kurangnya aktifitas fisik, dan
konsumsi alkohol.
Resistensi insulin dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti
peningkatan pengeluaran nor epinefrin yang dirangsang oleh sel lemak
11
yang menyebabkan kerusakan reseptor insulin, mutasi yang mengkode
reseptor insulin, dan sirkulasi autoimun ke extraselular yang mengganggu
reseptor insulin. Pada orang yang mengalami sindrom metabolik,
kehamilan, pengguna obat-obatan, akromegali, gagal ginjal, dan kista
fibrolisis terjadi peningkatan resiko resistensi insulin (Longmore et al.,
2010).
D. Pati
Pati tergolong karbohidrat yang tersusun atas amilosa dan amilopektin.
Kandungan amilopektin lebih tinggi dibandingkan amilosa. Amilosa tersusun
dalam bentuk polimer linier dengan ikatan α-(1,4) unit glukosa dengan derajat
polimerisasi setiap molekulnya 102-104 unit glukosa sedangkan amilopektin
merupakan polimer linier α-(1,4) unit glukosa yang memiliki percabangan α-
(1,6) unit glukosa dengan derajat polimerisasi yang lebih besar yaitu 104-105
unit glukosa. Pada percabangan amilopektin terdiri dari α-D-glukosa yang
memiliki derajat polimerisasi sekitar 20-25 unit glukosa (Kusnandar, 2011).
1. Pati resistensi atau pati tahan cerna
Pati resistensi merupakan pati yang dapat tahan pada proses hidrolisis
enzim pencernaan amilase sehingga akan susah diabsorsi dalam usus halus
pada individu yang sehat. Pada saat di usus besar fraksi pati akan difermentasi
oleh mikroflora usus menjadi asam lemak rantai pendek (Okoniewska dan
Witwer, 2007).
Menururt Kusnadar (2011) pati reistensi atau resistant starch (RS)
dapat dikelompokkan menjadi 4 tipe yaitu:
a. Pati resistensi tipe pertama (RS I) yaitu pati yang secara alami
terperangkap di dalam bahan pangan seperti pada sereal dan biji-bijian.
b. Pati resistensi tipe kedua (RS II) yaitu granula pati yang tidak tercerna
oleh enzim pencernaan dan memiliki kandungan amilosa yang tinggi
seperti pati pada pisang mentah, kentang mentah, dan tepung jagung.
12
c. Pati resistensi tipe ketiga (RS III) adalah pati yang terbentuk dari hasil
retrogradasi pati akibat pengolahan.
d. Pati resistensi tipe keempat (RS IV) adalah pati hasil modifikasi kimia.
Pada pati resistensi tipe satu dan dua dapat diperoleh dari bahan
makanan mentah yang ada. Pati resistensi tipe tiga dan empat dapat dihasilkan
dengan menggunakan beberapa proses pengolahan. Proses pengolahannya
dapat dilakukan menggunakan tiga proses yaitu : proses fisik, proses kimia,
dan proses biokimia (Kusnandar, 2011).
2. Proses Pengolahan
Proses fisik pada pengolahan dapat dilakukan dengan beberapa
pengolahan seperti heat moisture treatment, pregelatinisasi, pemasakan
dengan uap, pemasakan dengan uap bertekanan tinggi, parvoiling,
pemanggangan, dan ekstruksi. Proses kimia dapat dilakukan dengan cara
hidrolisis asam, ikatan silang (crosslinking), substitusi, dan kombinasi ikatan
silang (Kusnandar, 2011). Proses modifikasi pati secara biokimia dapat
dilakukan dengan menambahkan enzim atau mikroba penghasil enzim
(Herawati, 2010).
3. Pati resistensi dalam Tubuh
Menurut Okoniewska dan Witwer (2007), pati resisten akan
menurunkan respon glikemik dan insulemik di usus pada penderita diabetes,
penderita hiperinsulemik, dan penderita disiplidemia karena sifat pati
resistensi yang tidak dapat dicerna di usus halus maka pati resistensi akan
sampai di usus besar tanpa mengalami perubahan dan berkontribusi sebagai
serat pangan. Di dalam usus besar, pati resisten akan terfermentasi oleh
bakteri anerobik.
Pati resisten juga bersifat menghambat aktivitas enzim α-amilase
dimana amilase berfungsi dalam perubahan pati menjadi glukosa di usus
halus, meningkatkan visikositas di usus halus sehingga menghambat
penyerapan glukosa (Ou et al., 2001).
13
Proses fermentasi pati resisten di usus besar akan menghasilkan asam
lemak rantai pendek (butirat), menurunkan pH di usus besar sehingga
pertumbuhan bakteri patogen dapat terhambat, menurunkan toksisitas air
fekal, menurunkan jumlah asam empedu sekunder, meningkatkan penyerapan
magnesium, kalsium, memperbaiki sensitifitas hormon insulin, menstimulasi
sistem imun, dan menurunkan faktor resiko kanker kolon serta menurunkan
nafsu makan karena efeknya sama dengan serat pangan (Harmayani, 2011).
Pati resisten bersifat mudah mengikat dan memerangkap air sehingga kadar air
di feses dapat terjaga dan menjadi anti konstipasi. Selain itu, pati resisten juga
memiliki efek hipoglikemik dan hipokolesterolemik, sehingga akan
menghambat akumulasi lemak, dan pembentukan batu empedu (Sajilata et al.,
2006).
E. Ubi Kayu
Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) menjadi salah satu sumber
makanan yang penting di negara tropis dan subtropis. Ubi kayu memiliki
toleransi terhadap kekeringan (Nahar dan Tan, 2012). Ubi kayu merupakan
salah satu sumber makanan pokok setelah padi dan jagung .Sekitar 200 juta
orang mendapatkan sekitar 500 kal / hari dari ubi kayu (Kalsum dan Surfiana,
2013).
1. Taksonomi Manihot esculenta Crantz
Taksonomi Manihot esculenta Crantz menurut Interagency Taxonomic
Information System (ITIS) (2011) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae.
Subkingdom : Viridiplantae.
Infrakingdom : Streptophyta - land plants.
Superdivision : Embryophyta.
Devision : Tracheophyta.
Subdivision : Spermatophytina.
Class : Magnoliopsida.
Superorder : Rosanae.
14
Orde : Malpiqhiales.
Family : Euphorbiaceae.
Genus : Manihot mill.
Species : Manihot esculenta Crantz.
Gambar 2.1 Gambar Ubi Kayu (Fraser, 2010).
2. Kandungan Ubi Kayu
Ubi kayu mengandung karbohidrat yang tinggi khususnya pati. Rasio
kandungannya amilosa dan amilopektin yaitu 17% : 83% (Kalsum dan
Surfiana, 2013). Dalam ubi kayu memiliki total pati sebesar 88,8 ±4.20 gram
per 100 gram ubi kayu dan memiliki kandungan pati resistensi sebesar 80.8
±14.82 gram per 100 gram total pati (Chen et al., 2010).
Pada ubi kayu yang telah direbus memiliki total serat larut 0,47 (±0,01)
serat tidak larut 2,18 (±0,08) sedangkan total serat yang terkandung 2,65
(±0,08) (Raguparan et al., 2008). Didalam akar ubi kayu memiliki kadar
protein, magnesium, sodium, riboflavin, tiamin, asam nikotinat, sitrat, lemak,
dan asam amino esensial (Bradbury dan Holloway, 1988).
15
Tabel 2.2 Kandungan Gizi dalam 100 gram Ubi Kayu
(Suprapti, 2005).
Selain memiliki kandungan nutrisi ubi kayu mengandung senyawa
toksin cyanogenic yaitu asam sianida (HCN) yang bersifat toksik pada tubuh.
HCN merupakan proses penguraian glukosida yang berinteraksi dengan enzim
linamarase didalam ubi kayu. Hal ini akan menghasilkan senyawa HCN dan
glukosa. Dosis letal asam sianida (HCN) berkisar antara 0,5 – 3,5 mg/kg berat
badan (Courney, 1973).
Dewasa ini banyak teknologi pengolahan ubi kayu yang berguna untuk
mengurangi atau menghilangkan kadar HCN seperti proses perendaman ubi
kayu karena HCN bersifat larut dalam air atau dengan pemanasan (dikukus)
karena HCN bersifat mudah menguap serta pemotongan ketela dalam ukuran
yang lebih kecil (Hutami et al., 2014).
3. Keunggulan Ubi Kayu
Pati ubi kayu memiliki sifat fungsional yang baik untuk kesehatan.
Salah satu sifat fungsional yang penting pada pati ubi kayu di antaranya
adalah kandungan pati resisten yang sifatnya mirip dengan serat pangan.
Tanaman ubi kayu memiliki keunggulan yaitu: mudah untuk dibudidayakan,
tahan terhadap serangan hama dan penyakit, mampu bertahan pada kondisi
kekurangan air atau curah hujan yang rendah, dan dapat berproduksi dengan
baik di tanah yang miskin hara (Elida dan Hamidi, 2009).
F. Talas
16
Talas (Colocasia esculenta) merupakan tanaman yang tergolong dalam
umbi-umbian. Talas tumbuh subur di kawasan Asia dan banyak digunakan
sebagai sumber makanan pokok terkhususnya di Hawaii, kepulauan di
Samudra Pasifik dan di Indonesia bagian Barat (Onwueme, 1999).
Talas yang terkenal di Indonesia yaitu talas Bogor (Colocasia esculenta
L. Schott). Pada umumnya kandungan nutrisi yang terkandung hampir sama
dengan talas pada umumnya. Talas Bogor memiliki perbedaan pada morfologi
batang, daun, bunga, dan umbinya (Akmal et al., 2009).
1. Taksonomi Colocasia esculenta
Taksonomi Colocasia esculenta menurut Interagency Taxonomic
Information System (ITIS) ( 2011) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae.
Subkingdom : Tracheobionta.
Infrakingdom : Streptophyta.
Superdivision : Embryophyta.
Divisi : Tracheophyta.
Subdivision : Spermatophytina.
Kelas : Magnoliopsida.
Superorder : Lilianae.
Order : Alismatales.
Family : Araceae.
Genus : Colocasia Schott.
Spesies : Colocasia esculenta (L.) Schott.
17
Gambar 2.2 Gambar Talas Bogor (Ermayuli, 2011)
2. Kandungan Talas
Talas Bogor mengandung 79% amilopektin dan 21% amilosa
(Kusnandar, 2007). Talas mentah mengandung total pati sebesar 18,8 (±0,89)
gram dengan kandungan pati resistensi sebesar 27,5 (±2,65) gram per 100
gram total pati. (Chen et al., 2010). Pada talas kukus 60 g terdapat total pati
sebesar 22,1 (±0,92), sedangkan pati resistensinya sebesar 17,0 (±1,80)
(Raguparan et al., 2008). Selain memiliki kandungan pati talas mengandung
makronutrien dan mikronutrien di dalamnya. Kandungan mikronutrien di talas
yaitu vitamin A (β-karoten) dan vitamin C, dimana dalam 100 gram talas
mengandung 2% vit A, dan 5% vit B. Kandungan makronutrien pada talas
lebih didominasi oleh tingginya kadar pati tetapi selain pati talas juga
mengandung protein, dan lemak (Akmal et al., 2009).
18
Tabel 2.3 Komposisi Zat yang Terkandung dalam 100 gr Talas
(Sumber : Koswara, 2008).
Selain memiliki kandungan nutrisi talas juga mengandung asam
oksalat yang mempengaruhi penyerapan kalsium dalam pencernaan dengan
membentuk ikatan-ikatan kalsium yang tidak dapat larut dalam air. Hal ini
menyebabkan rasa gatal bagi yang mengkonsumsinya. Maka dari itu sebelum
mengolah talas, sebaiknya talas dicuci selama 5 menit, kemudian rendam talas
dalam larutan garam (NaCl) selama 20 menit lalu cuci bersih kembali.
Tujuannya untuk mengurangi kadar kalsium oksalat pada talas yang dapat
menyebabkan rasa gatal pada saat mengonsumsinya (Koswara, 2008).
19
G. Kerangka Teori Penelitian
Berdasarkan teori penelitian kerangka teori dalam penelitian ini adalah:
Gambar 2.3 Kerangka Teori Penelitian.
20
Asupan Karbohidrat
Pati
Pati resisten Pencernaan pati
Pati yang cepat dicerna
Pati yang lambat dicerna
Penurunan absorbsi glukosa di usus halus
Penurunan glukosa darah postprandial
aktivitas enzim α-amilase di usus
halus
viskositas di usus halus
Produksi asam lemak rantai pendek
(-)
(+)
(+)
Mengalami absorbsi dalam bentuk glukosa di usus halus
Sensitifitas insulin
(+)
H. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:
Gambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian.
I. Hipotesis
Ha : Peningkatan kadar glukosa darah postprandial antara kelompok yang
mengonsumsi talas bogor kukus (Colocasia esculenta L. Schoot) dan nasi
putih lebih tinggi dari pada kelompok ubi kayu rebus (Manihot esculenta
Crantz).
21
Kelompok perlakuan I (Kontrol ): Konsumsi nasi
putih
Kelompok perlakuan III: Konsumsi talas bogor
kukus
Kelompok perlakuan II: Konsumsi ubi kayu rebus Kadar glukosa darah
postprandial
Variabel bebas Variabel terikat