bab 2 edit-2

27
3 BAB II DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA A. Seven Jump 1. Jump 1 : Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam skenario. Dalam skenario ini kami mengklarifikasi istilah berik a. Rontgen adalah getaran elektromagnetik akni gelombang pendek ang dihasilkan ketika elektron bergerak dengan kecepatan t membentuk beberapa !at "terutama logam berat# dapat menembu berbagai bahan dengan berbagai kedalaman$ sangat kuat dengan mengionisasi benda ang dile%ati$ dengan melepas proto&elektron. b.''(M ")('D# adalah gangguan ang ditandai dengan sumbatan aliranudara "akibatpeningkatan resistensi karena obstruksi parsial*total# bronkial g menetap*berulang$ mencakup bronkitis kronik$ astma$ enfisemaparu.+ersifat reversibel parsial* non& reversibel . c. ,ontrol adalah pemeriksaan berkala baik tiap hari*minggu*bulan*%ak tertentu$ untuk memantau progresivitas dari terapi. d. Asbes adalah bentuk mineral silikat keluarga serpentin dan amphibo dari penambangan terbuka$ bersifat tahan panas dan kedap air$ cont terdapat pada isolator pipa dan panel listrik berukuran sa akni 1*- rambut manusia e. Ra%at /alan adalah suatu bentuk pelaanan RS$ pada pasien ang tid ra%at inap namun harus disertai dengan kontrol. f. +atuk adalah suatu reflek pertahanan akibat iritasi pada brokus$ u membersihkan /alan nafas. g. ,anker adalah suatu penakit neoplasma sebab alamiah$ sangat fatal menun/ukan tanda keganasan dan dapat menginvasi /aringan sekitar. h. Rokok adalah silinder dari kertas berisi tembakau. Jenis : linting filter$ non&filter. i. Dahak atau sputum adalah suatu ang dikeluarkan dari saluran pernafasan melalui mulut. Disekresikan epitel s0uamus non& kornifikasi ang terdapat di esofagus. . Jump : Menentukan*mendefinisikan permasalahan 'ermasalahan dalam skenario ini aitu sebagai berikut: a. Adakah hubungan perokok berat dengan ''(M dan keluhanna2 b.Mengapa pasien merasa dada sakit$ ++ turun$ sering batuk2 c. Apa hubungan usia$ kelamin$ peker/aaan pasien dengan ''(M2

Upload: andimas-edoryansyah

Post on 04-Nov-2015

245 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bab 2

TRANSCRIPT

3

BAB IIDISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKAA. Seven Jump

1. Jump 1 : Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam skenario. Dalam skenario ini kami mengklarifikasi istilah berikut:

a. Rontgen adalah getaran elektromagnetik yakni gelombang pendek yang dihasilkan ketika elektron bergerak dengan kecepatan tinggi membentuk beberapa zat (terutama logam berat) dapat menembus berbagai bahan dengan berbagai kedalaman, sangat kuat dengan mengionisasi benda yang dilewati, dengan melepas proto-elektron.b. PPOM (COPD) adalah gangguan yang ditandai dengan sumbatan aliran udara (akibat peningkatan resistensi karena obstruksi parsial/total) bronkial yg menetap/ berulang, mencakup bronkitis kronik, astma, enfisema paru. Bersifat reversibel parsial/ non-reversibel .c. Kontrol adalah pemeriksaan berkala baik tiap hari/minggu/bulan/waktu tertentu, untuk memantau progresivitas dari terapi. d. Asbes adalah bentuk mineral silikat keluarga serpentin dan amphibole dari penambangan terbuka, bersifat tahan panas dan kedap air, contoh terdapat pada isolator pipa dan panel listrik berukuran sangat kecil yakni 1/700 rambut manusia

e. Rawat jalan adalah suatu bentuk pelayanan RS, pada pasien yang tidak rawat inap namun harus disertai dengan kontrol.f. Batuk adalah suatu reflek pertahanan akibat iritasi pada brokus, untuk membersihkan jalan nafas. g. Kanker adalah suatu penyakit neoplasma sebab alamiah, sangat fatal, menunjukan tanda keganasan dan dapat menginvasi jaringan sekitar.h. Rokok adalah silinder dari kertas berisi tembakau. Jenis : linting, pipa. filter, non-filter. i. Dahak atau sputum adalah suatu yang dikeluarkan dari saluran pernafasan melalui mulut. Disekresikan epitel squamus non- kornifikasi yang terdapat di esofagus.2. Jump 2: Menentukan/mendefinisikan permasalahan

Permasalahan dalam skenario ini yaitu sebagai berikut:

a. Adakah hubungan perokok berat dengan PPOM dan keluhannya?b. Mengapa pasien merasa dada sakit, BB turun, sering batuk?c. Apa hubungan usia, kelamin, pekerjaaan pasien dengan PPOM?d. Bagaimana patogenesis PPOM menjadi karsinoma paru? e. Apakah kanker dapat diturunkan? f. Apakah ada kemungkinan pasien menderita karsinoma paru seperti ayahnya? g. Apakah pekerjaan ayah berpengaruh dengan penyakit ayah? h. Bagaimana proses metastase kanker pada ayah?i. Apa perbedaan patogenesis kanker paru ayah dengan penyakit pasien?j. Apakah gen yang berpengaruh dalam karsinoma paru dan PPOM? k. Apakah faktor-faktor predisposisi dari karsinoma paru ?l. Apakah batuk berdarah berbahaya?3. Jump 3: menganalisis permasalahan dan membuat pernyataan sementara mengenai permasalahan dalam jump 2a. PPOM-> bronkus kronis ,enfisema, asma bronkial.

A. Bronkus Kronis

Hipertrofi epitel kelenjar -> mukus dihasilkan lbh banyak, sering batuk, ada sel radang. B. Enfisema :

Ketidakseimbangan protease dan anti-protease, oksidan dan antioksidanAnti-tripsin alfa inhibitor protesse netrofil saat inflamasi , diperparah oleh asap rokok.

Destruksi jaringan elastis tak terkendali (enfisema)

Patologis : berkurangnya jaringan elastis dan berkurangnya aliran udara (kerusakan alveolus) , overextensi ruang udara

ptotease : menguraikan elastin

Sel elastis digantikan olh serat kolagen. Rokok-> NO2, generasi oksidasi C. Asma bronkial

Hipersensitivitas trakheobonkial -> penyempitan jalan nafas

TLR-4 : penghalang pertama agen asing untk pertahanan struktur normal paru-paru( TLR-4 berkurang -> enfisema spontan)b.A.pink puffers : dispena tanpa batuk/sputum yg berartiStadium lanjut -> sesak/hilang nafas -> tidak bisa makan, tubuh kurus tampak tidak berotot

Stadium lebih lanjut-> bronkitis kronik sekunder

B. Blue Bloaters -> Batuk produktif. Berulang kali infeksi saluran nafas bertahun-tahun, hipoventilasi, hipoksia, hiperkopnia.

Patofis :

Dada sakit -> enfisema paru -> penyumbatan katub prngatur bronkialisInspirasi -> udara masih bisa masuk

Ekspirasi -> lumen kembali sempit, udara bisa keluar -> distorsi berlebihan dan penggabungan beberapa alveolus -> paru-paru bengkak -> dada sakit. b. Batuk berdarah = haemoptisis (khas karsinoma paru). Pada Kanker, terjadi invasi kapiler mukus bronkial, mukus bercampur dengan sel ganas yang terlepas, saat batuk keluar lendir dan darah d.-

e. Kanker bisa diturunkan (namun tidak selalu) apabila ada keluarga yang mengidap kanker, resiko meningkat. Mutasi protoongkogen ( menonaktifkan gen penekan tumor) dan gen-gen penekan tumor. Contoh : K-RASdn MYC. Faktor ini lebih besar daripada hanya paparan karsinogen untuk memicu kanker.Kanker herediter : autosom resesif. Ca paru -> kromosom 15, q24 f. iya, karena kemungkinan adanya factor herediter, selebihnya belum mengetahui.

g.Pada pekerjaan ayah membuat ayah memiliki kemungkinan terkena paparan asbes lebih besar sehingga faktor resiko yang dimiliki ayah semakin besarh. Secara umum:

A. Invasi lokal : menyerang jaringan normal di sekitarnya

B. Intravasasi : menyerang dan bergerak ke pembuluh darah dan pembuluh getah bening

C. Sirkulasi : menyebar ke bagian lain melalu pembuluh darah dan pembuluh limfeD. Ekstravasasi : sel kanker berhenti di tempat yang dituju.

E Prediferasi : sel kanker berkembang biak. F. Angiogenesis Mikrometastasis : membentuk pembuluh darah baru untuk suplai nutrisi.

Metastasis di tulang : Terasa Nyeri

1. Sindrom distruksi vena kava superior.

2. Sindrom Horner3. Sindrom Pan CaoustMetastase ca paru : intrapulmoner ( tdk ad tindakan khusus), ekstrapulmoner Nyeri dinding dada

Metastase paru :

1. Sel tumor longgar

2. menempel di matriks3. Degradasi membran basal dn jar.ikat antar sel.4. Migrasi ke darah/limfe.i.Pada ayah memiliki penyakit ini kemungkinan karena terjadi paparan pada masa hidupnya sedangkan pada anak ada faktor resiko lebih besar karena adanya kemungkinan diwariskan dari sang ayah.j. Inisiator :

Racun (luar/dalam), radiasi, hormon, nutrisi , virus, logam beratDiubah oleh enzim metabolisme -> perubahan DNA. Efek : Irreversibel

Promoter :

- Makanan rendah serat

- Jaringan kosong

- Supreasor sistim imun- Peningkatan proliferaei sel dan peningkatan jumblah anakan sel yang mutasi Tidak berefek tanpa reaksi inisiator (spesifik, non-spesifik)k.- Utama : merokok dan gen

- infesksi kronis- polusi udara industri. Contoh : asbes (10x resiko karsinoma paru), faktor karsinogen : 3,4 benz piren

- makanan dan kurang vit. A

- genetik - Usia tertinggi 55-56 (patofis), 45-65 (onkologi) , P :W -> 2 :1l. Batuk berdarah = haemoptisis (khas karsinoma paru). Pada Kanker, terjadi invasi kapiler mukus bronkial, mukus bercampur dengan sel ganas yang terlepas, saat batuk keluar lendir dan darah. Bisa terjadi saat DBD.4. Jump 4: Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan pernyataan sementara mengenai permasalahan pada Jump 3.Pernyataan sementara yang dapat dibuat berdasarkan apa yang telah diutarakan oleh semua anggota kelompok tutorial adalah sebagai berikut:Sang ayah memiliki risiko terkena kanker paru lebih besar karena pekerjaannya di pabrik asbes, yang membuat ia memiliki kemungkinan terkena paparan lebih besar. PPOM sang anak bisa saja sebagai tanda adanya kanker paru pada anak. Hal itu bisa terjadi karena adanya riwayat keluarga yang terkena kanker paru atau bisa juga karena faktor pekerjaan pasien sebagai penata rontgen. Tetapi belum tentu PPOM pada pasien menunjukan tanda keganasan oleh karena itu perlu pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikannya. 5. Jump 5: Merumuskan tujuan pembelajaranAdapun tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan adalah sebagai berikut:1. Hubungan perokok berat dengan terjadinya PPOM ?

2. Bagaimanakah mekanisme terjadinya keluhan pada pasien ?

3. Apa sajakah faktor predisposisi PPOM ?

4. Apa sajakah faktor predisposisi kanker paru ?

5. Inisiator dan promotor kanker ?

6. Patogenesis PPOM menjadi kanker paru ?7. Patogenesis kanker paru ?

8. Proses terjadinya metastasis ?6. Jump 6: Mengumpulkan informasi baru. Di jump ini, semua anggota kelompok tutorial mencari sumber-sumber yang terdiri dari artikel, jurnal, literatur, dan lain sebagainya untuk memperoleh informasi baru yang diharapkan bisa menjawab rumusan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan di Jump 5. Dari hasil pencarian, semua anggota kelompok tutorial telah menemukan sumber-sumber relevan yang akan dibahas di Jump 7

7. Jump 7: Melaporkan, membahas dan menata kembali informasi baru yang diperoleh:1. Hubungan PPOM dengan perokok berat

Seperti yang telah dijelaskan pada jump 1 mengenai arti istilah PPOM, kita megetahui bahwa PPOM mencakup bronkitis kronik, asthma, enfisema paru.

a. Bronkitis Kronik, ditandai oleh pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronkus dan bermanifestasi sebagai bratuk kronik dan pembentukan sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dalam dua tahun berturut-turut. Sputum yang terbentuk pada bronchitis kronik dapat mukoid atau mukopurulen. Temuan patologis umum pada bronchitis kronik adalah hipertrofi kelenjar mukosa bronkus dan peningkatan jumlah dan ukuran sel-sel goblet, dengan infiltrasi sel-sel radang dan edema mukosa bronkus. Pembentukan mucus yang meningkat mengakibatkan gejala khas yaitu batuk produktif. Batuk kronik yang disertai peningkatan sekresi bronkus tampaknya mempengaruhi bronkiolus kecil sehingga bronkiolus tersebut rusak dan dindingnya melebar. Faktor etiologi utama adalah merokok dan polusi udara yang lazim terjadi di daerah industry. Polusi udara yang terus menerus juga merupakan predisposisi infeksi rekuren karena polusi memperlambat aktivitas silia dan fagositosis, sehingga timbunan mucus meningkat sedangkan mekanisme pertahanannya sendiri melemah.b. Asthma, ditujukan untuk keadaan-keadaan yang menunjukkan respon abnormal seluruh napas taerhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan napas yang meluas.Perubahan patologis yang menyebabkan obstruksi jalan napas terjadi pada bronkus ukuran sedang dan bronkiolus berdiameter 1 mm. Penyempitan jalan napas disebabkan oleh bronkospasme, edema mukosa, dan hipersekresi mucus yang kental. Asthma dapat dibagi dalam tiga kategori. (i) Asthma ekstrisik atau alergi, ditemukan pada sejumlah kecil pasien dewasa, dan disebabkan oleh allergen yang diketahui, biasanya dimulai pada masa kanak-kanak dengan keluarga yang mempunyai riwayat penyakit atopic. Asthma alergik disebabkan oleh kepekaan individu terhadap allergen. Pajanan terhadap allergen, meskipun hanya dalam jumlah yang sangat kecil, dapat mengakibatkan serangan asthma. (ii)Asthma intrinsic, atau idiopatik, ditandai dengan sering tidak ditemukan faktor-faktor pencetus yang jelas. Faktor nonspesifik (seperti flu biasa, latihan fisik, atau emosi) dapat memicu serangan asthma. Asthma intrinsic lebih sering timbul sesudah usia 40 tahun, dan serangan timbul sesudah infeksi sinus hidung atau pada percabangan trakeobronkial. Makin lama serangan makin sering dan makin hebat, sehingga akhirnya keadaan ini berlanjut menjadi bronchitis kronik dan kadang emfisema. (iii)Asthma campuran, yaitu terdiri dari komponen-komponen asthma ekstrinsik dan intrinsic. c. Emfisema, ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Secara anatomik dibedakan tiga jenis emfisema: (i) Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer, terutama mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lama. (ii) Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata dan terbanyak pada paru bagian bawah. (iii) Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal, duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003)Faktor patogenetik diatur berdasarkan peran mereka dalam inisiasi, perkembangan, dan konsolidasi emfisema.

Gb. 1. Inisiasi, Progresi, dan Konsolidasi Emfisema

i). Inisiasi: Agen-agen dalam lingkungan memicu respon sel inang, sebagian besar didominasi oleh peradangan dan stres oksidatif. Stress sensor diaktifkan untuk mengontrol bagaimana respon awal paru-paru dalam menghadapi agen-agen yang masuk. RTP801 diaktifkan oleh rokok, terutama karena oksidan, mediasi respon inflamasi, stres oksidatif, dan kematian sel alveolar. RTP801 juga mencegah pertumbuhan sel dan proliferasi dengan memblok sinyal mTOR. Rokok meningkatkan ekspresi RTP801 terutama di sel epitel, padahal sinyal mTOR juga dibutuhkan untuk aktivasi NF-B. DAMPs dan PAMPs yang terdapat dalam tembakau atau dihasilkan endogen lebih lanjut dapat meningkatkan respon patologis. Nrf2, dengan mengaktifkan sejumlah mediator antioksidan, melindungi paru-paru dan dapat meningkatkan proses perbaikan paru.

ii). Progresi: Rokok mengganggu pemeliharaan alveolar, memicu apoptosis dan autophagy, apalagi oksidan dalam tembakau dan pengaktifan sel-sel inflamasi dan alveolar menyebabkan proteolisis matriks ekstraseluler, yang selanjutnya meningkatkan peradangan dan meningkatkan umpan balik dengan apoptosis. Beberapa interaksi ini difasilitasi oleh penurunan ekspresi trofik/pemeliharaan dan faktor endogen mediator kerusakan alveolar, termasuk ceramide dan EMAPII.

iii). Konsolidasi: Selama beberapa dekade paparan asap rokok dan amplifier endogen proses destruktif, ada progresif penuaan paru-paru, dengan rangsangan autoinflammatory dihasilkan melalui self-antigen atau mikroba / agen virus. Sel TH17-positif, yang meningkat pada pasien PPOK, dapat memediasi proses autoimun. Kerusakan makromolekul dapat menyebabkan erosi progresif telomer dan aktivasi p21CIP1/WAF1/SDI1 sebagai bagian dari respon penuaan sel, yang bersama-sama mungkin menyebabkan paru-paru terluka.

Emfisema ditandai dengan hilangnya elastisitas paru secara bertahap dan pembesaran ruang udara yang ireversibel, paling sering disebabkan oleh rokok. Ekspresi TLR4 dalam struktur sel paru-paru diperlukan untuk mempertahankan struktur paru-paru normal. Defisiensi TLR4 menyebabkan upregulation menjadi NADPH oksidase baru (Nox), Nox3, diparu-paru dansel endotel, mengakibatkan peningkatan generasi oksidan dan aktivitas elastolytic.2. Patofisiologi keluhan pasien :Pada scenario pasien menunjukan gejala-gejala klinis seperti batuk dada sakit serta berat badan turun dan hal itu dapat dijelaskan sebagai berikut:

Batuk :

Batuk produktif disebabkan karena adanya bronchitis kronik, dimana terjadi hipertrofi kelenjar mukosa bronkus dan peningkatan jumlah dan ukuran sel-sel goblet, dengan infiltrasi sel-sel radang dan edema mukosa bronkus. Pembentukan mukosa yang meningkat mengakibatkan gejala khas yaitu batuk produktif

Dada sakit :

Karena terkena emfisema paru, terjadi penyumbatan pada katup pengatur bronkiolus. Selama inspirasi, lumen bronkiolus melebar sehingga udara dapat melewati penyumbatan akibat penebalan mukosa dan banyaknya mucus. Tapi pada saat ekspirasi, lumen bronkiolus kembali menyempit sehingga sumbatan menghalangi keluarnya udara. Hilangnya elastisitas dinding bronkiolus dapat menyebabkan kolaps prematur. Kemudian udara terperangkap dalam segmen paru yang terkena dan terjadi distensi berlebihan serta penggabungan beberapa alveolus sehingga paru-paru membengkak dan menyebabkan dada terasa sakit.

BB turun

Perjalanan klinis penderita COPD ada dua stadium, yaitu pink puffers dan blue bloaters. Pada saat pink puffers, tanda klinis yang utama adalah dyspnea. Pada penyakit lanjut, pasien mungkin begitu kehabisan napas sehingga tidak dapat makan lagi dan tubuhnya tampak kurus tak berotot

3. Faktor Predisposisi PPOM: Usia > 45 tahun Riwayat meroko aktif atau pasif Terpajan zat beracun ( polusi udara, debu dll) Batuk berulang pada masa kanak-kanak Berat badan lahir rendah4. Faktor Predisposisi Kanker Paru-Paru

Sebagaimana hasil peneliti terdahulu telah menemukan bahwa resiko untuk kanker paru akan meningkat lima kali lipat jika ada satu saja orangtuanya yang mederita kanker paru (Carbone, 2005).5. Inisiator dan Promoter Kanker

Inisiator kanker atau karsinogen. Karsinogenik adalah suatu bahan yang dapat mendorong/menyebabkan kanker. Hal ini bisa terjadi karena ketidakstabilan genomik atau gangguan pada proses metabolisme seluler. Kanker adalah penyakit dimana sel-sel rusak di dalam tubuh penderita tidak mengalami program kematian sel, dan tumbuh secara tidak terkontrol dengan metabolisme yang menyimpang.Karsinogen mungkin meningkatkan resiko terjadinya kanker dengan merubah metabolisme seluler atau merusak DNA langsung di dalam sel sehingga mengganggu proses biologis dan menginduksi pembelahan sel secara tidak terkontrol dan akhirnya menyebabkan terjadinya pembentukan tumor. Biasanya, sel yang mengalami perubahan DNA yang terlalu parah akan diarahkan untuk masuk pada program kematian sel, tetapi jika jalur program kematian sel ini rusak maka sel akan berubah menjadi sel kanker

Pada umumnya karsinogen dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu bahan kimia, radiasi, dan virus. Kelompok ini selalu ada di alam dan diperkirakan akan mengalami peningkatan yang tajam selaras dengan perkembangan budaya atau perilaku manusia

Karsinogen Kimia

Dalam perjalanan waktu baru diketahui bahwa bahan kimia dapat memicu terjadinya suatu keganasan karena dapat menimbulkan mutasi pada DNA. Terjadinya penyakit keganasan dikelompokkan menjadi dua fase, yaitu initiation phase dan promotion phase. Hal ini dapat dijelaskan apabila bahan yang bersifat karsinogenik masuk ke dalam tubuh, maka di dalam tubuh bahan ini langsung mengalami proses detoksifikasi untuk kemudian diekskresi.Selain itu, bahan karsinogenik tersebut terlebih dahulu dimetabolisme dalam tubuh. Kemudian, hasil metabolismenya didetoksifikasi dan berikutnya diekskresi. Apabila proses ini ini tidak dapat dilakukan oleh tubuh, maka hasil metabolit dari bahan karsinogenik ini akan mengadakan ikatan dengan rantai DNA, sehingga DNA menjadi cacat (defect). Sebagai akibat dari adanya kecacatan DNA, tubuh berusaha untuk melakukan perbaikan DNA yang dikenal dengan DNA repair. Bila perbaikan DNA ini tidak berhasil, sel yang bersangkutan (sel yang memiliki DNA abnormal) tersebut akan dieksekusi atau dimusnahkan. Apabila proses eksekusi ini tidak mampu dilakukan oleh tubuh, makasel tersebut memiliki DNA cacat yang bersifat permanen. Kondisi ini dikenal dengan initiation phase. Selanjutnya, sel yang memiliki DNA cacat tersebut akan mengalami proliferasi dan diferensiasi, serta berkembang menjadi malignan (ganas). Kondisi ini dikenal dengan promotion phase.(Robbins, 2003)Pada skenario ini zat kimia yang paling dicurigai dicurigai sebagai pemicu keganasan adalah asbes dan rokok. Asbes adalah mineral fibrosa yang memiliki sifat tahan panas, kedap suara dan kedap air, asbes sering digunakan dalam konstruksi dan pabrik, tetapi asbes termasuk dalam kategori bahan yang sangat berbahaya, karena asbes terdiri dari serat-serat yang berukuran sangat kecil, kira-kira lebih tipis dari1/700 rambut sehingga serpihannya mudah terinhalasi.

Apabila terinhalasi maka serat-serat asbes dengan diameter kurang dari 3 milimikron akan menembus saluran napas dan tertahan dalam paru-paru. Sebagian besar serat yang masuk ke paru-paru dibersihkan dari saluran napas melalui ludah dan sputum. Sedangkan dari serat-serat yang tertahan dalam saluran napas bawah dan alveoli, sebagian serat pendek akan difagosit oleh makrofag dan dibawa ke kelenjar limfe, limpa, dan jaringan lain. Sebagian serat yang menetap pada saluran napas kecil dan alveoli (khususnya amfibol) akan dilapisi oleh kompleks besi-protein dan menjadi badan-badan asbes atau badan feruginosa. . Di sisi lain, serat asbes yang difagosit mampu menginduksi terjadinya missegregasi kromosomal. Induksi oksigen reaktif dan nitrogen pada fagositosis serat asbes mampu merupakan faktor yang berperan penting dalam terjadinya DNA damage. Asbes menginduksi pelepasan ROS termasuk O2- dan H2O2. Reaksi tersebut dapat dikatalis oleh permukaan serat asbes dan serat asbes yang kaya kandungan besi mampu menginduksi pelepasan ROS lebih tinggi. Asbes mampu mempengaruhi DNA mitokondria dan transport elektron fungsional sehingga terjadi oksidasi basa, pemecahan single-stranded DNA dan apoptosis sel-sel epitel alveolar paru. Asbes juga diduga menimbulkan inflamasi kronis melalui mekanisme stress oksidatif yang dikenal sebagai penyebab DNA damage. Lesi pada daerah deposisi serat asbes dan perubahan ekspesi gen adalah mekanisme lain dalam munculnya neoplasia yang diinduksi oleh asbes pada paru-paru dan organ lainnya.Diduga krisolit menghilang dari tubuh secara bertahap, tetapi bukti tentang hal ini hanya sedikit sekali.

Setelah pajanan yang lama atau berat, retensi serat-serat asbes cukup besar. Secara perlahanlahan akan timbul fibrosis paru interstisial difus dan progresif, dengan lesi-lesi linier individual lambatlaun menyatu. Fibrosis pleura ringan sampai beratseringkali ditemukan, dan kadangkala tampak plak-plak pleura hialin atau kalsifikasi, yang tidak harus berkaitan dengan asbes.

Orang-orang yang terpajan debu serat-serat asbes dapat tertelan bersama ludah atau sputum. Kadangkala air, minuman atau makanan dapat mengandung sejumlah kecil serat tersebut. Sebagian serat yang tertelan agaknya menembus dinding usus, tetapi migrasi selanjutnya dalam tubuh tidak diketahui. Setelah suatu masa laten-jarang di bawah 20 tahun, dapat mencapai 40 tahun atau lebih setelah pajanan pertama, dapat timbul mesotelioma maligna pleura dan peritoneum..

Pada dasarnya mayoritas bahan kimia yang bersifat karsinogenik memiliki sifat yang sarna, yaitu memicu terjadinya suatu mutasi gen. Bahan kimia yang bersifat sebagai alkylating agents, artinya bila individu terpapar oleh bahan kimia tersebut, maka DNA pada sel dari individu yang bersangkutan akan mengalami Alkylation di mana terjadi metilasi pada pasangan basa nukleotidanya yaitu Guanin mengalami metilasi menjadi 06-methyl guanine atau menjadi bulky group additionRadiasi

Radiasi , apa pun sumbernya ( sinar UV sinar matahari , sinar-x , fisi nuklir , radionuklida ) merupakan karsinogen. Sebagai contoh para penambang unsur radioaktif mengalami peningkatan 10 kali lipat terkena kanker paru. Bahkan, iradiasi terapeutik pernah terbukti dapat bersifat karsinogenik. Sudah sangat jelas bahwa radiasi bersifat sangat onkogenik. Efek radiasi pengion berkaitan dengan efek mutageniknya; radiasi ini menyebabkan pemutusan, translokasi, dan terkadang mutasi titik pada kromosom. Secara biologis , pemutusan DNA buntai ganda t menjadi hal terpenting dari kerusakan DNA yang disebabkan oleh radiasi . Ada juga beberapa bukti bahwa dosis mematikan radiasi dapat menyebabkan ketidakstabilan genomik yang memudahkan terjadinya kanker

Efek onkogenik sinar UV memerlukan perhatian khusus karena menyoroti pentingnya perbaikan DNA dalam karsinogenesis. Radiasi UV alami yang berasal dari matahari dapat menyebabkan kanker kulit (melanoma, karsinoma sel skuamosa, dan karsinoma sel basal). Risiko terbesar adalah orang-orang berkulit putih yang tinggal di tempat seperti Australia dan Selandia Baru yang menerima banyak sinar matahari. Kanker kulit nonmelanoma berhubungan dengan jumlah pajanan kumulatif terhadap radiasi UV, sedangkan melanoma berhubungan dengan intens intermiten paparan seperti yang terjadi dengan berjemur. Sinar UV memiliki beberapa efek biologis pada sel dan yang berhubungandengan karsinogenesis adalah kemampuan untuk merusak DNA dengan membentuk dimer pirimidin. Kerusakan DNA ini akan diperbaiki oleh suatu rangkaian kompleks protein yang mempengaruhi perbaikan eksisi nukleotida. Apabila paparan sinar UV terlalu luasmaka sistem perbaikan mungkin kewalahan dan timbul kanker kulit.(Robbins, 2003)VirusVirus sebagaimana kita ketahui, beberapa virus bisa memicu kanker. Yang paling terkenal di antaranya adalah berikut:

i) HTLV-1 (Human T-cell Leukemia Virus type 1) yang menyebabkan leukemiaii) HPV (Human Papiloma Virus) penyebab kanker serviks, anus, perianus, vulva, dan penis

iii) EBV (Eppstein Barr Virus) penyebab limfoma dan kanker nasofaring

iv) HBV (Hepatitis B Virus) penyebab kanker hati

v) Helicobacter pylori, penyebab kanker lambung (Robbins, 2003)

Promotor adalah yang berperan membantu inisiator untuk mewujudkan kanker. Contohnya obat-obatan, fenol, dan hormon. Agar bekerja efektif, inisiator harus dibantu dengan paparan berulang-ulang dari promotor. Meskipun pada normalnya tidak berbahaya dan tidak karsinogenik, promotor dapat menyebabkan sel mutan (yang telah terinisiasi) untuk berproliferasi lebih banyak dan otomatis menambah jumlah sel anakan mutan (Robbins, 2003).

6. Patogenesis PPOM Menjadi Kanker Paru-paruPenyakit Paru Obstruktif Kronik merupakan keadaan yang ditandai dengan kelemahan kemampuan untuk bernapas, mereka yang menderita PPOK akan menanggung akibat dari kurangnya oksigen. Penurunan kadar oksigen dalam sirkulasi dan jaringan tubuh, menempatkan pasien pada risiko tinggi terhadap beberapa kondisi serius lainnya

Gb.2. Mekanisme molekuler dan seluler pada PPOK

Sejumlah penelitian menemukan bahwa proses inflamasi pada PPOK tidak hanya berlangsung di paru tetapi juga secara sistemik, yang ditandai dengan peningkatan kadar C-reactive protein (CRP), tumor necrosis factor- (TNF- ), interleukin 6 (IL-6) serta IL-8. Respons sistemik ini menggambarkan progresiviti penyakit paru dan selanjutnya berkembang menjadi penurunan massa otot rangka (muscle wasting), penyakit jantung koroner dan aterosklerosis.Mekanisme molekuler dan seluler pada PPOK dapat dilihat pada gambarPajanan gas beracun mengaktifkan makrofag alveolar dan sel epitel jalan napas dalam membentuk faktor kemotaktik, penglepasan faktor kemotaktik menginduksi mekanisme infiltrasi sel-sel hematopoetik pada paru yang dapat menimbulkan kerusakan struktur paru. Infiltrasi sel ini dapat menjadi sumber faktor kemotaktik yang baru dan memperpanjang reaksi inflamasi paru menjadi penyakit kronik dan progresif.6 Makrofag alveolar penderita PPOK meningkatkan penglepasan IL-8 dan TNF-. Ketidakseimbangan proteinase dan antiproteinase serta ketidakseimbangan oksidan dan antioksidan berperan dalam patologi PPOK. Proteinase menginduksai inflamasi paru, destruksi parenkim dan perubahan struktur paru. Kim & Kadel menemukan peningkatan jumlah neutrofil yang nekrosis di jalan napas penderita PPOK dapat menyebabkan penglepasan elastase dan reactive oxygen species (ROS) yang menyebabkan hipersekresi mukus.

Respons epitel jalan napas terhadap pajanan gas atau asap rokok berupa peningkatan jumlah kemokin seperti IL-8, macrophage inflamatory protein-1 (MIP1-) dan monocyte chemoattractant protein-1 (MCP-1). Peningkatan jumlah Limfosit T yang didominasi oleh CD8+ tidak hanya ditemukan pada jaringan paru tetapi juga pada kelenjar limfe paratrakeal. Sel sitotoksik CD8+ menyebabkan destruksi parenkim paru dengan melepaskan perforin dan granzymes. CD8+ pada pusat jalan napas merupakan sumber IL-4 dan IL-3 yang menyebabkan hipersekresi mukus pada penderita bronkitis kronik.

Penyakit Paru Obstruktif Kronik tidak hanya menyebabkan respons inflamasi paru yang abnormal tapi juga menimbulkan inflamasi sistemik termasuk stress oksidatif sistemik, aktivasi sel-sel inflamasi di sirkulasi sistemik dan peningkatan sitokin proinflamasi

Inflamasi kronik yang disebut-sebut pada PPOK memegang peranan pada pathogenesis Ca. paru. Inflamasi yang terjadi pada PPOK menyebabkan terjadinya cedera pada epitel jalur pernapasan yang berulang dan pergantian sel yang tinggi, serta perkembangbiakan DNA-errors yang terjadi pada penambahan efek karsinogenik dari asap rokok.

Gb.3. hubungan antara PPOK, kanker paru, dan rokokTerjadinya kanker paru didasari dari tampilnya gen supresor tumor dalam genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara menghilangkan (delesi) atau penyisipan (insersi) sebagian susunan pasangan basanya, tampilnya gen erbB1 dan atau erbB2 berperan dalam anti apoptosis (mekanisme sel untuk mati secara alamiah,programmed cell death). Perubahan tampilan gen ini menyebabkan sel sasaran, yaitu sel paru berubah menjadi sel kanker dengan sifat pertumbuhan otonom (Amin, 2006).

Rokok selain sebagai inisiator, juga merupakan promoter dan progresor, dan rokok diketahui sangat berkaitan dengan terjadinya kanker paru. 7. Patogenesis Kanker Paru-Paru

Patogenesis kanker paru yang paling umum adalah disebabkan oleh rokok. Pada perokok, sel epitel bronkus yang awalnya berbentuk squamous akan mengalami metaplasia menjadi bentuk kuboid, lalu terjadi dysplasia, dan berkembang menjadi sel-sel kanker (Carbone, 2005).

Nikotin dari rokok diubah menjadi kotinin oleh enzim sitokrom P-450, sedangkan metabolit metil nitrosamine dari asap rokok yang termasuk karsinogen juga akan diinaktivasi oleh enzim glukoronil transferase. Padahal kedua gen pengkode enzim ini termasuk sering mengalami polimorfisme. Polimorfisme atau SNP (Single Nucleotide Polimorfism) adalah perubahan yang diturunkan dari orangtua. Contoh polimorfisme adalah basa nukleotida yang seharusnya guanine berubah menjadi adenine, yang menyebabkan umur sel memanjang (Diehl, 1997).

Kira-kira ada 81 macam SNP pada 44 kromosom yang sudah diketahui berhubungan dengan kanker paru, seperti contohnya pada region AGPHD1, CHRNA5, CHRNA3, dan CHRNA4 (Sakoda, 2011).

Gen lain yang sering mengalami perubahan adalah gen pengkode reseptor nikotin (nicotinic acetilcholin reseptor), menyebabkan pengikatan dan metabolisme pada nikotin berlebihan, sehingga menimbulkan efek ketagihan rokok yang lebih parah (Dieter, 2010).

Mutasi pada kromosom 17p13.1 yang mengkode p53 adalah yang paling sering terjadi pada kanker. Pada kanker paru, sekitar dua pertiganya mengalami mutasi ini (Carbone, 2005). Saat termutasi, p53 bisa berbah menjadi onkogen dan terakumulasi di sitoplasma, menyebabkan waktu paruh sel memanjang dan penghambatan apoptosis (Stewart, 2001).

Mutasi selanjutnya adalah pada K-Ras, yang sering ditemukan pada tahap awal hyperplasia alveolus, yaitu tahap pra-kanker paru (Carbone, 2005).8. Mekanisme terjadinya metastasisMetastasis dan invasi sel kanker adalah merupakan aspek yang mematikan dari suatu proses keganasan. Metastasis adalah kemampuan sel tumor untuk berpindah ke tempat yang jauh dari tumor primer yang bilamana tiba pada organ lain akan bertumbuh. Oleh sebab itu metastasis menyebabkan peningkatan angka kesakitan dan bahkan kematian. Kejadian tersebut juga merupakan salah satu tanda utama tumor ganas, sebab tumor jinak tidak mengadakan metastasis. Pada umumnya semua tumor ganas dapat metastasis, namun demikian terdapat juga pengecualian yaitu tumor sel-sel glia di otak dan tumor sel basal dikulit yang sangat destruktif secara lokal tetapi jarang sekali metastasis. Disamping itu sebagian besar sel kanker secara cerdik dapat menutupi kemampuan potensi metastasisnya melalui berbagai macam mekanisme.Proses metastasis ini terutama melalui aliran limfe dan pembuluh darah, namun demikian dapat juga melalui rongga dalam tubuh misalnya rongga abdomen dan melalui cairan tubuh misalnya liquor cerebrospinalis.

Kemampuan metastasis ini disebabkan karena kemampuan sel kanker untuk melakukan invasi ke dalam jaringan sekitarnya dan seterusnya ke pembuluh darah atau pembuluh limfe. Proses terjadinya metastasis terutama disebabkan oleh perubahan sifat sel ganas. Sifat sel ganas itu antara lain perubahan biokimia permukaan sel, pertambahan motilitas, kemampuan mengeluarkan zat litik, dapat membentuk pembuluh darah baru (angiogenesis), berkurangnya adhesi sel tumor satu dengan lainnya dan hilangnya daya pertumbuhan bersama antara sesama sel tumor dan sel normal diantaranya. Walaupun suatu tumor ganas yang terdiri dari berjuta-juta sel, ternyata tidak semua sel mempunyai kemampuan untuk bermetastasis.Konsep dasar dari langkah-langkah terjadinya metastasis yang dianut sekarang ini, pertama adalah proses terlepasnya sel-sel tumor dari kelompoknya (detachment) dan kemudian sel-sel ini akan melengket pada membrana basalis pembuluh darah, kemudian sel ini akan mengeluarkan enzim yang menyebabkan lisisnya membrana basalis pembuluh darah. Sel kanker tersebut kemudian masuk ke dalam pembuluh darah melalui defek yang terjadi tadi. Walaupun sel tersebut telah masuk pembuluh darah, dan beredar dalam aliran darah, hal ini belum menjamin terjadinya metastasis yang berhasil, karena tidak jarang banyak sel kanker dalam sirkulasi, namun tidak terjadi metastasis. Selain itu, tampaknya ada ada kanker tertentu yang lebih cenderung (preference site) ke organ tertentu untuk metastasis, misalnya Carcinoma Thyroidea Follikulare senang metastasis ke tulang.Meskipun route metastasis telah diketahui, tetapi proses yang terjadi dalam route itu masih banyak yang belum dipahami. Sel normal melekatkan diri dengan sel lainnya melalui suatu molekul, yaitu cadherin yang merupakan glicoprotein. Dengan adanya epithelial cadherin (E-cadherin) maka sel epithel menjadi satu jaringan. Pada adenokarsionoma kolon dan kanker payudara terjadi penurunan expressi epithelial cadherin. Diduga dengan menurunnya epithelial cadherin, maka terjadi peregangan antar sel tumor primer, yang pada gilirannya dapat melepaskan diri dan menyebar ke jaringan sekitarnya.

Agar sel tumor dapat menembus extra cellular matrix (ECM) yang berada di sekitar sel tumor, maka sel tumor harus melekat pada ECM. Hal ini dimungkinkan karena sel tumor mempunyai reseptor terhadap laminin dan fibronektin yang merupakan komponen dari ECM. Sel epithel normal mengexpresikan reseptor dengan affinitas tinggi terhadap laminin pada membrana basalis, akan tetapi sel kanker mempunyai reseptor yang lebih banyak lagi yang terdistribusi pada membran sel. Karena itu nampaknya derajat invasi tumor berkorelasi dengan jumlah reseptor laminin pada membran sel. Reseptor terhadap komponen ECM banyak ditemukan pada karsinoma kolon dan payudara yang memang sering metastasis.

Selain reseptor laminin sel tumor juga mengexpresikan integrin yang berfungsi sebagai reseptor untuk komponen lain pada ECM yaitu fibronektin, kollagen dan vitronektin. Sebagaimana halnya dengan reseptor laminin, tampak terdapat juga korelasi antara expressi integrin alpha4beta1 (VLA-4) dengan kemampuan metastasis sel melanoma, namun demikian nampaknya hal ini tidak bersifat umum, karena ada juga melanoma yang kurang mengandung melanin tetapi mampu mengadakan metastasis, sehingga diduga mungkin terdapat jalur lain sel tumor untuk melekatkan diri dengan ECM.

Setelah sel tumor melekat pada ECM, maka sel tumor harus menciptakan jalan untuk migrasi. Sel-sel tumor harus menghancurkan ECM dengan mengeluarkan enzym proteolitik dan merangsang sel fibroblast dan sel-sel makrophage untuk memproduksi enzym protease, yang sampai saat ini dikenal tiga enzym protease yaitu serine, cysteine dan metalloprotease. Salah satu metalloprotease adalah kollagenase tipe IV yang mampu memotong kollagen tipe IV pada membran basalis pembuluh darah dan sel epithelial.Enzim dalam serum misalnya Cathepsin-D dan plasminogen aktivator tipe urokinase juga berperan penting dalam degradasi ECM, sehingga penderita dengan kadar tersebut yang tinggi dapat memberi probabilitas kejadian metastasis yang lebih tinggi dari pada penderita dengan kadar rendah. Setelah sel tumor menghancurkan ECM dan membran basal pembuluh darah, maka tahap selanjutnya adalah bagaimana sel tumor masuk kedalam pembuluh darah, untuk maksud ini diperlukan adanya proses gerakan (motilitas). Tampaknya sel tumor ini mengeluarkan suatu zat yang disebut autocrine motility factor oleh karena memberi dampak balik pada sel yang mengeluarkannya untuk mengadakan pergerakan. Setelah sel kanker memasuki aliran darah, maka tidak serta merta sel-sel tersebut dapat mengadakan metastasis, oleh karena begitu masuk aliran darah akan dihadapi sel-sel pembunuh ( Natural Killer Cell ) dan sistem kekebalan humoral dan selluler yang akan berusaha menghancurkan sel tersebut.

Untuk menghadapi serangan tersebut dalam sirkulasi, maka sel kanker berusaha untuk saling berikatan, dengan mengadakan adhesi antara sesama sel kanker atau dengan platet. Agregasi akan meningkatkan kemampuan hidup sel kanker, hal ini bisa dipahami karena sel kanker berada di bagian sentral akan sulit dijangkau oleh sel immunokompetent. Platelet yang melekat pada sel-sel kanker akan berfungsi sebagai pelindung dari serangan immunokomptent sel. Di samping menghadapi serangan sel-sel immunokompetent, sel kanker juga bisa juga hancur karena tekanan mekanik dari sel sel darah merah yang mengalir dalam sirkulasi.

Sel kanker yang masih dapat bertahan hidup dalam sirkulasi akhirnya akan memilih suatu tempat untuk pertumbuhannya. Hal ini dimungkinkan karena adanya interaksi antara molekul endothel pembuluh darah dari jaringan yang akan merupakan tempat metastasis. Sel kanker akan mengeluarkan molekul adhesi, yang mempunyai reseptor pada endothel pembuluh darah. Salah satu molekul adhesi yang banyak dikenal adalah molekul CD44. Dalam keadaan normal molekul ini diekspresikan sel limfosit T yang berguna untuk menghancurkan enzim tersebut. Berbagai penelitian juga mengindikasikan bahwa sel kanker berusaha juga untuk menghambat dampak dari anti protease yang dihasilkan sel stroma.Secara logika lokasi tempat metastasis, akan sesuai dengan topografi anatomi tumor primer, misalnya kanker payudara tentu lokasi metastasisnya adalah kelenjar limfe axiller, karena sel kanker akan melalui saluran aferen akan sampai disinus-sinus kelenjar axiller dan akhirnya bertumbuh disana membentuk tumor metastatik. Tumor-tumor lambung, pancreas dan kolon karena pengangkutan sel-selnya melalui vena porta, maka stasiun pertamanya adalah hepar, sedangkan yang diseminasi haematogenya melalui vena cava, misalnya tumor testis dan tulang maka stasiun pertamanya adalah paru-paru. Namun demikian tidak semuanya terjadi sesuai tofografi anatomi tumor primer, misalnya karsinoma prostat metastasisnya dalam tulang vertebrae, seharusnya kalau sesuai topografie antomi, maka metastasis lebih banyak di paru-paru.Karena itu selain topografie anatomik, mesti ada faktor faktor lain yang berperan, misalnya lingkungan yang menerima metastasis tersebut.Kadang-kadang terjadi tumor primer sangat kecil atau mengalami regresi, tetapi tumor metastasisnya sangat besar, sehingga keluhan utamanya muncul dari metastasisnya dan sebaliknya bisa terjadi tumor primer sangat besar tetapi tidak ada metastasis. Jantung dan otot skelet sangat jarang merupakan tempat metastasis, mungkin disebabkan karena cara vaskularisasinya yang berbeda dengan organ lain , atau karena kedua organ tersebut senantiasa bergerak.

Sekarang ini pengobatan kanker selain pembedahan, untuk membunuh sel yang telah invasi ke jaringan sekitarnya dan yang metastasis jauh dilakukan radiasi dan kemotherapie. Hal ini merupakan cara yang sangat berisiko, karena selain sel kanker yang rusak atau mati juga merusak sel-sel malahan mematikan sel-sel yang normal yang ada dalam tubuh, sehingga keadaan ini seperti membunuh suatu tikus dengan bom peledak C-4. Banyak yang dirusak, sehingga pengobatan ideal adalah membunuh sel-sel tumor itu tanpa atau seminimal mungkin merusak sel/jaringan lainnya. Hal ini bisa dilakukan dengan menghambat proses pembentukan pembuluh (angiogenesis) yang akan memberi suplai makanan bagi tumor yang sekaligus menjadi tempat metastasisnya.

Kinase yang berada pada persimpangan jalur signaling yang mengatur invasi dan angiogenesis telah dilaporkan merupakan sasaran terapi. Salah satu substansi yang merupakan target biokimia molekuler adalah keluarga dari Receptor Tyrosine Kinase (RTK). Pendekatan farmakologis yang sering digunakan untuk maksud tersebut adalah dengan merancang molekul yang memiliki kemiripan dengan adenosine triphosphate (ATP) yang secara kompetitif menghambat tempat pengikatan ATP, sehingga terjadi penghambatan aktifitas fungsi kinase. Kini yang merupakan target molekul reseptor tirosine kinase yang paling sering dihambat adalah Epidermal Growth Factor (EGF) dan Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF).Jika suatu saat kita bisa menghambat proses angiogenesis, menghambat enzim protease yang dikeluarkan sel tumor maka proses metastasis dapat dihambat dan dengan demikian angka kesakitan dan kematian karena tumor ganas dapat diturunkan. Seperti disebutkan adanya enzim yang tinggi, atau zat tertentu produk suatu sel kanker dapat meramalkan adanya metastasis, maka ramalan prognosis suatu tumor dapat diprediksi melalui pemeriksaan marker/ petanda yang dihasilkan atau yang merupakan respons adanya metastasis tumor. Pendekatan demikian sangat berguna bagi kelangsungan hidup penderita.

Dapat dibayangkan bahwa metastasis tidak berlangsung dengan mudah, tetapi merupakan resultant dari perang yang dahsyat antara antara sel kanker dan jaringan pertahanan tubuh, masing-masing mengeluarkan senjata pamungkasnya, dan perangkat persentaan tersebut mengalami "evolusi" juga artinya masing-masing pihak berusaha mempertahankan eksistensinya sehingga selalu saja terjadi modifikasi dari pihak sel kanker, demikian pula halnya dengan pertahanan tubuh yang senantiasanya memperbaiki sistem pertahanan tubuh untuk mengimbangi kecanggihan sel kanker.

Gb.4. Skema metastasisBAB III

KESIMPULAN

Dari hasil diskusi skenario diatas, dapat disimpulkan bahwa kemungkinan besar pasien dapat mengidap kanker paru. Hal tersebut diperkuat, yakni dengan adanya faktor genetik, dimana ayah dari pasien tersebut meninggal dengan riwayat kanker paru. Dari hasil penelitian, diperoleh hasil bahwa faktor genetik ikut berperan dalam proses terjadinya kanker, salah satunya kanker paru. Namun, selain faktor genetik, terdapat faktor-faktor lain yang memicu timbulnya kanker, yakni inisator dan promoter kanker. Inisiator kanker adalah semua hal yang bias menimbulkan perubahan pada DNA secara irreversible, yang kemudian dapat memicu kanker. Sedangkan promoter adalah yang berperan membantu inisiator untuk mewujudkan kanker.Contohnya obat-obatan, fenol, dan hormon. Inisiator dapat berupa bahan kimia sintesis, radiasi, dan virus.

Dalam skenario disebutkan bahwa pasien bekerja sebagai penata rontgen di RS, sedangkan ayah pasien adalah pekerja pabrik asbes. Rontgen merupakan salah satu jenis inisiator radiasi, dan asbes merupakan jenis inisiator kimia sintesis. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan inisiator kanker pada ayah dan pasien, yang mana keduanya dapat memicu timbulnya kanker paru. Selain itu, faktor habit dari pasien yang merupakan perokok berat juga menambah prevelensi timbulnya kanker paru. Seperti yang kita ketahui, bahwa dalam rokok mengandung berbagai macam zat berbahaya, satu diantarannya adalah TAR, yang merupakan zat karsinogenik pemicu kanker.

BAB IV

SARAN

Seseorang yang memiliki faktor genetik kanker dalam tubuhnya, memiliki resiko lebih besar terjangkit kanker, dibandingkan dengan individu yang tidak memiliki genetik kanker. Oleh sebab itu, mulailah sejak dini hindari hal-hal yang dapat meningkatkan resiko kanker tersebut, salah satunya dengan tidak merokok. Selain itu, bagi individu, terutama yang memiliki pekerjaan dengan resiko tinggi, baik itu kontak dengan bahan-bahan kimia ataupun radiasi, harap sangat memperhatikan keselamatan diri, karena mencegah selalu lebih baik daripada mengobatiDAFTAR PUSTAKA

Bandaso, R. 2006 .ASPEK BIOLOGI MOLEKULER METASTASIS. http://med.unhas.ac.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=153. Diakses pada tanggal 8 September 2013Dahesia M. Pathogenesis of COPD. Clin Applied Immunol Rev 2005;5:339-51.

Diehl JA, Zindy F, Sherr CJ. 1997. Inhibition of cyclin D1 phosphorylation on threonine-286 prevents its rapid degradation via the ubiquitin-proteasome pathway. Genes Dev;11:957972.Lambrechts, Diether. 2010. The 15q24/25 Susceptibility Variant for Lung Cancerand Chronic Obstructive Pulmonary Disease Is Associated with Emphysema. Am J RespirCrit Care Med Vol 181. pp 486493. Lori C. Sakoda. 2011. Chromosome 15q24-25.1 variants, diet, and lung cancersusceptibility in cigarette smokers. Cancer Causes Control 22:449461.Pass, Harvey I. Carbone, David P. Johnson, David H. Minna, John D.Turrisi, Andrew T. 2005. Lung Cancer: Principles & Practice, 3rd Edition. USA: Lippincott Williams & WilkinsPerhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf diakses pada tanggal 9 September 2013.

Price, Sylvia A dan Wilson, Lorraine M. 2006.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Jakarta : EGCRobbins, Stanley L, Ramzi S. Cotran, Vinay Kumar. 2003. Robbins Basic Pathology, Ed.7, Vol. 1. New York: WB Saunders Company (dialihbahasakanolehPrasetyo, Awal, Brahm U. Pendit, Toni Priliono. 2004. BukuAjarPatologi Robbins Ed.7, Vol. 1. Jakarta: EGC)

Stewart ZA, Pietenpol JA. 2001. p53 Signaling and cell cycle checkpoints. Chem Res Toxicol;14:243263.Tuder, Rubin M dan Irina Petrache. 2012. Pathogenesis of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. http://www.jci.org/articles/view/60324 diakses pada tanggal 5 September 2013.Zhang X, Shan P, Jiang G, Cohn L, Lee PJ. 2006 Toll-like receptor 4 deficiency causes pulmonary emphysema. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17053835 diakses pada tanggal 5 September 2013.