bab 2 skripsi

Download Bab 2 skripsi

If you can't read please download the document

Upload: silfia-maria

Post on 30-Jun-2015

359 views

Category:

Education


10 download

DESCRIPTION

bab 2 skripsi

TRANSCRIPT

1. 1 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1; Pembelajaran Fisika Belajar adalah proses bagi peserta didik dalam membangun gagasan atau pemahaman sendiri, maka kegiatan pembelajaran hendaknya memberikan kesempatan bagi peserta didik melakukan hal secara lancar dan termotivasi (Mulyono, 2011:39). Menurut Dimyati dkk (2009:157) pembelajaran merupakan proses yang diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan siswa dalam belajar bagaimana belajar memperoleh dan memproses pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik, dimana antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah yang menuju pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya (Trianto, 2009:17). Jadi pembelajaran adalah proses belajar mengajar yang dilakukan secara 2 arah yaitu oleh guru dan siswa dalam memperoleh dan memproses pengetahuan, keterampilan, serta sikap untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, guru harus bisa mengatur dan mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga dapat mendorong dan menumbuhkan motivasi belajar siswa yang menghasilkan perubahan pada dirinya. 6 Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang mempelajari gejala-gejala dan kejadian alam melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiyah yang dibangun atas dasar sikap ilmiyah dan hasilnya berwujud produk ilmiyah berupa konsep, hukum, dan teori yang berlaku secara universal (Trianto, 2011:137). Menurut Bektiarso (2000:12), fisika merupakan disiplin ilmu yang mempelajari tentang gejala alam dan menerangkan bagaimana gejala tersebut terjadi. Fisika merupakan mata pelajaran yang tidak hanya sekedar hafalan, tetapi memerlukan pengertian dan pemahaman konsep 2. 2 yang dititik beratkan pada proses terbentuknya pengetahuan melalui suatu penemuan, penyajian data secara matematis, dan berdasarkan aturan-aturan tertentu. Berdasarkan uraian di atas, maka pembelajaran fisika dapat diartikan sebagai proses belajar mengajar yang mempelajari peristiwa-peristiwa atau gejala alam yang direncanakan secara sistematis dan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kognitif, psikomotorik, dan afektif yang dikembangkan melalui pengalaman belajar. Dengan demikian dalam pembelajaran fisika dibutuhkan pengalaman secara langsung agar memudahkan siswa untuk memahami kejadian- kejadian yang sebenarnya. 2.2; Model Pembelajaran Joyce (dalam Trianto, 2011:52) model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang dapat kita gunakan untuk mendesain pola-pola mengajar secara tatap mukadi dalam kelas atau mengatur tutorial. Joyce dan Weil (dalam Trianto, 2011:53) mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang dipergunakan dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pemebelajaran tutorial untuk menentukan perangkat pembelajaran. 2.2.1 Ciri – ciri Model Pembelajaran Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode atau prosedur. Model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode atau prosedur. Ciri- ciri tersebut ialah: a4 Rasional teoritis logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya; b4 Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai; c4 Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil; d4 Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai (Kardi dan Nur dalam Trianto 2010:23). Menurut Bruce Joyce (dalam Winataputra, 1997:83), enam karakteristik model pembelajaran yaitu: 3. 3 a4 Sintakmatik, yaitu tahap tahap kegiatan dalam model tersebut. b4 Sistem sosial, yaitu situasi atau suasana dan norma yang berlaku dalam model tersebut. c4 Prisip reaksi yaitu pola kegiatan yang menggambarkan bagaimana seharusnya guru melihat dan memperlakukan para pelajar, termasuk bagaimana seharusnya para pengajar memberikan respon pada mereka. d4 Sistem pendukung, yaitu segala sarana, bahan dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan model tersebut. e4 Dampak instruksional, yaitu hasil belajar yang dicapai langsung dengan cara mengarahkan para pelajar pada tujuan yang diharapkan. f4 Dampak pengiring, hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu proses belajar mengajar, sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang dialami langsung oleh para pelajar tanpa pengarahan langsung dari pengajar. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu rangkaian kosep yang sistematis, sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. 2.3; Model Problem Based Learning (PBL) Model Problem Based Learning (PBL), merupakan model yang sangat efektif untuk mengajarkan proses-proses berfikir tingkat tinggi, membantu siswa memproses informasi yang telah dimilikinya, dan membantu siswa memproses informasi yang telah dimilikinya, dan membantu siswa membangun sendiri pengetahuannya tentang dunia sosial dan fisik sekelilingnya (Munasir, 2010: 3-4). PBL ini dikembangkan berdasarkan teori psikologi kognitif modern yang menyatakan bahwa belajar adalah proses dalam mana pembelajaran secara aktif (Yasa, 2007:626). Problem Based Learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan masalah melalui tahap- tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah (Kamdi, 2007: 77). Dari beberapa pengertian di atas, dapat kita simpulkan bahwa Problem Based Learning (PBL) adalah pembelajaran yang menghadapkan siswa pada masalah dunia nyata untuk memahami konsep fisika bukan sekedar menghapal konsep. Pembelajaran berbasis masalah tidak dirancang untuk membantu guru 4. 4 memberikan informasi sebanyak banyaknya kepada siswa. Dalam hal ini guru berperan sebagai penyaji masalah, penanya, pemberi fasilitas pendidikan dan dialog. Pembelajaran Berbasis Masalah atau Problem Based Learning (PBL) memiliki karakteristik atau ciri ciri yang membedakannya dengan model pengajaran yang lainnya. Ciri ciri atau karakteristik dari pengajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut (Arends dalam Trianto, 2009:93-94): 14 Mengajukan pertanyaan atau masalah Bukannya mengorganisasikan disekitar prinsip-prisip atau keterampilan akademik tertentu, pembelajaran berbasis masalah mengorganisasikan pengajaran disekitar pertanyaan atau masalah yang dua duanya secara sosial penting dan secara situasi kehidupan nyata autentik, menghindari jawaban sederhana dan meningkatkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu. 24 Penyelidikan autentik Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, dan membuat ramalan, mengumpul dan menganalisa informasi melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi dan merumuskan kesimpulan. Sudah tentu metode yang digunakan bergantung pada masalah yang sedang dipelajari. 34 Menghasilkan produk dan memamerkannya Pembelajaran berdasarkan masalah menunut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata dan peragaaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk itu dapat berupa laporan, model fisik, video maupun progra komputer. Karya nyata dan peragaan seperti yang akan dijelaskan kemudian, direncanakan oleh siswa untuk mendemonstrasikan kepada teman-temannya yang lain tentang apa yang mereka pelajari dan menyediakan suatu alternatif segar terhadap laporan tradisional atau makalah. 44 Kolaborasi PBL dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu sam lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalm kelompok kecil. Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog utnk mengembangkan ketrampilan sosial dan ketrampilan berfikir. Pengajaran berbasis masalah membantu siswa untuk berfikir kreatif dan kritis dalam pemecahan masalah dan mengembangkan kemampuan intelektual. 5. 5 Setiap model pembelajaran memiliki tujuan yang akan dicapai, secara terperinci tujuan model PBL adalah sebagai berikut (Ibrahim, 2005:14-15): 14 Mengembangkan Keterampilan Berfikir dan Keterampilan Memecahkan Masalah Siswa dihadapkan pada masalah yang harus dipecahkan, siswa dapat bekerja sama dengan temannya untuk bertukar pengalaman dan ilmu sehingga terjadi dialog dan interaksi yang berkaitan dengan masalah tersebut untuk menemukan pemecahan masahnya, hal ini akan meningkatkan ketrampilan sosial dan ketrampilan berfikir sekaligus diharapkan meningkatkan siswa dalam memecahkan masalah semakin berkembang. 24 Mengajarkan Otonom dan Mandiri Pengajaran berbsis masalah membentuk siswa untuk menjadi pembelajar mandiri. Ciri siswa yang menjadi pembelajar mandiri adalah, (a) mampu secara cermat mendiagnosis suatu pembelajaran tertentu yang sedang dihadapinya, (b) mampu memilih strategi belajar tertentu untuk menyelesaikan masalah belajarnya, (c) memonitor keefektifan strategi tersebut, maksudnya jika strategi pembelajaran yang diterapkan selama ini kurang optimal maka dia akan mengganti strategi yang lebih bagus dari yang sebelumnya, (d) cukup termotivasi untuk terlibatdalam situasi belajar tersebut sampai masalahnya terselesaikan. Joice dan Weill (2011:104-117) mengemukakan bahwa setiap model pembelajaran berbasis masalah memiliki unsur-unsur sebagai berikut: 14 Sintakmatik model PBL (Problem Based Learnng) Tabel 2.1 Langkah-langkah model pembelajaran Problem Based Learnng (PBL) Tahapan Aktivitas guru Aktivitas siswa Fase 1 Orientasi siswa kepada masalah Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih. Memperhatikan guru dengan seksama, merumuskan masalah, menyiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan, dan menentukan aktivitas PBL Fase 2 Mengorganisasikan siswa untuk belajar Guru membantu siswa untuk mendifinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. Berkumpul dalam kelompok yang telah ditentukan, mendefinisikan, (menyebutkan) dan mengorganisasikan (merencanakan) tugas tugas belajar yang berhubungan 6. 6 dengan masalah tersebut. Fase 3 Membimbing penyelidikan individual dan kelompok Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. Merumuskan hipotesis, melakukan eksperimen, mengumpulkan data, diskusi kelompok, melakukan penyelidikan, melakukan analisis data, memecahkan masalah dan membuat kesimpulan. Fase 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Guru membantu siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka berbagi tugas dengan temannya Menyusun laporan (hasil karya), menyiapkan penyajian hasil karya, membagi tugas dengan anggota kelompokna, membuat kesimpulan dan menyajikan hasil karya Fase 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi dan evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses proses yang mereka gunakan. Merefleksi dan mengevaluasi penyelidikan laporan. (sumber: pengembangan sintak Ibrahim & Nur dalam Trianto , 2010:98) 2. Sistem Sosial Problem Based Learning (PBL) membutuhkan kondisi yang nyaman, dimana terjadi interaksi secara langsung antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa. Sistem sosial yang diharapkan dalam pembelajaran ini adalah pembentukan kelompok kecil dengan kondisi siswa yang heterogen dan demokratis, siswa diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapatnya dalam diskusi. 3. Prisnsip reaksi Prinsip – prinsip reaksi yang harus dikembangkan adalah: peranan guru sebagai fasilitator dan negosiator. Peran-peran tersebut dapat ditampilkan secara lisan selama proses pendefinisian dan pengklarifikasian masalah. 4. Sistem pendukung Sarana pendukung yang diperlukan untuk melaksanakan model ini adalah media pembelajaran misalnya seperti buku pelajaran fisika, alat eksperimen, dan lembar kerja siswa. 7. 7 5. Dampak isntruksional Dampak instruksional dari pelaksanaan model Problem Based Learning (PBL) dengan metode eksperimen berupa peningkatan hasil belajar siswa. 6. Dampak pengiring Dampak pengiring dari pelaksanaan model Problem Based Learning (PBL) dengan metode eksperimen adalah sebagai berikut: a. Meningkatkan kerja sama antar siswa dengan membantu teman dalam kelompok untuk memahami dan menyelesaikan permasalahan yang diberikan. b. Siswa berani mengungkapkan pendapat di depan umum. Siswa belajar menerima kelebihan dan kekurangan temannya serta dapat menerima pendapat orang lain. Sebagai suatu model pembelajaran, maka model pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa kelebihan (Sanjaya, 2009 :220) diantaranya a. Merupakan tehnik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran. b. Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa. c. Meningkatakan aktivitas pembelajaran siswa. d. Membantu siswa bagaimana mentransfer penegetahuan untuk memahami masalah dunia nyata. e. Mengembangkan minat siswa untuk terus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal berakhir. f. Mengembangakan siswa untuk berfikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru. g. Memberikan kesempatan mereka untuk mempraktekkan ke dalam dunia nyata. Selain mempunyai kelebihan tentu saja model pembelajaran ini mempunyai kelemahan (Sanjaya, 2009:221), diantaranya: a. Manakala siswa yang tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba. b. Keberhasilan model pembelajaran melalui PBL membutuhkan cukup waktu untuk persiapan. c. Untuk sebagian siswa beranggapan bahwa tanpa pemahaman mengenai materi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah mengapa mereka harus berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka akan belajar apa yang mereka ingin pelajari. 8. 8 Untuk mengatasi kekurangan model Problem Based Learning (PBL) maka perlu dilakukan persiapan sebaik baiknya, diantaranya adalah persiapan materi, persiapan kelompok, persiapan mesia pembelajaran (alat–alat praktikum) yang sebelumnya telah diberitahukan dulu pada siswa pada pertemuan sebelumnya. 2.4; Model Learning Cycle 5 E Learning cycle dalam bahasa Indonesia disebut sebagai siklus belajar. Model Pembelajaran learning cycle merupakan salah satu model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme. Learning cycle merupakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Model pembelajaran learning cycle merupakan model pembelajaran yang terdiri dari fase fase atau tahap tahap kegiatan yang diorganisasi sedeikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi–kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif (Fajaroh dan Dasna , 2007:96). Model pembelajaran learning cycle pertama kali dikembangkan oleh Science Curiculum Improvement Study (SCIS) pada awal tahun 1960-an dengan menggunakan 3 fase yaitu fase Exploration, fase Invention, dan fase Discovery (Bybee et. al, 2006:3). Istilah – istilah tersebut lebih lanjut dimodifikasi menjadi fase eksplorasi (exploration), pengenalan konsep (term introduction), dan konsep aplikasi ( concept aplication). Pada ketiga fase siklus tersebut mengalami pengembangan. Tiga tersebut saat ini dikembangkan menjadi lima tahap. Lorsbach (dalam Wena, 2011:171-173) mengatakan bahwa tahapan tersebut adalah (a) pembangkitan minat (engagement), (b) eksplorasi (exploration), (c) penjelasan (explanation), (d) elaborasi (elaboration), dan (e) evaluasi (evaluation). 1. Pembangangkitan Minat Tahap pembangkitan minat merupakan tahap awal dari siklus belajar. Pada tahap ini, guru berusaha membangkitkan dan mengembangkan minat dan keingintahuan (curiosity) siswa tentang topik yang akan diajarkan. Hal ini dilakukan deangan cara mengajukan pertanyaan tentang proses faktual dalam kehidupan sehari-hari (yang berhubungan dengan topik bahasan. Dengan demikian, siswa akan memberikan respon/jawaban, kemudian jawaban siswa 9. 9 tersebut dapat dijadikan pijakan oleh guru untuk mengetahui pengetahuan awal siswa tentang pokok bahasan. Kemudian guru perlu melakukan identifikasi ada/tidaknya kesalahan konsep pada siswa. Dalam hal ini guru harus membangun keterkaitan anatara pengalaman keseharian siswa dengan topik pembelajaran yang akan dibahas. 2. Eksplorasi (Exploration) Pada tahp eksplorasi dibentuk kelompok-kelompok kecil antara 2-4 siswa, kemudian diberi kesempatan untuk bekerja sama dalam kelompok kecil tanpa pembelajaran langsung dari guru. Dalam kelompok ini siswa didorong untuk menguji hipotesis baru, mencoba alternatif pemecahannya dengan teman sekelompok, melakukan dan mencatat pengamatan serta ide-ide atau pendapat yang berkembang dalam diskusi. Pada tahap ini guru berperan sebagai fasilitator dan motivator. 3. Penjelasan Fase ini mupakan fase ketiga dari 5E. Pada tahap ini guru dituntut mendorong siswa untuk menjelaskan konsep-kosep yang telah diperoleh dengan pemikiran sendiri. Guru meminta bukti dan klarifikasi dari penjelasan siswa dan mengarahkan pada kegiatan diskusi, guru memberi definisi dan penjelasan tentang konsep yang dibahas dengan penjelasan siswa 4. Elaborasi Pada fase elaborasi siswa menerapkan konsep dan keterampilan yang telah dipelajari dalam situasi baru atau konteks berbeda. Hal ini bertujuan agar siswa dapat belajar secara bermakna karena telah menerapkan atau mengaplikasikan konsep yang baru dipelajarinya dalam situasi baru. Jika fase ini dapat dirancang dengan baik oleh guru, maka motivasi belajar siswa akan meningkat. Meningkatnya motivasi belajar tentu dapat mendorong peningkatan hasil belajar. 5. Evaluasi Pada fase ini, guru akan mengamati pengetahuan atau pemahaman siswa dalam menerapkan konsep baru. Siswa dapat melakukan evaluasi diri dengan mengajukan pertanyaan terbuka dan mencari jawaban yang menggunakan observasi, bukti dan penjelasan yang diperoleh dari sebelumnya. 10. 10 Kelima tahapan tersebut dapat digambarkan dalam siklus seperti di bawah ini. Gambar 2.1 lima tahapan Learning Cycle 5E Model learning cycle 5E meiliki unsur-unsur sebagai berikut: a. Sintakmatik Tabel 2.2 langkah-langkah model pemebelajaran learning cycle 5E Tahapan kegiatan guru kegiatan siswa Engage a. Membangkitkan minat dan menciptakan keingintahuan (curiosity). b. Mengajukan pertanyaan tentang proses faktual dalam kehidupan sehari hari. c. Mengkaitkan topik yang dibahas dengan pengalaman siswa. Mendorong siswa untuk mengingat pengalaman sehari- harinya dan menunjukkan keterkaitannya dengan topik pembelajaran yang sedang dibahas. a. Mengembangkan minat/rasa ingin tahu terhadap topik bahasan. b. Memberikan respon terhadap pertanyaan. c. Berusaha mengingat pengalaman sehari-hari dan menghubungkan dengan topik pembelajaran yang akan dibahas. Explore a. Membentuk kelompok, memberi kesempatan untuk bekerja sama dalam kelompok kecil secara mandiri. b. Guru berperan sebagai fasilitator. c. Mendorong siswa untuk a. Membentuk kelompok dan berusaha bekerja dalam kelompok b. Membuat prediksi baru c. Mencoba alternatif pemecahan dengan teman 11. 11 menjelaskan konsep dengan kalimat mereka sendiri. d Meminta bukti dan klarifikasi penjelasan siswa, mendengar secara kritis penjelasan antar siswa. e Memberi definisi dan penjelasan dengan memakai penjelasan siswa terdahulu sebagai dasar diskusi, sekelompok, mencatat pengamatan, serta mengembangkan ide baru. d Menunjukkan bukti dan memberi klarifikasi terhadap ide-ide baru. e Mencermati dan berusaha memahami penjelasan guru Explain a Mendorong siswa untuk menjelaskan konsep dan definisi dengan bahasanya sendiri. b Meminta alasan/bukti- bukti dan penjelasan siswa c Mendengar secara kritis penjelsan antar siswa atau guru. d Memandu diskusi a Mencoba memberi penjelasan terhadap konsep yang ditemukan b Menggunakan hasil pengamatan dan catatan dalam memberi penjelasan. c Melakukan pembuktian terhadap konsep yang diajukan. d Mendisikusikan Tahapan kegiatan guru kegiatan siswa Elaborasi a Mengingatkan siswa pada penjelasan alternatif dan mempertimbangkan data/bukti saat mereka mengeksplorasi situasi baru. b Mendorong dan memfasilitasi siswa mengaplikasi konsep keterampilan dala setting yang baru. a Menerapkan konsep dan keterampilan dalam situasi abru dan menggunakan label dan definisi formal. b Bertanya, mengusulkan pemecahan, membuat keputusan, melakukan percobaan, dan pengamatan. Evaluasi a Mengamati pengetahuan atau pemahaman siswa dalam hal penerapan konsep baru. b Mendorong siswa melakukan evaluasi diri. c Mendorong siswa memahami kekurangan/kelebihannya dalam kegiatan pembelajaran. a Mengevaluasi belajarnya sendiri dengan mengajukan pertanyaan terbuka dan mencari jawaban yang menggunakan observasi, bukti, dan penjelasan yang diperoleh sebelumnya. b Mengambil kesimpulan lanjut atas situasi belajar yang dilakukannya. c Melihat dan menganalisis kekukrangan kelebihannya dalam kegiatan pembelajaran. 12. 12 (sumber : Wena, 2011:173-175) b Sistem sosial Sistem sosial yang berlaku dalam model ini bersifat demokratis. Siswa diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapatnya dalam diskusi. Selain itu juga dituntut untuk salinh bekerjasama dengan teman dalam menyelesaikan permasalahan yang ada pada tahap exploration dan menyampaikan hasilnya pada tahap explanation . Siswa juga dituntut untuk mendiskusikan konsep pada situasi baru dalam kelompok pada tahap elaborate. c Prinsip reaksi Guru berperan sebagai fasilitator, pembimbing eksperimen dan pemberi kritik terhadap kinerja siswa. Guru berupaya menciptakan kegiatan yang dapat meningkatkan motivasi siswa untuk belajar secara aktif dan guru berupaya menciptakan kegiatan pembelajaran yang menuntut terjadi interaksi antara siswa dengan siswa yang lain maupun antar siswa dengan guru. d Sistem pendukung Sarana pendukung yang diperlukan untuk melaksanakan model ini adalah buku paket FISIKA serta referensi lain yang mendukung siswa untuk mengaitkan informasi dalam Lembar Kerja Siswa (LKS) dengan konsep fisika, serta alat dan bahan percobaan. e Dampak instruksional Dampak instruksional dari penerapan model pembelajaran ini adalah siswa mampu memahami konsep fisika, kemampuan menerapkan konsep fisika dalam memecahkan masalah, kemampuan merespon dan menilai fenomena fisika yang terjadi, memperhatikan penjelasan guru, melakukan eksperimen, dan kemampuan bersosialisasi. f Dampak pengiring Dampak pengiring dari penerapan model ini adalah sebagai berikut: 1 Siswa berani mengungkapkan ide untuk memecahkan permasalahan kelompok. 13. 13 2 Meningkatkan kerjasama antar siswa dengan membantu teman dalam kelompok untuk memahami materi dan menyelesaikan permasalahan yang diberikan. 3 Siswa memiliki rasa percaya diri dalam berkomunikasi dengan teman. 4 Menumbuhkan interaksi dan sharing yang baik arena siswa belajar menghargai pendapat teman. 5 Meningkatkan keterampilan proses. Menurut Fajaroh dan Dasna (2007: 99-100) kelebihan model Learning Cycle 5E adalah sebagai berikut: a Memperluas wawasan dan meningkatkan kreativitas guru dalam merancang kegiatan pembelajaran. b Meningkatkan motivasi belajar karena siswa dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran. c Membantu mengembangkan sikap ilmiah siswa. d Pembelajaran menjadi lebih bermakna. Adapun kelemahan penerapan model ini adalah sebagai berikut: 1 Efektivitas guru rendah jika guru kurang menguasai materi dan langkah– langkah pembelajaran 2 Menuntut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran 3 Memerlukan pengelolaan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi 4 Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun rencana dan melaksanakan pembelajaran 2.5; Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian sejenis yang berkaitan dengan model pembelajaran problem based learning yang membandingkan hasil belajar dengan model pembelajaran konvensional pernah dilakukan oleh Rianty Chanshera Dewi (2012) mahasiswi pendidikan fisika dengan judul “Model Problem Based Learning (PBL) disertai metode eksperimen dalam pembelajaran fisika di SMP”. Menurut penelitian tersebut dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar fisika siswa menggunakan model pembelajaran Model Problem Based Learning (PBL) disertai metode eksperimen dengan pembelajaran konvensional kelas VII SMP N 1 Grujugan tahun 2011/2012. Setelah dikonsultasikan pada taraf 14. 14 signifikasi 5% hasilnya 0,025 < 0,05. Dengan demikian maka rata-rata hasil belajar kelas eksperimen > hasil belajar kelas kontrol. Penelitian terdahulu juga pernah dilakukan oleh Naily Dinul Qoyyimah (2012) mahasiswa pendidikan fisika, dengan penelitian yang bejudul “Ketrampilan proses sains dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran fisika di SMA melalui penerapan model Learning Cycle 5E”. Menurut penelitian ini Naily menjelaskan bahwa hasil belajar fisika siswa dengan menggunakan model learning cycle 5E lebih meningkat, ditunjukkan dengan p-value 0,002 lebih besar dari α = 0,05 , hal ini disebabkan karena dengan menggunakan model learning cycle 5E, siswa berperan aktif dalam pembelajaran dan mongkontruksi pengetahuan berdasarkan pengalaman, sehingga mereka lebih paham dengan konsep yang telah mereka pelajari. 2.6; Hasil Belajar Siswa Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari segi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari segi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 3-4). Sudjana (2010:22) menyatakan hasil belajar adalah kemampuan kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar ini dibagi menjadi 3 macam, yakni (a) ketrampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian (c) sikap dan cita-cita. Klasifikasihasil belajar dari Benyamin Bloom (dalam Sudjana, 2010:22) secara garis besar dibagi menjadi 3 ranah: 1) ranah kognitif yang berkenaan dengan hasil belajar intelektual, 2) ranah afektif yang berkenaan dengan sikap, dan 3) ranah psikomotor yang berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang dapat diukur dengan suatu nilai yang dilihat dari penguasaan kemampuan pengetahuan yang bersifat kognitif, psikomotorik, dan afektif. Dalam penelitian ini, hasil belajar yang akan dinilai adalah hasil belajar kognitif yang meliputi aspek pengetahuan, pemahaman, 15. 15 penerapan atau aplikasi. Hasil belajar dari penelitian ini diperoleh dari pre test dan post test siswa. 2.7; Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains adalah kemampuan atau kecakapan untuk melaksanakan suatu tindakan dalam belajar sains sehingga mengahasilkan konsep, teori, prinsip, hukum maupaun fakta yang diamati (Widayanto, 2009). Lebih lanjut Dimyati dan Mudjiono (2006:140) menjelaskan fisika dibangun melalui pengembangan keterampilan proses sains misalnya : menyusun hipotesis, melaksanakan eksperimen, mencatat hasil pengamatan, membuat grafik, menganalisis data, menyimpulkan dan mengkomunikasikan. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan keterampilan proses sains adalah cara-cara yang ditempuh orang untuk mendapatkan pengetahuan tentang alam termasuk proses didalamnya berupa melakukan perencanaan, menyusun model, mengambil kesimpulan, dan lain lain. Ada beberapa keterampilan proses yang meliputi 6 keterampilan dasar (basic skills) dan 10 keterampilan terintegrasi (integrated skills). Enam keterampilan dasar yang dimaksud adalah sebagai berikut: a Mengamati (Mengobservasi) Kemampuan mengamati merupakan keterampilan paling dasar dalam proses dan memperoleh pengetahuan serta merupakan hal terpenting untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan proses yang lain. Mengamati merupakan tanggapan kita terhadap berbagai objek dan peristiwa alam dengan mengunakan panca indera. Proses mengamati meliputi: melihat, mendengar, merasa, meraba, membau, mencicipi, mengecap, menyimak, megukur, dan membaca. b Mengklasifikasikan Mengklasifikasikan merupakan keterampilan proses untuk memilah berbagai objek peristiwa berdasarkan sifat-sifat khususnya, sehingga didapatkan golongan/ kelompok sejenis dari objek peristiwa yang dimaksud. c Mengkomunikasikan Mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai menyampaikan dan memperoleh fakta, konsep, dan prisisp ilmu pengetahuan dalam bentuk suara, visual ataupun suara visual. d Mengukur 16. 16 Mengukur dapat diartikan sebagai membandingkan yang diukur dengan satuan ukuran tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Contoh- contoh kegiatan yang menampakkan keterampilan mengukur antara lain: mengukur panjang garis, mengukur berat badan dan kegiatan lain yang sejenis. e Memprediksi Memprediksi dapat diartikan sebagai mengantisipasi atau membuat ramalan tentang segala hal yang akan terjadi pada waktu mendatang, berdasarkan perkiraan pada pola atau kecenderungan tertentu, atau hubungan fakta, konsep, dan prinsip dalam ilmu pengetahuan. f Menyimpulkan Menyimpulkan dapat diartikan sebagai suatu keterampilan untuk memutuskan keadaan suatu objek atau peristiwa berdasarkan fakta, konsep, dan prinsip yang diketahui. (Dimyati dan Mudjiono, 2006:141-145) Keterampilan proses terintegrasi pada hakikatnya merupakan ketermapilan- keterampilan yang diperlukan untuk melakukan penelitian. Sepuluh keterampilan terintegrasi tersebut menurut Dimyati dan Mudjiono (2006, 145-150) diuraikan sebagai berikut. a Mengenali variabel Variabel dapat diartikan sebagai konsep yang mempunyai variasi nilai atau konsep yang akan diberi lebih dari satu nilai (Dimyati dan Mudjiono, 2006:145). Ada dua macam variabel yang perlu dikenalsebelum melakukan penelitian, yakni: variabel termanipulasi (manipulated variable) dan variabel terikat. Variabel termanipulasi atau variabel bebas dapat diartikan sebagai variabel yang sengaja diubah-ubah. Variabel terikat adalah variabel yang diramalkan akan timbul dalam hubungan yang fungsional (dengan atau sebagai pengaruh variabel bebas). b Membuat tabel data Setelah melaksanakan pengumpulan data, seorang penyidik harus mampu membuat tabel data. Keterampilan ini berfungsi untuk menyajikan data yang diperlukan penelitian. c Membuat grafik 17. 17 Keterampilan membuat grafik adalah kemampuan mengolah data untuk disajikan dalam bentuk visualisasi garis atau bidang datar dengan variabel termanipulasi selalu dalam sumbu datar dan variabel hasil selalu ditulis sepanjang sumbu vertikal. d Menggambarkan hubungan antar variabel Ketermapilan menggambarkan hubungan antar variabel dapat diartikan sebagai kemampuan mendeskripsikan hubungan antar variabel termanipulasi dengan variabel hasil atau hubungan antara variabel- variabel yang sama. e Mengumpulkan dan mengolah data Keterampilan mengumpulkan dan mengolah data diperlukan untuk pengukuran dan pengujian hipotesis (Surakhmad dalam Dimyati, 2006:148). Keterampilan mengumpulkan dan mengolah data adalah kemapuan memperoleh informasi atau data dari orang atau sumber informasi lain dengan lisan tertulis, atau pengamatan dan mengkajinya lebih lanjut secara kuantitatif atau kualitatif sebagai dasar pengujian hipotesis atau penyimpulan f Menganalisis penelitian Keterampilan menganalisis penelitian merupakan kemampuan menelaah laporan penelitian orang lain untuk meningkatkan pengenalan terhadap unsur-unsur penelitian. g Menyusun hipotesis Keterampilan menyusun hipotesis dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menyatakan ‘dugaan yang dianggap benar” mengenai adanya suatu faktor yang terdapat dalam satu situasi. h Mendefinsikan variabel Keterampilan mendefinisikan variabel dapat diartikan sebagai kemampuan mendeskripsikan variabel beserta segala atribut sehinngga tidak menghasilkan rumussan dalam bentuk kalimat pernyataan. i Merancang penelitandimanipulasi 18. 18 Keterampilan ini dapat diartikan sebagai kemampuan atas kegiatan untuk mendeskripsikan variabel-variabel yang dan direspon dalam penelitian secara operasional, kemungkinan dikontrolnya variabel hipotesis yang diuji dan cara mengujinya, serta hasil yang diharapkan dari penelitian yang akan dilaksanakan. j Melakukan eksperimen Keterampilan ini diartikan sebagai keterampilan untuk mengadakan pengujian terhadap ide-ide yag bersumber dari fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan sehingga dapat diperoleh informasi yang menerima atau menolak ide-ide itu. 2.8; Hipotesis Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah a ada perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL),dengan model pembelajaran Learning Cycle 5E. b ada perbedaan yang signifikan antara keterampilan proses siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL),dengan model pembelajaran Learning Cycle 5E.