skripsi heri bab 1 2 3

79
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia merupakan suatu anugerah. Menjadi tua, dengan segenap keterbatasannya, pasti akan dialami oleh seseorang bila ia panjang umur. Di Indonesia, istilah untuk kelompok usia ini belum baku, orang memiliki sebutan yang berbeda-beda. Ada yang menggunakan istilah usia lanjut ada pula lanjut usia atau jompo dengan padanan kata dalam bahasa Inggris biasa disebut the aged, the elders, older adult, serta senior citizen. Dalam uraian selanjutnya, akan digunakan istilah usia lanjut atau yang lebih dikenal dengan nama lansia ( Maryam,2008 ). 1

Upload: pak-mantri

Post on 28-Apr-2015

439 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Skripsi Heri Bab 1 2 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lanjut usia merupakan suatu anugerah. Menjadi tua, dengan segenap

keterbatasannya, pasti akan dialami oleh seseorang bila ia panjang umur. Di

Indonesia, istilah untuk kelompok usia ini belum baku, orang memiliki

sebutan yang berbeda-beda. Ada yang menggunakan istilah usia lanjut ada

pula lanjut usia atau jompo dengan padanan kata dalam bahasa Inggris biasa

disebut the aged, the elders, older adult, serta senior citizen. Dalam uraian

selanjutnya, akan digunakan istilah usia lanjut atau yang lebih dikenal dengan

nama lansia ( Maryam,2008 ).

Menurut WHO, ada batasan-batasan pada lansia dibagi menjadi empat

bagian yaitu: usia pertengahan ( middle age ) usia antara 45-59 tahun, lanjut

usia ( ederly ) usia antara 60-74 tahun, lanjut usia lanjut ( old ) usia antara 75-

90 tahun, usia sangat tua ( very old ) usia 90 tahun keatas.

Di Indonesia, batasan mengenai lanjut usia seseorang yang mencapai

umur 60 tahun ke atas ( Nugroho, 2000 dikutip dari Undang-Undang No.13

Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 pasal 1 ayat 2 ).

1

Page 2: Skripsi Heri Bab 1 2 3

Untuk mendukung stabilitas kesehatan pada lansia dapat diupayakan

antara lain dengan nutrisi, olahraga, istirahat, lingkungan yang aman dan

nyaman. Sehingga dari dukungan tersebut, diharapkan usia harapan hidup

lansia meningkat.

Salah satu tolak ukur kemajuan pembangunan Nasional pada suatu

negara yang sedang berkembang adalah semakin meningkatnya umur harapan

hidup. Dengan semakin meningkatnya harapan hidup meyebabkan jumlah

penduduk lansia meningkat. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan

masyarakat adil dan makmur, yang telah menghasilkan kondisi sosial

masyarakat yang makin membaik dan usia harapan hidup yang semakin

meningkat dari tahun ke tahun.

Di negara berkembang, jumlah penduduk usia 60 tahun ke atas

diperkirakan meningkat menjadi 20% antara tahun 2015-2050. Sementara

Indonesia berada di urutan ke empat, setelah Negara China,India dan Jepang

( WHO, 2010 ).

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statisk pada tahun 2012 jumlah

penduduk lanjut usia di Indonesia sebanyak ( 18.584.905 jiwa ) dengan umur

harapan 60 tahun keatas, diperkirakan tahun 2013 jumlah lanjut usia di

Indonesia sebanyak ( 18.861.820 jiwa ), pada tahun 2014 diperkirakan

jumlah lanjut usia di Indonesia sebanyak ( 19.142.861 jiwa ) dan pada tahun

2020 akan meningkat diperkirakan sebanyak ( 29.120.000 jiwa ).

2

Page 3: Skripsi Heri Bab 1 2 3

Dengan meningkatnya jumlah penduduk lansia dan makin panjangnya

usia harapan hidup sebagai akibat yang telah dicapai dalam pembangunan

Nasional selama ini, maka mereka yang memiliki pengalaman , keahlian, dan

kearifan perlu diberi kesempatan untuk berperan dalam pembangunan.

Kesejahteraan penduduk lansia yang karena kondisi fisik dan mentalnya tidak

memungkinkan lagi berperan dalam pembangunan, maka lansia perlu

mendapat perhatian khusus dari pemerintah dan masyarakat ( GBHN, 1993 ).

Siklus perkembangan pada manusia diawali dengan proses pembuahan

yaitu pertemuan antara sel telur dari perempuan dengan sel sperma yang

berasal dari ayah. Lalu perkembangan janin kemudian menjadi bayi, anak-

anak ,remaja, dewasa dan tua . Dalam perkembangannya, baik fisiologis,

biologis, psikologis maupun psikososial bila seseorang bertambah tua,

kemampuan fisik dan mental hidupnya pun akan perlahan-lahan menurun.

Proses menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi

didalam kehidupan manusia. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang

berarti seseorang telah melalui tahapan yang berbeda, baik secara biologi

maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran fisik

yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, daya ingat

kurang, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin

memburuk, gerakan lambat, dan figur tubuh yang tidak proporsional

( Fatmah, 2010 ).

3

Page 4: Skripsi Heri Bab 1 2 3

Dampak dari perubahan tersebut, lansia akan mengakibatkan aktifitas

lansia menjadi menurun. Perubahan tersebut mengakibatkan kelambanan

bergerak, langkah menjadi pendek-pendek, penurunan irama, kaki tidak dapat

menapak dengan kuat dan cenderung gampang terpeleset atau tersandung

sehingga lansia mudah terjatuh ( Nugroho, 2000 ).

Jatuh dan kecelakaan pada lansia merupakan penyebab kecacatan yang

utama ( Gallo, Reucell & Anderson, 1998 ). Jatuh secara singkat bisa

diartikan sebagai “ a person coming to rest on the ground or another lower

level” atau dengan kata lain suatu kejadian yang menyebabkan seseorang

mendadak terbaring atau terduduk dilantai atau tempat yang lebih rendah

dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka ( Reuben, 1996 ).

Insiden jatuh dimasyarakat Amerika Serikat pada umur lebih dari 65

tahun berkisar 1/3 populasi lansia setiap tahun, dengan rata rata jatuh 0,6/

orang ( Reuben, 1996 ). Berdasarkan survei masyarakat Amerika Serikat

terdapat sekitar 30% lansia berumur lebih dari 65 tahun jatuh setiap tahunnya.

Separuh dari angka tersebut mengalami jatuh berulang ( Tinetti, 1992 ).

Angka kejadian jatuh pada fasilitas perawatan di Amerika Serikat berkisar

40% dari penghuninya pernah jatuh ( Leueckenotte, 2000 dikutip dari

teideksaar, 1998 ).

Hasil penelitian di Kanada mengemukakan bahwa kira-kira 30% orang

yang berumur lebih dari 65 tahun mengalami jatuh paling sedikit satu kali

4

asus, 10/01/13,
Maksudnya yang seperti apa langkah menjadi pendek??
asus, 10/01/13,
Cari referensi yang terbaru ya her coba cari buku revisiannya
Page 5: Skripsi Heri Bab 1 2 3

dalam setahun dan jatuh merupakan salah satu kejadian yang memungkinkan

terjadinya patah tulang pada seseorang, demikian juga terhadap lansia

( Clemson, 2005).

The Canadian physiotherapy association ( 2008 ), menyimpulkan hasil

penelitiannya di Kanada bahwa 30% lansia dengan usia diatas 65 tahun dan

50% lansia dengan usia 80 tahun mengalami jatuh setiap tahun, 12% dari

seluruh populasi mengalami trauma dan 30% meninggal dunia.

Kejadian jatuh pada lansia dapat dipengaruhi oleh faktor instrinsik dan

ekstrinsik ( Darmojo, 2011 dikutip dari Kane 1994 ). Adapun faktor instrinsik

antara lain sistem syaraf pusat, demensia, gangguan sistem sensorik,

gangguan sistem kardiovaskuler, gangguan metabolisme dan gangguan gaya

berjalan sedangkan faktor ekstrinsik meliputi lingkungan, aktifitas dan obat-

obatan.

Fakta ini sebetulnya memudahkan bagi pengelola Panti Sosial Tresna

Werda Budi Darma dan petugas kesehatan untuk mencari tahu penyebab

mengapa lansia mengalami kejadian jatuh. Dengan cara pencegahan

terjadinya jatuh menimalisir resiko kejadian jatuh khususnya pada lansia.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan oleh peneliti dipanti Sosial Tresna

Werda Budi Darma, Bekasi pada tanggal 5 Oktober 2012 - 6 Oktober 2012

dengan mewawancarai 10 orang. Hasil wawancara dari 4 orang pernah

mengalami jatuh karena gangguan gaya berjalan, 2 orang terjatuh dikamar

5

Page 6: Skripsi Heri Bab 1 2 3

mandi karena faktor lingkungan yang tidak mendukung, 1 orang terjatuh

setelah beberapa waktu mengkomsumsi obat yang diminum akibat dari efek

samping dan 1 orang mengalami demensia yang mengakibatkan

keseimbangan tubuh sehingga terjatuh. Lansia dipanti Sosial Tresna Wherda

Budi Darma memiliki sikap yang negatif terhadap pencegahan cidera artinya

ada kecenderungan dengan sikap yang negatif diikuti dengan praktik yang

kurang baik.

Dari data sekunder yang peneliti dapatkan dipanti Sosial Tresna Werda

Budi Darma, Bekasi bulan Oktober 2012 sebanyak 100 lansia penghuni

panti. Jumlah laki-laki sebanyak 32 orang dan wanita 68 orang.

Hal ini mendasari penulis untuk meneliti lebih jauh mengenai

penelitian tentang “ Faktor faktor yang berhubungan dengan kejadian jatuh

pada lansia di panti Sosial Tresna Werda Budi Darma, di Bekasi tahun 2012”.

.

6

Page 7: Skripsi Heri Bab 1 2 3

B. Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah

penelitian yaitu tentang Faktor faktor yang berhubungan dengan kejadian

jatuh pada lansia di panti sosial Tresna Wherda Budi Darma, di Bekasi tahun

2012.

C. Tujuan Penelitian

1.Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian jatuh

pada lansia dipanti sosial Tresna Wherda Budi Darma ,di Bekasi tahun 2013.

2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kejadian jatuh pada lansia di

panti sosial Tresna Wherda Budi Darma Bekasi tahun 2013.

2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi gangguan gaya berjalan pada

lansia di panti sosial Tresna Wherda Budi Darma Bekasi tahun 2013.

3. Untuk mengetahui distribusi frekuensi demensia pada lansia di panti

sosial Tresna Wherda Budi Darma Bekasi tahun 2013.

4. Untuk mengetahui distribusi frekuensi obat –obatan pada lansia di

panti sosial Tresna Wheda Budi Darma Bekasi tahun 2013.

5. Untuk mengetahui distribusi frekuensi lingkungan pada lansia di panti

sosial Tresna Wherda Budi Darma Bekasi tahun 2013.

6. Untuk mengetahui hubungan gangguan gaya berjalan dengan kejadian

jatuh pada lansia di panti sosial Tresna Wherda Budi Darma Bekasi

tahun 2013.

7

Page 8: Skripsi Heri Bab 1 2 3

7. Untuk mengetahui hubungan demensia dengan kejadian jatuh pada

lansia di panti sosial Tresna Wherda Budi Darma Bekasi tahun 2013.

8. Untuk mengetahui hubungan lingkungan dengan kejadian jatuh pada

lansia di panti sosial Tresna Wherda Budi Darma Bekasi tahun 2013.

9. Untuk mengetahui hubungan obat-obatan dengan kejadian jatuh pada

lansia di panti sosial Tresna Wherda Budi Darma Bekasi tahun 2013.

8

Page 9: Skripsi Heri Bab 1 2 3

D. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara praktik dan

teoritis sebagai berikut :

1. Manfaat Bagi Lansia

Diharapkan lansia terhindar dari resiko jatuh dan dapat

meningkatkan status kesehatannya.

2. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan STIKes Medistra Indonesia

Penelitian ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam

mengaplikasikan ilmu keperawatan gerontik yang didapat dari

perkuliahan ke tahap operasional dilahan praktik

3. Manfaat Bagi Petugas Kesehatan Panti wherda

Sebagai acuan bagi petugas kesehatan untuk menentukan

strategi pencegahan kejadian jatuh pada lansia, sehingga kejadian

jatuh dapat dikurangi seminimal mungkin.

4. Manfaat Bagi Peneliti

Dari hasil penelitian ini peneliti berharap dapat bermanfaat

untuk memberikan saran, masukan, serta tambahan informasi bagi

petugas kesehatan maupun lansia dalam pemecahan masalah dan

mencari solusi untuk insiden kejadian jatuh.

5. Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini di diharapkan dapat dijadikan data

pembanding bagi penelitian pada lansia yang berhubungan dengan

kejadian jatuh pada lansia dimasa mendatang sehingga dapat menjadi

referensi bagi peneliti selanjutnya.

9

Page 10: Skripsi Heri Bab 1 2 3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Lansia

1. Definisi Lansia

Menurut WHO Lanjut usia pertengahan yakni kelompok usia

45 tahun sampai 59 tahun, lanjut usia ( Elderly ) yakni antara usia 60

sa,api 74 tahun, usia lanjut tua ( Old ) yaitu antara usia 75 sampai 90

tahun, dan usia sangat tua ( very old ) yaitu usia 90 tahun.

Menurut Undang –undang nomor 13 tahun 1998, menjelaskan

tentang kesejahteraan lanjut usia yang termasuk dalam BAB I pasal 1

ayat 2 yaitu bahwa : lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia

60 tahun keatas”.

Menurut Koesoemato Setyonegoro, pengelompokan lanjut

usia meliputi : usia dewasa muda ( ederly adulthood ) yaitu usia 18

atau 20-25 tahun, usia dewasa penuh ( middle years ) atau maturitas

yaitu usia 25-65 atau 65 tahun, lanjut usia ( geriatric age ) yaitu usia

lebih dari 65 atau 70 tahun, usia 70-75 ( young old ), usia 75-80 tahun

( old ), dan lebih dari 80 tahun ( very old ) dalam Nugroho, 2000 ).

2. Teori Proses Penuaan

Penuaan merupakan konsekuensi yang tidak dapat dihindari

oleh setiap manusia. Walaupun proses penuaan merupakan sesuatu

10

Page 11: Skripsi Heri Bab 1 2 3

yang normal, akan tetapi pada kenyataannya proses ini lebih menjadi

beban. Hal ini secara keseluruhan tidak bisa dipungkiri oleh beberapa

orang yang merasa lebih menderita karena pengaruh penuaan ini.

Proses penuaan ini mempunyai konsekuensi terhadap aspek biologis,

psikologis, dan sosial ( Watson, 2003 ).

Teori – teori yang menjelaskan bagaimana dan mengapa

penuaan terjadi biasanya dikelompokan ke dalam dua kelompok besar

yaitu teori biologis dan teori psikososial. Penelitian yang terlibat

dengan jalur biologis telah memusatkan perhatian pada indikator yang

dapat dilihat dengan jelas pada proses penuaan, banyak pada tingkat

seluler, sedangkan ahli teori psikososial mencoba untuk menjelaskan

bagaimana proses tersebut dipandang dalam kaitan dengan

kepribadian dan prilaku.

Proses menua bersifat individual :

1. Tahap proses menua menjadi pada orang dengan usia berbeda

2. Setiap lanjut usia mempunyai kebiasaan yang berbeda

3. Tidak ada satu faktor pun dapat mecegah proses menua

Teori menua menurut ( Stanley, 2006 ) Terdiri dari :

1. Teori Biologis

Teori Genetik

11

Page 12: Skripsi Heri Bab 1 2 3

Teori Genetik Clock. Teori ini merupakan teori

instrinsik yang menjelaskan bahwa di dalam tubuh terdapat

jam biologis yang mengatur gen dan menentukan proses

penuaan. Teori ini menyatakan bahwa menua ini terprogram

secara genetic untuk spesies tertentu.

Teori Mutasi Somatik

Menurut teori ini, penuan terjadi karena mutasi

somatic akibat pengaruh lingkungan yang buruk. Setiap sel

pada saatnya akan mengalami mutasi, sebagai contoh yang

khas adalah mutasi sel kelamin sehingga terjadi penurunan

kemampuan fungsi sel.

2. Teori Non Genetik

a. Teori penurunan sistem imun tubuh ( auto-immune

theory ). Mutasi yang berulang dapat menyebabkan

berkurangnya kemampuan system imun mengenali dirinya

sendiri ( self recognition ).

b. Teori kerusakan akibat radikal bebas ( free radical

theory ). Dapat terbentuk di alam bebas dan di dalam

tubuh karena adanya proses metabolism atau proses

pernapasan di dalam mitokondria. Radikal bebas

merupakan suatu atom atau molekul yang tidak stabil

12

Page 13: Skripsi Heri Bab 1 2 3

karena mempunyai elektron yang tidak berpasangan

sehingga sangat reaktif mengikat atom atau molekul lain

yang menimbulkan berbagai kerusakan atau perubahan

dalam tubuh. Radikal bebas terdapat di lingungan seperti :

asap kendaraan, asap rokok, zat pengawet makanan,

radiasi, sinar ultraviolet.

c. Teori menua akibat metabolisme. Telah dibuktikan dalam

berbagai percobaan hewan, bahwa pengurangan asupan

kalori ternyata bisa menghambat pertumbuhan dan

memperpanjang umur, sedangkan perubahan asupan kalori

yang menyebabkan kegemukan dapat memperpendek

umur.

d. Teori Rantai silang ( Cross link teory ). Teori ini

menjelaskan bahwa menua disebabkan oleh lemak,

protein, karbohidrat, dan asam nukleat ( molekul kolagen )

bereaksi dengan zat kimia dan radiasi, mengubah fungsi

jaringan yang menyebabkan perubahan pada membrane

plasma, yang mengakibatkan terjadinya jaringan kaku,

kurang elastik, dan hilang pada proses menua.

13

Page 14: Skripsi Heri Bab 1 2 3

3. Teori aktivitas atau kegiatan

a. Ketentuan tentang semakin menurunnya jumlah kegiatan

secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa lanjut usia

yang sukses adalah mereka yang aktif dan banyak ikur

serta dalam kegiatan sosial.

b. Lanjut usia akan merasakan kepuasan bila dapat

melakukan aktifitas dan mempertahankan aktivitas

tersebut selama mungkin.

c. Ukuran optimum ( pola hidup ) dilanjutkan pada cara

hidup lanjut usia.

d. Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan

individu agar tetap stabil dai usia pertengahan sampai

lanjut usia.

4. Teori Sosiologi

Teori sosilogi tentang proses menua yang dianut

selama ini antara lain :

1. Aktivitas atau kegiatan ( activity theory )

Ketentuan akan meningkatkan pada penurunan jumlah

kegiatan secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa

14

Page 15: Skripsi Heri Bab 1 2 3

usia lanjut yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut

banyak dalam kegiatan sosial.

Ukuran optimum ( pola hidup ) dilanjutkan pada cara

hidup dari lanjut usia. Mempertahankan hubungan antara

system sosial dan individu agar tetap stabil dari usia

pertengahan ke lanjut usia.

2. Kepribadian berlanjut ( continuity theory )

Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah

pada lanjut usia. Teori ini menyatakan gabungan dari teori

diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang

terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi

oleh tipe personality yang dimilki.

Teori interaksi sosial

Kemampuan lanjut usia untuk terus menjalin interaksi

sosial merupakan kunci mempertahankan status sosialnya

berdasarkan kemampuannya bersosialisasi.

3. Teori pembebasan atau penarikan diri ( disengagement

theory )

Teori menyatakan bahwa dengan bertambahnya lanjutnya

usia, apalagi ditambah dengan adanya kemiskinan, lanjut

usia secara berangsur –angsur mulai melepaskan diri dari

15

Page 16: Skripsi Heri Bab 1 2 3

kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan

sekitarnya. Keadaaan ini mengakibatkan interaksi sosial

menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga

sering lanjut usia mengalami kehilangan ganda ( triple

loss) :

a. Kehilangan peran ( loss of role )

b. Hambatan kontak sosial ( restriction of contact and

relationship )

c. Berkurangnya komitmen ( reduced commitemen to

social mores and values ).

3. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia

a. Perubahan-perubahan fisik

1. Sel menjadi lebih sedikit jumlahnya dan lebih besar ukurannya.

2. Sistem persyarafan terjadi berat otak menurun 10 – 20, lambat

dalam respon dan waktu untuk bereaksi dan mengecilnya saraf

panca indera yang menyebabkan berkurangnya penglihatan,

hilangnya pendengaran, menurunnya sensasi perasa dan

penciuman.

3. Sistem pendengaran terjadi perubahan hilangnya kemampuan

daya pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi

atau suara nada tinggi.

16

Page 17: Skripsi Heri Bab 1 2 3

4. Sistem penglihatan terjadi perubahan hilangnya respon terhadap

sinar, kornea lebih berbentuk sferis, serta hilangnya daya

akomodasi.

5. Sistem kardiovaskuler terjadi perubahan elastisitas dinding aorta

menurun, kemampuan jantung memompa darah menurun dan

kehilangan elastisitas pembuluh darah.

6. Sistem respirasi terjadi perubahan pada otot-otot pernafasan

kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, paru-paru kehilangan

elastisitas.

7. Sistem gastrointensial terjadi perubahan kehilangan gigi, indra

pengecap menurun, rasa lapar menurun, perilastik lemah dan

biasanya timbul konstipasi.

8. Sistem genitourinaria terjadi perubahan nefron menjadi atrofi,

aliran darah ke ginjal menurun, dan otot –otot vesika urinaria

lemah.

9. Sistem endoktrin terjadi perubahan produksi hampir semua

hormone menurun seperti Adrenokortikotropin hormon ( ACTH ),

Follicle-stimulating hormone ( FSH ),Thyroid stimulating

hormone ( TSH ) dan Luteinzing hormone ( LH ) ( Brunner &

Suddart, 2002 ).

17

Page 18: Skripsi Heri Bab 1 2 3

10. Sistem intugumen terjadi perubahan elastisitas sehingga menjadi

keriput, permukaan kulit bersisik dan kasar.

11. Sistem muskuloskeletal terjadi perubahan berupa tulang semakin

rapuh, terjadi kifosis, pesendian kaku dan atrofi serabut otot.

B. Jatuh

1. Definisi Jatuh

Jatuh merupakan suatu kejadian yang dilaporkan atau saksi mata yang

melihat kejadian mengakibatkan seseorang mendadak terbaring atau terduduk

di lantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan

kesadaran atau luka ( Darmojo, 2004 ).

Jatuh merupakan suatu kejadian yang menyebabkan subjek yang

sadar menjadi berada di permukaan tanpa disengaja dan tidak termasuk jatuh

akibat pukulan keras, kehilangan kesadaran, atau kejang. Kejadian jatuh

tersebut adalah dari penyebab yang spesifik yang jenis lain dan

konsekuensinya berbeda dari mereka yang dalam keadaan sadar mengalami

jatuh ( Stanley, 2006 ).

2. Faktor Resiko

a. Faktor instrinsik

Faktor instrinsik adalah variabel – variabel yang menentukan

mengapa seseorang dapat jatuh pada waktu tertentu dan orang lain dalam

kondisi yang sama mungkin tidak jatuh ( Stanley, 2006 ). Faktor instrinsik

18

Page 19: Skripsi Heri Bab 1 2 3

tersebut antara lain adalah gangguan muskuloskeletal misalnya menyebabkan

gangguan gaya berjalan, kelemahan ekstermitas bawah, kekakuan sendi,

sinkope yaitu kehilangan kesadaran secara tiba – tiba yang disebabkan oleh

berkurangnya aliran darah ke otak dengan gejala lemah, penglihatan gelap,

keringat dingin, pucat dan pusing ( Lumbantobing, 2004 ).

b. Faktor ekstrinsik

Faktor ekstrinsik merupakan faktor dari luar ( lingkungan sekitarnya )

diantaranya cahaya ruangan yang kurang terang, lantai yang licin, tersandung

benda – benda ( Nugroho,2000 ).

Faktor faktor ekstrinsik antara lain lingkungan yang tidak mendukung

meliputi cahaya ruangan yang kurang terang, lantai yang licin, tempat

berpegangan yang tidak kuat, tidak stabil, atau tergeletak dibawah, tempat

tidur atau WC yang rendah atau jongkok dibawah, obat – obatan yang

diminum dan alat – alat bantu berjalan ( Darmojo, 2004 ).

3. Manifestasi klinis

Jatuh dapat mengakibatkan berbagai jenis cedera, kerusakan fisik dan

psikologis. Kerusakan fisik yang paling ditakuti dari kejadian jatuh adalah

patah tulang panggul. Jenis fraktur lain sering terjadi akibat jatuh adalah

fraktur pergelangan tangan, lengan atas dan pelvis serta kerusakan jaringan

lunak. Dampak psikologis adalah walaupun cedera fisik tidak terjadi, syok

setelah jatuh dan rasa takut akan jatuh lagi dapat memiliki banyak

19

Page 20: Skripsi Heri Bab 1 2 3

konsekuensi termasuk ansietas, hilangnya rasa percaya diri, perbatasan dalam

aktivitas sehari- hari, falafobia atau fobia jatuh ( Stanley,2006 ).

4. Komplikasi

Menurut kane ( 1996 ) yang dapat dikutip oleh Darmojo ( 2004 ),

komplikasi-komplikasi jatuh adalah :

a. Perlukaan ( injury )

Perlukaan ( injury ) mengakibatkan rusaknya jaringan lunak yang

terasa sangat sakit berupa robek atau tertariknya jaringan otot, robeknya arteri

atau vena, patah tulang atau fraktur misalnya fraktur pelvis, femur, humerus,

lengan bawah, tungkai atas.

b. Disabilitas

Disabilitas mengakibatkan penurunan mobilitas yang berhubungan

dengan perlukaan fisik dan penurunan mobilitas akibat jatuh yaitu kehilangan

kepercayaan diri dan pembatasan gerak.

c. Kematian

5. Penatalaksaan

Penatalaksanaan bersifat individual, artinya berbeda untuk setiap

kasus karena perbedaan faktor- faktor yang bekerjasama mengakibatkan

jatuh. Bila penyebab merupakan penyakit akut penanggulangannya menjadi

lebih mudah, lebih sederhana, dan langsung bisa menghilangkan penyebab

20

Page 21: Skripsi Heri Bab 1 2 3

jatuh secara efektif. Tetapi lebih banyak pasien karena kondisi kronik,

multifaktorial sehingga diperlukan terapi gabungan antara obat,rehabilitasi,

perbaikkan lingkungan dan perbaikkan kebiasaan lanjut usia itu. Pada kasus

lain intervensi diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh ulangan, misalnya

pembatasan berpergian atau aktivitas fisik, penggunaan alat bantu gerak.

Untuk penderita dengan kelemahan otot ekstermitas bawah dan

penurunan fungsional terapi difokuskan untuk meningkatan kekuatan dan

kelemahan otot sehingga memperbaiki fungsionalnya. Sering terjadi

kesalahan, terapi rehabilitas hanya diberikan sesaat sewaktu penderita

mengalami jatuh. Padahal terapi ini diperlukan secara terus menerus sampai

terjadi peningkatan kekuatan otot dan status fungsional.

Terapi untuk penderita dengan penurunan gait dan keseimbangan

difokuskan untuk mengatasi penyebab atau faktor yang

mendasarinya.Penderita dimasukkan dalam program gait trainning dan

pemberian alat bantu berjalan. Biasanya program rehabilitas ini dipimpin

oleh fisioterapis.

Penderita dengan dizzness syndrom,terapi ditunjukkan pada penyakit

kardiovaskuler yang mendasari, menghentikan obat- obatan yang

menyebabkan hipotensi postural seperti beta bloker, diuretic dan

antidepresan. Terapi yang tidak boleh dilupakan adalah memperbaiki

21

Page 22: Skripsi Heri Bab 1 2 3

lingkungan rumah atau tempat kegiatan lanjut usia pencegahan jatuh

( Darmojo, 2004 ).

6. Pencegahan

Menurut Tinetti ( 1992 ), yang dikutip dari Darmojo ( 2004 ), ada 3

usaha pokok untuk pencegahan jatuh yaitu :

a. Identifikasi faktor resiko

Pada setiap lanjut usia perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari

faktor instrinsik resiko jatuh, perlu dilakukan assesment keadaan sensorik,

neurologis, muskuloskeletal dan penyakit sistemik yang sering menyebabkan

jatuh.

Keadaan lingkungan rumah atau instansi kelompok para lansia yang

berbahaya dan dapat menyebabkan jatuh harus dihilangkan. Penerangan

harus cukup tetapi tidak menyilaukan. Lantai datar, tidak licin, bersih dari

benda- benda kecil yang sulit dilihat, peralatan rumah tangga yang sudah

tidak aman ( lapuk, dapat bergeser sendiri ) sebaiknya diganti,peralatan

rumah ini sebaiknya diletakkan sedemikian rupa sehinnga tidak mengganggu

jalan atau tempat aktivitas lanjut usia. Kamar mandi dibuat tidak licin

sebaiknnya diberi pegangan pada dindingnya, pintuyang mudah dibuka. WC

sebaiknya dengan kloset duduk dan diberi pegangan di dinding.

b. Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan ( gait )

22

Page 23: Skripsi Heri Bab 1 2 3

Setiap lanjut usia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan

badannya dalam melakukan gerakan pindah tempat, pindah posisi.Bila

goyangan badan pada saat berjalan sangat berisiko jatuh, maka diperlukan

latihan oleh rehabilitas medis.Penilaian gaya berjalan juga harus dilakukan

dengan cermat, apakah kakinya menapak dengan baik, tidak mudah goyah,

apakah penderita mengangkat kaki dengan benar pada saat berjalan, apakah

kekuatan bawah penderita cukup untuk berjalan tanpa bantuan, harus

dikoreksi bila terdapat kelainan atau penurunan.

c. Mengatur atau mengawasi faktor situasional

Faktor situasional yang bersifat serangan akut yang diderita lanjut

usia dapat dicegah dengan pemeriksaan rutin kesehatan lanjut usia secara

periodik. Faktor situasional bahaya lingkungan dapat dicegah dengan

mengusahakan perbaikan lingkungan, faktor situasional yang berupa aktivitas

fisik dapat diabatsi sesuai dengan kondisi kesehatan lanjut usia. Aktivitas

tersebut tidak boleh melampaui batasan yang diperbolehkan baginya sesuai

hasil pemeriksaan kondisi fisik. Maka dianjurkan lanjut usia tidak melakukan

aktivitas fisik yang sangat melelahkan atau berisiko tinggi untuk terjadi jatuh.

23

Page 24: Skripsi Heri Bab 1 2 3

C. Faktor – faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Jatuh Pada

Lansia

1. Gangguan Gaya Berjalan

Salah satu bentuk aplikasi fungsional dari gerak tubuh adalah pola

jalan. Keseimbangan, kekuatan dan fleksibelitas diperlukan untuk

mempertahankan postur tubuh yang baik. Ketiga elemen itu merupakan dasar

untuk mewujudkan pola jalan yang baik setiap individu.

Gangguan gaya berjalan dapat disebabkan oleh gangguan

muskuloskeletal dan ini berhubungan dengan proses menua yang fisiologis.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mencapai

pergerakan normal yaitu :

a. Penyokong anti gravitasi pada posisi tegak, kontrol keseimbangan

dan pergerakan melangkah ke depan.

b. Posisi tegak karena pusat gravitasi berada di vertebra sakral 2

anterosuperior.

c. Posisi tegak membutuhkan sedikit energi untuk menjaga

keseimbangan saat berdiri. Stabilitas mekanik dipertahankan

sepanjang jalur gravitasi yang melewati dasar penyangga diantara

kedua kaki.

Selain pergerakan normal, juga harus diperhatikan terkait dengan

mekanisme pergerakan maju ( Darmojo, 2004 ) yaitu :

24

Page 25: Skripsi Heri Bab 1 2 3

a. Berhubungan dengan fiksasi dan elevasi dari pelvis otot abduktor

paha.

b. Badan dimiringkan ke depan.

c. Kaki yang berayun dan fleksi serta panggul sedikit berputar

keluar, lutut fleksi dan kaki dorso fleksi.

d. Tumit menyentuh lantai.

e. Rotasi eksternal dan dorsofleksi tungkai yang bergeser ke pusat

gravitasi di depan.

f. Rotasi lengan dan bahu berguna untuk keseimbangan gerakan

pelvis dan ekstermitas bawah.

Dampak dari pergerakan maju akan menghasilkan pola jalan. Pada

lansia ada beberapa perubahan yang mungkin menjadi, diantaranya sebagai

berikut :

a. Kecepatan berjalan tetap stabil sampai umur 70 tahun, kemudian

dalam tiap dekade menurun kecepatan menurun 15 % untuk

kecepatan berjalan biasa dan 20% untuk kecepatan berjalan

maksimal. Uniknya, dari penelitian tidak adanya perubahan

cadence ( ritme berjalan ) walaupun menurun kecepatan iramanya.

b. Peningkatan waktu fase berdiri dengan dua kaki ( double stance

phase ) sehingga menurunkan momentum pada fase mengayun

kaki dan berakibat langkah menjadi pendek.

25

Page 26: Skripsi Heri Bab 1 2 3

c. Berjalan dengan ibu jari kaki deviasi ke arah lateral sekitar 5%,

Merupakan adaptasi tubuh agar didapati keseimbangan lateral atau

dicurigai adanya kelemahan pada otot panggul yang bertugas

melakukan rotasi interna.

d. Pergerakan sendi berubah seiring dengan umur, contohnya ankle

plantar fleksor menurun walaupun kemampuan maksimal dari

ankle plantar dorsofleksi tidak berubah.

e. Panjang langkah berkurang pada orang tua, mungkin otot betis

pada lansia yang berkurang kekuatannya dan tidak bisa

menghasilkan plantar fleksi yang optimal, bisa juga disebabkan

karena berkurangnya keseimbangan dan kontrol tubuh yang jelek

pada fase single stance. Bisa juga karena rasa aman yang didapat

ketika berjalan dengan langkah pendek.

f. Sedikit adanya rigiditas pada anggota gerak, terutama anggota

gerak atas lebih dari anggota gerak bawah. Rigiditas akan hilang

apabila tubuh bergerak.

g. Gerakan otomatis menurun, amplitude dan kecepatan berkurang,

seperti hilangnya ayunan tangan saat berjalan.

h. Penurunan rotasi badan, terjadi karena efek sekunder kekakuan

sendi.

i. Penurunan ayunan tungkai saat fase mengayun.

26

Page 27: Skripsi Heri Bab 1 2 3

j. Penurunan sudut antara tumit dan lantai, itu mungkin disebabkan

lemahnya fleksibilitas plantar flekstor.

Semua perubahan tersebut mengakibatkan kelambanan gerak langkah

yang pendek dan penurunan irama. Kaki tidak dapat menapak dengan kuat

dan lebih cenderung gampang goyang ( postural sway ). Perlambatan reaksi

mengakibatkan lansia susah atau terhambat mengantisipasi bila terjadi

gangguan seperti terpeleset, tersandung, kejadian tiba – tiba sehingga

memudahkan jatuh. Ada beberapa gaya berjalan yang sering ditemukan pada

lansia ( Darmojo, 2004 ) :

a. Gangguan gaya berjalan hemiplegic ( Hemiplegic gait )

Pada hemiplatik terdapat kelemahan dan spasstitas ekstermitas

unilateral dengan fleksi pada ekstermitas atas dan ekstermitas bawah dalam

keadaan ekstensi. Ekstermitas bawah dalam ekstensi sehingga mengakibatkan

kaki “ memanjang”. Pasien harus menganyunkan sambil memutar kakinya

untuk melangka ke depan. Jenis gangguan berjalan ini ditemukan pada tipe

Upper Motor Neuron ( UMN ).

b. Gangguan gaya berjalan diplegik ( Diplegic Gait )

Terdapat spastisitas ekstermitas bawah lebih berat disbanding

ekstermitas atas. Pangkal paha dan atas lutut dalam keadaan fleksi dan

adduksi dengan pergelangan kaki dalam keadaan ekstensi dan rotasi interna.

Jika lansia berjalan kedua ekstermitas bawah dalam keadaan melingkar. Jenis

27

Page 28: Skripsi Heri Bab 1 2 3

gangguan berjalan ini biasanya dijumpai pada lest periventrikular bilateral.

Ekstermitas bawah lebih lumpuh dibanding dengan ekstermitas bawah

letaknya dekat ventrikel otak.

c. Gangguan gaya berjalan neuropathy ( Neuropathic Gait )

Ganggan gaya berjalan jenis ini biasanya ditemukan di penyakit saraf

perifer. Karena terjadi kelemahan dalam dorsofleksi kaki, maka pasien harus

mengangkat kakinya lebih tinggi untuk menghindari pergesaran ujung jari

kaki dengan kaki.

d. Gangguan gaya berjalan Miopathy ( Myopathic Gait )

Dengan adanya gangguan otot, otot – otot proxsimal pelvic grildle

( tulang pelvis yang menyokong pergerakan ekstermitas bawah ) menjadi

lemah. Oleh karena itu, terjadi ketidakseimbangan pelvis bila melangkah ke

depan, sehingga pelvis miring ke kaki sebelahnya, akibatnya terjadi gangguan

dalam berjalan.

e. Gangguan gaya berjalan Parkinson ( Parkinson Gait )

Terjadi rigiditas dan bradikinesia dalam berjalan akibat gangguan di

ganglia basalis. Tubuh membungkuk ke depan, langkah memendek, lamban

dan terseret disertai dengan ekspresi wajah seperti topeng.

28

Page 29: Skripsi Heri Bab 1 2 3

f. Gangguan gaya berjalan ataxia ( Ataxia Gait )

Langkah berjalan menjadi lebar, tidak stabil dan mendadak, akibatnya

badan memutar ke samping dan jika berat badan pasien akan jatuh. Jenis

gangguan berjalan ini dijumpai pada gangguan cerebellum.

2. Demensia

Demensia adalah suatu sindrom klinik yang meliputi hilangnya fungsi

intelektual dan ingatan atau sedemikian berat sehingga menyebabkan

disfungsi hidup sehari – hari ( Darmojo, 2004 ).

Demensia adalah keadaan ketika seseorang mengalami kemunduran

kognitif yang sedemikian beratnya sehingga menggangu aktifitas hidup

sehari – hari dan aktivitas sosial. Kemunduran kognitif pada demensia

biasanya diawali dengan kemunduran memori atau daya ingat. Demensia

terutama yang disebabkan oleh penyakit Alzheimer berkaitan erat dengan

usia lanjut ( Nugroho, 2008 ).

Pada umumnya , angka kejadian penyakit Alzheimer sangat berkitan

dengan usia. Semakin tua populasinya, semakin tinggi angka kejadiannya.

Angka prevalansi akan bertambah dua kali lipat pada setiap pertumbahan

lima tahun setelah usia 65 tahun. 5 % dari seluruh populasi usia 65 tahun

di negara barat adalah penderita penyakit Alzheimer, 16 % terdapat pada

kelompok usia 85 tahun, dan 32 % terdapat pada kelompok usia 90 tahun

( Nugroho, 2008 ).

29

Page 30: Skripsi Heri Bab 1 2 3

Stadium demensia Alzheimer, dapat berlangsung dalam tiga stadium :

a. Stadium awal

Gejala stadium awal sering diabaikan dan disalahartikan sebagai usia

lanjut sebagi bagian normal dari proses otak menua, oleh para professional,

anggota keluarga dan orang terdekat penyandang demensia. Karena proses

penyakit berjalan lambat, sulit sekali untuk menentukan kapan proses ini

dimulai. Klien menunjukan gejala sebagai berikut :

1. Kesulitan dalam berbahasa

2. Mengalami kemunduran daya ingat secara bermakna

3. Disorientasi waktu dan tempat

4. Sering tersesat di tempat yang biasa dikenal

5. Kesulitan membuat keputusan

6. Kehilangan inisiatif dan motivasi

7. Menunjukan gejala, depresi dan agitasi

8. Kehilangan minat dalam hobi dan aktifitas

b. Stadium Menengah

Proses penyakit berlanjut dan masalah menjadi semakin

nyata.Pada stadium ini, kliem mengalami kesulitan melakukan

aktifitas kehidupan sehari- hari dan menunjukan gejala seperti

berikut :

30

Page 31: Skripsi Heri Bab 1 2 3

1. Sangat mudah lupa, terutama untuk peristiwa yang baru dan nama

orang

2. Tidak dapat mengelola kehidupan sendiri tanpa timbul masalah

3. Tidak dapat memasak, membersihkan rumah, ataupun berbelanja.

4. Sangat bergantung pada orang lain

5. Semakin sulit berbicara

6. Membutuhkan bantuan untuk kebersihan diri ( ke toilet, mandi,

dan berpakaian ).

7. Senang mengembara atau ‘ngeluyur’ tanpa tujuan. Ngeluyur ini

bisa berupa :

a.Cheking : berulang kali mencari pemberi asuhan

b.Trailing : terus membuntuti pemberi asuhan

c.Pottering : terus berkeliling rumah

8. Terjadi perubahan pelaku

9. Adanya gangguan kepribadian

10. Sering tersesat walaupun jalan tersebut telah dikenal

11. Dapat juga menunjukkan adanya halusinasi

c. Stadium Lanjut

Pada stadium ini terjadi :

1. Ketidakmandirian dan inaktif yang total

31

Page 32: Skripsi Heri Bab 1 2 3

2. Tidak mengenali lagi anggota keluarga

3. Sukar memahami dan menilai masalah

4. Tidak mampu menemukan jalan disekitar rumah sendiri

5. Kesulitan berjalan

6. Mengalami inkontinesia

7. Menunjukkan prilaku tidak wajar di masyarakat

8. Akhirnya bergantung pada kursi roda atau tempat tidur.

3. Lingkungan

Lingkungan merupakan suatu keadaan atau kondisi baik

bersifat mendukung atau berbahaya yang dapat mempengaruhi jatuh

pada lansia. Faktor lingkungan yang belum dikenal mempunyai risiko

terhadap roboh sebesar 22% ( Probosuseno,2006 ).

Lingkungan yang sering dihubungkan dengan jatuh pada

lansia antara lain alat-alat atau perlengkapan rumah tangga yang

sudah tua atau tergeletak di bawah, tempat tidur tidak stabil atau

kamar mandi yang rendah dan licin, tempat berpegangan yang tidak

kuat atau tidak mudah dipegang, lantai tidak datar licin atau menurun,

karpet yang tidak dilem dengan baik, keset yang tebal atau menekuk

pinggirnya, dan benda benda alas lantai yang licin mudah tergeser,

lantai licin atau basah, penerangan yang tidak baik ( kurang atau

32

Page 33: Skripsi Heri Bab 1 2 3

menyilaukan ) alat bantu jalan yang tidak tepat ukuran, berat, maupun

cara penggunannya.

Kejadian jatuh pada lansia sekitar 10% terjadi ditangga

dengan kejadian jatuh saat turun tangga lebih banyak dibanding saat

naik, yang lainnya terjadi karena tersandung atau menabrak benda

perlengkapan rumah tangga, lantai yang licin atau tidak rata dan

penerangan yang kurang.

4. Obat – obatan

Obat merupakan zat kimia yang dikonsumsi oleh tubuh.

Kelompok dewasa berusia diatas 65 tahun merupakan pengguna obat-

obatan yang terbanyak, terhitung hampir 40% dari semua obat yang

diresepkan ( perry & potter, 2001 dikutip dari hostel,1992 ). Obat-

obatan juga meningkatkan insiden jatuh terutama obat-obatan yang

menyebabkan samnolen ( obat hipnotik ), postural hypotension

( diuretik, nitrat, obat anti hipertensi dan antidepresan trisiklik ) dan

kebingungan ( simetidine dan digitalis). Adapun efek samping obat

anti hipertensi antara lain adalah vertigo dan sakit kepala

( Katzung,1994 ).

Kadar obat dalam serum tidak stabil karena perubahan

farmakokinetik akibat proses menua dan penyakit juga sering

menyebabkan intoksikasi obat pada lansia. Disamping itu, obat yang

33

Page 34: Skripsi Heri Bab 1 2 3

diresepkan dapat menyebabkan konfusi, pusing, mengantuk yang

dapat mempengaruhi keseimbangan dan mobilitas ( Perry dan Potter,

2001 ).

34

Page 35: Skripsi Heri Bab 1 2 3

D. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi

hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau

antara variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin

diteliti ( Notoatmodjo,2010 ).

Kerangka konsep penelitian tentang faktor –faktor yang berhubungan

dengan kejadian jatuh pada lansia dipanti wherda Bekasi tahun 2013 adalah

sebagai berikut :

Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independent Variabel Dependen

35

FAKTOR INTERNAL :1. Gangguan gaya berjalan2. Demensia

Kejadian Jatuh Pada Lansia

FAKTOR EKSTERNAL : 1.Obat -obatan 2. Lingkungan

asus, 11/01/13,
Gunakan sumber
Page 36: Skripsi Heri Bab 1 2 3

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian adalah suatu asumsi pernyataan tentang

hubungan atau pengaruh antara dau atau lebih variabel yang diharapkan bisa

menjawab suatu pertanyaan dalam penelitian ( Zaluchu, 2006 ).

Dari kerangka konsep diatas, maka dapat hipotesis yang dapat

diajukan adalah sebagai berikut :

Hipotesis Penelitian ( H0 )

a. Tidak ada hubungan gangguan gaya berjalan dengan kejadian

jatuh pada lansia di panti wherda Bekasi tahun 2013.

b. Tidak ada hubungan demensia dengan kejadian jatuh pada lansia

di panti wherda Bekasi tahun 2013.

c. Tidak ada hubungan obat-obatan dengan kejadian jatuh pada

lansia di panti wherda Bekasi tahun 2013.

d. Tidak ada hubungan lingkungan dengan kejadian jatuh pada lansia

di panti wherda Bekasi tahun 2013.

Hipotesis Penelitian ( H1 )

a. Ada hubungan gangguan gaya berjalan dengan kejadian jatuh

pada lansia di panti wherda Bekasi tahun 2013.

b. Ada hubungan demensia dengan kejadian jatuh pada lansia di

panti wherda Bekasi tahun 2013.

36

Page 37: Skripsi Heri Bab 1 2 3

c. Ada hubungan obat- obatan dengan kejadian jatuh pada lansia di

panti wherda Bekasi tahun 2013.

d. Ada hubungan lingkungan dengan kejadian jatuh pada lansia di

panti wherda Bekasi tahun 2013.

37

Page 38: Skripsi Heri Bab 1 2 3

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan desain diskriptif analitik yaitu

mendiskripsikan variabel independen dan dependen, kemudian melakukan

analisis korelasi antara kedua variabel independen terhadap dependen .

Desain ini menggunakan pendekatan cross sectional, yaitu pengukuran

variabel independen dan variabel dependen hanya satu kali pada satu saat

( Notoatmodjo, 2002 ).

B. Lokasi dan Waktu penelitian

Penelitian dilakukan di bulan Februari 2013. Adapun lokasi yang

dijadikan penelitian adalah Panti Wherda Bekasi dengan alasan banyaknya

ditemukan data dan fakta yang mengarah pada kejadian jatuh pada lansia

dengan beberapa faktor tertentu.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang diteliti. Objek

tersebut dapat berupa manusia atau yang lain termasuk gejala yang ada di

38

Page 39: Skripsi Heri Bab 1 2 3

masyarakat ( Notoatmodjo, 2002 ). Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh lansia dipanti wherda Bekasi.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi terjangkau yang dapat

dipergunakan sebagai subjek penelitian sampling ( Nursalam, 2003 ). Teknik

pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random sampling, karena

dilakukan secara acak dan tanpa memperhatikan adanya strata.Dalam

penelitian ini jumlah sampel yang digunakan sejumlah 30, hal ini terkait

dengan adanya kriteria inklusi dan ekslusi yang peneliti tetapkan, dengan

jumlah sampel terendah 30 ( Arikunto, 2002).

Adapun ketentuan atau kriteria sampel tersebut layak atau tidak untuk

digunakan agar sesuai dengan tujuan penelitian :

1. Kriteria inklusi

a. Lanjut usia yang berusia 60 tahun keatas

b. Lanjut usia yang pernah mengalami jatuh dan tinggal dipanti

wherda Bekasi.

c. Lanjut usia yang tidak mengalami tuna rungu maupun tuna

wicara karena instrumen yang digunakan adalah kuesioner

wawancara sehingga apabila lansia mengalami masalah

tersebut maka dimungkinkan jawaban akan menjadi bias.

39

asus, 11/01/13,
Dari mana??
asus, 11/01/13,
Kenapa menggunakan random??
asus, 11/01/13,
Ada brp populasinya??
Page 40: Skripsi Heri Bab 1 2 3

d. Bersedia menjadi sampel atau responden penelitian yang

dibuktikan dengan tanda persetujuan.

D. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan alat pengumpulan data berupa

kuesioner yang teah dibuat peneliti dengan mengacu pada

kepustakaan yang terdiri dari beberapa pertanyaan yang berhubungan

dengan faktor faktor yang berhubungan dengan kejadian jatuh pada

lansia.

Variabel dependen kejadian jatuh diukur dengan

menggunakan alat ukur berupa kuesioner yang terdiri dari 3

pertanyaan.Variabel gangguan gaya berjalan terdiri dari 5 pertanyaan,

variabel demensia terdiri dari 5 pertanyaan, variabel lingkungan

terdiri dari 5 pertanyan dan variabel obat-obatan terdiri dari 5

pertanyaan.Variabel tersebut menggunakan skala Guttman ( 2003 ),

dengan penilaian 2 jika ya dan 1 jika tidak.

E. Uji Instrumen

Tujuan uji coba intrumen ini yaitu memastikan apakah

instrument yang dipakai benar-benar mengukur hal yang seharusnya

diukur ( Valid ) dan konsistensinya jika dilakukan beberapa kali

( Reliabel ).

40

asus, 11/01/13,
Knp km menggunakan skala guttman??
Page 41: Skripsi Heri Bab 1 2 3

1. Uji Validitas

Semua instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur

apa yang seharusnya diukur ( Setiadi,2007 ).Sebuah instrumen

dikatakan valid jika instrumen mampu mengukur apa yang

seharusnya diukur menurut situasi dan kondisi tertentu. Untuk

mengukur korelasi tiap-tiap pertanyaan digunakan rumus korelasi

product moment.Suatu item pertanyaan dikatakan valid dan dapat

mengukur variabel penelitian yang dimaksud jika nilai koefisien

validitas lebih dari atau sama dengan variabel nilai tabel. Dasar

pengambilan keputusan :

- Jika r positif,serta r ≥ nilai tabel, maka item pertanyaan

tersebut valid

- Jika r tidak positif, serta r < nilai tabel, maka item

pertanyaan tersebut tidak valid. Pengolahan uji validitas ini secara

komputerisasi dengan menggunakan program SPSS 17 for windows.

2. Uji Relibilitas

Relibilitas menunjukan pada pengertian sejauh mana sebuah

instrumen hasil pengukurannya dapat dipercaya dari waktu ke waktu.

Untuk menguji relibilitas instrumen, digunakan formulasi Alpa

Cronbnch ( Notoatmodjo,2010 ). Instrumen reliable jika Koefisien

Relibilitas Alpha Cronbach berharga ≥ nilai tabel.

41

asus, 11/01/13,
Apa alasannya menggunakan product moment?/
Page 42: Skripsi Heri Bab 1 2 3

Uji relibilitas dilakukan jika seluruh item valid dan yang

invalid disisihkan. Pengolahan uji relibilitas secara komputerisasi

dengan mengunakan program SPSS 17 for windows.

42

Page 43: Skripsi Heri Bab 1 2 3

F. Definisi Operasional Variabel

Definisi Operasional variabel adalah sebuah batasan –

batasan yang diberikan peneliti terhadap variabel penelitiannya

sendiri sehingga variable penelitiannya dapat diukur ( Zaluchu,

2006 ).

Definisi operasional variabel dari penelitian faktor faktor

yang berhubungan dengan kejadian jatuh pada lansia dip anti

wherda di Bekasi tahun 2013 adalah sebagai berikut :

No Variabel Definisi

Operasional

Alat ukur Hasil ukur Skala

1.

Variabel

Dependen

Jatuh

Suatu kejadian

yangmenyebabkan

seseorang

mendadak

terbaring atau

terduduk dilantai

atau tempat yang

lebih rendah

Kuesioner

yang terdiri

dari 2

pertanyaan

dengan

criteria skor

ya ( 2 ) dan

tidak ( 1 ).

Ya :

3-4

Tidak :

1-2

Ordinal

43

asus, 11/01/13,
perbaiki
Page 44: Skripsi Heri Bab 1 2 3

dengan atau tanpa

kesadaran atau

luka, selama

dipanti dalam

waktu kurun waktu

1 bulan terakhir.

2.

Variabel

Independen

Gangguan gaya

bejalan

Gangguan yang

berhubungan

dengan perubahan

pada masa tulang,

otot dan sistem

syaraf sehingga

terjadi gangguan

dalam berjalan.

Observasi

terdiri dari 5

peryataan

dengan

criteria skor

ya ( 2 ) dan

tidak ( 1 ).

Ada gangguan

:

6-10

Tidak ada

gangguan :

1-5

Ordinal

44

Page 45: Skripsi Heri Bab 1 2 3

3.

Variabel

Independen

Demensia

Suatu sindrom

klinik yang

meliputi hilangnya

fungsi intelektual

dan ingatan atau

memori

sedemikian berat

sehingga

menyebabkan

disfungsi hidup

sehari- hari.

Kuesioner

yang terdiri

dari 5

pertanyaan

dengan

kriteria skor

ya ( 2 ) dan

tidak ( 1 )

Tidak

demensia :

6-10

Demensia :

1-5

Ordinal

4. Variabel

Independen

Lingkungan

Suatu kondisi yang

bersifat

mendukung atau

berbahaya antara

Observasi

terdiri dari 5

pernyataan

dengan

Mendukung :

6-10

Tidak

mendukung :

Ordinal

45

Page 46: Skripsi Heri Bab 1 2 3

lain penerangan

yang kurang,benda

benda di latai.

criteria skor

ya ( 2 ) dan

tidak ( 1)

1-5

5.

Variabel

Independen

Obat- obatan

Reaksi atau efek

obat yang dapat

menyebabkan

konfusi,

pusing,sakit

kepala,mengantuk.

Kuesioner

terdiri dari 5

pertanyaan

dengan

kriteria skor

ya ( 2 ) dan

tidak ( 1 )

Obat berefek :

6-10

Tidak

berefek:

1-5

Ordinal

G. Teknik Pengumpulan Data

46

Page 47: Skripsi Heri Bab 1 2 3

1. Tahap Persiapan

a. Melakukan observasi dilokasi penelitian.

b. Merancang dan membuat kuesioner dengan membuat daftar

pertanyaan yang berkaitan dengan judul, menyusun pertanyaan

dengan secara sistematis dan mengoreksi kuesioner sebelum

digunakan.

c. Menentukan populasi dan sampel yang akan dijadikan subjek untuk

pengambilan data.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data diperoleh dari data pendukung yang di

dapatkan dari data panti wherda Bekasi, Literatur, dan tulisan ilmiah yang

relevan dengan topik penelitian yang dilakukan.

a. Data primer

Untuk mendapatkan data primer yang diperlukan, peneliti

melakukan wawancara langsung dengan responden dan

menggunakan kuesioner terhadap 30 orang lansia dipanti wherda

Bekasi dan mengobservasi gangguan gaya berjalan dan

lingkungan fisik di Panti Wherda Bekasi.

b. Data Sekunder

47

Page 48: Skripsi Heri Bab 1 2 3

Data sekunder diambil dengan menggunakan studi pustaka, yaitu

mengambil data yang diperoleh dari literatur dan data di Panti

Wherda Bekasi.

H. Metode Pengolahan Data dan Analisa Data

1. Pengolahan Data

Data yang terkumpul melalui observasi, wawancara, dan kusioner,

kemudian pengolahan data yang melalui beberapa tahapan, kegiatan dalam

proses pengolahan data meliputi :

a. Pemeriksaan Data ( Editing )

Editing adalah memeriksa data yang telah dikumpulkan baik

berupa daftar pertanyaan dari kuesioner yang telah dibagikan

kepada sampel.Jika ada yang belum lengkap maka responden

diminta untuk melengkapinya.

b. Memberi Kode ( Coding )

Coding adalah pengklasifikasian jawaban responden dan

pemberian kode.Variabel jatuh, bila terjawab ya diberi kode 2 dan

tidak jatuh diberi kode 1.Variabel gangguan gaya berjalan, bila

ada gangguan diberi kode 2 dan tidak ada gangguan diberi

1.Variabel demensia,bila demensia diberi kode 2 dan tidak

demensia diberi 1.Variabel lingkungan, jika mendukung diberi

48

Page 49: Skripsi Heri Bab 1 2 3

kode 2 dan tidak mendukung jatuh diberi kode 1.Variabel obat-

obatan, jika berefek diberi kode 2 dan tidak berefek diberi kode 1.

c. Processing

Merupakan kegiatan memproses data yang didapat dari

kuesioner kemudian dianalisis dengan cara memasukkan data

tersebut ke paket program SPSS17for windows.

d. Menyusun Data ( Tabulating )

Tabulating merupakan pengorganisasian data sedemikian rupa

agar dengan mudah di jumlah, disusun dan dicatat untuk disajikan

dan dianalisis.

2. Analisa Data

Analisa data adalah mengelompokaan, membuat suatu urutan,

sehingga mudah untuk dibaca ( Notoatmodjo, 2005 ). Penelitian ini

menggunakan data secara univariat dan bivariat.

a. Analisa Univariat

Analisa Univariat adalah analisa yang dilakukan terhadap

setiap variabel dari hasil penelitian yang akan menghasilkan

distribusi dan presentase dari tiap variabel ( Notoatmodjo, 2005 ).

Dalam penelitian ini analisa univariat digunakan untuk

menganalisis distribusi tiap variabel faktor – faktor kejadian jatuh

49

Page 50: Skripsi Heri Bab 1 2 3

pada lansia dan variabel kejadian jatuh pada lansia dipanti Wherda

Bekasi tahun 2013, analisa ini dilakukan secara komputerisasi

dengan program SPSS 17 for windows.

b. Analisa Bivariat

Analisa bivariat adalah analisa yang digunakan terhadap dua

variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi

( Notoadmodjo,2005 ).

Dalam penelitian ini, analisa bivariat digunakan untuk

menganalisis hubungan faktor-faktor kejadian jatuh pada lansian dip

anti wherda Bekasi tahun 2013 dengan nilai alpha ( 0,05 ) bila nilai p

value < dari nilai alpha maka dapat disimpulkan ada

hubungan.Analisa ini dilakukan secara komputerisasi dengan program

SPSS 17 for windows.

I. Penyajian Data

50

Page 51: Skripsi Heri Bab 1 2 3

Data yang disajikan dalam bentuk tekstular tabular, dan table

berdasarka variabel yang diteliti. Teknik data ini merupakan cara penyajian

data yang baik dan mudah dipahami.

J. Etika Penelitian

1. Informed Consent

Informed consent diberikan sebelum melakukan penelitian, informed

consent ini berupa lembar persetujuan untuk menjadi responden,

tujuannnya agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian. Jika

subjek bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan

dan jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak

responden.

2. Anonimity

Anominity menjelaskan bentuk kuesioner dengan tidak perlu

mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data lembar, hanya

menuliskan kode pada lembar pengumpulan data.

3. Confidentiality

Confidentialty menjelaskan masalah- masalah responden yang harus

dirahasiakan dalam penelitian. Kerahasian informasi yang telah

dkumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data

tertentu yang akan dilaporkan dalam hasil penelitian ( Hidayat, 2010 ).

51

asus, 11/01/13,
bahasa asing penulisannya bagaimana??