bab 2 resusitasi

31
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Resusitasi merupakan sebuah upaya menyediakan oksigen ke otak, jantung dan organ-organ vital lainnya melalui sebuah tindakan yang meliputi pemijatan jantung dan menjamin ventilasi yang adekwat (Rilantono, 1999). Tindakan ini merupakan tindakan kritis yang dilakukan pada saat terjadi kegawatdaruratan terutama pada sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler. kegawatdaruratan pada kedua sistem tubuh ini dapat menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat (sekitar 4 – 6 menit). Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Resusitasi pada neonates yang mengalami gawat nafas merupakan tindakan kritis yang harus dilakukan oleh perawat yang kompeten. Perawat harus dapat membuat keputusan yang tepat pada saat kritis. Kemampuan ini memerlukan 4

Upload: syaza-nadhifa

Post on 05-Sep-2015

226 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bab 2 resusitasi gadar

TRANSCRIPT

21

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 PengertianResusitasi merupakan sebuah upaya menyediakan oksigen ke otak, jantung dan organ-organ vital lainnya melalui sebuah tindakan yang meliputi pemijatan jantung dan menjamin ventilasi yang adekwat (Rilantono, 1999). Tindakan ini merupakan tindakan kritis yang dilakukan pada saat terjadi kegawatdaruratan terutama pada sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler. kegawatdaruratan pada kedua sistem tubuh ini dapat menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat (sekitar 4 6 menit).Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Resusitasi pada neonates yang mengalami gawat nafas merupakan tindakan kritis yang harus dilakukan oleh perawat yang kompeten. Perawat harus dapat membuat keputusan yang tepat pada saat kritis. Kemampuan ini memerlukan penguasaan pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang unik pada situasi kritis dan mampu menerapkannya untuk memenuhi kebutuhan pasien kritis (Hudak dan Gallo, 1997).

2.2 EtiologiPenyebabnya karena terjadinya oksigenasi yang tidak efektif dan perfusi yang tidak adekuat pada neonatus dapat berlangsung sejak saat sebelum persalinan hingga masa persalinan.

2.3 FisiologiWaktu bayi lahir ,napas pertama terjadi karena rangsangan udara dingin, cahaya,perubahan biokomia darah dsb. Cairan yang ada pada paru-paru sebagian besar akan dikeluarkan pada saat bayi dilahirkan karena tekanan jalan lahir pada dinding thorak ( squeeze) dan sebagian kecil diserap oleh pembuluh darah kecil. Sirkulasi darah berubah dari sirkulasi janin ke sirkulasi dewasa. Pada saat bayi dilahirkan dan terjadi pernapasan alveoli yang pada saat belum lahir berisi air, akan berkembang dengan berisi udara. Aliran darah ke paru akan bertambah karena oksigen yang didapat bayi akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah paru, yang menyebabkan aliran darah balik paru ( venous return ) akan meningkat, akibatnya akan terjadi aliran darah keluar dari ventrikel kiri. Pada bayi baru lahir yang normal penutupan duktus arteriosus dan penurunan tahanan pembuluh darah paru akan berakibat pada penurunan tekanan arteri pulmonalis dan ventrikel kanan. Penurunan terendah terjadi 2 atau 3 hari post natal Kadang-kadang sampai lebih dari 7 hari post natal ( Behrman , 1992 ).Ekspansi paru segera pada waktu lahir memerlukan tekanan ventilasi yang lebih tinggi dibandingkan pada tahap lainnya masa bayi. Kegagalan ekspansi ruang alveolar yang adekuat dapat terjadi pada hipoksemia dan asfiksia. Asfiksia menyebabkan hipoksia progresif, hiperkapnia, hipoperfusi dan asidosis. Konsekuensi dari hipoksia dan asidosis adalah vasokonstriksi paru, pembukaan duktus arteriosus, right-to-left shunting, disfungsi myokard, output jantung kurang, asidosis metabolik dan kerusakan sistem organ. Pada hipoksia janin, setelah beberapa kali napas dangkal pusat respirasi tidak dapat melanjutkan inisiasi pernapasan sehingga pernapasan berhenti. Hal ini disebut apneu primer. Sebagian besar neonatus dengan apneu primer merespon stimulasi saja. Jika hipoksia menetap, bayi mulai terengah. Periode antara engahan terakhir dan cardiac arrest disebut apneu skunder. Secara klinis, tidak mungkin membedakan apneu primer dan sekunder. Karenanya penting untuk menduga bayi apneu mengalami apneu sekunder. Penatalaksanaannya berupa bag and mask ventilation, kompresi dada, intubasi dan obat-obatan.

2.4 Patofisiologi2.4.1 Masalah Pelayanan PerinatalSebagian besar di Indonesia masih banyak ibu-ibu hamil yang tidak melakukan pemeriksaan antenatal dengan benar, dan masih banyak persalinan yang ditolong oleh dukun beranak sehingga kualitas pelayanan antenatal sesuai tingkat pelayanan yang diharapkan masih belum memadai sehingga kehamilan risiko tidak bisa terdeteksi untuk mendapatkan mungkin pelayanan kesehatan yang tepat.2.4.2 Pelayanan IntranatalKematian terbesar terjadi pada saat intranatal, dan saat ini memang sangat kritis mengingat faktor yang berkaitan, yaitu penyakit ibu, plasenta dan janin. Penyakit ibu dapat lebih mudah diketahui, tetapi keadaan dan fungsi plasenta serta keadaan janin sulit diketahui. Gerakan janin mungkin dapat dipakai sebagai patokan kesejahteraan janin, walaupun mungkin sangat kasar. Besar janin dapat dijadikani pertanda nutrisi janin masih adekuat tetapi suplai oksigen mungkin amat sukar untuk diketahui. Pengenalan dan kesadaran akan adanya faktor risiko merupakan awal dari proses rujukan. Rujukan yang tepat akan dapat mengurangi resiko kematian perinatal.2.4.3 Pelayanan PostnatalKehidupan dan kualitas bayi baru lahir amat ditentukan oleh pelayanan kesehatan yang diterimanya. Sejak saat lahir bayi dapat mengalami cedera seperti trauma lahir, trauma dingin, renjatan, resusitasi yang tidak adekuat atau infeksi. Bayi dapat menderita renjatan ataupun bradikardia yang tidak segera diatasi dapat menimbulkan gangguan pernafasan pada bayi baru lahir. Bayi risiko tinggi memerlukan perawatan intensif, untuk itu pengenalan faktor risiko dan proses rujukan merupakan kunci keberhasilan usaha menurunkan kematian perinatal.

2.5 Manifestasi KlinikGejala umum yang terjadi pada bayi baru lahir yang memerlukan tindakan resusitasi adalah bayi yang baru lahir namun tidak mampu untuk menghirup oksigen dengan adekuat dengan tanda dan gejala : Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.

2.6 Penatalaksanaan MedisKondisi yang memerlukan resusitasi neonatus misalnya :1. Sumbatan jalan napas : akibat lendir / darah / mekonium, atau akibat lidah yang jatuh ke posterior.2. Kondisi depresi pernapasan akibat obat-obatan yang diberikan kepada ibu misalnya obat anestetik, analgetik lokal, narkotik, diazepam, magnesium sulfat, dan sebagainya.3. Kelainan atau kerusakan saluran napas, kardiovaskular atau susunan saraf pusat, dan atau kelainan-kelainan kongenital yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan / sirkulasi.4. Syok hipovolemik misalnya akibat kompresi tali pusat atau perdarahan.Resusitasi lebih penting diperlukan pada menit-menit pertama kehidupan, jika terlambat, bisa berpengaruh buruk bagi kualitas hidup individu selanjutnya.Penting untuk resusitasi yang efektif :1. Tenaga yang terampil, tim kerja yang baik.2. Pemahaman tentang fisiologi dasar pernapasan, kardiovaskular, serta proses asfiksia yang progresif.3. Kemampuan / alat pengaturan suhu, ventilasi, monitoring.4. Obat-obatan dan cairan yang diperlukan.

2.7. Prinsip-Prinsip Umum Prosedur Resusitasi NeonatusDalam prosedur resusitasi pada neonates, ada prinsip-prisip yang harus dipahami oleh semua tenaga kesehatan, yaitu : T (temperature), baru kemudian dilanjutkan dengan Airway-Breathing-Circulation-Drugs.2.7.1 Pengaturan SuhuSemua neonatus dalam keadaan apapun mempunyai kesukaran untuk beradaptasi pada suhu lingkungan yang dingin. Neonatus yang mengalami asfiksia khususnya, mempunyai sistem pengaturan suhu yang lebih tidak stabil, dan hipotermia ini dapat memperberat / memperlambat pemulihan keadaan asidosis yang terjadi. Segera sesudah lahir, badan dan kepala neonatus hendaknya dikeringkan seluruhnya dengan kain kering dan hangat, dan diletakkan telanjang di bawah alat / lampu pemanas radiasi, atau pada tubuh ibunya, untuk mencegah kehilangan panas. Bila diletakkan dekat ibunya, bayi dan ibu hendaknya diselimuti dengan baik. Namun harus diperhatikan pula agar tidak terjadi pemanasan yang berlebihan pada tubuh bayi. Tindakan resusitasi pada bayi sebaiknya dilakukan pada suatu meja yang telah dilengkapi dengan peralatan resusitasi.2.7.2 Penilaian KlinisUntuk penilaian klinik digunakan penilaian Apgar untuk menentukan keadaan bayi pada menit ke 1 dan ke 5 sesudah lahir. Nilai pada menit pertama untuk menentukan seberapa jauh diperlukan tindakan resusitasi, nilai ini berkaitan dengan keadaan asidosis dan kelangsungan hidup. Nilai pada menit kelima untuk menilai prognosis neurologik.

Ada pembatasan dalam penilaian Apgar ini, yaitu :a. Resusitasi SEGERA dimulai bila diperlukan, dan tidak menunggu sampai ada penilaian pada menit pertama.b. Keputusan perlu tidaknya resusitasi maupun penilaian respons resusitasi dapat cukup dengan menggunakan evaluasi frekuensi jantung, aktifitas respirasi dan tonus neuromuskular, daripada dengan nilai Apgar total. Hal ini untuk menghemat waktu. Perencanaan berdasarkan perhitungan nilai Apgar : Nilai Apgar menit pertama 7 10 :Biasanya bayi hanya memerlukan tindakan pertolongan berupa penghisapan lendir / cairan dari orofaring dengan menggunakan bulb syringe atau suction unit tekanan rendah. Hati-hati, pengisapan yang terlalu kuat / traumatik dapat menyebabkan stimulasi vagal dan bradikardia sampai henti jantung. Nilai Apgar menit pertama 4 6 :Hendaknya orofaring cepat diisap dan diberikan O2 100%. Dilakukan stimulasi sensorik dengan tepokan atau sentilan pada telapak kaki dan gosokan selimut kering pada punggung. Frekuensi jantung dan respirasi terus dipantau ketat. Bila frekuensi jantung menurun atau ventilasi tidak adekuat, harus diberikan ventilasi tekanan positif dengan kantong resusitasi dan sungkup muka. Jika tidak ada alat bantu ventilasi, gunakan teknik pernapasan buatan dari mulut ke hidung-mulut. Nilai Apgar menit pertama 3 atau kurang :Bayi mengalami depresi pernapasan yang berat dan orofaring harus cepat diisap. Ventilasi dengan tekanan positif dengan oksigen 100% sebanyak 40-50 kali per menit harus segera dilakukan. Kecukupan ventilasi dinilai dengan memperhatikan gerakan dinding dada dan auskultasi bunyi napas. Jika frekuensi jantung tidak meningkat sesudah 5-10 kali napas, kompresi jantung harus dimulai. Frekuensi : 100 sampai 120 kali per menit, dengan 1 kali ventilasi setiap 5 kali kompresi (5:1).Jika frekuensi jantung tetap di bawah 100 kali per menit setelah 2-3 menit, usahakan melakukan intubasi endotrakea. Gunakan laringoskop dengan daun lurus (Magill). Gunakan stilet untuk menuntun jalan pipa. Stilet jangan sampai keluar dari ujung pipa. Posisi pipa diperiksa dengan auskultasi. Gunakan laringoskop dengan daun lurus (Magill). Gunakan stilet untuk menuntun jalan pipa. Stilet jangan sampai keluar dari ujung pipa. Posisi pipa diperiksa dengan auskultasi.Jika frekuensi jantung tetap kurang dari 100 setelah intubasi, berikan 0.5 1 ml adrenalin (1:10.000). Dapat juga secara intrakardial atau intratrakeal, tapi lebih dianjurkan secara intravena. Jika tidak ada ahli yang berpengalaman untuk memasang infus pada vena perifer bayi, lakukan kateterisasi vena atau arteri umbilikalis pada tali pusat, dengan kateter umbilikalis. Sebelum penyuntikan obat, harus dipastikan ada aliran darah yang bebas hambatan, dengan demikian pembuluh tali pusat dibuat menjadi drug/fluid transport line.Jangan memasukkan larutan hipertonik seperti glukosa 10% atau natrium bikarbonat yang tidak diencerkan melalui vena umbilikalis, karena dapat merusak parenkim hati. Bayi dengan asfiksia berat yang tidak responsif terhadap terapi atau mempunyai frekuensi jantung yang adekuat tetapi perfusinya buruk, hendaknya diberikan cairan ekspansi volume darah (plasma volume expander) 10 ml/kgBB dan Plasmanate atau albumin 5% secara infus selama 10 menit. Kalau diduga banyak terjadi perdarahan, berikan transfusi 10 ml/kgBB darah lengkap (wholeblood). Bila bradikardia menetap : ulangi dosis adrenalin. Dapat juga diberikan kalsium glukonat 10% untuk efek inotropik 50-100 mg/kgBB intravena perlahan-lahan, atau sulfas atropin untuk antikolinergik / terapi bradikardia 0.01 mg/kgBB. Asidosis respiratorik : dikoreksi dengan memperbaiki ventilasi. Asidosis metabolik : dikoreksi dengan infus natrium bikarbonat dan cairan ekspansi volume darah. Ada 3 masalah penting berkaitan dengan pemberian natrium bikarbonat pada bayi :a. Zat ini sangat hipertonik. Bila diberikan dengan cepat dan dalam jumlah besar akan mengekspansi volume intravaskular.b. Jika diberikan dalam keadaan ventilasi tidak adekuat, PaCO2 akan meningkat nyata, pH akan turun, asidosis makin berat dan dapat terjadi kematian. Hendaknya natrium bikarbonat HANYA diberikan jika ventilasi adekuat, atau telah terpasang ventilasi mekanik yang baik.c. Pemberian bikarbonat dapat pula menyebabkan hipotensi.Untuk monitoring : periksa darah arteri umbilikalis untuk analisis gas darah. Bila perlu lakukan kanulasi vena sentral untuk membantu menentukan balance cairan.Penyulit yang Mungkin Terjadi : HipotermiaDapat memperberat keadaan asidosis metabolik, sianosis, gawat napas, depresi susunan saraf pusat, hipoglikemia. PneumotoraksVentilasi tekanan positif dengan inflasi yang terlalu cepat dan tekanan yang terlalu besar dapat menyebabkan komplikasi ini.Jika bayi mengalami kelainan membran hialin atau aspirasi mekonium, risiko pneumotoraks lebih besar karena komplians jaringan paru lebih lemah. Trombosis VenaPemasangan infus / kateter intravena dapat menimbulkan lesi trauma pada dinding pembuluh darah, potensial membentuk trombus. Selain itu, infus larutan hipertonik melalui pembuluh darah tali pusat juga dapat mengakibatkan nekrosis hati dan trombosis vena.2.7.3 Uji Kembali Efektifitas Setelah melakukan resusitasi pada neonates, perlu diuji kembali efektifitas dari ventilasi, kompresi dada, intubasi endotrakeal, pemberian epinefrin. Pertimbangkan kemungkinan terjadinya hipovelemia dan asidosis metabolic berat.Evaluasi Apakah bayi lahir dengan usia kehamilan yang memadai? Apakah cairan amnion bebas dari mekonium dan tanda-tanda infeksi? Apakah bayi bernapas atau mennagis? Apakah tonus otot bayi baik?Jika jawaban dari semua pertanyaan tersebut adalah ya, maka bayi tidak memerlukan resusitasi. Bayi dapat dikeringkan, langsung diletakkan di dada ibunya dan dibungkus dengan kain linen hangat untuk mempertahankan suhu. Harus dilakukan pengawasan terus menerus terhadap pernapasan, aktivitas, dan pewarnaan.Jika jawaban dari salah satu atau semua pertanyaan di atas adalah tidak, maka bayi masuk ke dalam salah satu tindakan berikut:a. Langkah awal stabilisasi (berikan kehangatan, posisikan bayi, bebaskan jalan napas, keringkan, stimulasi, reposisi)b. Bernapas, yaitu dengan ventilasic. Kompresi dadad. Pemberian adrenalin dan/atau ekspansi volumeDiperlukan waktu tiga puluh detik untuk menyelesaikan setiap langkah, dan menentukan apakah langkah selanjutnya diperlukan.2.7.4 Teknik Resusitasi Resusitasi TABC yaitu mempertahankan temperatur (Temperature), jalan napas (Airway), pernapasan (Breathing) dan sirkulasi (Circulation) a. Langkah DasarLangkah awal resusitasi neonatal sama pentingnya dengan aspek lainnya. Langkah tersebut yaitu mencegah hilangnya panas, keracunan, suctioning, evaluasi dan stimulasi taktil. Mencegah Hilangnya Panas.Bayi harus ditempatkan di bawah sumber radiasi panas (radiator pemanas, lampu bohlam, atau pemanas) dengan matras/kain linen yang sudah dihangatkan sebelumnya. Bayi dikeringkan dengan benar, kain linen basah diganti dan kemudian dibungkus dengan kain hangat dan selimut. Setelah dikeringkan, bayi diletakkan bersentuhan kulit di dada atau perut ibunya untuk mempertahankan kehangatan. Bayi prematur memerlukan teknik penghangatan tambahan seperti membungkus bayi dengan plastik atau kantung (plastik tahan panas yang bisa digunakan untuk makanan) dengan kepala bayi di luar kantung sementara tubuh terbungkus sepenuhnya. Hal ini efektif mengurangi hilangnya panas selama resusitasi.Hipertermia juga harus dihindari karena berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas SSP. Tujuan dari tindakan ini adalah mencapai normotermia dan menghindari hipertermia. Posisikan Bayi.Bayi paling baik diletakkan terlentang atau menyamping dengan kepala pada posisi netral atau sedikit ekstensi, menggunakan sandaran bahu satu inchi, dan jika mungkin, dengan kepala menghadap ke arah sisi. Suctioning.Bayi baru lahir yang sehat dan aktif biasanya tidak memerlukan suctioning pada waktu dilahirkan. Sekresi dapat disingkirkan dari hidung dan mulut menggunakan selang atau handuk. Jika diperlukan suctioning, bersihkan dahulu sekresi dari mulut kemudian hidung dengan bulb syringe atau kateter suction (8 atau 10 Fr). Tekanan suction tidak boleh melebihi 80-100 mm Hg. Suction faringeal yang agresif dapat menyebabkan spasme laringeal dan bradikardia vagal sehingga mengakibatkan keterlambatan pernapasan spontan. Membersihkan jalan napas dari mekonium.Bayi yang dilahirkan dengan cairan yang mengandung mekonium beresiko mengalami pneumonia respirasi. Intrapartum suctioning (menghisap dari mulut dan faring bayi sebelum mengeluarkan bahu) tidak mempengaruhi insidens atau beratnya sindrom aspirasi mekonium sehingga tidak lagi dianjurkan. Jika bayi tidak menunjukkan respirasi atau mengalami depresi pernapasan, hipotonia atau bradikardia, menghisap mekonium dari faring harus dilakukan dibawah pengawasan dan, jika diperlukan, diikuti intubasi singkat dan suction trakea. Penghangatan dapat diberikan oleh radiator pemanas namun pengeringan dan stimulasi biasanya harus ditunda pada bayi dengan keadaan demikian.Suction trakea dilakukan dengan memasang suction langsung ke endotracheal tube pada waktu dikeluarkan dari jalan napas. Suction melalui kateter yang dimasukkan ke dalam tube ET tidak dianjurkan. Intubasi dan suctioning dilakukan kembali sampai hanya sedikit mekonium yang ditemukan. Akan tetapi, jika denyut jantung atau respirasi sangat terdepresi, maka perlu dilakukan ventilasi tekanan positif walau ditemukan sedikit mekonium di jalan napas. Tracheal suctioning bayi aktif dengan cairan dengan bercak mekonium tidak memperbaiki hasil dan dapat menyebabkan komplikasi. Stimulasi Taktil.Stimulasi dilakukan dengan mengeringkan dan suctioning biasanya cukup untuk memulai respirasi efektif pada sebagian besar bayi baru lahir. Rangsang taktil tambahan diberikan dengan menggosok telapak kaki atau menggosok punggung, dilakukan sekali atau dua kali, bersama dengan pemberian oksigen aliran bebas. Stimulasi taktil bisa memicu respirasi spontan pada bayi apnu primer namun apabila ia tidak merespon tindakan ini, maka bayi apnu sekunder sehingga dibutuhkan ventilasi tekanan positif.2.7.5 Evaluasi Periodik dengan Interval 30 DetikSetelah pemeriksaan awal dan langkah awal, resusitasi lanjut harus dipandu pemeriksaan simultan respirasi, denyut jantung, dan warna. Bayi harus bernapas reguler yang memadai untuk memperbaiki warna dan mempertahankan denyut di atas 100 denyut per menit.

Respirasi dinilai dengan mengamati dada dan menggolongkannya ke dalam pernapasan spontan, aktif, apneu atau terengah. Sebagian besar bayi baru lahir dapat bernapas reguler dengan warna yang baik dan denyut diatas 100 kali per menit setelah upaya pernapasan awal. Terengah atau apneu mengindikasikan perlunya penggunaan ventilasi.Denyut jantung dimonitor dengan auskultasi precordium menggunakan stetoskop atau palpasi pulsasi korda umbilikalis yang dihitung selama enam detik kemudian dikalikan sepuluh. Denyut jantung normal lebih dari 100 kali per menit.Warna bayi dapat dikelompokkan menjadi sianosis sentral, sianosis perifer, atau merah muda. Neonatus sehat akan tampak merah muda tanpa oksigen. Acrosianosis (warna kebiruan pada kaki atau tangan saja) biasa ditemukan pada awal dan bisa menjadi petunjuk keadaan lain seperti stress dingin. Sianosis sentral biasanya ditemukan di wajah, badan dan mukosa. Pucat (pallor) bisa disebabkan hipotensi, hipovolemia, anemia berat, hipotermia atau asidosis.2.7.6 Pemberian oksigen.Secara konvensional, resusitasi dilakukan dengan pemberian oksigen 100%, terdapat kekhawatiran mengenai potensi efek samping pemberian oksigen 100% pada bayi baru lahir. Uji kontrol acak menunjukkan reduksi signifikan mortalitas dan tidak ada tanda kerusakan pada bayi yang diresusitasi di udara ruang dibandingkan dengan oksigen 100%, walaupun masih ada masalah metodologis mengenai penelitian tersebut dan hasilnya harus diinterpretasikan dengan hati-hati. Resusitasi saat ini bisa dilakukan dengan udara ruangan atau oksigen 100% atau campuran keduanya, dianjurkan oksigen tambahan harus tersedia apabila 90 detik setelah persalinan keadaan tidak membaik. Oksigen tambahan juga dianjurkan apabila ventilasi tekanan positif mengindikasikan resusitasi, pada keadaan dimana oksigen tambahan tidak tersedia, ventilasi tekanan positif harus diberikan dengan udara ruang.Oksigen aliran bebas 5 liter per menit harus diberikan pada bayi yang bernapas namun mengalami sianosis sentral, hal ini dapat dilakukan dengan pemasangan masker wajah atau sungkup tangan di sekitar selang oksigen di dekat wajah bayi.2.7.7 VentilasiVentilasi efektif merupakan kunci resusitasi semua bayi yang apneu atau bradikardi pada waktu lahir. Ventilasi tekanan positif harus dilakukan apabila bayi masih tetap apneu atau terengah, jika denyut jantung < 100 kali per menit setelah 30 detik dilakukannya langkah pertama, atau bayi masing mengalami sianosis sentral walaupun telah diberikan oksigen tambahan.Napas awal harus mencapai tekanan 30-40 cm H2O kemudian 15-20 cm H2O, paru prematur bisa rusak oleh inflasi volume besar pada waktu lahir yang bisa menyebabkan displasia bronkopulmoner. Inflasi paru awal pada bayi prematur harus dilakukan dengan tekanan inflasi lebih rendah 20-25 cmH2O, walaupun beberapa bayi tidak merespon tekanan yang lebih tinggi. Laju optimal ventilasi 40-60 pernapasan per menit dilakukan pada hitungan tekanan satu-dua-tiga-remas, kantong diremas hanya dengan ujung jari dan bukan dengan seluruh tangan. Ventilasi yang adekuat ditandai oleh naik turunnya dada, terdengarnya bunyi napas pada auskultasi, mempertahankan denyut jantung diatas 100 per menit, bernapas spontan dan warna kulit yang merah.

Respon yang tidak adekuat terhadap ventilasi dapat disebabkan oleh: kurang rapatnya sungkup dan wajah obstruksi jalan napas kurangnya tekanan inflasi oksigen yang tidak adekuat (periksa pasokan oksigen dan salurannya)2.7.8 Kantong ResusitasiKantong (bag) resusitasi yang bisa mengembang sendiri biasanya digunakan pada neonatus, lebih cocok yang bervolume 240 ml untuk menghasilkan voleme tidal 5-8 ml/ kg. Ventilasi efektif juga dapat dicapai dengan kantong yang mengembang akibat aliran udara atau T-piece. Tidak terdapat cukup bukti yang mendukung penggunaaan laryngeal mask airway sebagai alat utama dalam resusitasi neonatus pada keadaan cairan amnion yang bercampur dengan mekonium, saat diperlukan kompresi dada, pada bayi dengan berat lahir sangat rendah, atau pada bayi yang dilahirkan secara darurat dengan menggunakan obat-obatan intratrakeal.2.7.9 Kompresi DadaKompresi dada diindikasikan bila, setelah 30 menit ventilasi dengan kantong dan sungkup 100% oksigen, denyut jantung masih tetap dibawah 60 kali per menit. Kompresi dada harus selalu disertai ventilasi dengan 100% oksigen.2.7.10 Teknik KompresiTeknik yang dapat digunakan adalah teknik dengan dua telapak tangan dan teknik dua jari. Teknik dua telapak tangan adalah teknik yang lebih disukai. Kedua ibu jari diletakkan di sternum, berdekatan atau saling tumpang tindih, dan jari yang lain mengelilingi dada dan menopang bagian belakang. Cara lainnya, dua jari diletakkan di atas sternum, sedangkan tangan yang lainnya menopang bagian belakang.Tekanan yang diperlukan adalah penekanan dada sedalam kira-kira sepertiga diameter anteroposterior dada, dilakukan pada sepertiga sternum bagian bawah. Kompresi dada harus dilakukan dengan lembut dan menghasilkan pulsasi yang teraba. Selama melakukan kompresi dada, jangan mengangkat ibu jari atau kedua jari dari sternum. Diperlukan 3 kompesi dada dan 1 ventilasi (3:1), dengan total 90 kompresi dada dan 30 ventilasi dalam satu menit. Denyut jantung diperiksa ulang tiap 30 detik dan kompresi dada terus dilanjutkan hingga denyut jantung lebih dari 60 kali/menit. Kompresi dada beresiko menimbulkan patah tulang rusuk dan pneumothoraks, hindari penekanan langsung pada tulang rusuk, xiphisternum dan abdomen.2.7.11 Obat-ObatanObat-obatan jarang diperlukan pada resusitasi neonatus. Bradikardi yang dijumpai biasanya akibat inflasi paru yang tidak adekuat atau hipoksia; bradikardi biasanya membaik dengan ventilasi yang adekuat. Obat-obatan diperlukan hanya jika denyut jantng tetap dibawah 60 kali/menit meskipun telah diberikan ventilasi dengan 100% oksigen dan kompresi dada.2.7.12 Rute PemberianRute pemberian yang lebih disukai adalah vena umbilikalis karena dapat diakses dengan mudah. Semua obat-obatan dan volume expanders dapat melalui rute ini, biasanya digunakan selang kateter ukuran 5 Fr. Rute lain yang bias dipilih adalah vena perifer dan intratrakeal. Obat yang bisa digunakan pada resusitasi neonatus adalah adrenalin, volume expanders, naloxone dan sodium bikarbonat.2.8 Asuhan Paska Resusitasi.Asuhan paska resusitasi diberikan sesuai dengan keadaan neonatus setelah menerima tindakan resusitasi. Asuhan paska resusitasi dilakukan pada keadaan :1. Resusitasi berhasilResusitasi berhasil bila pernafasan neonatus teratur, warna kulitnya kembali normal, adanya perbaikan tonus otot atau bergerak aktif. Jelaskan pada ibu tentang hasil resusitasi yang telah diberikan dan anjurkan ibu segera member ASI kepada bayinya serta menjaga kehangatan.2. Bayi Perlu RujukanBila paska resusitasi kondisi bayi memburuk segera rujuk ke fasilitas rujukan. Jelaskan pada ibu bahwa bayinya perlu dirujuk, siapkan sarana transportasi, bawa peralatan resusitasi selama perjalanan dan lindungi bayi dari paparan sinar matahari.3. Resusitasi Tidak BerhasilBila bayi gagal bernafas setelah 20 menit tindakan resusitasi dilakukan, maka hentikan upaya tersebut karena bayi akan mengalami gangguan yang berat pada susunan saraf pusat dan kemudian meninggal. Pada kondisi seperti ini, ibu dan keluarga memerlukan dukungan secara hati-hati dan bijaksana, ajak ibu dan keluarga untuk memahami masalah dan musibah yang terjadi serta berikan dukungan moral sesuai adat dan budaya setempat.

4