bab 2 new

54
BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Trauma perkemihan merupakan salah satu trauma yang sering terjadi yang salah satu penyebabnya adalah kecelakaan atau benturan yang mengenai langsung pada organ perkemihan (uretra), dan merupakan masalah yang sering terjadi di kalangan kita karena seperti kita ketahui bahwa diindonesia angka kecelakaan lalu lintas masih sangat tinggi, karena kurangnya kedisiplinan terhadap peraturan yang ada. Trauma perkemihan dibagi bermacam – macam yaitu trauma ginjal, trauma ureter, trauma kandung kemih, dan trauma uretra. Tr a uma uretra adalah suatu cedera yang mengenai uretra sehingga menyebabkan rupture pada uretra (Arif Muttaqin:2011) Menurut angka kejadian Gangguan trauma uretra ditemukan di Negara maju seperti Amerika di tunjukan dengan angka kejadian pada tahun 2000 sebesar 3,8% dan pada tahun 2002 sebesar 4% dari 100.000 populasi. Untuk Negara berkembang seperti Indonesia pada tahun

Upload: mardisupriyansah

Post on 30-Nov-2015

68 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

askep

TRANSCRIPT

Page 1: bab 2 new

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latarbelakang

Trauma perkemihan merupakan salah satu trauma yang sering terjadi yang

salah satu penyebabnya adalah kecelakaan atau benturan yang mengenai langsung

pada organ perkemihan (uretra), dan merupakan masalah yang sering terjadi di

kalangan kita karena seperti kita ketahui bahwa diindonesia angka kecelakaan lalu

lintas masih sangat tinggi, karena kurangnya kedisiplinan terhadap peraturan yang

ada. Trauma perkemihan dibagi bermacam – macam yaitu trauma ginjal, trauma

ureter, trauma kandung kemih, dan trauma uretra. Trauma uretra adalah suatu

cedera yang mengenai uretra sehingga menyebabkan rupture pada uretra (Arif

Muttaqin:2011)

Menurut angka kejadian Gangguan trauma uretra ditemukan di Negara

maju seperti Amerika di tunjukan dengan angka kejadian pada tahun 2000 sebesar

3,8% dan pada tahun 2002 sebesar 4% dari 100.000 populasi. Untuk Negara

berkembang seperti Indonesia pada tahun 2000 angka kejadian trauma uretra

sebesar 10 % per 10.000 populasi.

Dari tingkatan trauma uretra, trauma uretra dibagi menjadi tiga tingkatan

yaitu trauma ringan, sedang, dan berat, di sebabkan oleh adanya trauma pada

perut bagian bawah, panggul, genetalia eksterna maupun perineum, Fraktur

pelvis, rupture uretra pars membranasea, trauma selangkangan, ruptururetra pars

bulbosa, pemasangan kateter folley yang salah, persalinan lama, ruptur yang

spontan.

Page 2: bab 2 new

Gangguan ini ditandai perdarahan per-uretra post trauma, pada posterior:

perdarahan per uretra, retensi urine, pemeriksaan RektalTuse : Floating Prostat.

Pada anterior: perdarahan per-uretra/ hematuria, sleeve hematom/butterfly

hematom, kadang terjadi retensi urine, apabila dari tanda dan gejala yang dapat

timbul dari gangguan ini dapat menimbulkan berbagai komplikasi-komplikasi.

Komplikasi yang dapat muncul dari trauma uretra adalah komplikasi dini

setelah rekonstruksi uretra: infeksi, hematoma, abses periuretral, fisteluretrokutan,

epididymitis, komplikasi lanjut: striktura uretra, khusus pada ruptur uretra

posterior dapat timbul: impotensi, inkontinensia.

Untuk mengatasi masalah ini seorang perawat harus mengetahui

bagaimana cara untuk mencegah terjadinya komplikasi yang terjadi dari trauma

uretra. Untuk gangguan trauma uretra, perawat bisa berkolaboratif dengan tim

kesehatan bila hematom kecil dilakukan terapi konservatif, yaitu kateter dover

selama 1-2 minggu dan antibiotika untuk profilaksis, bila hematom besar.

Keperawatan mandiri dilakukn pada trauma ini adalah melakukan perawatan luka

dan melakukan perawatan kateter. dilakukan prosedur yang sama dengan yang

berat, karena kadang-kadang dalam hematom terjadi infeksi sekunder sehingga

terbentuksuatu lubang dan kateter terlihat dari luar. sebelum terjadi kerusakan

demikian lebih baik dilakukan operasi, dan perawat mampu menerapkan asuhan

keperawatan pada klien dengan memberi pelayanan yang berkualitas agar

mempercepat penyembuhan dan mencegah komplikasi.

Page 3: bab 2 new

B. TujuanPenulisan

Tujuan dari penulisan ini adalah :

1. Tujuan Umum

Untuk memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan pada klien dengan

gangguan system perkemihan : Trauma Uretra

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui tentang anatomi danfisiologisistemPerkemihan

b. Mengetahuikonsepdasartrauma uretra

c. Mengetahui secara rinci tentang asuhan keperawatan klien dengan

Trauma uretra mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi

C. RuangLingkupPenulisan

Pada makalah ini, kelompok membatasi ruang lingkup penulisan yaitu

anatomi fisiologi sistem perkemihan, konsep dasar tentang trauma uretra dan

asuhan keperawatan klien dengan gangguan system perkemihan : Trauma Uretra.

D. Metode Penulisan

Dalam penyusunan makalah ini, kelompok menggunakan metode deskriftif

yaitu dengan menggambarkan konsep anatomi, fisiologi sistem perkemihan,

konsep dasar tentang trauma uretra dan asuhan keperawatan klien dengan

gangguan sistem perkemihan : Trauma Uretra

Page 4: bab 2 new

E. Sistematika Penulisan

Penulisan makalah ini terdiri dari 4 bab yang meliputi :

BAB I : Pendahuluan : latar belakang, tujuan penulisan, ruang

lingkup, metode penulisan, sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan teoritis : anatomi fisiologi sistem perkemihan ,

konsep dasar trauma uretra.

BAB III : Asuhan Keperawatan Klien dengan gangguan sistem

Perkemihan: Trauma Uretra.

BAB IV : Penutup : kesimpulan dan saran.

DaftarPustaka

Page 5: bab 2 new

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan

Sistem perkemihan atau sistem urinaria, adalah suatu sistem dimana

terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak

dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh

tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan

dikeluarkan berupa urin (air kemih). (Pearce, Efelin C. 2006)

1. Ginjal

Ginjal merupakan organ pada tubuh manusia yang menjalankan banyak fungsi

untuk homeostasis, yang terutama adalah sebagai organ ekskresi dan pengatur

kesetimbangan cairan dan asam basa dalam tubuh. Terdapat sepasang ginjal pada

manusia, masing-masing di sisi kiri dan kanan (lateral) tulang vertebra dan

terletak retroperitoneal (di belakang peritoneum). Selain itu sepasang ginjal

tersebut dilengkapi juga dengan sepasang ureter, sebuah vesika urinaria (buli-

buli/kandung kemih) dan uretra yang membawa urine ke lingkungan luar tubuh.

Kedudukan ginjal terletak dibagian belakang dari kavum abdominalis di belakang

peritonium pada kedua sisi vertebra lumbalis III, dan melekat langsung pada

dinding abdomen.

Bentuknya seperti biji buah kacang merah (kara/ercis), jumlahnaya ada 2 buah

kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari pada ginjal kanan. Pada orang dewasa

berat ginjal ± 200 gram. Dan pada umumnya ginjal laki – laki lebih panjang dari

pada ginjal wanita. Satuan struktural dan fungsional ginjal yang terkecil di sebut

nefron. Tiap – tiap nefron terdiri atas komponen vaskuler dan tubuler. Komponen

vaskuler terdiri atas pembuluh – pembuluh darah yaitu glomerolus dan kapiler

Page 6: bab 2 new

peritubuler yang mengitari tubuli. Dalam komponen tubuler terdapat kapsul

Bowman, serta tubulus – tubulus, yaitu tubulus kontortus proksimal, tubulus

kontortus distal, tubulus pengumpul dan lengkung Henle yang terdapat pada

medula. Kapsula Bowman terdiri atas lapisan parietal (luar) berbentuk gepeng dan

lapis viseral (langsung membungkus kapiler golmerlus) yang bentuknya besar

dengan banyak juluran mirip jari disebut podosit (sel berkaki) atau pedikel yang

memeluk kapiler secara teratur sehingga celah – celah antara pedikel itu sangat

teratur.

Kapsula bowman bersama glomerolus disebut korpuskel renal, bagian tubulus

yang keluar dari korpuskel renal disabut dengan tubulus kontortus proksimal

karena jalannya yang berbelok – belok, kemudian menjadi saluran yang lurus

yang semula tebal kemudian menjadi tipis disebut ansa Henle atau loop of Henle,

karena membuat lengkungan tajam berbalik kembali ke korpuskel renal asal,

kemudian berlanjut sebagai tubulus kontortus distal.

a. Bagian – Bagian Ginjal

Bila sebuh ginjal kita iris memanjang, maka aka tampak bahwa ginjal terdiri

dari tiga bagian, yaitu bagian kulit (korteks), sumsum ginjal (medula), dan

bagian rongga ginjal (pelvis renalis).

1) Kulit Ginjal (Korteks)

Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan

penyaringan darah yang disebut nefron. Pada tempat penyarinagn darah ini

banyak mengandung kapiler – kapiler darah yang tersusun bergumpal –

gumpal disebut glomerolus. Tiap glomerolus dikelilingi oleh simpai

bownman, dan gabungan antara glomerolus dengan simpai bownman

disebut badan malphigi.

Page 7: bab 2 new

Penyaringan darah terjadi pada badan malphigi, yaitu diantara

glomerolus dan simpai bownman. Zat – zat yang terlarut dalam darah akan

masuk kedalam simpai bownman. Dari sini maka zat – zat tersebut akan

menuju ke pembuluh yang merupakan lanjutan dari simpai bownman yang

terdapat di dalam sumsum ginjal.

2) Sumsum Ginjal (Medula)

Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebut

piramid renal. Dengan dasarnya menghadap korteks dan puncaknya disebut

apeks atau papila renis, mengarah ke bagian dalam ginjal. Satu piramid

dengan jaringan korteks di dalamnya disebut lobus ginjal. Piramid antara 8

hingga 18 buah tampak bergaris – garis karena terdiri atas berkas saluran

paralel (tubuli dan duktus koligentes). Diantara pyramid terdapat jaringan

korteks yang disebut dengan kolumna renal. Pada bagian ini berkumpul

ribuan pembuluh halus yang merupakan lanjutan dari simpai bownman. Di

dalam pembuluh halus ini terangkut urine yang merupakan hasil

penyaringan darah dalam badan malphigi, setelah mengalami berbagai

proses.

3) Rongga Ginjal (Pelvis Renalis)

Pelvis Renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal,

berbentuk corong lebar. Sabelum berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis

renalis bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor, yang masing –

masing bercabang membentuk beberapa kaliks minor yang langsung

menutupi papila renis dari piramid. Kliks minor ini menampung urine yang

terus kleuar dari papila. Dari Kaliks minor, urine masuk ke kaliks mayor,

ke pelvis renis ke ureter, hingga di tampung dalam kandung kemih

(vesikula urinaria).

Page 8: bab 2 new

b. Fungsi Ginjal:

1) Mengekskresikan zat – zat sisa metabolisme yang mengandung

nitrogennitrogen, misalnya amonia.

2) Mengekskresikan zat – zat yang jumlahnya berlebihan (misalnya gula dan

vitamin) dan berbahaya (misalnya obat – obatan, bakteri dan zat warna).

3) Mengatur keseimbangan air dan garam dengan cara osmoregulasi.

4) Mengatur tekanan darah dalam arteri dengan mengeluarkan kelebihan

asam atau basa.

c. Peredaran Darah

Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyai

percabangan arteria renalis, yang berpasangan kiri dan kanan dan bercabang

menjadi arteria interlobaris kemudian menjadi arteri akuata, arteria

interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi kapiler

membentuk gumpalan yang disebut dengan glomerolus dan dikelilingi leh alat

yang disebut dengan simpai bowman, didalamnya terjadi penyadangan

pertama dan kapilerdarah yang meninggalkan simpai bowman kemudian

menjadi vena renalis masuk ke vena kava inferior.

2. Ureter

Ureter adalah suatu saluran muscular berbentuk silinder, yang

mengantarkan urine dari ginjal ke kandung kemih. Ureter memiliki dua

saluran pipa, yang masing-masing bersambung dengan ginjal dan dari ginjal

berjalan ke kandung kencing. Tebal setiap ureter kira-kira setebal tangkai

bulu angsa, dan panjangnya sekitar 34-40 sentimeter. Terdiri atas dinding luar

yang fibrus, lapisan tengah yang berotot dan lapisan mukosa sebelah dalam.

(Pearce, Evelyn C, 2009)

Page 9: bab 2 new

Gambar 1.1 ureter

Ureter mulai sebagai pelebaran hilum ginjal dan berjalan kebawah

melalui rongga abdomen masuk kedalam pelvis dan dengan arah oblik

bermuara kedalam sebelah posterior kandung kemih.

Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik tiap 5

menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kamih

(vesika urinaria). Gerakan peristaltik mendorong urine melalui ureter yang

diekskresikan oleh ginjal dan disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui

osteum uretralis masuk ke dalam kandung kemih.

Pars abdominalis ureter dalam kavum abdomen ureter terletak di

belakang peritoneum sebelah media anterior m. psoas mayor dan ditutupi oleh

fasia subserosa. Vasa spermatika/ovarika interna menyilang ureter secara

Page 10: bab 2 new

oblique, selanjutnya ureter akan mencapai kavum pelvis dan menyilang arteri

iliaka eksterna.

Pars pelvis ureter berjalan pada bagian dinding lateral pada kavum

pelvis sepanjang tepi anterior dari insura iskhiadika mayor dan tertutup oleh

peritoneum. Ureter dapat ditemukan didepan arteri hipogastrika bagian dalam

nervus obturatoris arteri vasialia anterior dan arteri hemoroidalis media. Pada

bagian bawah insura iskhiadika mayor, ureter agak miring ke bagian medial

untuk mencapai sudut lateral dari vesika urinaria.

Ureter pada pria terdapat di dalam visura seminalis atas dan disilang

oleh duktus deferens dan dikelilingi oleh pleksus vesikalis. Selanjutnya ureter

berjalan oblique sepanjang 2 cm di dalam dinding vesika urinaria pada sudut

lateral dari trigonum vesika. Sewaktu menembus vesika urinaria, dinding atas

dan dinding bawah ureter akan tertutup dan pada waktu vesika urinaria penuh

akan membentuk katup (valvula) dan mencegah pengambilan urine dari

vesika urinaria.

Ureter pada wanita terdapat di belakang fossa ovarika urinaria dan

berjalan ke bagian medial dan ke depan bagian lateralis serviks uteri bagian

atas, vagina untuk mencapai fundus vesika urinaria. Dalam perjalanannya,

ureter didampingi oleh arteri uterina sepanjang 2,5 cm dan selanjutnya arteri

ini menyilang ureter dan menuju ke atas di antara lapisan ligamentum. Ureter

mempunyai 2 cm dari sisi serviks uteri. Ada tiga tempat yang penting dari

ureter yang mudah terjadi penyumbatan yaitu pada sambungan ureter pelvis

diameter 2 mm, penyilangan vosa iliaka diameter 4 mm dan pada saat masuk

ke vesika urinaria yang berdiameter 1-5 cm.

Pembuluh darah ureter

1. Arteri renalis

2. Arteri spermatika interna

3. Arteri hipogastrika

4. Arteri vesika inferior

Page 11: bab 2 new

3. Uretra

Uretra ialah sebuah saluran yang berjalan dari leher kandung kemih ke

lubang luar, dilapisi membrane mukosa yang bersambung dengan membran

yang melapisi kandung kemih. Meatus urinarius terdiri atas serabut otot

lingkar, yang membentuk sfinkter uretrae. Pada wanita panjang uretranya

sekitar 2,5 sampai 3,5 sentimeter, dan pada pria sekitar 17 sampai 22,5

sentimeter. (Pearce, Evelyn C, 2009)

Dibawah ini merupakan bagian anatomi uretra laki-laki dan wanita :

Gambar 1.2 (a) uretra laki-laki, (b) uretra wanita

Pada laki- laki uretra berjalan berkelok–kelok melalui tengah–tengah

prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis

kebagian penis panjangnya ± 20 cm.

Page 12: bab 2 new

Uretra pada laki–laki terdiri dari :

1. Uretra Prostaria

2. Uretra membranosa

3. Uretra kavernosa

Lapisan uretra laki – laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling

dalam), dan lapisan submukosa.

Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubis berjalan miring

sedikit kearah atas, panjangnya ± 3 – 4 cm. Lapisan uretra pada wanita terdiri

dari Tunika muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus

dari vena–vena, dan lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam). Muara uretra

pada wanita terletak di sebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina) dan

uretra di sini hanya sebagai saluran ekskresi. Uretra wanita jauh lebih pendek

daripada uretra pria dan terdiri lapisan otot polos yang diperkuat oleh sfinger

otot rangka pada muaranya penonjolan berupa kelenjar dan jaringan ikat

fibrosa longgar yang ditandai dengan banyak sinus venosus mirip jaringan

cavernous (Pearce, Evelyn C, 2006).

Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine keluar dari kandung

kemih melalui proses miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi dua bagian

yaitu uretraposterior dan uretra anterior. Pada pria organ ini berfungsi juga

dalam menyakurkan cairan mani.

Uretra diperlengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada

perbatasan kandung kemih dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang

terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Sfingter uretra interna

terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh sistem simpatik sehingga pada saat

kandung kemih penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter uretra eksterna terdiri atas

otot bergaris dipersarafi oleh sistem somatik yang dapat diperintah sesuai

Page 13: bab 2 new

dengan keinginan seseorang. Pada saat BAK, sfingter ini terbuka dan tetap

tertutup pada saat menahan urine.

Panjang uretra wanita kuranglebih 3-5cm, sedangkan uretra pria

dewasa kurang lebih 23-25 cm. Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan

keluhan hambatan pengeluaran urine lebih sering terjadi pada pria. Uretra

posterior pada pria terdiri atas uretra parsprostatika yaitu bagian uretra yang

dilingkupi oleh kelenjar prostat dan uretra parsmembranasea. Pada bagian

posterior lumen uretra prostatika, terdapat suatu tonjolan verumontanum, dan

disebelah proksimal dan distal dari verumontanum ini terdapat krista uretralis.

Bagian akhir dari parsdeverens yaitu kedua duktus ejakulatorius terdapat

dipinggir kiri dan kanan verumontanum, sedangkan sekresi kelenjar prostat

bermuara didalam duktus prostatikus yang tersebar diuretra prostatika. ( arif

muttaqin, 2011)

Page 14: bab 2 new

B. Konsep Dasar Trauma Uretra

1. Pengertian

Trauma uretra adalah trauma yang terjadi sepanjang uretra dan

biasanya berhubungan dengan intervensi pembedahan (Fransisca 2006).

Cedera/trauma uretra adalah suatu cidera yang mengenai uretra

sehingga menyebabkan ruptur pada uretra. Cidera uretra dibedakan menjadi

cidera uretra anterior dan cidera uretra posterior (arif muttaqin, 2011).

”straddle injur” adalah trauma yang terjadi bila pasien jatuh atau

terkena trauma benda keras di daerah selangkangan (perinium).Trauma dapat

mengenenai uretra pars membranasea, uretra bulbosa, uretra pars dulum atau

penis (Purnawan junadi , Atiek S Soesmanto, Husna Amelz, 2002).

Trauma uretra biasanya terjadi pada pria jarang pada wanita. sering

ada hubungan dengan fraktur pelvis dan straddle injuri. Trauma uretra

biasanya lebih sering pada anak-anak laki-laki dibandingkan dewasa yaitu

pada usia sekitar 15 tahun. Uretra pria terdapat dua bagian yaitu anterior yang

terdiri dari uretra pars glanularis, pars pendulans, pars bulbosa dan posterior

yang terdiri dari pars membranacea dan pars prostatika. Bagian-bagian uretra

dapat mengalami laserasi, transeksi atau kontusio. Penangannya berdasarkan

berat ringannya trauma.

Dari pengertian di atas dapat kami simpulkan bahwa trauma uretra

adalah trauma yang terjadi sepang jang uretra yang dapat menyebabkan ruptur

pada uretra anterior dan posterior yang disebabkan oleh trauma langsung

maupun tidak langsung.

Page 15: bab 2 new

2. Etiologi

1. Trauma uretra terjadi akibat cedera yang berasal dari luar dan cedera

iatrogenik akibat intrumentasi pada uretra.

2. Trauma tumpul yang menimbulkan fraktur tulang pelvis,menyebabkan

ruptur uretra pars membranasea,sedangkan trauma tumpul pada

selangkangan atau ”straddle injury” dapat menyebabkan ruptur utetra para

bulbosa.

3. Pemasangan kateter pada uretra yan kurang hati-hati dapat menimbulkan

robekan uretra karena salah jalan (false route)

4. Intervensi operasi trans uretra dapat menimbulkan uretra iotrogen.

( Dr. Nursalam,2006)

Page 16: bab 2 new

3. Patofisiologi

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

(skema patograf : Muttaqin,2011 :238)

Intervensi operasi trans uretra

Pemasangan kateterTrauma tumpulcedera yang berasal dari luar dan cedera iatrogenik

Trauma pada uretra

Ruptur uretra anteriorRuptur uretra posterior

Spasme otot peritoneum : hematom perivesika, perdarahan per-uretram, retensi urine perdarahan dlam masif

Spasme otor perineum: ekstravasasinsaluran urine: hematom penis dan inguinal, anuria , iritasi kulit penis/inguinal

resiko tinggi infeksi

Kerusakan integritas kulit

Resiko syok hipovelemik

Nyeri

Perubahan eliminasi urine

Tindakan pembedahan respon psikologis : koping maladaptif kecemasan

Kecemasan pemenuhan informasi

Page 17: bab 2 new

4. Klasifikasi

a) Trauma Grade I ( ringan )

yang mengalami kerusakan adalah dinding uretra, adanya perdarahan per

uretra ( darah langsung keluar dari uretra ).

b) Trauma Grade II ( sedang )

yang mengalami kerusakan adalah dinding uretra, bulbus cavernosus dan

kemungkinan ada hematom tetapi tidak progresif.

c) Trauma Grade III ( berat )

Pada tingkat ini uretra mengalami ruptur, bulbus cavernosus hancur dan

vesika buck robek darah mengalir keluar, menjalar kebawah kulit,

perdarahan mula-mula pada daerah peritoneum terus ke scrotum

selanjutnya ke daerah unguinal suprapubik.

5. Jenis Trauma Uretra

Menurut Purnawan junadi dkk 2002, Secara klinis terdapat dua jenis trauma

uretra, yaitu anterior dan posterior.

a. Ruptur uretra anterior mekanisme cidera yang paling sering menyebabkan

kerusakan uretra anterior adalah cidera selangkangan (straddle injury)

terutama pada saat bersepeda yaitu uretra terjepit diantara tulang pelvis

dan tulang tumpul. Pada pengkajian, klien mengeluh nyeri, adanya

perdarahan per-uretram atau hematuria. Jika terdapat robekan pada korpus

spongiosum, terlihat adanya hematom pada penis atau hematoma kupu-

kupu. Pada keadaan ini sering kali pasien tidak dapat miksi. Pada

pemeriksaan fisik didapatkan adanya daerah memar atau hematom pada

penis dan skrotum. Oleh karena kerusakan uretra, saat urine melewati

uretra, proses berkemih dapat menyebabkan ekstravasasi saluran urine

yang menimbulkan pembengkakan pada skrotum atau area inguinal

dengan memberikan gambaran butterfly haematome.

Page 18: bab 2 new

Tanda-tanda rupture uretra anterior

1) terdapat daerah memar atau hematom pada penis dan scrotum

(kemungkinan ekstravasasi urine)

b. Ruptur uretra posterior akan didapatkan pada kondisi patah tulang pelvis,

pada daerah suprapubik dan abdomen bagian bawah yang dijumpai jejas,

hematom, perivesika, dan nyeri tekan. Pada kondisi parah terjadi ruptur

uretra total, bisa ditemukan tanda rangsangan peritonium, klien mengeluh

tidak bisa buang air kecil sejak terjadi trauma. Klien biasanya mengalami

syok hipovelemik akibat perdarahan dalam dari fraktur pelvis. Pada

pemeriksaan fisik didapatkan tanda khas, meliputi :

1) Penrdarahan per-uretra

2) Retensi urine

3) Pada pemeriksaan colok dubur didapatkan kelembutan prostat dan

terasa organ prostat seperti melayang didalam suatu hematom dan

adanya darah yang menetes pada sarung tangan mengindikasikan

adanya perdarahan masif akibat trauma pada panggul.

Tanda-tanda rupture uretra posterior

1) Terdapat tanda patah tulang pelvis.

2) Pada daerah suprapubik dan abdomen bagian bawah dijumpai

jejas,hematom dan nyeri tekan.

3) Bila disertai ruptur kandung kemih bisa ditemukan tanda rangsangan

peritoneum.

6. Manifestasi klinis

a. Perdarahan per-uretra post trauma.

b. Retensi urine.

c. Merupakan kontraindikasi pemasangan kateter.

Page 19: bab 2 new

d. Lebih khusus:   Pada Posterior dan Anterior :

1) Pada Posterior

a) Perdarahan per uretrab) Retensi urinec) Pemeriksaan Rektal Tuse : Floating Prostatd) Ureterografi: ekstravasasi kontras dan adanya fraktur pelvis

2) Pada Anterior:

a) Perdarahan per-uretra/ hematuria

b) Sleeve Hematom/butterfly hematom

c) Kadang terjadiretensi urine. (Purnawan junadi, Atiek S

Soesmanto, Husna Amelz, 2002)

7. Pemeriksaan Penunjang

a. Uretrografi retrograde

Pada rupture uretra posterior mungkin terdapat elongasi uretra atau ekstra

vasasikontras pada pars prostate-membranasea. Sementara itu pada

rupture uretra anterior menunjukkan adanya ekstravasasikontras di pars-

bulbosa.

Gambar 2.1

Page 21: bab 2 new

d. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk pelengkap pembedahan.

Selain itu, beberapa dilakukan untuk mengetahui adanya tanda-tanda

infeksi melalui pemeriksaan urinalisis dan kultur urin. Pemeriksaan yang

di lihat adalah Urinalisis : warna kuning, coklat gelap, merah

gelap/terang, penampilan keruh, pH : 7 atau lebih besar, bakteria. Kultur

urin: adanya staphylokokus aureus. Proteus, klebsiella, pseudomonas, E.

Coli. BUN/kreatin : meningkat (Muttaqin, Arif. 2011).

8. Penatalaksanaan

a. Ringan

selalu konservatif ,lakukan sistostomi dan antibiotika untuk profilaksi ada

bahaya striktura dikemudian hari

b. Sedang

1) bila hematom kecil dilakukan terapi konservatif, yaitu kateter dover

selama 1-2 minggu dan antibiotika untuk profilaksis

2) bila hematom besar , dilakukan prosedur yang sama dengan yang berat ,

karena kadang-kadang dalam hematom terjadi infeksi sekunder sehingga

terbentuksuatu lubang dan kateter terlihat dari luar .sebelum terjadi

kerusakan demikian lebih baik dilakukan operasi

3) berat

dilakukan operasi peneotomi (dari kuit sampai daerah yang robek atau

hematom) dan :

a) semua bekuan darah dikeluarkan

b) kateter dipasang di uretra, akan tampak ujung kateter menonjol

kedaerah operasi dan kateter akan dibelokkan masuk uretra bagian

proksimal

c) hemostatis sebaik-baiknya.

Page 22: bab 2 new

d) Dinding uretra dijahit ”interrupted” dengan ”catgut” dan ”non

traumatic neddle”

e) Tinggalkan drain di daerah operasi Karena ada bahaya striktura

dikemudian hari setiap kali dengan”bogule”. (Purnawan junadi ,

Atiek S Soesmanto, Husna Amelz, 1982)

9. Komplikasi

a. Syok, perdarahan ,dan peritonitis

b. Infeksi saluran kemih

c. Striktur uretra

Pada saat seseorang mengalami trauma uretra anterior, misalnya

straddle injuri,perineal terkena benda keras, sehingga menimbulkan

trauma uretra pars bulbaris,dan fraktur/trauma pada pelvis dapat

menyebabkan cidera pada uretra posterior jadi seperti yang kita ketahui

antara prostat dan os pubis di hubungkan oleh ligamentum

puboprostaticum. Sehingga jika terdapat trauma disini ligamentum

tertarik, uretra posterior bisa sobek. Jadi memang sebagian besar striktur

uretra terjadi di bagian-bagian yang terviksir seperti bulbus dan prostat.

( Dr. Nursalam 2006)

Page 23: bab 2 new

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

pengkajian yang dilaksanakan pada pasien dengan trauma uretra meliputi :

1. Identitas pasien :

a. Meliputi nama, alamat,

b. jenis kelamin: trauma uretra bisanya terjadi 90% pada laki-laki karena

uretra laki-laki lebih panjang sehingga resiko terjadi trauma lebih besar di

bandingkan dengan perempuan.

c. Umur: usia produktif lebih beresiko karnena rentan terjadi kecelakaan

d. Pekerjaan: pekerja lapangan atau pekerja berat lebih beresiko terjadi

kecelakaan dalam pekerjaan.

2. Riwayat kesehatan umum meliputi berbagai ganguan penyakit yang lalu

seperti apakah pernah terjadi trauma sebelumnya, pernah mengalami fraktur

pelvis, berhubungan dengan atau yang dapat mempengaruhi penyakit

sekarang

3. Riwayat kesehatan keluarga

Biasanya tidak ditemukan adanya hubungan riwayat penyakit keluarga yang

langsung berhubungan dengan trauma uretra

4. Riwayat kesehatan sekarang

Menceritakan tentang perjalanan penyakit dari pasien dirumah sampai

dibawa ke rumah sakit. Biasanya pasien mengeluh Perdarahan per-uretra post

trauma, hematoma dll (kaji riwayat trauma), selain itu meliputi

keluhan/gangguan yang berhubungan dengan gangguan/penyakit yang

dirasakan saat ini,bagaimana frekkuensi miksi, apakah terdapat:

a. Poliuri

volume urine yang berlebihan, biasanya diatas 3 L/hari

Page 24: bab 2 new

b. Oliguri

ada urine, berkisar antara 100-500 cc miksi keluar sedikit-sedikit tetapi

sering

c. Urgensi

perasaan seseorang untuk berkemih

d. Nocturi

proses berkemih pada malam hari

e. Tempo berhentinya arus urine selama miksi

f. Pasien mengalami keraguan/kesukaran sewaktu memulai miksi

g. Urine keluar secara menetes

h. Inkontinentia urine

Merupakan eliminasi urine dari kandung kemih yang tidak terkendali

atau terjadi diluar keinginan

i. Adakah kelainan waktu miksi seperti

1) Disuria, adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih

2) ada rasa panas

3) hematuri

4) piuria

5) lithuria

j. Adakah rasa sakit terdapat pada daerah setempat atau secara umum

k. Apakah penyakit timbul setelah adanya penyakit yang lain

l. Apakah terdapat, mual, muntah

m. Apakah terdapat oedem

n. Bagaimana keadaan urinen(volume, warna, bau, berat, jenis, jumlah

urine, dalam 24 jam)

o. Rasa nyeri ( lokasi, identitas, saat timbulya nyeri)

p. Riwayat kecelakaan ( patah tulang panggul ”staddle injury”)

Page 25: bab 2 new

2. pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum : Lemah

b. Kesadaran : Compos mentis

c. Tanda-tanda vital : Tekanan darah normal, suhu meningkat, pernafasan

normal, nadi menurun

d. Riwayat penyakit sekarang

1) Aktivitas / mobilitas fisik

Pola aktifitas terganggu,biasanya pasien dengan trauma uretra

mengalami nyeri yang berat,sehingga mengganggu aktivitas pasien

2) Eliminasi

Pasien dengan trauma uretra,mengalami gangguan dalam proses BAK,

dan tidak mengalami gangguan BAB

3) Makanan/cairan

Pasien dengan trauma uretra, pasien tidak mengalami gangguan makan

dan minum

4) Higiene

Biasanya pasien dengan trauma uretra ringan masih bias untuk menjaga

hygiene nya secara mandiri, dan apabila trauma sudah berat pasien

ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri

5) Nyeri/keamanan

Nyeri pada uretra, biasanya pasien Tampak terus terjaga, prilaku

distraksi/gelisah, menangis, mengeluh, mengaduh

6) B1 (breathing) sistem pernapasan

Pada pasien dengan trauma uretra, pasien tidak mengalami gangguan

dalam pola dan frekuensi napas

Page 26: bab 2 new

7) B2 (blood) kardiovaskuler dan hematologi

Pasien trauma uretra tidak ada mengalami ganguan kardiovaskuler dan

hematologi

8) B3 (brain) saraf dan wajah

Pasien trauma uretra tidak ada mengalami ganguan persarafan

9) B4 (bladder) perkemihan dan genital

a) Inspeksi: terdapat hematum pada perivesika, hematum pada penis

dan inguinal. Iritasi kulit penis / inguinal. Terdapat perdarahan per

uretra.

b) Palpasi: terdapat edema pada daerah genetalia (hematum)

c) Eliminasi urine

Mengalami gangguan dalam proses miksi

e. Data psikologis

1) Keluhan dan reaksi pasien terhadap penyakit

2) Tingkat adaptasi pasien terhadap penyakit

3) Persepsi pasien terhadap penyakit

4) Penanggulangan masalah

B. Diagnosa keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma uretra

2. kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan trauma uretra

3. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan bedah diversi,trauma

jaringan

4. Resiko syok hipovelemik berhubungan dengan perdarahan per-uretram

5. Resiko infeksi berhubungan dengan inguinal

6. Ansietas berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi

Page 27: bab 2 new

C. Intervensi dan Rasional

1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma uretra

Definisi : pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat

adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau di

gambarkan dengan istilah seperti (internasional association for the

study of pain); awitan yang tiba-tiba atau perlahan dengan intensitas

ringan sampai berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau dapat

di ramalkan dan durasinya kurang dari 6 bulan

Batasan karateristik :

Subjektif :

Mngungkapkan secara verbal atau melaporkan (nyeri) dengan isyarat

Objetktif :

a. Posisi untuk menghindari nyeri

b. Perubahan tonus otot

c. Respon autonomik

d. Perubahan selera makan

e. Perilaku dapat diistraksi

f. Bukti nyeri yang di amati berfokus pada diri sendiri

g. Gangguan tidur

Tujuan/kriteria evaluasi (NOC) :

a. Memperhatikan pengendalian nyeri yang dapat di buktikan dengan

indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5 : tidak pernah, jarang, kadang-

kadang,sering, atau selalu)

b. Menunjukan tingkat nyeri yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut:

(sebutkan 1-5 : sangat berat, berat, sedang, ringan, atau tidak ada)

Page 28: bab 2 new

Intervensi nic :

a. Pemberian analgesik : menggunakan agen-agen farmakologi untuk

mengurangi atau menghilangkan nyeri.

b. Manajemen medikasi : memfasilitasi penggunaan obat resep atau obat

bebas secara aman dan efektif.

c. Manajemen nyeri : meringankan atau mengurangi nyeri sampai pada

kenyamanan yang dapat di terima oleh pasien.

d. Manajemen sedasi : memberikan sedatif, memantau respon pasien, dan

memberikan dukungan psikologis yang di butuhkan selama prosedur

diagnostik atau terapeutik.

Aktivitas keperawatan

Pengkajian :

a. Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan utama untuk

mengumpulkan informasi pengkajian

b. Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada skala 0

sampai 10

c. Manajemen nyeri (nic) :

1) Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi,

karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas

2) Observasi isyarat non verbal ketidaknyaman khususnya pada mereka

yang tidak mampu berkomunikasi efektif

Penyuluhan untuk pasien :

a. Instruksikan pasien untuk mminformasikan kepada perawat jika peredaan

nyeri tidak dapat di capai

b. Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan

nyeri dan tawarkan strategi koping yang di sarankan

Page 29: bab 2 new

c. Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesik narkotik atau opioid

(misalnya resiko ketergantungan atau opordosis)

d. Manajemen nyeri (nic) : berikan informasi dan antisipasi nyeri, seperti

penyebab nyeri, berapa lama akan berlangsung, dan antisipasi

ketidaknyamanan akibat prosedur

e. Manajemen nyeri (nic) : ajarkan penggunaan teknik non farmakologis

(misalnya, umpan balik biologis, hipnosis, relaksasi, imajinasi terbimbing,

terapi musik, distraksi, terapi bermain, terapi aktivitas, akupresur, kompres

hangat/dingin, dan masase) sebelum, setelah dan jika memungkinkan

selama aktivitas yang menimbulkan nyeri, sebelum nyeri terjadi atau

meningkat, dan bersama penggunaan tindakan peredaan nyeri

Aktivitas kolaboratif :

a. Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiat yang terjadwal

(misalnya, setiap 4 jam selama 36 jam) atau PCA

b. Manajemen nyeri (nic) : gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum

nyeri menjadi lebih berat, laporkan kepada dokter jika tindakan tidak

berhasil atau jika keluhan saat ini merupakan perubahan yang bermakna

dari pengalaman nyeri pada pasien di masa lalu.

2. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan trauma uretra

Definisi : Kerusakan integritas kulit adalah perubahan epidermis dan dermis.

Batasan karakteristik :

Objektif :

a. Kerusakan pada lapisan kulit ( dermis)

b. Kerusakan pada permukaan kulit (epidermis)

c. Invasi struktur tubuh

Page 30: bab 2 new

Tujuan dan kriteria hasil (NOC) :

a. Menunjukan integritas jaringan: kulit dan membran mukosa, yang di

buktikan oleh indikator berikut (sebutkan 1-5 : gangguan ekstrim, berat,

sedang, ringan, atau tidak ada gangguan) :

1) suhu, elastisitas, hidrasi, dan sensasi

2) perfusi jaringan

3) keutuhan kulit

b. menunjukan penyembuhan luka : primer, yang dibuktikan oleh indikator

berikut( sebutkan 1-5 : tidak ada, sedikit, sedang, banyak, atau sangat

banyak) :

1) penyatuan kulit

2) penyatuan ujung luka

3) pembentukan jaringan parut

c. menunjukan penyembuhan luka : primer yang di buktikan oleh indikator

berikut ( sebutkan 1-5: gangguan ekstrim, berat, sedang, ringan, atau tidak

ada gangguan):

1) eritema kulit sekitar

2) luka berbau busuk

d. menunjukan penyembuhan luka : sekunder yang di buktikan oleh indikator

berikut: ( sebutkan 1-5 : tidak ada, sedikit, sedang, banyak, atau sangat

banyak):

1) granulasi

2) pembentukan jaringan parut

3) penyusutan luka

Page 31: bab 2 new

intervensi NIC :

a. pemeliharaan akses dialisis : memelihara area akses pembuluh darah

( arteri-vena)

b. kewaspadaan lateks : menurunkan resiko reaksi sistemik terhadap lateks

c. pemberian obat : mempersiapkan, memberikan, dan mengevaluasi

keefektifan obat resep dan obat non resep.

d. Perawatan area insisi : membersihkan, memantau, dan meningkatkan

proses penyembuhan pada luka yang di tutup dengan jahitan, klip, atau

stapless

e. Manajemen area penekanan : meminimalkan penekanan pada bagian tubuh

f. Perawatan ulkus dekubitus : menfasilitasi penyembuhan ulkus dekubitus

g. Manajemen pruritus : mencegah dan mengobati gatal

h. Sulveilans kulit : mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk

mempertahankan integritas kulit dan membran mukosa

i. Perawatan luka : mencegah komplikasi luka dan meningkatkan

penyembuhan luka

Aktivitas keperawatan

Pengkajian :

a. Kaji fungsi alat-alat, seperti alat penurun tekanan meliputi kasur udara

statis, terapi low- air loss, terapi udara yang di cairkan, dan kasur air

b. Perawatan area insisi (nic): inspeksi adanya kemerahan, pembengkakan,

atau tanda-tanda dehisensi atau eviserasi pada area insisi

c. Perawatan luka (nic) : inspeksi luka pada setiap menganti balutan

d. Kaji luka terhadap karakteristik berikut :

1) Lokasi, luas, dan kedalaman

2) Adanya dan karakter eksudat, termasuk kekentalan, warna dan bau

3) Ada atau tidaknya granulasi atau epitelialisasi

Page 32: bab 2 new

4) Ada atau tidaknya jaringan nekrotik. Deskripsikan warna, bau,

banyaknya

5) Ada atau tidaknya tanda-tanda infeksi luka setempat( misalnya , nyeri

palpasi, edema, pruritus, indurasi, hangat, bau busuk, eskar, dan

eksudat).

6) Ada atau tidaknya perluasan luka kerja ringan di bawah kulit dan

pembentukan saluran sinus

Penyuluhan untuk pasien/keluarga :

a. Ajarkan perawatan luka, termaksud tanda dan gejala infeks

Aktifitas kolaboratif :

a. Konsultasikan pada ahli gizi tentang makanan tinggi protein, mineral,

kalori dan vitamin

b. Konsultasikan kepada dokter tentang implementasi pemberian makanan

dan nutrisi enteral atau parenteral untuk meningkatkan potensi

penyembuhan luka

c. Rujuk keperawat terapi enterostoma untuk mendapatkan bantuan dalam

pengkajian, penentuan derajat luka, dan kerusakan kulit

d. Perawatan luka (NIC) gunakan unit TENS untuk penigkatan proses

penyembuhan luka

3. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan bedah diversi,trauma

jaringan

Definisi :  disfungsidalam eliminasi urin

Tujuan/kriteria evaluasi (NOC) :

a. Pola eliminasi klien baik

b. Asupan cairan klien cukup 

c. Klien dapat mengosongkankandung kemih sepenuhnya 

d. Tidak terlihat terlihat darahdalam urin klien 

Page 33: bab 2 new

e. Klien tidak mengaluhkan sakitsaat buang air kecil 

f. Klien tidak merasa terbakarsaat buang air kecil

g. Frekuensi kemih klienteratur/baik

Intervensi NIC :

a. Pantau eliminasi urin etermasuk frekuensi, konsistensi, volume, bau dan

warna 

b. Pantau tanda-tanda dan gejala retensi urin

c. perhatikan waktu eliminasi urine yang lalu

d. Selidiki keluhan kandung kemih penuh; palpasi untuk distensi

suprapubik. Perhatikan penurunan dan pengeluaran urine

Aktivitas kolaboratif :

a. Berikan obat sesuai indikasi, contoh; Asetazomelamid (Diamox),

alupurinol (Ziloprim)

b. Awasi pemeriksaan Lab, mis ; elektrolit, BUN, kreatinin

4. Resiko syok hipovelemik berhubungan dengan perdarahan per-uretram

Tujuan/kriteria evaluasi (NOC) :

a. Syok tidak terjadi

b. Ttv dalam baas normal

c. Kadar elektrolit dalam batas normal

d. Caiaran yang masuk seimbang dengan cairan yang keluar.

Intervensi NIC :

a. Observasi tanda-tanda terjadinya shock hipolemik

b. Kaji tentang banyaknya pengeluaran cairan (perdarahan)

c. Observasi tanda-tanda vital

d. Monitor intake dan output setiap 5-10 menit

e. Observasi tanda-tanda kekurangan cairan dan monitor perdarahan

f. Pantau kadar elektrolit darah

g. Berikan cairan infuse Nacl melalui intra vena

Page 34: bab 2 new

5. Resiko infeksi berhubungan dengan inguinal

Definisi : beresiko terhadap invasi organisme pathogen

Tujuan/kriteria evaluasi (NOC) :

a. Factor resiko infeksi akan hilang dibuktikan oleh pengendalian resiko

kounitas : penyakit menular, status imun, keparahan infeksi, penyembuhan

luka primer dan sekunder

b. Terbebas dari tanda dan gejala infeksi

c. Memperliatkan higien personal yang adekuat

d. Melaporkan tanda dan gejala infeksi serta mengikuti prosedur skrining dan

pemantauan

Intervensi NIC :

a. perawatan luka insisi, membersihkan,memantau, dan memfasilitasi proses

penyembuhan luka

b. pengendalian infeksi, memminimalkan penyebaran dan penularan agens

infeksius

c. perlindungan infeksi, mencegah dan mendektesi dini infeksi pada pasien

yang beresiko

d. perawatan luka, mencegah terjadinya komplikasi pada lika

Aktivitas keperawatan

Pengkajian :

a. Pantau tanda dan gejala infeksi misalnya,suhu tubuh, denyut jantung,

penampilan luka, penampilan urine, keletihan dan malaise

b. Kaji factor yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi

c. Pantau hasil lab, hitung darah lengkap, protein serum, dan albumin

d. Amati penampilan prktik hygiene personal untuk perlindungan terhadap

infeksi

Page 35: bab 2 new

Penyuluhan untuk pasien/keluarga :

a. Jelaskan kepada pasien dan keluarga mengapa sakit atau terapi

meningkatkan resiko terhadap infeksi

b. Intruksikan untuk menjaga hygiene personal untuk melindungi tubuh

terhadap infeksi

c. Pengendalian infeksi (NIC) ajarkan pasien teknik mencuci tangan yang

benar

Aktivitas kolaboratif :

a. Ikuti protocol institusi untuk melaporkan suspek infeksi atau kultur positif

b. Pengendalian infeksi (NIC) berikan antibiotic, bila di perlukan

6. Ansietas Ansietas berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi

Definisi : perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai

respon autonomy, perasaan takut yang di sebabkan oleh antisipasi terhadap

bahaya. Perasaan ini merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan

bahaya yang akan terjadi dan memampukan individu melakukan tindakan

untuk menghadapi ancaman

Tujuan/kriteria evaluasi (NOC) :

a. Ansietas berkurang,dibuktikan oleh bukti tingkat ansietas hanya ringan

sampai sedang, dan selalu menunjukan pengendalian diri terhadap

ansietas, konsentrasi, dan kopin

Intervensi NIC :

a. Bimbingan antisipasi, mempersiapkan pasien menghadapi kemungkinan

krisis situasional

Page 36: bab 2 new

b. Penurunan ansietas, meminimalkan kekhwtiran, ketakutan, atau perasaan

tidak tenang yang berhubungan dengan sumber bahaya yang di antisipasi

c. Teknik menenangkan diri, meredakan kecemasan pada pasien yang

mengalami distress akut

d. Peningkatan koping, membantu pasien untuk beradaptasi dengan persepsi

stressor

e. Dukungan emosi, memberikan penenangan dan dukungan selama masa

stress

Aktivitas keperawatan

Pengkajian :

a. Kaji dan dokumentasi tingkat kecemasan pasien

b. Gali bersama paien tentang teknik yang berhasil dan tidak berhasil

menurunkan ansietas

c. Reduksi ansietas (NIC) menentukan kemampuan pengambilan keputusan

pasien

Penyuluhan untuk pasien/keluarga :

a. Buat rncana penyuluhan dengan tujuan yang realitis

b. Informasikan tentang gejala ansietas

c. Penurunan ansietas (NIC), sediakan informasi factual menyangkut

diagnosis terapi

Aktivitas kolaboratif :

a. Penurunan ansietas (NIC), berikan obat ansietas jika perlu