bab 2 new
DESCRIPTION
askepTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latarbelakang
Trauma perkemihan merupakan salah satu trauma yang sering terjadi yang
salah satu penyebabnya adalah kecelakaan atau benturan yang mengenai langsung
pada organ perkemihan (uretra), dan merupakan masalah yang sering terjadi di
kalangan kita karena seperti kita ketahui bahwa diindonesia angka kecelakaan lalu
lintas masih sangat tinggi, karena kurangnya kedisiplinan terhadap peraturan yang
ada. Trauma perkemihan dibagi bermacam – macam yaitu trauma ginjal, trauma
ureter, trauma kandung kemih, dan trauma uretra. Trauma uretra adalah suatu
cedera yang mengenai uretra sehingga menyebabkan rupture pada uretra (Arif
Muttaqin:2011)
Menurut angka kejadian Gangguan trauma uretra ditemukan di Negara
maju seperti Amerika di tunjukan dengan angka kejadian pada tahun 2000 sebesar
3,8% dan pada tahun 2002 sebesar 4% dari 100.000 populasi. Untuk Negara
berkembang seperti Indonesia pada tahun 2000 angka kejadian trauma uretra
sebesar 10 % per 10.000 populasi.
Dari tingkatan trauma uretra, trauma uretra dibagi menjadi tiga tingkatan
yaitu trauma ringan, sedang, dan berat, di sebabkan oleh adanya trauma pada
perut bagian bawah, panggul, genetalia eksterna maupun perineum, Fraktur
pelvis, rupture uretra pars membranasea, trauma selangkangan, ruptururetra pars
bulbosa, pemasangan kateter folley yang salah, persalinan lama, ruptur yang
spontan.
Gangguan ini ditandai perdarahan per-uretra post trauma, pada posterior:
perdarahan per uretra, retensi urine, pemeriksaan RektalTuse : Floating Prostat.
Pada anterior: perdarahan per-uretra/ hematuria, sleeve hematom/butterfly
hematom, kadang terjadi retensi urine, apabila dari tanda dan gejala yang dapat
timbul dari gangguan ini dapat menimbulkan berbagai komplikasi-komplikasi.
Komplikasi yang dapat muncul dari trauma uretra adalah komplikasi dini
setelah rekonstruksi uretra: infeksi, hematoma, abses periuretral, fisteluretrokutan,
epididymitis, komplikasi lanjut: striktura uretra, khusus pada ruptur uretra
posterior dapat timbul: impotensi, inkontinensia.
Untuk mengatasi masalah ini seorang perawat harus mengetahui
bagaimana cara untuk mencegah terjadinya komplikasi yang terjadi dari trauma
uretra. Untuk gangguan trauma uretra, perawat bisa berkolaboratif dengan tim
kesehatan bila hematom kecil dilakukan terapi konservatif, yaitu kateter dover
selama 1-2 minggu dan antibiotika untuk profilaksis, bila hematom besar.
Keperawatan mandiri dilakukn pada trauma ini adalah melakukan perawatan luka
dan melakukan perawatan kateter. dilakukan prosedur yang sama dengan yang
berat, karena kadang-kadang dalam hematom terjadi infeksi sekunder sehingga
terbentuksuatu lubang dan kateter terlihat dari luar. sebelum terjadi kerusakan
demikian lebih baik dilakukan operasi, dan perawat mampu menerapkan asuhan
keperawatan pada klien dengan memberi pelayanan yang berkualitas agar
mempercepat penyembuhan dan mencegah komplikasi.
B. TujuanPenulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah :
1. Tujuan Umum
Untuk memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan system perkemihan : Trauma Uretra
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tentang anatomi danfisiologisistemPerkemihan
b. Mengetahuikonsepdasartrauma uretra
c. Mengetahui secara rinci tentang asuhan keperawatan klien dengan
Trauma uretra mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi
C. RuangLingkupPenulisan
Pada makalah ini, kelompok membatasi ruang lingkup penulisan yaitu
anatomi fisiologi sistem perkemihan, konsep dasar tentang trauma uretra dan
asuhan keperawatan klien dengan gangguan system perkemihan : Trauma Uretra.
D. Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, kelompok menggunakan metode deskriftif
yaitu dengan menggambarkan konsep anatomi, fisiologi sistem perkemihan,
konsep dasar tentang trauma uretra dan asuhan keperawatan klien dengan
gangguan sistem perkemihan : Trauma Uretra
E. Sistematika Penulisan
Penulisan makalah ini terdiri dari 4 bab yang meliputi :
BAB I : Pendahuluan : latar belakang, tujuan penulisan, ruang
lingkup, metode penulisan, sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan teoritis : anatomi fisiologi sistem perkemihan ,
konsep dasar trauma uretra.
BAB III : Asuhan Keperawatan Klien dengan gangguan sistem
Perkemihan: Trauma Uretra.
BAB IV : Penutup : kesimpulan dan saran.
DaftarPustaka
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan
Sistem perkemihan atau sistem urinaria, adalah suatu sistem dimana
terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak
dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh
tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan
dikeluarkan berupa urin (air kemih). (Pearce, Efelin C. 2006)
1. Ginjal
Ginjal merupakan organ pada tubuh manusia yang menjalankan banyak fungsi
untuk homeostasis, yang terutama adalah sebagai organ ekskresi dan pengatur
kesetimbangan cairan dan asam basa dalam tubuh. Terdapat sepasang ginjal pada
manusia, masing-masing di sisi kiri dan kanan (lateral) tulang vertebra dan
terletak retroperitoneal (di belakang peritoneum). Selain itu sepasang ginjal
tersebut dilengkapi juga dengan sepasang ureter, sebuah vesika urinaria (buli-
buli/kandung kemih) dan uretra yang membawa urine ke lingkungan luar tubuh.
Kedudukan ginjal terletak dibagian belakang dari kavum abdominalis di belakang
peritonium pada kedua sisi vertebra lumbalis III, dan melekat langsung pada
dinding abdomen.
Bentuknya seperti biji buah kacang merah (kara/ercis), jumlahnaya ada 2 buah
kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari pada ginjal kanan. Pada orang dewasa
berat ginjal ± 200 gram. Dan pada umumnya ginjal laki – laki lebih panjang dari
pada ginjal wanita. Satuan struktural dan fungsional ginjal yang terkecil di sebut
nefron. Tiap – tiap nefron terdiri atas komponen vaskuler dan tubuler. Komponen
vaskuler terdiri atas pembuluh – pembuluh darah yaitu glomerolus dan kapiler
peritubuler yang mengitari tubuli. Dalam komponen tubuler terdapat kapsul
Bowman, serta tubulus – tubulus, yaitu tubulus kontortus proksimal, tubulus
kontortus distal, tubulus pengumpul dan lengkung Henle yang terdapat pada
medula. Kapsula Bowman terdiri atas lapisan parietal (luar) berbentuk gepeng dan
lapis viseral (langsung membungkus kapiler golmerlus) yang bentuknya besar
dengan banyak juluran mirip jari disebut podosit (sel berkaki) atau pedikel yang
memeluk kapiler secara teratur sehingga celah – celah antara pedikel itu sangat
teratur.
Kapsula bowman bersama glomerolus disebut korpuskel renal, bagian tubulus
yang keluar dari korpuskel renal disabut dengan tubulus kontortus proksimal
karena jalannya yang berbelok – belok, kemudian menjadi saluran yang lurus
yang semula tebal kemudian menjadi tipis disebut ansa Henle atau loop of Henle,
karena membuat lengkungan tajam berbalik kembali ke korpuskel renal asal,
kemudian berlanjut sebagai tubulus kontortus distal.
a. Bagian – Bagian Ginjal
Bila sebuh ginjal kita iris memanjang, maka aka tampak bahwa ginjal terdiri
dari tiga bagian, yaitu bagian kulit (korteks), sumsum ginjal (medula), dan
bagian rongga ginjal (pelvis renalis).
1) Kulit Ginjal (Korteks)
Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan
penyaringan darah yang disebut nefron. Pada tempat penyarinagn darah ini
banyak mengandung kapiler – kapiler darah yang tersusun bergumpal –
gumpal disebut glomerolus. Tiap glomerolus dikelilingi oleh simpai
bownman, dan gabungan antara glomerolus dengan simpai bownman
disebut badan malphigi.
Penyaringan darah terjadi pada badan malphigi, yaitu diantara
glomerolus dan simpai bownman. Zat – zat yang terlarut dalam darah akan
masuk kedalam simpai bownman. Dari sini maka zat – zat tersebut akan
menuju ke pembuluh yang merupakan lanjutan dari simpai bownman yang
terdapat di dalam sumsum ginjal.
2) Sumsum Ginjal (Medula)
Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebut
piramid renal. Dengan dasarnya menghadap korteks dan puncaknya disebut
apeks atau papila renis, mengarah ke bagian dalam ginjal. Satu piramid
dengan jaringan korteks di dalamnya disebut lobus ginjal. Piramid antara 8
hingga 18 buah tampak bergaris – garis karena terdiri atas berkas saluran
paralel (tubuli dan duktus koligentes). Diantara pyramid terdapat jaringan
korteks yang disebut dengan kolumna renal. Pada bagian ini berkumpul
ribuan pembuluh halus yang merupakan lanjutan dari simpai bownman. Di
dalam pembuluh halus ini terangkut urine yang merupakan hasil
penyaringan darah dalam badan malphigi, setelah mengalami berbagai
proses.
3) Rongga Ginjal (Pelvis Renalis)
Pelvis Renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal,
berbentuk corong lebar. Sabelum berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis
renalis bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor, yang masing –
masing bercabang membentuk beberapa kaliks minor yang langsung
menutupi papila renis dari piramid. Kliks minor ini menampung urine yang
terus kleuar dari papila. Dari Kaliks minor, urine masuk ke kaliks mayor,
ke pelvis renis ke ureter, hingga di tampung dalam kandung kemih
(vesikula urinaria).
b. Fungsi Ginjal:
1) Mengekskresikan zat – zat sisa metabolisme yang mengandung
nitrogennitrogen, misalnya amonia.
2) Mengekskresikan zat – zat yang jumlahnya berlebihan (misalnya gula dan
vitamin) dan berbahaya (misalnya obat – obatan, bakteri dan zat warna).
3) Mengatur keseimbangan air dan garam dengan cara osmoregulasi.
4) Mengatur tekanan darah dalam arteri dengan mengeluarkan kelebihan
asam atau basa.
c. Peredaran Darah
Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyai
percabangan arteria renalis, yang berpasangan kiri dan kanan dan bercabang
menjadi arteria interlobaris kemudian menjadi arteri akuata, arteria
interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi kapiler
membentuk gumpalan yang disebut dengan glomerolus dan dikelilingi leh alat
yang disebut dengan simpai bowman, didalamnya terjadi penyadangan
pertama dan kapilerdarah yang meninggalkan simpai bowman kemudian
menjadi vena renalis masuk ke vena kava inferior.
2. Ureter
Ureter adalah suatu saluran muscular berbentuk silinder, yang
mengantarkan urine dari ginjal ke kandung kemih. Ureter memiliki dua
saluran pipa, yang masing-masing bersambung dengan ginjal dan dari ginjal
berjalan ke kandung kencing. Tebal setiap ureter kira-kira setebal tangkai
bulu angsa, dan panjangnya sekitar 34-40 sentimeter. Terdiri atas dinding luar
yang fibrus, lapisan tengah yang berotot dan lapisan mukosa sebelah dalam.
(Pearce, Evelyn C, 2009)
Gambar 1.1 ureter
Ureter mulai sebagai pelebaran hilum ginjal dan berjalan kebawah
melalui rongga abdomen masuk kedalam pelvis dan dengan arah oblik
bermuara kedalam sebelah posterior kandung kemih.
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik tiap 5
menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kamih
(vesika urinaria). Gerakan peristaltik mendorong urine melalui ureter yang
diekskresikan oleh ginjal dan disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui
osteum uretralis masuk ke dalam kandung kemih.
Pars abdominalis ureter dalam kavum abdomen ureter terletak di
belakang peritoneum sebelah media anterior m. psoas mayor dan ditutupi oleh
fasia subserosa. Vasa spermatika/ovarika interna menyilang ureter secara
oblique, selanjutnya ureter akan mencapai kavum pelvis dan menyilang arteri
iliaka eksterna.
Pars pelvis ureter berjalan pada bagian dinding lateral pada kavum
pelvis sepanjang tepi anterior dari insura iskhiadika mayor dan tertutup oleh
peritoneum. Ureter dapat ditemukan didepan arteri hipogastrika bagian dalam
nervus obturatoris arteri vasialia anterior dan arteri hemoroidalis media. Pada
bagian bawah insura iskhiadika mayor, ureter agak miring ke bagian medial
untuk mencapai sudut lateral dari vesika urinaria.
Ureter pada pria terdapat di dalam visura seminalis atas dan disilang
oleh duktus deferens dan dikelilingi oleh pleksus vesikalis. Selanjutnya ureter
berjalan oblique sepanjang 2 cm di dalam dinding vesika urinaria pada sudut
lateral dari trigonum vesika. Sewaktu menembus vesika urinaria, dinding atas
dan dinding bawah ureter akan tertutup dan pada waktu vesika urinaria penuh
akan membentuk katup (valvula) dan mencegah pengambilan urine dari
vesika urinaria.
Ureter pada wanita terdapat di belakang fossa ovarika urinaria dan
berjalan ke bagian medial dan ke depan bagian lateralis serviks uteri bagian
atas, vagina untuk mencapai fundus vesika urinaria. Dalam perjalanannya,
ureter didampingi oleh arteri uterina sepanjang 2,5 cm dan selanjutnya arteri
ini menyilang ureter dan menuju ke atas di antara lapisan ligamentum. Ureter
mempunyai 2 cm dari sisi serviks uteri. Ada tiga tempat yang penting dari
ureter yang mudah terjadi penyumbatan yaitu pada sambungan ureter pelvis
diameter 2 mm, penyilangan vosa iliaka diameter 4 mm dan pada saat masuk
ke vesika urinaria yang berdiameter 1-5 cm.
Pembuluh darah ureter
1. Arteri renalis
2. Arteri spermatika interna
3. Arteri hipogastrika
4. Arteri vesika inferior
3. Uretra
Uretra ialah sebuah saluran yang berjalan dari leher kandung kemih ke
lubang luar, dilapisi membrane mukosa yang bersambung dengan membran
yang melapisi kandung kemih. Meatus urinarius terdiri atas serabut otot
lingkar, yang membentuk sfinkter uretrae. Pada wanita panjang uretranya
sekitar 2,5 sampai 3,5 sentimeter, dan pada pria sekitar 17 sampai 22,5
sentimeter. (Pearce, Evelyn C, 2009)
Dibawah ini merupakan bagian anatomi uretra laki-laki dan wanita :
Gambar 1.2 (a) uretra laki-laki, (b) uretra wanita
Pada laki- laki uretra berjalan berkelok–kelok melalui tengah–tengah
prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis
kebagian penis panjangnya ± 20 cm.
Uretra pada laki–laki terdiri dari :
1. Uretra Prostaria
2. Uretra membranosa
3. Uretra kavernosa
Lapisan uretra laki – laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling
dalam), dan lapisan submukosa.
Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubis berjalan miring
sedikit kearah atas, panjangnya ± 3 – 4 cm. Lapisan uretra pada wanita terdiri
dari Tunika muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus
dari vena–vena, dan lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam). Muara uretra
pada wanita terletak di sebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina) dan
uretra di sini hanya sebagai saluran ekskresi. Uretra wanita jauh lebih pendek
daripada uretra pria dan terdiri lapisan otot polos yang diperkuat oleh sfinger
otot rangka pada muaranya penonjolan berupa kelenjar dan jaringan ikat
fibrosa longgar yang ditandai dengan banyak sinus venosus mirip jaringan
cavernous (Pearce, Evelyn C, 2006).
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine keluar dari kandung
kemih melalui proses miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi dua bagian
yaitu uretraposterior dan uretra anterior. Pada pria organ ini berfungsi juga
dalam menyakurkan cairan mani.
Uretra diperlengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada
perbatasan kandung kemih dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang
terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Sfingter uretra interna
terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh sistem simpatik sehingga pada saat
kandung kemih penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter uretra eksterna terdiri atas
otot bergaris dipersarafi oleh sistem somatik yang dapat diperintah sesuai
dengan keinginan seseorang. Pada saat BAK, sfingter ini terbuka dan tetap
tertutup pada saat menahan urine.
Panjang uretra wanita kuranglebih 3-5cm, sedangkan uretra pria
dewasa kurang lebih 23-25 cm. Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan
keluhan hambatan pengeluaran urine lebih sering terjadi pada pria. Uretra
posterior pada pria terdiri atas uretra parsprostatika yaitu bagian uretra yang
dilingkupi oleh kelenjar prostat dan uretra parsmembranasea. Pada bagian
posterior lumen uretra prostatika, terdapat suatu tonjolan verumontanum, dan
disebelah proksimal dan distal dari verumontanum ini terdapat krista uretralis.
Bagian akhir dari parsdeverens yaitu kedua duktus ejakulatorius terdapat
dipinggir kiri dan kanan verumontanum, sedangkan sekresi kelenjar prostat
bermuara didalam duktus prostatikus yang tersebar diuretra prostatika. ( arif
muttaqin, 2011)
B. Konsep Dasar Trauma Uretra
1. Pengertian
Trauma uretra adalah trauma yang terjadi sepanjang uretra dan
biasanya berhubungan dengan intervensi pembedahan (Fransisca 2006).
Cedera/trauma uretra adalah suatu cidera yang mengenai uretra
sehingga menyebabkan ruptur pada uretra. Cidera uretra dibedakan menjadi
cidera uretra anterior dan cidera uretra posterior (arif muttaqin, 2011).
”straddle injur” adalah trauma yang terjadi bila pasien jatuh atau
terkena trauma benda keras di daerah selangkangan (perinium).Trauma dapat
mengenenai uretra pars membranasea, uretra bulbosa, uretra pars dulum atau
penis (Purnawan junadi , Atiek S Soesmanto, Husna Amelz, 2002).
Trauma uretra biasanya terjadi pada pria jarang pada wanita. sering
ada hubungan dengan fraktur pelvis dan straddle injuri. Trauma uretra
biasanya lebih sering pada anak-anak laki-laki dibandingkan dewasa yaitu
pada usia sekitar 15 tahun. Uretra pria terdapat dua bagian yaitu anterior yang
terdiri dari uretra pars glanularis, pars pendulans, pars bulbosa dan posterior
yang terdiri dari pars membranacea dan pars prostatika. Bagian-bagian uretra
dapat mengalami laserasi, transeksi atau kontusio. Penangannya berdasarkan
berat ringannya trauma.
Dari pengertian di atas dapat kami simpulkan bahwa trauma uretra
adalah trauma yang terjadi sepang jang uretra yang dapat menyebabkan ruptur
pada uretra anterior dan posterior yang disebabkan oleh trauma langsung
maupun tidak langsung.
2. Etiologi
1. Trauma uretra terjadi akibat cedera yang berasal dari luar dan cedera
iatrogenik akibat intrumentasi pada uretra.
2. Trauma tumpul yang menimbulkan fraktur tulang pelvis,menyebabkan
ruptur uretra pars membranasea,sedangkan trauma tumpul pada
selangkangan atau ”straddle injury” dapat menyebabkan ruptur utetra para
bulbosa.
3. Pemasangan kateter pada uretra yan kurang hati-hati dapat menimbulkan
robekan uretra karena salah jalan (false route)
4. Intervensi operasi trans uretra dapat menimbulkan uretra iotrogen.
( Dr. Nursalam,2006)
3. Patofisiologi
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
(skema patograf : Muttaqin,2011 :238)
Intervensi operasi trans uretra
Pemasangan kateterTrauma tumpulcedera yang berasal dari luar dan cedera iatrogenik
Trauma pada uretra
Ruptur uretra anteriorRuptur uretra posterior
Spasme otot peritoneum : hematom perivesika, perdarahan per-uretram, retensi urine perdarahan dlam masif
Spasme otor perineum: ekstravasasinsaluran urine: hematom penis dan inguinal, anuria , iritasi kulit penis/inguinal
resiko tinggi infeksi
Kerusakan integritas kulit
Resiko syok hipovelemik
Nyeri
Perubahan eliminasi urine
Tindakan pembedahan respon psikologis : koping maladaptif kecemasan
Kecemasan pemenuhan informasi
4. Klasifikasi
a) Trauma Grade I ( ringan )
yang mengalami kerusakan adalah dinding uretra, adanya perdarahan per
uretra ( darah langsung keluar dari uretra ).
b) Trauma Grade II ( sedang )
yang mengalami kerusakan adalah dinding uretra, bulbus cavernosus dan
kemungkinan ada hematom tetapi tidak progresif.
c) Trauma Grade III ( berat )
Pada tingkat ini uretra mengalami ruptur, bulbus cavernosus hancur dan
vesika buck robek darah mengalir keluar, menjalar kebawah kulit,
perdarahan mula-mula pada daerah peritoneum terus ke scrotum
selanjutnya ke daerah unguinal suprapubik.
5. Jenis Trauma Uretra
Menurut Purnawan junadi dkk 2002, Secara klinis terdapat dua jenis trauma
uretra, yaitu anterior dan posterior.
a. Ruptur uretra anterior mekanisme cidera yang paling sering menyebabkan
kerusakan uretra anterior adalah cidera selangkangan (straddle injury)
terutama pada saat bersepeda yaitu uretra terjepit diantara tulang pelvis
dan tulang tumpul. Pada pengkajian, klien mengeluh nyeri, adanya
perdarahan per-uretram atau hematuria. Jika terdapat robekan pada korpus
spongiosum, terlihat adanya hematom pada penis atau hematoma kupu-
kupu. Pada keadaan ini sering kali pasien tidak dapat miksi. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan adanya daerah memar atau hematom pada
penis dan skrotum. Oleh karena kerusakan uretra, saat urine melewati
uretra, proses berkemih dapat menyebabkan ekstravasasi saluran urine
yang menimbulkan pembengkakan pada skrotum atau area inguinal
dengan memberikan gambaran butterfly haematome.
Tanda-tanda rupture uretra anterior
1) terdapat daerah memar atau hematom pada penis dan scrotum
(kemungkinan ekstravasasi urine)
b. Ruptur uretra posterior akan didapatkan pada kondisi patah tulang pelvis,
pada daerah suprapubik dan abdomen bagian bawah yang dijumpai jejas,
hematom, perivesika, dan nyeri tekan. Pada kondisi parah terjadi ruptur
uretra total, bisa ditemukan tanda rangsangan peritonium, klien mengeluh
tidak bisa buang air kecil sejak terjadi trauma. Klien biasanya mengalami
syok hipovelemik akibat perdarahan dalam dari fraktur pelvis. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan tanda khas, meliputi :
1) Penrdarahan per-uretra
2) Retensi urine
3) Pada pemeriksaan colok dubur didapatkan kelembutan prostat dan
terasa organ prostat seperti melayang didalam suatu hematom dan
adanya darah yang menetes pada sarung tangan mengindikasikan
adanya perdarahan masif akibat trauma pada panggul.
Tanda-tanda rupture uretra posterior
1) Terdapat tanda patah tulang pelvis.
2) Pada daerah suprapubik dan abdomen bagian bawah dijumpai
jejas,hematom dan nyeri tekan.
3) Bila disertai ruptur kandung kemih bisa ditemukan tanda rangsangan
peritoneum.
6. Manifestasi klinis
a. Perdarahan per-uretra post trauma.
b. Retensi urine.
c. Merupakan kontraindikasi pemasangan kateter.
d. Lebih khusus: Pada Posterior dan Anterior :
1) Pada Posterior
a) Perdarahan per uretrab) Retensi urinec) Pemeriksaan Rektal Tuse : Floating Prostatd) Ureterografi: ekstravasasi kontras dan adanya fraktur pelvis
2) Pada Anterior:
a) Perdarahan per-uretra/ hematuria
b) Sleeve Hematom/butterfly hematom
c) Kadang terjadiretensi urine. (Purnawan junadi, Atiek S
Soesmanto, Husna Amelz, 2002)
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Uretrografi retrograde
Pada rupture uretra posterior mungkin terdapat elongasi uretra atau ekstra
vasasikontras pada pars prostate-membranasea. Sementara itu pada
rupture uretra anterior menunjukkan adanya ekstravasasikontras di pars-
bulbosa.
Gambar 2.1
b. Rectal Toucher
Bila ruptur terjadi di pars membranosa, maka prostat tidak akan teraba,
sebaliknya akan teraba hematome berupa masa lunak dan kenyal.
Gambar 2.2
Sumber : www.amipp.fr
c. Uretrogram
Uretrogram Untuk mengetahui lokasi rupture
Gambar 2.3
Sumber : radiographics.rsna.org
d. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk pelengkap pembedahan.
Selain itu, beberapa dilakukan untuk mengetahui adanya tanda-tanda
infeksi melalui pemeriksaan urinalisis dan kultur urin. Pemeriksaan yang
di lihat adalah Urinalisis : warna kuning, coklat gelap, merah
gelap/terang, penampilan keruh, pH : 7 atau lebih besar, bakteria. Kultur
urin: adanya staphylokokus aureus. Proteus, klebsiella, pseudomonas, E.
Coli. BUN/kreatin : meningkat (Muttaqin, Arif. 2011).
8. Penatalaksanaan
a. Ringan
selalu konservatif ,lakukan sistostomi dan antibiotika untuk profilaksi ada
bahaya striktura dikemudian hari
b. Sedang
1) bila hematom kecil dilakukan terapi konservatif, yaitu kateter dover
selama 1-2 minggu dan antibiotika untuk profilaksis
2) bila hematom besar , dilakukan prosedur yang sama dengan yang berat ,
karena kadang-kadang dalam hematom terjadi infeksi sekunder sehingga
terbentuksuatu lubang dan kateter terlihat dari luar .sebelum terjadi
kerusakan demikian lebih baik dilakukan operasi
3) berat
dilakukan operasi peneotomi (dari kuit sampai daerah yang robek atau
hematom) dan :
a) semua bekuan darah dikeluarkan
b) kateter dipasang di uretra, akan tampak ujung kateter menonjol
kedaerah operasi dan kateter akan dibelokkan masuk uretra bagian
proksimal
c) hemostatis sebaik-baiknya.
d) Dinding uretra dijahit ”interrupted” dengan ”catgut” dan ”non
traumatic neddle”
e) Tinggalkan drain di daerah operasi Karena ada bahaya striktura
dikemudian hari setiap kali dengan”bogule”. (Purnawan junadi ,
Atiek S Soesmanto, Husna Amelz, 1982)
9. Komplikasi
a. Syok, perdarahan ,dan peritonitis
b. Infeksi saluran kemih
c. Striktur uretra
Pada saat seseorang mengalami trauma uretra anterior, misalnya
straddle injuri,perineal terkena benda keras, sehingga menimbulkan
trauma uretra pars bulbaris,dan fraktur/trauma pada pelvis dapat
menyebabkan cidera pada uretra posterior jadi seperti yang kita ketahui
antara prostat dan os pubis di hubungkan oleh ligamentum
puboprostaticum. Sehingga jika terdapat trauma disini ligamentum
tertarik, uretra posterior bisa sobek. Jadi memang sebagian besar striktur
uretra terjadi di bagian-bagian yang terviksir seperti bulbus dan prostat.
( Dr. Nursalam 2006)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
pengkajian yang dilaksanakan pada pasien dengan trauma uretra meliputi :
1. Identitas pasien :
a. Meliputi nama, alamat,
b. jenis kelamin: trauma uretra bisanya terjadi 90% pada laki-laki karena
uretra laki-laki lebih panjang sehingga resiko terjadi trauma lebih besar di
bandingkan dengan perempuan.
c. Umur: usia produktif lebih beresiko karnena rentan terjadi kecelakaan
d. Pekerjaan: pekerja lapangan atau pekerja berat lebih beresiko terjadi
kecelakaan dalam pekerjaan.
2. Riwayat kesehatan umum meliputi berbagai ganguan penyakit yang lalu
seperti apakah pernah terjadi trauma sebelumnya, pernah mengalami fraktur
pelvis, berhubungan dengan atau yang dapat mempengaruhi penyakit
sekarang
3. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya tidak ditemukan adanya hubungan riwayat penyakit keluarga yang
langsung berhubungan dengan trauma uretra
4. Riwayat kesehatan sekarang
Menceritakan tentang perjalanan penyakit dari pasien dirumah sampai
dibawa ke rumah sakit. Biasanya pasien mengeluh Perdarahan per-uretra post
trauma, hematoma dll (kaji riwayat trauma), selain itu meliputi
keluhan/gangguan yang berhubungan dengan gangguan/penyakit yang
dirasakan saat ini,bagaimana frekkuensi miksi, apakah terdapat:
a. Poliuri
volume urine yang berlebihan, biasanya diatas 3 L/hari
b. Oliguri
ada urine, berkisar antara 100-500 cc miksi keluar sedikit-sedikit tetapi
sering
c. Urgensi
perasaan seseorang untuk berkemih
d. Nocturi
proses berkemih pada malam hari
e. Tempo berhentinya arus urine selama miksi
f. Pasien mengalami keraguan/kesukaran sewaktu memulai miksi
g. Urine keluar secara menetes
h. Inkontinentia urine
Merupakan eliminasi urine dari kandung kemih yang tidak terkendali
atau terjadi diluar keinginan
i. Adakah kelainan waktu miksi seperti
1) Disuria, adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih
2) ada rasa panas
3) hematuri
4) piuria
5) lithuria
j. Adakah rasa sakit terdapat pada daerah setempat atau secara umum
k. Apakah penyakit timbul setelah adanya penyakit yang lain
l. Apakah terdapat, mual, muntah
m. Apakah terdapat oedem
n. Bagaimana keadaan urinen(volume, warna, bau, berat, jenis, jumlah
urine, dalam 24 jam)
o. Rasa nyeri ( lokasi, identitas, saat timbulya nyeri)
p. Riwayat kecelakaan ( patah tulang panggul ”staddle injury”)
2. pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : Lemah
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Tanda-tanda vital : Tekanan darah normal, suhu meningkat, pernafasan
normal, nadi menurun
d. Riwayat penyakit sekarang
1) Aktivitas / mobilitas fisik
Pola aktifitas terganggu,biasanya pasien dengan trauma uretra
mengalami nyeri yang berat,sehingga mengganggu aktivitas pasien
2) Eliminasi
Pasien dengan trauma uretra,mengalami gangguan dalam proses BAK,
dan tidak mengalami gangguan BAB
3) Makanan/cairan
Pasien dengan trauma uretra, pasien tidak mengalami gangguan makan
dan minum
4) Higiene
Biasanya pasien dengan trauma uretra ringan masih bias untuk menjaga
hygiene nya secara mandiri, dan apabila trauma sudah berat pasien
ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri
5) Nyeri/keamanan
Nyeri pada uretra, biasanya pasien Tampak terus terjaga, prilaku
distraksi/gelisah, menangis, mengeluh, mengaduh
6) B1 (breathing) sistem pernapasan
Pada pasien dengan trauma uretra, pasien tidak mengalami gangguan
dalam pola dan frekuensi napas
7) B2 (blood) kardiovaskuler dan hematologi
Pasien trauma uretra tidak ada mengalami ganguan kardiovaskuler dan
hematologi
8) B3 (brain) saraf dan wajah
Pasien trauma uretra tidak ada mengalami ganguan persarafan
9) B4 (bladder) perkemihan dan genital
a) Inspeksi: terdapat hematum pada perivesika, hematum pada penis
dan inguinal. Iritasi kulit penis / inguinal. Terdapat perdarahan per
uretra.
b) Palpasi: terdapat edema pada daerah genetalia (hematum)
c) Eliminasi urine
Mengalami gangguan dalam proses miksi
e. Data psikologis
1) Keluhan dan reaksi pasien terhadap penyakit
2) Tingkat adaptasi pasien terhadap penyakit
3) Persepsi pasien terhadap penyakit
4) Penanggulangan masalah
B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma uretra
2. kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan trauma uretra
3. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan bedah diversi,trauma
jaringan
4. Resiko syok hipovelemik berhubungan dengan perdarahan per-uretram
5. Resiko infeksi berhubungan dengan inguinal
6. Ansietas berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi
C. Intervensi dan Rasional
1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma uretra
Definisi : pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat
adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau di
gambarkan dengan istilah seperti (internasional association for the
study of pain); awitan yang tiba-tiba atau perlahan dengan intensitas
ringan sampai berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau dapat
di ramalkan dan durasinya kurang dari 6 bulan
Batasan karateristik :
Subjektif :
Mngungkapkan secara verbal atau melaporkan (nyeri) dengan isyarat
Objetktif :
a. Posisi untuk menghindari nyeri
b. Perubahan tonus otot
c. Respon autonomik
d. Perubahan selera makan
e. Perilaku dapat diistraksi
f. Bukti nyeri yang di amati berfokus pada diri sendiri
g. Gangguan tidur
Tujuan/kriteria evaluasi (NOC) :
a. Memperhatikan pengendalian nyeri yang dapat di buktikan dengan
indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5 : tidak pernah, jarang, kadang-
kadang,sering, atau selalu)
b. Menunjukan tingkat nyeri yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut:
(sebutkan 1-5 : sangat berat, berat, sedang, ringan, atau tidak ada)
Intervensi nic :
a. Pemberian analgesik : menggunakan agen-agen farmakologi untuk
mengurangi atau menghilangkan nyeri.
b. Manajemen medikasi : memfasilitasi penggunaan obat resep atau obat
bebas secara aman dan efektif.
c. Manajemen nyeri : meringankan atau mengurangi nyeri sampai pada
kenyamanan yang dapat di terima oleh pasien.
d. Manajemen sedasi : memberikan sedatif, memantau respon pasien, dan
memberikan dukungan psikologis yang di butuhkan selama prosedur
diagnostik atau terapeutik.
Aktivitas keperawatan
Pengkajian :
a. Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan utama untuk
mengumpulkan informasi pengkajian
b. Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada skala 0
sampai 10
c. Manajemen nyeri (nic) :
1) Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi,
karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
2) Observasi isyarat non verbal ketidaknyaman khususnya pada mereka
yang tidak mampu berkomunikasi efektif
Penyuluhan untuk pasien :
a. Instruksikan pasien untuk mminformasikan kepada perawat jika peredaan
nyeri tidak dapat di capai
b. Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan
nyeri dan tawarkan strategi koping yang di sarankan
c. Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesik narkotik atau opioid
(misalnya resiko ketergantungan atau opordosis)
d. Manajemen nyeri (nic) : berikan informasi dan antisipasi nyeri, seperti
penyebab nyeri, berapa lama akan berlangsung, dan antisipasi
ketidaknyamanan akibat prosedur
e. Manajemen nyeri (nic) : ajarkan penggunaan teknik non farmakologis
(misalnya, umpan balik biologis, hipnosis, relaksasi, imajinasi terbimbing,
terapi musik, distraksi, terapi bermain, terapi aktivitas, akupresur, kompres
hangat/dingin, dan masase) sebelum, setelah dan jika memungkinkan
selama aktivitas yang menimbulkan nyeri, sebelum nyeri terjadi atau
meningkat, dan bersama penggunaan tindakan peredaan nyeri
Aktivitas kolaboratif :
a. Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiat yang terjadwal
(misalnya, setiap 4 jam selama 36 jam) atau PCA
b. Manajemen nyeri (nic) : gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum
nyeri menjadi lebih berat, laporkan kepada dokter jika tindakan tidak
berhasil atau jika keluhan saat ini merupakan perubahan yang bermakna
dari pengalaman nyeri pada pasien di masa lalu.
2. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan trauma uretra
Definisi : Kerusakan integritas kulit adalah perubahan epidermis dan dermis.
Batasan karakteristik :
Objektif :
a. Kerusakan pada lapisan kulit ( dermis)
b. Kerusakan pada permukaan kulit (epidermis)
c. Invasi struktur tubuh
Tujuan dan kriteria hasil (NOC) :
a. Menunjukan integritas jaringan: kulit dan membran mukosa, yang di
buktikan oleh indikator berikut (sebutkan 1-5 : gangguan ekstrim, berat,
sedang, ringan, atau tidak ada gangguan) :
1) suhu, elastisitas, hidrasi, dan sensasi
2) perfusi jaringan
3) keutuhan kulit
b. menunjukan penyembuhan luka : primer, yang dibuktikan oleh indikator
berikut( sebutkan 1-5 : tidak ada, sedikit, sedang, banyak, atau sangat
banyak) :
1) penyatuan kulit
2) penyatuan ujung luka
3) pembentukan jaringan parut
c. menunjukan penyembuhan luka : primer yang di buktikan oleh indikator
berikut ( sebutkan 1-5: gangguan ekstrim, berat, sedang, ringan, atau tidak
ada gangguan):
1) eritema kulit sekitar
2) luka berbau busuk
d. menunjukan penyembuhan luka : sekunder yang di buktikan oleh indikator
berikut: ( sebutkan 1-5 : tidak ada, sedikit, sedang, banyak, atau sangat
banyak):
1) granulasi
2) pembentukan jaringan parut
3) penyusutan luka
intervensi NIC :
a. pemeliharaan akses dialisis : memelihara area akses pembuluh darah
( arteri-vena)
b. kewaspadaan lateks : menurunkan resiko reaksi sistemik terhadap lateks
c. pemberian obat : mempersiapkan, memberikan, dan mengevaluasi
keefektifan obat resep dan obat non resep.
d. Perawatan area insisi : membersihkan, memantau, dan meningkatkan
proses penyembuhan pada luka yang di tutup dengan jahitan, klip, atau
stapless
e. Manajemen area penekanan : meminimalkan penekanan pada bagian tubuh
f. Perawatan ulkus dekubitus : menfasilitasi penyembuhan ulkus dekubitus
g. Manajemen pruritus : mencegah dan mengobati gatal
h. Sulveilans kulit : mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk
mempertahankan integritas kulit dan membran mukosa
i. Perawatan luka : mencegah komplikasi luka dan meningkatkan
penyembuhan luka
Aktivitas keperawatan
Pengkajian :
a. Kaji fungsi alat-alat, seperti alat penurun tekanan meliputi kasur udara
statis, terapi low- air loss, terapi udara yang di cairkan, dan kasur air
b. Perawatan area insisi (nic): inspeksi adanya kemerahan, pembengkakan,
atau tanda-tanda dehisensi atau eviserasi pada area insisi
c. Perawatan luka (nic) : inspeksi luka pada setiap menganti balutan
d. Kaji luka terhadap karakteristik berikut :
1) Lokasi, luas, dan kedalaman
2) Adanya dan karakter eksudat, termasuk kekentalan, warna dan bau
3) Ada atau tidaknya granulasi atau epitelialisasi
4) Ada atau tidaknya jaringan nekrotik. Deskripsikan warna, bau,
banyaknya
5) Ada atau tidaknya tanda-tanda infeksi luka setempat( misalnya , nyeri
palpasi, edema, pruritus, indurasi, hangat, bau busuk, eskar, dan
eksudat).
6) Ada atau tidaknya perluasan luka kerja ringan di bawah kulit dan
pembentukan saluran sinus
Penyuluhan untuk pasien/keluarga :
a. Ajarkan perawatan luka, termaksud tanda dan gejala infeks
Aktifitas kolaboratif :
a. Konsultasikan pada ahli gizi tentang makanan tinggi protein, mineral,
kalori dan vitamin
b. Konsultasikan kepada dokter tentang implementasi pemberian makanan
dan nutrisi enteral atau parenteral untuk meningkatkan potensi
penyembuhan luka
c. Rujuk keperawat terapi enterostoma untuk mendapatkan bantuan dalam
pengkajian, penentuan derajat luka, dan kerusakan kulit
d. Perawatan luka (NIC) gunakan unit TENS untuk penigkatan proses
penyembuhan luka
3. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan bedah diversi,trauma
jaringan
Definisi : disfungsidalam eliminasi urin
Tujuan/kriteria evaluasi (NOC) :
a. Pola eliminasi klien baik
b. Asupan cairan klien cukup
c. Klien dapat mengosongkankandung kemih sepenuhnya
d. Tidak terlihat terlihat darahdalam urin klien
e. Klien tidak mengaluhkan sakitsaat buang air kecil
f. Klien tidak merasa terbakarsaat buang air kecil
g. Frekuensi kemih klienteratur/baik
Intervensi NIC :
a. Pantau eliminasi urin etermasuk frekuensi, konsistensi, volume, bau dan
warna
b. Pantau tanda-tanda dan gejala retensi urin
c. perhatikan waktu eliminasi urine yang lalu
d. Selidiki keluhan kandung kemih penuh; palpasi untuk distensi
suprapubik. Perhatikan penurunan dan pengeluaran urine
Aktivitas kolaboratif :
a. Berikan obat sesuai indikasi, contoh; Asetazomelamid (Diamox),
alupurinol (Ziloprim)
b. Awasi pemeriksaan Lab, mis ; elektrolit, BUN, kreatinin
4. Resiko syok hipovelemik berhubungan dengan perdarahan per-uretram
Tujuan/kriteria evaluasi (NOC) :
a. Syok tidak terjadi
b. Ttv dalam baas normal
c. Kadar elektrolit dalam batas normal
d. Caiaran yang masuk seimbang dengan cairan yang keluar.
Intervensi NIC :
a. Observasi tanda-tanda terjadinya shock hipolemik
b. Kaji tentang banyaknya pengeluaran cairan (perdarahan)
c. Observasi tanda-tanda vital
d. Monitor intake dan output setiap 5-10 menit
e. Observasi tanda-tanda kekurangan cairan dan monitor perdarahan
f. Pantau kadar elektrolit darah
g. Berikan cairan infuse Nacl melalui intra vena
5. Resiko infeksi berhubungan dengan inguinal
Definisi : beresiko terhadap invasi organisme pathogen
Tujuan/kriteria evaluasi (NOC) :
a. Factor resiko infeksi akan hilang dibuktikan oleh pengendalian resiko
kounitas : penyakit menular, status imun, keparahan infeksi, penyembuhan
luka primer dan sekunder
b. Terbebas dari tanda dan gejala infeksi
c. Memperliatkan higien personal yang adekuat
d. Melaporkan tanda dan gejala infeksi serta mengikuti prosedur skrining dan
pemantauan
Intervensi NIC :
a. perawatan luka insisi, membersihkan,memantau, dan memfasilitasi proses
penyembuhan luka
b. pengendalian infeksi, memminimalkan penyebaran dan penularan agens
infeksius
c. perlindungan infeksi, mencegah dan mendektesi dini infeksi pada pasien
yang beresiko
d. perawatan luka, mencegah terjadinya komplikasi pada lika
Aktivitas keperawatan
Pengkajian :
a. Pantau tanda dan gejala infeksi misalnya,suhu tubuh, denyut jantung,
penampilan luka, penampilan urine, keletihan dan malaise
b. Kaji factor yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi
c. Pantau hasil lab, hitung darah lengkap, protein serum, dan albumin
d. Amati penampilan prktik hygiene personal untuk perlindungan terhadap
infeksi
Penyuluhan untuk pasien/keluarga :
a. Jelaskan kepada pasien dan keluarga mengapa sakit atau terapi
meningkatkan resiko terhadap infeksi
b. Intruksikan untuk menjaga hygiene personal untuk melindungi tubuh
terhadap infeksi
c. Pengendalian infeksi (NIC) ajarkan pasien teknik mencuci tangan yang
benar
Aktivitas kolaboratif :
a. Ikuti protocol institusi untuk melaporkan suspek infeksi atau kultur positif
b. Pengendalian infeksi (NIC) berikan antibiotic, bila di perlukan
6. Ansietas Ansietas berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi
Definisi : perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai
respon autonomy, perasaan takut yang di sebabkan oleh antisipasi terhadap
bahaya. Perasaan ini merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan
bahaya yang akan terjadi dan memampukan individu melakukan tindakan
untuk menghadapi ancaman
Tujuan/kriteria evaluasi (NOC) :
a. Ansietas berkurang,dibuktikan oleh bukti tingkat ansietas hanya ringan
sampai sedang, dan selalu menunjukan pengendalian diri terhadap
ansietas, konsentrasi, dan kopin
Intervensi NIC :
a. Bimbingan antisipasi, mempersiapkan pasien menghadapi kemungkinan
krisis situasional
b. Penurunan ansietas, meminimalkan kekhwtiran, ketakutan, atau perasaan
tidak tenang yang berhubungan dengan sumber bahaya yang di antisipasi
c. Teknik menenangkan diri, meredakan kecemasan pada pasien yang
mengalami distress akut
d. Peningkatan koping, membantu pasien untuk beradaptasi dengan persepsi
stressor
e. Dukungan emosi, memberikan penenangan dan dukungan selama masa
stress
Aktivitas keperawatan
Pengkajian :
a. Kaji dan dokumentasi tingkat kecemasan pasien
b. Gali bersama paien tentang teknik yang berhasil dan tidak berhasil
menurunkan ansietas
c. Reduksi ansietas (NIC) menentukan kemampuan pengambilan keputusan
pasien
Penyuluhan untuk pasien/keluarga :
a. Buat rncana penyuluhan dengan tujuan yang realitis
b. Informasikan tentang gejala ansietas
c. Penurunan ansietas (NIC), sediakan informasi factual menyangkut
diagnosis terapi
Aktivitas kolaboratif :
a. Penurunan ansietas (NIC), berikan obat ansietas jika perlu