bab 1 perjudian jadi

21
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pergaulan sehari-hari, manusia tidak bisa lepas dari n aturan yang berlaku di masyarakat. Apabila semua angota masy mentaati norma dan aturan tersebut, niscaya kehidupan masyarakat aka tenteram, aman, dan damai. Namun dalam kenyataannya, sebagian anggota masyarakat ada yang melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap norma dan aturan tersebut. Pelanggaran terhadap norm aturan yang berlaku dalam masyarakatdikenal dengan istilah penyimpangan sosial atau istilah yang sering digunakan dalam perspek psikologi adalah patologi sosial (social pathology). Akibat penyimpa sosial ini, memunculkan berbagai permasalahan kehidupan masyar yang selanjutnya dikenal dengan penyakit sosial. Peyimpangan sosial dari sekelompok masyarakat atau indiv akan mengakibatkan masalah sosial, menurut Kartini (2003) kej tersebut terjadi karena adanya interaksi sosial antar individ dengan kelompok, dan antar kelompok. Interaksi sosial berkisa ukuran nilai adat-istiadat, tradisi dan ideologi yang ditandai denga sosial yang diasosiatif — adanya penyimpanganperilaku darimereka terhadap pranata sosial masyarakat. Ketidaksesuaian antar unsu kebudayaan masyarakat dapat membahayakan kelompok sosial kondisi ini berimplikasi pada disfungsional ikatan sosial. Apabila kejadian tersebut terus terjadi dalam masyarakat perjudian, tawuranantar pelajar dan mabuk-mabukan tersebut akan menjadi virus mengganggu kehidupan masyarakat. Masyarakat akan resah dan merasa tidak tenteram. Andaikan tubuh kita diserang viru tubuh kita akan merasa sakit. Begitu pula masyarakat yang diserang v tentu masyarakat tersebut akan merasa sakit. Sakitnya masyarakat ini dalam bentuk keresahan atau ketidak-tenteraman keidupanan masyarakat Oleh karena itulah, perjudian, tawuran antar pelajar dan mabuk-mabuk

Upload: nurmaya-dewi

Post on 21-Jul-2015

112 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB 1 PENDAHULUANA. Latar Belakang Dalam pergaulan sehari-hari, manusia tidak bisa lepas dari norma dan aturan yang berlaku di masyarakat. Apabila semua angota masyarakat mentaati norma dan aturan tersebut, niscaya kehidupan masyarakat akan tenteram, aman, dan damai. Namun dalam kenyataannya, sebagian dari anggota masyarakat ada yang melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap norma dan aturan tersebut. Pelanggaran terhadap norma dan aturan yang berlaku dalam masyarakat dikenal dengan istilah

penyimpangan sosial atau istilah yang sering digunakan dalam perspektif psikologi adalah patologi sosial (social pathology). Akibat penyimpangan sosial ini, memunculkan berbagai permasalahan kehidupan masyarakat yang selanjutnya dikenal dengan penyakit sosial. Peyimpangan sosial dari sekelompok masyarakat atau individu akan mengakibatkan masalah sosial, menurut Kartini (2003) kejadian tersebut terjadi karena adanya interaksi sosial antar individu, individu dengan kelompok, dan antar kelompok. Interaksi sosial berkisar pada ukuran nilai adat-istiadat, tradisi dan ideologi yang ditandai dengan proses sosial yang diasosiatifadanya penyimpangan perilaku dari mereka terhadap pranata sosial masyarakat. Ketidaksesuaian antar unsur-unsur kebudayaan masyarakat dapat membahayakan kelompok sosial kondisi ini berimplikasi pada disfungsional ikatan sosial. Apabila kejadian tersebut terus terjadi dalam masyarakat, maka perjudian, tawuran antar pelajar dan mabuk-mabukan tersebut akan menjadi virus mengganggu kehidupan masyarakat. Masyarakat akan resah dan merasa tidak tenteram. Andaikan tubuh kita diserang virus, tentu tubuh kita akan merasa sakit. Begitu pula masyarakat yang diserang virus, tentu masyarakat tersebut akan merasa sakit. Sakitnya masyarakat ini bisa dalam bentuk keresahan atau ketidak-tenteraman keidupanan masyarakat. Oleh karena itulah, perjudian, tawuran antar pelajar dan mabuk-mabukan

itu dikategorikan sebagai penyakit masyarakat atau penyakit sosial. Penyakit sosial adalah perbuatan atau tingkah laku yang bertentangan dengan norma kebaikan, stabilitas lokal, pola kesederhanaan, moral, hak milik, solidaritas bangsa, disiplin, kebaikan dan hukum formal. Sebenarnya penyakit sosial itu tidak hanya perjudian, tawuran antar pelajar dan mabuk- mabukan saja. Masih banyak perilaku masyarakat yang bisa disebut menjadi virus penyebab penyakit sosial, misalnya: alkoholisme, penyalahgunaan Napza, pelacuran, dan mungkin masih banyak lagi perilaku masyarakat yang bisa menimbulkan keresahan dan mengganggu keteraman masyarakat. Faktor apa yang menyebabkan timbulnya berbagai penyakit masyarakat tersebut!? Para ahli sosiologi menyatakan bahwa penyakit sosial itu timbul karena adanya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh orang atau sekelompok orang terhadap norma dan aturan yang berlaku dalam masyarakat. Pelanggaran terhadap norma dan aturan masyarakat inilah yang kemudian dikenal dengan penyimpangan sosial. Beberapa fenomena perilaku perjudian, sebagai salah satu penyakit sosial masyarakat yang akan diurai dan diharapkan memberikan kontribusi konstruktif dalam penyelesaiannya akan diketengahkan dalam paper ini, antara lain; Pertama, menjelaskan tentang motif individu melakukan judi dengan kajian psikologi, Kedua, judi sebagai diasosiatif yang

mengakibatkan terjadinya penyakit sosial masyarakat, dan ketiga upaya pendekatan untuk menyelesaikan dan merehabilitasi penyakit sosial judi.

B. Rumusan Masalah 1. Mengapa perjudian dilarang keras ? 2. Apa yang melatar belakangi terjadinyua perjudian di berbagai kalangan di masyarakat ? 3. Apa damapak dari perjudian ? 4. Bagaimana cara / upaya memberantas perjudian ? C. Tujuan Penelitian

D. Metode Penelitian Observasi lapangan dengan mewawancarai langsung pelaku judi.

BAB 2 PEMBAHASANA. Pengertian Perjudiian Menurut Kartini Kartono dalam bukunya yang berjudul patologi sosial, perjudian adalah pertaruhan dengan sengaja yaitu mempertaruhkan suatu nilai atau sesuatu yang dianggap bernilai dengan menyadari adanya resiko dan harapan-harapan tertentu dalam peristiwa-peristiwa permainan, pertandingan, perlombaan dan kejadian-kejadian yang tidak atau belum pasti hasilnya. Pengaturan perjudian sendiri dapat ditemukan dalam pasal 303 KUHP, pasal 303 bis KUHP dan UU nomor 7 tahun 1974 tentang penertiban perjudian. Perjudian (gambling) dalam kamus Webster didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang melibatkan elemen risiko. Risiko didefinisikan sebagai kemungkinan terjadinya suatu kerugian. Sementara Carson dan Butcher (1992) dalam buku Abnormal Psychology and Modern Life, mendefinisikan perjudian sebagai memasang taruhan atas suatu permainan atau kejadian tertentu dengan harapan memperoleh suatu hasil atau keuntungan yang besar. Apa yang dipertaruhkan dapat saja berupa uang, barang berharga, makanan, dan lain-lain yang dianggap memiliki nilai tinggi dalam suatu komunitas. Definisi serupa dikemukakan oleh Stephen Lea, et al (1987) dalam buku The Individual in the Economy, A Textbook of Economic Psychology seperti yang dikutip oleh Papu (2002). Menurut mereka perjudian adalah suatu kondisi dimana terdapat potensi kehilangan sesuatu yang berharga atau segala hal yang mengandung risiko. Namun demikian, perbuatan mengambil risiko dalam perilaku berjudi, perlu dibedakan pengertiannya dari perbuatan lain yang juga mengandung risiko. Ketiga unsur dibawah ini mungkin dapat menjadi faktor yang membedakan perilaku berjudi dengan perilaku lain yang juga mengandung risiko: a. Perjudian adalah suatu kegiatan sosial yang melibatkan sejumlah uang (atau sesuatu yang berharga) dimana pemenang memperoleh uang dan imbalan lainnya yang dianggap berharga.

b. Risiko yang diambil bergantung pada kejadian-kejadian di masa mendatang, dengan hasil yang tidak diketahui, dan banyak ditentukan oleh hal-hal yang bersifat kebetulan/keberuntungan. c. Risiko yang diambil bukanlah suatu yang harus dilakukan; kekalahan/kehilangan dapat dihindari dengan tidak ambil bagian dalam permainan judi.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa perjudian adalah perilaku yang melibatkan adanya risiko kehilangan sesuatu yang berharga dan melibatkan interaksi sosial serta adanya unsur kebebasan untuk memilih apakah akan mengambil risiko kehilangan tersebut atau tidak.

B. Motif Perjudian Kajian Psikologi Pada salah satu ayat dalam al-Quran surat al-Baqarah [2]:219 bahwa sesungguhnya judi tidak memberikan maslahat melainkan mudaratjudi tidak akan memberikan manfaat kepada masyarakat. Individu yang melakukan tindakan berjudi terdorong motif untuk memperoleh keuntungan yang sebesarbesarnya (utility maximitation) bagi kesejahteraannya. Ekspektasi itu kemudian membuat dia melakukan spekulasi dengan cara-cara yang destruktif yang menghalalkan segala cara. Merasakan kemenangan ketika berhasil meraup keuntungan membuat eskalasi kegembiraan (euforia) sangat tinggi dan mengantar keinginan untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar lagi faktor inilah sebagai pencetus (driven) yang dapat merusak. Simak saja perilaku para penjudi, akan mempertaruhkan segala sesuatu yang dianggap sebagai harta untuk didiserahkan ditempat perjudian. Sekuensial dari perilaku tersebut akan berefek kepada tindakan-tindakan yang menyimpang lainnya (disfungtional behavior), tidak lagi mematuhi pranata-pranata sosialnorma, nilai, dan hukum positif sehingga akan menimbulkan virus dalam masyarakat, bila tidak diselesaikan secara komprehensif, baik secara persuasif dan preventif maka akan menimbulkan penyakit sosial masyarakat.

Penyakit sosial akan sulit diobati bilamana didukung perilaku yang menetap telah dilakukan oleh sebagian masyarakat pada generasi sebelumnya yang terus-menerus masih dilestarikan seperti perilaku sabung ayam dan sejenisnya yang di dalamnya ada unsur judi. Terdapat pula pemahaman yang keliru oleh sebagian masyarakat bahwa perilaku-perilaku yang cenderung beraroma judi dianggap sebagai permainan dan filantropi (kerelaan memberikan sumbangan kepada pihak lain) namun semua itu jelas menggambarkan model judi yang dimodifikasi. Perilaku berjudi menjadi bahan kajian lebih lanjut mengingat perilaku tersebut sebenarnya amat sulit diberantas. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apa saja faktor yang memengaruhi perilaku tersebut ditinjau dari sudut pandang psikologi dan apakah suatu perilaku berjudi dapat dianggap sebagai perilaku yang menyimpang (patologis). Perjudian di satu pihak sangat terkait dengan kehidupan dunia bawah kita (underworld), tapi di pihak lain dilegalisasi (legitimated world), dan seakan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari dunia rekreasi dan hiburan. Keberanian mengambil risiko dan ketangguhan menghadapi ketidakpastian dalam dunia perjudian dan bisnis merupakan dua elemen yang nuansanya sama, kendati dalam konteks yang amat berbeda. Oleh sebab itu, dalam komunitas masyarakat tertentu perjudian tidak dianggap sebagai perilaku menyimpang yang dapat menimbulkan masalah moral dalam komunitas. Berbeda dengan pendapat tersebut, DSM-IV yang dikeluarkan oleh American Psychiatric Assocation (APA) yang dikutip Papu (2002) mengatakan bahwa perilaku berjudi dapat dianggap sebagai gangguan kejiwaaan yang termasuk dalam Impulse Control Disorders, jika perilaku berjudi tersebut sudah tergolong kompulsif. Hal ini didasarkan atas kriteria perilaku yang cenderung dilakukan secara berulang-ulang tanpa dapat dikendalikan, sudah mendarah daging (menetap) dan sulit untuk ditinggalkan.

C. Perilaku Berjudi Sebagai Patologis Sosial. Untuk memahami apakah perilaku berjudi termasuk dalam perilaku yang patologis, diperlukan suatu pemahaman tentang kadar atau tingkatan

penjudi tersebut. Hal ini penting mengingat bahwa perilaku berjudi termasuk dalam kategori perilaku yang memiliki kesamaan dengan pola perilaku adiksi. Menurut Papu (2002), pada dasarnya ada tiga tingkatan atau tipe penjudi, yaitu: 1. Social Gambler Penjudi tingkat pertama adalah para penjudi yang masuk dalam kategori "normal" atau seringkali disebut social gambler, yaitu penjudi yang sekali-sekali pernah ikut membeli lottery (kupon undian), bertaruh dalam pacuan kuda, bertaruh dalam pertandingan bola, permainan kartu atau yang lainnya. Penjudi tipe ini pada umumnya tidak memiliki efek yang negatif terhadap diri maupun komunitasnya, karena mereka pada umumnya masih dapat mengontrol dorongandorongan yang ada dalam dirinya. Perjudian bagi mereka dianggap sebagai pengisi waktu atau hiburan semata dan tidak mempertaruhkan sebagian besar pendapatan mereka ke dalam perjudian. Keterlibatan mereka dalam perjudian pun seringkali karena ingin bersosialisasi dengan teman atau keluarga. Di negara-negara yang melegalkan praktek perjudian dan masyarakat terbuka terhadap suatu penelitian seperti di USA, jumlah populasi penjudi tingkat pertama ini diperkirakan mencapai lebih dari 90% dari orang dewasa. 2. Problem Gambler Penjudi tingkat kedua disebut sebagai penjudi "bermasalah" atau problem gambler, yaitu perilaku berjudi yang dapat menyebabkan terganggunya kehidupan pribadi, keluarga maupun karir, meskipun belum ada indikasi bahwa mereka mengalami suatu gangguan kejiwaan (National Council on Problem Gambling USA, 1997). Para penjudi jenis ini seringkali melakukan perjudian sebagai cara untuk melarikan diri dari berbagai masalah kehidupan. Penjudi bermasalah ini sebenarnya sangat berpotensi untuk masuk ke dalam tingkatan penjudi yang paling tinggi yang disebut penjudi patologis jika tidak segera disadari dan diambil tindakan terhadap masalah-masalah yang sebenarnya sedang dihadapi. Menurut penelitian Shaffer, Hall, dan

Vanderbilt (1999) yang dimuat dalam website Harvard Medical School ada 3,9% orang dewasa di Amerika Bagian Utara yang termasuk dalam kategori penjudi tingkat kedua ini dan 5% dari jumlah tersebut akhirnya menjadi penjudi patologis. 3. Pathological Gambler Penjudi tingkat ketiga disebut sebagai penjudi "patologi" atau pathological gambler atau compulsive gambler. Ciri-ciri penjudi tipe ini adalah ketidakmampuannya melepaskan diri dari dorongandorongan untuk berjudi. Mereka sangat terobsesi untuk berjudi dan secara terus-menerus terjadi peningkatan frekuensi berjudi dan jumlah taruhan, tanpa dapat mempertimbangkan akibat-akibat negatif yang ditimbulkan oleh perilaku tersebut, baik terhadap dirinya sendiri, keluarga, karir, hubungan sosial atau lingkungan disekitarnya. American Psychiatric Association atau APA mendefinisikan ciri-ciri pathological gambling sebagai berikut: "The essential features of pathological gambling are a continuous or periodic loss of control over gambling; a progression, in gambling frequency and amounts wagered, in the preoccupation with gambling and in obtaining monies with which to gamble; and a continuation of gambling involvement despite adverse consequences" .

Meskipun pola perilaku berjudi ini tidak melibatkan ketergantungan terhadap suatu zat kimia tertentu, namun menurut para ahli, perilaku berjudi yang sudah masuk dalam tingkatan ketiga dapat digolongkan sebagai suatu perilaku yang bersifat adiksi (addictive disorder). DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders-fourth edition) yang dikeluarkan oleh APA menggolongkan pathological gambling ke dalam gangguan mental yang disebut Impulse Control Disorder. Menurut DSM-IV tersebut diperkirakan 1% - 3% dari populasi orang dewasa mengalami gangguan ini. Individu yang didiagnosa mengalami gangguan perilaku jenis ini seringkali diidentifikasi sebagai orang yang sangat kompetitif, sangat memerlukan persetujuan atau pendapat orang lain dan rentan terhadap bentuk perilaku adiksi yang lain.

Individu yang sudah masuk dalam kategori penjudi patologis seringkali diiringi dengan masalah-masalah kesehatan dan emosional. Masalah-masalah tersebut misalnya kecanduan obat (Napza), alkoholik, penyakit saluran pencernaan dan pernafasan, depresi, atau masalah yang berhubungan dengan fungsi seksual (Pasternak dan Fleming, 1999).

Adapun kriteria individu yang dapat digolongkan sebagai penjudi yang patologis menurut DSM-IV Screen (alat yang digunakan untuk mengukur tingkatan penjudi) adalah jika individu tersebut menunjukkan 5 (lima) faktor atau lebih dari faktor-faktor sebagai berikut: a. Preoccupation Terobsesi dengan perjudian (contoh. sangat terobsesi untuk mengulangi pengalaman berjudi yang pernah dirasakan dimasa lalu, sulit mengalihkan perhatian pada hal-hal lain selain perjudian, atau secara khusus memikirkan cara-cara untuk memperoleh uang melalui perjudian) b. Tolerance Kebutuhan untuk berjudi dengan kecenderungan meningkatkan jumlah uang (taruhan) demi mencapai suatu kenikmatan/kepuasan yang diinginkan. c. Withdrawal Menjadi mudah gelisah dan mudah tersinggung setiapkali mencoba untuk berhenti berjudi. d. Escape Menjadikan perjudian sebagai cara untuk melarikan diri dari berbagai masalah hidup atau perasaan yang kurang menyenangkan (contoh. Perasaan bersalah, ketidakberdayaan, cemas, depresi, sedih) e. Chasing Setelah kalah berjudi, cenderung kembali berjudi lagi untuk mengejar kemenangan supaya memperoleh titik impas. f. Lying Berbohong kepada anggota keluarga, konselor atau terapist atau orang lain tentang keterlibatan dirinya dalam perjudian. g. Loss of control Selalu gagal dalam usaha mengendalikan, mengurangi atau menghentikan perilaku berjudi. h. Illegal Acts Terlibat dalam tindakan-tindakan melanggar hukum, seperti penipuan, pencurian, pemalsuan, dsb, demi menunjang biaya finansial untuk berjudi.

i. Risked significant relationship Membahayakan atau menyebabkan rusaknya hubungan persahabatan dengan orang-orang yang sangat berperan dalam kehidupan, hilangnya pekerjaan, putus sekolah atau keluarga menjadi berantakan, atau kesempatan berkarir menjadi hilang. j. Bailout Mengandalkan orang lain untuk memberikan uang kepada dirinya ataupun keluarganya dalam rangka mengurangi beban finansial akibat perjudian yang dilakukan. D. Perilaku Berjudi Sebagai Penyakit Sosial Perjudian merupakan salah satu bentuk penyakit sosial. Perjudian sudah ada di muka bumi ini beribu-ribu tahun yang lalu. Dalam bermain pun kadang-kadang kita tanpa sadar telah melakukan perbuatan yang mengandung unsur perjudian secara kecil-kecilan. Misalnya, dalam bermain kelereng, lempar dadu, bermain kartu, dan sebagainya siapa yang menang akan mendapatkan hadiah tertentu, yang kalah akan memberikan atau melakukan sesuatu sesuai kesepakatan. Semua itu menunjukkan bahwa dalam permainan tersebut ada unsur perjudian. Ada sesuatu yang dipertaruhkan dalam permainan itu. Perjudian merupakan penyakit sosial yang sangat buruk. Kemenangan yang dihasilkan dari perjudian tidak akan bertahan lama justru akan berakibat pada pengrusakan karakter individu dan akan merusak kehidupannya. Banyak sudah fakta menceritakan bahwa pemenang judi tidak selalu memiiki hidup yang sejahtera, sebagian besar mengalami kemiskinan yang begitu parah dan mengalami alianasi (lketerasingan) dari keluarga dan masyarakat. Kehidupan yang semestinya dapat diperoleh dan dinikmati dengan keluarga dapat berubah menjadi keburukan. Benar adanya bilamana Allah dalam al-Quran surat alMaidah [5]:90-91 menfirmankan bahwa judi adalah perilaku syaitan, bila tidak dijauhi maka akan menimbulkan permusuhan dan kebencian. Konflik ditimbulkan akan merusak keharmonisan keluarga, dan masyarakat akhirnya kehidupan yang bermakna sebagai hamba Tuhan tidak akan diperoleh. Kreativitas memodifikasi judi dapat kita lihat diberbagai tempat, Jenis judi pun bermacam-macam dari yang bersifat sembunyi-sembunyi sampai yang

bersifat terbuka. Yang sembunyi-sembunyi misalnya Togel (totohan gelap), adu ayam jago, permainan kartu dengan taruhan sejumlah uang. Sedangkan judi yang terbuka, misalnya kuis dengan SMS dengan sejumlah hadiah uang atau barang yang dilakukan oleh berbagai media baik cetak maupun elektronik. Perbuatan judi merupakan perilaku yang melanggar terhadap kaidahkaidah, nilai-nilai, dan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Pelanggaran ini tidak saja hanya pada adat dan kebiasaan masyarakat, tetapi juga melanggar norma hukum. Bagi individu atau kelompok yang melakukan perjudian, maka akan mendapat sanksi baik oleh masyarakat maupun berupa sanksi hukum. Sanksi masyarakat misalnya dikucilkan oleh masyarakat, dipergunjingkan, tidak dihargai dan lain sebagainya. Sedangkan secara hukum perjudian merupakan pelanggaran terhadap hukum posistif seperti yang termaktuk dalam KUHP pasal 303 dengan selama-lamanya dua tahun delapan bulan (2 tahun 8 bulan) atau denda sebanyak-banyknya sebesar Rp600.000,Karena menjadi penyakit sosial masyarakat, maka untuk

memberantasnya diperlukan kerjasama yang terintegtasi dan konstruktif antara berbagai komponen baik masyarakat, aparat penegak hukum, dan pemerintah, seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahadiyan (2009) dan Kantor LITBANG Bandung (2005) hasil penelitian mereka menyimpulkan perlu dilakukan kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait untuk melakukan upaya pencegahan secara preventif, represif dan persuasif. Diperlukan sosialisasi secara masif untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat dengan pendekatan para tokoh agama setempat.

E. Pengendalian Sosial Upaya Mencegah dan Merehabilitasi Patologi Sosial Pengendalian sosial adalah upaya atau cara yang dilakukan masyarakat untuk menertibkan anggotanya masyarakatnya yang menyimpang, melanggar, atau membangkang terhadap nilai, aturan dan norma. Pengendalian ini dilakukan untuk mencegah munculnya penyimpangan sosial dan penyakit sosial. Pengendalian sosial dilakukan agar masyarakat mau mematuhi aturan dan norma yang berlaku. Di samping itu, pengendalian sosial dimaksudkan

agar terwujud keserasian bermsayarakat, tercipta ketertiban dalam kehidupan, memperingatkan para pelaku untuk tidak berperilaku menyimpang dan bertentangan dengan nilai, norma dan aturan. Lalu bagaimana cara pengendalian sosial, bagaimana bentuk pengendalian sosial dan lembaga apa saja yang dapat berperan dalam pengendalian sosial dan merehabilitasi patologi sosial? Untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut, cermati uraian berikut ini. Paling tidak ada empat cara untuk pengendalian sosial, yaitu persuasif, koersif, penciptaan situasi yang dapat mengubah sikap dan perilaku, dan penyampaian nilai norma dan aturan secara berulang-ulang. a. Persuasif Cara ini dilakukan dengan penekanan pada usaha membimbing atau mengajak berupa anjuran. Contoh, penertiban PKL (Pedagang Kaki Lima) dengan memindahkan ke lokasilokasi tertentun yang sudah disiapkan. b. Koersif Mestinya langkah ini ditempuh setelah langkah persuasif telah dilakukan. Apabila dengan anjuran, bujukan tidak berhasil, tindakan dengan kekerasan bisa dilakukan. Contoh polisi pamong praja, membongkar paksa lapak (termpat berjualan) PKL yang menurut informasi masyarakat sering dialkukan tempat perjudian. Aparat kepolisian melakukan pemeriksaan terhadap tempat-tempat yang diduga melakukan praktek-praktek perjudian, menangkap bandar judi Togel dan sabung ayam untuk kemudian diproses ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku. Tindakan seperti itu, bertujuan untuk menerapi pelaku agar merasakan sanksi ketika berperilaku menyimpang sehingga ada efek jera yang dirasakan, diharapakan dengan efek tersebut pelaku akan sadar. c. Penciptaan Situasi yang Dapat Mengubah Sikap dan Perilaku (kompulsif) Pengendalian sosial sangat tepat bila dilakukan dengan menciptakan situasi dan kondisi yang dapat mengubah sikap dan

perilaku seseorang. Misalnya, ketika para penjudi melakukan perjudian sabung ayam tanpa mau mengindahkan ketentuan pemerintah, pemerintah, penegak hukum (kepolisian), dan para tokoh agama memberikan sosialisasi berupa himbauan-himbauan secara intensif berupa implikasi negatif terhadap kehidupa individu dan keluarga, melalui media-media efektif seperti radio atau tempat yang efektif (misalnya; balai desa, tempat ibadah, atau datangi rumah warga). d. Penyampaian Nilai, Norma dan Aturan Secara Berfulang-ulang (vervasi). Pengendalian sosial juga dapat dilakukan dengan cara penyampaian nilai, norma, aturan secara berulang-ulang.

Penyampaian inii bisa dengan cara ceramah maupun dengan dibuatkannya papan informasi mengenai aturan, nilai dan norma yang berlaku. Dengan cara demikian diharapkan nilai, norma dan aturan dipahami dan melekat pada diri individu anggota masyarakat. Metode lain yang dapat dilakukakan, untuk mengendalikan dan mencegah penyakit atau penyimpangan sosial, maka bentuk-bentuk pengendalian sosial dapat dilakukan melalui cara-cara; menolak perilaku tersebut, teguran, pendidikan, agama, pengucilan, dan meminta pihak lain menanganinya. a) Menolak Seseorang yang melanggar nilai, norma dan aturan mendapat cemoohan atau ejekan dari masyarakatnya, sehingga ia malu, sungkan, dan akhirnya meninggalkan perilakunya. b) Teguran Orang yang melanggar nilai, norma dan aturan diberikan teguran, nasehat agar tidak melakukan perbuatan yang melanggar nilai, norma dan aturan. c) Pendidikan

Melalui pendidikan seorang individu akan belajar nilai, norma dan aturan yang berlaku. Dengan demikian ia dituntun dan dibimbing untuk berperilaku sesuai dengan nilai, norma dan aturan yang berlaku. Pendidikan ini bisa dilakukan di lingkungan keluarga, masyarakat maupun sekolah. d) Agama Agama memiliki peran yang sangat besar dalam pengendalian sosial. Orang yang memiliki agama akan memahami bahwa melanggar nilai, norma dan aturan di samping ada hukuman di dunia juga ada hukuman di akherat. Dengan pemahaman ini maka, individu akan terkendali untuk tidak melanggar nilai, norma dan aturan yang berlaku. Menurut Papu (2002) menyikapi perilaku berjudi dalam kehidupan seharihari, ada beberapa hal yang krusial untuk diperhatikan: 1. Mengingat bahwa perjudian amat sulit untuk diberantas, maka hal pertama yg perlu diperhatikan untuk melindungi anggota keluarga agar tidak terlibat dalam perjudian adalah melalui penanaman nilai-nilai luhur di mulai dari keluarga, selaku komunitas terkecil dalam masyarakat. Kalau orangtua dapat menanamkan nilai-nilai luhur pada anak-anak sejak usia dini maka anak akan memiliki kontrol diri dan kontrol sosial yang kuat dalam kehidupannya, sehingga mampu memilih alternatif terbaik yang berguna bagi dirinya dan masyarakat di sekitarnya. Penanaman nilai-nilai bukan hanya sekedar dilakukan dengan kata-kata tetapi juga lebih penting lagi melalui keteladanan dari orangtua. 2. Mengingat pula bahwa perilaku berjudi sangat erat kaitannya dengan pola pikir seseorang dalam memilih suatu alternatif, maka sangatlah perlu bagi orangtua, pendidik dan para alim ulama untuk mengajarkan pola pikir rasional. Pola pikir rasional yang saya maksudkan adalah mengajarkan seseorang untuk melihat segala sesuatu dari berbagai segi, sebelum memutuskan untuk menerima atau menolak alternatif yang ditawarkan.

Dengan memiliki kemampuan berpikir rasional seseorang tidak akan dengan mudah untuk mengambil jalan pintas. 3. Bagi anda yang merasa sudah sangat sulit untuk meninggalkan perilaku berjudi, sebaiknya anda tidak segan-segan untuk meminta bantuan orangorang professional seperti psikiater, psikolog, konselor atau terapist. Bekerjasamalah dengan mereka untuk melepaskan diri dari masalah perjudian. 4. Jika memang tidak memiliki pengendalian diri yang tinggi maka jangan sekali-kali anda mencoba untuk berjudi, sekalipun itu hanya perilaku berjudi tingkat pertama. Jangan pula menjadikan judi sebagai pelarian dari berbagai masalah kehidupan anda sehari-hari. Jika memang memiliki masalah mintalah bantuan pada orang-orang professional, bukan pergi ke tempat-tempat perjudian. 5. Perkuat iman kepada Tuhan dan perbanyak kegiatan-kegiatan yang bersifat religius. Dengan meningkatkan iman dan selalu mengingat ajaran agama, sesuai dengan keyakinan masing-masing maka kemungkinan untuk terlibat perjudian secara kompulsif akan semakin kecil.

F. Hasil Observasi Sepak bola merupakan salah satu cabang olahraga yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Banyaknya pertandingan sepak bola yang disiarkan oleh stasiun televisi justru dapat semakin membuka kesempatan orang untuk melakukan perjudian sepak bola. Meskipun perjudian telah diatur dalam undang-undang dan mempunyai sanksi bagi yang melanggarnya tetap saja banyak perjudian sepak bola yang terjadi dalam masyarakat. Upaya yang dilakukan pihak kepolisian sendiri hanya sebatas menyebar anggota polisi berpakaian preman di lapangan, selebihnya hanya menunggu adanya laporan dari anggota masyarakat. biasanya para pelaku mengadakan perjudian ini hanya lewat telepon atau SMS saja dan segala pembayaran dilakukan melalui transfer antar bank. Sanksi hukuman bagi pelaku perjudian yang tertangkap sendiri adalah pidana penjara atau denda. Sampai saat ini belum ada kasus yang terungkap.

Berdasarkan observasi yang kami lakukan pada seorang penjudi yang bernama coki umur 22 tahun kuliah disalah satu universitas ternama di Bandung dan sudah menginjak semester 6, saudara coki ini mulai berjudi ketika bangku SMA hanya iseng dan akhirnya ketagihan sampai sekarang, saudara coki menggeluti judi sepak bola menurut dia judi sepak bola sangat mudah dan dengan modal sedikit pun bisa ikutan bahakan dengan hanya modal SMS atau mang judi jenis ini lewat telpon saja. Prosedur yang digunakan oleh saudara coki ini yaitu, dengan cara datang ke tempat bandar perjudian yang terletak di stasiun kereta api Bandung ataupun menelpon dari rumah, kemudian pasang taruhan sesuai yang diinginkan. Saudara coki juga mengungkapkan sering adanya join antara teman dalam memasang taruhan sehingga keuntungan yang didapatkan lebih besar yang bisa mencapai kisaran 6 juta rupiah. Judi jenis ini memang tergolong aman karena bisa dilakukan dirumah tetapi dia juga mengungkapkan bahwa pernah adanya sidak aparat kepolisian didaerah stasiun kereta api dan bandar judinya tertangkap tetapi menurut penuturanya setelah adanya sidak dan tertangkap proses negosiasi antara polisi dan bandar berlangsung ditempat dengan cara bandar membayar uang pelicin/suap pada polisi sebesar 1,5 juta rupiah dan perjudian pun bisa berlangsung kembali. dari kejadian tersebut sudah terlihat bahwa tidak adanya moral yang dimiliki aparat penegak hukum kita yang seharusnya

memberantas perjudian, sangat tidak pantas menerima uang suap dan membiarkan kembali arena perjudian itu berlangsung. Saudara coki pun mengungkapkan selain judi sepak bola, dia juga sering melakukan perjudian kartu dalam bentuk permainan qyu-qyu ataupun samyoung dengan memasang sejumlah taruhan yang bervariasi, permainan ini pun terbagi kedalam 2 kelas yaitu kelas daging(skala besar) dan kelas cucuk(skala kecil) begitu ujarnya. Keuntungan yang didapat bisa mencapai kisaran 2 juta rupiah. Kegiatan judi ini dilakukan disebuah rumah didaerah Cijerah, Bandung. kemudian tidak hanya itu perilaku berjudi ini juga berefek kepada tindakan-tindakan penyimpangan lainnya, bermain judi tidak lengkap kalau tidak disambil mabok-mabokanbegitu ujarnya. Jadi sudah barang tentu

para pejudi ini tidak lagi mematuhi pranata-pranata sosial, norma, nilai, dan hukum positif sehingga akan menimbulkan virus dalam masyarakat.

KESIMPULAN Perilaku perjudian jelas sangat bertentangan dengan norma, nilai, dan hukum yang bersumber dari agama dan hukum positif yang berlaku di Indonesia. Motif berjudi sebenarnya terobsesi oleh adanya insentif ekonomi yang bagi pelaku diekspektasikan akan memperoleh keuntungan yang berlipat-lipat maka dengan tercetuslah perilaku judi yang bila dianggap sebagai adiksi maka kemudian berubah menjadi kompulsif. Dari uraian tersebut, dapat dberikan kesimpulan, bahwa: Pertama, Individu yang melakukan tindakan berjudi terdorong motif untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya (utility maximitation) bagi kesejahteraannya. Sekuensial dari perilaku tersebut akan berefek kepada tindakantindakan yang menyimpang lainnya (disfungtional behavior), tidak lagi mematuhi pranata-pranata sosialnorma, nilai, dan hukum positif sehingga akan menimbulkan virus dalam masyarakat. Bagi kajian psikologi sosial, perilaku berjudi dapat dianggap sebagai gangguan kejiwaaan yang termasuk dalam Impulse Control Disorders bilamana perilaku tersebut cenderung melakukannya secara masif dan intens dan sifatnya menetap dan sulit untuk dikendalikan ketergantungan terhadap judi dapat dikategorikan sebagai adiksi kompulsif. Kedua, Perjudian merupakan penyakit sosial yang berimplikasi buruk terhadap lingkungan sosial masyarakat. Kemenangan yang diperoleh dari perjudian tidak akan bertahan lama justru akan berakibat pada pengrusakan karakter individu dan kehidupannya. Banyak sudah fakta menceritakan bahwa pemenang judi tidak selalu memiiki hidup yang sejahtera, sebagian besar mengalami kemiskinan yang begitu parah dan mengalami alianasi (keterasingan) dari keluarga dan masyarakat. Kehidupan yang semestinya dapat diperoleh dan dinikmati dengan keluarga dapat berubah menjadi keburukan. Benar adanya bilamana Allah dalam al-Quran surat al-Maidah [5]:90-91 menfirmankan bahwa judi adalah perilaku syaitan, bila tidak dijauhi maka akan menimbulkan permusuhan dan kebencian.

Ketiga, karena keburukan yang ditimbulkannya maka diperlukan suatu perencanaan yang strategis antar komponen, baik instansi pemerintah, aparat penegak hukum, dan tokoh-tokoh masyarakat untuk selalu berikhtiar

mengeliminir perilaku judi dan berbagai media judi dengan berbagai tindakan. Tindakan yang dilakukan harus menyentuh akar masalah, dengan melakukan kajian yang komrehensif akan memberikan gambaran secara holistik persoalan dan bagaimana untuk mencegahnya. Terdapat beberapa alternatif produktif dalam mengendalikan dan merehabilitasi perilaku perjudian tersebut. Namun langkah yang kecil tetapi dapat memberikan kontribusi yang sangat besar adalah dengan memberikan edukasi dan pemahaman dari orang tua kepada anak dan didukung dengan pemahaman agama yang baik akan menjadi imunitas yang kuat untuk menangkal penyakit judi yang dianggap sebagai patologi sosial.

Daftar PustakaAlquran. 1971. Al quran dan Tafsir. Kerjasama Departemen Agama dengan Lembaga Percetakan Al-Quran Raja Fahd, Arab Saudi.

Carson, C. Robert., dan Butcher, James N. 1992. Abnormal Psychology and Modern Life. Ninth edition. New York: Harper Collins Publishers Inc.

LITBANG Bandung. 2005. Studi Penanganan Masalah Perjudian di Kota Bandung. www.bandung.go.id/images/ragaminfo/perjudian/ diakses tanggal 12 Maret 2010.

Kartono, Kartini. 2003. Patologi Sosial. Rajagrafindo Press. Jakarta.

Papu, Johanes. 2002. Perilaku Berjudi ://www.epsikologi.com/epsi/sosial_detail.asp/diakses tanggal 12 Maret 2010.

Pasternak IV, A.V. dan Fleming, M.F. 1999. Prevalence of gambling disorders in a primary care setting. Archives of Family Medicine, 8, 515-520. http://www.basisonline.org/1999/11/index.html/ diakses tanggal 12 Maret 2010.

Purwiyanto. 2009. Berjudi dalam Perspektif Hukum dan Agama http://id.shvoong.com/social-sciences/1917498-judi-dalam-perpektif-hukum-dan/ diakses tanggal 12 Maret 2010.

Shaffer, H. J., Hall, M. N., dan Vander Bilt, J. (1999). Estimating the Prevalence of Disordered Gambling Behavior in the United States and Canada: A Research Synthesis. American Journal of Public Health, 89, 1369-1376. http://www.basisonline.org/2001/03/index.html/ diakses tanggal 12 Maret 2010.