bab 1 pendahuluan 1.1 latar belakang...

16
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Dalam era globalisasi saat ini, banyak orang yang menulis dan meneliti tentang sumber daya manusia. Cardoso (2003) mengatakan salah satu sumber daya yang terdapat dalam organisasi, meliputi semua orang yang melakukan aktivitas. Selanjutnya, Cardoso membaginya dalam dua macam, yaitu: (a) sumber daya manusia (human resource), dan (b) sumber daya non manusia (non human resources). Yang termasuk dalam kelompok sumber daya non manusia adalah modal, mesin, teknologi, bahan-bahan (material) dan lain-lain. Ahira (2011) menjelaskan sumber daya manusia merupakan potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai makhluk sosial yang adaptif dan transformatif yang

Upload: buinhan

Post on 05-Mar-2018

220 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Masalah

Dalam era globalisasi saat ini, banyak orang

yang menulis dan meneliti tentang sumber daya

manusia. Cardoso (2003) mengatakan salah satu

sumber daya yang terdapat dalam organisasi,

meliputi semua orang yang melakukan aktivitas.

Selanjutnya, Cardoso membaginya dalam dua

macam, yaitu: (a) sumber daya manusia (human

resource), dan (b) sumber daya non manusia (non

human resources). Yang termasuk dalam kelompok

sumber daya non manusia adalah modal, mesin,

teknologi, bahan-bahan (material) dan lain-lain.

Ahira (2011) menjelaskan sumber daya manusia

merupakan potensi yang terkandung dalam diri

manusia untuk mewujudkan perannya sebagai

makhluk sosial yang adaptif dan transformatif yang

2

mampu mengelola dirinya sendiri serta seluruh

potensi sumber daya alam menuju tercapainya

kesejahteraan kehidupan dalam tatanan yang

seimbang dan berkelanjutan. Dewasa ini,

perkembangan terbaru memandang sumber daya

manusia bukan sebagai sumber daya belaka,

melainkan lebih berupa aset bagi institusi atau

organisasi (Ruky, 2006).

Sumber daya manusia telah menjadi salah

satu faktor penunjang keberhasilan suatu organisasi

atau institusi. Sumber daya manusia dapat dilihat

dari keterampilan atau kemampuan yang dimiliki

oleh seseorang dalam institusi tersebut. Manusia

merupakan sumber daya yang paling berharga, unik

dan tidak dapat tergantikan (Widodo, 2009). Sumber

daya manusia, jika dikelola dengan baik akan

menjadi sumber daya yang handal dan sangat

dibutuhkan oleh semua organisasi atau perusahaan,

3

entah organisasi nirlaba maupun laba untuk

mengelola sumber daya atau aset-aset lainnya.

Merujuk pada pendapat Cardoso (2003), yang

berinteraksi adalah kegiatan-kegiatan manusia

dalam hubungan dengan kehidupan berorganisasi.

Keberhasilan suatu organisasi bukan hanya karena

tersedianya sumber daya manusia semata-mata

namun juga sangat dipengaruhi oleh kualitas dari

sumber daya manusia itu sendiri. Dalam setiap

tahap kehidupan, manusia sebagai subjek utama

dalam organisasi dihadapkan pada berbagai ragam

masalah yang berhubungan dengan “kerja” dan

pekerjaan.

Manusia sebagai makluk pekerja, mendapat

mandat dari Tuhan untuk mengelola, mengatur,

menata dunia atau bagian dari dunia yang menjadi

tanggung jawabnya (Kejadian 1:26). Manusia dalam

kajian ini adalah orang orang dalam organisasi

gereja, baik sebagai pimpinan maupun warga gereja

4

mempunyai kewajiban berbuat seperti yang telah

dilakukan oleh Yesus Kristus (Yohanes 13:15).

Dengan demikian peran manusia di dunia ini adalah:

(a) melaksanakan perintah untuk mengelola atau

mengatur atau menata dunia atau bagian dari dunia

yang menjadi tanggungjawabnya, (b) memberikan

manfaat atau berguna bagi peningkatan kesejateraan

umat manusia baik di dalam maupun diluar

lingkungannya, (c) sebagai kawan sekerja Allah

dalam rangka membangun dunia (Wiryoputro,

2009:11).

Manusia merupakan pelaku-pelaku ekonomi

yang berusaha dan bekerja dengan kemampuan

dirinya. Kerja dilihat dari sudut pandang teologi

adalah merupakan kegiatan pemberdayaaan potensi

diri manusia untuk mengelola potensi alam, sebagai

pemenuhan kebutuhan yang merupakan mandat

Allah dalam melihat keterpanggilan secara bersama.

Ini berarti bahwa setiap orang sebagai pelaku

5

ekonomi harus mampu melihat peluang hidup yang

ada dan yang dimiliki untuk dimanfaatkan sebagai

berkat Allah secara baik dan benar sesuai apa yang

dirasakan, melalui pengalaman kerja dan

keterampilan yang dimiliki oleh mereka. Manusia

dalam memberdayakan potensi alam dan melihat

peluang hidup yang ada, mengelolanya untuk

pemenuhan kebutuhan hidup, dan ini merupakan

mandat Allah. Melalui kerja, hidup manusia menjadi

lebih manusiawi.

Keberhasilan melaksanakan mandat diatas,

sangat tergantung pada keahlian, kemampuan

melihat peluang dalam mengelola berbagai sumber

daya yang tersedia. Hal ini disebabkan karena

manusia berperan sebagai perencana, pelaksana dan

sekaligus sebagai pengawas terhadap pelaksanaan

kegiatan. Dalam organisasi, sumber daya manusia

sebagai pelaku akan dapat melaksanakan tugasnya

dengan baik apabila pada dirinya terdapat motivasi

6

dan kemampuan sesuai dengan tuntutan

persyaratan jabatan (Abukasim, 2001).

Keterampilan, keahlian dan semangat

kewirausahaan manusia menentukan kesejahteraan

hidup manusia dan kemajuan organisasi. Oleh

karena itu, dalam upaya pemberdayaan manusia,

proses penyadaran, peningkatan pengetahuan dan

keterampilan dari manusia itu sendiri sangat penting

(Panjaitan, 2002). Keterampilan dan keahlian yang

dimiliki manusia adalah aspek dan kebutuhan yang

sangat penting untuk mampu mengelola sumber

daya alam dan memberdayakan manusia yang

berada dalam organisasi dan membuat organisasinya

berhasil.

Habermas (1975) dalam Sulandjari (2008)

mengungkapkan dua kebutuhan utama manusia,

yaitu “kerja” dan “interaksi” yang menjadi sumber

cognitive interest. Dijelaskan bahwa “kerja”

memampukan manusia mencapai tujuan dan

7

menghasilkan kesejahteraan material, sedang

“interaksi” mengamankan dan memperluas

intersubjective understanding dengan orang lain

dalam sistem sosial. Kebutuhan “kerja” mendorong

technical interest dalam memprediksi dan

mengendalikan sistem alam dan sosial, sedangkan

“interaksi” mendorong practical interest dalam

mengembangkan mutual understanding. Jika

penggunaan kekuasaan dalam institusi dan proses

sosial mengganggu interaksi dan menghambat

pengembangan mutual understanding, maka muncul

cognitive interest ketiga yaitu emancipatory interest.

Bagi Habermas (1975) dalam Sulandjari (2008)

ketiga teori ini merupakan produk yang mampu

memenuhi maksud dari tindakan manusia. Secara

esensial itu adalah alat untuk kebebasan manusia

yang besar. Manusia mampu melakukan pekerjaan

atau kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang

bermanfaat bagi kelangsungan hidupnya adalah

8

dengan cara memberdayakan aset-aset yang ada

dalam sebuah organisasi, dengan memberdayakan

potensi dirinya berupa keterampilan atau keahlian

yang dimiliki sesuai visi, misi dan tujuan dari

organisasi tersebut.

Dalam rangka pelaksanaan visi dan misi dalam

gereja sebagai organisasi gereja, menurut Titaley

(1997:25) keberadaan suatu gereja dilandaskan pada

suatu pandangan teologi tertentu tentang Tuhannya

dan keberadaannya sebagai gereja dalam hubungan

dengan Tuhan. Disini, dipahami bahwa apa yang

dimengertinya sebagai hakikat pekerjaan Tuhan bagi

manusia dan tanggapan manusia terhadap pekerjaan

Tuhan itu, sehingga muncullah gereja sebagai umat

Tuhan. Gereja yang di dalamnya ada sumber daya

manusia maupun sumber daya non manusia (aset-

aset) dan Tuhan menginginkan sebagai umat yang

harus dilakukan adalah melaksanakan mandat-Nya

sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang

9

dimiliki dalam mengelola aset-aset gereja untuk

mempertanggungjawabkan iman kepada Tuhan.

Priyatini (2010) dalam penelitiannya

menyebutkan bahwa untuk mengelola aset-aset

organisasi diperlukan sumber daya manusia yang

mempunyai keterampilan dan pengetahuan yang

baik dan benar dengan demikian mampu mengelola

aset-aset tersebut untuk kesejahteraan organisasi.

Hasil penelitian dari Bernadin (2010) menunjukan

bahwa untuk mengelola sebuah organisasi sosial

harus dilakukan perbandingan dengan standar

pengelolaan yang tepat dengan demikian mampu

memberi konstribusi yang tepat bagi organisasi sosial

lainnya dan mampu menunjukan kemampuan

mereka dalam mengelola aset-aset yang dimiliki.

Elisabeth (2004) dalam penelitiannya pada organisasi

nirlaba yaitu gereja, mengemukakan bahwa yang

membuat gereja kurang mampu mengelola aset-aset

yang dimiliki seperti keuangan, hasil pertanian,

10

perkebunan dan lain-lain karena strategi manajemen

gereja masih sangat lemah sehingga membuat warga

gereja tidak mampu mengontrol semua aset yang

dimiliki untuk memenuhi kebutuhan gereja karena

masih mengharapkan bantuan dari luar negeri

Gereja sebagai organisasi yang menjalankan

peran dalam mengelola aset-aset ia selalu

mengembangkan sikap terbuka dan mampu

beradaptasi dengan perkembangan situasi yang

berubah-ubah. Untuk itu, integritas kepemimpinan

di dalam majelis gereja perlu dikembangkan.

Integritas kepemimpinan disini mencakup cara-cara

mengelola semua sumber daya termasuk aset gereja

dan masyarakat dengan manajemen terbuka dan

terkontrol. Dengan begitu, sangat diperlukan

kepemimpinan yang visioner, partisipatif dan mampu

mendorong umat untuk mendukung penerapan

manajemen yang bertata kelola baik sesuai dengan

mandat yang dipercayakan Allah untuk mengelola

11

alam ciptaan-Nya. Berorientasi pada pelayanan

publik, warga jemaat dan masyarakat harus

memberdayakan aset-aset yang dimiliki oleh gereja

demi kesejahteraan umat (Lindberg, 2006).

Gereja juga sebagai organisasi nirlaba yang

berbasis ajaran Tuhan, ia harus tetap berkarya

dalam menjalankan tugas panggilan_Nya yaitu:

bersaksi, bersekutu dan melayani. Tak terkecuali

dengan GPM yang dalam perkembangannya,

bergumul dengan masalah ekonomi warga maupun

organisasi gereja. GPM telah menambahkan salah

satu dimensi lain dalam tugas panggilannya yaitu

Oikonomia (Pemandirian Ekonomi) sebagai salah

satu jawaban iman dan kesaksian dalam konteks

hidup sehari-hari. Tri Panggilan Gereja telah berubah

menjadi Catur Panggilan Gereja yakni Koinonia

(persekutuan), Marturia (bersaksi), Diakonia

(melayani) dan Oikonomia (pemandirian ekonomi)

(Tata Gereja GPM, PIP dan RIP GPM, 1995).

12

Dalam menjalankan keempat tugas

panggilannya tersebut, faktor sumber daya manusia

maupun non manusia (yang menjadi aset gereja)

harus mendapat perhatian penting karena sudah

ditambahkan satu fungsi gereja lagi yaitu oikonomia.

Gereja yang terus berkembang dan menjadi dewasa

menghadapi tugas pelayanan yang semakin besar

pula. Tugas itu hanya bisa dilakukan dengan baik

jika gereja melengkapi diri dengan sebaik-baiknya

pula, termasuk perlengkapan materi.

Terkait dengan itu ketika melihat kenyataan

dalam konteks pergumulan bergereja di GPM maka

ditemui masalah kurangnya perhatian pada

pengelolaan aset-aset, yang dimiliki. Realita

dilapangan menunjukan banyak kasus yang

sebenarnya dimulai dari salah kelola dan salah urus

masalah aset organisasi, sehingga berdampak

kerugian yang tidak sedikit (Pedoman Implementasi

PIP dan RIP GPM Tahap II tahun 2010-2015: 20).

13

Disisi lain, dalam kehidupan jemaat-jemaat di GPM,

terkenal dengan potensi alamnya yang melimpah

berupa aset-aset seperti; tanah, bangunan, ternak

dan lain-lain merupakan anugerah Tuhan yang tidak

dikelola dengan baik untuk menunjang pelayanan

bagi gereja dan warga jemaat. Terkadang aset-aset

tersebut tidak terurus dengan baik atau

disalahgunakan (Himpunan Keputusan Persidangan

XXVI di Jemaat GPM Werwawan, 2010).

Aset gereja, misalnya kebun jemaat, ternak,

dan tanah, tidak terpelihara dengan baik padahal

jika pendeta dan majelis sebagai pendorong dan

pelaku ekonomi mampu melihat aset-aset tersebut

sebagai peluang bagi pengembangan ekonomi jemaat

maka melalui aset-aset tersebut kesejahteraan gereja

maupun umat akan tercapai. Aset gereja juga

menyangkut jumlah jiwa warga gereja dan jemaat-

jemaat yang tersebar di seluruh maluku dan maluku

utara. Potensi sumber daya manusia tersebut dapat

14

saja makin berkurang akibat invasi gereja-gereja

saudara, pemaksaan agama (pindah agama) maupun

kondisi jemaat-jemaat korban konflik yang tidak

diperhatikan dengan baik dan tuntas (Tata Gereja

GPM, PIP dan RIP GPM, 2005 :189).

Berdasarkan gejala problematis yang

ditemukan dalam GPM mengenai kurang adanya tata

kelola yang baik dan benar terhadap aset-aset yang

ada untuk pengembangan dan kesejahteraan umat.

Penulis tertarik untuk meneliti apa yang menjadi

kendala bagi jemaat-jemaat di GPM sehingga kurang

mampu melihat peluang yang ada untuk

mengembangkan organisasinya dengan baik dan

memanfaatkan sumber daya manusia dan sumber

daya alam yang ada untuk kesejahteraannya.

Dengan topik penelitian, melihat peran sumber daya

manusia dalam pengelolaan aset organisasi gereja di

Gereja Protestan Maluku Klasis Letti Moa Lakor.

15

1.2 Masalah Penelitian

Berdasarkan latarbelakang masalah

diatas, maka rumusan masalah penelitian adalah

peran warga gereja dalam pengelolaan aset gereja di

Jemaat-jemaat dalam Klasis Letti Moa Lakor.

1.3 Persoalan Penelitian

Bertitik tolak dari masalah penelitian diatas,

maka yang menjadi pokok persoalan dari penelitian

ini adalah:

1. Apa peran sumber daya manusia dalam

pengelolaan aset organisasi gereja.

2. Bagaimana manajemen sumber daya manusia

dalam mengelola aset organisasi gereja.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah penelitian maka tujuan

penelitian yang ingin dikaji adalah :

16

1. Untuk menganalisis peran sumber daya

manusia dalam pengelolaan aset organisasi

gereja.

2. Untuk menganalisis manajemen sumber daya

manusia dalam mengelola aset organisasi

gereja.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi bukti

empiris tentang peran warga gereja dalam

pengelolaan aset gereja, serta memberikan

sumbangan bagi ilmu pengetahuan khususnya

dibidang manajemen gereja. Manfaat praktisnya

dapat memberi informasi dan masukan kepada

Sinode GPM untuk digunakan dalam perencanaan

dan evaluasi.