bab iv analisis dan pembahasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10546/4/t2_912011026_ba… ·...
TRANSCRIPT
72
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Setelah melalui beberapa tahap dari penulisan
ini, maka peneliti akan memaparkan bahasan yang
merupakan jawaban atas persoalan penelitian yang
telah dirumuskan dalam bab pendahuluan. Dalam
bab ini akan disajikan hasil pengolahan data beserta
bahasannya untuk menjawab persoalan - persoalan
yang telah dirumuskan.
4.1 Gambaran Umum Jemaat Sampel
Jemaat Werwaru
Jemaat Werwaru adalah salah satu jemaat
yang berada di Pulau Moa, merupakan salah satu
pulau terdepan yang berbatasan langsung dengan
Negara tetangga yaitu Timor Leste. Selain struktur
tanahnya yang subur dan gembur dan padang
rumput untuk peternakan yang sangat luas (90%),
memungkinkan masyarakatnya dapat
73
mengembangkan pola pertanian dan peternakan
secara terintegrasi, kacang tanah menjadi komoditi
unggulan dari sekian banyak hasil pertanian yang
diproduksi. Sebagian besar hasilnya dijual ke Kota
Tiakur, karena jaraknya sangat dekat (kurang lebih
dua jam perjalanan), sejak Kabupaten Maluku Barat
Daya berpindah ke Kota Tiakur. Warga Jemaat
Werwaru mulai berbenah diri baik dari rumah
sampai pada penerangan (Rencana Strategis Jemaat
Werwaru Klasis PP. Letti Moa Lakor 2012).
Jemaat Patti
Jemaat Patti berkedudukan di Pulau Moa
Kabupaten Maluku Barat Daya. Jemaat Patti adalah
salah satu jemaat dari 12 jemaat atau salah satu
negeri dari tujuh negeri dan tujuh dusun di Pulau
Moa. Jarak tempuh dari Jemaat Patti ke pusat
Kabupaten baru Tiakur dengan menggunakan
transportasi darat kira-kira 30 menit dengan
menempuh perjalanan kurang lebih sembilan kilo
74
meter. Secara topografi Jemaat Patti berbentuk
bukit, bagian utara lebih tinggi dari bagian selatan
dan daerah rendah ada dibagian pantai. Jemaat Patti
adalah jemaat pinggiran pantai atau pesisir.
Ketinggian jemaat ini dari permukaan air antara lima
sampai 30 meter dari permukaan laut.
Hasil perkebunan seperti jagung, kelapa,
singkong, labu, kacang merah semuanya hanya
dimanfaatkan untuk makan sehari-hari. Sementara
komoditi yang sering menjadi keunggulan untuk
dikonsumsi adalah jagung. Tanah sangat luas untuk
ditanami tanaman umur pendek yang bisa diolah
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari warga
gereja maupun warga masyarakatnya. Jemaat Patti
terkenal sebagai penghasil kayu jati, sebab hutan
Patti sebagian besar ditumbuhi pohon kayu jati.
Kekayaan alam yang melimpah ini telah membuat
Patti terkenal sampai pada daerah lain diluar
kepulauan Maluku (Rencana Strategis Jemaat Patti
75
Klasis PP. Letti Moa Lakor 2012). Selain dari sektor
perkebunan dan sektor kehutanan ada pula sektor
peternakan dimana warga jemaat memiliki pekerjaan
sebagai peternak.
Jemaat Serwaru
Jemaat Serwaru adalah jemaat pusat Klasis
Letti Moa Lakor yang berada di pusat Kecamatan
Letti, jarak tempuh dari jemaat ini ke Kota
Kabupaten Tiakur kurang lebih satu jam 30 menit
dengan menggunakan jasa angkutan laut yaitu
motor laut dan kapal laut.
Dari sektor pertanian terdapat beberapa jenis
tanaman yaitu : kelapa, umbi-umbian, jambu mete,
pisang, mangga, kacang-kacangan, dan sukun.
Tanaman-tanaman ini belum dikelola secara
maksimal karena masih banyak usaha yang
berorientasi pemenuhan kebutuhan keluarga dan
belum berorientasi penjualan secara besar-besaran.
Tanaman mangga biasanya berbuah lebat dan
76
dagingnya dikeringkan dengan cara dijemur.
Bijinyapun dapat dibuat makanan yang khas daerah,
namun ini belum dikembangkan. Sukun juga hanya
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan makan
sehari-hari sukun belum dikembangkan produk
unggulan yang dapat dipasarkan dan menghasilkan
nilai tambah yang tinggi. Jambu mete biasanya
ditelantarkan karena hasilnya sangat sedikit untuk
dijual pada para pedagang (Rencana Strategis Jemaat
Serwaru, Klasis Pulau-Pulau Letti Moa Lakor 2012).
Jemaat Tomra
Jemaat Tomra berada di Pulau Letti, salah
satu gugusan pulau-pulau dalam wilayah Klasis Letti
Moa Lakor atau salah satau pulau kecil di Kabupaten
Maluku Barat Daya dan sekaligus merupakan salah
satu pulau terluar yang juga berbatasan langsung
dengan negara Timor Leste dan Australia. Selain itu,
sebagai jemaat yang berada dalam kawasan
pengembangan kabupaten Maluku Barat Daya,
77
hubungan jemaat dengan pusat kabupaten baru di
Tiakur (Pulau Moa) dapat ditempuh melalui lautan.
Artinya lautan menjadi bagian dalam seluruh
dinamika pertumbuhan jemaat ini dan jemaat lain di
Klasis Lemola (Rencana Strategis Jemaat Tomra,
Klasis PP. Letti Moa Lakor).
Pada sektor perkebunan dalam Jemaat Tomra
ada empat hal yang menonjol yaitu kelapa, jambu
mete, sayuran, sedangkan umbi-umbian merupakan
tanaman yang diusahakan oleh beberapa kepala
keluarga disesuaikan dengan musim. Setiap unit
pelayanan memiliki lahan satu hektar. Menyangkut
sektor peternakan, tidak semua warga jemaat
memiliki dan menekuni kerja sebagai peternak,
tetapi lebih kepada kerja sampingan, namun
diusahakan untuk mendatangkan nilai ekonomis
yang dapat membantu keluarga membangun
kehidupan, menyekolahkan anak dan memenuhi
kebutuhan lainnya.
78
Keempat jemaat ini memiliki ciri khas
tersendiri dimana masing-masing jemaat mempunyai
aset-aset yang bisa untuk dikelola bagi kepentingan
anggota jemaat maupun organisasi gerejanya. Tetapi
cara mereka dalam mengelola berbeda-beda
tergantung sumber daya manusia yang mengelola
dan cara strategis mereka dalam pengelolaan aset
tersebut.
4.2 Pengelolaan Aset Gereja
Gereja mengelola aset-asetnya dengan harapan
dapat menjawab kebutuhan internal organisasi
maupun pelayanan kepada kelompok sasaran.
Tulisan ini akan membahas pengelolaan aset gereja
yang difokuskan pada aset ruang berupa lahan tanah
untuk pertanian dan peternakan serta gedung.
Gereja memiliki aset-aset yang dikelola untuk
kepentingan kesejateraan warga sebagai kelompok
sasaran dan sekaligus untuk mencukupi kebutuhan
79
gereja sebagai organisasi. Tabel dibawah ini
menunjukan data luas lahan dan jumlah ternak yang
dimiliki oleh masing-masing jemaat GPM yang
menjadi sampel penelitian.
Tabel 4.1 Pemanfaatan Ruang
J
Jemaat
A
Aset Ruang
K
Kandang Ternak
(ekor)
GGedung*)
LLahan kebun (ha)
KKerbau
SSapi
BBabi
D
Dikelola
T
Tidak
dikelola
W
Werwaru
1
1
1
1
P
Patti
4
4
4
4
4
40
6
6
3
30
SSerwaru
11
00,06
T
Tomra
3
3
*) Selain Gereja dan Konsistori
Tabel 4.1 menunjukan bahwa yang memiliki
aset terbanyak adalah Jemaat Patti dan yang paling
sedikit adalah Jemaat Serwaru. Jemaat Patti
memiliki tiga buah kebun kelapa dan empat kebun
jemaat. Kebun jemaat ditanami tanaman musiman
seperti jagung, kacang merah, kacang tanah, dan
80
lainnya. Jemaat Patti memiliki delapan hektar tanah
yang berada di lokasi yang berbeda. Lahan seluas
empat hektar letaknya di pegunungan, tetapi tidak
diolah walaupun subur karena enam kilo meter
jauhnya dari perkampungan warga. Sisanya, seluas
empat hektar di daerah semenanjung yang jauhnya
satu sampai dua kilo meter dari perkampungan
warga, sehingga diolah untuk kebun jemaat yang
ditanami jagung dan kacang merah. Serta lahan
kayu jati hibah dari warga yang selama ini hasilnya
digunakan untuk mendirikan pastori maupun
gedung gereja dan dijual untuk kebutuhan lainnya.
Jemaat Serwaru memiliki satu buah gedung
yang dipergunakan untuk mengadakan pertemuan
atau ibadah khusus gerejawi yang sifatnya internal
organisasi. Jemaat Serwaru memiliki kebun jambu
mete seluas 0,06 ha tetapi tidak diolah. Jemaat
Serwaru termasuk dalam kategori kelas satu yang
terletak di pusat perkotaan, sehingga pendapatan
81
atau dana yang diperoleh melalui persembahan
jemaat telah cukup untuk membiayai pelayanan
gereja kepada warganya.
Jemaat Werwaru memiliki lahan seluas satu
hektar dan diolah untuk ditanami kelapa dan jambu
mete. Lokasi kebun kelapa jauh dari perkampungan
sehingga jarang untuk dikelola sedangkan kebun
jambu mete lokasinya dekat perkampungan jadi
hasilnya diolah oleh warga. Jemaat Tomra memiliki
luas lahan tiga hektar dan diolah untuk ditanami
tanaman umur pendek seperti sayur-sayuran dan
juga jambu mete. Aset-aset yang dimiliki oleh setiap
jemaat berfungsi untuk membantu pelayanan gereja
kepada warganya. Kemampuan organisasi gereja
dalam mengelola aset-asetnya mendukung
pencapaian visi, misi dan tujuan organisasi dalam
mensejahterakan dan memelihara keselamatan
warganya.
82
4.3 Peran Warga Gereja dalam Pengelolaan Aset
Tabel 4.2 Jumlah Warga menurut Pekerjaan, Tingkat Pendidikan dan Tingkat
Ekonomi serta Aset Jemaat
JJemaat
JJumlah warga
PJumlah Warga menurut Pekerjaan
TJumlah Warga menurut
Tingkat Pendidikan
TJumlah Warga
menurut Tingkat
Ekonomi
AAset Jemaat
116-59
660-85
PPetani
PPeternak
PPengusaha
PPegawai
SSD
SSMP
SSMA
SSarjana
MMiskin
MMenengah
LLahan
TTernak
WWerwaru
1183
559
1182
331
11
66
1197
112
22
88
664 KK
325
11 ha
1 1 ekor
P
Patti
1
134
4
43
1
196
7
26
7
7
9
9
9
97
1
15
1
10
1
14
8
87 KK
1
7
8
8 ha
7
76 ekor
SSerwaru
4472
674
1120
--
225
446
1136
770
1169
666
1101 KK
540
00.06 ha
--
TTomra
11049
2290
3382
--
443
551
6614
2298
2206
554
2287 KK
295
3 3 ha
--
83
Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa Jemaat
Tomra mempunyai warga paling banyak dan Serwaru
pada urutan kedua. Jemaat Serwaru mempunyai
warga usia produktif 6,6 kali lipat dari warga usia
lanjut, sedang Tomra hanya 4,8 kali lipat. Hal ini
menunjukkan bahwa tanggungan beban ekonomi
warga Jemaat Serwaru lebih ringan dari warga
Tomra. Walaupun Jemaat Serwaru tidak memiliki
aset produktif, tetapi tetap dapat mandiri secara
ekonomi (kategori kelas satu) karena didukung oleh
persembahan yang cukup dari warganya, yang
sebagian besar berpendidikan dan bekerja sebagai
PNS dan pengusaha. Jemaat Tomra juga masuk
kategori kelas satu, yang warganya juga banyak yang
bependidikan dan bekerja sebagai PNS dan
pengusaha. Namun demikian, warga yang termasuk
dalam kelompok miskin relatif banyak, sehingga
walaupun Jemaat Tomra memiliki lahan, tingkat
84
kemandirian ekonominya masih di bawah Jemaat
Serwaru.
Proporsi warga usia produktif terendah yaitu
2,1 kali lipat warga usia lanjut ada di Jemaat
Werwaru, sedang jemaat Patti mencapai 2,5. Baik
warga Jemaat Werwaru maupun Patti, sebagian
besar memiliki tingkat pendidikan rendah bekerja di
sektor pertanian dan peternakan. Jumlah warga yang
miskin di Jemaat Patti juga relatif lebih banyak
daripada Werwaru, namun Patti memiliki banyak
aset, berupa lahan delapan hektar dan ternak 76
ekor, sehingga secara ekonomi masuk kategori kelas
dua (menengah). Sementara itu, Jemaat Werwaru
masuk kategori kelas tiga (terbelakang) karena
asetnya hanya sedikit.
Penelitian ini hanya menampilkan usia produktif
(16 – 50 tahun), karena kelompok ini mampu
mengolah aset ruang (terutama lahan dan ternak).
Selain itu, juga ditampilkan usia lanjut (60 – 85
85
tahun) yang masih dapat berkontribusi dalam proses
perencanan dan pengawasan terhadap proses
pengelolaan aset ruang tersebut. Pada usia 16
sampai 59 para warga jemaat mempunyai tenaga
yang bisa dipakai untuk pengelolaan aset dalam
bidang pertanian maupun peternakan, seperti
menggarap tanah untuk ditanami tumbuhan umur
pendek maupun panjang dan juga dapat menjadi
penggaduh sapi atau penggaduh kerbau. Kalau usia
60 sampai 80 mereka dapat memberikan ide-ide
cemerlang, mengarahkan dan dapat mengambil
keputusan yang terbaik untuk memberdayakan aset-
aset yang ada untuk pengembangan organisasi gereja
dan juga untuk mensejaterahkan warga gereja
sendiri.
Kemiskinan di Jemaat Werwaru dan Patti bukan
disebabkan semata-mata oleh kurang adanya sumber
daya alam dan ethos kerja yang rendah, melainkan
ada pula faktor-faktor lainnya yang cenderung
86
merupakan faktor-faktor struktural. Beberapa faktor
struktural tersebut antara lain adalah jauhnya jarak
jemaat dengan pusat pasar Kecamatan,
Kabupaten dan Propinsi, kurangnya dukungan
sarana-prasarana transportasi sehingga biayanya
cukup tinggi.
Jemaat-jemaat yang dalam pelayanannya pun
selalu diperhadapkan dengan kurang adanya dana
untuk menutupi biaya operasional organisasi gereja
dan juga masalah kepekaan gereja dalam
memanfaatkan aset yang dimiliki untuk menopang
pelayanan.
Berdasarkan hasil penelitian dilapangan para
responden cenderung memiliki pendapat yang sama
tentang peran sumber daya manusia dalam
pengelolaan aset gereja. Setiap jemaat majelis pada
umumnya berpendidikan rendah, paling tinggi
adalah Sekolah Menengah Umum, maka dibutuhkan
87
pendampingan untuk memperkuat keahlian
konseptual dalam mengelola aset-aset gereja.
Berikut ini deskripsi keahlian sumber daya
manusia dalam mengelola aset gereja dari aspek
konseptual, kemanusiaan dan teknikal.
Keahlian Konseptual
Keahlian konseptual perlu ada untuk memahami
semua aktivitas dan kepentingan organisasi yang
bersangkutan. Keahlian ini mencakup kemampuan
untuk memahami bagaimana organisasi yang ada
dapat berfungsi secara keseluruhan dan bagaimana
bagian-bagian dari organisasi tersebut tergantung
atau berhubungan satu sama lainnya.
Konseptor utama kebijakan pengelolaan aset
organisasi GPM adalah pendeta. Warga jemaat juga
dapat mengajukan konsep pengembangan
pengelolaan aset organisasi GPM. Pada umumnya,
mereka adalah warga yang berpendidikan tinggi atau
yang mempunyai pengalaman dan keahlian khusus
88
serta mampu memberikan ide-ide cemerlang,
menganalisis dan mengintepretasikan situasi. Selain
itu, mereka pernah menjabat majelis jemaat sehingga
banyak mengetahui seluk beluk pelayanan gereja
dalam hal mengelola aset.
Pendeta sebagai konseptor perlu membuat suatu
landasan kerja manajerial secara garis besar, berupa
pola pikir makro pengelolaan sumber-sumber daya
gereja, sehingga semua aktivitas manajemen
berpatokan pada pola pikir tersebut. Pendeta sebagai
konseptor harus berpegang teguh pada mandat
Tuhan (Kejadian 1:26) agar dapat menjalankan tugas
dan wewenangnya dengan bijaksana dalam
menyusun kebijakan pengelolaan aset gereja untuk
pengembangan ekonomi jemaat.
Tugas dan wewenang majelis dalam pengelolaan
aset yaitu mengelola, mengawasi dan
mempertanggungjawabkan pemanfaatan keuangan
dan aset yang dimiliki oleh gereja yang dikelola oleh
89
jemaat sesuai peraturan perbendaharaan GPM.
Majelis menyusun data kepemilikan aset gereja,
membuat kebijakan pemanfaatan aset dengan
mengambil laporan-laporan dari majelis pembina dan
meninjau langsung ke lapangan untuk menilai
penggunaan aset secara aktual.
Dari hasil laporan tersebut, majelis (terutama
pendeta) mempelajari dan menganalisis cara kerja
warga jemaat dan menilai apakah hasilnya baik atau
kurang baik. Jika hasilnya kurang baik maka
langkah selanjutnya yang perlu dilakukan oleh
majelis (terutama pendeta) adalah menyusun konsep
baru untuk memperbaiki cara pengelolaan aset. Aset
Gereja yang dimaksudkan adalah aset lahan yang
digarap dan lahan ternak yang digaduh oleh warga
jemaat. Konsep atau ide itu akan dibahas dalam
rapat majelis jemaat dan jika ada persetujuan maka
akan dilanjutkan pembahasannya dalam sidang
jemaat, disitulah akan diputuskan konsep itu
90
dilaksanakan. Pada jemaat yang majelisnya peduli
dan aktif, maka aset-aset gerejanya terkelola dengan
baik sehingga produktif, seperti di Jemaat Patti dan
Tomra.
Keahlian Kemanusiaan
Manajer perlu bersama mitra kerjanya dapat
memanajemeni SDM organisasi secara efektif, dengan
landasan kepercayaan bahwa setiap manusia adalah
mitra kerja Allah. Manajer dalam organisasi GPM
adalah Pendeta. Pendeta bersama majelis lain yang
menjadi Pengurus Harian Majelis Jemaat, memiliki
wewenang untuk menunjuk majelis pembina atau
yang menduduki jabatan seksi finansial keuangan
dan seksi kerumahtanggaan untuk
mensosialisasikan keputusan sidang jemaat kepada
warga. Majelis Pembina mengorganisir penggarap
lahan dan penggaduh ternak, membina manajemen
dan kegiatan operasional, serta mengawasi
penggunaan aset.
91
Penggunaan aset untuk pertanian dimulai dari
mengolah lahan, menanam bibit tanaman,
pemeliharaan, panen sampai dengan penjualan dan
penyerahan hasil kepada bendahara jemaat. Majelis
yang memiliki tugas mengurus, mengarahkan dan
mengawasi pekerja harus memiliki kemampuan
kemanusiaan. Majelis Pembina membuat laporan
akhir dan memberikan kepada Pendeta untuk
dievaluasikan. Menjalin hubungan, komunikasi dan
kerjasama yang baik antara pendeta, majelis dan
warga jemaat sangat diperlukan dalam pengelolaan
aset gereja.
Pendeta yang bertugas melayani di jemaat hadir
dengan karakter dan konsep yang berbeda dalam hal
pengelolaan aset gereja. Pendeta bukan hanya
menyusun konsep kebijakan, tetapi juga harus
mampu memotivasi warganya agar tabah dalam
menyingkirkan onak dan duri dari aset, terutama
92
yang berbentuk lahan, yang dimiliki gereja juga
kreatif dan produktif dalam mengolahnya.
Fakta yang ada di Klasis Letti Moa Lakor, didapati
ada Pendeta yang telaten memotivasi warga
jemaatnya untuk menangani aset-aset milik gereja
dan ada yang kurang telaten. Ada aset gereja yang
tidak terdata karena majelis kurang teliti dan peduli,
terutama pada jemaat yang lebih mengandalkan
pemasukan dana persembahan warga jemaat
maupun sumbangan dari luar.
Pada jemaat tertentu, seperti di Werwaru,
warganya bersedia dan siap menggarap lahan, tetapi
karena tidak ada pengarahan dan pembinaan, maka
lahan tersebut terlantar atau terabai. Warga Jemaat
hanyalah orang-orang yang siap bekerja di lahan
gereja (sebagai ladang Tuhan) jika diberi perintah,
hak dan kewenangan sidang yang diteruskan oleh
majelis. Beberapa warga jemaat memberi pengakuan
akan adanya kelemahan dalam hal berpikir, tetapi
93
memiliki tenaga dan semangat untuk bekerjasama
dengan senang hati menggarap ladang Tuhan
walaupun tidak diberi upah.
Peran pemimpin jemaat, terutama pendeta,
sangat besar dalam hal membangun hubungan
kerjasama yang baik antara majelis dan anggota
jemaat dalam pengembangan pengelolaan untuk
memanfaatkan aset-aset gereja. Gereja berdiri
sebagai organisasi yang dapat mensejahterakan
anggotanya bukan hanya dalam hal rohani tetapi
juga dalam hal jasmani sesuai visi, misi serta tujuan
dari organisasi. Gereja juga harus menjawab
panggilan iman umat kepada Tuhan, yang memberi
mandat kepada manusia dalam mengelola alam
untuk kesejahteraan hidup seluruh umat manusia.
Keahlian Teknis
Pendeta, majelis lain dan warga jemaat perlu
memiliki keahlian teknis untuk melaksanakan
pekerjaan-pekerjaan yang menjadi tanggung jawab
94
masing-masing. Pendeta memberi contoh, mengajar
dan memberi dorongan moral kepada majelis
maupun warga jemaat sehingga aset yang dimiliki
dapat dimanfaatkan untuk pengembangan ekonomi
jemaat.
Majelis mempunyai kemampuan untuk membina,
mengajar, memberi contoh, memanajemeni,
mengawasi, administratif dan untuk membuat
laporan yang akan diserahkan kepada pendeta untuk
dilakukan evaluasi. Warga jemaat sebagai penggarap
dan penggaduh tugasnya untuk mengolah lahan,
membuat bibit, menanam, memelihara, memanen,
menjual dan menyerahkan hasil kepada bendahara
jemaat.
Diantara ketiga pelaku pelaksana pengelolaan
aset harus memiliki kemampuan teknis di bidang
masing-masing sehingga dapat mengerjakan tugas-
tugas dengan baik. Segala sesuatu menyangkut
pengelolaan aset sedapat mungkin dikomunikasikan
95
antara pendeta, majelis dan warga jemaat sehingga
tidak menimbulkan masalah dalam mengerjakannya.
Aset-aset yang dimiliki oleh gereja memiliki nilai jual,
sehingga aset tersebut terus diolah agar
menghasilkan uang untuk membiayai pelayanan
organisasi.
Diantara empat jemaat yang diteliti, Jemaat Patti
dan Tomra mengelola asetnya secara produktif
sehingga menghasilkan nilai ekonomi atau nilai jual.
Jemaat Serwaru lebih mengandalkan persembahan
dari warga jemaat yang sebagian besar adalah
pegawai negeri sipil, dan membiarkan aset-asetnya.
Jemaat Werwaru memiliki sedikit aset tidak dikelola
dengan serius sehingga kurang produktif.
96
4.4 Manajemen Sumber Daya Manusia dalam
Pengelolaan Aset Organisasi Gereja
Organisasi gereja menyusun rencana strategis
dan rencana operasional secara terus menerus
disesuaikan dengan kondisi realistik organisasi
(analisis internal) maupun kondisi lingkungan
(analisis ekstrnal). Disamping itu, karena rencana
strategis merupakan rencana jangka panjang maka
selalu ditelaah, diperbaiki, disempurnakan dan
ditingkatkan sesuai perubahan yang terjadi di dalam
organisasi dan dilingkungan dengan melakukan
pengulangan analisis internal dan eksternal secara
berkala. Manajemen strategik sebagai pengelolaan
dan pengendalian yang bekerja secara realistik dalam
dinamikanya, akan selalu terarah pada tujuan dan
misi yang strategis.
GPM memiliki masalah manajemen SDM dalam
pengelolaan aset gereja. Pendeta sebagai konseptor
kebijakan akan menyusun konsep kebijakan baru
97
dalam pengelolaan aset gereja ketika dia ditempatkan
di jemaat baru. Konsekuensinya, SDM yang ada di
jemaat tersebut harus menyesuaikan pada konsep
pengelolaan aset yang baru. Hal tersebut akan
berlangsung setiap pergantian pendeta dalam kurun
waktu tiga sampai lima tahun sekali. Tidak ada
kebijakan umum jangka panjang yang strategis
dalam pengelolaan aset gereja, yang disepakati dan
harus dipatuhi oleh seluruh Pendeta GPM.
Perubahan kebijakan seperti itu menimbulkan
keresahaan majelis setempat dan warganya, karena
hal itu dianggap sebagai ketidak-pastian dalam
pengelolaan aset gereja. Sebagian warga khawatir
atau enggan jika harus berulang kali menghadapi
dan menyesuaikan pada perubahan kebijakan
pengelolaan aset. Apalagi kalau bertemu dengan
pendeta yang gaya kepemimpinannya dominan.
Beberapa yang merasa sakit hati akan melapor ke
Klasis dan meminta agar pendeta tersebut diganti.
98
Sebagian warga yang lain bersikap apatis dan
sebagian lainya dapat menerima dan mengikuti
kebijakan baru pengelolaan aset gereja.
4.4.1 Manajemen sumber daya manusia dalam pengelolaan lahan
Jemaat Werwaru
Tabel 4.3 Jenis tanaman, luas lahan, penggarap dan hasil
J
Jenis
Tanaman
L
Luas (m2)
P
Penggarap
H
Hasil
K
Kelapa
3
3000 - Warga Jemaat
- Pendeta (anak
katekisasi
mengolahnya
menjadi minyak kelapa)
- Dijual, hasilnya dimasukan ke
kas Jemaat
- Untuk konsumsi
Pendeta
J
Jambu mete
6
600
K
Kelompok (Ibu-ibu
Janda)
D
Dijual, hasilnya
dimasukan ke kas
Jemaat
Jemaat Werwaru memiliki dua buah kebun
kelapa seluas 3000 m2 yang diserahkan kepada
warga untuk menggarapnya. Namun, berhubung
letaknya jauh dari perkampungan dan jalan masuk
kesana sangat sukar, membuat majelis dan warga
99
enggan mengerjakannya. Akibatnya, pengelolaan
kebun kelapa diserahkan kepada pendeta yang
bertugas di Jemaat setempat. Hasil dari pengelolaan
aset kelapa berupa kopra yang dijual kepada
pengusaha dan hasilnya dimasukan dalam kas
jemaat, sedangkan kelapa yang diolah menjadi
minyak oleh anak-anak katekisasi hanya untuk
konsumsi pendeta.
Aset lainnya yaitu satu kebun jambu mete yang
lokasinya di belakang gedung gereja, yang
pengelolaannya diserahkan pada warga ibu-ibu janda
di tiap sektor pelayanan. Lahan jambu mete diolah
dengan baik, tetapi kebun kelapa belum dikerjakan
dengan maksimal. Pendeta dan majelis pembina
kurang optimal dalam memanajemeni SDM
warganya, dengan membiarkan keengganan
mengolah lahan yang lokasinya jauh dari
perkampungan. Selain itu, tidak ada strategi yang
kreatif untuk mengatasi masalah jarak lokasi lahan
100
dengan perkampungan, untuk mendorong warga dan
majelis bersedia menggarapnya.
Jemaat Patti
Tabel 4.4 Jenis tanaman, luas lahan, penggarap dan hasil
J
Jenis Tanaman
L
Luas(m2)
P
Penggarap
H
Hasil
KKelapa
418000
WWarga Jemaat
yang ditunjuk
oleh Majelis
DDijual,
hasilnya
dimasukan ke
kas Jemaat
J
Jagung/Singkong/
Ubi-ubian lainnya
4
9600
W
Warga Jemaat
dalam Sektor (Kelompok)
D
Dibagi kepada
penggarap dan Gereja
Jemaat Patti memiliki kebun kelapa dua buah
di lokasi yang berbeda, dan kebun untuk ditanami
tanaman musiman seperti jagung, singkong maupun
kacang-kacangan. Hasil dari kelapa diolah menjadi
minyak oleh warga jemaat dan atau kopra untuk
dijual kepada pengusaha kemudian hasilnya
dimasukan dalam kas jemaat. Mulai dari bibit
disediakan oleh majelis jemaat, ditanami, dipelihara
101
sampai panen dilakukan oleh warga jemaat tetapi
tetap dalam pengawasan majelis jemaat.
Tanaman umur pendek seperti tanaman sayur-
sayuran (kangkung, kacang panjang, buncis, sawi,
bayam, tomat, pare dll) jagung, kacang merah dan
kacang tanah, tanaman umur panjang seperti kelapa
dan jambu mete. Tanaman-tanaman tersebut
dikerjakan sesuai musim dan di musim hujan
berkisar antara bulan Oktober sampai bulan April.
Bibit tanaman disediakan oleh pihak gereja
(Majelis Jemaat) baru di tanami, disirami dan dirawat
sampai pada panen dikerjakan oleh warga jemaat.
Pupuk diambil dari kotoran ternak seperti kerbau,
sapi dan kuda.
Upaya tersebut dilakukan dengan cara
membuat berbagai macam peraturan untuk
menutup celah-celah yang dapat digunakan
secara tidak benar dan tidak bertanggungjawab.
Terwujudnya suatu penyelenggaraan pengelolaan
102
gereja yang baik tetap kembali pada para
penyelenggaranya, baik itu para anggota majelis,
para pengurus komisi, maupun para warga
jemaatnya. Majelis jemaat perlu mempunyai
komitmen yang kuat untuk menempatkan aspek
pengawasan sebagai fokus perhatian di dalam
pelayanan dalam gereja.
Adanya pengawasan yang baik dan benar yang
dilakukan oleh majelis jemaat, diharapkan semua hal
yang berkaitan dengan aset milik gereja akan
terlindungi dengan baik. Pengawasan yang baik
maka aset dan orang-orang di dalam gereja yang
dipercayakan untuk mengelola aset pun terus
diawasi, sehingga tujuan dan sasaran organisasi
akan tercapai.
Mengawasi para pengelola aset gereja sama
halnya dengan mengawasi individu-individu lain yang
sedang bekerja di organisasi laba lainnya.
Perbedaanya juga sangat besar, tujuan dan sasaran
103
gereja sangat berbeda dengan tujuan dan sasaran
perusahaan pencari laba atau organisasi jasa.
Forum yang menentukan proses perencanaan
sampai dengan pengawasan dilakukan pada saat
sidang jemaat, setelah semua disahkan baru
ditindaklanjuti. Dari hasil panen kelapa maupun
jenis tanaman yang lain akan dimasukan ke kas
jemaat dan sebagian diberikan kepada anggota
jemaat untuk membiayai kebutuhan hidup sehari-
hari anggota keluarganya.
Jemaat Tomra
Tabel 4.5 Jenis tanaman, luas lahan, penggarap dan hasil
JJenis Tanaman
LLuas (m2)
PPenggarap
HHasil
K
Kelapa
4
9600
W
Warga Jemaat
yang ditunjuk
oleh Majelis
D
Dijual, hasilnya
dimasukan ke
kas Jemaat
J
Jambu mete
2
1200
W
Warga Jemaat yang ditunjuk
oleh Majelis
D
Dijual, hasilnya dimasukan ke
kas Jemaat
S
Sayuran
3
105
3
35 orang dalam
Jemaat (Ibu-
ibu)
D
Dijual, hasilnya
dimasukan ke
kas Jemaat
104
Jemaat Tomra adalah jemaat yang memiliki
anggota Jemaat terbanyak di wilayah pelayanan
Klasis Letti Moa Lakor dan juga memiliki lebih besar
pendapatan dari jemaat Serwaru. Jemaat Tomra
memiliki aset-aset seperti empat buah kebun jemaat,
enam buah kebun jambu mete dan enam buah
kebun kelapa serta 35 bedeng sayuran.
Tanaman musiman seperti kelapa dan jambu
mete dan tanaman musimam seperti umbi-umbian
dan sayuran dalam berbagai macam, kangkung,
bayam, tomat, cabe dan lain sebagainya. Semua
dikerjakan oleh warga jemaat yang telah ditunjuk
dalam forum bersama yaitu pada saat pelaksanaan
sidang jemaat tiap tahun.
Dalam pengelolaan aset mulai dari
perencanaan sampai evaluasi dilakukan oleh majelis
jemaat sebagai pengambil keputusan. Keputusan
disahkan dan diberlakukan pada saat sidang jemaat
terlaksana yang dihadiri oleh berbagai utusan dari
105
organisasi gereja seperti tokoh agama, tokoh
masyarakat, pelayanan perempuan, pelayanan pria,
angkatan muda dan sekolah minggu tunas
pekabaran injil.
Segala keputusan yang telah ditetapkan akan
dilakukan secara bersama oleh majelis maupun
warga jemaat. Dalam mengerjakan aset-aset ini,
setiap orang telah ditunjuk dalam kelompok untuk
menjadi ketua yang akan diberikan tanggungjawab
untuk mengatur dan mengorganisir segala pekerjaan
yang dilakukan. Kalau yang mengelolanya hanya
perorangan maka itu juga akan diawasi oleh pihak
majelis jemaat, sehingga pekerjaan itu akan tetap
ada dalam pengawasan.
Pengawasan terhadap pekerjaan yang
dilakukan oleh warga jemaat dilakukan oleh majelis
tetapi intinya kepada orang yang menduduki jabatan
struktural dalam badan majelis yaitu seksi finansial
dan keuangan serta seksi kerumahtanggaan.
106
Pengawasan itu akan dilakukan mulai dari awal
tanah itu digarap sampai ditanami dan panen
hasilnya akan terus diawasi hingga penyerahan hasil
kepada gereja baik berupa uang maupun barang.
4.4.2 Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Pengelolaan Ternak
Jemaat Werwaru
Tabel 4.6 Tabel jenis ternak, jumlah, pemelihara dan hasil
J
Jenis Ternak
J
Jumlah(ekor)
P
Pemelihara
H
Hasil
KKerbau
11
PPerorangan
TTidak
diketahui
(masih dalam
masalah)
Kerbau ini tidak lagi diketahui sudah
memproduksi berapa anak karena yang dipercayakan
untuk menggaduhnya tidak pernah memberitahu
para majelis tentang perkembangan kerbau ini sejak
tahun 2002 sampai sekarang. Ada masalah
(kemandegan) dalam proses pengawasan, artinya
sumber daya manusia yang diberi tugas untuk
mengawasi tidak menjalankan fungsinya dengan
107
baik. Dipihak lain sumber daya manusia yang diberi
gaduhan tidak bertanggungjawab terhadap
pengeloaan aset tersebut. Akibatnya aset tidak
dimanfaatkan sebagaimana mestinya.
Jemaat Werwaru adalah jemaat yang masuk
dalam kategori kelas tiga, dimana anggota warganya
sedikit dan aset-aset yang dimiliki tidak seperti
jemaat-jemaat lain di wilayah pelayanan Klasis Letti
Moa Lakor. Jumlah jiwa sedikit, tingkat pendidikan
juga rendah dan aset yang dimiliki gereja pun sangat
sedikit untuk dikelola untuk menopang pelayanan
kepada umat. Ada aset pun kurang dimanfaatkan
sebagaimana mestinya sehingga jemaat ini tetap
masuk dalam jemaat yang perlu diberdayakan baik
dari segi sumber daya manusia maupun sumber
daya alamnya.
Matius 25:14-30 perumpaan tentang talenta
mengajarkan bahwa hamba-hamba Tuhan harus
setia dengan melaksanakan apa yang dipercayakan
108
kepada mereka dengan tepat dan efisien pada hari
perhitungan. Orang-orang kristen yang menaruh
kesetiaan di dalam bekerja akan menuai deviden
yang sangat banyak, dia tidak mementingkan
kepentingan diri sendiri. Apa yang dimiliki adalah
milik Tuhan dan apapun yang dikerjakan adalah
untuk Tuhan. Hal ini juga mengajarkan bahwa setiap
orang telah menerima karunia “masing-masing
menurut kemampuannya”, dan karunia-karunia itu
harus digunakan untuk melayani Allah.
Di dalam kerajaan Allah setiap orang
diharapkan untuk menggunakan sepenuhnya
karunia yang sudah diterima, karena di dalam
kerajaan Allah tidak ada tempat bagi pemalas tetapi
hanya bagi pekerja-pekerja yang giat. Ini adalah
tugas dari pendeta dalam menyampaikan firman
Tuhan kepada warga jemaat sehingga pendeta
mampu mentransfer ajaran Tuhan dengan baik.
Walaupun hanya ada satu ekor kerbau tetapi jika
109
majelis dan warga mampu memberdayakannya maka
hasilnya akan berlipat ganda seperti di Jemaat Patti,
sehingga Jemaat Werwaru dapat berkembang dan
tidak identik dengan jemaat yang miskin terus
menerus.
Jemaat Patti
Tabel 4.7 Tabel jenis ternak, jumlah, pemelihara dan hasil
J
Jenis
Ternak
J
Jumlah(ekor)
P
Pemelihara
H
Hasil
K
Kerbau
4
40
P
Perorangan (Laki-laki
dewasa)
J
Jangka waktu pemetikan
hasil 5tahunan
S
Sapi
6
6
P
Perorangan
(Laki-laki
dewasa)
P
Penggaduh
mendapatkan
1 ekor dan
sisanya untuk gereja
B
Babi
3
30
P
Perorangan
U
Untuk
pelayanan
gereja
Jemaat Patti juga memiliki aset komoditi
peternakan terbesar yaitu 6 ekor sapi, 40 ekor
kerbau dan 30 ekor babi, pihak menjaga atau
110
memelihara ternak-ternak ini adalah mereka yang
telah ditunjuk langsung oleh majelis jemaat pada
waktu persidangan jemaat. Ternak didapat dari hasil
persembahan jemaat, kemudian diberi kepercayaan
kepada anggota jemaat yang bisa merawatnya dan
dari hasil produksi ternak itu dibagi hasil antara
gereja dan penggaduh. Ternak-ternak ini diberikan
oleh gereja kepada warga jemaat yaitu pria dewasa
untuk digaduh atau dijaga. Setiap lima tahun
hasilnya (anaknya) dibagi satu ekor untuk
penggaduh dan sisanya untuk gereja.
Aturan bagi hasil ini akan berlangsung secara
terus menerus, selama induk kerbau memproduksi
dalam lima tahun anak kerbau maksimal empat
maka pembagiannya adalah, satu ekor untuk
penggaduh dan sisanya untuk gereja. Milik gereja
yang merupakan bibit ternak yang dapat berproduksi
akan diberi gaduhan lagi kepada warga yang tingkat
ekonominya rendah.
111
Gereja memberi kontribusi kepada warga
jemaat dalam menopang dan memberdayakan
kehidupan ekonomi mereka. Warga Jemaat pun
dapat mempersembahkan tenaga, waktu dan hidup
untuk melayani Tuhan, karena bukan saja uang
yang dapat dijadikan sebagai persembahan tetapi
juga hidup (waktu,tenaga dan pikiran).
Ternak babi jadi piaran perorangan atau warga
jemaat, babi ini tidak dijual untuk mendatangkan
dana bagi kas jemaat tetapi akan dipakai untuk
menjamu tamu jemaat dari Sinode atau Klasis yang
berkunjung ke jemaat. Ternak ini didapat dari
sumbangan warga kepada gereja untuk membantu
atau menopang pelayanan dalam jemaat seperti
pembangunan gedung gereja baru.
Majelis Jemaat sebagai pelaksana harus terdiri
dari personil yang profesional, memiliki wawasan
yang luas dan yang terpenting adalah memiliki
komitmen yang tinggi terhadap moral dan atau etika
112
untuk tidak mencari keuntungan diri sendiri.
Keberhasilan dari organisasi juga tergantung dari
pucuk pimpinan atau manajer puncak yaitu pendeta,
yang menggerakan serta memotivasi penatua, diaken
dan warga jemaat untuk melaksanakan tugas
masing-masing.
Tugas untuk melaksanakan kegiatan yang
dilakukan dalam organisasi gereja dalam hal
pengelolaan aset-aset gereja adalah warga jemaat
yang memiliki keahlian teknik. Di mana warga
jemaat dapat bekerja memakai tenaga dalam
menggaduh sapi dan kerbau. Pekerja adalah warga
jemaat yang rata-rata berpendidikan rendah dan
masuk dalam kategori ekonomi lemah, tetapi secara
fisik mampu melakukan pekerjaan-pekerjaan
tersebut.
Aset-aset yang dimiliki oleh jemaat-jemaat
dalam lingkup Klasis Letti Moa Lakor berupa lahan
atau tanah yang diolah, kebun kelapa, kebun jambu
113
mete, ternak dan kayu jati. Aset-aset ini dimiliki oleh
gereja tetapi yang mengelolanya adalah warga jemaat
yang tersebar dalam sektor-sektor maupun unit-unit
yang ada. Dikelola oleh individu-individu tetapi
hasilnya akan dibagi untuk gereja dan yang
mengelolanya.
Majelis dapat melakukan pengawasan secara
langsung melalui respons survei ataupun pertemuan
diskusi dan forum resminya adalah dalam sidang
jemaat yang dilakukan satu kali setahun. Biasanya
yang terlibat secara tidak langsung dapat
menyampaikan pendapat tentang persetujuan
rencana-rencana. Namun demikian, pada akhirnya
dalam membuat perencanaan apapun yang perlu
diingat adalah kita harus selalu menyertakan Tuhan
(Yakobus. 4:13-17), sehingga segala sesuatu berada
dalam bimbingan-Nya. Manusia dapat
merencanakan, namun tidak boleh bermegah karena
tidak mengetahui apa yang akan terjadi dikemudian
114
hari. Disamping itu, segala rencana hanya akan
terwujud apabila Tuhan menghendakinya (Yakobus.
4:14,15). Untuk itu apapun yang akan dilakukan
dalam tahap perencanaan sampai pada pengawasan
harus mendahulukan Tuhan karena tanpa Kuasa
dan penyertaan Tuhan maka semua usaha akan sia-
sia adanya. Andalkan kuasa Tuhan dalam setiap
kegiatan pengelolaan aset gereja agar apapun yang
menjadi tujuan dan sasaran yang ingin dicapai akan
terlaksana dengan maksimal sesuai harapan dan
cita-cita bersama.
Yang terpenting dari semua ini adalah apa yang
dikerjakan dapat bermanfaat untuk kehidupan
ekonomi jemaat, dengan demikian keselamatan
yang diidamkan oleh setiap orang akan terwujud.
Kehadiran gereja ditengah-tengah dunia untuk
menjadi berkat bagi orang yang membutuhkan
(orang miskin, janda, duda dan yatim piatu). Itulah
misi dari GPM yang harus dijalankan.
115
GPM yang berasaskan presbiterial sinodal, masa
jabatan para anggota majelis dibatasi untuk jangka
waktu atau periode tertentu. Oleh karena itu, dalam
asas yang sama setiap gereja berwewenang untuk
mengatur dirinya sendiri, sehingga kepengurusan
yang berlaku bisa berbeda antara satu gereja dengan
gereja lainnya. Jangka waktu untuk masa jabatan
anggota majelis ditetapkan antara tiga sampai lima
tahun sedangkan periodenya antara satu sampai dua
kali masa jabatan.
Perhatian serius diberikan terhadap kompetensi
dari setiap calon yang akan menjadi bagian dari
kepemimpinan gereja. Dalam proses pengelolaan aset
gereja, setiap orang dapat berpatisipasi secara aktif
dengan memberikan berbagai ide, konsep pemikiran,
atau pendapat. Adapun persyaratan yang dikenakan
pada setiap calon itu meliputi persyaratan tentang
iman, kompetensi diri, dan kesediaan untuk
116
melayani warga jemaat sebagai majelis (pendeta,
penatua dan diaken).
Berdasarkan itu, setiap majelis diharapkan
dapat memberikan partisipasinya secara optimal
dalam hal pengelolaan aset gereja. Pengelolaan aset
gereja sendiri membutuhkan pemimpin yang
beriman, memiliki kemampuan berpikir dan
manajerial yang baik, bersemangat, aktif, berdedikasi
dan berintegritas tinggi, serta penuh dengan ide dan
inisiatif. Sangat diharapkan, majelis bisa
memunculkan ide-ide atau pemikiran yang baru
untuk pembangunan dan pengembangan gereja
dengan lebih baik. Ide-ide dan pemikiran baru ini
dapat diharapkan menular kepada para warga
jemaat. Semua manusia gereja tidak terpaku dalam
kerangka berpikir yang “itu-itu saja” tetapi mereka
disegarkan dengan munculnya ide-ide atau
pemikiran baru yang inovatif, demi keberhasilan
pelaksanaan tugas-tugas gereja.