bab iv hasil penelitian dan...
TRANSCRIPT
72
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Penelitian
Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga
merupakan Universitas yang terletak di kota Salatiga, Jawa
Tengah. UKSW dimulai sebagai Perguruan Tinggi Pendidikan
Guru Kristen Indonesia (PTPGKI), yang diresmikan menjadi
Universitas Kristen Satya Wacana (“Setia pada Firman
Tuhan”) pada 1956. UKSW merupakan satu-satunya
perguruan tinggi di Salatiga dengan jumlah mahasiswa
sebanyak 11.200 orang (data dari bagian administrasi
kemahasiswaan, 2012) yang berasal dari berbagai daerah di
Indonesia, yaitu dari bagian barat Indonesia, pulau Sumatera
sampai bagian timur Indonesia, Papua. Dengan demikian,
UKSW dikenal sebagai Indonesia Mini.
Penelitian yang dilakukan di UKSW ini berawal dari
keinginan peneliti untuk mengetahui tentang gambaran
perilaku mahasiswi UKSW terhadap pemeriksaan payudara,
karena kasus kanker payudara sudah semakin meningkat dan
banyak dialami oleh wanita usia dibawah 30 tahun sehingga
pemeriksaan payudara merupakan sesuatu yang sangat
penting bagi mahasiswi sebagai bentuk deteksi dini kanker
73
payudara. Penelitian ini dimulai dengan mengurus surat Izin
penelitian dari Fakultas Ilmu Kesehatan dan setelah itu
mengurus izin penelitian di Kampus UKSW. Setelah
mendapatkan izin penelitian pada tanggal 21 Maret, peneliti
menghubungi partisipan yang akan diwawancarai dan mulai
melakukan penelitian pada tanggal 28 Maret 2012. Dalam
melakukan penelitian banyak hambatan yang dialami oleh
peneliti antara lain dari partisipan sendiri yang tidak punya
waktu luang untuk diwawancarai sehingga peneliti harus
menunggu sampai partisipan sudah punya waktu dan
bersedia untuk diwawancarai, selain itu juga selama proses
penelitian berlangsung yaitu pada bulan April ada beberapa
partisipan yang libur sehingga harus menunggu hingga masa
liburan berakhir dan dilanjutkan pada tanggal 19 April dan 8
Mei 2012. Proses wawancara dilakukan berdasarkan guide
line atau panduan pertanyaan wawancara yang sudah
dipersiapkan oleh peneliti. Namun pertanyaan yang
ditanyakan tidak berurutan sama seperti yang telah
dipersiapkan tetapi peneliti mengembangkannya sehingga
wawancara lebih santai dan bisa mendapatkan informasi yang
lebih detail. Selama wawancara berlangsung peneliti
merekam hasil wawancara dengan menggunakan alat
perekam berupa tape recorder dan buku catatan untuk
74
mencatat hal-hal yang dianggap penting dan mendukung hasil
wawancara.
4.2 Hasil Penelitian
Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada 5 orang
mahasiswi UKSW ditemukan beberapa perilaku pemeriksaan
payudara yang berbeda antara partisipan satu dengan yang
lain. Secara umum, identitas dari kelima partisipan tersebut
dapat ditunjukan dalam tabel dibawah ini.
Tabel 1. Identitas Partisipan
P1 P2 P3 P4 P5 Nama Nn. E Nn. C Nn. Sh Nn. N Nn. L Umur 18 18 18 18 18 Asal Bali Papua Ambon Timor Halmahera Agama Kristen
Protestan Kristen
Protestan Kristen
Protestan Kristen
Protestan Kristen Katolik
Fakultas FIK Teologi FTI FEB FSM Lama di Salatiga
± 10 bulan ± 10 bulan ± 10 bulan ±10 bulan ± 10 bulan
4.2.1 Gambaran umum Partisipan
a. Partisipan 1
Partisipan 1 merupakan mahasiswi Fakultas Ilmu
Kesehatan (FIK) angkatan 2011 yang berasal dari
Bali, dan sudah ± 10 bulan tinggal di Salatiga. Saat
peneliti meminta partisipan (P1) untuk menjadi
partisipan penelitian, P1 bersedia dan wawancara
dilaksanakan pada tanggal 28 Maret 2012 pukul
75
10.00 pagi. Wawancara dimulai dengan peneliti
memberikan informed consent dan penjelasan
penelitian. Setelah P1 membaca, P1
menandatangani informed consent dan wawancara
dimulai dan berlangsung sekitar 45 menit dan
menggunakan bahasa sehari-hari (informal).
Partisipan merupakan anak ke-3 dari 3
bersaudara dan merupakan satu-satunya anak
perempuan di keluarganya. P1 jarang sakit yang
parah sehingga jarang berobat juga ke rumah sakit
dan penyakit yang sering dialaminya adalah
gastritis (mag). Saat mengalami sakit P1
mengambil tindakan melakukan pengobatan sendiri
jika mengetahui jenis obat yang akan digunakan
karena sejak kecil keluarga P1 sudah membiasakan
mereka untuk mengenal jenis obat untuk penyakit-
penyakit ringan seperti sakit perut, sakit kepala dan
lain sebagainya. Keluarga P1 banyak yang
berprofesi di bidang kesehatan sehingga saat
mengalami sakit biasanya akan menghubungi
keluarganya (tante) yang berprofesi sebagai dokter.
P1 termasuk pribadi yang tidak suka berolah
raga namun berusaha menjaga kesehatannya dan
76
jika sakit P1 tidak langsung mengkonsumsi obat
dari dokter atau yang telah disediakan di rumah tapi
menggunakan tanaman tradisional sebagai
pengobatan alternatif, sehingga saat penyakitnya
masih bisa diatasi dengan tanaman obat tersebut
maka P1 lebih memilih menggunakan obat
tradisional tersebut. P1 memiliki sepupu yang
menderita kanker payudara sehingga P1 cukup
tahu tentang kanker payudara namun P1 meyakini
bahwa dirinya tidak akan terkena kanker payudara
sehingga jarang melakukan pemeriksaan payudara
ke dokter namun, Ibu P1 terus mengingatkannya
untuk melakukan pemeriksaan sendiri. Jadi
pemeriksaan payudara dilakukan jika diingatkan
oleh ibunya.
b. Partisipan 2
Partisipan 2 (P2) berasal dari Papua dan
berkuliah di Fakultas Teologi UKSW. P2 sudah
lama tinggal di Salatiga selama ±10 bulan. Awalnya
peneliti tidak mengenal P2 namun karena
dikenalkan oleh teman peneliti maka pertemuan
pertama peneliti menyampaikan maksud untuk
77
meminta P2 menjadi partisipan penelitian. Setelah
peneliti menjelaskan tentang tujuan penelitian maka
P2 bersedia menjadi partisipan. Selanjutnya peneliti
membina hubungan saling percaya dan wawancara
dilakukan pada tanggal 2 April 2012 di tempat
kosnya P2. P2 cukup komunikatif sehingga
wawancara berjalan dengan baik dan berlangsung
sekitar 30 menit. Sebelum wawancara dilakukan
peneliti memberikan informed consent dan
penjelasan penelitian kepada P2 untuk dibaca dan
setelah itu ditandatangani oleh P2.
P2 merupakan anak ke 3 dari 5 bersaudara
dan termasuk pribadi yang tidak suka merepotkan
orang tua sehingga saat sakit, P2 hanya
mendiamkannya saja atau menggunakan obat
yang sudah ada di rumah untuk diminum. Jika
merasa penyakitnya parah, P2 baru akan
memberitahu orang tuanya untuk berobat ke dokter
atau ke rumah sakit, namun selama ini, P2 jarang
mengalami penyakit yang parah. Sewaktu berumur
5 tahun P2 pernah mengalami penyakit paru-paru
dan pengobatannya menggunakan pengobatan
tradisional. P2 jarang menggunakan fasilitas
78
pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dan
puskesmas karena P2 tidak suka dan malas
meminum obat dari dokter. Perilaku P2 ketika
mengalami sakit juga dipengaruhi oleh perilaku
masyarakat di sekitarnya yang juga lebih memilih
untuk mendiamkan penyakit yang dialami dan tidak
melakukan pengobatan ke rumah sakit, bahkan
ada beberapa masyarakat yang sama sekali tidak
tahu jika mereka sakit. Biaya kesehatan di
daerahnya (Papua) sudah tergolong murah dan
bisa diakses oleh semua masyarakat namun
karena kurangnya pengetahuan maka mereka
tidak melakukan pengobatan jika sakit.
Pengobatan dilakukan ketika penyakit yang dialami
sudah parah dan memerlukan biaya yang mahal
untuk itu.
Kanker payudara bukanlah suatu hal yang
tabu bagi P2 tetapi untuk pemeriksaan payudara,
P2 merasa baru mendengarnya dan tidak tahu
bagaimana cara melakukan pemeriksaan
payudara. Hal ini disebabkan kurangnya informasi
yang diperoleh.
79
c. Partisipan 3
Proses pencarian partisipan ketiga dilakukan
peneliti dan dibantu oleh teman peneliti yang
berasal dari Ambon. Setelah dikenalkan oleh teman
peneliti, peneliti bertemu dengan partisipan dan
menjelaskan tentang tujuan penelitian dan
menyampaikan maksud untuk meminta P3 menjadi
partisipan dalam penelitian. P3 bersedia dan
setelah berbincang-bincang selama 15 menit,
peneliti bersama P3 mengatur jadwal untuk
pertemuan berikutnya, kemudian pada tanggal 8
April 2012 peneliti bertemu lagi dengan P3 dan
melakukan wawancara di kampus UKSW. Peneliti
menjelaskan kembali tentang maksud penelitian
dan mengklarifikasi kesediaan P3 untuk
diwawancarai. Setelah itu peneliti memberikan
informed consent beserta penjelasan penelitian.
Proses wawancara dimulai ketika P3 menyatakan
bersedia dengan menandatangani informed
consent. Wawancara berlangsung selama 50 menit
dan lancar karena P3 sangat komunikatif.
P3 adalah anak pertama dari 3 bersaudara dan
merupakan satu-satunya anak perempuan dalam
80
keluarganya. P3 adalah mahasiswi Fakultas
Teknologi Informasi 2011, dan telah tinggal di
Salatiga ±10 bulan. P3 sangat antusias untuk
berbincang-bincang mengenai kesehatan pribadi
khususnya tentang kesehatan payudara, karena
keluarga P3 memiliki riwayat kanker payudara dan
P3 juga sangat peduli tentang segala sesuatu
menyangkut kesehatan pribadinya. Meskipun belum
pernah melakukan pemeriksaan payudara ke dokter
namun P3 selalu melakukannya secara rutin 2 kali
dalam sebulan, karena P3 memiliki prinsip lebih
baik mencegah dari pada mengobati sehingga P3
akan berusaha menjaga kesehatannya dengan
mengontrol pola makannya karena sejak kecil
sudah dididik agar sebisa mungkin menghindari
penyakit atau mencegah terjadinya sakit supaya
tidak merepotkan orang lain.
Akses fasilitas pelayanan kesehatan di
lingkungan tempat tinggalnya di Ambon sangat
mudah karena sekitar 2 meter dari rumahnya, ada
puskesmas dan ada 4 buah apotik. Biasanya
fasilitas pelayanan kesehatan ini akan
dimanfaatkan saat mengalami sakit.
81
d. Partisipan 4
Partisipan 4 berasal dari daerah Timor dan
merupakan mahasiswi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
2011. Saat peneliti menyampaikan maksud untuk
meminta P4 menjadi partisipan penelitian dan
menjelaskan tentang gambaran penelitian maka, P4
bersedia menjadi partisipan dan wawancara
dilakukan pada tanggal 19 April 2012 di kos P4
pukul 11.10 WIB. Sebelum wawancara dimulai
peneliti memberikan informed consent dan
penjelasan penelitian sambil peneliti menjelaskan
lagi tentang tujuan dari penelitian tersebut. Setelah
P4 membaca dan menandatangani informed
consent maka wawancara dimulai. Proses
wawancara berlangsung sekitar 40 menit.
P4 merupakan anak kedua dari dua
bersaudara dan merupakan satu-satunya anak
perempuan dalam keluarganya. P4 mengatakan
bahwa dirinya merupakan tipe orang yang acuh
atau kurang peduli dengan kesehatannya, dalam
pengertian bahwa jika mengalami sakit yang masih
ringan dan masih bisa beraktivitas maka P4 tidak
akan memberitahu orang tuanya atau melakukan
82
pengobatan. P4 akan melakukan pengobatan jika
merasa sakitnya itu sudah parah. Meskipun tidak
begitu menyukai meminum obat dan pergi ke dokter
ketika sakit, namun P4 lebih memilih pengobatan
dari medis dari pada pengobatan tradisional karena
dokter memiliki pengetahuan yang lebih tentang
penyakit dan memiliki peralatan yang lebih lengkap.
Berbeda dengan lingkungan asal tempat tinggal P4
yang lebih memilih menggunakan pengobatan
tradisional “obat kampung”. Hal ini disebabkan
karena kurangnya informasi tentang pentingnya
kesehatan dan biaya pengobatan yang mahal di
daerah tempat tinggalnya. Hal tersebut jugalah
yang menyebabkan masyarakat di lingkungannya
masih menganggap tabu kanker payudara karena
merupakan suatu hal yang sensitif bagi seorang
perempuan sehingga jarang dikomunikasikan/
dibicarakan kepada orang lain
Dalam keluarganya ada yang berprofesi
sebagai dokter sehingga saat mengalami sakit
biasanya akan menghubungi keluarganya itu untuk
berobat karena lebih nyaman dan mudah untuk
berkonsultasi mengenai penyakit yang dialaminya.
83
Mengenai kanker payudara, P4 tidak memiliki
riwayat kanker payudara dalam keluarganya dan
kanker payudara bukanlah sesuatu yang tabu bagi
P4. Namun dalam kenyataannya P4 tidak pernah
melakukan pemeriksaan payudara sendiri karena
bukanlah suatu hal yang harus diprioritaskan.
e. Partisipan 5
Proses pencarian partisipan 5 dibantu oleh
teman peneliti yang berasal dari Halmahera.
Setelah dikenalkan oleh teman peneliti, peneliti pun
menjelaskan maksud peneliti untuk meminta
kesediaan menjadi partisipan dalam penelitian dan
juga menjelaskan tentang tujuan penelitian. Setelah
P5 bersedia menjadi partisipan maka peneliti
bersama P5 menentukan jadwal untuk melakukan
wawancara. Wawancara dilakukan pada tanggal 8
Mei 2012. Sebelum wawancara dimulai peneliti
memberikan informed consent dan penjelasan
tentang penelitian.
Partisipan 5 berasal dari Halmahera dan
merupakan mahasiswi Fakultas Sains dan
Matematika (FSM) 2011. Ketika mengalami sakit,
84
P5 mendiamkan atau hanya beristirahat saja. Jika
sakit yang dirasakannya sudah parah barulah P5
akan memberitahu orangtuanya untuk berobat ke
rumah sakit. Kebiasaan keluarga P5 jika sakit
hanya melakukan pengobatan di rumah sakit atau
dokter. Mengenai kanker payudara, bukanlah
sesuatu yang tabu bagi partisipan. P5 pernah
merasa kuatir atau cemas akan terkena kanker
payudara karena rasa nyeri yang dialaminya di
payudara kiri, namun tidak pernah melakukan
pemeriksaan payudara, karena bagi P5
pemeriksaan dilakukan jika memang sudah
menderita sakit.
85
Table 2. Hasil penelitian
Partisipan
KEBUDAYAAN
Pandangan dunia
Keyakinan
Nilai
Perilaku
P1
Kanker payudara dan pemeriksaan payudara merupakan suatu hal yang nyata.
- Pemeriksaan payudara penting untuk dilakukan
- Tidak akan terkena kanker payudara
Hidup sehat maka akan terhindar dari penyakit.
Melakukan pencegahan: - Periksa payudara ke
dokter 1 kali selama hidupnya.
- Periksa sendiri karena dukungan ibu
- Tidak memakai bra saat tidur
- Mencari informasi tentang kesehatan.
P2
- Kanker payudara merupakan suatu hal yang nyata.
- Pemeriksaan payudara nyata namun masih merupakan hal yang baru di dengar.
Hal yang benar jika melakukan pemeriksaan payudara
Jika ingin sehat harus mencegah dari awal.
Tidak pernah melakukan pemeriksaan payudara:
- Tidak tahu - Kurangnya informasi
86
P3
Kanker payudara dan pemeriksaan payudara merupakan hal yang nyata.
Pemeriksaan payudara sangat penting dan wajar untuk dilakukan dan menjadi prioritas.
Mencegah lebih baik dari pada mengobati
Belum pernah melakukan pemeriksaan ke dokter namun rutin 2 kali dalam sebulan melakukan pemeriksaan payudara sendiri.
P4
Kanker dan pemeriksaan payudara merupakan hal yang sungguh nyata dan terjadi.
Hal yang benar dan penting untuk melakukan pemeriksaan payudara.
Kesehatan harus menjadi prioritas utama namun semua tergantung situasi dan kondisi yang dialami.
Tidak pernah melakukan pemeriksaan payudara:
- Tidak tahu dan malas - Merasa diri sehat
P5
Kanker payudara dan pemeriksaan payudara merupakan hal yang nyata.
Tidak perlu melakukan pemeriksaan payudara.
Sudah mengalami sakit barulah melakukan pemeriksaan.
Tidak pernah melakukan pemeriksaan payudara:
- Malas - Acuh atau kurang
peduli.
87
4.2.2 Analisis masing-masing aspek
Manusia itu merupakan makhluk yang unik.
Antara pribadi manusia yang satu dengan yang lain
akan berbeda baik dalam perilaku maupun tindakan.
Tindakan seunik apapun manusia itu tidak terlepas
dari pengaruh lingkungan sosial dan budayanya.
Pengaruh itu bisa datang dari mana saja, mulai dari
keluarga sampai dengan masyarakat, sejak lahir
hingga dewasa dan hidup di tengah masyarakat
sehingga manusia bisa belajar dan berkembang dalam
suatu lingkungan tertentu dan menganut serta
terbentuk sesuai dengan budaya setempat.
Kebudayaan merupakan nilai dan sikap yang
digunakan serta diyakini oleh suatu masyarakat.
Makna istilah “kebudayaan” telah semakin meluas.
Perhatian semakin banyak dicurahkan kepada
kebudayaan popular yakni sikap-sikap, dan nilai-nilai
masyarakat awam. Dalam kebudayaan juga terdapat
beberapa lapisan yaitu pandangan dunia (world view),
keyakinan (beliefs) nilai (values), dan perilaku
(behavior). Berikut penjelasan mengenai perilaku
pemeriksaan payudara mahasiswi UKSW ditinjau dari
perspektif kebudayaan.
88
a. Pandangan dunia (world view)
Pandangan dunia (world view) merupakan
lapisan paling dalam dari kebudayaan dan yang
melandasi keyakinan seseorang. Pandangan dunia
(World view) dalam hal ini mengenai suatu
pandangan seseorang yang nyata tentang konsep
sehat dan sakit. Masing-masing partisipan mampu
menyatakan pandangan mereka dengan baik
berdasarkan apa yang mereka pahami dan alami
terkait dengan sehat dan sakit, serta pandangan
mereka tentang kanker payudara dan pemeriksaan
payudara.
Partisipan 1 menggambarkan sehat sebagai
suatu kondisi dimana tubuh tidak terganggu
sehingga masih bisa beraktivitas. Sebaliknya sakit
dipahami sebagai kondisi tubuh yang lemah
sehingga tubuh tidak bisa beraktivitas dengan baik.
P1 merasa sehat ketika mampu melakukan
aktivitasnya dengan maksimal dan ketika aktivitas
terganggu karena tubuh yang tidak fit, disitulah P1
merasa kondisi tubuhnya menurun dan merasa
sakit. P1 memandang kanker payudara dan
pemeriksaan payudara merupakan suatu hal yang
89
nyata dan sungguh ada karena sudah banyak
kasus mengenai kanker payudara terutama ada
keluarganya yang mengalami penyakit tersebut
sehingga P1 juga tahu tentang pemeriksaan
payudara.
P1:“ kan sekarang sudah banyak kasus yang masalah kanker payudara. Trus apalagi itu saudaranya E itu juga kanker payudara (P1 175).”
(sekarang sudah banyak kasus mengenai masalah kanker payudara dan ada juga saudara E yang kanker payudara)
P2 mempunyai pemahaman tentang sehat
yaitu kondisi tubuh yang menyenangkan karena
bisa melakukan hal-hal yang ingin dilakukan seperti
berkumpul dengan teman-teman. Sedangkan sakit
merupakan kondisi tubuh yang lemah sehingga
mengganggu aktivitas atau tidak bisa melakukan
hal-hal yang ingin dilakukan. P2 merasa sakit ketika
tidak bisa berkumpul dengan teman-temannya
karena kondisi tubuh yang terganggu dan sakit
kepala yang kadang dihiraukan oleh orang lain,
termasuk dalam golongan sakit karena menurut P2
sangat mengganggunya ketika akan melakukan
aktivitasnya. P2 mempunyai pandangan bahwa
kanker payudara merupakan suatu hal nyata
90
sedangkan pemeriksaan payudara merupakan
suatu hal yang baru didengar oleh P2.
P2: “Tidak tabu kaka tapi amh, tidak terbiasa dengar tentang pemeriksaan payudara. Kalo yang tentang kanker sa dengar kan banyak orang yang sakit begitu (P2 135)”
(tidak tabu kaka, tetapi tidak terbiasa dengar tentang pemeriksaan payudara. Mengenai kanker saya dengar karena banyak orang mengalami penyakit tersebut).
Bagi P3, sehat merupakan kondisi tubuh yang
sehat baik secara jasmani dan rohani dengan pola
hidup yang sehat seperti menjaga pola makan dan
istirahat yang cukup sehingga P3 merasa sehat jika
tubuhnya fit dan semangat serta bisa
mengkonsumsi makanan yang sehat dengan
istirahat yang cukup. Sedangkan sakit dipahami
sebagai kondisi tubuh yang lemah dan menurunnya
energi tubuh sehingga tidak bisa beraktivitas dan
terganggunya fungsi organ dalam tubuh manusia.
P3 merasa sakit ketika kondisi tubuhnya sudah letih
sehingga membutuhkan istirahat yang cukup. P3
memandang kanker payudara dan pemeriksaan
payudara merupakan suatu hal yang nyata dan
terjadi dalam kehidupan manusia. Pemahaman
tersebut dipengaruhi oleh kondisi dalam
91
keluarganya yang mempunyai riwayat kanker
payudara sehingga kanker payudara dan
pemeriksaan payudara bukan suatu hal baru bagi
P3.
P4 mempunyai pendapat yang berbeda bahwa,
sehat merupakan kondisi tubuh yang tidak sakit
dalam artian bisa mengatur pola makannya dengan
baik sehingga dapat memberikan energi bagi tubuh
untuk bisa beraktivitas. Sedangkan sakit
merupakan menurunnya daya tahan tubuh
sehingga ada virus yang masuk ke dalam tubuh.
Jadi, sakit dialami oleh P4 saat tubuhnya sangat
letih. Bagi P4, pemeriksaan payudara merupakan
suatu hal yang sungguh nyata dan terjadi di
masyarakat. Pandangan tersebut bukan tanpa
alasan karena sewaktu SMA pernah adanya
penyuluhan tentang kanker payudara dan
pencegahan payudara sehingga P4 cukup tahu
tentang penyakit kanker payudara.
Pandangan P5 mengenai sehat adalah kondisi
tubuh yang fit dan mampu melakukan aktivitas
dengan baik, sedangkan sakit merupakan kondisi
tubuh yang lemah dan terbatas dalam melakukan
92
aktivitas. Bagi P5 kanker payudara suatu hal yang
nyata dan banyak kasus yang terjadi di masyarakat.
Demikian juga dengan pemeriksaan payudara.
P5 :”Kanker payudara pernah lihat waktu masih di desa (P5 100).”
Sehat dan sakit itu merupakan suatu kondisi
yang relatif dan didefinisikan dengan istilah yang
bersifat individual karena terlihat dari hasil
penelitian bahwa masing-masing partisipan
mempunyai world view (pandangan dunia) yang
berbeda tentang konsep sehat dan sakit. Hal
tersebut dipahami berdasarkan pengalaman dan
kenyataan yang dialami. Kondisi sehat dan sakit
juga berkaitan erat dengan lingkungan tempat
tinggal dan lingkungan dimana partisipan
bersosialisasi. Dalam konteks ini semua partisipan
merupakan mahasiswi yang tentu saja aktif dalam
berbagai kegiatan akademik maupun nonakademik
sehingga saat tubuh lemah maka bisa mengganggu
aktivitas partisipan, sehingga hal tersebut
dinyatakan sebagai kondisi sakit. Pandangan dunia
(world view) partisipan mengenai pemeriksaan
payudara merupakan suatu hal yang nyata dan
terjadi di dalam masyarakat.
93
b. Keyakinan (beliefs)
Keyakinan (beliefs) merupakan lapisan kedua
dari kebudayaan dan dilandasi oleh pandangan
dunia. Dari keyakinan akan terbentuk suatu nilai.
Keyakinan dalam hal ini tidak ada hubungannya
dengan hal-hal gaib, tetapi hanyalah keyakinan
bahwa sesuatu itu benar atau salah mengenai
sehat dan sakit. Apa yang diyakininya itu
merupakan sesuatu yang dianggap benar dan
menjadi pedoman dalam mengambil tindakan untuk
mempertahankan kesehatannya.
Saat berhadapan dengan suatu penyakit yang
dialami, masing-masing partisipan mempunyai
respon dan keyakinan yang berbeda dalam
menangani hal tersebut. P1 saat mengalami sakit
diusahakan untuk ditangani di rumah, jika tidak bisa
ditangani barulah di bawa ke rumah Sakit. Dulunya
P1 sering mengkonsumsi obat dari rumah sakit
namun setelah mengetahui efek samping obat dari
rumah Sakit yang banyak mengandung zat kimia
yang akan berpengaruh negatif pada tubuh
manusia maka P1 berusaha ketika mengalami sakit
diobati dengan tanaman-tanaman tradisional yang
94
bisa dimanfaatkan untuk pengobatan penyakit
tertentu. Mengenai kanker payudara bukanlah
sesuatu yang tabu bagi P1 karena dalam
keluarganya ada yang mengalami penyakit tersebut
sehingga P1 cukup tahu tentang kanker payudara
dan pemeriksaan payudara. Bagi P1 pemeriksaan
payudara penting untuk dilakukan namun, P1
jarang melakukannya karena ada keyakinan bahwa
tidak akan mengalami penyakit tersebut serta tidak
ada niat sehingga malas untuk melakukan
pemeriksaan payudara ke dokter. Berikut
pernyataan partisipan:
P1:” Kalo E, pemeriksaan payudara itu penting sih namun E belum pernah punya niat untuk memeriksakan payudara ke dokter).”
(Bagi E, pemeriksaan payudara penting untuk dilakukan namun E belum pernah punya keinginan untuk memeriksakan payudara ke dokter).”
Hal yang sama juga dilakukan oleh P2 ketika
mengalami sakit maka akan ditangani di rumah
dengan obat-obat medis yang tersedia di rumah.
Dari ke-5 partisipan, P2 yang belum pernah atau
belum terbiasa mendengar tentang pemeriksaan
payudara. Hal ini disebabkan karena kurangnya
informasi mengenai pemeriksaan payudara.
95
Meskipun, pemeriksaan payudara merupakan hal
baru bagi P2 namun, P2 mempunyai keyakinan
bahwa pemeriksaan payudara sangat benar
dilakukan agar bisa mengetahui kondisi tubuh
khususnya payudara.
P2: “(Kalo menurut C, sangat benar dilakukan hanya karena C juga baru tahu yang begitu-begitu jadi tra pernah periksa ke dokter atau periksa sendiri (P2 195).”
(menurut C, sangat benar dilakukan hanya karena C baru mengetahui hal tersebut jadi tidak pernah melakukan pemeriksaan ke dokter maupun periksa sendiri).”
Pendapat yang berbeda dari P3 yaitu lebih
memilih untuk melakukan pengobatan di rumah
sakit atau puskesmas karena lebih pasti. Namun
ada beberapa penyakit tertentu seperti flu, pilek
atau sakit perut biasanya ditangani di rumah.
Meskipun lebih memilih pengobatan di rumah sakit,
namun tidak menutup kemungkinan bagi P3 untuk
melakukan pengobatan dengan menggunakan
tanaman tradisional yang ada. Bagi P3 kanker
payudara dan pemeriksaan payudara bukan suatu
hal yang tabu untuk dibicarakan karena dalam
keluarga P3 sendiri ada riwayat kanker payudara
sehingga P3 tahu mengenai kanker payudara dan
pemeriksaan payudara. P3 mempunyai keyakinan
96
bahwa pemeriksaan payudara sangat penting dan
baik untuk dilakukan sehingga P3 memberikan
prioritas untuk melakukan pemeriksaan payudara
karena payudara merupakan bagian tubuh yang
vital.
P3:” Merasa itu sesuatu yang penting kak. Harus dilakukan supaya bisa tahu kondisi payudara. Jadi itu sesuatu yang wajar. Bukan hal yang tabu (P3 160).”
“(Merasa itu merupakan sesuatu yang penting. Harus dilakukan agar bisa mengetahui kondisi payudara. Jadi sesuatu yang wajar, bukan hal yang tabu).”
P4 dan P5 lebih memilih menggunakan fasilitas
pelayanan medis seperti rumah sakit atau
puskesmas karena langsung ditangani oleh dokter
yang sudah berpengalaman dan itu juga
merupakan kebiasaan dari keluarga mereka
sehingga tidak pernah menggunakan pengobatan
tradisional.
Bagi P4, kanker payudara bukanlah suatu hal
yang tabu untuk dibicarakan dan menurut P4
pemeriksaan payudara perlu dan sangat benar
untuk dilakukan agar bisa mengetahui tentang
kondisi atau kesehatan payudara karena kanker
payudara tumbuh dan berkembang di dalam tubuh
tanpa disadari.
97
P4:” Sonde pernah pake yang tradisional begitu. Biasa pi dokter sa (P4 265).
Sonde tabu. Haruslah karena kanker tu tumbuh sebenarnya katong sonde sadar sih, tiba-tiba dia su tumbuh sah, su besar baru tahu (P4160).”
“(Tidak pernah menggunakan yang pengobatan tradisional. Biasanya pergi ke dokter saja.
Tidak tabu, harus, karena kanker timbul sebenarnya kita tidak sadar, tiba-tiba sudah tumbuh dan sudah besar kankernya baru disadari).”
P5 juga mengakui bahwa kanker payudara dan
pemeriksaan payudara bukanlah suatu hal yang
tabu untuk dibicarakan. Namun P5 menyakini
bahwa pemeriksaan payudara tidak perlu untuk
dilakukan. Hal ini disebabkan karena P5 malas dan
jika merasa benar-benar sakit barulah melakukan
pemeriksaan.
P5:” Dari kita, kalau pribadi. Tidak perlu. Kalau benar-benar payudara sakit baru pergi periksa. Tapi kalau tidak, malas pergi (P5 155).”
(Menurut pribadi saya, tidak perlu. Jika benar-benar payudara sakit baru melakukan pemeriksaan. Tetapi jika tidak, malas melakukan pemeriksaan).
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat kita
cermati bahwa keyakinan tentang sehat dan sakit
berbeda-beda seorang dengan yang lain. Hal ini
bisa dipengaruhi oleh orang tua, atau keluarga dan
lingkungan tempat tinggal. Kepercayaan tersebut
98
kadang diyakini tanpa ada pembuktian terlebih
dahulu karena hal tersebut sudah menjadi
kebiasaan yang sudah sering dilakukan oleh
keluarga atau masyarakat di lingkungan sekitar.
Kepercayaan atau keyakinan juga dibentuk oleh
pengetahuan, kebutuhan dan kepentingan.
Semakin banyak pengetahuan dan pengalaman
yang diperoleh bisa mengubah keyakinan
seseorang mengenai konsep sehat dan sakit. Hal
ini berarti bahwa orang percaya atau meyakini
sesuatu dapat disebabkan karena ia mempunyai
pengetahuan tentang itu. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa partisipan memiliki
pengetahuan tentang adanya fasilitas pelayanan
kesehatan namun tidak selalu dimanfaatkan untuk
melakukan pengobatan. Terkait dengan masalah
pemeriksaan payudara, partisipan yang mempunyai
pengetahuan dan pengalaman tentang kanker
payudara memiliki keyakinan bahwa pemeriksaan
payudara merupakan suatu hal yang benar dan
baik untuk dilakukan.
99
c. Nilai (values)
Nilai merupakan lapisan ke-3 dari kebudayaan
dan dilandasi oleh keyakinan. Dari nilai yang dimiliki
inilah yang akan dapat diamati melalui perilaku
seseorang. Konsep nilai tidak dapat didefinisikan
dengan sederhana. Nilai bisa dipahami sebagai
keyakinan suatu individu terhadap suatu pemikiran,
tingkah laku maupun kebiasaan yang berpengaruh
terhadap perilaku yang ditampilkan. Nilai juga
merupakan suatu hal yang dianggap baik atau
buruk mengenai sehat dan sakit terutama
mengenai pemeriksaan payudara. Masing-masing
partisipan memiliki nilai yang berbeda-beda
mengenai pemeriksaan payudara.
P1 menyatakan bahwa kanker payudara bisa
disebabkan oleh faktor keturunan yaitu adanya
riwayat kanker payudara dalam keluarga maka
sangat besar kemungkinan untuk terkena kanker
payudara. Namun, bagi P1 dengan menerapkan
pola hidup sehat maka akan terhindar dari penyakit
tersebut.
P1:“ Gak cemas karena E yakin selagi E bisa hidup sehat pasti kan gak mungkin terkena. Pokoknya tergantung pola hidup kitanya aja yang gimana ( P1 185).”
100
(Tidak cemas karena E yakin bahwa saat E masih bisa hidup sehat pasti tidak mungkin terkena. Semua tergantung bagaimana pola hidup kita).
Lain halnya dengan P2, yang belum pernah
mendengar tentang pemeriksaan payudara namun
merasa bahwa hal tersebut sangat baik untuk
dilakukan agar bisa mengetahui kondisi kesehatan
payudara. P2 mengatakan bahwa jika ingin hidup
sehat harus melakukan pemeriksaan dari awal
sebagai bentuk pencegahan terhadap penyakit.
P2: “Kalo menurut C, baik sih kan tong bisa tahu kesehatan tubuh (P2 185).
Kan itu menyangkut diri sendiri jadi kalo mau sehat harus memeriksakan diri sendiri (P2 200).”
(Menurut C, baik dilakukan (pemeriksaan payudara) agar kita bisa mengetahui kesehatan tubuh.
Jadi hal tersebut berkaitan dengan diri sendiri jadi jika ingin sehat harus memeriksakan diri).
P3 memberikan prioritas untuk melakukan
pemeriksaan payudara karena P3 memiliki prinsip
bahwa mencegah lebih baik dari pada mengobati
sehingga saat P3 mendapatkan informasi-informasi
penting mengenai kesehatan maka P3 akan
berusaha untuk menerapkannya karena dengan
tubuh yang sehat maka setiap kegiatan akan
dilakukan dengan optimal. Prinsip yang dimiliki P3
101
dipengaruhi oleh didikan keluarga agar tetap
menjaga kesehatan tubuh supaya tidak sakit dan
merepotkan orang lain. Menurut P3 kanker
payudara itu berawal dari benjolan kecil yang
tumbuh di payudara dan jika sudah parah maka
payudara bisa berwarna merah, bernanah dan
kemudian mengeluarkan bau busuk. P3 memiliki
pengetahuan tentang kanker payudara dan
pemeriksaan payudara karena memiliki riwayat
kanker payudara dalam keluarganya sehingga
saling bertukar informasi dengan ibunya. Selain itu
pengetahuan juga diperoleh dengan membaca
informasi-informasi penting tentang kesehatan
payudara.
P3: “iy, prioritas kak karena bagian payudara itu kan vital toh kak (P3 165).
karena SH punya prinsip, kesehatan itu penting lebih baik mencegah dari pada mengobati. Jadi kesehatan itu wajiblah kak. Hidup tu musti sehat (P3 235)”
(iy, prioritas kaka, karena bagian payudara itu vital.
Karena SH mempunyai prinsip, kesehatan itu penting. Lebih baik mencegah dari pada mengobati. Jadi kesehatn itu wajiblah kak. Hidup itu harus sehat).
Pendapat yang lain dari P4 bahwa,
pemeriksaan payudara merupakan suatu hal yang
penting untuk dilakukan namun P4 tidak
102
memberikan prioritas utama untuk melakukan
pemeriksaan payudara karena bagi P4 ada banyak
hal yang lebih penting yang harus diutamakan
dalam kehidupan. P4 juga tidak punya keinginan
untuk mengetahui tentang pemeriksaan payudara
sehingga jarang bertanya atau berdiskusi dengan
orang lain mengenai hal tersebut. Menurut P4
kanker payudara itu disebabkan karena kebiasaan
mengkonsumsi makanan yang instan.
P4: “kanker sih, penyebabnya, kebiasaan makan makanan instan (P4 145).
Menurut beta, jadi prioritas atau tidak tergantung kondisi yang ada soalnya sakit kan bukan Cuma kanker toh, banyak hal. Kadang-kadang yang betul-betul penting yang harus diprioritaskan itu ada hal lain (P4 205).”
(kanker, penyebabnya, kebiasaan makan yang instan.
Menurut saya, jadi prioritas atau tidak tergantung kondisi yang ada soalnya sakit bukan hanya kanker, tapi banyak hal. Kadang-kadang yang betul-betul penting yang harus diprioritaskan itu ada hal lain).
Pemahaman P5 mengenai kanker payudara
adalah adanya pembengkakan seperti batu di
sekitar payudara. Pendapat yang sangat berbeda
dari P5 yaitu bahwa pemeriksaan payudara
memang penting untuk dilakukan namun P5
memiliki nilai pribadi bahwa jika sudah benar-benar
103
mengalami penyakit kanker payudara barulah akan
memeriksakan diri. Nilai pribadi yang dimiliki P5
terbentuk dari perilakunya ketika mengalami sakit,
maka hanya mendiamkannya saja tanpa
melakukan pengobatan dan jika penyakit yang
dialaminya sudah parah barulah akan berusaha
mencari pelayanan kesehatan.
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat kita
cermati bahwa nilai yang dianut berbeda satu
dengan yang lain. Perbedaan tentang nilai-nilai
pribadi dapat dipengaruhi oleh pengetahuan dan
pengalaman yang dimiliki. Partisipan yang
beranggapan bahwa pemeriksaan payudara
penting untuk dilakukan maka akan diterapkan
dalam kehidupannya, tetapi ada juga partisipan
yang beranggapan bahwa pemeriksaan payudara
penting untuk dilakukan namun tidak memberikan
prioritas untuk hal itu. Ada juga yang sama sekali
tidak peduli dengan kesehatan payudara sehingga
tidak memberikan prioritas untuk hal tersebut. Nilai
terbentuk bukan hanya dari keyakinan pribadi
tentang kesehatan melainkan juga berasal dari
didikan keluarga.
104
d. Perilaku (behavior)
Perilaku merupakan lapisan paling luar dari
kebudayaan dan sebagai hasil akhir dari
pandangan dunia (world view), keyakinan (beliefs)
dan nilai (values) yang dimiliki seseorang yang
dapat diamati. Dengan kata lain, perilaku
merupakan keseluruhan pemahaman dan aktivitas
seseorang yang merupakan hasil bersama antara
faktor internal dan eksternal. Menurut Bloom (1908)
dalam Notoatmodjo (2010) perilaku dibedakan
dalam tiga bagian yaitu pengetahuan (knowledge),
sikap (attitude), tindakan/praktik (practice). Berikut
penjelasan mengenai perilaku pemeriksaan
payudara masing-masing partisipan.
Tabel 3. Perilaku Pemeriksaan Payudara Partisipan
Partisipan Perilaku Pengetahuan Sikap Praktik
P1 Tahu tentang pemeriksaan payudara.
Pemeriksaan payudara merupakan suatu hal yang penting untuk dilakukan.
Melakukan pemeriksaan payudara sendiri, 1 kali periksa ke dokter.
P2 Tidak tahu tentang pemeriksaan payudara
Pemeriksaan payudara adalah baik dan penting untuk dilakukan.
Tidak pernah melakukan pemeriksaan payudara.
P3 Tahu tentang pemeriksaan payudara.
Mau melakukan dan memberikan prioritas untuk pemeriksaan payudara.
2 kali dalam sebulan melakukan pemeriksaan payudara sendiri.
105
P4 Tidak tahu tentang pemeriksaan payudara.
Bukanlah suatu hal yang harus diprioritaskan.
Tidak pernah melakukan pemeriksaan payudara.
P5 Tahu tentang pemeriksaan payudara.
Tidak mau melakukan pemeriksaan payudara.
Tidak pernah melakukan pemeriksaan payudara.
Berdasarkan tabel diatas dapat dijelaskan
bahwa P1 melakukan pemeriksaan payudara
meskipun jarang karena merasa yakin tidak akan
mengalami penyakit kanker payudara serta tidak
ada niat, namun P1 pernah sekali melakukan
pemeriksaan payudara ke dokter saat melakukan
pemeriksaan kesehatan untuk tes masuk SMA.
Setelah itu tidak pernah lagi melakukan
pemeriksaan ke dokter. Pemeriksaan payudara
sendiri dilakukan oleh P1 jika diingatkan oleh
ibunya, karena dalam keluarga P1 memiliki riwayat
kanker payudara. Pemeriksaan payudara sendiri
dilakukan saat mandi, dengan mencari adanya
benjolan atau tidak di payudara. Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi P1 jarang melakukan
pemeriksaan payudara yaitu merasa tidak nyaman
(geli), malas atau tidak ada niat, merasa yakin tidak
akan terkena atau mengalami penyakit kanker. Hal
106
ini menunjukkan bahwa nilai-nilai pribadi yang
dimiliki oleh individu sangat berpengaruh terhadap
tindakan yang akan dilakukannya.
Lain halnya dengan P2 yang belum pernah
sama sekali melakukan pemeriksaan payudara ke
dokter maupun pemeriksaan sendiri. Saat
wawancara peneliti menjelaskan sedikit tentang
pemeriksaan payudara dan setelah tahu mengenai
hal tersebut P2 mempunyai keinginan untuk
melakukan pemeriksaan sendiri dan merasa bahwa
pemeriksaan payudara merupakan suatu hal baik
yang perlu dilakukan. Beberapa hal yang
menyebabkan P2 tidak melakukan pemeriksaan
payudara adalah kurangnya informasi mengenai
pemeriksaan payudara karena di lingkungan tempat
tinggal P2 , di Papua belum pernah ada penyuluhan
mengenai kanker payudara maupun pemeriksaan
payudara, sehingga merupakan suatu hal baru
bagi P2 dan timbul perasaan malu jika harus
memeriksakan diri ke dokter. Selain karena
kurangnya informasi, perilaku P2 juga dipengaruhi
oleh kebiasaan masyarakat setempat yang kurang
peduli dengan kesehatan sehingga saat penyakit
107
yang dialami sudah parah barulah memeriksakan
diri ke dokter atau rumah sakit.
Perilaku yang berbeda juga ditunjukkan oleh
P3 yang memiliki prinsip mencegah lebih baik dari
pada mengobati sehingga P3 selalu berusaha
untuk menjaga kesehatannya, terutama mengenai
kesehatan payudara. Hal ini dibuktikan dengan
selalu melakukan pemeriksaan payudara sendiri 2
kali dalam sebulan. Pemeriksaan payudara
dilakukan karena kesadaran sendiri dan kadang-
kadang juga diingatkan oleh ibunya, sedangkan
pemeriksaan ke dokter belum pernah dilakukannya.
P3 cukup tahu dan mengerti tentang penyakit
kanker payudara dan pemeriksaan payudara
karena ada riwayat keluarga yang menderita kanker
payudara. Sehingga ada kesadaran untuk tetap
menjaga kesehatan dengan menerapkan pola
hidup sehat yaitu pola makan yang teratur,
mengkonsumsi makanan yang direbus, minum
susu, istirahat yang cukup dan lain-lain. Perilaku P3
bertolak belakang dengan perilaku sebagian
masyarakat di lingkungannya (Ambon) yang masih
beranggapan bahwa kesehatan payudara
108
merupakan suatu hal yang tabu sehingga kurang
memperhatikan atau melakukan tindakan
pencegahan dini. Penyebabnya adalah informasi
yang masih kurang. Hal ini menunjukkan bahwa
perilaku sehat individu lebih banyak dipengaruhi
oleh lingkungan keluarga yang merupakan
lingkungan yang paling dekat dengan individu.
P4 mempunyai perilaku yang berbeda juga
mengenai pemeriksaan payudara. P4 belum pernah
melakukan pemeriksaan payudara sendiri maupun
pemeriksaan ke dokter. Hal ini disebabkan karena
kurangnya informasi mengenai pemeriksaan
payudara, merasa diri sehat, tidak memiliki riwayat
penyakit kanker payudara dalam keluarganya
sehingga malas untuk melakukan pemeriksaan dan
sebenarnya P4 mempunyai keinginan untuk
memeriksakan payudara ke dokter namun tidak
tahu harus periksa kemana dan karena
pemeriksaan payudara itu merupakan sesuatu yang
sensitif bagi seorang wanita maka pemeriksaan
harus dilakukan oleh dokter wanita. P4 termasuk
orang yang kurang peduli atau cuek dengan
kesehatan pribadinya meskipun selalu ada
109
dukungan positif dari keluarga untuk tetap
mempertahankan kesehatan, sehingga P4 tidak
memberikan prioritas untuk melakukan
pemeriksaan payudara karena bagi P4, ada hal lain
yang lebih penting untuk diprioritaskan selain
pemeriksaan payudara. Hal diatas menjelaskan
bahwa perilaku seseorang terbentuk dari keyakinan
dan nilai pribadi yang dimiliki namun seringkali tidak
sesuai antara keyakinan dengan nilai pribadi yang
dimiliki.
Hal yang sama juga terjadi pada P5 yang
belum pernah melakukan pemeriksaan payudara
sendiri maupun pemeriksaan payudara ke dokter.
Hal ini disebabkan karena kurangnya informasi dan
memang tidak punya keinginan untuk mengetahui
informasi tentang kesehatan payudara. Meskipun
belum pernah sama sekali melakukan pemeriksaan
payudara namun setelah tahu, dia akan berusaha
untuk melakukan pemeriksaan payudara sendiri .
Berikut pernyataan masing-masing partisipan:
P1: “ itu waktu mau masuk ke sekolah farmasi, SMA kan trus ikut tes kesehatan, sama dokternya itu diperiksa (P1 195).
ha’ a pernah. Kadang-kadang kalo ingat periksa sendiri itu karena kasusnya sepupu saya itu yang kanker. Karena sepupu saya
110
yang kanker itu justru mama saya yang lebih cemas, karena itu kan penyakit keturunan jadi mama saya bilang, coba itu periksa ntar kayak mba D takutnya udah parah kayak punya nya D (sepupu E yang kanker payudara (205).
yah, paling waktu mandi itu cuma di pegang aja ada benjolan atau gak. Gitu aja (P1 215).”
(saat itu mau masuk ke sekolah farmasi, SMA. Kemudian melakukan tes kesehatan. Oleh dokter, diperiksa.
Iya pernah. Kadang-kadang ingat untuk melakukan pemeriksaan sendiri karena kasus sepupu saya yang kanker. Karena sepupu saya yang kanker, ibu saya yang lebih cemas, karena itu merupakan penyakit keturunan jadi ibu saya mengatakan, coba diperiksa nanti seperti mbak D. takutnya jika sudah parah seperti mabak D.
Yah, biasanya saat mandi. Cuma dipegang ada benjolan atau tidak. Itu saja).
P2: “Belum pernah karena memang tidak tahu
kaka (P2 150) kalo periksa sendiri, tidak apa-apa. Kan
tong punya sendiri tapi macam kalo dokter yang periksa, aduh.., malu. Hehehehe (P2 160).”
(Belum pernah karena memang tidak tahu kaka.
jika periksa sendiri tidak mengapa, karena milik kita sendiri tetapi jika dokter yang periksa, malu).
P3: “Blum pernah periksa ke dokter kak. Cuma
palingan sering didepan kaca trus angkat tangan liat ada benjolan tidak kak. Itu sih (P3 185)
Itu sih biasa sebulan sekitar 2 kali (P3 190).”
(belum pernah periksa ke dokter. Biasanya sering di depan cermin, lalu mengangkat tangan dan melihat adanya benjolan atau tidak. Itu saja.
111
Biasanya sebulan 2 kali). P4: “sonde tahu dan malas. Hehehe.. sangat-sangat penting. Sebenarnya
kepingin periksa tapi sonde tahu tempat periksanya dimana? Kadang ke dokter ju dokter yang bagaimana dulu karena kermana e.. itu termasuk penyakit yang sensitif ju (P4 170-175).”
(Tidak tahu dan malas. Sangat-sangat penting. Sebenarnya punya
keinginan untuk melakukan pemeriksaan ke dokter tetapi tidak tahu tempat untuk melakukan pemeriksaan. Jika ke dokter pun, dokter yang seperti apa karena termasuk penyakit yang sensitif juga).
P5: “Tidak pernah, malas tahu juga yang begitu
(P5 150). dari kita, kalau pribadi. Tidak perlu. Karena
soalnya pasti sakit baru periksa, kalau benar-benar payudara sakit baru pergi periksa. Tapi kalu tidak, malas pergi (P5 155).”
(Tidak pernah, malas mengetahui hal-hal seperti itu.
Menurut pribadi saya, tidak perlu. Karena jika sakit barulah melakukan pemeriksaan, jika benar-benar payudara sakit baru pergi melakukan pemeriksaan. Tetapi jika tidak, malas pergi).
Berdasarkan hasil penelitian yang ada,
menunjukkan bahwa ada 2 faktor yang
mempengaruhi terbentuknya perilaku yaitu faktor
dari dalam diri (internal) dan faktor dari luar
(eksternal). Perilaku terbentuk karena faktor internal
yaitu dipengaruhi oleh keyakinan dan nilai pribadi
yang dimiliki, pengetahuan dan pengalaman, serta
112
kemauan untuk mencari informasi penting
mengenai kesehatan. Sedangkan faktor
eksternalnya dipengaruhi oleh lingkungan keluarga
dan lingkungan masyarakat berupa dukungan
positif dari keluarga dan kurangnya informasi
masyarakat tentang pemeriksaan payudara juga
turut berpengaruh terhadap perilaku individu.
Terdapat juga beberapa faktor yang
mempengaruhi partisipan dalam melakukan
pemeriksaan payudara yaitu:
a. Faktor yang mempengaruhi partisipan untuk
melakukan pemeriksaan payudara:
- Merasa bahwa payudara merupakan
bagian yang vital dari tubuh manusia
sehingga perlu untuk dijaga
kesehatannya.
- Dukungan positif dari orang-orang
terdekat (ibu).
- Mempunyai keluarga yang mengalami
kanker payudara (memiliki riwayat kanker
payudara).
b. Faktor yang mempengaruhi partisipan tidak
melakukan pemeriksaan payudara:
113
- Tidak adanya niat atau malas
- Malu
- Merasa yakin tidak akan terkena kanker
payudara karena tidak ada riwayat
kanker payudara dalam keluarga.
- Merasa tidak nyaman (geli)
- Kurangnya informasi atau bahkan tidak
tahu sama sekali tentang pemeriksaan
payudara.
- Kurang peduli mengenai kesehatan
payudara.
Dari penjelasan diatas dapat kita lihat bahwa
masih adanya budaya “malu” yang menjadi faktor
tidak dilakukannya pemeriksaan payudara.
Perasaan malu atau tidak saling terbuka untuk
membicarakan tentang pemeriksaan payudara
kepada orang lain dipengaruhi oleh kebiasaan
masyarakat dilingkungan sekitarnya yang
cenderung tertutup dan menolak membicarakan
mengenai masalah kesehatan yang dialami,
terlebih yang berhubungan dengan payudara yang
dianggap sangat pribadi atau tabu untuk
dibicarakan. Malu membicarakan mengenai
114
pemeriksaan payudara bisa menjadi suatu
masalah yang lebih besar jika ternyata ditemukan
bahwa individu tersebut mengalami kanker
payudara. Ketidakterbukaan dalam membicarakan
masalah kesehatan juga dipengaruhi oleh
kurangnnya pengetahuan tentang kesehatan, tidak
ingin membebani atau merepotkan orang lain
dengan membicarakan masalah kesehatannya dan
persepsi mengenai sehat bahwa sehat atau
kesehatan merupakan suatu perubahan yang
dialami oleh orang sakit menjadi sembuh dan
kembali sehat. Pandangan yang seperti ini perlu
diubah karena masyarakat akan beranggapan
bahwa sehat merupakan kondisi dimana orang
sakit menjadi sembuh dan kembali sehat. Jadi
perlu untuk diberikan penjelasan bahwa kesehatan
adalah bagaimana cara mempertahankan atau
menjaga diri agar tetap sehat dan terhindar dari
penyakit serta memberikan jaminan kepada orang
sehat jika mengalami sakit. Hal ini sebagai bentuk
tindakan preventif terhadap suatu penyakit dalam
konteks ini adalah mengetahui lebih dini adanya
115
kanker payudara sehingga mempermudah dalam
penanganan atau pengobatannya.
4.3 Pembahasan
4.3.1 Pandangan dunia (World view)
Pandangan dunia merupakan suatu dasar atau
landasan untuk membimbing kehidupan rohani dan
jasmani. Pandangan dunia adalah juga filsafat hidup.
Jadi pandangan dunia dapat merupakan keseluruhan
garis dan kecenderungan jalan-jalan dan nilai-nilai
yang akan dicapai untuk landasan semua dimensi
kehidupan. Dari pandangan dunia ini terpancar
perbuatan, kata-kata dan tingkah laku dan cita-cita,
sikap, dorongan atau tujuan yang akan dicapai.
Pandangan dunia bukan timbul seketika atau dalam
waktu yang singkat saja, melainkan melalui proses
waktu yang lama dan terus menerus, sehingga hasil
pemikiran itu dapat teruji kebenarannya. Pandangan
dunia (World View) merupakan suatu pemahaman
seseorang mengenai suatu sesungguhnya yang nyata
atau tidak. Dalam hal ini mengenai pemahaman
partisipan tentang konsep sehat dan sakit serta
pandangan tentang pemeriksaan payudara.
116
Di dalam masyarakat terdapat beraneka ragam
konsep sehat dan sakit. Pernyataan sehat dan sakit
dari masing-masing partisipan merupakan
pemahaman berdasarkan apa yang mereka alami
tentang sehat dan sakit. Secara umum dapat
dinyatakan bahwa persepsi masing-masing partisipan
lebih menunjukkan kepada suatu kondisi tubuh yang
tidak terganggu sehingga masih bisa beraktivitas
dengan baik. Sebaliknya, saat aktivitas yang dilakukan
terganggu karena kondisi tubuh yang tidak sehat,
disitulah partisipan merasa tubuhnya dalam keadaan
sakit. Menurut Notoatmodjo (2010), ada beberapa
kombinasi alternatif untuk menggambarkan persepsi
seseorang tentang sehat dan sakit. Dalam salah satu
kombinasi aternatif tersebut menggambarkan
seseorang mendapatkan serangan penyakit (secara
klinis), tetapi orang itu sendiri tidak merasa sakit atau
mungkin tidak dirasakan sebagai sakit. Oleh karena itu
mereka tetap menjalankan kegiatannya sehari-hari
sebagaimana orang sehat. Berdasarkan hal tersebut
maka keluar suatu konsep sehat masyarakat yaitu
bahwa sehat adalah orang yang dapat bekerja atau
menjalankan pekerjaannya sehari-hari, dan keluar juga
117
konsep sakit, dimana dirasakan oleh seseorang yang
sudah tidak dapat menjalankan pekerjaannya sehari-
hari. Kebanyakan sumber ilmiah sepakat bahwa
definisi kesehatan apapun harus mengandung paling
tidak komponen biomedis, personal, dan sosiokultural
(Smet, 1994 dalam Maulana. 2009).
Pandangan dan persepsi masing-masing individu
mengenai pemeriksaan payudara merupakan suatu
hal yang nyata dan terjadi di dalam masyarakat.
Pengetahuan dan pengalaman tentang kanker
payudara dan pemeriksaan payudara mempengaruhi
persepsi atau pandangan dunia individu. Hal ini
disesuaikan dengan pernyataan bahwa persepsi
individu tentang sehat dan merasa sakit sangat
bervariasi dan dibentuk oleh pengalaman,
pengetahuan, nilai dan harapan-harapan (Ewles dan
Simnet, 1994 dalam Maulana). Pengetahuan yang
terbentuk pada dasarnya merupakan warisan budaya,
yang diturunkan dari generasi ke generasi. Hal ini juga
akan mempengaruhi mereka selanjutnya serta jenis
perawatan yang dicari ketika mengalami sakit.
Pandangan atau persepsi masyarakat tentang
sehat dan sakit berbeda pada tiap kelompok
118
masyarakat. Jadi individu sosial-budaya yang sama
akan mengenal, menilai dan bereaksi terhadap kondisi
sakit dalam pola yang sama, sedangkan individu dari
sosial-budaya yang berbeda juga akan berbeda
(Notoatmodjo. 2010).
4.3.2 Keyakinan (Beliefs)
Keyakinan atau kepercayaan disini tidak ada
hubungannya dengan hal-hal yang gaib, tetapi
hanyalah keyakinan bahwa sesuatu itu benar atau
salah. Berdasarkan hasil penelitian dapat kita cermati
bahwa ada perbedaan keyakinan masing-masing
partisipan terhadap kesehatan pribadinya. P1 lebih
memilih melakukan pengobatan dengan
menggunakan tanaman tradisional. P2 lebih memilih
penanganan penyakitnya dilakukan di rumah. P3 juga
memiliki keyakinan untuk melakukan pengobatan ke
rumah sakit maupun puskesmas karena pengobatan
yang diperoleh lebih pasti. Namun ada beberapa
penyakit tertentu yang masih bisa diatasi di rumah
maka akan ditangani di rumah. Berbeda dengan P4
dan P5 yang lebih memilih menggunakan fasilitas
pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dan
119
puskesmas ketika mereka mengalami sakit. Hal ini
merupakan kebiasaan dari keluarga mereka dan
pengobatan di rumah sakit lebih dapat dipercaya
karena sudah ada dokter yang lebih berpengalaman.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Notoadmodjo
(2010), kepercayaan atau keyakinan sering dapat
bersifat rasional atau irasional. Kepercayaan atau
keyakinan yang rasional apabila keyakinan orang
terhadap sesuatu tersebut masuk akal. Orang percaya
bahwa dokter pasti dapat menyembuhkan
penyakitnya. Hal ini adalah rasional karena memang
dokter tersebut telah bertahun-tahun belajar ilmu
kedokteran atau penyembuhan penyakit. Sebaliknya
seorang mempunyai kepercayaan irasional bila ia
mempercayakan air putih yang diberi mantera oleh
seorang dukun, bisa menyembuhkan penyakitnya.
Upaya untuk mencari pelayanan kesehatan juga
berbeda antara masing-masing partisipan. Pelayanan
kesehatan didirikan berdasarkan asumsi bahwa
masyarakat membutuhkannya. Namun kenyataannya
masyarakat baru mau mencari pengobatan (pelayanan
kesehatan) setelah benar-benar tidak dapat berbuat
apa-apa. Hal ini pun bukan berarti mereka harus
120
mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas kesehatan
modern (puskesmas dan sebagainya), tetapi juga ke
fasilitas pengobatan tradisional (dukun dan
sebagainya) yang kadang-kadang menjadi pilihan
pertama masyarakat.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa semua
partisipan tidak merasa tabu dengan kanker payudara
dan pemeriksaan payudara. Hanya partisipan 2 saja
yang belum terbiasa mendengar tentang pemeriksaan
payudara. Kanker payudara bukanlah sesuatu yang
tabu untuk dibicarakan karena sudah banyak kasus
mengenai kanker payudara sehingga masing-masing
partisipan sudah mengetahui dan terbiasa mendengar
tentang kanker payudara serta beberapa partisipan
yang memiliki riwayat kanker payudara, mereka cukup
tahu tentang kanker payudara. Sedangkan untuk
pemeriksaan payudara, beberapa partisipan sama
sekali tidak mengetahui tentang pemeriksaan
payudara karena kurang informasi, dan beberapa
partisipan yang mengetahui tentang kanker payudara
karena memiliki riwayat kanker payudara dalam
keluarganya. Keyakinan P1, P2, P3, P4 bahwa
pemeriksaan payudara merupakan hal yang benar dan
121
penting untuk dilakukan. Hal ini dipengaruhi oleh
pengetahuan dan pengalaman tentang kanker
payudara. Hal ini sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa Kepercayaan atau keyakinan
dibentuk oleh pengetahuan, kebutuhan dan
kepentingan. Hal ini dimaksudkan bahwa orang
percaya kepada sesuatu dapat disebabkan karena ia
mempunyai pengetahuan tentang itu. Kepercayaan
atau keyakinan yang tidak didasarkan pada
pengetahuan yang benar akan menyebabkan
kesalahan bertindak (Notoatmodjo, 2010)
Menurut Rosenstoch (1974) dalam Perry & Potter
(2005) menyatakan hubungan antara keyakinan
seseorang dengan perilaku yang ditampilkan. Model
keyakinan-kesehatan (Health Belief Model), memiliki
beberapa komponen yaitu, komponen pertama adalah
persepsi individu tentang kerentanan dirinya terhadap
suatu penyakit. Komponen yang kedua adalah
persepsi individu terhadap keseriusan penyakit
tersebut. persepsi ini dipengaruhi oleh faktor
demografi (umur, jenis kelamin, latar belakang
budaya), sosiopsikologis (kepribadian, kelas sosial,
tekanan sosial), faktor struktural (pengetahuan dan
122
pengalaman sebelumnya), perasaan terancam oleh
penyakit , dan tanda-tanda untuk bertindak.
Komponen ketiga adalah dimana seseorang mungkin
akan mengambil tindakan preventif untuk tetap
mempertahankan kesehatannya.
4.3.3 Nilai
Perry & Potter (2005) menyatakan bahwa Nilai
adalah keyakinan yang mendasari seseorang
melakukan tindakan dan tindakan itu kemudian
menjadi suatu standar atas tindakan yang selanjutnya.
Nilai yang dimiliki oleh masing-masing pribadi
menentukan mana yang baik dan mana yang buruk
mengenai kesehatan pribadinya.
Mencermati dari hasil penelitian yang ada maka
dapat diketahui ada perbedaan nilai pribadi antar
masing-masing partisipan. P1 memiliki nilai bahwa
hidup sehat maka akan terhindar dari penyakit,
sehingga P1 berusaha melakukan pencegahan
dengan pemeriksaan payudara. Berbeda dengan P2
yang sama sekali tidak mengetahui tentang
pemeriksaan payudara namun merasa bahwa hal
tersebut baik untuk dilakukan karena P2 memiliki nilai
123
bahwa jika ingin hidup sehat maka harus melakukan
pencegahan sedini mungkin. Lain halnya dengan P3
yang memberikan prioritas terhadap pemeriksaan
payudara karena P3 memiliki nilai pribadi bahwa
mencegah lebih baik dari pada mengobati sehingga
P3 merasa pemeriksaan payudara sangat penting dan
hal tersebut dinyatakan dalam kehidupannya dengan
melakukan pemeriksaan payudara. Hal tersebut
merupakan bentuk nilai positif yang dimiliki untuk terus
mempertahankan kesehatan pribadinya. P4 yang
memiliki nilai bahwa kesehatan harus menjadi prioritas
utama selama hidup namun semua tergantung dari
situasi dan kondisi yang dilami. Menurut P4
pemeriksaan payudara sangat penting untuk dilakukan
namun P4 tidak memberikan prioritas terhadap hal
tersebut karena ada hal lain yang lebih penting yang
harus diprioritaskan. Berbeda dengan P5 yang
memiliki pendapat bahwa pemeriksaan payudara
sangat penting untuk dilakukan namun tidak perlu
untuk melakukan pemeriksaan payudara. hal ini
dipengaruhi oleh nilai pribadi P5 bahwa pemeriksaan
akan dilakukan jika sudah mengalami sakit.
124
Berdasarkan hasil penelitian dapat kita lihat
bahwa nilai yang dianut oleh masing-masing partisipan
berpengaruh dalam berbagai dimensi kehidupan
seperti dimensi budaya, psikologi dan fisiologi manusia
yang juga mempengaruhi kondisi kesehatan mereka.
Hal ini disesuaikan dengan pernyataan nilai yang
mempengaruhi tingkah laku dapat bersifat sadar
maupun tidak sadar. Seorang individu dapat
mengekspresikan nilai secara terbuka ataupun dengan
menunjukan tingkah laku verbal dan nonverbal.
Sebagian besar orang secara sadar menyadari bahwa
hanya beberapa nilai utama yang dapat dianggap
sebagai sesuatu yang penting dalam kehidupan
mereka (Perry & Potter, 2005).
Berdasarkan pernyataan partisipan tentang nilai
pribadi yang dimiliki maka disesuaikan dengan
pernyataan Uustal (dalam Perry & Potter, 2005) yang
merangkum elemen umum dalam definisi nilai yaitu
adanya komponen kognitif, selektif, afektif dan
tindakan, sehingga seseorang berpikir, memilih,
merasa dan bertindak berdasarkan kepentingan nilai
pribadi. Nilai individu merefleksikan kebutuhan
personal, budaya dan pengaruh sosial serta hubungan
125
dengan orang tertentu. Nilai terbentuk dalam
lingkungan sosial dimana latar belakang pendidikan,
sosial ekonomi, spiritual, dan budaya yang bervariasi.
4.3.4 Perilaku
Perilaku pemeriksaan payudara yang nyata dari
ke-5 partisipan berbeda-beda satu dengan yang lain.
P1 pernah melakukan pemeriksaaan payudara ke
dokter dan pernah juga melakukan pemeriksaan
payudara sendiri. Namun jarang dilakukan lagi. P2
sama sekali belum pernah melakukan pemeriksaan
payudara ke dokter maupun pemeriksaan payudara
sendiri. Berbeda dengan P3 yang selalu melakukan
pemeriksaan payudara sendiri secara rutin dua kali
dalam sebulan, meskipun belum pernah melakukan
pemeriksaan payudara ke dokter. P4 & P5 belum
pernah melakukan pemeriksaan payudara sendiri
maupun pemeriksaan payudara ke dokter.
Penjelasan diatas dapat disesuaikan dengan teori
terbentuknya perilaku oleh Sulzer, Mayer (1977) dalam
Notoatmodjo (2010) yaitu teori ABC yang
mengungkapkan bahwa perilaku adalah suatu proses
dan sekaligus hasil interaksi antara:
126
- Antecedent (suatu pemicu yang menyebabkan
seseorang berperilaku, yakni kejadian-kejadian di
lingkungan sekitar). Dalam hal ini adanya riwayat
kanker payudara sebagai pemicu untuk berperilaku
dengan berusaha menjaga kesehatan pribadinya.
- Behavior (reaksi atau tindakan terhadap adanya
antecedent tersebut).
- Concequences (kejadian selanjutnya yang mengikuti
perilaku tersebut atau konsekuensi). Bentuk
konsekuensinya ada yang positif (menerima, dalam
hal ini mengulang perilaku tersebut) dan negatif
(menolak) yang berarti tidak mengulang perilaku
tersebut atau berhenti.
Dari penjelasan diatas dapat kita sesuaikan
dengan pernyataan Notoatmodjo (2010) yang
mengatakan bahwa perilaku seseorang atau
masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh
pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan
sebagainya dari orang atau masyarakat yang
bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas,
sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap
kesehatan juga mendukung dan memperkuat
terbentuknya perilaku. Perilaku merupakan suatu
127
bentuk tindakan nyata yang ditunjukkan oleh seorang
individu. Green Laurence menganalisis perilaku
manusia dari tingkat kesehatan, dibentuk oleh 3 faktor
antara lain :
1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors)
yang terwujud dalam pengetahuan, sikap,
kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan
sebagainya.
2. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang
terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak
tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana
kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-
alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya.
3. Faktor-faktor pendorong (renforcing factors), yang
terwujud dalam sikap dan perilaku petugas
kesehatan atau petugas lain, yang merupakan
kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
Berdasarkan hasil penelitian yang ada,
menunjukkan adanya beberapa faktor yang
mempengaruhi partisipan dalam melakukan
pemeriksaan payudara yaitu: merasa bahwa payudara
merupakan bagian yang vital dari tubuh manusia
sehingga perlu untuk dijaga kesehatannya,
128
pemeriksaan dilakukan karena memiliki riwayat kanker
payudara dan jika diingatkan oleh orang-orang
terdekat. Adapun hal-hal yang menyebabkan
partisipan tidak melakukan pemeriksaan payudara
diantaranya adalah tidak adanya niat atau malas,
malu, merasa yakin tidak akan terkena kanker
payudara karena tidak ada riwayat kanker payudara
dalam keluarga, merasa tidak nyaman (geli),
kurangnya informasi atau bahkan tidak tahu sama
sekali tentang pemeriksaan payudara, dan kurang
peduli mengenai kesehatan payudara
Faktor-faktor diatas dapat disesuaikan dengan
teori “Behavior Intention” yang dikembangkan oleh
Snehendu Kar (dalam Notoatmodjo, 2010) yang
menyatakan bahwa perilaku kesehatan seseorang
atau masyarakat ditentukan oleh niat orang terhadap
objek kesehatan, ada atau tidaknya dukungan dari
masyarakat sekitarnya, ada atau tidaknya informasi
tentang kesehatan, kebebasan dari individu untuk
mengambil keputusan atau bertindak, dan situasi yang
memungkinkan ia berperilaku/ bertindak.
Berdasarkan hasil penelitian dan penjelasan teori-
teori maka dapat disimpulkan bahwa perilaku setiap
129
individu berbeda satu dengan yang lainnya karena
masing-masing individu mempunyai persepsi,
keyakinan atau kepercayaan dan nilai yang berbeda
sehingga perilaku yang dimunculkan juga berbeda. Hal
ini tidak terlepas dari pengaruh lingkungan sosial
budaya dan pendidikan seseorang. Perilaku ,
kebiasaan, nilai-nilai, dan penggunaan sumber-sumber
di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu
pola hidup yang pada umumnya disebut kebudayaan.
Kebudayaan merupakan cara menjalani hidup dari
suatu masyarakat yang diturunkan pada anggota
masyarakatnya dari generasi ke generasi berikutnya.
Masyarakat diperkenalkan pada adanya baik-buruk,
benar-salah dan adanya harapan-harapan hidup.
Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang lama
sebagai akibat dari kehidupan suatu masyarakat
bersama. Kebudayaan selalu berubah, baik lambat
ataupun cepat, sesuai dengan peradaban umat
manusia sehingga mempunyai pengaruh yang dalam
terhadap perilaku manusia.