bincang memanfaatkan peluang lewat cob - bpjs kesehatan · direktur pelayanan mandiri inhealth,...

12
Edisi XXII Tahun 2015 INFOBPJS Kesehatan Media Internal Resmi BPJS Kesehatan Proses Pendaſtaran PBPU 14 Hari Dorong Masyarakat Mendaftar Sebelum Sakit Memanfaatkan Peluang Lewat COB Wahyu Handoko (Direktur Operasional Mandiri Inhealth) BINCANG

Upload: lymien

Post on 06-Apr-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Edisi XXII Tahun 2015

INFOBPJSKesehatan Media Internal Resmi BPJS Kesehatan

Proses Pendaftaran PBPU 14 Hari Dorong Masyarakat Mendaftar Sebelum Sakit

Memanfaatkan Peluang Lewat COBWahyu Handoko (Direktur Operasional Mandiri Inhealth)

BINCANG

CEO Message

Pengarah

Fachmi IdrisPenanggung Jawab

Purnawarman Basundoro Pimpinan Umum

IkhsanPimpinan Redaksi

Irfan HumaidiSekretaris

Rini RachmitasariSekretariat

Ni Kadek M. DeviEko Yulianto

Paramitha SucianiRedaktur

Diah IsmawardaniElsa Novelia

Ari Dwi AryaniAsyraf Mursalina

Budi SetiawanDwi Surini

Tati Haryati DenawatiAngga Firdauzie

Juliana RamdhaniDistribusi dan Percetakan

BasukiAnton Tri WibowoAhmad Tasyrifan

Ezza Fauziah Aulatun NisaRanggi Larrisa

Buletin diterbitkan oleh:

BPJS KesehatanJln. Letjen Suprapto PO BOX

1391/JKT Jakarta PusatTlp. (021) 4246063, Fax. (021)

4212940

Redaksi

Redaksi menerima tulisan artikel/opini berkaitan dengan tema seputar Askes

maupun tema-tema kesehatan lainnya yang relevan dengan pembaca yang ada

di Indonesia. Panjang tulisan maksimal 7.000 karakter (termasuk spasi),

dikirimkan via email ke alamat: [email protected] dilengkapi

identitas lengkap dan foto penulis

DAFTAR ISI

SURAT PEMBACAemail : [email protected] Fax : (021)

4212940

3

6

7

8

10INFO BPJS

KesehatanEDISI XXII TAHUN 2015

SALAM REDAKSI

9

11

5

Pembaca setia Info BPJS Kesehatan, Untuk meningkatkan pelayanan pada calon peserta agar terlayani dengan baik, mulai 1 Juni 2015 berdasarkan Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pembayaran Iuran Bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja, proses pendaftaran kepesertaan BPJS Kesehatan menjadi 14 (empat belas) hari kalender.

Peraturan waktu proses pendaftaran 14 hari ini dibuat karena proses teknis yang harus dilalui untuk memastikan administrasi kepesertaan berjalan baik membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Penjelasan mengenai hal tersebut akan disampaikan pada rubrik FOKUS edisi kali ini. Informasi lain seperti perubahan persentase iuran untuk pekerja penerima upah serta bagaimana implementasi Coordination of Benefit (COB) dilakukan seiring dengan adanya Surat Edaran Direktur Pelayanan terbaru mengenai COB, akan dibahas tuntas dalam rubrik FOKUS.

Implementasi COB juga akan diperdalam dalam rubrik BINCANG yang akan menghadirkan wawancara dengan Direktur Pelayanan Mandiri Inhealth, sebagai mitra asuransi COB yang sejak pertama kali mengawal dan mendukung implementasi COB yang diselenggarakan BPJS Kesehatan.

Dalam rubrik Benefit Info BPJS Kesehatan juga akan membahas bagaimana pilot project mengenai Kapitasi Berbasis Kompetensi (KBK) rencananya akan dilakukan di Puskesmas Kota Padang dan Puskesmas Kota Pekanbaru. Penerapan KBK ini diharapkan dapat mendorong efektifitas dana kapitasi bagi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Dan di rubrik Pelanggan Info BPJS Kesehatan akan membahas mengenai Program Rujuk Balik yang diharapkan manfaatnya dapat dimaksimalkan bagi peserta penyakit kronis.

Seiring dengan penerbitan Info BPJS Kesehatan, kami mengucapkan terima kasih atas berbagai dukungan dan tanggapan atas terbitnya media ini. Semoga kehadiran media ini dapat menjadi jembatan informasi yang efektif bagi BPJS Kesehatan dan stakeholder-stakeholder-nya. Selamat beraktivitas.

Redaksi

Yth. RedaksiSelamat pagi. Beberapa hari lalu saya melakukan pendaftaran BPJS KESEHATAN secara online dan

berhasil. Kemudian saya download nomor pembayaran Virtual Account nya. Tapi masalahnya dalam waktu 1x24

jam saya tidak dapat melakukan proses pembayaran dikarenakan didaerah kami tidak ada mesin ATM.

Pertanyaannya bisa tidak saya aktifkan lg nomor Virtual Account nya dan saya lakukan pembayaran hari ini?

Agus Praptiono, S. Pd masagus****@xxxx.yyy

Jawab : Yth. Bapak Agus Praptiono

di tempat

Pertama kami ucapkan terima kasih atas perhatian Bapak kepada BPJS Kesehatan. Menjawab pertanyaan

Bapak, sesuai dengan Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 1 Tahun 2015 yang mulai berlaku 1 Juni

2015 lalu, pembayaran VA tersebut dapat dilakukan pada hari ke-14 (hari kalender) setelah melakukan

pendaftaran. Adapun kartu e-ID Bapak dapat langsung aktif dan dapat digunakan memperoleh pelayanan

kesehatan pada hari ke-14 tersebut.

Demikian kami sampaikan, semoga membantu dan sehat selalu.

Redaksi

Fokus - Proses Pendaftaran PBPU 14 Hari, Dorong Masyarakat Mendaftar Sebelum Sakit

Fokus - Jumlah RS COB Bertambah, Jaringan Lebih Luas

Bincang - Wahyu Handoko Dir.Opr Mandiri Inhealth, Memanfaatkan Peluang Lewat COB

Benefit - Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan Tingkatkan Mutu Pelayanan dan Persaingan Sehat

Pelanggan - Program Rujuk Balik , Pasien Stabil Dirujuk Kembali ke FKTP

Testimoni - Sri Murni 58 Tahun - Unik, Peserta Program Rujuk Balik Selalu Bersyukur

Sehat & Gaya Hidup - Konsumsi Buah dan Sayur Hindari “Dendam” Saat Berbuka Puasa

Kilas & Peristiwa - Presiden Kembali Distribusikan Kartu Indonesia Sehat (KIS) Untuk Warga Jawa timur

ADA sebuah kisah yang berulangkali disampaikan oleh para motivator untuk menggambarkan ketakutan manusia karena pengaruh pikirannya sendiri. Diceritakan bahwa di British Columbia akan dibangun sebuah penjara baru untuk menggantikan penjara Fort Alcan yang sudah ratusan tahun digunakan. Setelah dipindahkan ke penjara yang baru, para narapidana dilibatkan dalam pemugaran penjara lama untuk mencopoti kayu, alat-alat listrik, dan pipa yang masih dapat digunakan, Mereka pun mulai bekerja melucuti dinding penjara di bawah pengawasan para petugas.

Namun betapa terkejutnya mereka, ternyata meskipun penjara dilengkapi dengan gembok-gembok besar yang mengunci pintu-pintu besi dan batangan-batangan baja dua inci yang membatasi jendela-jendela sel, dinding penjara sebenarnya hanya terbuat dari campuran kertas dan tanah liat yang dicat sedemikian rupa sehingga menyerupai besi. Andai saja dahulu ada narapidana yang mau memukul dan menendang kerasdinding itu, maka akan dengan mudah mereka dapat membuat lubang untuk kemudian melarikan diri.

Namun nyatanya, selama bertahun-tahun mereka terpenjara dalam pikiran sendiri dengan meyakini bahwa mereka telah terkurung dalam dinding besi tebal. Mereka menerima untuk hidup berjubel dalam sel-sel pengap sebagai pilihan satu-satunya yang tak mungkin diruntuhkan. Mereka juga mengamini bahwa melarikan diri adalah sesuatu yang mustahil untuk dilakukan.

Pertanyaannya, mengapa selama ratusan tahun mereka tertipu oleh keadaan? Jawabnya sederhana. Karena selama ini mereka telah mengebiri sendiri keberanian dan impiannya untuk melakukan sesuatu yang mustahil. Mereka rela mengubur dalam-dalam mimpi kebebasan yang nampaknya hanya sekedar khayalan, tanpa pernah mencoba. Mereka benar-benar hidup dalam penjara, jiwa dan raga.

Dalam pandangan yang diyakini kebenarannya oleh banyak orang, penjara adalah ujung kehidupan. Penjara adalah kurungan, tanpa eksistensi, tanpa pengakuan dan tempat sempurna meruntuhkan semangat kehidupan. Penjara adalah akhir dari suatu prestasi dan kata penutup dari berbagai keinginan ataupun ambisi pribadi. Demikian kelamnya makna penjara sehingga bila diumpamakan penjara adalah mati yang tidak mati.

Namun kenyataannya penjara tidak selamanya berarti akhir dunia. Dalam buku berjudul “Tokoh-tokoh Dunia yang Besar Setelah Dipenjara” karya Radis Bastian & Balqis Khayyirah, makna penjara diterjemahkan dalam konteks yang amat sangat berbeda. Dalam buku setebal 272 halaman itu, kita bisa menyelami bahwa penjara jika dihayati sebagai peluang untuk berdiam namun berpikir (bukan berdiam dan berakhir), dapat melahirkan ide-ide besar, menumbuhkan kesadaran baru tentang hakikat kehidupan, perjuangan, pengorbanan atau bahkan justru menggelorakan semangat serta strategi perubahan yang mungkin sebelumnya belum terpikirkan.

Berikut adalah nama-nama tokoh yang pernah merasakan dinginnya tembok penjara namun tetap mampu berkarya dan menjadi suri tauladan bagi manusia lainnya :

• Nelson Mandela. Mandela adalah tokoh anti rasis yang sangat terkenal di dunia. Setelah dipenjara 27 tahun ia berhasil berhasil menghapuskan politik apartheid di Afrika Selatan.

• Buya Hamka atau Haji Abdul Malik Karim Amrullah adalah alim ulama yang pertama kali menjadi ketua umum MUI dan menuliskan tafsir Al Azhar, yaitu tafsir pertama Al Quran 30 juz dalam bahasa Indonesia. Tafsir ini disusun Hamka antara tahun 1964-1966 di dalam penjara karena perbedaan sudut pandang politik dengan pemerintah saat itu.

• Galileo Galilei adalah seorang astronom, filsuf, dan fisikawan asal Italia yang berperan besar dalam kemajuan sains. Ironisnya, Galileo justru dimasukkan ke bui karena mendukung teori Heliosentris yang dicetuskan Nicholas Copernicus. Teori Heliosentris menjelaskan bahwa pusat tata surya adalah matahari. Teori ini ditentang oleh Gereja Katolik Roma yang menganut teori geosentris atau bumi sebagai pusat tata surya. Tidak hanya itu, Galileo bahkan dihukum pancung. Berabad-abad setelah peristiwa tersebut, ternyata terbukti bahwa teori Heliosentrislah yang benar secara ilmiah.

Kisah-kisah dari balik penjara sesungguhnya masih diperkaya lagi oleh banyak tokoh lainnya. Sebut saja Ibnu Taimiyyah, Yusuf al-Qardhawi, Soekarno, Nawal El Saadawi, Sayyid Quthb, Malcolm X, Muhammad Mursi, Martin Luther King Jr., Bhenazir Bhutto dan lain-lain. Bahkan dalam Nabi Yusuf pun pernah masuk penjara akibat fitnah Zulaiha.

Sebagaimana tercantum dalam Q.S.Yusuf 12:33 disampaikan kata-kata Nabi Yusuf dalam Al Quran : “Wahai Tuhanku! Penjara lebih aku sukai dari pada memenuhi ajakan mereka. Jika aku tidak Engkau hindarkan dari tipu daya mereka, niscaya aku cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentu aku termasuk orang yang bodoh.” Tidak ada ketakutan dalam diri Nabi Yusuf untuk masuk dalam penjara demi membela kebenaran dan melindungi diri dari kelalaian (ajakan syetan). Jika para tokoh dapat begitu bermakna di dalam penjara, semestinya kita sebagai manusia bebas yang secara lahiriah hidup nyaman dalam alam yang penuh dengan kenikmatan dan kemudahan, pun seharusnya dapat lebih memberikan arti dalam setiap tarikan napas kehidupan. Sudah selayaknya pikiran kita bebas berkreasi, jiwa kita produktif memberikan inspirasi, dan emosi kita penuh dengan semangat berprestasi serta ambisi untuk menjadi lebih baik lagi dan lagi.

Yang menjadi persoalan adalah jika pikiran kita justru kita sendiri yang memenjarakannya. Dengan cara apa? Ketidakyakinan dan rendahnya kepercayaan diri, takut akan kegagalan serta lari dari kenyataan. Suatu ketika seorang pembuat jam ditantang membuat sebuah jam yang mampu berdentang 31.104.000 kali dalam setahun. Tanpa dipikirkan, sang pembuat jam langsung berkata, “Mana Mungkin..”. Tetapi ketika diturunkan untuk membuat jam yang mampu berdetak satu kali saja setiap detik, ia lantas menjawab, “Nah kalau itu aku mampu…”. Maka, setelah selesai dibuat, jam itu berdetak satu kali setiap detik. Tanpa terasa, detik demi detik terus berlalu dan jam itu sungguh luar biasa karena ternyata selama satu tahun penuh telah berdetak tanpa henti. Dan itu berarti jam tersebut telah berdetak sebanyak 31.104.000 kali.

Namun untuk mampu menuju ke cara berpikir tersebut, itu tidaklah mudah. Kita harus mampu membebaskan diri dulu dari penjara pikiran yang menghantui dan seringkali meyakinkan kita bahwa hal itu adalah hal sulit yang tidak mungkin dilakukan. Ubah mind set untuk fokus pada apa yang selanjutnya harus kita ketahui. Mengutip Business Insider, Rabu (29/4/2015), Ray Dalio seorang miliader terkaya dunia yang kini memiliki perusahaan pengelola hedge fund dengan aset senilai US$ 169 miliar, menjelaskan bahwa kunci suksesnya adalah berasal dari bagaimana dirinya mempelajari berbagai keputusan yang diambil. "Orang-orang beranggapan kesuksesan saya karena apa yang saya ketahui. Bukan, Ini lebih pada bagaimana saya berhasil mempelajari apa yang tak saya ketahui," terang Dalio. Dari penjelasan Dalio, kita belajar bahwa sesungguhnya mempelajari area yang belum kita ketahui jauh lebih penting daripada sekedar terus membanggakan apa yang telah kita pahami. Sekali lagi, bebaskan pikiran kita kepada puncak tertinggi pemikiran dan bukan kepada puncak kepuasan apalagi kesombongan.

Direktur Utama Fachmi Idris

PENJARA PIKIRAN

EDISI 22 TAHUN 2015

Info BPJS Kesehatan

FOKUS EDISI 22 TAHUN 2015

3

Untuk mendorong kesadaran masyarakat itu BPJS Kesehatan melakukan berbagai upaya, salah satunya menerbitkan peraturan. Awal 2015 BPJS Kesehatan menerbitkan Peraturan BPJS Kesehatan No.1 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pembayaran Iuran Bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja (PBPU).

“Peraturan itu diterbitkan untuk mendorong agar yang mendaftar jadi peserta BPJS Kesehatan bukan yang sakit saja, tapi juga yang sehat. Karena sistem ini dibangun dengan asas gotong royong maka diperlukan banyak peserta yang sehat,” kata Direktur Kepesertaaan dan Pemasaran BPJS Kesehatan, Sri Endang Tidarwati, kepada redaksi Info BPJS Kesehatan.

Endang menjelaskan Peraturan BPJS Kesehatan No.1 Tahun 2015 itu mengatur bagi peserta PBPU yang baru mendaftar maka dapat membayar iuran pertama paling cepat 14 hari setelah menerima virtual account. Jika dalam waktu 30 hari setelah menerima virtual account belum melakukan pembayaran iuran pertama maka peserta yang bersangkutan harus mengulang kembali proses pendaftaran dari awal.

Setelah pembayaran pertama dilakukan maka peserta berhak atas manfaat jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan. Ketentuan itu berlaku bagi peserta PBPU baru yang memilih manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I dan II.

Bagi peserta PBPU yang memilih manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III, dikatakan Endang, dapat segera melakukan pembayaran iuran pertama. Namun, ketika mendaftar harus menunjukan surat rekomendasi dari dinas sosial setempat sebagai orang yang tidak mampu.

Menurut Endang, ketentuan itu diperlukan karena BPJS Kesehatan membutuhkan waktu untuk proses administrasi

dalam pendaftaran peserta baru. Misalnya, BPJS Kesehatan butuh waktu untuk melakukan validasi data peserta seperti NIK ke Dukcapil. Kemudian mendaftarkan peserta tersebut kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) yang dipilih karena berkaitan dengan mekanisme pembayaran kapitasi.

“Peraturan itu menunjukan keberpihakan BPJS Kesehatan terhadap kaum yang tidak mampu karena mereka tidak perlu menunggu 14 hari untuk melakukan pembayaran pertama,” ujar Endang.

Tahun lalu, BPJS Kesehatan menerbitkan peraturan serupa lewat Peraturan BPJS Kesehatan No.4 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pembayaran Peserta Perorangan BPJS Kesehatan. Namun dalam regulasi itu masa aktivasi kartu peserta PBPU yang baru mendaftar dan sudah membayar iuran yakni 7 hari. Namun, setelah dilakukan evaluasi regulasi itu diperbaiki dengan diterbitkannya Peraturan BPJS Kesehatan No.1 Tahun 2015.

Proses Pendaftaran PBPU 14 Hari Dorong Masyarakat Mendaftar Sebelum Sakit

Sebagian orang mungkin sering mendengar pepatah sedia payung sebelum hujan. Bisa jadi itu tepat untuk menjelaskan pentingnya menjadi peserta BPJS Kesehatan sebelum sakit. Sebab ketika sakit, siapapun orangnya pasti akan menanggung resiko, apalagi penyakitnya tergolong

berat. Dengan menjadi peserta BPJS Kesehatan, masyarakat tidak perlu repot menyiapkan biaya untuk mendapat pelayanan kesehatan. Sebab lewat iuran yang dibayar rutin setiap bulan peserta akan mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif.

Evaluasi yang sama menurut Endang juga dilakukan terhadap pelaksanaan Peraturan BPJS No.1 Tahun 2015. Jika dirasa perlu maka jangka waktu pembayaran iuran pertama bagi peserta PBPU bisa mengalami perubahan. Adanya jangka waktu itu bukannya tanpa alasan, berdasarkan perhitungan secara aktuaris jangka waktu 14 hari untuk membayar iuran pertama bagi peserta PBPU itu dinilai sudah ideal.

Perturan BPJS No.1 Tahun 2015 itu menurut Endang juga ditujukan untuk mengurangi adverse selection atau orang yang mendaftar jadi peserta BPJS Kesehatan ketika sakit. Setelah penyakitnya sembuh peserta itu biasanya tidak rutin membayar iuran. Akibatnya, membebani pembiayaan BPJS Kesehatan. Untuk itu diperlukan ketentuan yang mampu mendorong masyarakat mendaftar jadi peserta BPJS Kesehatan dan rutin membayar iuran.

Dari hasil evaluasi, Endang mengatakan sejak diterbitkannya Peraturan BPJS Kesehatan No.4 Tahun 2014 adverse selection berkurang signifikan. Diperkirakan hal serupa juga akan terjadi dengan diterbitkannya Peraturan BPJS No.1 Tahun 2015. “Tujuan utamanya untuk mengurangi adverse selection,” tukasnya.

Bahkan Endang menilai regulasi itu berdampak positif terhadap keamanan masyarakat ketika mendaftar jadi peserta BPJS Kesehatan karena mencegah terjadinya praktik percaloan. Selama ini calo memanfaatkan minimnya pengetahuan masyarakat. Biasanya calo menawarkan jasanya kepada masyarakat yang belum jadi peserta BPJS Kesehatan dan membutuhkan pelayanan kesehatan. Adanya jangka waktu paling cepat 14 hari bagi peserta PBPU untuk membayar iuran diyakini mempersulit ruang gerak calo.

Selain itu Endang mengatakan BPJS Kesehatan telah melaporkan kebijakan itu kepada DJSN. Bahkan rencananya jangka waktu 14 hari bagi peserta PBPU yang baru mendaftar untuk membayar iuran pertama akan dimasukan dalam revisi Peraturan Presiden No.111 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden No.12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Ia pun

Info BPJS Kesehatan

EDISI 22 TAHUN 2015

4

FOKUS EDISI 22 TAHUN 2015

Info BPJS Kesehatan

mengatakan sampai saat ini belum ada calon peserta ataupun peserta yang mengeluhkan jangka waktu 14 hari itu.

Prosedur Pendaftaran

Dalam prosedur pendaftaran peserta PBPU, setelah menerima formulir daftar isian peserta (DIP) yang telah diisi lengkap beserta kelengkapannya, BPJS Kesehatan akan memberikan nomor virtual account kepada calon peserta untuk keperluan pembayaran iuran premi bulanan. Setelah itu BPJS Kesehatan akan melakukan proses administrasi kepesertaan yang dilaksanakan dalam waktu 14 (empat belas) hari kalender.

Setelah proses tersebut selesai dilaksanakan, di hari ke-14 peserta harus melakukan pembayaran iuran pertama dengan menggunakan nomor virtual account tersebut dan pembayaran dapat dilakukan melalui anjungan tunai mandiri (ATM), setor tunai, internet banking, electronic data capture (EDC) atau dengan mekanisme autodebet di Bank yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Setelah membayar, peserta dapat mengambil kartu peserta dan bisa mendapatkan jaminan pelayanan kesehatan dari BPJS Kesehatan.

“Jika calon peserta PBPU yang telah mendapat virtual account tidak membayar iuran pertama dalam waktu 30 hari maka

gugur. Dia harus mengulang kembali proses pendaftarannya dari awal,” kata Endang.

Untuk bayi yang akan dilahirkan peserta, dapat didaftarkan sejak denyut jantung bayi terdeteksi di dalam kandungan. Itu dibuktikan dengan melampirkan surat keterangan dokter. Bayi tersebut didaftarkan dan memilih kelas perawatan yang sama dengan peserta yang merupakan ibu dari bayi yang akan dilahirkan tersebut.

Lalu setelah mendaftar akan diberikan virtual account. Pembayaran iuran pertama dilakukan segera setelah bayi dilahirkan dalam keadaan hidup dan bisa langsung mendapat pelayanan kesehatan. Kemudian peserta wajib melakukan perubahan data bayi selambat-lambatnya tiga bulan setelah kelahiran.

Perlu diingat, apabila bayi tidak didaftarkan 14 hari sebelum lahir maka ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan BPJS Kesehatan No.1 Tahun 2015 berlaku. Misalnya, bayi didaftarkan sebelum lahir, ternyata ketika lahir masih dalam jangka waktu 14 hari. Maka bayi itu akan mendapat pelayanan kesehatan setelah melakukan pembayaran pertama di hari ke-14.

Paling penting, Endang menegaskan kebijakan proses pendaftaran 14 hari itu tidak berlaku bagi kaum yang tidak mampu. Yakni bayi baru lahir dari anak peserta PBI yang didaftarkan sebagai peserta PBPU dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III. Berikutnya, bayi baru

lahir dari penduduk yang didaftarkan pemerintah daerah sebagai PBPU dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III.

Peserta dan bayi baru lahir dari penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) yang ditetapkan Menteri Sosial juga tidak terkena aturan dalam Peraturan BPJS No.1 Tahun 2015. Begitu pula dengan peserta dan bayi baru lahir dari peserta PBPU dan peserta Bukan pekerja yang mendaftar kelas III dengan menunjukkan surat rekomendasi dari Dinas Sosial setempat sebagai orang tidak mampu.

Tidak Melanggar Prinsip

Menanggapi terbitnya Peraturan BPJS Kesehatan No.1 Tahun 2015, anggota

DJSN, Soeprayitno, menilai regulasi itu tidak melanggar prinsip-prinsip yang diatur dalam

UU SJSN dan BPJS. Ia menilai peraturan itu diterbitkan dalam rangka mengurangi

adverse selection yang terjadi dalam pelaksanaan program jaminan kesehatan

yang diselenggarakan BPJS Kesehatan. Jika tidak dilakukan upaya untuk mengatasi masalah tersebut maka rasio klaim BPJS Kesehatan bakal tinggi. “Kami (DJSN)

sepakat dengan BPJS Kesehatan bahwa adverse selection harus dikurangi,” urainya.

Walau mendukung upaya yang dilakukan BPJS Kesehatan dalam mengurangi adverse selection dengan diterbitkannya Peraturan BPJS Kesehatan No.1 Tahun 2015 tapi Soeprayitno mengingatkan agar kedepan dilakukan langkah yang sistematis. “Harus dicari langkah-langkah yang sistematis,” katanya.

Kenaikan Iuran PPU

Selain PBPU, tahun 2015 ini akan ada kebijakan baru yang diterapkan untuk peserta kategori pekerja penerima upah (PPU) atau disebut juga pekerja formal. Endang mengatakan mulai 1 Juli 2015 besaran iuran peserta PPU akan naik dari 4,5 persen satu bulan menjadi 5 persen. Sejak 1 Januari 2014 sampai 30 Juni 2015 peserta PPU membayar iuran sebesar 4,5 persen dari upah satu bulan dengan kontribusi 4 persen pemberi kerja dan 0,5 persen peserta selaku pekerja.

Mulai 1 Juli 2015, Endang mengatakan iuran peserta PPU akan naik dari 4,5 persen jadi 5 persen terdiri dari 4 persen pemberi kerja dan 1 persen pekerja. “Itu akan berlaku mulai 1 Juli 2015 sebagaimana amanat Peraturan Presiden No.111 Tahun 2013,” jelasnya.

Menyoal ketentuan tersebut Soeprayitno mengatakan itu sudah diatur dalam Perpres 111 Tahun 2013 dan roadmap yang disusun DJSN. Ia menyebut DJSN menyerahkan sepenuhnya penyelenggaraan jaminan kesehatan kepada BPJS Kesehatan. DJSN juga sudah mengingatkan kepada BPJS Kesehatan agar mempersiapkan pelaksanaan kebijakan tersebut sehingga siap dilaksanakan 1 Juli 2015. “Kami akan memantau pelaksanaannya,” pungkasnya.

EDISI 22 TAHUN 2015

Info BPJS Kesehatan 5

FOKUS EDISI 22 TAHUN 2015

Program jaminan kesehatan yang diselenggarakan BPJS Kesehatan sifatnya wajib untuk seluruh rakyat Indonesia. Namun, ada kekhawatiran sebagian masyarakat yang saat ini telah menggunakan asuransi kesehatan tambahan (asuransi komersial) dan telahmendapat manfaat ruang perawatan yang hak kelas perawatannya diatas hak kelas di BPJS Kesehatan akan turun kenyamanannya ketika mereka

beralih jadi peserta BPJS Kesehatan. Untungnya, peraturan perundang-undangan yang ada mampu menjawab keresahan itu dengan mengatur adanya mekanisme koordinasi manfaat atau dikenal dengan coordination of benefits (COB).

Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan, Fajriadinur, mengatakan dalam rangka menegaskan konsep COB dan meningkatkan pelayanan terhadap peserta, khususnya yang menggunakan COB maka diterbitkan Surat Edaran Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan No.32 Tahun 2015 tentang Kebijakan COB. Secara umum surat edaran itu mengatur bagaimana kerjasama dan koordinasi pembiayaan manfaat tambahan antara BPJS Kesehatan dengan asuransi kesehatan tambahan.

Fajri menegaskan surat edaran itu tidak mengubah prinsip-prinsip yang selama ini digunakan dalam mekanisme COB. Misalnya, mengacu Peraturan Presiden No.111 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden No.12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, pelayanan kesehatan dapat diberikan apabila peserta telah melewati prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku. Salah satunya menerapkan proses rujukan berjenjang.

BPJS Kesehatan, dikatakan Fajri, memperhatikan permintaan asuransi kesehatan tambahan dan fasilitas kesehatan (faskes) yang akan bekerjasama dengan BPJS Kesehatan lewat COB, tapi dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku. Misalnya, ada 11 RS yang selama ini belum bekerjasama dengan BPJS Kesehatan tapi bisa melayani peserta COB. Sekarang jumlah totalnya bertambah menjadi 24 RS karena ada tambahan 13 RS yang akan melayani peserta BPJS Kesehatan yang menggunakan COB.

Dengan tambahan RS COB itu Fajri mengatakan coverage pelayanan kesehatan terhadap peserta COB akan lebih luas. Apalagi ditambah sekitar 1.700 RS yang selama ini telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dan secara otomatis ribuan RS itu bisa melayani peserta COB.Perluasan jaringan faskes yang bisa melayani peserta COB bukan saja RS tapi juga fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) yang selama ini bekerjasama dengan asuransi kesehatan tambahan. Sehingga peserta COB BPJS Kesehatan bisa menggunakan FKTP tersebut. “Jadi kami melakukan perluasan jaringan RS dan FKTP yang bisa melayani peserta COB BPJS Kesehatan,” kata Fajri kepada redaksi Info BPJS Kesehatan.

Fajri menjelaskan BPJS Kesehatan siap bekerjasama dengan FKTP yang selama ini menjalin kerjasama dengan asuransi kesehatan tambahan atau RS COB yang bersangkutan. Apalagi saat ini banyak calon peserta BPJS Kesehatan yang berasal dari badan usaha baik BUMD, BUMN atau swasta yang terbiasa dengan FKTP yang selama ini bekerjasama dengan asuransi kesehatan tambahan atau RS yang mereka gunakan.

“Itu tidak jadi masalah lagi karena BPJS Kesehatan sudah menjalin kerjasama dengan FKTP yang selama ini bermitra dengan asuransi kesehatan tambahan (komersil) atau RS,” papar Fajri.

Yang jadi tantangannya sekarang, Fajri melanjutkan, sejauh mana asuransi kesehatan tambahan mendaftarkan FKTP yang selama ini jadi mitra mereka untuk menjalin kerjasama dengan BPJS Kesehatan. Tercatat sampai saat ini ada 52 asuransi kesehatan tambahan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Dari jumlah tersebut sd bulan Juni 2015 telah ada 4asuransi yang sudah mengimplementasikan COB dengan BPJS Kesehatan yakni asuransi Inhealth, Reliance, Allianz dan Adisarana Wanaartha.

Variasi Produk Asuransi

Walau begitu Fajri menyebut ada tantangan yang dihadapi dalam melaksanakan COB. Diantaranya, kesiapan asuransi kesehatan tambahan (komersil) memperbanyak variasi produk asuransi mereka. Hal itu diperlukan karena produk dan sistem yang digunakan dalam jaminan kesehatan yang dikelola BPJS Kesehatan hanya satu bentuk yakni jaminan kesehatan nasional (JKN)/Kartu Indonesia Sehat (KIS).

Sementara, Fajri melihat produk yang diterbitkan asuransi kesehatan tambahan banyak jenisnya. Oleh karenanya jika ingin menerapkan COB dengan BPJS Kesehatan maka harus dilakukan penyesuaian produk antara asuransi kesehatan

tambahan dengan BPJS Kesehatan. Misalnya, produk asuransi kesehatan tambahan harus ada yang menggunakan sistem rujukan berjenjang dan FKTP sebagai gate keeper.

Berbagai hal itu diperlukan karena program JKN/KIS menganut program kendali mutu dan biaya atau managed care. Diantaranya rujukan berjenjang dengan menggunakan pelayanan kesehatan di FKTP sebagai dokter keluarga.

“Tidak semua asuransi kesehatan tambahan yang sudah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dalam COB punya produk-produk yang sejenis JKN/KIS. Yang sudah siap implementasi baru 4 asuransi kesehatan tambahan,” urainya.

Agar COB bisa diimpelentasikan, Fajri menekankan asuransi kesehatan tambahan perlu membuat produk yang cocok dengan JKN/KIS. Contohnya, asuransi kesehatan tambahan mengeluarkan produk asuransi yang tidak menggunakan sistem rujukan berjenjang. Maka produk tersebut tidak bisa COB dengan JKN/KIS yang diselenggarakan BPJS Kesehatan. “Agar match dengan JKN/KIS, asuransi kesehatan tambahan harus menyesuaikan atau memodifikasi produknya,” ucapnya.

Pelayanan COB di FKTP

Pelayanan kesehatan di FKTP BPJS Kesehatan diberikan sesuai manfaat yang dijamin dalam program JKN/KIS. BPJS Kesehatan tidak menjamin pelayanan kesehatan pada FKTP yang non Faskes atau tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan kecuali dalam kondisi gawat darurat. Pada pelayanan kondisi gawat darurat di FKTP non Faskes BPJS Kesehatan maka penagihan klaim dilakukan faskes ke BPJS Kesehatan sesuai ketentuan yang berlaku.

Sementara untuk FKTP berbentuk klinik/dokter praktik perorangan yang bekerjasama dengan asuransi kesehatan tambahan tapi belum bekerjasama dengan BPJS Kesehatan maka BPJS Kesehatan dapat bekerjasama dengan FKTP tersebut. Namun, harus sesuai dengan persyaratan administrasi dan memiliki kompetensi dokter layanan primer.

Guna menjaga mutu pelayanan, klinik/dokter praktik perorangan bisa melakukan kerjasama tertutup (khusus bagi peserta tertentu). Hal itu bisa dilakukan dengan memenuhi sejumlah syarat yakni jumlah dokter dan peserta terdaftar sudah maksimal ketentuan, letak FKTP terlokalisir dan tidak dapat diakses peserta umum. Atau permintaan dari klinik/dokter perorangan karena keterbatasan kemampuan dan sarana sehingga pelayanan hanya dimungkinkan untuk badan usaha tertentu.

Pelayanan COB di Faskes Lanjutan

A.Faskes BPJS Kesehatan

Untuk faskes tingkat lanjut yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, pelayanan kesehatan yang dijamin harus mengikuti ketentuan yang berlaku dan peserta mendapatkan benefit sesuai program JKN/KIS. Jika tidak sesuai ketentuan, pelayanan tidak dijamin BPJS Kesehatan dan jadi tanggungan asuransi kesehatan tambahan sesuai polis yang diperjanjikan. Biaya pelayanan kesehatan yang tidak sesuai ketentuan itu tidak dapat ditagihkan asuransi kesehatan tambahan atau peserta kepada BPJS Kesehatan.

Peserta COB yang menginginkan kelas perawatan lebih tinggi, BPJS Kesehatan hanya menanggung biaya yang sesuai hak peserta. Kemudian, faskes menagih ke BPJS Kesehatan lewat tagihan kolektif. Jika ada selisih maka dibayar asuransi kesehatan tambahan atau peserta sesuai polis yang diperjanjikan. Kelas perawatan yang lebih tinggi yakni kelas perawatan rawat inap yang lebih tinggi dari kelas yang menjadi hak peserta.

Saat ini, pelayanan poli eksekutif belum berlaku COB karena belum ada regulasi tentang pengaturan klinik rawat jalan eksekutif oleh Kementerian Kesehatan. Jika telah diatur dalam regulasi maka poli eksekutif dapat berlaku COB.

B.Non Faskes COB

Koordinasi manfaat biaya pelayanan kesehatan dapat dilakukan pada faskes yang belum bekerjasama dengan BPJS Kesehatan namun bisa melayani COB atau non faskes COB. Tapi, itu hanya dapat dilakukan secara terbatas di RS tertentu. Fajriadinur menjelaskan sampai Mei 2015 jumlah non faskes COB berjumlah 11 RS dan Juli 2015 nanti ada penambahan 13 RS. Penambahan dan pengurangan daftar non faskes COB dilakukan melalui surat persetujuan direktur pelayanan BPJS Kesehatan.

Untuk mempermudah pelayanan terhadap peserta COB di FKTP BPJS Kesehatan, data non faskes COB itu akan dimasukan dalam aplikasi P-Care. Serta dapat digunakan dokter FKTP sebagai tujuan rujukan atas indikasi medis ke non faskes COB. Peserta COB yang mendapat pelayanan kesehatan pada non faskes COB tidak menggunakan kartu BPJS Kesehatan tapi kartu yang diterbitkan asuransi tambahan.Klaim yang dapat diajukan asuransi kesehatan tambahan ke BPJS Kesehatan ada dua jenis. Pertama, pelayanan rawat inap tingkat lanjutan (RITL) di non faskes COB, mengikuti ketentuan sistem rujukan berjenjang dari FKTP BPJS Kesehatan kecuali gawat darurat. Penagihan klaim yang diajukan asuransi kesehatan tambahan harus melampirkan asal rujukan dari FKTP BPJS Kesehatan.

Ketentuan pelayanan rawat inap yakni kelas perawtan sesuai atau di atas hak kelas BPJS Kesehatan. Jika peserta dirawat di kelas yang lebih rendah daripada haknya di BPJS Kesehatan maka biayanya tidak dapat ditanggung BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan mengganti biaya dengan tarif maksimal sebesar RS tipe C berdasarkan regionalisasi tarif INA-CBGs tempat faskes berada. Jika biaya klaim yang diajukan asuransi kesehatan lebih rendah dari tarif INA-CBGs maka klaim dibayar sesuai pengajuan.

Penagihan biaya pelayanan rawat inap ada dua alternatif yaitu biaya dibayar terlebih dulu oleh asuransi kesehatan tambahan kemudian ditagih ke BPJS Kesehatan. Atau peserta membayar dulu kemudian menagih ke asuransi kesehatan tambahan dan asuransi itu menagih ke BPJS Kesehatan. Penagihan biaya tidak berlaku klaim perorangan ke BPJS Kesehatan (reimbursement). Kedua, gawat darurat. Peserta COB dalam keadaan gawat darurat dapat dilayani di non faskes COB. Jika sudah teratasi kondisi gawat daruratnya, peserta pulang atau dirujuk ke faskes BPJS Kesehatan untuk diberikan perawatan lanjutan di faskes tersebut. Penagihan biaya pelayanannya dapat dilakukan dengan cara faskes mengih langsung ke BPJS Kesehatan sesuai ketentuan penagihan klaim gawat darurat yang berlaku.

Atau dibayarkan terlebih dulu oleh asuransi kesehatan tambahan kemudian ditagihkan ke BPJS Kesehatan. Bisa juga peserta membayar terlebih dulu kemudian menagihkan ke asuransi kesehatan tambahan selanjutnya asuransi kesehatan tambahan menagih ke BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan membayar dengan tarif INA-CBGs sesuai tipe RS yang ditetapkan Kemenkes dan berdasarkan regionalisasi tarif INA-CBGs tempat faskes berada. Apabila kondisi gawat darurat sudah teratasi tapi pasien tidak bersedia dirujuk ke faskes BPJS Kesehatan tapi tetap menginginkan dirawat inap di faskes tersebut maka pengajuan klaim dan tarif pembayaran mengikuti ketentuan rawat inap di non faskes COB (tarif INA-CBGs tipe C berdasarkan regionalisasi). Pelayanan gawat darurat yang dapat dijamin adalah sesuai dengan kriteria gawat darurat yang berlaku.

Jumlah RS COB Bertambah, Jaringan Lebih Luas

No. Pelayanan Jenis Faskes Kelas PerawatanPenanggung Biaya

BPJS Kesehatan Asuransi Kesehatan Tambahan

1 RJTP a. Faskes BPJSK Standar + -

b. Non Faskes BPJSK Standar - +

2 RITP a. Faskes BPJSK Standar + -

b. Non Faskes BPJSK Standar - +

3 RJTL a. Faskes BPJSK Standar + -

Poli Eksekutif - +

b. Non Faskes COB Standar - +

Poli Eksekutif - +

c. Non Faskes BPJSK Standar - +

Poli Eksekutif - +

4 RITL a. Faskes BPJSK Standar + -

Naik Kelas Perawatan + +

b. Non Faskes COB Standar(Sesuai Hak Kelas) + +

Naik Kelas Perawatan + +

c. Non Faskes BPJSK Standar - +

Naik Kelas Perawatan - +

Fajriadinur

Skema COB BPJS Kesehatan dengan asuransi kesehatan tambahan:

Info BPJS Kesehatan

EDISI 22 TAHUN 2015BINCANG

6 Info BPJS Kesehatan

Lebih dari 50 perusahaan asuransi komersial atau asuransi kesehatan tambahan yang sudah bekerjasama

dengan BPJS Kesehatan untuk melaksanakan koordinasi manfaat atau

coordination of benefits (COB). Dari puluhan perusahaan itu salah satunya

Mandiri Inhealth. Ketika BPJS Kesehatan masih bernama PT Askes (Persero),

Inhealth berada di bawah payung PT Askes (Persero) dengan status sebagai anak

perusahaan.

Hingga bulan Mei 2015 BPJS Kesehatan mencatat jumlah peserta COB dari Mandiri Inhealth mencapai 24.212 jiwa. Sebagai perusahaan asuransi yang telah berdiri sejak 2008, Mandiri Inhealth punya pengalaman dalam menjalankan produk-produk asuransi kesehatan. Bahkan sebelum BPJS Kesehatan beroperasi Mandiri Inhealth sudah pernah menjalankan program seperti COB dengan sejumlah institusi.

Dengan bergulirnya program jaminan kesehatan yang diselenggarakan BPJS Kesehatan, PT Mandiri Inhealth melihat itu sebagai peluang. Sebab, dengan COB Mandiri Inhealth bisa memperluas segmentasinya, terutama kepada peserta BPJS Kesehatan yang menginginkan manfaat kelas perawatan di atas standar.

Guna mengetahui lebih lanjut bagaimana Mandiri Inhealth menjalin kerjasama dengan BPJS Kesehatan untuk melaksanakan COB dan bagaimana implementasinya? Redaksi Info BPJS Kesehatan kali ini berkesempatan melakukan wawancara dengan Direktur Operasional Mandiri Inhealth, Wahyu Handoko.

Apa upaya yang ditempuh Mandiri Inhealth dalam berkerjasama dengan BPJS Kesehatan untuk melaksanakan COB?

Imlementasi UU SJSN dan UU BPJS beserta peraturan pelaksanaannya tentu akan membawa dampak pada lingkungan bisnis yang terkait, antara lain pada bisnis asuransi kesehatan, industri farmasi, alat kesehatan, RS dan lainnya.

Sebenarnya dalam kedua regulasi tersebut di atas telah tersedia “ruang hukum” untuk terjalinnya hubungan sinergi antara BPJS Kesehatan dengan penyelenggara asuransi kesehatan tambahan (komersial) melalui mekanisme Coordination of Benefit (COB).

Secara umum, setiap perubahan lingkungan yang dinamis akan memberikan dampak ancaman dan sekaligus peluang bisnis. Pelaku industri akan menyikapi perubahan lingkungan bisnis melalui; pengidentifikasian perubahan, pemetaaan perubahan dan menetapkan antisipasi yang akan dilakukan.

Secara khusus untuk Mandiri Inhealth sebagai bagian dari industri asuransi komersial berupaya meminimalisir potensi ancaman dan mengoptimalkan peluang yang ada, salah satunya menjalin kerjsama dengan BPJS Kesehatan untuk melaksanakan COB.

Atas dasar itu kami menambah produk baru yang bisa selaras dengan mekanisme COB BPJS Kesehatan yaitu Smart dan Smart Plus. Selain mengeluarkan produk baru, mekanisme COB BPJS Kesehatan bisa juga dikembangkan lewat cara lain seperti ihospital plan atau i-Flexi.

Sejak kapan Mandiri Inhealth melakukan COB dengan BPJS Kesehatan?

Pada saat Mandiri Inhealth donesia masih menjadi anak perusahaan PT Askes (Persero) yang kemudian menjadi BPJS Kesehatan, kami telah berkoordinasi dalam memberikan manfaat pada PNS yang menginginkan pelayanan “lebih” pada PNS Dirjen Pajak dan Bulog.

Berbekal pengalaman tersebut, kami kembangkan untuk pelaksanaan Pelayanan kepada peserta COB dengan BPJS Kesehatan.

Bagaimana pandangan anda terkait COB yang dilaksanakan saat ini?

Sebagaimana disampaikan di atas, pada prinsipnya mekanisme COB dapat dipandang sebagai ancaman atau peluang bisnis. Kunci utamanya adalah bagaimana caranya manajemen setiap penyelenggara asuransi komersial untuk mengoptimalkan peluang dan meninimalkan ancaman.

Agar mekanisme COB ini dapat memberikan kemanfaatan yang optimal bagi pihak-pihak terkait seperti asuransi komersial, BPJS Kesehatan, pemberi kerja, pekerja dan masyarakat luas diperlukan persamaan persepsi dan langkah pihak terkait terutama pada tahun-tahun pertama implementasinya yang tentu saja mungkin masih belum sempurna baik dari sisi kebijakan maupun teknis pelaksanaannya.

Apa kendala yang dihadapi selama ini ketika bekerjasama dengan BPJS Kesehatan untuk mengimplementasikan COB?

Mengingat implementasi COB ini masih awal, tentu saja masih terdapat beberapa kendala dan hambatan dalam pelaksanaannya antara lain :

a. Memastikan peserta COB terdapat dalam database BPJS Kesehatan dan Mandiri Inhealth terutama dari sisi validitas data dan kecepatan waktu yang

antara lain disebakan karena data yang disampaikan perusahaan belum sesuai dengan data yang dibutuhkan, data belum lengkap, salah satu pasangan sudah terdaftar di perusahaan atau instansi lain.

b. Sosialisasi dan edukasi bersama kepada fasilitas kesehatan agar pelaksanaan COB dapat berjalan baik termasuk pengajuan klaim fasilitas kesehatan.

c. Memprediksikan biaya pelayanan kesehatan yang dijamin BPJS Kesehatan dan Mandiri Inhealth. Hal ini sangat penting agar dapat dibuat premi yang wajar.

Dengan komunikasi dan koordinasi yang intensif seiring dengan perkembangan waktu, kami berkeyakinan kendala ini dapat dicarikan solusinya.

Apa masukan anda kepada pihak terkait agar COB bisa berjalan lebih baik ke depan?

Sebagai kebijakan baru, pelaksanaan COB perlu mendapatkan masukan dari berbagai pihak terkait agar dalam implementasinya dapat semakin membaik. Beberapa masukan kami terkait dengan hal tersebut antara lain :

a. Kebijakan yang memberikan peluang usaha bagi industri asuransi komersial, tetapi tetap menjaga agar BPJS Kesehatan dalam koridor peraturan perundangan.

b. Sosilaisasi dan edukasi bersama antara BPJS Kesehatan dan Asuransi Komersial kepada Pemberi kerja, Pekerja, Fasilitas kesehatan dan masyarakat.

c. Membangun dan mengembangkan tehnologi informasi guna mendukung teknis operasional kepesertaan, pelayanan kesehatan, pembayaran iuran dan monitoring evaluasi.

d. Dan yang paling penting adalah mengembangkan komunikasi dan koordinasi yang intensif dengan melibatkan para pemangku kepentingan seperti regulator, BPJS Kesehatan, Asuransi Komersial, Pengusaha, Pemberi kerja, serikat pekerja dan pihak terkait lainnya untuk melakukan perbaikan berkelanjutan agar COB ini dapat memberikan manfaat yang optimal bagi pihak terkait terutama kepada masyarakat.

Memanfaatkan Peluang Lewat COBWahyu Handoko (Direktur Operasional Mandiri Inhealth)

EDISI 22 TAHUN 2015

Info BPJS Kesehatan

BENEFIT B

7

EDISI 22 TAHUN 2015

Info BPJS Kesehatan

Pelayanan kesehatan pada jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terus mengalami perkembangan ke arah yang lebih baik. Pengaturan rujukan berjenjang, Program Rujuk Balik, hingga pola pembayaran kepada rumah sakit dan pola pembayaran kapitasi kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP). Pada pola pembayaran kapitasi kepada FKTP, kini sudah mulai bergeser kepada pembayaran Kapitasi berbasis pemenuhan komitmen pelayanan. Sistem pembayaran berbasis pemenuhan komitmen pelayanan ini merupakan mekanisme untuk mempermudah monitoring kinerja FKTP. Seperti memonitor kewajiban FKTP dalam melaksanakan pelayanan promotif, preventif dan kuratif. Monitoring itu menggunakan indikator BPJS Kesehatan yang sudah ditetapkan.

Pembayaran kapitasi berbasis pemenuhan komitmen pelayanan kinerja ini sudah diterapkan di tiga kota di Sumatera yaitu Kota Padang, Pekanbaru dan Kota Jambi sejak awal tahun 2015. Menurut Kepala BPJS Kesehatan Divisi Regional II Benjamin Saut, selama uji coba di tiga kota tersebut berhasil dengan baik. Pembayaran kapitasi berbasis pemenuhan komitmen pelayanan bertujuan untuk mengendalikan mutu dan mengendalikan biaya agar pelayanan kesehatan bisa terintegrasi dan berkesinambungan secara optimal.

Mutu pelayanan kesehatan yang diharapkan berorientasi pada aspek keamanan pasien, efektivitas tindakan, kesesuaian dengan kebutuhan pasien serta efisiensi biaya. Sistem kendali mutu pelayanan jaminan kesehatan dilakukan secara menyeluruh yaitu meliputi pemenuhan standar mutu medik (pelayanan kesehatan), mutu non medik (fasilitas kesehatan) dan mutu administrasi (pelaporan).

Perlu dipastikan juga bahwa proses pelayanan kesehatan berjalan sesuai dengan standar yang ditetapkan dan ada pantauan terhadap luaran kesehatan peserta. Mutu pelayanan kesehatan yang diberikan harus dapat terukur dan terstandar. Jadi, diharapkan penerapan pembayaran berbasis pemenuhan komitmen pelayanan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dapat memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu. Selain itu, kualitasnya juga bisa terukur sesuai dengan indikator kinerja. Sehingga insentif yang diberikan kepada FKTP sesuai dengan standar kualitas layanan yang diberikan.

Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan

Tingkatkan Mutu Pelayanan dan Persaingan Sehat

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan sembilan rekomendasi yang melatarbelakangi pembayaran kapitasi berbasis pemenuhan komitmen pelayanan ini, diantaranya tiga rekomendasi untuk monitoring dan evaluasi. Ketiga hal tersebut meliputi membangun perangkat yang digunakan oleh FKTP agar Indikator Kinerja yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dapat diukur secara periodik, menyusun database kinerja FKTP sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan dan BPJS Kesehatan menetapkan indikator kinerja bagi BPJS Kesehatan di daerah dalam memonitoring FKTP di wilayahnya.

Selain itu, KPK memandang perlu untuk meningkatkan pemahaman dan kompetensi petugas kesehatan di daerah, sehingga memberikan empat rekomendasi untuk hal tersebut. Yaitu dengan melaksanakan sosialisasi dan pelatihan kepada jajaran Dinas Kesehatan (Dinkes) dan petugas Puskesmas, menjadikan kegiatan sosialisasi dan bimbingan teknis yang dilakukan sebagai indikator kinerja tiap kantor cabang, menyediakan ruang konsultasi dengan FKTP dan Dinkes setempat dan melakukan pengukuran terhadap tingkat pemahaman FKTP dan kepuasan FKTP ke BPJS Kesehatan.

KPK juga merekomendasikan untuk menciptakan lingkungan pengendalian yang lebih handal yaitu dengan memastikan bahwa mekanisme kontrol yang dibangun BPJS Kesehatan di tingkat FKTP berjalan dan BPJS Kesehatan di tiap daerah membangun saluran pengaduan masyarakat terkait pelayanan di FKTP dan mensosilisasikannya.Pembayaran kapitasi berbasis pemenuhan komitmen pelayanan berhasil diujicobakan di 22 Puskesmas di Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat dan 20 Puskesmas di Kota Pekanbaru, Provinsi Riau. Berdasarkan penerapan uji coba tersebut, ternyata Puskesmas mulai menyadari pentingnya tertib administrasi dengan melakukan pencatatan terhadap semua kegiatan Puskesmas secara komprehensif.

Kapitasi berbasis pemenuhan komitmen pelayanan juga berdampak positif terhadap upaya pengendalian rujukan non spesialistik karena penyakit non spesialistik dapat ditangani di FKTP. Selain itu terjadi peningkatan aktivitas promotif dan preventif khususnya kegiatan Prolanis (Program Pengendalian Penyakit Kronis), serta timbulnya motivasi untuk memberikan pelayanan yang lebih berkualitas.

Bukan itu saja, skema pembayaran berbasis pemenuhan komitmen pelayanan ternyata juga menimbulkan persaingan sehat antar FKTP untuk memberikan pelayanan yang terbaik. Hal itu terbukti dengan penurunan persentase perpindahan ke FKTP lain seperti yang diharapkan yaitu dari 0,01 persen pada Desember 2015 menjadi 0,004 persen pada Mei 2015. Artinya, peserta merasa puas dengan pelayanan yang diberikan oleh FKTP pilihannya dan tidak perlu pindah ke FKTP lainnya.

Di Kota Pekanbaru tercatat bahwa indikator angka komunikasi peserta yang semula berada pada angka 19,83 persen pada November 2014 meningkat drastis menjadi 163,56 persen pada Mei 2015. Untuk indikator rasio rujukan non spesialistik juga mengalami penurunan dari angka 6,3 persen pada November 2014 menjadi 4,4 persen pada Mei 2015. Indikator ratio kunjungan Prolanis juga mengalami peningkatan signifikan di angka 1,13 persen menjadi 87,63 persen pada Mei 2015.

Kebijakan ini dilakukan sesuai amanat Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 59 Tahun 2014 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan pasal 4, dimana tarif kapitasi atau besaran tarif kapitasi ditentukan berdasarkan seleksi kredensial yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan dan Dinas Kesehatan kabupaten dan kota dengan mempertimbangkan sumber daya manusia, kelengkapan sarana dan prasarana, lingkup pelayanan dan komitmen pelayanan.

Sementara itu, merujuk Pasal 21 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor

12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, salah satu manfaat

pelayanan promotif-preventif adalah mencakup penyuluhan kesehatan

baik secara langsung maupun tidak langsung. FKTP diharapkan tidak hanya

sebagai tempat berobat tapi juga tempat masyarakat mendapat edukasi

kesehatan.

Indikator keberhasilan FKTP antara lain juga ditunjukkan dengan rasio rujukan, frekuensi kontak FKTP dengan pesertanya, Program Rujuk Balik dan upaya promotif preventif. Setiap bulan FKTP diwajibkan untuk melaporkan capaian kinerjanya. Bila semua indikator terpenuhi maka kapitasi akan diberikan 100 persen dan jika tidak terpenuhi maka besaran kapitasinya berkurang.

Pada semester dua 2015, pembayaran kapitasi berbasis pemenuhan komitmen pelayanan mulai diterapkan di seluruh Indonesia. Fasilitas kesehatan tingkat pertama dimana saja sudah bersiap-siap memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik bagi peserta BPJS Kesehatan. Semakin baik pelayanan kesehatan di garda terdepan, semakin baik kesehatan peserta BPJS Kesehatan, maka semakin sejahtera rakyat Indonesia.

Info BPJS Kesehatan

EDISI 22 TAHUN 2015

8

PELANGGAN EDISI 22 TAHUN 2015

Kini, di FKTP sudah bisa menangani 155 diagnostik penyakit. Jika Puskesmas atau FKTP lainnya tidak mampu menangani, pasien dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan atau ke rumah sakit yang sesuai dengan indikasi medisnya dan menjadi rujukan dari FKTP tersebut.

Nah, bagaimana jika pasien sudah sembuh atau kondisi kesehatannya sudah stabil. BPJS Kesehatan menyelengarakan pelayanan Program Rujuk Balik yaitu pasien dikembalikan lagi atau dirujuk kembali ke FKTP asal pasien. Misalnya, penderita penyakit kronis yang sudah stabil kondisinya tetapi masih memerlukan pengobatan atau asuhan keperawatan jangka panjang bisa dilakukan oleh FKTP.

Kondisi stabil itu adalah kondisi yang terkontrol menurut dokter spesialis/sub spesialis. Oleh karena itu, rujuk balik ini dilakukan atas rekomendasi dari dokter spesialis/sub spesialis yang merawat dengan memberikan surat rujuk balik kepada pasiennya. Selanjutnya pasien kembali ke FKTP asal.

Untuk mendapat pelayanan Program Rujuk Balik (PRB) di FKTP, peserta harus mendaftarkan diri dengan menunjukkan kartu identitas peserta BPJS Kesehatan, surat rujuk balik dari dokter spesialis, surat elijibilitas peserta (SEP) dari BPJS Kesehatan, dan lembar resep obat atau salinan resepnya. Setelah itu, peserta mengisi formulir pendaftaran peserta PRB lalu peserta akan menerima buku kontrol peserta PRB.

Sedangkan untuk mendapatkan pelayanan obat PRB di FKTP, peserta melakukan kontrol ke FKTP sesuai dengan

pilihannya yang tertera pada kartu BPJS Kesehatan dengan menunjukkan identitas peserta BPJS Kesehatan, surat rujuk balik, dan buku kontrol peserta PRB. Kemudian, dokter di FKTP melakukan pemeriksaan, lalu menuliskan resep obat rujuk balik yang tercantum pada buku kontrol peserta PRB.

Pelayanan obat di apotek atau depo farmasi yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan juga bisa diperoleh dengan cara peserta menyerahkan resep dari dokter FKTP dan menunjukkan surat rujuk balik, serta menunjukkan buku kontrol peserta.

Pelayanan obat rujuk balik dilakukan tiga kali berturut-turut selama tiga bulan di FKTP. Setelah tiga bulan peserta dapat dirujuk kembali oleh dokter di FKTP ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan untuk dilakukan evaluasi lebih lanjut oleh dokter spesialis atau subspesialis.

Jika sebelum tiga bulan dalam perawatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama atau faskes primer ternyata

Program Rujuk BalikPasien Stabil Dirujuk Kembali ke FKTP

Sudah satu tahun enam bulan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

Kesehatan berjalan, selama itu pula peserta BPJS Kesehatan mendapat pelayanan

kesehatan berjenjang. Pasien peserta BPJS Kesehatan tidak lagi bisa langsung dilayani di rumah sakit atau di fasilitas kesehatan

tingkat lanjut, melainkan harus melalui garda terdepan pelayanan kesehatan yaitu di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) seperti di Puskesmas, klinik, atau dokter keluarga yang sudah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

Kecuali dalam kondisi kegawatdaruratan, peserta bisa langsung dilayani di rumah sakit

terdekat.

kondisi peserta program rujuk balik tidak stabil, maka dokter akan memberi rujukan dengan menyertakan keterangan medis dilengkapi dengan hasil pemeriksaan klinis dari dokter di FKTP. Misalnya, kondisi pasien tidak stabil atau mengalami gejala yang mengindikasikan perburukan dan pelu ditangani oleh dokter spesialis atau sub spesialis.

Program rujuk balik bagi peserta peserta BPJS adalah meningkatkan kemudahan akses pelayanan kesehatan, meningkatkan pelayanan kesehatan yang mencakup akses

promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, meningkatkan hubungan dokter dengan pasien dalam konteks pelayanan holistik, memudahkan untuk mendapatkan obat yang diperlukan.

Jenis penyakit yang termasuk Program Rujuk Balik adalah diabetus mellitus, hipertensi, jantung, asma, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), epilepsy, schizophrenia, stroke, Systemic Lupus Erythematosus (SLE). Sedangkan penyakit sirosis hepatitis tidak termasuk dalam program rujuk balik.

Menurut rekomendasi Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia dan Komite Formularium Nasional bahwa penyakit sirosis tidak dapat dilakukan rujuk balik ke Faskes Tingkat Pertama karena sirosis hepatis merupakan penyakit yang tidak curable, tidak ada obat untuk sirosis hepatis. Setiap gejala yang timbul mengarah kegawatdaruratan (misal : eshopageal bleeding) yang harus ditangani di Faskes Rujukan Tingkat Lanjutan. Tindakan-tindakan medik untuk menangani gejala umumnya hanya dapat dilakukan di Faskes Rujukan Tingkat Lanjutan.

EDISI 22 TAHUN 2015

Info BPJS Kesehatan

TESTIMONI

9Info BPJS Kesehatan

Tak ada satu pun orang mau sakit. Tetapi jika sudah melakukan upaya menjaga kesehatan tetapi tetap diserang penyakit, apa boleh buat, kita hanya bisa pasrah, tawakal, dan tetap bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Tuhan yang Maha Kuasa. Mau tak mau, tak ada pilihan lain kita harus “bersahabat” dengan sakit yang diderita. Seperti dialami seorang peserta BPJS Kesehatan Sri Murni, 58, sejak duduk di SMP kelas 3 sudah menderita asma. Sering keluar masuk rumah sakit karena setidaknya seminggu dalam dalam sebulan dirawat di rumah sakit. Selain mengkonsumsi obat dokter, orangtuanya juga mengupayakan obat alternatif.

“Sudah pernah mencoba apa saja, kodok ijo pernah, kelelawar juga pernah, kecebong (ikan kali yang kecil – red). Wah banyak deh obat alternatifnya sampai jeleh (bosan). Tapi ya tetap saja kambuh terus, jadi saya harus belajar menerima apa yang saya derita. Faktor psikologis mungkin berpengaruh, jadi harus bisa mengendalikan stress,” kata Unik, panggilan akrab Sri Murni.

Biaya berobat pun tidak bisa terhitung. Namun, setelah menikah Unik menjadi peserta Askes, karena suaminya, Samso HA, berstatus pegawai negeri sipil. Sehingga biaya pengobatan ditanggung oleh PT Askes (Persero). Baginya setiap bulan gaji suaminya dipotong dua persen untuk iuran Askes tak masalah, karena dia menyadari manfaat jaminan kesehatan sangatlah besar. Kini, setelah PT Askes bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan, berbagai aturan harus diikuti peserta. Unik

yang semula secara rutin cek kesehatan di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah (RSJPD) Harapan Kita, sekarang tidak bisa lagi. Dia harus mau dirujuk balik ke fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP). “Sebelum dijalani, kelihatannya rumit. Tetapi setelah mengikuti saja prosedurnya tidak masalah kok. Ya, memang sih tetap ada bedanya, dulu kan bisa langsung ketemu dokter spesialis seperti sudah terbiasa, jadi rasanya marem (puas). Kalau sekarang bisa tiga bulan sekali dirujuk ke dokter spesialis untuk mengontrol saja,” kata Unik. Pilihan FKTP sesuai yang tertera di Kartu BPJS Kesehatan adalah Puskesmas Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Puskesmas ini dinilainya sangat bagus dan kebetulan tidak jauh dari tempat tinggalnya. Sehingga mempermudah Unik untuk mengambil obat setiap bulan karena ditempuh dalam waktu sepuluh menit saja dari rumahnya di sekitar stasiun televisi RCTI.

Setiap bulan dia mendapat obat asma seretide diskus, obat hipertensi amlodipine,

dan obat kolesterol simvastatine. Tetapi untuk obat asma kini, tidak dikasih lagi,

sehingga dia harus membeli dari kantong sendiri. Harga seretide diskus sekitar Rp

210.000. “Sekarang saya tidak dapat obat asma. Jadi hanya dapat obat hipertensi dan obat kolesterol saja. Kalau obat hipertensi amlodipine harganya sekitar Rp 45.000,-

untuk sebulan, obat kolesterol simvastatine sekitar Rp 40.000,- untuk sebulan. Nah,

yang saya beli cuma obat asma saja sekitar Rp 210.000,-” ujarnya.

Menurutnya, pelayanan di Puskesmas sudah cukup bagus. Kalau pun harus mengantre, bagi Unik tidak menjadi masalah. Ibu tiga anak ini sudah biasa melatih kesabaran sejak kecil, apalagi harus bersahabat dengan penyakitnya yang datang dan pergi berulangkali. “Kita harus ikhlas saja,

Unik, Peserta Program Rujuk Balik Selalu Bersyukur

mungkin sekarang Puskesmas penuh karena banyak yang tadinya enggan berobat sekarang mau berobat karena sudah ada BPJS Kesehatan, nanti ada saatnya banyak orang sehat, jadi kalau ke Puskesmas bukan berobat tetapi konsultasi saja,” ujarnya. Selama menjadi peserta BPJS Kesehatan Unik belum pernah memanfaatkan untuk sakit yang berat dan dia mengaku tidak pernah mau, lebih baik sehat daripada sakit. Karena sebelumnya, saat masih berstatus peserta Askes, Unik pernah menggunakan kartu Askes untuk operasi mioma dan mengangkat benjolan di payudaranya. Unik selalu bersyukur dengan apa yang terjadi menimpa dirinya. Memiliki jaminan kesehatan memang sangat membantu biaya pengobatan. Tetapi yang lebih nikmat lagi, kata dia, diberi nikmat sehat. Apalagi melihat ketiga anaknya sudah berkeluarga dan memiliki cucu yang sehat-sehat, menurutnya itu semua merupakan nikmat yang luar biasa. Ibu yang sudah memiliki tiga cucu ini, mengaku selalu menjaga kesehatannya dengan mengatur pola makan sesuai anjuran dokter dan olah raga. “Makannya sesuai dengan anjuran dokter saja, tidak asin, tidak berlemak, tidak terlalu manis, kalau bisa yang rebus-rebusan. Kalau olah raga paling treadmill saja di rumah atau jalan kaki di pagi hari,” ujarnya. Belajar dari pengalaman sakit yang dideritanya, Unik merasakan betapa menderitanya dan anggota keluarga juga menjadi repot harus ikut merawat. Selain itu, memerlukan biaya yang tidak sedikit. Pengobatannya bisa ditanggung oleh BPJS Kesehatan, tetapi untuk biaya lainnya, seperti transportasi dan keperluan lainnya juga memerlukan biaya. Unik sering mengingatkan kepada kerabatnya, agar segera menjadi peserta BPJS Kesehatan. Membayar iuran tidak masalah karena manfaatnya besar sekali seperti yang Unik rasakan. “Kalau dulu kan hanya PNS yang punya jaminan kesehatan Askes, sekarang orang biasa juga bisa punya jaminan kesehatan dengan iuran premi yang tidak mahal. Makanya, setiap orang harus segera punya kartu BPJS Kesehatan,” ujarnya. Dia pun hafal, iuran premi untuk kelas I sebesar Rp 59.500,- per bulan per orang, untuk kelas II iuran preminya Rp 42.500,- dan untuk kelas III iuran premi sebesar Rp 25.500,-. Nah, tunggu apa lagi, kata dia, segeralah menjadi peserta BPJS Kesehatan, ibarat sedia payung sebelum hujan, tidak ada salahnya memiliki jaminan kesehatan sebelum jatuh sakit. Meskipun bisa menerima kesabaran, namun Unik tetap berharap semakin banyak fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan sehingga pelayanan kesehatan akan semakin baik. “Semoga sistem rujukan berjenjang berjalan baik dan program rujuk balik juga bisa berjalan baik. Nah, semua itu jika bisa berjalan baik, upaya pencegahan agar peserta tetap sehat dilakukan, yang sudah terlanjur sakit dijaga biar tidak komplikasi, itu semua kan yang diharapkan. Semoga ya, BPJS Kesehatan bisa menjaga kesehatan seluruh rakyat Indonesia,” imbuhnya.

Sri Murni, 58 Tahun

Info BPJS Kesehatan

EDISI 22 TAHUN 2015

10

SEHATSEHAT

Info BPJS Kesehatan

Anjuran dalam agama dan dari sisi kesehatan, disarankan agar menghindari makan berlebihan baik di saat sahur maupun saat berbuka puasa. Justru, jika makan berlebihan dapat mengganggu kondisi kesehatan tubuh dan dapat mengganggu jalannya berpuasa. Selain berniat beribadah, umat yang berpuasa juga perlu cermat dalam memilih menu makan yang sehat. Menu makan sahur sebaiknya makanan yang mengandung karbohidrat dan protein, antara lain terdapat pada kentang rebus, beras merah, ubi dan lauk seperti ikan dan daging. Karbohidrat dan protein ini berguna untuk menambah energi. Ahli menyarankan agar kita menghindari menu makanan berlemak seperti gorengan atau yang berkuah santan saat sahur. Alasannya, tubuh kita akan berat untuk mencerna makanan tersebut. Dampaknya tubuh akan banyak mengeluarkan cairan, tenggorokan pun terasa kering dan bisa mengalami dehidrasi. Nah, untuk mengantisipasi terjadinya dehidrasi selama berpuasa, maka disarankan agar sering minum air putih di saat sahur, saat berbuka puasa dan diantara waktu buka puasa sampai dengan sahur. Agar lebih lengkap, minum susu juga sangat baik untuk menjaga tubuh tetap bugar selama berpuasa. Di saat sahur juga sebaiknya menghindari makanan yang manis. Makanan manis lebih tepat untuk berbuka puasa saja. Jika mengkonsumsi makanan yang manis-manis saat sahur, justru dapat mengakibatkan cepat lapar dan haus. Kita bisa menggantinya dengan mengkonsumsi buah-buahan yang kaya akan serat alami sebagai sumber vitamin yang baik bagi tubuh kita. Untuk menjaga agar tubuh tetap sehat dan stamina tetap terjaga baik, maka selama berpuasa perlu diimbangi dengan asupan nutrisi yang cukup. Dr dr Fiastuti Witjaksono, spesialis gizi klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, menyarankan saat sahur dan berbuka puasa mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan.

Sayur dan buah bisa memberi energi yang cukup agar dapat bertahan hingga 14 jam. Alasannya, sayur dan buah mengandung serat tinggi yang bisa menyerap glukosa secara perlahan-lahan sehingga tidak cepat lapar. Selain itu, sayur dan buah mengandung cairan sebesar 60 persen sehingga bisa memenuhi kebutuhan cairan pada tubuh.

Di antara jenis buah-buahan, Fiastuti mempunyai buah andalan yaitu buah kiwi. Menurutnya buah kiwi mengandung serat yang tinggi. Kiwi hijau misalnya, memiliki nilai serat yang lebih tinggi dibandingkan dengan buah lainnya, seperti pisang dan apel. Bahkan apel yang dikenal memiliki serat yang tinggi hanya mengandung 2,4 nilai serat per 100 gramnya, sedangkan kandungan serat kiwi hijau mencapai 3 per 100 gram. “Serat bermanfaat untuk menjaga kesehatan saluran cerna, mencegah konstipasi, menjaga kadar lemak darah dan kadar glukosa darah, serta mampu menjaga agar tidak cepat lapar,” ujarnya.

Kiwi hijau memiliki indeks glikemik yang rendah, bahkan lebih rendah dibandingkan dengan jeruk, pisang, dan mangga. Kualitas ini dapat membantu menjaga kadar gula darah stabil dan menjaga rasa kenyang yang lebih lama. Oleh karena itu, kiwi hijau sangat bagus dikonsumsi oleh penderita diabetes atau kencing manis.

Selama puasa, tubuh juga perlu pertahanan yang lebih kuat. Oleh karena itu, kebutuhan vitamin C juga perlu dipenuhi. Kiwi menjadi pilihan karena mengandung vitamin C cukup tinggi dan mampu bertahan dalam tubuh lebih lama. Sehingga bermanfaat menjaga daya tahan tubuh, mencegah infeksi dan menjaga proses oksidasi yang dapat merusak sel.

Selain itu, enzim actinidin yang terdapat pada buah kiwi dapat mencerna protein secara maksimal sehingga lebih mudah diserap tubuh, baik di lambung maupun di usus halus. Efeknya, perut terasa kenyang lebih lama.

Buah andalan Fiastuti ini, ternyata sudah dibuktikan dalam penelitian oleh Riddet Institute, Massey University yang berada di Selandia Baru.Hasil penelitian menunjukan enzim actinidin yang dikandung dalam kiwi hijau terbukti membantu secara siginifikan pencernaan protein, khususnya pada protein dari casein atau dari produk dan susu, protein dari otot daging sapi.

Ada lagi buah kiwi jenis kuning atau

Sun Gold, kandungan vitamin C-nya tiga kali lebih banyak

dari jeruk dan kandungan nutrisinya 10 kali lebih banyak dari buah apel. Kiwi jenis ini juga baik sebagai makanan saat sahur maupun berbuka puasa. Kandungan nutrisi seperti vitamin dan mineral yang tinggi dapat menjaga daya tahan tubuh orang yang

mengkonsumsinya. Buah berdaging warna kuning ini

lebih lunak dan kandungan airnya lebih banyak, selain itu rasanya manis,

sehingga cocok untuk anak-anak, ibu hamil dan ibu menyusui. Buah dan sayuran diimbau menjadi makanan yang harus ada dalam menu sahur dan berbuka puasa. Untuk menjaga kebugaran tubuh, sebaiknya menjaga pola makan yang seimbang atau tidak berlebihan agar selama menjalani puasa tubuh terasa lebih nyaman. Sehingga ibadah pun bisa lebih khusuk. Makan sahur jangan sampai dilewatkan karena sahur merupakan modal tenaga selama berpuasa. Namun, tidak perlu makan berlebihan, cukup makan besar 30 persen dan menjelang imsak makan makanan kecil 10 persen, dan minum air mineral sebanyak tiga gelas. Saat berbuka puasa hindari rasa “dendam” karena telah menahan lapar selama sehari penuh atau sekitar 14 jam. Jika kalori berlebih, perut akan kembung, lalu mengantuk. Sebaiknya, buka puasa dimulai dengan makanan yang manis seperti teh manis, kurma, kolak atau jus buah.Setelah perut beradaptasi, barulah makan yang berat.

Komposisi yang disarankan saat berbuka puasa adalah makanan manis 15 persen, makanan lengkap 30 persen, makanan kecil 15 persen, dan air sebanyak lima gelas.Pola makan yang sehat sebaiknya diteruskan usai bulan Ramadan. Biasanya di hari lebaran, kita sering lupa mengatur pola makan. Sama seperti saat berbuka puasa, pada hari lebaran berbagai macam hidangan tersaji dan kita bisa lalai melahapnya tanpa terukur, akhirnya pencernaan terganggu. Penderita diabetes bisa saja gula dalam darahnya meningkat, dan bagi yang hipertensi juga bisa naik tekanan darahnya. Oleh karena itu, sejak bulan puasa hingga lebaran nanti, tetap harus waspada menjaga kesehatan diri. Selamat berpuasa.

Konsumsi Buah dan SayurHindari “Dendam” Saat Berbuka Puasa

Berpuasa di bulan suci Ramadan merupakan nikmat yang luar biasa karena diyakini sebagai ladang pahala bagi yang tulus ikhlas menjalankannya. Sekitar 14 jam, bagi umat yang berpuasa tidak boleh makan dan minum atau memasukkan segala sesuatu ke dalam tenggorokan. Oleh karena itu, wajar saja ada sebagian orang merasa ingin makan segala rupa bagaikan melepaskan “dendam” karena seharian merasa lapar dan haus.

EDISI 22 TAHUN 2015

EDISI 22 TAHUN 2015

Info BPJS Kesehatan 11

Kilas & Peristiwa

Medan (05/06/2015) -Sebagai bentuk komitmen dalam mewujudkan sistem good governance yang bersih, BPJS Kesehatan kembali menandatangani nota kesepakatan bersama dengan Kejaksaan Tinggi Provinsi. Penandatanganan nota kesepakatan bersama tersebut melibatkan seluruh Kejaksaan Tinggi Provinsi yang berada di wilayah kerja Divisi Regional I, III, dan XIII BPJS Kesehatan, yang meliputi Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bengkulu, Bangka Belitung, serta Banten.Dengan dilaksanakannya kegiatan tersebut, BPJS Kesehatan praktistelah menggandengseluruh Kejaksaan Tinggi Provinsi yang tersebar di wilayah Indonesia.

“Sebagai institusi penyelenggara Jaminan Sosial, permasalahan bisa saja timbul dari klien, mitra kerja, peserta, atau bahkan pihak internal. Karena itu sangatlah bijaksana jika kami meminta bantuan hukum dari pihak eksternal yang kompeten,” kata Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris, dalam acara yang turut dihadiri oleh Jaksa Agung Republik Indonesia HM. Prasetyo tersebut.

Kerjasama tersebut juga merupakan upaya BPJS Kesehatan menjalankan amanat negara untuk mengantisipasi dan menyelesaikan berbagai permasalahan hukum yang mungkin saja terjadi, dengan melibatkan peran serta Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) di seluruh provinsi di Indonesia, sehingga diharapkan implementasi sistem good governance BPJS Kesehatan dapat didukung secara optimal.

Menurut Fachmi, kesepakatan tersebut juga dimaksudkan untuk mengoptimalkan peran dan tugas para pihak dalam menyelesaikan persoalan hukum bidang perdata dan tata usaha negara. Adapun ruang lingkup kesepakatan bersama tersebut meliputi pemberian bantuan hukum, pertimbangan hukum, dan tindakan hukum lainnya dalam rangka pemulihan dan penyelamatan keuangan, kekayaan, dan aset milik BPJS Kesehatan.

“Di samping itu, kerjasama ini juga diharapkan mampu meningkatkan efektivitas penyelesaian masalah hukum di bidang perdata dan tata usaha, baik di dalam maupun luar pengadilan, sehingga BPJS Kesehatan dapat menjadi lembaga yang memiliki reputasi clean governance,” tegas Fachmi.

Blitar (01/06/2015): Usai membagikan 11.077 Kartu Indonesia Sehat (KIS) di wilayah Malang beberapa waktu lalu, kini Presiden kembali mendistribusikan KIS kepada masyarakat di wilayah Blitar, Jawa Timur. Dalam acara penyerahan KIS tersebut, masyarakat menyambut antusias kehadiran Presiden untuk berdialog. Presiden menyapa, mendengar dan merespon pertanyaan dan usulan dari masyarakat. Perhatian dan dukungan Presiden terhadap seluruh kalangan masyarakat Indonesia tergambar jelas dalam dialog tersebut. KIS yang diterbitkan oleh BPJS Kesehatan terbagi menjadi 2 jenis kepesertaan.Pertama, kelompok masyarakat yang wajib mendaftar dan membayar iuran, baik membayar sendiri (mandiri), ataupun berkontribusi bersama pemberi kerjanya (segmen buruh atau pekerja); Kedua, kelompok masyarakat miskin dan tidak mampu yang didaftarkan oleh pemerintah dan iurannya dibayari oleh pemerintah (segmen Penerima Bantuan iuran atau PBI). Untuk KIS segmen PBI, peluncuran perdananya telah dilakukan Presiden Jokowi bersamaan dengan peluncuran

perdana Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), pada tanggal 3 November 2014. KIS yang terintegrasi bersama Program Keluarga Sejahtera dan Program Indonesia Pintar, saat ini telah terdistribusikan sebanyak lebih dari 4 juta kartu, atau tepatnya

4.426.010 kartu kepada peserta PBI, di 18 Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Di tahun 2015, BPJS Kesehatan bersama Kementerian Sosial dan Kementerian Kesehatan, melanjutkan penerbitan dan pendistribusian hampir 82 juta Kartu, atau tepatnya 81.973.990 Kartu Indonesia Sehat untuk segmen peserta PBI. Per Mei 2015, sebanyak 82 juta KIS PBI tersebut mulai didistribusikan secara bertahap. Distribusi KIS secara simbolis bagi peserta PBI rencananya dilakukan di 9 provinsi yang di seluruh Indonesia, meliputi Provinsi DKI Jakarta (Jakarta Utara dan Jakarta Timur), Jawa Tengah (Kabupaten Klaten), Yogyakarta (Kabupaten Sleman), Jawa Timur (Kota Malang, Kab. Malang, dan Kota Batu), Jambi (Kota Jambi), Maluku (Pulau Buru), Bangka Belitung (Belitung Timur), Papua (Jayapura), dan Papua Barat (Manokwari).

Presiden Jokowi memberikan perhatian yang sungguh-sungguh atas pentingnya distribusi Kartu Indonesia Sehat (KIS) secara merata bagi seluruh masyarakat di Indonesia. Pada 4 Mei 2015 lalu, Presiden Joko Widodo

telah membagikan KIS secara simbolis kepada 4.414 peserta PBI di Sleman dan 1.646 peserta PBI di Klaten. Selanjutnya, Presiden Joko Widodo membagikan KIS secara simbolis di sejumlah daerah Indonesia bagian timur seperti Pulau Buru, Tidore, Jayapura, dan Manokwari. Di Pulau Buru, sebanyak 204 KIS telah tersalurkan kepada peserta PBI pada 7 Mei 2015, sementara di Tidore, KIS juga telah didistribusikan kepada 502 peserta PBI pada 8 Mei 2015. Di minggu yang sama, Presiden Joko Widodo juga telah membagikan KIS kepada 2.850 peserta PBI di Jayapura dan 2.281 peserta PBI di Manokwari pada 9 – 10 Mei 2015. Pada 13 Mei 2015, kembali KIS dibagikan kepada 1.525 peserta PBI di Jakarta Utara dan 627 peserta PBI di Jakarta Timur. Minggu lalu, KIS juga telah didistribusikan secara simbolis di wilayah Sulawesi untuk 1.902 warga Manado, 1.299 warga Parigi Moutong, dan 30.874 warga Mamuju Utara. Sebelumnya, sebagai bentuk atensi pemerintah yang tinggi kepada buruh atau pekerja, Presiden Joko Widodo juga telah membagikan KIS kepada buruh kebun di Deli Serdang pada 18 April 2015, buruh perkapalan di Jakarta Utara pada 28 April 2015, serta buruh industri garmen di Ungaran pada 29 April 2015. Penyerahan KIS tersebut disambut dengan penuh antusias oleh segenap buruh karena kehadiran jaminan kesehatan sebagai proteksi kesehatan mereka sangatlah diperlukan. Dengan adanya KIS sebagai jaminan kesehatan nasional yang mampu mengcover seluruh rakyat, negara kembali hadir melalui pemastian terimplementasinya Sistem Jaminan Sosial bidang Kesehatan yang berlandaskan gotong royong. Kegiatan ini merupakan wujud perhatian yang besar dari Presiden Joko Widodo terhadap kesejahteraan seluruh elemen masyarakat di Indonesia.

Targetkan Clean Governance, BPJS Kesehatan Bersinergi dengan Seluruh Kejaksaan Tinggi Provinsi di Indonesia

PRESIDEN KEMBALI DISTRIBUSIKANKARTU INDONESIA SEHAT (KIS) UNTUK WARGA JAWA TIMUR

BPJS KesehatanJln. Letjen Suprapto PO BOX 1391/JKT Jakarta PusatTlp. (021) 4212938, Fax. (021) 4212940