bab 1 acc bru

Upload: agniajolanda

Post on 10-Jan-2016

260 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Forensik patologi adalah ilmu yang dikembangkan untuk mempelajari kematian yang tidak wajar, mencurigakan atau kekerasan. Terdapat dua sistem investigasi medikolegal di Amerika Serikat yaitu sistem pemeriksa medis dan sistem koroner. Kedokteran forensik adalah penerapan atau pemanfaatan ilmu kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum dan pengadilan. Kedokteran forensik mempelajari hal ikhwal manusia atau organ manusia yang berkaitan dengan peristiwa kejahatan (William, 1997).

Stanford (2006) menyatakan bahawa antropologi forensik adalah antropologi biologi kontemporer terapan. Antropologi forensik mengidentifikasi sisa rangka untuk mengetahui sebab-sebab kematian. Ahli antropologi forensik menggunakan osteologi dan paleopatologi baik dalam konteks historis maupun kriminal. Sebagai contoh penyelidikan terhadap korban kejahatan perang dan korban kejahatan lainnya. Jejak kaki di TKP bisa membantu ahli antropologi forensik merekonstruksi sosok pelaku kejahatan (tinggi dan berat badannya) misalnya pada kasus kriminal. Secara umum antropologi forensik melakukan pemeriksaan pada sisa-sisa kerangka manusia untuk menentukan identitas tulang tidak dikenal. Selain membantu dalam menemukan dan memulihkan sisa-sisa kerangka manusia, antropolog forensik berkerja untuk menilai usia, jenis kelamin, keturunan, perawakannya dan fitur unik. Forensik biasanya selalu dikaitkan dengan tindak pidana (tindak melawan hukum). Ilmu forensik diartikan sebagai penerapan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan penegakan hukum dan keadilan. Observasi terhadap bukti fisik dan interpretasi dari hasil analisis (pengujian) barang bukti merupakan alat utama dalam penyidikan suatu kasus kejahatan (Stanford, 2006). Ilmu kedokteran forensik boleh dikenal sebagai Legal Medicine dalam istilah lain. Ilmu kedokteran forensik merupakan cabang spesialistik dari ilmu kedokteran yang memberikan manfaat dan faedah terhadap ilmu kedokteran yang salah satunya adalah menegakkan hukum dan keadilan (Budiyanto,1999). Seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman, ilmu forensik berkembang menjadi ilmu yang universal. Hal ini adalah kerana ilmu forensik ini meliputi berbagai aspek ilmu pengetahuan dan identifikasi merupakan salah satu bidang yang penting dalam ilmu kedokteran (Amir,2005).Dokter harus melakukan identifikasi pada jenazah ketika memeriksa jenazah walaupun jenazah tersebut dikenal. Hal ini adalah untuk kepentingan visum et repertum (Hamdani,1992). Dokter harus mencatat identitas jenazah tersebut , contohnya umur, jenis kelamin, suku bangsa, panjang dan berat badan, warga negara, warna kulit, perawakan, keadaan otot, keadaan gizi, rambut, mata, gigi, bekas-bekas luka, tahi lalat, tato (rajah) ,pakaian, perhiasan, barang-barang kepunyaan jenazah, ada atau tidak kumis atau janggut (pada laki-laki), cacat tubuh (bawaan atau didapat) dan lain-lain (William D.J , 2002).

Peranan identifikasi sangat penting dilakukan pada korban yang telah meninggal dalam bidang kedokteran forensik. Hal ini adalah karena pemeriksaan selanjutnya hanya dapat dilakukan setelah dilakukan identifikasi terhadap jenazah untuk kepastian identitasnya. Mr. X adalah istilah yang biasa digunakan apabila identifikasi pada jenazah sulit atau identitas pada jenazah sejak awal tidak dikenal (Budiyanto,1999).

Tinggi badan adalah ukuran seseorang pada saat masih hidup, sedangkan panjang badan adalah ukuran seseorang (jenazah) pada saat telah meninggal. Salah satu hal penting untuk identifikasi adalah panjang badan.Mengukur panjang jenazah ketika masih utuh bukanlah suatu proses yang sulit namun kesulitan akan muncul apabila jenazah mengalami kerusakan yang amat hebat dan tidak utuh lagi (Nandy,1996).

Pada saat jenazah yang tidak utuh lagi (terpotong-potong), perkiraan panjang jenazah dapat dilakukan dengan mengukur bagian tertentu tubuh jenazah untuk memperkirakan tinggi badan seseorang pada saat masih hidup. Terdapat beberapa pengukuran bagian tubuh yang dapat dilakukan untuk memperkirakan tinggi badan secara umum yaitu dengan mengukur jarak kedua ujung jari kiri dan kanan, puncak kepala hingga symphisis pubis, panjang salah satu ujung jari tengah sampai olecranon sisi yang sama, panjang femur, panjang tulang tibia dan juga panjang humerus (Amir, 2005).

Pengukuran tinggi badan merupakan suatu parameter antropologi forensik yang dapat membantu menentukan profil biologis seseorang. Tinggi badan dapat ditentukan melalui pengukuran berbagai tulang panjang dan salah satunya adalah tulang tibia. Menurut penelitian Nico Saputra (2014) tinggi badan merupakan salah satu ciri utama pada proses identifikasi selain usia, gender dan ras. Metode pengukuran tinggi badan yang biasa dilakukan adalah dengan mengukur jarak dari vertex hingga bagian ujung tumit dalam posisi berdiri dan pada keadaan tertentu metode ini tidak memungkinkan seperti pada kondisi jenazah yang dimutilasi atau pada orang hidup yang diamputasi atau menderita penyakit neuromuskular. Metode lain untuk menentukan tinggi badan adalah dengan menggunakan panjang tulang seperti humerus, ulna, radius, femur, tibia dan fibula dan dengan ini, penulis memilih tulang tibia kerana tulang tibia merupakan salah satu tulang panjang di tungkai dan lebih mempengaruhi tinggi badan seseorang. Penulis memilih mahasiswa Kedokteran Universitas Andalas angkatan 2010 kerana mereka sudah berumur 21 tahun dan keatas. Berdasarkan uraian di atas penulis ingin mengidentifikasi hubungan tulang tibia dengan tinggi badan pada mahasiswa Kedokteran Universitas Andalas angkatan 2010.1.2 Rumusan MasalahBerdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut;

a. Bagaimanakah gambaran panjang tulang tibia mahasiswa Kedokteran Unand angkatan 2010?

b. Bagaimanakah gambaran tinggi badan mahasiswa Kedokteran Unand angkatan 2010 ?

c. Apakah terdapat hubungan antara panjang tulang tibia dengan tinggi badan mahasiswa Kedokteran Unand angkatan 2010 ?d. Apakah terdapat hubungan antara gender dengan tinggi badan mahasiswa Kedokteran Unand angkatan 2010 1.3 Tujuan Penelitian1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan panjang tulang tibia dengan tinggi badan mahasiswa kedokteran unand 2010.1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi panjang tulang tibia mahasiswa kedokteran unand 2010.

b. Mengetahui distribusi tinggi badan mahasiswa kedokteran unand 2010.c. Mengetahui hubungan panjang tulang tibia dengan tinggi badan mahasiswa kedokteran unand 2010.

d. Mengetahui distribusi frekuensi gender pada mahasiswa kedokteran unand 2010.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Bagi Penelitia. Sebagai bahan kajian tambahan bagi mahasiswa yang berminat untuk mempelajari hubungan panjang tulang tibia dengan tinggi badan mahasiswa.

b. Sebagai sarana pembelajaran untuk penelitian dalam bidang kesehatan.1.4.2 Manfaat Bagi Institusi

a. Sebagai bahan bacaan tambahan untuk mahasiswa.

b. Memberikan kontribusi dalam bidang kedokteran khususnya ilmu kedokteran forensik.c. Untuk kegunaan identifikasi jenazah seperti pada kasus mutilasi.BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Tulang

2.1.1 Pengertian Tulang

Tulang adalah jaringan kuat yang memberi bentuk kepada tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan melindungi organ lunak terutama dalam tengkorak dan panggul. Tulang membentuk rangka pelindung dan penunjang bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat. Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang (Price dan Wilson,2006).

Tulang juga dapat diartikan sebagai dasar bentuk tubuh sebagai tempat melekatnya otot-otot, pelindung organ tubuh yang lunak, penentuan tinggi, pengganti sel-sel yang rusak, memberikan sistem sambungan untuk gerak pengendali, dan untuk menyerap reaksi dari gaya serta beban kejut. Rangka manusia terdiri dari tulang-tulang yang menyokong tubuh manusia yang terdiri atas tulang tengkorak, tulang badan, dan tulang anggota gerak (Nurmianto, 2008).Ganong (2001) mendefinisikan tulang sebagai jaringan ikat keras dengan matriks protein kolagen yang telah diresapi oleh garam-garam mineral. Tulang menyokong tubuh dan memegang peranan penting pada homeostatis mineral, khususnya fosfat dan kalsium. Protein dalam serabut-serabut kolagen yang membentuk matriks tulang adalah kompleks. Jumlah protein dan mineral harus adekuat untuk mempertahankan struktur tulang yang normal. Natrium dan sejumlah kecil magnesium dan karbonat juga terdapat dalam tulang. Tulang adalah kerangka penyangga tubuh, pelindung organ tubuh dari benturan, dan tempat terkaitnya otot sehingga memungkinkan otot melakukan pergerakan antara sambungan tulang yang satu dengan yang lain. Dengan kata lain, tulang merupakan penunjang utama aktivitas fisik. Merujuk pada beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa tulang adalah jaringan ikat keras dan kuat yang memberikan bentuk kepada tubuh, melindungi organ dalam dan membantu otot untuk melakukan pergerakan dan memiliki matriks protein kolagen (write the literature pls).2.1.2 Pertumbuhan tulang

Tubuh manusia dewasa dibentuk sekitar 206 jumlah tulang dan pada anak-anak jumlah tersebut lebih daripada 300 tulang. Proses pertumbuhan anak-anak atau bayi menjadi dewasa menyebabkan terjadinya penyatuan beberapa tulang sehingga ketika dewasa jumlahnya menjadi lebih sedikit. Osteogenesis atau osifikasi terjadi pada dua lokasi yaitu intramembraneous, contohnya pada tulang frontal dan parietal, dan endochondral pada tulang iga, vertebra, basis cranii, tulang tangan dan kaki, di mana osifikasinya melalui fase kartilago. Pertumbuhan tulang meluas dari lokasi penetrasi awal, yang menjadi foramen nutrisi. Membran tipis bernama perichondrium mengelilingi kartilago pada tulang panjang (Indriati, 2004). Proses pembentukan tulang disebut ossifikasi yaitu ossi adalah tulang dan fikasi adalah pembuatan ataumdisebut sebagai osteogenesis (Tortora dan Dericckson, 2011). Semua tulang berasal dari mesenkim tetapi dibentuk melalui dua cara yang berbeda. Tulang berkembang melalui dua cara, baik dengan mengganti mesenkim atau dengan mengganti tulang rawan. Namun susunan histologis tulang selalu bersifat sama, walaupun tulang itu berasal dari selaput atau dari tulang rawan (Moore dan Agur, 2002). Osifikasi membranosa adalah osifikasi yang lebih sederhana antara dua cara pembentukan tulang. Tulang pipih pada tulang tengkorak, sebagian tulang wajah, mandibula, dan bagian medial dari klavikula dibentuk dengan cara ini. Bagian lembut yang membantu tengkorak bayi dapat melewati jalan lahirnya yang kemudian mengeras dengan cara osifikasi membranosa (Tortora dan Derrickson, 2011).

Gambar 2.1 Osifikasi Membranosa

Dikutip dari : Buku Principle of Anatomy and Physiology (Tortora dan Derrickson, 2011). Osifikasi endokondrol adalah bentuk tulang rawan yang terjadi pada masa fetal dari mesenkim lalu diganti dengan tulang pada sebagian besar jenis tulang (Moore dan Agur, 2002). Pusat pembentukan tulang yang ditemukan pada corpus disebut diafisis, sedangkan pusat pada ujung-ujung tulang disebut epifisis. Lempeng rawan pada masing-masing ujung, yang terletak di antara epifisis dan diafisis pada tulang yang sedang tumbuh disebut lempeng epifisis. Metafisis merupakan bagian diafisis yang berbatasan dengan lempeng epifisis (Snell, 2012). Penutupan dari ujung-ujung tulang atau dikenal dengan epifise line rerata sampai usia 21 tahun, hal tersebut karena pusat kalsifikasi pada epifise line akan berakhir seiring dengan pertambahan usia, dan pada setiap tulang (Byers, 2008).

Gambar 2.2 Osifikasi Endokondral Dikutip dari : Buku Principles of Anatomy and Physiology (Tortora dan Derrickson, 2011). Osteoblast di bawah perikhondrium pada tulang panjang fetus mulai mendeposit tulang di sekitar bagian luar batang kartilago dan membran ini disebut periosteum dan jaringan ikat berserabut yang mendeposit tulang selapis demi selapis. Diameter tulang panjang meningkat dan osteoklas pada permukaan endosteal mereabsorbsi tulang sedangkan osteoblast pada periosteum mendeposit tulang. Proses pertumbuhan pada tulang melebar (diametrik) tulang ini disebut pertumbuhan aposisional (Indriati, 2004). Epifise adalah pusat kalsifikasi pada ujung-ujung tulang, metafisis adalah bagian diafisis yang berbatasan dengan lempeng epifiseal, dan diafise adalah pusat pertumbuhan tulang yang ditemukan pada batang tulang. Pertumbuhan manusia dimulai sejak dalam kandungan sampai usia kira-kira 10 tahun anak pria dan wanita tumbuh dengan kecepatan yang hampir sama. Pusat kalsifikasi pada ujung-ujung tulang atau lebih dikenal dengan Epifisis Line akan berakhir seiring dengan pertambahan usia, dan pada setiap tulang, penutupan dari garis epifise rata-rata sampai umur 21 tahun (Krogman, 1986). Hal ini yang menjadi dasar peneliti menetapkan usia sampel penelitian (subjek penelitian) di atas 21 tahun agar tidak terjadi bias yang besar pada pengukuran oleh karena pertumbuhan tulang yang masih berlanjut apabila dilakukan di bawah usia 21 tahun. Pria dewasa cenderung lebih tinggi berbanding wanita dewasa dan mempunyai tungkai yang lebih panjang, tulangnya lebih besar dan lebih berat serta massa otot yang lebih besar dan padat kalau dilihat secara teori. Pria mempunyai lemak subkutan yang lebih sedikit sehingga membuat bentuknya lebih angular. Wanita dewasa cenderung lebih pendek berbanding pria dewasa dan mempunyai tulang yang lebih kecil dan lebih sedikit massa otot. Wanita lebih banyak mempunyai lemak subkutan.Wanita mempunyai sudut siku yang lebih luas dengan akibat deviasi lateral lengan bawah terhadap lengan atas yang lebih besar (Snell, 2012). Seluruh permukaan tulang kecuali permukaan yang mengadakan persendian diliputi oleh lapisan jaringan fibrosa tebal yang dinamakan periosteum. Periosteum banyak mengandung pembuluh darah dan sel-sel pada permukaannya yang lebih dalam bersifat osteogenik. Periosteum berhubungan erat dengan tulang-tulang pada tempat-tempat perlekatan otot, tendon, dan ligamentum pada tulang (Snell, 1997).

Table 2.1: Gambaran derajat garis epifise(Epiphyseal line/union)

Dikutip ; Buku Forensik Pathology (Knight, 1996)

Jenis TulangUsia(Thn)Jenis Tulang Usia(Thn)

Head of femur16-19Acromion17-19

Greater trochanter19-19Distal femur17-20

Lesser trochanter16-19Proximal tibia17-19

Head of humerus16-23Proximal fibula16-21

Distal humerus13-16Distal tibia16-19

Medial epicondyle16-17Distal fibula16-19

Proximal radius14-17Metatarsals15-17

Proximal ulna 14-17Iliac crest18-22

Distal radius18-21Primary elements pelvis14-16

Distal ulna 18-21Sternal clavicle 23-28

Metacarpals14-17Acromial clavicle18-21

Pertumbuhan memanjang tulang panjang terjadi pada bidang epiphyseal dan lokasi ini disebut bidang pertumbuhan yang terletak antara metaphysis (pusat osifikasi primer) dan epiphysis (pusat osifikasi sekunder). Pertumbuhan memanjang ini menjauhi bagian tengah tulang yakni menuju proksimal dan menuju distal. Pertumbuhan memanjang tulang panjang berhenti ketika metaphysis menyatu dengan epiphysis (Indriati, 2004). Pada minggu kesebelas sebelum lahir, biasanya terdapat kurang lebih 800 pusat osifikasi. Pada waktu lahir terdapat 450 pusat osifikasi. Pusat osifikasi primer muncul sebelum lahir dan pusat osifikasi sekunder muncul sesudah lahir. Setelah dewasa, semua pusat osifikasi primer dan sekunder menyatu dan jumlah tulang menjadi 206 elemen (Indriati,2004).

2.1.2.1 Faktor Pertumbuhan Tulang

Tinggi badan berbeda-beda antara individu yang satu dengan individu yang lain. Supariasa (2002) menyatakan faktor pertumbuhan tulang dapat dibagi atas dua yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang pertama adalah faktor genetik dikaitkan dengan adanya kemiripan anak-anak dengan orang tuanya dalam hal bentuk tubuh, proporsi tubuh dan kecepatan perkembangan. Kemiripan ini mencerminkan pengaruh gen yang dikontribusi oleh orang tuanya kepada keturunanannya secara biologis. Gen tidak secara langsung menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan, tetapi ekspresi gen yang diwariskan ke dalam pola pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa sistem biologis yang berjalan dalam suatu lingkungan yang tepat untuk tumbuh misalnya gen dapat mengatur produksi dan pelepasan hormon seperti hormon pertumbuhan dari glandula endokrin dan menstimulasi pertumbuhan sel dan perkembangan jaringan terhadap status kematangannya (matur state) (Supariasa, 2002). Selama masa anak-anak, hormon yang paling penting dalam pertumbuhan adalah Insulinlike Growth Factors (IGFs), yang diproduksi oleh liver dan jaringan tulang. Insulinlike Growth Factors menstimulasi osteoblas, mendorong pembelahan sel pada piringan epifiseal dan periosteum, juga meningkatkan sintesis protein yang dibutuhkan untuk memproduksi tulang baru. Hormon ini diproduksi sebagai respon dari sekresi human Growth Hormone (hGH) pada lobus anterior kelenjar pituitari. Hormon tiroid juga mendorong pertumbuhan tulang dengan merangsang stimulasi osteoblas. Hormon insulin juga membantu pertumbuhan tulang dengan cara meningkatkan sintesis protein tulang. Ketika mencapai masa puber, sekresi hormon yang dikenal dengan seks hormon akan mempengaruhi pertumbuhan tulang secara drastis, yaitu hormon testosteron dan hormon estrogen. Kedua hormon tersebut berfungsi untuk meningkatkan aktivitas osteoblas dan mensintesis matriks ekstraselular tulang. Pada usia dewasa seks hormon berkontribusi dalam remodelling tulang dengan memperlambat penyerapan tulang lama dan mempercepat deposit tulang baru (Tortora dan Derrickson, 2011). Faktor internal yang kedua adalah gender. Pertumbuhan manusia dimulai sejak dalam kandungan, sampai usia kira-kira 10 tahun anak pria dan wanita tumbuh dengan kecepatan yang kira-kira sama. Sejak usia 12 tahun, anak pria sering mengalami pertumbuhan lebih cepat dibandingkan wanita, sehingga kebanyakan pria yang mencapai remaja lebih tinggi daripada wanita. Pria dewasa cenderung lebih tinggi dibandingkan wanita dewasa dan juga mempunyai tungkai yang lebih panjang, tulangnya yang lebih besar dan lebih berat serta massa otot yang lebih besar dan padat. Pria mempunyai lemak subkutan yang lebih sedikit, sehingga membuat bentuknya lebih angular sedangkan wanita dewasa cenderung lebih pendek dibandingkan pria dewasa dan mempunyai tulang yang lebih kecil dan lebih sedikit massa otot. Wanita lebih banyak mempunyai lemak subkutan. Wanita mempunyai sudut siku yang lebih luas, dengan akibat deviasi lateral lengan bawah terhadap lengan atas yang lebih besar (Snell, 2012) .

Salah satu faktor eksternal yaitu lingkungan. Lingkungan pra natal adalah terjadi pada saat ibu sedang hamil, yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang janin mulai dari masa konsepsi sampai lahir seperti gizi ibu pada saat hamil menyebabkan bayi yang akan dilahirkan menjadi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan lahir mati serta jarang menyebabkan cacat bawaan. Lingkungan post natal mempengaruhi pertumbuhan bayi setelah lahir antara lain lingkungan biologis, seperti ras atau suku bangsa, jenis kelamin, umur, gizi, perawatan kesehatan, kepekaan terhadap penyakit infeksi dan kronis, adanya gangguan fungsi metabolisme dan hormon. Selain itu faktor fisik dan biologis, psikososial dan faktor keluarga yang meliputi adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat turut berpengaruh (Supariasa, 2002). Faktor eksternal yang kedua adalah gizi. Gizi yang buruk pada anak-anak dapat menyebabkan berkurangnya asupan nutrisi yang diperlukan oleh tubuh untuk tumbuh, sedangkan gizi yang baik akan mencukupi kebutuhan tubuh dalam rangka pertumbuhan (Supariasa, 2002). Beberapa zat gizi yang dibutuhkan dalam pertumbuhan dan remodeling tulang adalah mineral dan vitamin. Sejumlah besar kalsium dan fosfat dibutuhkan dalam proses pertumbuhan tulang, dan sejumlah kecil magnesium, fluoride dan mangan. Vitamin A menstimulasi aktivitas osteoblas. Vitamin C dibutuhkan untuk mensintesis kolagen, protein utama dari tulang. Vitamin D membantu pertumbuhan tulang dengan cara meningkatkan absorbsi kalsium dari makanan pada sistem gastrointestinal ke dalam darah. Vitamin K dan B12 dibutuhkan untuk sintesis protein tulang (Tortora dan Derrickson, 2011). Faktor eksternal ketiga adalah obat-obatan. Beberapa jenis obat-obatan dapat mempengaruhi hormon pertumbuhan seperti growth hormon atau hormon tiroid. Penggunaan obat dengan dosis yang salah dapat menyebabkan terganggunya hormon tersebut dan dapat mempercepat terhentinya pertumbuhan. Pemakaian beberapa jenis obat juga dapat mengganggu metabolisme tulang. Jenis obat tersebut adalah kortikosteroid, sitostatika (metotreksat), anti kejang, anti koagulan (heparin, warfarin). Beberapa obat tertentu dapat meningkatkan resiko osteoporosis seperti kortison. Obat tersebut meningkatkan kehilangan tulang dan menurunkan laju pembentukan tulang, namun efek ini hanya terjadi jika obat tersebut digunakan dalam dosis tinggi, atau diberikan selama 3 bulan atau lebih. Penggunaan obat ini selama beberapa hari, atau beberapa minggu, biasanya tidak meningkatkan resiko timbulnya osteoporosis. Pengobatan tiroid juga berperan terhadap timbulnya osteoporosis (Supariasa, 2002).

2.1.3 Anatomi tulangAnatomi adalah ilmu yang mempelajari struktur tubuh dan hubungan bagian-bagiannya satu sama lain. Anatomi menunjukkan semua gambaran tubuh manusia berdasarkan orang berdiri secara tegak lurus dengan ekstremitas (alat gerak) atas di samping tubuh, telapak tangan dan wajah menghadap ke depan (Snell,1997).

Gambar 2.3 Anatomi Tulang

Dikutip : www.adam.com

Rangka orang dewasa memiliki dua komponen struktur yang mendasar yaitu tulang spongiosa dan kompakta atau kortikal. Tulang terdiri atas daerah yang kompak pada bagian luar yang disebut korteks. Struktur kompakta atau kortikal terdapat pada bagian tepi tulang panjang meliputi permukaan external. Pada bagian internal tulang, struktur spongiosa seperti jala-jala berbentuk trabekula dan di luarnya dilapisi oleh periosteum. Periosteum pada anak lebih tebal daripada orang dewasa. Bagian tengah tulang panjang kosong atau disebut cavitas medullaris untuk tempat sum-sum tulang (Indriati,2004).

Tulang secara garis besar dapat dibagikan atas tulang panjang, tulang pendek, dan tulang pipih. Tulang panjang terdapat pada lengan dan tungkai seperti humerus, ulna, radius, femur, tibia dan fibula. Tulang ini panjangnya lebih lebar daripada lebar. Tulang ini mempunyai corpus berbentuk tubular, diafisis dan biasanya dijumpai epifisis pada ujungnya. Corpus mempunyai cavitas medullaris di bagian tengah yang berisi sumsum tulang. Bagian luar corpus terdiri atas tulang komparta yang diliputi oleh selubung jaringan ikat yaitu periosteum. Bagian-bagian tulang panjang yang panjang dan silindris disebut diaphysis sedangkan ujung proksimal dan distalnya terdapat epiphysis dan metaphysis. Diaphysis adalah batang tulang panjang, epiphysis adalah ujung akhir tulang panjang sedangkan metaphysis adalah ujung tulang panjang yang melebar ke samping. Bagian tulang external yang tidak berkartilago dilapisi oleh periosteum. Selama masa pertumbuhan, diafisis dipisahkan dari epifisis oleh kartilago epifisis (Indriati, 2004). Periosteum adalah membran dengan vaskularisasi yang memberi nutrisi kepada tulang. Bagian internal tulang dilapisi oleh endosteum atau membrane selular. Periosteum dan endosteum adalah jaringan osteogenik yang berisi sel-sel pembentuk tulang. Jumlah sel-sel pembentuk tulang ini akan bertambah pada periosteum yang mengalami trauma. Pada periositis atau trauma pada periosteum ditandai dengan pembentukan tulang baru di permukaan external tulang yang tampak seperti jala atau trabekula (Indriati,2004).

Gambar 2.4: Komponen tulang panjang pada potongan saginal

Dikutip: Buku Identification in Mass Disaster (Parikh,1989)

Tulang pendek meliputi tulang belikat atau klavikula, metacarpal dan metatarsal (jari tangan dan kaki) seperti contohnya os schapoideum, os lunatum dan talus. Tulang ini terdiri atas tulang spongiosa yang dikelilingi oleh selaput tipis tulang komparta. Tulang-tulang pendek diliputi periosteum dan facies articularis diliputi oleh kartilago hialin. Tulang pipih terdapat pada tulang-tulang atap tengkorak seperti frontal, parietal, occipital dan temporal. Selain itu yang termasuk tulang pipih antara lain adalah tulang iga, tulang scapula dan tulang pelvis. Tulang pipih ini bagian dalam dan luarnya terdiri atas lapisan tipis tulang komparta disebut tabula yang dipisahkan oleh selaput tipis tulang spongiosa disebut diploe (Indriati, 2004).

Tulang tidak teratur adalah tulang vertebra dan basis cranii. Tulang ini tersusun oleh selapis tipis tulang komparta di bagian luar dan bagian dalamnya dibentuk oleh tulang spongiosa. Seterusnya ada tulang sesamoid. Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang ditemukan pada tendo-tendo tertentu, tempat terdapat pergeseran tendo pada permukaan tulang. Sebagian tulang sesamoid tertanam di dalam tendon dan permukaannya bebas ditutupi oleh kartilago. Tulang sesamoid yang terbesar adalah patella, yang terdapat pada tendo musculus quadriceps femoris. Selain itu, terdapat pada tendo musculus flexor pollicis brevis dan musculus flexor hallucis brevis. Tulang sesamoid berfungsi sebagai mengurangi friksi pada tendo dan merubah arah tarikan tendo (Snell, 2012).

Tulang banyak mengandung bahan kristalin anorganik terutama garam-garam kalsium yang membuat tulang keras dan kaku namun sepertiga daripada bahan tersebut adalah fibrosa yang membuatnya kuat dan elastis (Price and Wilson,2006). Fungsi utama tulang adalah untuk membentuk rangka badan, melindungi dan mendukung tubuh dan organ-organ. Selain itu tulang juga penting untuk melakukan pergerakan. Tulang merupakan tempat deposit kalsium, fosfor, magnesium dan garam dan berfungsi sebagai jaringan hemopoetik untuk memproduksi sel darah merah, sel darah putih dan trombosit (Caileit, 2005).

Setiap substruktur harus berfungsi dengan normal agar seluruh tubuh dapat berfungsi secara normal. Enam substruktur utama yang terdapat dalam tubuh manusia ialah tendon, ligament, fascia (pembungkus), kartilago, tulang sendi dan otot. Tendon, ligament dan fascia dan otot sering disebut sebagai jaringan lunak. Tulang sendi diperlukan untuk pergerakan antara segmen tubuh (Cailleit ,2005) .

2.1.4.Fisiologi Tulang

Tulang adalah penunjang bentuk tubuh dan peran dalam pergerakan. Sistem terdiri atas tulang sendi, rangka, tendon, ligament bursa dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur tersebut. Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel yaitu osteoblast, osteosit dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai matriks tulang dan jaringan osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Osteoblas mensekresikan sejumlah besar fosfatase alkali ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid dan hal ini memegang peranan penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang, sebagian fosfatase alkali memasuki aliran darah. Demikian kadar fosfatase alkali dalam darah menjadi indikator yang baik tentang tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastatis kanker ke tulang (Price dan Wilson, 2006).

Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteoklas adalah sel-sel berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsorbsi. Osteoklas mengikis tulang tidak seperti osteoblast dan osteosit. Sel-sel ini menghasilkan enzim-enzim proteolitik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah.

Secara umum fungsi tulang menurut Price dan Wilson (2006) antara lain :a. Sebagai kerangka tubuhTulang sebagai kerangka yang menyokong dan memberi bentuk tubuh.

b. Proteksi

Sistem muskuloskeletal melindungi organ-organ penting, misalnya otak dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan paru-paru terletak pada rongga dada (cavum thorak) yang dibentuk oleh tulang-tulang kostae (iga).

c. Ambulasi dan Mobilisasi

Tulang dan otot menggerakkan tubuh dan tulang memberikan suatu sistem pengungkit yang digerakkan oleh otot-otot yang melekat pada tulang tersebut.d. Deposit Mineral

Sebagai reservoir kalsium, fosfor, natrium dan elemen-elemen lain. Tulang mengandung 99% kalsium dan 90% fosfor tubuh.

e. Hemopoeisis

Berperan dalam bentuk sel darah pada red marrow untuk menghasilkan sel-sel darah merah dan putih dan trombosit dalam sumsum merah tulang tertentu.

2.1.5 Histologi dan Metabolisme Tulang Histologi adalah studi jaringan pada tingkat mikroskopik. Tulang dapat dibagi atas tulang matur dan immature berdasarkan histologisnya. Tulang immatur juga dikenal dengan non lamellar bone, woven bone, fiber bone. Tulang ini pertama kali terbentuk dari osfikasi endokondral pada perkembangan embrional dan kemudian secara perlahan-lahan menjadi tulang yang matur dan pada umur satu tahun tulang immatur tidak terlihat lagi. Tulang immatur mengandung kolagen dengan substansi semen dan mineral yang lebih sedikit berbanding dengan tulang matur. Tulang immatur lebih primitif dalam istilah evolusi phylogenetiknya, berupa jaringan ikat yang kasar dan seperti jala kolagen, polanya random dan tidak teratur orientasinya. Tulang immatur lebih banyak memiliki osteocyte dan biasanya terdapat pada tulang yang menderita tumor dan pada penyembuhan fraktur dan pada embrionik (Indriati, 2004) .

Tulang matur boleh disebut sebagai mature bone atau lamellar bone. Tulang ini dapat dibagi menjadi tulang kortikal (cortical bone, dense bone, comapacta bone) dan tulang trabekula (cancellous bone, trabecular bone, spongiosa). Tulang matur dan immatur dapat dibedakan dari segi jumlah sel, jaringan kolagen dan mukopolisakarida. Tulang matur ditandai dengan sistem Harversian atau osteon yang memberikan kemudahan sirkulasi darah melalui korteks yang tebal. Tulang komparta tidak bisa diberi nutrisi melalui diffusi permukaan pembuluh-pembuluh darah, sehingga memerlukan sistem Harversian (Indriati, 2004).

Tulang trabekular lebih porus dan menerima nutrisi daripada pembuluh darah di sekitar ruang sumsum. Tulang dewasa kompakta dan trabekular secara histologis adalah tulang lamella. Tulang matur kurang mengandung sel dan lebih banyak substansi semen dan mineral berbanding tulang matur (Indriati, 2004).

Pemeriksaan makroskopik potongan melintang tulang kompakta umumnya menujukkan 4 sampai 8 cincin konsentris yang dinamakan lamella haversi. Pemeriksaan setiap lamella menunjukkan tumpukan parallel serabut kolagen. Serabut kolagen pada lamela berikutnya berorientasi ke arah yang berbeda. Perbedaan arah serabut-serabut kolagen ini menambah kekuatan struktur tulang (Indriati,2004).

Setiap batang potongan melintang tulang kompakta lamellar disebut sistem Haversi atau osteon berukuran 0,3 mm diameternya dan panjangnya 3-5 mm. Inti sistem Haversi adalah kanal haversi di mana darah, limfe dan serabut saraf lewat. Kanal-kanal kecil tambahan disebut kanal-kanal Volkmann membelah jaringan tulang secara oblik pada sudut runcing di permukaan periosteal dan endosteal untuk menghubungkan kanal-kanal Haversi, membentuk jaringan yang menyuplai darah dan limfe ke sel-sel tulang panjang (Indriati, 2004).

Lubang-lubang kecil dalam setiap lamella disebut lacunae. Setiap lacunae mempunyai sel-sel tulang disebut osteocyte. Nutrisi ditransport ke sel-sel ini melalui kanalikuli. Osteoblast adalah sel-sel tulang yang berfungsi untuk membentuk, sintesis dan deposit materi tulang dan biasanya terkonsentrasi di bawah periosteum. Osteoblast membuat osteoid, matriks organik tak terkalsifikasi yang kaya kolagen. Kalsifikasi tulang terjadi sebagai kristal-kristal hydroxyapatite, komponen anorganik tulang. Sel-sel yang terletak dalam lacunae ketika osteoblast dikelilingi matriks tulang, bertanggungjawab memelihara tulang. Osteoklas berperan sebagai mereabsorbsi tulang. Pembentukan kembali atau remodeling tulang terjadi pada tingkat selular di mana osteoklas mereabsorbsi jaringan tulang dan osteoblast membangun jaringan tulang (Indriati, 2004). Sendi merupakan pertemuan antara dua tulang atau lebih. Sendi memberi segmentasi pada rangka manusia dan memberikan variasi pergerakan antara segmen-segmen serta variasi pertumbuhan. Fungsi anggota gerak sangat tergantung dari permukaan sendi sehingga ada kelainan atau penyakit pada sendi akan mengganggu pergerakan. Pada bagian persendian, tulang komparta ditutupi oleh kartilago atau tulang rawan sepanjang hidup yang disebut sebagai tulang subchondral. Tulang subchondral yang terletak di persendian biasanya lebih halus dan mengkilap berbanding tulang komparta yang tidak terletak di bagian sendi, contohnya pada bagian distal humerus atau siku (Indriati,2004).

Tulang vertebra biasanya mempunyai struktur yang porus dan dikenal sebagai tulang trabecular dan cancellous. Daerah tulang trabecular pada rangka yang sedang tumbuh mempunyai tempat-tempat sumsum merah, jaringan pembuat darah atau hematopoietic yang memproduksi sel darah merah, putih dan platelet. Sumsum kuning berperan sebagai penyimpan sel-sel lemak di kavitas medullaris pada tulang panjang yang dikelilingi oleh tulang kompakta. Selama pertumbuhan sumsum tulang merah digantikan secara progresif oleh sumsum kuning pada sebagian besar tulang panjang (Indriati,2004).

2.1.6. Struktur Molekular Tulang

Tulang manusia terdiri atas kolagen, molekul protein besar yang merupakan 90% elemen organik tulang. Molekul-molekul kolagen biasanya membentuk serabut-serabut elastis pada tulang namun pada tulang dewasa, kolagen mengeras. Hal ini adalah kerana terisi bahan anorganik hydroxyapatite. Kristal-kristal mineral ini nanti akan membentuk calcium phosphate dan mengisi matriks kolagen. Serabut-serabut protein dan mineral ini membuat tulang mempunyai dua karakteristik yaitu melunak seperti karet apabila mineral anorganiknya rusak atau mengeras (bila direndam dalam larutan asam) atau retak dan hancur apabila kolagen atau organiknya rusak (bila direbus atau dipanaskan) (Indriati,2004).

Struktur tulang berubah sangat lambat terutama setelah periode pertumbuhan tulang berakhir. Komposisi tulang terdiri atas substansi organik dan inorganik sebesar 35% dan 45% dan air sebanyak 20%. Substansi organik terdiri atas sel-sel tulang, substansi organik intrasellular serta matriks kolagen dan merupakan bagian terbesar dari matriks adalah 90% dan sisanya adalah asam hialuronat dan kondroitin asam sulfur. Substansi inorganik terutamanya terdiri atas kalisum dan fosfor dan selebihnya oleh magnesium, sodium, hidroksil, karbonat dan fluoride. Enzim tulang adalah alkali fosfatase yang diproduksi oleh osteoklas yang kemungkinan besar mempunyai peranan yang penting dalam produksi organik matriks sebelum terjadi kalsifikasi (Almatsier, 2004).

2.1.7 Fungsi dan peranan kalsium untuk pembentukan tulang

Menurut Almatsier, 2004, kalsium dalam tulang mempunyai dua fungsi yaitu sebagai tempat menyimpan kalsium dan merupakan bagian integral dari struktur tulang. Pada awal perkembangan janin, proses pembentukan tulang sudah bermula dengan membentuk matriks yang kuat, tetapi yang masih lunak dan lentur adalah mesenkim tulang tubuh. Matriks terdiri atas serabut yang diperbuat daripada kolagen yang diselubungi oleh bahan gelatin dan merupakan sepertiga bagian daripada tulang.

Setelah lahir, matriks mulai menjadi kuat dan mengeras melalui proses kalsifikasi yaitu dengan membentuk kristal mineral yang mengandung senyawa kalsium. Kristal ini terdiri atas kalsium fosfat atau kombinasi kalsium fosfat dan kalsium hidroksida dinamakan hidroksiapatit {(3Ca3(PO4)2.Ca(OH)2}. Batang tulang merupakan bagian keras daripada matriks yang mengandung kalsium, fosfat, magnesium, zink dan natrium bikarbonat selain hidroksiapatit (Almatsier, 2004) .

Selama kehidupan, tulang selalu mengalami perubahan baik dalam bentuk ataupun kepadatan, sesuai dengan usia dan perbedaan usia. Menurut Krummel, 1996, faktor yang mempengaruhi kalsifikasi atau penulangan adalah genetik untuk menentukan massa tulang, hormons seks dan aktivitas fisik untuk mempengaruhi metabolisme tulang.

2.1.8 Kepadatan tulang (Densitas tulang )

Kepadatan tulang mempunyai hubungan yang erat dengan kekuatan tulang dan perubahan-perubahan tulang yang terjadi selama kehidupan. Kepadatan meningkat selama periode pertumbuhan wanita dan tetap berlangsung walaupun pertumbuhan tulang telah berhenti. Kepadatan tulang tidak meningkat atau menurun pada wanita yang berumur 35-40 tahun dengan menstruasi yang teratur. Pertumbuhan tulang mencapai puncak pada usia 25-35 tahun untuk tulang-tulang trabekular dan pada usia 35-40 tahun untuk tulang-tulang kortikal. Setelah pematangan tulang selesai (Rahman AI, 1996).

Kepadatan tulang trabekular pada period menopause akan menurun yaitu 1-8% per tahun dan pada tulang paha terjadi penurunan tulang kortikal sebesar 0,5-5% per tahun. Seorang wanita selama kehidupannya akan mengalami kehilangan 4050 % jumlah tulang secara keseluruhan dan pria hanya sebesar 2030 % (Riggs BL, 2002). Kehilangan massa tulang pada wanita selain disebabkan oleh kenaikan usia, ada jugak penurunan kadar estrogen dalam darah kerana penurunan fungsi ovarium dan penurunan hormon progesteron juga turut berperan. Estrogen dikenal untuk mengakselerasikan pengeroposan tulang dan meningkatkan suseptibilitas untuk fraktur (Rahman AI, 1996).

2.2 Antropometri

Antropometri berasal dari kata anthropos yang berarti man (orang) dan metron yang berarti measure (ukuran) dan merupakan pengukuran terhadap manusia (mengukur manusia). John Sigismund Elsholtz, seorang ahli anatomi warganegara Jerman, adalah orang pertama yang menggunakan istilah antropometri pada tahun 1654 dan telah menciptakan alat ukur yang disebut sebagai anthropometron (Glinka, 2008).

Gambar 2.5: Papan Osteometri

Dikutip :BukuForensic Pathology (Knight,1996)

Gambar 2.6 : Antropometer menurut Martin

Dikutip: BukuMetode Pengukuran Manusia (Glinka,2008) Penelitian dalam bidang antropometri mulai berkembang dari perhitungan sederhana menjadi lebih rumit, yaitu dengan menghitung indeks pada abad 19. Indeks adalah cara perhitungan yang diperkembangkan untuk mendeskripsikan bentuk (shape) melalui keterkaitan antar titik pengukuran. Perhitungan indeks, titik pengukuran dan cara pengukuran berkembang pesat yang berdampak pada banyaknya variasi cara klasifikasi dan hal ini berdampak pada tidak adanya standardisasi, terutama pada bidang osteometri (pengukuran tulang-tulang). Para ahli tidak bisa membandingkan hasil penelitiannya karena standar pengukuran, titik pengukuran serta indeks yang berbeda-beda (Glinka,2008).

Upaya standarisasi mulai dilakukan pada pertengahan abad 19 berdasarkan studi Paul Broca yang mana upaya tersebut telah dilakukan sejak awal 1870-an, dan kemudian disempurnakan melalui kongres ahli antropologi Jerman pada tahun 1882 di Frankurt yang kemudian dikenal sebagai Kesepakatan Frankfur, yaitu menentukan garis dasar posisi kepala atau cranium ditetapkan sebagai garis Frankfurt Horizontal Plane atau Dataran Frankfurt (Glinka, 2008).

Gambar 2.7: Dataran FrankfurtDikutip:Buku Metode Pengukuran Manusia (Glinka,2008) Garis C adalah Dataran Frankfurt, merupakan bidang horizontal sejajar dengan dasar atau lantai yang melalui titik paling bawah pada satu lekuk mata, biasanya yang kiri dan titik paling atas pada dua lubang telinga luar (porion pada tengkorak, tragion pada manusia hidup). Dataran ini merupakan patokan penilaian dan pengukuran baik pengukuran tinggi badan maupun pengukuran sudut (Glinka, 2008).

Perkembangan berikutnya pada tahun 1914 dibuat oleh antropologi Jerman yang lain yaitu Rudolf Martin menerbitkan buku yang berjudul Lehrbuch der Anthropologie dan selanjutnya pada tahun 1981 bersama Knussmann, Rudolf Martin memperbaharui buku tersebut. Mahasiswa lama telah menggunakan satuan ukuran dengan lebar jari, lebar telapak tangan, hasta, depa, langkah kaki dan sebagainya (Krogman,1989).

2.3 Antropologi

Sistem Medikolegal telah meminta bantuan kepada antropologis yang bersifat fisik untuk keahlian mereka dalam rangka analisis lama sebelum antropologi fisik bagian dari American Academy of Sciences Forensic (AAFS) secara resmi didirikan pada tahun 1972. Antropologi berkonsentrasi pada biologi manusia yaitu karakteristik di tingkat populasi, dengan perhatian khusus untuk mengungkap keunikkan yang menetapkan satu individu dari yang lain. Pengisolasian setiap manusia sebagai entitas yang unik adalah fokus dan inti dari forensik antropologi ini (William, 1997). Antropologi forensik berpusat pada penilaian dari setiap aspek dari sisa-sisa manusia yang skeletonized dalam konteks medikolegal untuk tujuan membangun identitas dan jika mungkin penyebab kematian dan juga meliputi analisa foto wajah, rekonstruksi, identifikasi dan perbandingan kedua yang hidup dan mati. Antropologis forensik sering dipanggil untuk membantu hukum penegak ketika dekomposisi, pemotongan, atau kecederaan menjadikannya mustahil untuk mengenali seseorang atau menggunakan normal array teknik seperti sidik jari. Spesialis forensik antropologi ini jugak berkonsultasi dengan pemerintah untuk menyelidiki peninggalan bersejarah selain menyelidiki kasus pembunuhan, peperangan dan bencana massa (Stanford, 2006).2.3.1 Identifikasi :Derajat Kepastian Antropolog forensik sering dipanggil sebagai saksi ahli untuk memberi pendapat di pengadilan tentang identifikasi individu untuk membangun identitas. Tingkat kepastian identifikasi tergantung pada keakuratan teknik dan adanya terbantahkan faktor individualisasi (William, 1997).2.3.1.1 Possible (Kemungkinan)

Sebuah match adalah possible jika tidak ada kecocokan utama yang akan mengecualikan individu dari suatu pertimbangan. Namun harus ditekankan bahawa sementara match ini mencegah pengecualian segera tidak berarti hal ini adalah probabilitas. Suatu konfirmasi possible di pengadilan dapat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, ketat dan pengujian khusus lagi (William, 1997).

2.3.1.2 Indeterminate atau Inconclusive Kebanyakan kasus biasanya berakhir pada kategori indeterminate walaupun pada mulanya waktu screening bertahan. Hal ini adalah kerana sejumlah besar beberapa karakteristik yang sangat mirip dan akhirnya dibahagi lagi menjadi usia, gender, ras, kebangsaan. Sebagai contoh mata coklat, hidung mancung dan lain-lain. Fitur populasi tertentu seperti alveolar prognatisme di kulit hitam, berbentuk gigi seri sekop di Amerika Indian tidak definitive. Jika tidak ada karakteristik istimewa atau faktor individualisasi dapat diisolasi dan dicocokkan namun perbandingan dianggap indeterminate (William, 1997).

2.3.1.3 Identifikasi Positif Identifikasi positif hanya dapat dinyatakan jika sama sekali tidak ada kontraindikasi atau ragu. Kesimpulan ini hanya dapat dicapai berdasarkan kehadiran faktor unik individualisasi (William, 1997).2.4 Demografis karakteristik kerangka

Kebanyakan orang akan memiliki sedikit kesulitan yang memisahkan kelompok normal, manusia yang termutilasi berdasarkan usia, seks, dan ras. Krogman mengatakan semua assesmen skeletal dibahagi menjadi empat yaitu usia, gender, ras dan bagian tubuh(stature). Forensik antropologist lebih mungkin untuk berurusan dengan spesimen parsial, terfragmentasi untuk memungut informasi sebanyak mungkin dari setiap tulang (Wiliam, 1997).

Gambar 2.8 Skeletal ManusiaDikutip: Buku Introduction to Forensic Science (William,1997)Tabel 2.2 Skeletal Manusia

NoNama tulangNoNama tulang

1Tulang kaki11Klavikula

2Tulang tangan12Sternum

3Patella13Ribs

4Tibia14Coxa

5Fibula15Coccyx

6Femur16Sacrum

7Lengan bawah(ulna dan radius)17Vertebra lumbal

8Humerus18Scapula

9Iliac epiphysis19Vertebra thoracic

10Skull dan mandibula20Vertebra cervical

2.5 Tinggi Badan

Definisi

Tinggi badan adalah ukuran kumulatif atau komposit, yang terdiri atas tinggi kepala dan leher, tinggi tubuh, dan panjang tungkai (Indriati, 2004). Tinggi badan bersifat genetik, namun bisa juga dipengaruhi oleh lingkungan, seperti keadaan gizi pada masa pertumbuhan (Glinka, 1987). Panjang tulang, kaki dan tangan berbanding secara proporsional dengan tinggi badan kita (Indriati, 2004). Menurut Barry L.Johnson, 1979, yang dikutip oleh Murtiantmo Wibowo Adi, 2008, berpendapat bahawa tinggi badan merupakan ukuran posisi tubuh berdiri (vertical) dengan menempel pada lantai, posisi kepala dan leher tegak, dada dibusungkan, perut mendatar dan tarik nafas beberapa saat.

Menurut Wahyudi, 2011, yang dikutip Catur Baharuddin, 2007, berpendapat bahawa tinggi badan diukur dalam posisi berdiri sikap sempurna tanpa alas kaki. Tinggi badan merupakan parameter dari pertumbuhan dan kesehatan manusia, seperti pada pengukuran body mass index yang digunakan dalam menentukan status gizi. Tinggi badan juga merupakan salah satu ciri utama yang digunakan untuk proses identifikasi pada berbagai kepentingan seperti pada pendataan, penyelidikan kepolisian dan lainnya. Dalam antropologi forensik, tinggi badan merupakan salah satu dari empat profil biologis utama selain usia, jenis kelamin dan ras (Baines 2011). Cara pengukuran tinggi badan yang biasa digunakan adalah mengukur dari puncak kepala(vertex) hingga bagian ujung tumit pada posisi berdiri tegak atau disebut sebagai stature (Duquet dan Cartr, 2009).

Gambar 2.9 :Pengukuran Tinggi BadanDikutip: Buku Devision (Reinhard John, 2009)

2.5.1 Struktur Tinggi Tubuh Manusia

Struktur tubuh manusia tersusun atas berbagai macam organ sehingga membentuk tubuh manusia seutuhnya dan kerangka adalah struktur keras pembentuk tinggi badan.

Gambar 2.10: Anatomi kerangka tubuh manusia tampak depan dan belakang.

Dikutip: Colour Atlas of Human Anatomy (Mcminn,1993)

Proses pertumbuhan terjadi sejak konsepsi dan berlangsung terus-menerus sampai umur dewasa, kemudian stabil dan pada usia relatif tua akan kembali berkurang. Pada saat sesudah dilahirkan, umur dapat diperkirakan sesuai golongan pertumbuhan dan perkembangan badan, antara lain bayi, balita, anak-anak dan dewasa muda. Pada janin, bayi baru lahir dan anak-anak sampai masa pubertas, umur dapat ditentukan berdasarkan tinggi atau panjang dan berat badan. Terdapat beberapa faktor yang harus dipertimbangkan seperti keturunan, bangsa, gizi dan lain-lain namun pada orang dewasa tua penentuan umur berdasarkan tinggi badan dan berat badan tidak digunakan lagi (Chadha,1995).

Tinggi badan diukur pada saat berdiri secara tegak lurus dalam sikap anatomi. Kepala berada dalam posisi sejajar dengan dataran Frankfurt. Tinggi badan adalah hasil pengukuran maksimum panjang tulang-tulang secara parallel yang membentuk poros tubuh (The Body Axix), yaitu diukur dari titik tertinggi di kepala (cranium) yang disebut vertex, ke titik terendah dari tulang kalkaneus (the calcanear tuberosity ) yang disebut heel.

Gambar 2.11: Gambar pengukuran tinggi badan dan pengukuran tinggi titik anatomis

Dikutip: Buku Metode Pengukuran Manusia(Glinka,2008)

2.5.2 Hubungan Panjang Tulang Tibia Dengan Tinggi Badan

Tinggi badan bersifat genetik, namun boleh dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti lingkungan dan keadaan gizi semasa pertumbuhan (Glinka,1987). Pada prinsipnya panjang tulang lengan dan tungkai berbanding proporsional dengan tinggi badan (Indriati, 2004). Estimasi tinggi badan dapat dilakukan pada tulang-tulang seperti humerus, radius, ulna, femur, tibia, fibula, phalange, sternum, tinggi hidung, kalkaneus dan tapak kaki. Menurut Indriati, 2004, dalam menentukan tinggi badan, lebih baik menggunakan tulang panjang kerana hasil pengukuran pada tulang panjang merupakan hasil yang terbaik dalam antara ukuran anggota lain. Selain tulang panjang, tulang lain juga telah diteliti, walaupun secara umum telah diterima bahawa tulang panjang memberikan hasil yang lebih akurat dibandingkan tulang lainnya (Duyar dan Pelin, 2003).2.5.3 Hubungan Gender Dengan Tinggi Badan

Menurut Snell, 2012, pria dewasa cenderung lebih tinggi berbanding wanita dewasa dan mempunyai tungkai yang lebih panjang, tulangnya lebih besar dan lebih berat serta massa otot yang lebih besar dan padat kalau dilihat secara teori. Pria mempunyai lemak subkutan yang lebih sedikit sehingga membuat bentuknya lebih angular. Wanita dewasa cenderung lebih pendek berbanding pria dewasa dan mempunyai tulang yang lebih kecil dan lebih sedikit massa otot. Wanita lebih banyak mempunyai lemak subkutan.Wanita mempunyai sudut siku yang lebih luas dengan akibat deviasi lateral lengan bawah terhadap lengan atas yang lebih besar.

2.5.4 Hubungan Usia Dengan Tinggi Badan

Selama masa pertumbuhan, organ-organ tubuh manusia bertumbuh secara simultan dan salah satunya adalah tulang. Setiap tulang bertambah panjang secara bersamaan namun dengan kecepatan yang berbeda-beda sehingga terdapat proporsi tertentu antar tulang (Indriati, 2004). Menurut Trotter dan Glesser, 1952 pada laki-laki tinggi badan tidak banyak berubah sejak 18 tahun dan setelah tinggi badan maksimum ini tercapai, tinggi badan tidak banyak berubah seiring usia. Hal ini menyebabkan penentuan tinggi badan maksimum tetap dapat digunakan pada usia di atas 30 tahun untuk memperkirakan tinggi badan di atas usia 30 tahun. Peningkatan usia mempengaruhi aspek kehidupan seperti terjadinya perubahan-perubahan fizik, biologis, psikologis dan sosial sebagai akibat proses penuaan atau munculnya penyakit degeneratif akibat proses penuaan tersebut. Salah satu perubahan fizik yang terjadi seiring dengan pertambahan usia adalah penurunan massa tulang yang dapat merubah struktur tulang. Namun proses penuaan tidak mempengaruhi tulang panjang seperti di lengan dan tungkai kerana kerana perubahan struktur tulang akan terjadi pada tulang-tulang vertebra, struktur jaringan pengikat dan tulang invertebra yang akan merubah kurvatura tulang punggung menjadi lebih melengkung (kiphosis torakalis) dan posisi akan membungkuk.2.6 Struktur Panjang Tulang Tibia

Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari tungkai bawah dan terletak medial dari fibula atau tulang betis. Tibia juga adalah tulang pipa dengan sebuah batang dan dua ujung. Ujung atas memperlihatkan adanya kondil medial dan kondil lateral. Kondil-kondil ini merupakan bagian yang paling atas dan paling pinggir dari tulang. Permukaan superiornya memperlihatkan dua dataran permukaan persendian untuk femur dalam formasi sendi lutut (Andy, 1994). Permukaan permukaan tersebut halus dan di atas permukaannya yang datar terdapat tulang rawan semilunar (setengah bulan) yang membuat permukaan persendian lebih dalam untuk penerimaan kondil femur. Kondil lateral memperlihatkan posterior sebuah faset untuk persendian dengan kepala fibula pada sendi tibio-fibuler superior. Kondil-kondil ini di sebelah belakang dipisahkan oleh lekukan popliteum. Tuberkel dari tibia ada di sebelah depan tepat di bawah kondil-kondil ini. Bagian depan memberi kaitan kepada tendon patella, yaitu tendon dari insersi otot extensor kwadrisep. Bagian bawah dari tuberkel itu adalah subkutaneus dan sewaktu berlutut menyangga berat badan (John Luckman, 1997). Pada bagian batang, sisi anteriornya paling menjulang dan sepertiga sebelah tengah terletak subkutan. Bagian ini membentuk krista tibia. Permukaan medial adalah subkutaneus pada hampir seluruh panjangnya dan merupakan daerah berguna dari mana dapat diambil serpihan tulang untuk transportasi (bonegraft) (Bruner,2000).

Permukaaan posterior ditandai oleh garis soleal atau linea popliteal, yaitu garis meninggi di atas tulang yang kuat dan yang berjalan ke bawah dan ke medial. Bagian ujung bawah termasuk dalam formasi persendian mata kaki. Tulangnya sedikit melebar dan ke bawah sebelah medial menjulang menjadi maleolus medial atau maleolus tibiae. Sebelah depan tibia halus dan tendon-tendon menjulur di atasnya ke arah kaki. Permukaan lateral dari ujung bawah bersendi dengan fibula pada persendian tibio-fibuler inferior. Tibia membuat sendi dengan tiga tulang yaitu femur, fibula dan talus (Evelyn, 2009).

Gambar 2.12 : Anatomi Tulang Tibia

Dikutip dari : www.adam.com.

Tulang tibia merupakan tulang besar dan utama pada tungkai bawah. Ia mempunyai kondilus besar tempat berartikulasi. Pada sisi depan tulang hanya terbungkus kulit dan periosteum yang sangat nyeri jika terbentur. Pada pangkal proksimal berartikulasi dengan tulang femur pada sendi lutut. Bagian distal berbentuk agak pipih untuk berartikulasi dengan tulang tarsal. Pada tepi luar terdapat perlekatan dengan tulang fibula. Pada ujung medial terdapat maleolus medialis. Tulang fibula merupakan tulang panjang dan kecil dengan kepala tumpul tulang fibula tidak berartikulasi dengan tulang femur (tidak ikut sendi lutut) pada ujung distalnya terdapat maleolus lateralis (Donna, 1991). Tulang tibia bersama-sama dengan otot-otot yang ada di sekitarnya berfungsi menyangga seluruh tubuh dari paha ke atas, mengatur pergerakan untuk menjaga keseimbangan tubuh pada saat berdiri. Tulang tibia juga merupakan tempat deposit mineral ( kalsium, fosfor dan hematopoisis). Fungsi tulang adalah sebagai menahan jaringan tubuh dan memberi bentuk kepada kerangka tubuh, melindungi organ-organ tubuh (contoh, tengkorak melindungi otak), untuk pergerakan (otot melekat kepada tulang untuk berkontraksi dan bergerak), dan merupakan gudang untuk menyimpan mineral seperti kalsium (Price, 1994).

Gambar 2.12 : Anatomy Tibia dan Fibula (Anterior)

Dikutip: Buku Atlas Of Human Anatomy Third Edition (Netter,2003)

Gambar 2.13 Anatomy Tibia dan Fibula (Posterior)

Dikutip: Buku Atlas Of Human Anatomy Third Edition (Netter,2003)

Kerangka Teoritis

Sumber : William (1997), Snell (1997), Tortora dan Derrickson (2011)Gambar 2.15 Kerangka Teoritis BAB 3KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIANBerdasarkan beberapa teori tentang hubungan panjang tulang tibia dengan tinggi badan maka disusun kerangka teori sebagai berikut;

_________ = tidak diteliti

Sumber : Supariasa (2002), Tortora dan Derrickson (2011), Snell (2012)Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Hubungan Panjang Tulang Tibia dengan Tinggi Badan

3.2 Hipotesis

Berdasarkan landasan teori yang diajukan maka hipotesisnya adalah : a. ada hubungan panjang tulang tibia dengan tinggi badan mahasiswa pendidikan kedokteran angkatan 2010 FK Unand.b. ada hubungan gender dengan tinggi badan mahasiswa pendidikan kedokteran angkatan 2010 FK Unand.BAB 4

METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik dengan pendekatan cross sectional dimana untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen dengan melakukan pengukuran pada saat tersebut. (Sudigdo,2002).

4.1 Populasi PenelitianPopulasi dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa Fakultas kedokteran Universitas Andalas angkatan 2010 yang berjumlah 268 mahasiswa.

4.2 Sampel Penelitian

Sampel untuk penelitian ini adalah semua populasi yang termasuk dalam kriteria inklusi.

4.2.1.Kriteria Penerimaan (Inklusi)Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:

a. Responden berusia sama atau atas 21 tahun.

b. Tidak pernah mengalami patah tulang.c. Tidak memiliki cacat fisik kelainan tulang bawaan sejak lahir.

d. Bersedia ikut dalam penelitian.4.2.2 Kriteria Penolakan (Eksklusi)

Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:

a.Responden tidak hadir saat penelitian berlangsung.4.3 Variabel Penelitian4.3.1 Klasifikasi Variabel Sesuai dengan hipotesis dan jenis penelitian yang dilakukan maka variabel penelitian ini adalah:

a.Variabel dependen : Tinggi badanb.Variabel independen : Panjang tulang tibia4.3.2 Definisi Operasional Variable

Definisi operasional merupakan uraian tentang batasan variabel yang dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2010).a. Panjang tulang tibia

Definisi operasional : tulang besar dan utama pada tungkai bawah serta kerangka utama dari tungkai bawah dan terletak medial dari fibula.

Alat ukur : pita ukurCara ukur :dengan mengukur tibial tuberosity hingga medial malleolusHasil ukur : cm

Skala ukur : rasiob. Tinggi badan

Definisi operasional : Jarak maksimum dari vertex ke telapak kaki

Alat ukur : pita ukur

Cara ukur : tinggi badan diukur dalam posisi berdiri sikap sempurna tanpa alas kaki dan diukur dari titik tertinggi di kepala (cranium) yang disebut vertex, ke titik terendah dari tulang kalkaneus (the calcanear tuberosity ) yang disebut heel.Hasil ukur : cm

Skala ukur : rasioc. Gender

Definisi operasional : Perbedaan status dan peran antara perempuan dan laki-laki yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan nilai budaya yang berlaku dalam periode waktu tertentu.Alat ukur : kuesioner

Cara ukur : dengan mengisi kuesioner

Hasil ukur : dibagi dalam dua kategori, yaitu laki-laki dan perempuan

Skala ukur : nominal

Instrumen penelitianInstrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, yakni dengan mengajukan beberapa pertanyaan tertulis yang dilengkapi dengan petunjuk pengisian kepada responden untuk dijawab dan panjang tulang tibia dan tinggi badan diukur dengan pita pengukur.

4.4 Bahan dan sumber penelitian Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Sumber data penelitian, data primer diambil langsung dari kuisioner yang telah diisi oleh mahasiswa angkatan 2010 di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang dan Rumah Sakit M. DJamil, sedangkan data sekunder adalah jumlah mahasiswa angkatan 2010. Data sekunder didapatkan dari Bagian Akademik FK UNAND.4.6 Lokasi dan Waktu PenelitianPenelitian ini akan dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas dan Rumah Sakit M. DJamil pada bulan April 2015 sampai Mei 2015.

4.7 Cara pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara meminta pesertujuan dari pihak akademik untuk mendapatkan data mengenai jumlah mahasiswa angkatan 2010 dan menyebarkan kuisioner. Kuisioner diisi dan dicatat secara manual.

4.8 Cara pengolahan dan Analisis DataPengelolahan data dilakukan dengan sistem komputerisasi dengan tahap-tahap:

1. Editing, yaitu pada tahap ini di periksa semua rekam medis untuk memastikan data yang diambil sesuai dengan kriteria inklusi.

2. Coding, yaitu proses pemberian kode pada setiap data variabel yang telah terkumpul yang berguna untuk memudahkan pengolahan selanjutnya.

3. Entry, yaitu memasukkan data ke dalam program Statistical Program for Social Science (SPSS) secara single entry.4. Cleaning, yaitu data yang telah dimasukkan, diperiksa kembali untuk memastikan bahwa data tersebut telah bersih dari kesalahan, baik kesalahan dalam pengkodean ataupun kesalahan dalam membaca kode.

4.8 Analisis Data

Analisis data adalah metode yang digunakan untuk mengolah hasil penelitian guna memperoleh kesimpulan. Analisis data yang dilakukan dengan dengan menggunakan program komputer yaitu SPSS. Adapun analisis data yang dilakukan adalah :a. Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk melihat distribusi frekuensi variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen adalah panjang tulang tibia sedangkan variabel dependen adalah tinggi badan.

b. Analisis Bivariat Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara variabel independen (panjang tulang tibia) terhadap variabel dependen (tinggi badan) dan menggunakan analisis dengan SPSS.DNA

Primer

Gigi

Sidik jari

Identifikasi

jenazah

Gender

Sekunder

Ras

Pakaian

Aksesori

Faktor Internal

Gender

Usia

Gen

Ras

Berat badan

Tinggi badan

Faktor Eksternal

Lingkungan

Gizi

Obat-obatan

Mekanis

Endokrin

Penyakit kronis

Pengukuran panjang tulang tibia

Tinggi badan

Panjang tulang tibia

Faktor Eksternal

Lingkungan

Gizi

Obat-obatan

Mekanis

Endokrin

Penyakit kronis

Faktor Internal

Gender

Usia

Gen

49