laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan bru

26
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN CHRONIC KIDNEY DISEASE at causa BATU GINJAL PRAKTEK PROFESI DEPARTEMEN MEDIKAL RUANG 25 (HEMODIALISA) RSSA MALANG (22 Juni – 27 Juni 2015) Festy Adinda Putri 135070209111028 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Upload: adienda-putri

Post on 14-Sep-2015

60 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

ckd at causa batu ginjal

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATANCHRONIC KIDNEY DISEASE at causa BATU GINJALPRAKTEK PROFESI DEPARTEMEN MEDIKALRUANG 25 (HEMODIALISA) RSSA MALANG (22 Juni 27 Juni 2015)

Festy Adinda Putri135070209111028

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan, Asuhan Keperawatan dan Resume Keperawatan dengan judul....

Yang telah disahkan padaHari:Tanggal:Mahasiswa

(..........................................................)

Pembimbing LahanPembimbing Institusi

(..........................................................)

(..........................................................)

Mengetahui,Kepala Ruangan

(..........................................................)

Laporan Pendahuluan CKD at causa Batu Ginjal

A. Definisi Nefrolitiasis atau batu ginjal adalah adanya batu atau kalkulus dalam pelvis renal batu-batu tersebut dibentuk oleh kristalisasi larutan urin (kalsium oksolat asam urat, kalium fosfat, struvit dan sistin). Ukuran batu tersebut bervariasi dari yang granular (pasir dan krikil) sampai sebesar buah jeruk. Adanya batu pada ginjal dapat menjadi salah satu penyebab gangguan pada fungsi ginjal yang bersifat progresif dan irreversible dan berujung pada kegagalan fungsi metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit.Gagal ginjal kronik (GGK) biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap (Doenges, 1999). Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2001).Gagal ginjal kronik merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang berlangsung perlahan-lahan, karena penyebab yang berlangsung lama dan menetap, yang mengakibatkan penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) sehingga ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit.

B. EtiologiPenyebab terjadinya batu ginjal antara lain : Hiperkalsemia dan hiperkalsiuria yang disebabkan oleh hiperparatiroidisme, asidosis tubulus renal, mieloma multiple. Kelebihan asupan vitamin D Dehidrasi kronik. Asupan cairan yang buruk. Imobilitas yang lama. Metabolisme purin ab normal (hiperuri semia dan pirai). Obstruksi kronik oleh benda asing di dalam traktus urinarius dan kelebihan absorbsi oksalat pada penyakit inflamasi usus atau ileastomi.

Dibawah ini ada beberapa penyebab CKD menurut Price, dan Wilson (2006) diantaranya adalah tubula intestinal, penyakit peradangan, penyakit vaskuler hipertensif, gangguan jaringan ikat, gangguan kongenital dan herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik, nefropati obsruktif. Beberapa contoh dari golongan penyakit tersebut adalah : 1. Penyakit infeksi tubulointerstinal seperti pielonefritis kronik dan refluks nefropati. 2. Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis. 3. Penyakit vaskular seperti hipertensi, nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, dan stenosis arteria renalis. 4. Gangguan jaringan ikat seperti Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa, dan seklerosis sistemik progresif. 5. Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit ginjal polikistik, dan asidosis tubulus ginjal. 6. Penyakit metabolik seperti diabetes mellitus, gout, dan hiperparatiroidisme, serta amiloidosis. 7. Nefropati toksik seperti penyalah gunaan analgetik, dan nefropati timah8. Nefropati obstruktif seperti traktus urinarius bagian atas yang terdiri dari batu, neoplasma, fibrosis retroperitoneal. Traktus urinarius bagian bawah yang terdiri dari hipertropi prostat, setriktur uretra, anomali kongenital leher vesika urinaria dan uretra.

C. KlasifikasiGagal ginjal kronik dibagi 3 stadium : Stadium 1 : penurunan cadangan ginjalpada stadium ini, kadar kreatinin serum normal dan penderita asimptomatik. Stadium 2 : insufisiensi ginjalDimana lebih dari 75 % jaringan telah rusak, Blood Urea Nitrogen (BUN) meningkat, dan kreatinin serum meningkat. Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.

CKD dibagi ke dalam 5 tahap yaitu sebagai berikut: Tahap 1 Kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2). Dengan beberapa tanda kerusakan ginjal pada tes lainnya (jika semua tes ginjal lain adalah normal, tidak ada CKD). Tahap 2 Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89 mL/menit/1,73 m2 Tahap 3 Kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2. Penurunan moderat dalam fungsi ginjal. Tahap 4 Kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2. Persiapan untuk terapi penggantian ginjal. Tahap 5 Kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal terminal.

Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test ) dapat digunakan dengan rumus : Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg ) 72 x creatini serumPada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

D. PatofisiologiBatu ginjal dibentuk oleh kristalisasi larutan urin (kalsium oksolat asam urat, kalium fosfat, struvit dan sistin). Ukuran batu tersebut bervariasi. Adanya batu pada ginjal dapat menimbulkan obstruksi dan infeksi saluran kemih, manifestasi obstruksi pada saluran kemih bagian bawah adalah retensi urine atau keluhan miksi yang lain sedangkan pada batu saluran kemih bagian atas dapat menyebabkan hidrouretes atau hidronefrosis. Hidronefrosis yang berkepanjangan dapat menjadi salah satu penyebab gangguan pada fungsi ginjal yang bersifat progresif dan irreversible. Gangguan fungsi ginjal dapat berujung pada kegagalan fungsi metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit.Menurut Smeltzer, dan Bare (2001) proses terjadinya CKD adalah akibat dari penurunan fungsi renal, produk akhir metabolisme protein yang normalnya diekresikan kedalam urin tertimbun dalam darah sehingga terjadi uremia yang mempengarui sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka setiap gejala semakin meningkat. Sehingga menyebabkan gangguan kliren renal. Banyak masalah pada ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomerulus yang berfungsi, sehingga menyebabkan penurunan klirens subtsansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) juga berpengaruh pada retensi cairan dan natrium. Retensi cairan dan natrium tidak terkontol dikarenakan ginjal tidak mampu untuk mengonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit seharihari tidak terjadi. Natrium dan cairan sering tertahan dalam tubuh yang meningkatkan resiko terjadinya oedema, gagal jantung kongesti, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis renin angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron.E. Manifestasi KlinisManifestasi klinik gagal ginjal kronik antara lain (Long, 1996): a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresib. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.Manifestasi yang terjadi pada gagal ginjal kronis menurut Smeltzer, dan Bare (2001) diantaranya adalah: 1. Kardiovaskuler : a. Hipertensi, yang diakibatkan oleh retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron. b. Gagal jantung kongestif. c. Edema pulmoner, akibat dari cairan yang berlebih. 2. Dermatologi seperti Pruritis, yaitu penumpukan urea pada lapisan kulit. 3. Gastrointestinal seperti anoreksia atau kehilangan nafsu makan, mual sampai dengan terjadinya muntah. 4. Neuromuskuler seperti terjadinya perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi, kedutan otot sampai kejang. 5. Pulmoner seperti adanya sputum kental, pernapasan dangkal, kusmaul, sampai terjadinya edema pulmonal. 6. Muskuloskletal seperti terjadinya fraktur karena kekurangan kalsium dan pengeroposan tulang akibat terganggunya hormon dihidroksi kolekalsi feron.7. Psikososial seperti terjadinya penurunan tingkat kepercayaan diri sampai pada harga diri rendah (HDR), ansietas pada penyakit dan kematian.

Tertimbunnya prod akhir metabolisme dlm darahKerusakan ginjal progresif dan irriversibleGagal GinjalSal. Kemih Bawahretensi urine atau keluhan miksiSal. Kemih atashidrouretes atau hidronefrosisKegagalan fungsi metabolismeDanKeseimbangan cairan elektrolitPenurunan fungsi ginjal

F. Pemeriksaan Penunjang1. Pemeriksaan Laboratoriuma. Urine1) Volume : biasanya kurang dari 400 ml / 24 jam (oliguria) / anuria.2) Warna : secara abnormal urine keruh, mungkin disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat lunak, sedimen kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah Hb, mioglobulin, forfirin.3) Berat jenis : < 1,051 (menetap pada 1.010 menunjukkan kerusakan ginjal berat).4) Osmolalitas : < 350 Mosm / kg menunjukkan kerusakan mubular dan rasio urine / sering 1: 1.5) Clearance kreatinin : mungkin agak menurun6) Natrium : > 40 ME o /% karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium.7) Protein : derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara bulat, menunjukkan kerusakan glomerulus jika SDM dan fagmen juga ada.8) PH, kekeruhan, glokuso, ketan, SDP dan SDM.b. Darah1) BUNUrea adalah produksi akhir dari metabolism protein, peningkatan BUN dapat merupakan indikasi dehidrasi, kegagalan pre renal atau gagal ginjal.2) KreatininProduksi katabolisme otot dari pemecahan kreatinin otot dan kreatinin posfat. Bila 50 % nefron rusak maka kadar kreatinin meningkat.3) ElektrolitNatrium, kalium, calcium dan phosfat4) Hematologi : Hb, thrombosit, Ht, dan leukosit2. Pemeriksaan RadiologiBerberapa pemeriksaan radiologi yang biasa digunanakan untuk mengetahui gangguan fungsi ginjal antara lain: Flat-Plat radiografy/Radiographic Untuk mengetahui keadaan ginjal, ureter, dan vesika urinaria dengan mengidentifikasi bentuk, ukuran, posisi, dan klasifikasi dari ginjal. Pada gambaran ini akan terlihat bahwa ginjal mengecil yang mungkin disebabkan karena adanya proses infeksi. Computer Tomograohy (CT) Scan Untuk melihat secara jelas struktur anatomi ginjal yang penggunaannya dengan memakai kontras atau tanpa kontras. Intervenous Pyelography (IVP)Untuk mengevaluasi keadaan fungsi ginjal dengan memakai kontras. IVP biasa digunakan pada kasus gangguan ginjal yang disebabkan oleh trauma, pembedahan, anomali kongental, kelainan prostat, calculi ginjal, abses / batu ginjal, serta obstruksi saluran kencing. Aortorenal Angiography Untuk mengetahui sistem arteri, vena, dan kapiler pada ginjal dengan menggunakan kontras. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan pada kasus renal arteri stenosis, aneurisma ginjal, arterovenous fistula, serta beberapa gangguan bentuk vaskuler. Magnetic Resonance Imaging (MRI)Untuk mengevaluasi kasus yang disebabkan oleh obstruksi neuropati, ARF, proses infeksi pada ginjal serta post transplantasi ginjal.3. Biopsi Ginjal Untuk mendiagnosa kelainan ginjal dengan mengambil jaringan ginjal lalu dianalisa. Biasanya biopsi dilakukan pada kasus glomerulonepritis, neprotik sindom, penyakit ginjal bawaan, ARF, dan perencanaan transplantasi ginjal.

G. KomplikasiKomplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta Suwitra (2006) antara lain adalah: 1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, katabolisme, dan masukan diit berlebih. 2. Prikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat. 3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin aldosteron. 4. Anemia akibat penurunan eritropoitin. 5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik. 6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh. 7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebian. 8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah. 9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

H. Penatalaksanaan

1. Pembatasan cairan dan elektrolit pada penyakit CKD sangat diperlukan. Hal tersebut diperlukan untuk mencegah terjadinya edema dan komplikasi kardiovaskuler. Asupan cairan diatur seimbang antara masukan dan pengeluaran urin serta Insesible Water Loss (IWL). Dengan asumsi antara 500-800 ml/hari yang sesuai dengan luas tubuh. Elektrolit yang harus diawasi dalam asupannya adalah natrium dan kalium.1. Batasan asupan protein, mulai dilakukan pada LFG < 60 ml/mnt, sedangkan diatas batasan tersebut tidak dianjurkan pembatasan protein. Protein yang dibatasi antara 0,6-0,8/kg BB/hr, yang 0,35-0,50 gr. Protein perlu dilakukan pembatasan dengan ketat, karena protein akan dipecah dan diencerkan melalui ginjal, tidak seperti karbohidrat.1. Pemakaian obat anti hipertensi disamping bermanfaat untuk memperkecil resiko komplikasi pada kardiovaskuler juga penting untuk memperlambat perburukan kerusakan nefron dengan cara mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Selain itu pemakaian obat hipertensi seperti penghambat enzim konverting angiotensin (Angiotensin Converting Enzim / ACE inhibitor) dapat memperlambat perburukan fungsi ginjal. Hal ini terjadi akibat mekanisme kerjanya sebagai anti hipertensi dan anti proteinuri.1. Terapi dialysis merupakan terapi yang biasanya disebut dengan terapi pengganti ginjal. Dasar dialisis adalah adanya darah yang mengalir dibatasi selaput semi permiabel dengan suatu cairan (cairan dialisis) yang dibuat sedemikian rupa sehingga komposisi elektrolitnya sama dengan darah normal. Dengan demikian diharapkan bahwa zat-zat yang tidak diinginkan dari dalam darah akan berpindah ke cairan dialisis dan kalau perlu air juga dapat ditarik kecairan dialisis. Tindakan dialisis ada dua macam yaitu hemodialisis dan peritoneal dialisis Peritoneal dialysisBiasanya dilakukan pada kasus kasus emergency. Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidakbersifat akut adalah CAPD (Continues Ambulatori Peritonial Dialysis) HemodialisisYaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan : AV fistule : menggabungkan vena dan arteri Double lumen: langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke jantung ) 1. Transplantasi ginjalDengan pencangkokkan ginjal yang sehat ke pembuluh darah pasien CKD maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru. Ginjal yang sesuai harus memenuhi beberapa persaratan, dan persyaratan yang utama adalah bahwa ginjal tersebut diambil dari orang/mayat yang ditinjau dari segi imunologik sama dengan pasien. Pemilihan dari segi imunologik ini terutama dengan pemeriksaan HLA.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN1. Demografi. Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa / zat logam dan pola makan yang tidak sehat. 2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD. 3. Pengkajian pola fungsional Gordon a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan pasien Gejalanya adalah pasien mengungkapkan kalau dirinya saat ini sedang sakit parah. Pasien juga mengungkapkan telah menghindari larangan dari dokter. Tandanya adalah pasien terlihat lesu dan khawatir, pasien terlihat bingung kenapa kondisinya seprti ini meski segala hal yang telah dilarang telah dihindari. b. Pola nutrisi dan metabolik. Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik atau turun. c. Pola eliminasi Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input. Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.d. Aktifitas dan latian. Gejalanya adalah pasien mengatakan lemas dan tampak lemah, serta pasien tidak dapat menolong diri sendiri. Tandanya adalah aktifitas dibantu. e. Pola istirahat dan tidur. Gejalanya adalah pasien terliat mengantuk, letih dan terdapat kantung mata. Tandanya adalah pasien terliat sering menguap. f. Pola persepsi dan koknitif. Gejalanya penurunan sensori dan rangsang. Tandanya adalah penurunan kesadaran seperti ngomong nglantur dan tidak dapat berkomunikasi dengan jelas. g. Pola hubungan dengan orang lain. Gejalanya pasien sering menghindari pergaulan, penurunan harga diri sampai terjadinya HDR (Harga Diri Rendah). Tandanya lebih menyendiri, tertutup, komunikasi tidak jelas. h. Pola reproduksi Gejalanya penurunan keharmonisan pasien, dan adanya penurunan kepuasan dalam hubungan. Tandanya terjadi penurunan libido, keletihan saat berhubungan, penurunan kualitas hubungan. i. Pola persepsi diri. Gejalanya konsep diri pasien tidak terpenuhi. Tandanya kaki menjadi edema, citra diri jauh dari keinginan, terjadinya perubahan fisik, perubahan peran, dan percaya diri.j. Pola mekanisme koping. Gejalanya emosi pasien labil. Tandanya tidak dapat mengambil keputusan dengan tepat, mudah terpancing emosi. k. Pola kepercayaan. Gejalanya pasien tampak gelisah, pasien mengatakan merasa bersalah meninggalkan perintah agama. Tandanya pasien tidak dapat melakukan kegiatan agama seperti biasanya. 5. Pengkajian fisik a. Penampilan / keadaan umum. Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari compos mentis sampai coma. b. Tanda-tanda vital. Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan reguler. c. Antropometri. Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebian cairan. d. Kepala. Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor. e. Leher dan tenggorok. Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher. f. Dada Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung. g. Abdomen. Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit. h. Genital. Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus. f. Ekstremitas. Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang, dan Capillary Refil lebih dari 1 detik. g. Kulit. Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien CKD adalah:1. Gangguan perfusi jaringan renal2. Kelebihan volume cairan3. Perubahan nutrisi 4. Perubahan pola nafas5. Potensial infeksi6. Resiko terjadi kerusakan integritas kulit7. Intoleransi aktivitas 8. Kurang pengetahuan tentang tindakan medis

C. INTERVENSI KEPERAWATAN1. Diagnosa Keperawatan: Gangguan perfusi jaringan renal berhubungan dengan kerusakan nepron sehingga tidak mampu mengeluarkan sisa metabolisme 1) Kaji Perubahan EKG, Respirasi (Kecepatan dan kedalamannya) Rasional : Tingginya gelombang T, Panjangnya interval PR dan Lebarnya kompleks QRS dihubungkan dengan serum Kalium ; Pernapasan kusmaul dihubungkan dengan acidosis, kejang yang mungkin terjadi dihubungkan dengan rendahnya calsium.2) Monitor data-data laboratorium : Serum pH, Hidrogen, Potasium, bicarbonat, calsium magnesium, Hb, HT, BUN dan serum kreatinin.Rasional : Nilai laboratorium merupakan indikasi kegagalan ginjal untuk mengeluarkan sisa metabolit dan kemunduran fungsi sekretori ginjal.3) Jangan berikan obat obat Nephrothoxic.Rasional : Obat obat nephrotoxic akan memperburuk keadaan ginjal 4) Berikan pengobatan sesuai pesanan / permintaan dokter dan kaji respon terhadap pengobatan.Rasional : Dosis obat mungkin berkurang dan intervalnya menjadi lebih lama. Monitor respon terhadap pengobatan untuk menentukan efektivitas obat yang diberikan dan kemungkinan timbulnya efek samping obat.

2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan ketidakmampuan ginjal mengeskkresi air dan natrium1) Timbang berat badan pasien setiap hari, Ukur intake dan output tiap 24 jam, Ukur tekanan darah (posisi duduk dan berdiri), kaji nadi dan pernapasan (Termasuk bunyi napas) tiap 6-8 jam, Kaji status mental, Monitor oedema, distensi vena jugularis, refleks hepato jugular, Ukur CVP dan PAWP.Rasional : Untuk mengidentifikasi status gangguan cairan dan elektrolit.2) Monitor data laboratorium : Serum Natrium, Kalium, Clorida dan bicarbonat.Rasional : Untuk mengidentifikasikan acumulasinya elektrolit.

3) Monitor ECGRasional : Peningkatan atau penurunan Kalium dihubungkan dengan disthrithmia. Hipokalemia bisa terjadi akibat pemberian diuretic.4) Berikan cairan sesuai indikasiRasional : Untuk mencegah kemungkinan terjadinya dehidrasi sel.5) Berikan Diuretic sesuai pesanan dan monitor terhadap responnya.Rasional : Untuk menentukkan efek dari pengobatan dan observasi tehadap efek samping yang mungkin timbul seperti : Hipokalemia dll.

3. Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembatasan intake (Diit) dan effect uremia yang mengakibatkan malnutrisi protein calori.3. Kaji terhadap adanya Mual, muntah dan anorexia.Rasional : Keadaan keadaan seperti ini akan meningkat kehilangan kebutuhan nutrisi.3. Monitor intake makanan dan perubahan berat badan ; Monitor data laboratorium : Serum protein, Lemak, Kalium dan natrium.Rasional : Untuk menentukkan diet yang tepat bagi pasien.3. Berikan makanan sesuai diet yang dianjurkan dan modifikasi sesuai kesukaan Klien.Rasional : Meningkatkan kebuthan Nutrisi klien sesuai diet .3. Bantu atau anjurkan pasien untuk melakukan oral hygiene sebelum makan.Rasional : Menghilangkan rasa tidak enak dalam mulut sebelum makan.3. Berikan antiemetik dan monitor responya.Rasional : Untuk mengevaluasi kemungkinan efek sampingnya.3. Kolaborasi denga ahli diet untuk pemberian diit yang tepat bagi pasien.Rasional : Kerjasama dengan profesi lain akan meningkatan hasil kerja yang baik. Pasien dengan GGK butuh diit yang tepat untuk perbaikan keadaan dan fungsi ginjalnya.

4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi melalui alkalosis respiratorikTujuan: Pola nafas kembali normal / stabilIntervensi:4. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya craklesR: Menyatakan adanya pengumpulan sekret4. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalamR: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O24. Atur posisi senyaman mungkinR: Mencegah terjadinya sesak nafas4. Batasi untuk beraktivitas R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia

5. Potensial Infeksi berhubungan dengan penekanan sistim imun akibat uremia.5. Kaji terhadap adanya tanda- tanda infeksi.Rasional : Untuk mendeteksi lebih awal adanya infeksi.5. Monitor temperatur tiap 4 6 jam : Monitor data laboratorium : WBC : Darah, Urine, culture sputum. Monitor serum Kalium.Rasional : Uremia mungkin terselubung dan biasanya diikuti dengan peningkatan temperatur dicurigai adanya infeksi. Status hipermetabolisme seperti adanya infeksi dapat menyebabkan peningkatan serum kalsium.5. Pertahankan tekhnik antiseptik selama perawatan dan patulah selalu universal precaution.Rasional : Mencegah terjadinya infeksi.5. Pertahankan kebersihan diri, status nutrisi yang adekuat dan istirahat yang cukup.Rasional : Kebiasaan hidup yang sehat membantu mencegah infeksi.

6. Resiko tinggi terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek uremia.6. Kaji terhadap kekeringan kulit, Pruritis, Excoriations dan infeksi.Rasional : Perubahan mungkin disebabkan oleh penurunan aktivitas kelenjar keringat atau pengumpulan kalsius dan phospat pada lapiran cutaneus.6. Kaji terhadap adanya petechie dan purpura.Rasional : Perdarahan yang abnormal sering dihubungkan dengan penurunan jumlah dan fungsi platelet akibat uremia.6. Monitor Lipatan kulit dan area yang oedema.Rasional : Area- area ini sangat mudah terjadinya injuri.6. Lakukan perawat kulit secara benar.Rasional : Untuk mencegah injuri dan infeksi6. Berikan pengobatan antipruritis sesuai pesanan.Rasional : Amengurangi pruritis.6. Gunting kuku dan pertahankan kuku terpotong pendek dan bersih.Rasional : Untuk mencegah injuri akibat garukan dan infeksi.

7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihanTujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransiIntervensi: 1) Pantau pasien untuk melakukan aktivitas2) Kaji fektor yang menyebabkan keletihan3) Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat4) Pertahankan status nutrisi yang adekuat

8. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan tindakan medis (hemodialisa) b.d salah interpretasi informasi.Intervensi :1) Kaji ulang penyakit/prognosis dan kemungkinan yang akan dialami.2) Beri pendidikan kesehatan mengenai pengertian, penyebab, tanda dan gejala CKD serta penatalaksanaannya (tindakan hemodialisa ).3) Libatkan keluarga dalam memberikan tindakan.4) Anjurkan keluarga untuk memberikan support system.5) Evaluasi pasien dan keluarga setelah diberikan penkes.

DAFTAR PUSTAKA

Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan KeperawatanPrice, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGCSmeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGCSuyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai Penerbit FKUI