asuhan keperawatan pada ny.dadah( jiwa)

76
51 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara-negara maju, modern, dan industri. Keempat masalah kesehatan utama tersebut adalah penyakit degenarative, kanker, gangguan jiwa dan kecelakaan (Mardjono, 1992). meskipun gangguan jiwa tersebut tidak dianggap. Sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung, namun beratnya gangguan tersebut dalam arti ketidakmampuan serta invaliditas baik secara individu maupun kelompok akan menghambat pembangunan karena mereka tidak produktif dan tidak efisien (Hawari, 2007). Kesehatan jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi merupakan suatu hal yang dibutuhkan oleh semua orang. Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta mampu mengatasi tantangang hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya, serta mempunyai sikap positif terhadap

Upload: adam-cherbond

Post on 28-Nov-2015

37 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Askep halusinasi

TRANSCRIPT

51

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan

utama di negara-negara maju, modern, dan industri. Keempat masalah kesehatan utama

tersebut adalah penyakit degenarative, kanker, gangguan jiwa dan kecelakaan (Mardjono,

1992). meskipun gangguan jiwa tersebut tidak dianggap.

Sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung, namun beratnya

gangguan tersebut dalam arti ketidakmampuan serta invaliditas baik secara individu

maupun kelompok akan menghambat pembangunan karena mereka tidak produktif dan

tidak efisien (Hawari, 2007).

Kesehatan jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi merupakan suatu

hal yang dibutuhkan oleh semua orang. Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia

serta mampu mengatasi tantangang hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya,

serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Orang yang sehat jiwa

dapat mempercayai, namun gangguan jiwa dapat menyebabkan ketidakmampuan serta

invaliditas baik secara individu maupun kelompok sehingga berpotensi menghambat

pembangunan (Hawari, 2001) serta pengaruhnya pada produktivitas manusia dan juga

kaitannya dengan kasus

Menurut Sudiyanto (Guru Besar Ilmu Kedokteran Jiwa (Psikiatrik) Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret (UNS Solo), ada tiga golongan penyebab gangguan jiwa ini;

Pertama, gangguan fisik, biologis atau organik, penyebab antara lain berasal dari faktor

51

keterunan, kelainan pada otak, penyakit infeksi (tifus, hepatitis, malaria, dan lain-lain)

kecanduan obat dan alkohol dan lain-lain. Ke dua, gangguan mental, emosional, atau

kejiwaan. Penyebab karena salah dalam pola pengasuhan (Pottern of Parenting) hubungan

yang patologis diantara anggota keluarga disebabkan frustasi, konflik dan tekanan krisis.

Ke tiga, gangguan sosial atau lingkungan, penyebabnya dapat berupa stressor, psikososial

(perkawinan, problem orang tua, hubungan antara personal dalam pekerjaan atau sekolah

di lingkungan hidup dalam masalah keuangan, hukum, perkembangan iri, faktor keluarga,

penyakit fisik dan lain - lain.

Gangguan jiwa merupakan salah satu masalah kesehatan utama diberbagai Negara maju,

modern dan industri. Menurut penelitian WHO, prevalensi gangguan jiwa adalah 100

jiwa/1000 penduduk. Data statistik yang dikemukakan oleh WHO (1990) menyebutkan

bahwa setiap saat 2 – 3 % dari penduduk di dunia berada dalam keadaan membutuhkan

pertolongan serta pengobatan untuk suatu ganguan jiwa.

Hasil riset WHO diperkirakan pada setiap saat, 450 juta orang diseluruh dunia terkena

dampak permasalahan jiwa, saraf, maupun perilaku dan jumlahnya terus meningkat. Lebih

jauh lagi dikatakan bahwa satu dari lima orang dewasa pemah mengalami gangguan jiwa

dari jenis biasa sampai yang serius (http://www.jevuska.com Jumat, 11 Januari 2008).

Data yang dikeluarkan oleh Badan Kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2006 menyebutkan

bahwa diperkirakan 26 juta penduduk Indonesia mengalami gangguan kejiwaan, dari

tingkat ringan hingga berat. Sebaiknya, Departemen Kesehatan menyebutkan jumlah

penderita gangguan jiwa berat sebesar 2,5 Juta jiwa, yang diambil dari data RSJ se-

Indonesia .

51

Berdasarkan catatan medical record di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat selama satu

tahun terakhir terhitung mulai bulan Januari sampai bulan Desember 2012 adalah penderita

gangguan jiwa dengan halusinasi berada di urutan pertama yang menjadi prioritas utama

saat ini.

Tabel 1.1 Distribusi Angka Kejadian gangguan jiwa

dengan Halusinasi Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat

Periode Januari 2012 – Desember 2012

No Jenis Gangguan jiwa Jumlah Prosentase

(%)

1 Halusinasi 96 34

2 Defisit Perawatan Diri 84 30

3 Resiko Perilaku Kekerasan 60 20

4 Harga Diri Rendah 24 8

5 Isolasi Sosial 12 4

6 Waham 12 4

JUMLAH 288 100

Sumber : Medical record Rekam Medik RSJ Provinsi Jawa Barat

Periode Januari – Desember 2012.

Dilihat dari tabel di atas, dari total 288 orang yang dirawat di RSJ Provinsi Jawa Barat

periode Januari 2012 – Desember 2012, terdapat 90 orang atau sekitar 34 % didiagnosa

dengan halusinasi.

51

Masih banyaknya kasus gangguan jiwa dengan halusinasi menjadikan motivasi untuk

penulis untuk mengkaji lebih dalam tentang gangguan jiwa dengan halusinasi, untuk

mencari penyebab yang menimbulkan gangguan jiwa dengan halusinasi dan bagaimana

penatalaksanaan pada gangguan jiwa dengan halusinasi.

1.2 Rumusan Masalah

Dari banyaknya kasus gangguan persepsi sensori : Halusinasi maka penulis mengambil

inisiatif untuk menjadikan judul dalam penulisan makalah ini yaitu tentang “ Gangguan

persepsi sensori : Halusinasi “

1.3 Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mampu melaksanakan dan mendokumentasikan asuhan keperawatan yang dilakukan

secara komperhensif kepada klien dengan halusinasi yang meliputi aspek bio – psiko –

social dan spritual berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan dengan pola pikir ilmiah

melalui pendekatan proses keperawatan.

2. Tujuan khusus

Setelah melaksanakan asuhan keperawatan, diharapkan penulis mampu :

a. Melakukan pengkajian pada klien dengan Gangguan persepsi sensori : Halusinasi.

b. Membuat rencana keperawatan pada klien Gangguan persepsi sensori : Halusinasi.

c. Melaksanakan implementasi keperawatan pada klien Gangguan persepsi sensori :

Halusinasi.

d. Melaksanakan evaluasi keperawatan pada klien Gangguan persepsi sensori :

Halusinasi.

51

e. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien Gangguan persepsi sensori :

Halusinasi.

1.4 Metode Penulisan

1. Metode penulisan

Metode yang penulis gunakan dalam menyusun karya tulis ini adalah metode deskriptif

yang berbentuk studi kasus dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan mulai

dari pengkajian, perencanaan, implementasi, dan evaluasi tindakan.

2. Tekhnik pengumpulan data

Adapun teknik-teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan karya tulis

ilmiah ini adalah sebagai berikut :

a. Wawancara

Mengumpulkan data dengan melakukan komunikasi lisan yang didapat secara

langsung dari klien maupun keluarga untuk mendapatkan data subyektif yang

berhubungan dengan masalah klien.

b. Observasi

Melakukan pengamatan secara langsung keadaan dan respon klien untuk

memperoleh data obyektif tentang masalah klien. Obsevasi yang dilakukan bersifat

partisipatif.

c. Pemeriksaan Fisik

Melakukan pemeriksaan fisik dengan menggunakan teknik inspeksi, palpasi,

auskultasi dan perkusi yang dapat dijadikan sebagai data obyektif, yang mendukung

terhadap adanya permasalahan kesehatan klien.

51

d. Studi Dokumentasi

Didapat dari buku status kesehatan klien meliputi catatan medik dan catatan

keperawatan yang berhubungan dengan klien selama klien dirawat di rumah sakit.

1.5 Sistematika Pembahasan

BAB I Pendahuluan terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode

dan tehnik pengumpulan data, dan sistematika pembahasan.

BAB II Tinjauan Pustaka terdiri dari konsep dasar dari schizophrenia paranoid, halusinasi ,

dan konsep keperawatan pada klien gangguan jiwa dengan halusinasi.

BAB III Tinjauan Kasus terdiri dari asuahan keperawatan pada Ny. D dengan gangguan

sensori persepsi halusinasi dengar di Ruang Melati RSJ Provinsi Jawa Barat.

BAB IV Kesimpulan dan Rekomendasi terdiri dari kesimpulan isi berdasarkan teori dan

kasus pada pasien gangguan persepsi sensori halusinasi dengar.

Daftar Pustaka

51

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar

A. Konsep Schizoprenia Paranoid

1. Defenisi

Scizoprenia adalah uatu diskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum

diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang

luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik

dan sosial budaya (Rusdi Maslim, 1997; 46).

Scizopren paranoid yaitu gangguan kejiwaan yaitu adanya pikiran-pikiran yang absurd

( tidak ada pegangannya) tidak logis, dan delusi yang berganti-ganti. Sering diikuti

dengan halusinasi dengan akibat kelemahan penilaian kritis ( critical judgement) dan

aneh tidak menentu, tidak dapat diduga, dan kadang-kadang berperilaku berbahaya.

Orang-orang dengan tipe ini memiliki halusinasi dan delusi yang sangat mencolok, yang

melibatkan tema-tema tentang penyiksaan dan kekerasan.

2. Etiologi

a) Predeposisi

1) Biologi

Skizofrenia paranoid disebabkan kelainan susunan saraf pusat, yaitu pada

diensefalon/ oleh perubahan-perubahan post mortem/ merupakan artefak

pada waktu membuat sediaan. Gangguan endokrin juga berpengaruh, pada

teori ini dihubungkan dengan timbulnya skizofrenia pada waktu pubertas,

waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimaterium. Begitu juga

51

dengan gangguan metabolisme, hal ini dikarenakan pada orang yang

mengalami skizofrenia tampak pucat dan tidak sehat, ujung ekstremitas

sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun. Teori ini

didukung oleh Adolf Meyer yang menyatakan bahwa suatu konstitusi yang

inferior/ penyakit badaniah dapat mempengaruhi timbulnya skizofrenia

paranoid (Maramis, 1998).

Menurut Schebel (1991) dalam Townsend (1998) juga mengatakan bahwa

skizofrenia merupakan kecacatan sejak lahir, terjadi kekacauan dari sel-sel

piramidal dalam otak, dimana sel-sel otak tersusun rapi pada orang normal.

Gangguan neurologis yang mempengaruhi sistem limbik dan ganglia

basalis sering berhubungan dengan kejadian waham. Waham oleh karena

gangguan neurologis yang tidak disertai dengan gangguan kecerdasan,

cenderung memiliki waham yang kompleks. Sedangkan waham yang

disertai dengan gangguan kecerdasan sering kali berupa waham sederhana

(kaplan dan Sadock, 1997).

2) Genetik.

Faktor keturunan juga menentukan timbulnya skizofrenia. Hal ini

dibuktikan dengan penelitian pada keluarga-keluarga yang menderita

skizofrenia dan terutama anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi

saudara tiri sebesar 0,9 – 1,8%, saudara kandung 7 – 15%, anak dengan

salah satu orang tua yang mengalami skizofrenia 7 – 16%, bila kedua

orang tua mengalami skizofrenia 40 – 68%, kembar dua telur (heterozygot)

2-15%, kembar satu telur (monozygot) 61-86% (Maramis, 1998).

51

3) Faktor anatomis Neuron

Abnormalitas neuron secara otomatis pada skizofrenia memiliki beberapa

penyebab, termasuk abnormalitas gen yang spesifik (khas), cidera otak

berkaitan dengan cedera waktu kelahiran, cedera kepala, infeksi virus

defisiensi ( penurunan dalam utrisi dan defisiensi dalam stimulus kognitif.

( Conklin & Lacono, 2002 )

4) Neurotransmiter

Neurotransmiter dopamine dianggap memainkan peran dalam skizofrenia

(Coklin & Lacono, 2002). Teori awal dari dopamine menyatakan bahwa

simton-simton skizofrenia disebabkan oleh kelebihan jumlah dopamine di

otak, khususnya di fronyal labus dan system limbic. Aktifitas dopamine

yang berlebih / tinggi dalam system mesolimbik dapat memunculkan

simton positif skizofrenia : halusinasi, delusi, dan gangguan berfikir.

Karena atipikal antipsikotis bekerja mereduksi simton-simton skizofrenia

dengan mengikat kepala reseptor D4 dalam system mesolimbik.

Sebaliknya jika aktivitas dopamine yang rendah dapat mendorong lahirnya

simton negative seperti hilangnya motivasi, kemampuan untuk peduli pada

diri sendiri dalam aktifitas sehari-hari. Dan tidak adanya respon emosional.

Hal ini menjelaskan bahwa phenothiazhines, yang mereduksi aktifitas

dopamine tidak meredakan atau mengurangi simton.

b) Presipitasi

Faktor ini dapat bersumber dari internal maupun eksternal. Stresor

sosiokultural Stres yang menumpuk dapat menunjang terhadap awitan

51

skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya (Stuart, 1998). Stresor psikologis,

Intensitas kecemasan yang tinggi, perasaan bersalah dan berdosa,

penghukuman diri, rasa tidak mampu, fantasi yang tak terkendali, serta

dambaan-dambaan atau harapan yang tidak kunjung sampai, merupakan

sumber dari waham. Waham dapat berkembang jika terjadi nafsu kemurkaan

yang hebat, hinaan dan sakit hati yang mendalam (Kartono, 1981).

3. Tanda dan Gejala

Menutut Eugen Bleuder gejala-gejala skizofrenia paranoid dapat dibagi menjadi

dua yaitu:

a) Gejala Primer

1) Gangguan proses pikiran ( bentuk, langkah dan isi pikiran) yang

terganggu terutama aspek asosiasi, kadang-kadang sesuatu ide belum

selesai diutarakan, sudah muncul ide yang lain. Sering ditandai oleh :

menggunakan rti simbolik, jalan pikiran tidak dapat dimengerti /

inkoherensi, menyamakan hal-hal. Terjadi bloking beberapa detik sampai

beberapa hari, ada penderita yang mengatakan bahwa seperti ada yang

lain di dalam dirinya yang berfikir dan tanda sejenis lainnya.

2) Gangguan afek dan emosi

Dapat berupa :

- Kedangkalan afek dan emosi, klien menjai acuh tak acuh pada hal

yang penting dalam kehidupannya.

- Parathimi : merasa sedih atau marah yang seharusnya timbul rasa

tenang dan gembira.

51

- Paramimi : klien menangis padahal merasa senang dan bahagia.

- Emosi, afek dan ekspresinya tidak mengalami kesatuan.

- Emosi yang berlebih.

- Hilangnya kemampuan untuk mengandalkan hubungan emosi yang

baik.

- Ambivalensi pada afek : dua hal yang bertentangan berada pada satu

objek.

3) Gangguan kemauan

Ditandai antara lain :

- Tidak dapat mengambil keputusan

- Tidak dapat bertindak dalam suatu keadaan

- Melamun dalam waktu tertentu yang lama

- Negativisme : perbuatan yang berlawnan dengan perlawanan.

- Ambivalensi kemauan : menghendaki dua hal yang berlawanan pada

waktu yang sama

- Otomatisme : merasa kemauannya dipengaruhi oleh orang lain atau

tenaga dari luar sehingga ia berbuat otomatis.

4) Ganggaun psikomotor

- Stupor : tidak bergerak dalam waktu yang lama

- Hiperkinesa : terus bergerak dan tampak gelisah

- Stereotipi : berulang melakukan tindakan atau sikap

- Katalepsi : posisi badan dipertahankan dalam waktu yang lam.

51

- Negativisme : menentang atau justru melakukan berlawanan dengan

apa yang disuruh

b) Gejala sekunder

1) Waham atau delusi

Waham (delusi ) , yaitu keyakinan yang tidak masuk akal. Sangat tidak

logis dan kacau tetapi klin tidak menyadari hal tersebut dan menganggap

sebagai fakta dan tidak dapat diubah oleh siapapun.

Jenis-jenis waham mencakup :

- Kebesaran : seseorang medan yakin bahwa orang lain bermaksud

untuk miliki suatu perasaan berlebih dalam kepentingan atau

kekuasaan.

- Curiga : seseorang merasa terancam membahayakan atau mencurigai

dirinya.

- Siar : semua kejadian dalam, lingkungan sekitar diyakini merujuk /

terkait kepada dirinya.

- Kontrol : seseorang percaya bahwa objek atau orang tertentu

mengontrol perilakunya

- Kejar : keyakinan bahwa orang atau kelompok tertentu sedang

mengancam atau berencana membahayakan dirinya. Waham ini

menjadikan penderita paranoid selalu curiga akan segala hal dan

berada dalam ketakutan karena merasa diperhatikan dan diawasi.

2) Halusinasi, yaitu mendengar, melihat, merasakan, mencium sesuatu yang

sebenarnya tidak ada. Sebagian penderita mendengar suara-suara atau

51

bisikan bersifat menghibur atau menakutkan atau suara-suara dan bisikan

yang negatif/ buruk atau memberi perintah tertentu.

B. Konsep Halusinasi

1. Pengertian Halusinasi

Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya rangsang dari

luar. Walaupun tampak sebagai suatu yang “khayal”, halusinasi sebenarnya

merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang “terepsesi”. Halusinasi

dapat terjadi karena dasarr-dasar organik fungsional, psikotik, maupun histerik

(Yosep, 2007)

Menurut Cook dan Fontaine (1987) perubahan persepsi sensori: halusinasi adalah

salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan persepsi

sensori, seperti merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan,

perabaan, atau penghiduan. Klien merasakan stimulasi yang sebetulnya tidak ada.

Selain itu, perubahan persepsi sensori: halusinasi bisa juga diartikan sebagai

persepsi sensori tentang suatu objek, gambaran, dan pikiran yang sering terjadi

tanpa adanya rangsangan dari luar meliputi semua sistem penginderaan

(pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan, atau pengecapan).

Individu menginterpretasikan stresor yang tidak ada stimulus dari lingkungan

(Depkes RI, 2000).

Suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan pada pola stimulus yang

mendekat (yang diprakarsai secara internal dan eksternal). Disertai dengan suatu

pengurangan berlebih-lebihan atau kelainan berespon terhadap stimulus (Towsend,

1998).

51

Kesalahan sensori persepsi dari satu atau lebih indra pendengaran, penglihatan,

taktil, atau penciuman yang ada stimulus eksterna (Antai Otong, 1995).

Gangguan penyerapan/persepsi pancaindra tanpa adanya rangsangan dari luar.

Gangguan ini dapat terjadi pada sistem pengindraan pada saat kesadaran individu

tersebut penuh dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien

dapat menerima rangsangan dari luar dan dari individu sendiri. Dengan kata lain

klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh

klien dan tidak dapat dibuktikan (Wilson, 1983).

2. Teori yang Menjelaskan Halusinasi

a. Teori Biokimia

Terjadi sebagai respon metabolisme terhadap stres yang mengakibatkan

terlepasnya zat halusinogenik neurotik (buffofenon dan dimethytransaferase).

b. Teori Psikoanalisis

Merupakan respon pertahanan ego untuk melawan rangsangan dari luar yang

mengancam dan ditekan untuk muncul dalam alam sadar.

3. Jenis Halusinasi serta Data Objektif dan Subjektif

Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif

Halusinasi Dengar

(Klien mendengar

suara/bunyi yang tidak

ada hubungannya dengan

stimulus yang

nyata/lingkungan).

Bicara atau tertawa

sendiri.

Marah-marah tanpa

sebab.

Mendekatkan telinga

ke arah tertentu.

Mendengar suara-suara

atau kegaduhan.

Mendengar suara yang

mengajak bercakap-

cakap.

Mendengar suara

51

Menutup telinga. menyuruh melakukan

sesuatu yang

berbahaya.

Halusinasi Penglihatan

(Klien melihat gambaran

yang jelas/samar terhadap

adanya stimulus yang

nyata dari lingkungan dan

orang lain tidak

melihatnya).

Menunjuk-nunjuk ke

arah tertentu.

Ketakutan pada situasi

yang tidak jelas.

Melihat bayangan, sinar,

bentuk geometris, kartun,

melihat hantu, atau

monster.

Halusinasi Penciuman

(Klien mencium bau yang

muncul dari sumber

tertentu tanpa stimulus

yang nyata).

Mengendus-endus

seperti sedang

membaui bau-bauan

tertentu.

Menutup hidung.

Membauai bau-bauan

seperti bau darah, urin,

feses, dan terkadang bau-

bau tersebut

menyenangkan bagi

klien.

Halusinasi Pengecapan

(Klien merasakan sesuatu

yang tidak nyata,

biasanya merasakan rasa

yang tidak enak).

Sering meludah.

Muntah.

Merasakan rasa seperti

darah, urin, atau feses.

Halusinasi Perabaan

(Klien merasakan sesuatu

Menggaruk-garuk

permukaan kulit.

Mengatakan ada

serangga di permukaan

51

pada kulitnya tanpa ada

stimulus yang nyata)

kulit.

Merasa seperti

tersengat listrik.

Halusinasi Kinestetik

(Klien merasa badannya

bergerak dalam suatu

ruangan/anggota

badannya bergerak)

Memegang kakinya

yang dianggapnya

bergerak sendiri.

Mengatakan badannya

melayang di udara.

Halusinasi Viseral

(Perasaan tertentu timbul

dalam tubuhnya)

Memegang badannya

yang dianggap berubah

bentuk dan tidak

normal seperti

biasanya.

Mengatakan perutnya

menjadi mengecil setelah

minum softdrink.

4. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi adalah faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah

sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh

dari klien atau keluarga. Faktor predisposisi meliputi:

a. Faktor Perkembangan

Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal

terganggu, maka individu akan mengalami stress dan kecemasan.

51

b. Faktor Sosiokultural

Berbagai faktor di masyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa

disingkarkan, sehingga orang tersebut merasa kesepian di lingkungan yang

membesarkannya.

c. Faktor Biokimia

Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika seseorang

mengalami stres yang berlebihan, maka di dalam tubuhnya akan dihasilkan

suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan

dimethytransferase (DMP).

d. Faktor Psikologis

Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda

bertentangan yang sering diterima oleh seseorang akan mengakibatkan stres

dan kecemasan yang tinggi dan berakhir pada gangguan orientasi realitas.

e. Faktor Genetik

Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi hasil studi

menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat

berpengaruh pada penyakit ini.

5. Faktor Presipitasi

Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan,

ancaman/tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk koping. Adanya rangsang

lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama

diajak komunikasi, objek yang ada dilingkungan juga suasana sepi/isolasi adalah

sering sebagai pencetus terjadinya halusinasi karena hal tersebut dapat

51

meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat

halusinogenik.

6. Perilaku

Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa rasa curiga, takut, tidak aman,

gelisah dan bingung, berperilaku yang merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu

mengambil keputusan, serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak

nyata. Rawlins dan Heacock (1993) mencoba memecahkan masalah halusinasi

berlandaskan atas hakikat keberadaan individu sebagai makhluk yang dibangun atas

unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari 5

dimensi yaitu:

1) Dimensi fisik

Manusia dibangun oleh sistem indra untuk menanggapi ransangan eksternal

yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat ditimbulkan oleh

beberapa kondisi fisik seperti: kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-

obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan tidur dalam

waktu lama.

2) Dimensi emosional

Perasaan cemas yang berlebihan karena masalah yang tidak dapat diatasi

merupakan penyebab halusinasi terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah

memaksa dan menakutkan, sehingga klien tidak sanggup lagi menentang

perintah tersebut hingga berbuat sesuatu terhadap ketakutannya.

51

3) Dimensi intelektual

Individu yang mengalami halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan

fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk

melawan impuls yang menekan, tetapi pada saat tertentu menimbulkan

kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tidak jarang

akan mengontrol semua perilaku klien.

4) Dimensi sosial

Dimensi sosial menunjukkan individu cenderung untuk mandiri. Individu asik

dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi

kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri, dan harga diri yang tidak

didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol, sehingga

jika perintah halusinasi berupa ancaman, maka hal tersebut dapat mengancam

dirinya atau orang lain. Dengan demikian intervensi keperawatan pada klien

yang mengalami halusianasi adalah dengan mengupayakan suatu proses

interaksi yang menimbulkan penngalaman interpersonal yang memuaskan, serta

mengusahakan agar klien tidak menyendiri.

5) Dimensi spiritual

Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga interaksi dengan

manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar. Klien yang mengalami

halusiansi cenderung menyendiri dan cenderung tidak sadar dengan

keberadaanya serta halusinasi menjadi sistem kontrol dalam individu tersebut.

51

7. Sumber Koping

Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu dapat

mengatasi stress dan anxietas dengan menggunakan sumber koping dilingkungan.

Sumber koping tersebut sebagai modal untuk menyelesaikan masalah, dukungan

sosial dan keyakinan budaya, dapat membantu seseorang mengintegrasikan

pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang

berhasil.

8. Mekanisme Koping

Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian

masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi

diri

9. Tahap Halusinasi

a. Tahap I ( non-psikotik )

Pada tahap ini, halusinasi mampu memberikan rasa nyaman pada klien, tingkat

orientasi sedang.Secara umum pada tahap ini halusinasi merupakan hal yang

menyenangkan bagi klien.Karakteristik :

1) Mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan

2) Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan kecemasan

3) Pikiran dan pengalaman sensorik masih ada dalam control kesadaran

Perilaku yang muncul :

1) Tersenyum atau tertawa sendiri

2) Menggerakkan bibir tanpa suara

3) Pergerakan mata yang cepat

51

4) Respon verbal lambat, diam, dan berkonsentrasi

b. Tahap II ( non-psikotik )

Pada tahap ini biasanya klien bersikap menyalahkan dan mengalami tingkat

kecemasan yang berat.Secara umum, halusinasi yang ada dapat menyebabkan

antipasti.

Karakteristik :

1) Pengalaman sensori menakutkan atau merasakan dilecehkan oleh

pengalaman tersebut

2) Mulai merasa kehilangan kontrol

3) Menarik diri dari orang lain

Perilaku yang muncul :

1) Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah.

2) Perhatian terhadap lingkungan menurun

3) Konsentrasi terhadap pengalaman sensori menurun

4) Kehilangan kemampuan dalam membedakan antara halusinasi dan realita

c. Tahap III ( psikotik )

Klien biasanya tidak dapat mengontrol dirinya sendiri, tingkat kecemasan

berat, dan halusinasi tidak dapat ditolak lagi.

Karekteristik :

1) Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya

2) Isi halusinasi menjadi atraktif

3) Klien menjadi kesepian bila pengalaman sensori berakhir

51

Perilaku yang muncul :

1) Klien menuruti perintah halusinasi

2) Sulit berhubungan dengan orang lain

3) Perhatian terhadap lingkungan sedikit atau sesaat

4) Tidak mampu mengikuti perintah yang nyata

5) Klien tampak tremor dan berkeringat

d. Tahap IV ( psikotik )

Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan biasanya klien terlihat panic

Perilaku yang muncul :

1) Resiko tinggi menciderai

2) Agitasi atau kataton

3) Tidak mampu merespon rangsangan yang ada

Timbulnya perubahan persepsi sensori halusinasi biasanya diawali dengan

seseorang yang menarik diri dari lingkungan karena orang tersebut menilai

dirinya rendah. Bila klien mengalami halusinasi dengar dan lihat atau salah

satunya yang menyuruh pada kejelekan maka akan berisiko terhadap perilaku

51

10. Pohon masalah

Akibat Resiko Perilaku Kekerasan Sindroma defisit

perawatan

diri : mandi/kebersihan,

berpakaian/berhias

Masalah Utama Perubahan sensori persepsi: Intoleransi aktivitas

Halusinasi

Penyebab Isolasi sosial:

Menarik diri

Harga diri rendah kronis

51

11. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji

Masalah keperawatan yang mungkin muncul

a. Perubahan persepsi sensori : halusinasi

b. Isolasi social

c. Harga diri rendah kronik

d. Risiko tinggi perilaku kekerasan

12. Analisa Data

a. Persepsi sensori : halusinasi

Data yang perlu dikaji

Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji

Perubahan persepsi sensori :

halusinasi

Subjektif :

Klien mengatakan mendengar

sesuatu

Klien mengatakan bayangan putih

Klien mengatakan dirinya seperti

disengat listrik

Klien mencium bau – bauan yang

tidak sedap, seperti feses

Klien mengatakan kepalanya

melayang di udara

Klien mengatakan dirinya merasakan

ada sesuatu yang berbeda pada

dirinya

51

Objektif :

Klien terlihat bicara atau tertawa

sendiri saat dikaji

Bersikap seperti mendengarkan

sesuatu

Berhenti suara di tengah – tengah

kalimat untuk mendengarkan sesuatu

Disorientasi

Konsentrasi rendah

Pikiran cepat berubah- ubah

Kekacauan alur pikiran

b. Resiko perilaku kekerasan

1) Curiga terhadap orang lain

2) Panik

3) Reaksi kemaraan

4) Berjalan bolak balik

5) Rahang dan postur tubuh kaku

6) Mengepalkan tangan

7) Merusak secara langsung benda-benda yang ada disekitarnya

8) Mudah tersinggung

c. Kerusakan Interaksi Sosial : menarik diri

1) Menyendiri di ruangan

51

2) Tidak berkomunikasi

3) Tidak ada kontak mata

4) Sedih, afek datar

5) Meringkuk ditempat tidur dengan punggung menghadap ke pintu

6) Adanya perhatian yang tidak sesuai atau imatur dengan perkembangan usia

7) Berfikir tentang sesuatu menurutnya pikirannya sendiri, tindakan berulang-

ulang tidak bermakna

d. Harga diri rendah kronis:

1) Menarik diri

2) Menjadi sangat kritis atau menghakimi diri dan orang lain

3) Ekspresi-ekpresi ketidak berdayaan

4) Takut gagal

5) Ketidak mampuan mengakui keberhasilan

6) Hubungan interpersonal tidak memuaskan

7) Pandangan yang negatif atau pesimistik

e. Defisit perawatan diri: mandi/kebersihan, berpakaian/berhias.

1) Ketidakmampuan / menolak untuk membersihkan tubuh atau bagian-bagian

tubuh

2) Ketidak mampuan dan kurangnya minat dalam memilih pakaian yang sesuai

untuk dikenakan, berpakaian, merawat atau mempertahankan penampilan.

3) Ketidakmampuan atau tidak adanya keinginan defikasi atau berkemih

dengan bantuan.

51

2.2 Konsep Keperawatan Halusinasi

A. Pengkajian

Pengkajian merupakan awal dan dasar utama dari proses keperawatan tahap pengkajian

terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien.

Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.

Pengelompokan data pada pengakajian kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor

predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan

kemampuan koping yang dimiliki klien (stuart dan Sunden, 1998). Cara pengkajian lain

berfokus pada 5 (lima) dimensi : fisik, emosional, intelektual, sosial dan spiritual. Isi

pengkajian meliputi :

- Identitas klien

- Keluhan utama/alasan masuk

- Faktor predisposisi

- Dimensi fisik / biologis

- Dimensi psikososial

- Status mental

- Kebutuhan persiapan pulang

- Mekanisme koping

- Masalah psikososial dan lingkungan

- Aspek medik

Data yang didapat melalui observasi atau pemeriksaan langsung di sebut data obyektif,

sedangkan data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga melalui

wawancara perawatan disebut data subyektif.

51

Dari data yang dikumpulkan, perawatan langsung merumuskan masalah keperawatan

pada setiap kelompok data yang terkumpul. Umumnya sejumlah masalah klien saling

berhubungan dan dapat digambarkan sebagai pohon masalah (Fasio, 1983 dan INJF,

1996). Agar penentuan pohon masalah dapat di pahami dengan jelas, penting untuk

diperhatikan yang terdapat pada pohon masalah : Penyebab (kausa), masalah utama

(core problem) dan effect (akibat). Masalah utama adalah prioritas masalah klien dari

beberapa masalah yang dimiliki oleh klien. Umumnya masalah utama berkaitan erat

dengan alasan masuk atau keluhan utama. Penyebab adalah salah satu dari beberapa

masalah klien yang menyebabkan masalah utama. Akibat adalah salah satu dari

beberapa masalah klien yang merupakan efek / akibat dari masalah utama. Pohon

masalah ini diharapkan dapat memudahkan perawat dalam menyusun diagnosa

keperawatan

B. Diagnosa Dan Intervensi Keperawatan

1. Diagnosa 1 : Resiko mencederai diri sendiri dan atau orang

lain/lingkungan berhubungan dengan perubahan persepsi

sensori/halusinasi

Tujuan Umum : Klien tidak mencederai diri sendiri dan atau orang

lain / lingkungan.

Tujuan khusus :

1) Klien dapat hubungan saling percaya :

a) Bina hubungan saling percaya

- Salam terapeutik

- Perkenalan diri

51

- Jelaskan tujuan interaksi

- Ciptakan lingkungan yang tenang

- Buat kontrak yang jelas pada setiap pertemuan (topik,

waktu dan tempat berbicara).

b) Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan

perasaannya.

c) Dengarkan ungkapan klien dengan empati.

2) Klien dapat mengenal halusinasinya

a) Lakukan kontak sering dan singkat. Rasional : untuk

mengurangi kontak klien dengan halusinasinya.

b) Obeservasi tingkah laku klien terkait dengan

halusinasinya; bicara dan tertawa tanpa stimulus,

memandang kesekitarnya seolah – olah ada teman bicara.

c) Bantu klien untuk mengenal halusinasinya ;

- Bila klien menjawab ada, lanjutkan ; apa yang

dikatakan ?

- Katakan bahwa perawat percaya klien mendengarnya.

- Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti klien.

- Katakan bahwa perawatan akan membantu klien.

d) Diskusikan dengan klien tentang ;

- Situasi yang dapat menimbulkan / tidak menimbulkan

halusinasi.

51

- Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang

sore, malam atau bila sendiri atau bila jengkel / sedih).

e) Diskusikan dengan klien tentang apa yang dirasakan bila

terjadi halusinasi (marah / takut / sedih / senang) dan

berkesempatan mengungkapkan perasaan.

3) Klien dapat mengontrol halusinasinya

a) Identifikasi bersama klien cara / tindakan yang dilakukan

bila terjadi halusinasi (tidur/marah/menyibukkan diri)

b) Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, bila

bermanfaat beri pujian.

c) Diskusi cara baru untuk memutus / mengontrol timbulnya

halusinasi :

- Katakan “saya tidak mau dengan kamu” (pada

halusinasi).

- Menemui orang lain (perawat / teman / anggota

keluarga untuk bercakap – cakap . mengatakan

halusinasinya.

- Membuat jadwal kegiatan sehari – hari agar halusinasi

tidak sempat muncul.

- Meminta orang lain (perawat / teman anggota

keluarga) menyapa bila tampak bicara sendiri.

d) Bantu klien memilih dan melatih cara memutus /

mengontrol halusinasi secara bertahap.

51

e) Berikan kesempatan untuk melakukan cara yang telah

dilatih, evaluasi hasilnya dan pujian bila berhasil.

f) Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok

(orientasi realisasi dan stimulasi persepsi).

4) Klien dapat dukungan keluarga dalam mengotrol halusinasinya

:

a) Anjurkan klien memberitahu keluarga bila mengalami

halusinasi.

b) Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung / pada

saat kunjungan rumah)

- Gejala halusinasinya yang dialami klien

- Cara yang dapat dilakukan klien dan ke-luarga untuk

memutus halusinasi

- Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah

: Beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama,

berpergian bersama

- Berikan informasi waktu follow up atau kapan perlu

mandapat bantuan; halusinasi tak terkontrol dan resiko

mencederai orang lain.

5) Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik :

- Diskusi dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi

dan manfaat obat.

51

- Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat

merasakan manfaatnya.

- Anjurkan klien bicara dengan dokter / perawat tentang efek

dan efek samping obat yang dirasakan.

- Diskusikan akibat berhenti obat tanpa kon-sultasi.

- Bantu klien menggunakan obat, dengan prinsip 5 (lima)

benar (benar dosis, benar cara, benar waktu)

2. Diagnosa 2 : Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan

perubahan proses pikir (waham).

Tujuan Umum : Klien dapat melakukan komunikasi verbal

Tujuan Khusus :

a. Klien dapat membina hubungan saling percaya

1) Bina hubungan saling percaya dengan klien.

2) Jangan membantah dan mendukung waham klien.

- Katakan perawat menerima : saya menerima

keyakinan anda, disertai ekspresi menerima.

- Katakan perawat tidak mendukung : sadar bagi saya

untuk mempercayainya disertai ekspresi ragu dan

empati.

- Tidak membicarakan isi waham klien.

3) Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan

terlindung.

- Gunakan keterbukaan dan kejujuran

51

- Jangan tinggalkan klien sendirian

- Klien diyakinkan berada di tempat aman, tidak

sendirian.

b. Klien dapat mengindentifikasi kemampuan yang dimilki

- Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang

realitas.

- Diskusikan dengan klien kemampuan yang dimiliki pada

waktu lalu dan saat ini yang realistis.

- Tanyakan apa yang bisa dilakukan (aktiviotas sehari – hari)

- Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan

sampai waham tidak ada.

c. Klien dapat mengindentifikasi kebutuhan yang tidak

terpenuhi :

- Observasi kebutuhan klien sehari – hari.

- Diskusi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di

rumah / di RS.

- Hubungan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya

waham.

- Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien

(buat jadwal aktivitas klien).

d. Klien dapat berhubungan dengan realitas :

- Berbicara dengan klien dalam kontek realita (diri orang lain,

tempat, waktu)

51

- Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok: orientasi

realitas

- Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan

klien.

e. Klien dapat dukungan keluarga :

- Gejala waham.

- Cara merawatnya.

- Lingkungan keluarga.

f. Klien dapat menggunakan obat dengan benar

- Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang obat, dosis,

frekuensi, efek samping obat, akibat penghentian.

- Diskusikan perasaan klien setelah minum obat

- Berikan obat dengan prinsip 5 tepat

3. Diagnosa 3 : Difisit perawatan diri berhubungan dengan koping

individu tidak efektif

Tujuan Umum : Klien mampu merawat diri sehingga penampilan

diri menjadi adekuat

Tujuan Khusus :

a. Klien dapat mengindentifikasi kebersihan diri

- Dorong klien mengungkapkan perasaan tentang keadaan

dan kebersihan dirinya.

- Dengan ungkapan klien dengan penuh perhatian dan empati.

51

- Beri pujian atas kemampuan klien mengungkapkan

perasaan tentang kebersihan dirinya.

- Diskusi dengan klien tentang arti kebersihan diri

- Diskusikan dengan klien tujuan kebersihan diri.

b. Klien mendapat dukungan keluarga dalam meningkatkan

kebersihan dirinya.

- Kaji tentang tingkat pengetahuan keluarga tentang

kebutuhan perawatan diri klien

- Diskusikan dengan keluarga

- Motivasi keluarga dalam berperan aktif memenuhi

kebutuhan perawatan diri klien.

- Beri pujian atas tindakan positif yang telah dilakukan

keluarga

51

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.D

DENGAN SCHIZOPREN PARANOID DI RUANG MERPATI

RUMAH SAKIT JIWA PROPINSI JAWABARAT

Ruang Rawat : Ruang Merpati

Tanggal Dirawat : 23 Desember 2013

A. PENGKAJIAN

1. Identitas Klien

N a m a : Ny “ D “

U m u r : 57 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

No. RM : 010684

Agama : I s l a m

Suku/Bangsa : Sunda/Indonesia

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Kp. Pangkalan RT/RW 02/13 Cipeundeuy

Padalarang -Bandung

Tanggal Masuk : 30 Desember 2013

Tanggal Dikaji : 31 Desember 2013

51

2. Identitas Penanggung Jawab

N a m a : Ny. Erni

U m u r : 30 Tahun

Alamat : Kp. Pangkalan RT/RW 02/13 Cipeundeuy

Padalarang- Bandung

Hubungan dengan Klien : Anak Kandung

3. Alasan Masuk

Klien masuk ke rumah sakit jiwa cisarua pada Tanggal 26 Desember 2013 karena

sebelumnya klien telat untuk control dengan alasan klien tidak mau diajak berobat , pada

akhirnya keluhan kejiwaannya timbul kembali sepertin klien suka marah-marah, suka

berbicara sendiri, pembicaraan kacau,susah tidur, dengan alas an takut melukai orang lain

akhirnya klien di bawah oleh anaknya ke RSJ Cisarua untuk mendapatkan perawatan

pada kejiwaanya.

Pada saat dikaji tanggal 31 Desember 2013 jam 11.00 WIB Klien mengeluh masih

mendengar suara disaat klien sedang sendiri, suara yang terdengar menurut klien seperti

suara orang, suara binatang yang pada kenyataannya objektif dari keluhan klien tidak bisa

dilihat maupun di dengar oleh perawat disaat melakukan wawancara.

Masalah Keperawatan : Gangguan Sensori dan Persepsi : Halusinasi dengar

4. Faktor Presdiposisi

1. Riwayat Gangguan Jiwa Sebelumnya

Klien pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya dan pernah dirawat di rumah

sakit dustira dan rumah sakit jiwa cisarua pada tahun 2000 karena gangguannya

tersebut, terhitung sudah 13 tahun klien mengalami keluhan kejiawaan ini.

51

2. Pengobatan sebelumnya gangguanya

Pengobatan sebelumnya klien dinyatakan berhasil , dank lien sudah dinyatakan bisa

untuk dikembalikan kepada keluarga dan masyarakatnya, factor pencetus yang

menyebabkan klien kembali mengalami gangguan jiwa dikarenakan telatnya klien

melakukan control yang seharusnya dilakukan, sehingga keluhan kejiwaan nya

kembali muncul.

3. Riwayat Trauma

Klien pernah mengalami trauma jatuh mengakibatkan trauma pada kepalanya yang

terjadi 13 tahun yang lalu sampai klien tidak sadarkan diri dan dirawat di rumah sakit.

Masalah Keperawatan : Resiko Kambuh

4. Riwayat Gangguan Jiwa pada Keluarga

Menurut pengakuan klien dalam keluarganya tidak ada yang pernah mengalami

gangguan jiwa seperti yang dialami klien saat ini.

5. Riwayat Tidak menyenangkan

Menurut pengakuan klien , klien kesal pada saudara-saudaranya karena sudah

merebut bagian warisan yang seharusnya miliknya.

Masalah Keperawatan : Resiko Prilaku Kekerasan

6. Pemeriksaan Fisik

a) Tanda-tanda Vital

TD : 150/90 MmHg

Nadi : 84 x/menit

Respirasi : 20 x/menit

Suhu : 36,5 C

51

b) Keluhan Fisik

Klien mengeluh pusing.

7. Psikososial

a) Genogram

Struktur Genogram

Keterangan :

Laki-laki

Meninggal

Perempuan

Keluarga

Pasien

51

Klien merupakan anak ke lima dari Sembilan bersaudara , klien menikah 3 kali ,

dengan masing-masing pernikahannya dikaruniahi enam orang anak, yaitu dari

perkawinan pertamanya klien memiliki dua anak, pernikahan kedua memiliki satu

anak, pernikahan ketiga memiliki tiga orang anak.

b) Konsep diri

1. Gambaran Diri

Pasien mengaku bahwa ia menyukai seluruh bagian tubuhnya,tidak ada bagian

tubuh yang tidak disukai karena bagi pasien semua bagian tubuhnya berguna

untuk dia .

2. Identitas diri

Klien menuturkan bahwa dirinya adalah seorang perempuan, ibu dari anak-

anaknya dan istri dari suaminya, klien bangga dengan statusnya sebagai

seorang perempuan.

3. Peran

Sebelum sakit klien adalah seorang ibu rumah tangga, yang mengurusi suami

dan anaknya, akan tetapi peran tersebut tidak bisa dilakukan kembali oleh klien

setelah klien sakit, peran tersebut ingin kembali bisa di lakukan ketika klien

sembuh nanti.

4. Ideal diri

Klien berharap cepat sembuh dan berkeinginan untuk kembali menjadi ibu

rumah tangga , ibu dari anak-anaknya dan istri bagi suaminya yang selama ini

peran tersebut dia tinggalkan dan tidak bisa dilakukan kembali semenjak klien

sakit.

51

Klien juga berharap ketika pulang kelak keluarga dan lingkungan tempat

tinggalnya bisa menerima keadaan klien kembali dan menghiraukan statusnya

sebagai pasien yang pernah dirawat di rumah sakit jiwa.

5. Harga Diri

Hubungan klien dengan keluarga klien baik dilihat dari kedekatan klien dengan

anaknya ketika klien dijenguk , akan tetapi terkadang klien sedih dengan

keadaanya karena selalu merepotkan anak kandungnya.

Masalah Keperawatan : Gangguan Konsep diri

c) Hubungan Sosial

Menurut pengakuan klien keluarganya merupakan satu harapan klien untuk

sembuh saat ini, karena keluarganya merupakan orang yang tempat mengadu,

bicara dan yang member support untuk kesembuhannya.

Semasa sehat dahulu klien selalu mengikuti kegiatan yang ada disekitar

lingkunganya misalnya pengajian ibu-ibu , kegiatan ini rutin oleh klien ikuti setiap

hari jumat karena menurutnya dengan pengajian bisa membuka fikiran kita akan

lingkungan sekitar, sosialisi dan mempererat silaturahmi dengan ibu-ibu yang

mengikuti pengajian tersebut.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah

d) Spiritual

Klien adalah seorang muslim yang meyakini adanya allah pencipta semua alam,

dan juga klien meyakini bahwa semua apa yang terjadi pada dirinya adalah semua

dari allah dank lien berkeyakinan suatu saat allah akan memberikan jalan

kesembuhan untuk dirinya.

51

Menurut pengakuan klien dilingkungan sekitarnya bahwa orang yang mengalami

gangguan jiwa merupakan suatu aib bagi keluarganya , biasanya orang yang sakit

jiwa dikurung di tempat tersendiri.

Klien selalu melakukan ibadah sholat wajib lima waktu dan juga melakukan

sholat tahajud dimalam hari karena klien berkeyakinan , Cuma allah yang akan

memebrikan jalan untuk kesembuhannya.

Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah

8. Status Mental

1. Penampilan

Penampilan klien bersih , keadaan hygene klien bagus, klien melakukan hygen

sesuai dengan apa yang dilakukanya ketika dia belum sakit. Dari cara berpakaian

klien memakai pakaian sesuai dengan yang seharusnya berpakaian.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah

2. Pembicaraan

Klien berbicara dengan nada keras, dan cepat , isi pembicaraan klien sesuai

dengan konteks pertanyaan yang di ajukan tidak berpinda-pindah, berbelit-belit

dalam memberikan jawabannya, semuanya sesuai dengan konteks nya.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah

3. Aktivitas Motorik

Ketika dilakukan pengkajian klien tampak tenang, wajah tidak tampak tegang

maupun gelisah hanya saja terkadang klien kurang konsentrasi dalam menilai

pertanyaan yang artinya memerlukan waktu untuk klien mencerna pertanyaan

yang diajukan kepadanya.

51

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah

4. Alam Perasaan

Klien merasa sedih ketika berhadapan dengan situasi bahwa dirinya disebut orang

gila oleh lingkungan sekitarnya, karena menurutnya dia tidak gila dan apa yang

dirasakan saat ini seperti mendengar suara merupakan suatu anugrah yang

diyakini oleh klien bahwa dirinya merupakan orang yang akan diberi karunia

kelebihan untuk membantu orang lain.

Masalah Keperawatan : Gangguan alam perasaan

5. Apek

Dari hasil observasi ketika dilakukan pengkajian klien terlihat labil tapi terkontrol

yaitu terkadang berubah ketika klien diajak berbicara tentang masalah yang

dihadapinya, seperti menangis ketika bercerita tentang keinginnanya untuk

melaksanakan rukun islam yang ke 5 yang sampai saat ini belum bisa dia

laksanakan Karena suatu lain hal, dan berubah ketika dihadapkan pada cerita

ketika bercerita tentang keluarganya yang sudah merebut warisan yang sudah

menjadi hak klien.

Masalah Keperawatan : Gangguan Afek

6. Interaksi selama wawancara

Selama wawancara klien kooperatif dalam memberikan data yang diperlukan

perawat , walau kadang tersinggung ketika di klien di katakan orang gila dalam

penuturannya saat berada dilingkunganya, kontak mata klien bagus selalu

menatap lawan bicara ketika sedang dilakukan wawancara oleh perawat.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah

51

7. Persepsi

Menurut penuturan klien , klien sering dan masih mendengar suara dari

leluhurnya ketika malam hari , isi halusinasinya untuk mengikuti apa yang di

suruh oleh leluhurnya jika tidak menurut klien klien akan diberi pelajaran atau

hukuman dengan cara menyakiti dirinya sendiri.

Masalah Keperawatan : Gangguan sensori persepsi : Halusinasi dengar dan

Resiko prilaku kekerasan.

8. Proses pikir

Pembicaraan klien selama diberikan pertanyaan oleh perawat selalu menjawab

dengan jawaban yang panjang yang sebetulnya jawaban tersebut tidak

memerlukan jawaban yang panjang , akan tetapi pada akhirnya jwaaban tersebut

sesuai dengan konteks pertanyaan yang diajukan ( Sirkumtansial ).

Masalah Keperawatan : Gangguan Proses Pikir

9. Isi Fikir

Berdasarakan hasil pengkajian berupa pertanyaan yang diajukan kepada klien

seringkali klien selalu menghubungkan dengan hal-hal ghaib yang sifatnya jauh

dari realita yang ada misalnya klien mengatakan bahwa dirinya mengalami

gangguan jiwa karena kesalahan dia tidak bisa menjadi juru kunci yang baik

sehingga akibat kelalaiannya klien dihukum oleh leluhurnya.

Disamping itu terkadang klien juga merasa bahwa ketika dirinya sembuh kelak

akan menjadi orang yang berguna untuk membantu orang lain karena dia

merupakan titisan dari leluhurnya yang memiliki kelebihan tersebut.

Masalah Keperawatan: Gangguan isi pikir : Pikiran magis dan Waham kebesaran

51

10. Tingkat Kesadaran

Kondisi klien saat dilakukan pengkajian kondisi klien biasa tidak dalam keadaan

bingung, hanya merasakan seperti melayang-layang ketika halusinasinya datang,

hanya saja perasaan melayang tersebut dirasakan klien di waktu tertentu saja.

Orientasi klien terhadap waktu, tempat dan orang bagus klien masih bisa

menyebutkan waktu saat ini , tempat dimana sekarang dia di rawat dan bisa

mengingat nama perawat yang sudah berkenalan dengan dirinya.

Masalah Keperawatan: Gangguan sensori persepsi: Halusinasi Dengar

11. Memori

Klien masih bisa mengingat kejadian yang sebelum dialaminya sekarang seperti

pernah dirawat di rumah sakit dustira bagian jiwa maupun pernah dirawat di

rumah sakit jiwa provinsi Jawa Barat sebelumnya dan juga memori pendek klien

masih bagus ternilai dari klien yang masih mengingat kenapa dia sampai dibawa

ke rumah sakit ini lagi klien mengatakan karena mengamuk dan lain sebagainya.

Memori saat ini klien masih bisa mengingat siapa nama perawat yang melakukan

pengkajian padanya..

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah

12. Tingkat kosentrasi dan berhitung

Konsentrasi klien ketika diberikan pertanyaan, klien terkadang memerlukan

beberapa detik untuk menjawab pertanyaan tersebut dan terkadang meminta

perawat untuk mengulang pertanyaan yang diajukannya.

51

Ketika di berikan pertanyaan tentang berhitung klien masih bisa menjawab

pertanyaanya dengan benar , klien masih bisa menggunakan tehnik berhitung

penjumlahan, pengurangan maupun perkalian.

Masalah Keperawatan : Gangguan konsentrasi

13. Kemampuan penilaian

Klien bisa memberikan penilaian ketika diajukan pertanyaan mau makan dahulu

atau mau sholat dahulu, klien menjawab lebih baik sholat dulu karena sholat

merupakan kewajiban yang tidak bisa ditunda, kalau makan bisa nanti habis

sholat.

Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah

14. Daya Tilik Diri

Berdasarkan hasil wawancara klien mengatakan bahwa awal sakit gangguan

jiwanya dikarenakan ketidak sanggupan klien untuk mengemban tugas nya untuk

menjadi juru kunci di “mbah cakra “ sehingga klien dihukum menjadi sepertin

saat ini.

Masalah Keperawatan : Gangguan Tilik diri , Gangguan sensori persepsi:

Halusinasi Dengar.

9. Perubahan Kebutuhan Pulang

a. Makan

Berdasarkan hasil observasi perawat pemenuhan kebutuhan makan klien, klien

sudah bisa menyiapkan makanan sendiri tanpa bantuan siapapun, frekwensi

makan klien ketika dirumah sakit 3x sehari dengan 1 porsi habis dengan menu

makanan nasi, sayur , lauk pauk dan buah-buahan , dan juga klien mampu dan

51

bisa menempatkan peralatan makan pada tempatnya dengan membersihkannya

terlebih dahulu.

b. BAK/BAB

Pemenuhan kebutuhan eliminasi klien normal tanpa bantuan siapapun dan bisa

dilakukan klien secara mandiri, dan sesekali mau ketika klien di haruskan

membersihakan WC alasasn klien , kalo bersih enak dan tidak akan jadi bau

kamarnya.

c. Mandi

Pemenuhan kebutuhan mandi klien dilakukan klien dengan mandiri dimulai dari

menyiapkan alat mandi , pergi ke kamar mandi, menggosok gigi, kerasmas, dan

gunting bisa dilakukan klien sendiri tanpa bantuan dari orang lain.

d. Berpakaian

Cara berpakaian klien sesuai dengan seharusnya orang sehat lakukan, mengganti

pakaian dengan sendirinya dan memilih pakaian yang sesuai dengan apa yang di

inginkan dirinya, sehingga klien tak tampak berantakan akan tetapi terlihat bersih.

e. Istirahat dan tidur

Kebutuhan istirahat dan tidur klien normal, klien bisa tidur disiang hari ketika

tidak ada aktivitas yang harus dijalaninya, biasanya klien tidur siang hari antara 2-

3 jam sedangkan pada malam hari intensitasnya cukun dengan lama 6-8 jam.

Aktivitas klien sebelum tidur biasanya klien berdoa meminta kesembuhan atas

dirinya, dan ketika bangun tidur klien selalu merapihkan tempat tidurnya dengan

rapih.

51

f. Penggunaan Obat

Menurut klien minum obat 3 kali dengan obat yang berbeda yaitu pagi, dan pada

malam hari, biasanya setelah minum obat menurut klien klien merasa tenang dan

rileks, dan biasanya tak lama klien pergi untuk istirahat setelah klien meminum

obat.

g. Pemeliharaan Kesehatan

Menurut penuturan klien ketika sembuh dan pulang kembali ke keluarganya kelak

klien akan selalu minum obat secara teratur dengan pengontrolan dari anaknya,

dan berjanji tidak akan telat untuk memeriksakan diri secara rutin ke rumah sakit

terdekat agar tidak putus obat, karena klien tidak mau harus dibawah lagi ke

rumah sakit jiwa.

h. Aktivitas didalam rumah

Menurut penuturan klien jika dirinya sudah sembuh klien ingin kembali

keluarganya dan mencoba untuk kembali kerutinitas sperti yang dilakukannya

sebelum sakit yaitu klien ingin berdagang agar bisa membantu dan tidak

merepotkan anaknya lagi.

i. Aktivitas diluar rumah

Klien akan mencoba berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya , dan akan

mencoba untuk berdagang lagi di rumahnya, berbelanja untuk keperluan sehari-

hari klien dan anaknya.

10. Mekanisme Koping

Berdasarkan hasil wawancara dengan klien koping mal adaptif klien masih dominan

sehingga terkadang klien kesulitan untuk menghardik halusinasi yang dialaminya bisa

51

dilihat dari adanya bekas luka yang menurut klien merupakan hasil dari halusinasi

yang di dengarnya yaitu karena tidak mengikuti apa yang di suruh oleh leluhurnya

lewat pendengarannya.

11. Masalah Psikososial dan lingkungan

Dilihat dari kondisi saat di wawancara interaksi klien dengan sesame klien yang lain

dalam ruangan tersebut baik, klien sudah bisa diajak berkomunikasi dua arah baik

dengan pasien lain maupun dengan perawat, kontak mata bagus hanya mungkin

dalam pembicaraan klien baik ketika menjawab pertanyaan yang diajukan maupun

bertanya kepada perawat selalu butuh waktu beberapa detik untuk menjawabnya,

nada suara klien keras dan cepat.

12. Pengetahuan

Pengetahuan klien akan penyakit yang dialaminya kurang begitu memahami yang tau

hanya sekedar pengetahuan dasar saja , tidak mengetahui dengan detail tentang

penyakit yang dialaminya , sehingga perlu kesabaran dalam memberikan pemahaman

tentang halusinasi yang dialaminya agar klien dapat mencegah halusinasi yang timbul

pada dirinya di waktu tertentu.

13. Aspek Medis

Diagnosa Medis : Schizopren Paranoid

Therapy

- THD 2x Sehari

- Peridone 2 mg 2x1

- Clorpamazine 0-0-1

51

14. Daftar Masalah Keperawatan

1. Ganggguan sensori persepsi : Halusinasi dengar

2. Resiko prilaku kekerasan

B. Analisa Data

Data Diagnosa Keperawatan

Ds. Klien mengeluh masih mendengar

suara baik suara orang maupun suara

binatang.

Do. Klien mengatakan bahwa sakitnya

karena hukuman dari leluhurnya.

Proses fikir klien Sirkumtansial

Isi fikir klien ( Pikiran magis )

Alam perasaan klien : sedih

Klien kurang mampu berkonsentrasi

Waham kebesaran

Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi

dengar

Ds. Menurut klien klien di bawah ke rumah

sakit jiwa karena mengamuk

Do. Nada pembicaraan klien keras dan

cepat

Klien tersinggung ketika diberi

pertanyaan

Waham kebesaran

Resiko Prilaku kekerasan

51

Halusinasi pendengaran +

C. Diagnosa Keperawatan

Gangguan sensori persepsi : Halusinasi Pendengaran