asuhan keperawatan komunitas jiwa masyarakat

66
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana yang tidak ada habisnya, baik karena manusia maupun karena kejadian alam merupakan sumber stressor yang dapat mengakibatkan terjadinya berbagai masalah kesehatan jiwa masyarakat, baik yang ringan sampai yang berat. Masalah kesehatan jiwa yang ringan berupa masalah psikososial seperti kecemasan, psikosomatis dapat terjadi pada orang yang mengalami bencana. Bahkan keadaan lebih berat seperti depresi dan psikosis dapat terjadi jika orang yang mengalami masalah psikososial tidak ditangani dengan baik (Keliat, 2007). Biasanya harga diri sangat rentan terganggu pada saat remaja dan usia lanjut. Dari hasil riset ditemukan bahwa masalah kesehatan fisik dapat mengakibatkan harga diri rendah. Harga diri tinggi terkait dengam ansietas yang rendah, efektif dalam kelompok dan diterima oleh orang lain. Sedangkan harga diri rendah terkait dengan hubungan interpersonal yang buruk dan resiko terjadi harga diri rendah (Rusniati 2008). Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri. Harga

Upload: rakye-panjalu

Post on 29-Jan-2016

316 views

Category:

Documents


107 download

DESCRIPTION

doc

TRANSCRIPT

Page 1: Asuhan Keperawatan Komunitas Jiwa Masyarakat

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bencana yang tidak ada habisnya, baik karena manusia maupun karena

kejadian alam merupakan sumber stressor yang dapat mengakibatkan terjadinya

berbagai masalah kesehatan jiwa masyarakat, baik yang ringan sampai yang berat.

Masalah kesehatan jiwa yang ringan berupa masalah psikososial seperti

kecemasan, psikosomatis dapat terjadi pada orang yang mengalami bencana.

Bahkan keadaan lebih berat seperti depresi dan psikosis dapat terjadi jika orang

yang mengalami masalah psikososial tidak ditangani dengan baik (Keliat, 2007).

Biasanya harga diri sangat rentan terganggu pada saat remaja dan usia

lanjut.  Dari  hasil  riset  ditemukan  bahwa  masalah  kesehatan  fisik dapat

mengakibatkan  harga  diri  rendah.  Harga  diri  tinggi  terkait  dengam  ansietas

yang rendah, efektif dalam kelompok dan diterima oleh orang lain. Sedangkan

harga  diri  rendah  terkait  dengan  hubungan  interpersonal  yang  buruk  dan

resiko terjadi harga diri rendah (Rusniati 2008).

Gangguan  harga  diri  dapat  digambarkan  sebagai  perasaan  negatif

terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri. Harga diri

rendah  dapat  terjadi  secara  situasional  (trauma)  atau  kronis  (negatif  self

evaluasi  yang  telah  berlangsung  lama).  Dan  dapat  di  ekspresikan  secara

langsung atau tidak langsung (nyata atau tidak nyata). Konsep  diri  sangat  erat 

kaitannya  dengan  diri  individu.  Kehidupan yang sehat, baik fisik maupun

psikologi salah satunya di dukung oleh konsep diri  yang  baik  dan  stabil. 

Konsep  diri  adalah  hal-hal  yang  berkaitan  dengan ide,  pikiran,  kepercayaan 

serta  keyakinan  yang  diketahui  dan  dipahami  oleh individu  tentang  dirinya. 

Hal  ini  akan  mempengaruhi  kemampuan  individu dalam membina hubungan

interpersonal. Meskipun konsep diri tidak langsung  ada, begitu individu di

lahirkan, tetapi secara bertahap seiring dengan tingkat pertumbuhan dan

perkembangan individu, konsep diri akan terbentuk karena pengaruh

ligkungannya. selain itu konsep diri juga akan di pelajari oleh individu melalui

kontak dan pengalaman dengan  orang  lain  termasuk  berbagai  stressor  yang 

Page 2: Asuhan Keperawatan Komunitas Jiwa Masyarakat

2

dilalui  individu  tersebut. Hal  ini  akan  membentuk  persepsi  individu  terhadap 

dirinya  sendiri  dan penilaian persepsinya terhadap pengalaman akan situasi

tertentu. Gambaran  penilaian  tentang  konsep  diri  dapat  di  ketahui  melalui

rentang respon dari adaptif sampai dengan maladaptif. Konsep diri itu sendiri

terdiri  dari  beberapa  bagian,  yaitu: gambaran  diri  (body Image),  ideal  diri,

harga diri, peran dan identitas (Rusniati, 2008).

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien dengan gangguan jiwa di

komunitas komunitas?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Dari penyusunan makalah ini diharapkan penulis dapat mengetahui dan

memahami tentang konsep bagaimana penanganan pasien dengan gangguan jiwa

pada suatu komunitas.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui konsep gangguan jiwa

2. Untuk mengetahui pelaksanaan metode penanganan pasien dengan gangguan

jiwa di komunitas

3. Untuk memahami bagaimana asuhan keperawatan komunitas pada gangguan

jiwa

1.4 Manfaat

Setelah penulisan makalah ini, diharapkan penulis :

1. Mampu mengetahui konsep gangguan jiwa

2. Mampu mengetahui pelaksanaan metode penanganan pasien dengan gangguan

jiwa di komunitas

3. Mampu memahami bagaimana asuhan keperawatan komunitas pada gangguan

jiwa

Page 3: Asuhan Keperawatan Komunitas Jiwa Masyarakat

3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gangguan Jiwa

2.1.1 Pengertian Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa adalah gangguan otak yang ditandai oleh terganggunya

emosi, proses berpikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca indera).

Gangguan jiwa ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita (dan

keluarganya) (Stuart & Sundeen, 1998).

Gangguan jiwa dapat mengenai setiap orang, tanpa mengenal umur, ras,

agama, maupun status sosial-ekonomi. Gangguan jiwa bukan disebabkan oleh

kelemahan pribadi. Di masyarakat banyak beredar kepercayaan atau mitos yang

salah mengenai gangguan jiwa, ada yang percaya bahwa gangguan

jiwadisebabkan oleh gangguan roh jahat, ada yang menuduh bahwa itu akibat

guna-guna, karena kutukan atau hukuman atas dosanya. Kepercayaan yang salah

ini hanya akan merugikan penderita dan keluarganya karena pengidap gangguan

jiwa tidak mendapat pengobatan secara cepat dan tepat (Notosoedirjo, 2005).

2.1.2 Penyebab Gangguan Jiwa

Gejala utama atau gejala yang menonjol pada gangguan jiwa terdapat pada

unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya di badan (somatogenik), lingkungan

sosial (sosiogenik) ataupun psikis (psikogenik), (Maramis1994). Biasanya tidak

terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dariberbagai

unsur itu yang saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu

timbulah gangguan badan ataupun jiwa.

2.1.3 Macam-Macam Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa artinya bahwa yang menonjol ialah gejala psikologik dari

unsur psikis (Maramis, 1994). Macam gangguan jiwa (Rusdi Maslim, 1998):

Gangguan jiwa organik dan simtomatik, skizofrenia, gangguan skizotipal dan

gangguan waham, gangguan suasana perasaan, gangguan neurotik, gangguan

somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan

Page 4: Asuhan Keperawatan Komunitas Jiwa Masyarakat

4

faktor fisik, Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa, retardasi mental,

gangguan perkembangan psikologis, gangguan perilaku dan emosional dengan

onset masa kanak dan remaja.

1. Skizofrenia.

Merupakan bentuk psikosa fungsional paling berat, dan menimbulkan

disorganisasi personalitas yang terbesar. Skizofrenia merupakan suatu bentuk

psikosa yang sering dijumpai dimana-mana sejak dahulu kala. Meskipun

demikian pengetahuan kita tentang penyebab dan patogenisanya sangat kurang

(Maramis, 1994). Dalam kasus berat, klien tidak mempunyai kontak dengan

realitas, sehingga pemikiran dan perilakunya abnormal. Perjalanan penyakit ini

bertahap akan menuju kearah kronisitas, tetapi sekali-kali bisa timbul serangan.

Jarang bisa terjadi pemulihan sempurna dengan spontan dan jika tidak diobati

biasanya berakhir dengan personalitas yang rusak ”cacat” (Ingram et al.,1995).

2. Depresi

Merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia berkaitan dengan

alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada

pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa

dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri (Kaplan, 1998). Depresi juga dapat

diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan

yang ditandai dengan kemurungan, keleluasaan, ketiadaan gairah hidup,

perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya (Hawari, 1997).Depresi

adalah suatu perasaan sedih dan yang berhubungan dengan penderitaan.Dapat

berupa serangan yang ditujukan pada diri sendiri atau perasaan marah yang

mendalam (Nugroho, 2000). Depresi adalah gangguan patologis terhadap mood

mempunyai karakteristik berupa bermacam-macam perasaan, sikap dan

kepercayaan bahwa seseorang hidup menyendiri, pesimis, putus asa, ketidak

berdayaan, harga diri rendah, bersalah, harapan yang negatif dan takut pada

bahaya yang akan datang. Depresi menyerupai kesedihan yang merupakan

perasaan normal yang muncul sebagai akibat dari situasi tertentu misalnya

kematian orang yang dicintai. Sebagai ganti rasa ketidaktahuan akan

kehilangan seseorang akan menolak kehilangan dan menunjukkan kesedihan

dengan tanda depresi (Rawlins et al., 1993). Individu yang menderita suasana

Page 5: Asuhan Keperawatan Komunitas Jiwa Masyarakat

5

perasaan (mood) yang depresi biasanya akan kehilangan minat dan

kegembiraan, dan berkurangnya energi yang menuju keadaan mudah lelah dan

berkurangnya aktifitas (Depkes, 1993). Depresi dianggap normal terhadap

banyak stress kehidupan danabnormal hanya jika ia tidak sebanding dengan

peristiwa penyebabnya dan terus berlangsung sampai titik dimana sebagian

besar orang mulai pulih (Atkinson, 2000).

3. Kecemasan

Sebagai pengalaman psikis yang biasa dan wajar, yang pernah dialami

oleh setiap orang dalam rangka memacu individu untuk mengatasi masalah

yang dihadapi sebaik-baiknya, Maslim (1991). Suatu keadaan seseorang

merasa khawatir dan takut sebagai bentuk reaksi dari ancaman yang tidak

spesifik (Rawlins 1993).Penyebabnya maupun sumber biasanya tidak diketahui

atau tidak dikenali.Intensitas kecemasan dibedakan dari kecemasan tingkat

ringan sampai tingkat berat.Menurut Sundeen (1995) mengidentifikasi rentang

respon kecemasan kedalam empat tingkatan yang meliputi, kecemasn ringan,

sedang, berat dan kecemasan panik.

4. Gangguan Kepribadian

Klinik menunjukkan bahwa gejala gangguan kepribadian (psikopatia)

dan nerosa berbentuk hampir sama pada orang dengan intelegensi tinggi atau

rendah. Jadi dapat dikatakan bahwa gangguan kepribadian, nerosa dan

gangguan intelegensi sebagaian besar tidak tergantung pada satu dengan yang

lain atau tidak berkorelasi. Klasifikasi gangguan kepribadian: paranoid, afektif

atau siklotemik, skizoid, axplosif, anankastik atau obsesif-konpulsif, histerik,

astenik, antisosial, pasif agresif, dan kepribadian inadequate. (Maslim,1998).

5. Gangguan Mental Organik

Merupakan gangguan jiwa psikotik atau non-psikotik yang disebabkan

oleh gangguan fungsi jaringan otak (Maramis,1994). Gangguan fungsi jaringan

otak ini dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak

atau diluar otak. Bila bagian otak yang terganggu itu luas, maka gangguan

dasar mengenai fungsi mental sama saja, tidak tergantung pada penyakit yang

menyebabkannya. Bila hanya bagian otak dengan fungsi tertentu saja yang

terganggu, maka lokasi inilah yang menentukan gejala dan sindroma, bukan

Page 6: Asuhan Keperawatan Komunitas Jiwa Masyarakat

6

penyakit yang menyebabkannya. Pembagian menjadi psikotik dan tidak

psikotik lebih menunjukkan kepada berat gangguan otak pada suatu penyakit

tertentu daripada pembagian akut dan menahun.

6. Gangguan Psikosomatik

Merupakan komponen psikologi yang diikuti gangguan fungsi badaniah

(Maramis, 1994). Sering terjadi perkembangan neurotik yang memperlihatkan

sebagian besar atau semata-mata karena gangguan fungsi alat-alat tubuh yang

dikuasai oleh susunan saraf vegetatif. Gangguan psikosomatik dapat disamakan

dengan apa yang dinamakan neurosa organ. Karena biasanya hanya fungsi

faaliah yang terganggu, maka sering disebut juga gangguan psikofisiologik.

7. Retardasi Mental

Merupakan terhenti atau tidak lengkapnya perkembangan jiwa terutama

ditandai oleh terjadinya gangguan keterampilan selama masa perkembangan,

sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya

kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial (Maslim,1998).

8. Gangguan Perilaku Masa Anak dan Remaja.

Anak dengan gangguan perilaku ini ditunjukkan dengan perilaku yang

tidak sesuai dengan permintaan, kebiasaan atau norma masyarakat (Maramis,

1994). Anak dengan gangguan perilaku dapat menimbulkan masalah dalam

asuhan dan pendidikan. Gangguan perilaku mungkin berasal dari anak atau

mungkin dari lingkungannya, akan tetapi akhirnya kedua faktor ini saling

mempengaruhi. Diketahui bahwa ciri dan bentuk anggota tubuh serta sifat

kepribadian yang umum dapat diturunkan dari orang tua kepada anaknya. Pada

gangguan otak seperti trauma kepala, ensepalitis, neoplasma dapat mengakibat-

kan perubahan kepribadian. Faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi

perilaku pada anak. Maka dengan demikian gangguan perilaku dapat dicegah.

2.1.4 Pencegahan Kekambuhan Gangguan Jiwa

Pencegahan kekambuhan adalah dengan mencegah terjadinya peristiwa

timbulnya kembali gejala yang sebelumnya sudah memperoleh kemajuan (Stiart,

2001). Pada gangguan jiwa kronis diperkirakan mengalami kekambuhan 50%

pada tahun I, dan 79% pada tahun ke-II (Yosep, 2006). Kekambuhan biasa terjadi

Page 7: Asuhan Keperawatan Komunitas Jiwa Masyarakat

7

karena adanya kejadian buruk sebelum mereka kambuh (Wiramis harja, 2007).

Empat faktor penyebab kekambuhan dan yang memerlukan perawatan, menurut

Sullinger (1988) adalah sebagai berikut :

1. Klien: ketidakteraturan mengkonsumsi obat mempunyai kecenderungan untuk

kambuh. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan 25%-50% klien yang

pulang dari rumah sakit tidak memakan obat secara teratur.

2. Dokter (pemberi resep): pengguanaan obat yang teratur dapat mengurangi

kambuh, namun penggunaan obat neuroleptic yang lama dapat menimbulkan

efek samping Tardive Diskinesia yang dapat mengganggu hubungan sosial

seperti gerakan yang tidak terkontrol.

3. Penanggung jawab klien: Setelah klien pulang, maka perawat puskesmas tetap

bertanggung jawab atas program adaptasi klien di rumah.

4. Keluarga: Berdasarkan penelitian di Inggris dan Amerika keluarga dengan

ekspresi emosi tinggi (bermusuhan, mengkritik, tidak ramah, banyak menekan

dan menyalahkan), hasilnya 57% kembali dirawat dari keluarga ekspresi emosi

tinggi dan 17% dari keluarga ekspresi emosi keluarga rendah. Selain itu, klien

juga mudah dipengaruhi oleh stress menyenangkan (naik pangkat, menikah)

maupun yang menyedihkan (kematian/kecelakaan). Dengan terapi keluarga,

klien dan keluarga dapat mengatasi dan mengurangi stress. Cara terapi bisanya:

mengumpulkan anggota keluarga dan memberi kesempatan menyampaikan

perasaan. Memberi kesempatan menambah ilmu dan wawasan kepada klien

ganguan jiwa, memfasilitasi untuk menemukan situasi dan pengalaman baru.

Beberapa gejala kambuh yang perlu diidentifikasi oleh klien dan keluarga,

adalah sebagai berikut :

1. Menjadi ragu-ragu dan serba takut (nervous)

2. Tidak nafsu makan

3. Sukar konsentrasi

4. Sulit tidur

5. Tidak ada minat

6. Depresi dan menarik diri

Setelah klien kembali ke keluarga, sebaiknya klien melakukan perawatan

lanjutan pada puskesmas di wilayahnya yang mempunyai program kesehatan jiwa.

Page 8: Asuhan Keperawatan Komunitas Jiwa Masyarakat

8

Perawat komunitas yang menangani klien dapat menganggap rumah klien sebagai

“ruangan perawatan”. Perawat, klien dan keluarga bekerjasama untuk membantu

proses adaptasi klien di dalam keluarga dan masyarakat. Perawat dapat membuat

kontrak dengan keluarga tentang jadwal kunjungan dan after care di puskesmas.

Keluarga merupakan unit yang paling dekat dengan klien dan merupakan

“perawat utama” bagi klien. Keluarga berperan dalam menentukan cara atau

asuhan yang diperlukan klien di rumah. Keberhasilan perawat di rumah sakit

dapat sia-sia jika tidak diteruskan di rumah yang kemudian mengakibatkan klien

harus dirawat kembali (kambuh). Peran serta keluarga meningkatkan kemampuan

keluarga merawat klien di rumah sehingga kemungkinan dapat dicegah.

Pentingnya peran keluarga dalam klien gangguan jiwa dapat dipandang

dari berbagai segi. Pertama, keluarga merupakan tempat dimana individu memulai

hubungan interpersonal dengan lingkungannya. Keluarga merupakan “institusi”

pendidikan utama bagi individu untuk belajar dan mengembangkan nilai,

keyakinan, sikap dan perilaku (Clement dan Buchanan, 1982). Individu menguji

coba perilakunya di dalam keluarga, dan umpan balik keluarga mempengaruhi

individu dalam mengadopsi perilaku tertentu. Semua ini merupakan persiapan

individu untuk berperan di masyarakat. Jika keluarga dipandang sebagai suatu

sistem maka gangguan yang terjadi pada salah satu anggota merupakan dapat

mempengaruhi seluruh sistem, sebaliknya disfungsi keluarga merupakan salah

satu penyebab gangguan pada anggota. Bila ayah sakit maka akan mempengaruhi

perilaku anak, dan istrinya, termasuk keluarga lainnya. Salah satu faktor penyebab

kambuh gangguan jiwa adalah; keluarga yang tidak tahu cara menangani perilaku

klien di rumah (Sullinger, 1988). Klien dengan diagnosa skizofrenia diperkirakan

akan kambuh 50% pada tahun pertama, 70% pada tahun kedua dan 100% pada

tahun kelima setelah pulang dari rumah sakit karena perlakuan yang salah selama

di rumah atau di masyarakat.

2.2 Dukungan sosial keluarga

2.2.1 Pengertian Dukungan Sosial Keluarga

Menurut Sarwono dalam Yusuf (2007), dukungan adalah suatu upaya yang

diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang

Page 9: Asuhan Keperawatan Komunitas Jiwa Masyarakat

9

tersebut dalam melaksanakan kegiatan. Sistem dukungan untuk mempromosikan

perubahan perilaku ada 3, yaitu : (1) dukungan material adalah menyediakan

fasilitas latihan, (2) dukungan informasi adalah untuk memberiakan contoh nyata

keberhasilan seseorang dalam melaksanakan diet dan latihan, dan (3) dukungan

emosional atau semangat adalah member pujian atas keberhasilan proses latihan.

Menurut Friedman (1998), dukungan sosial keluarga adalah sikap,

tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Anggota

keluarga memenadang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap

memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan.

Friedman dalam Sudiharto (2007), menyatakan bahwa fungsi dasar

keluarga antara lain adalah fungsi efektif, yaitu fungsi internal keluarga untuk

pemenuhan kebutuhan psikososial, saling mengasuh memberikan kasih sayang

serta menerima dan mendukung. Menurut Friedman (2003) dukungan sosial

keluarga adalah bagian integral dari dukungan sosial. Dampak positif dari

dukungan sosial keluarga adalah meningkatkan penyesuaian diri seseorang

terhadap kejadian-kejadian dalam kehidupan.

Studi tentang dukungan sosial keluarga telah mengkonseptualisasi

dukungan sosial sebagai koping keluarga. Menurut Sheridan dan Radmacher

(1992), Sarafino (1998) serta Taylor (1999), keluarga memiliki dukungan, yaitu :

dukungan emosional, penghargaan, instrumental, dan informatif.

2.2.2 Jenis Dukungan Sosial Keluarga

Kaplan (1976) dalam Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga

memiliki 4 jenis dukungan, yaitu :

1. Dukungan Emosional

Dukungan emosional mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian

terhadap orang yang bersangkutan.Bentuk dukungan ini membuat individu

memiliki perasaan nyaman, yakin, diperlukan dan dicintai oleh sumber

dukungan sosial, sehingga dapat menghadapi masalah dengan lebih baik.

2. Dukungan Penghargaan

Dukungan penghargaan terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan) positif

untuk orang itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan

Page 10: Asuhan Keperawatan Komunitas Jiwa Masyarakat

10

individu, dan perbandingan positif orang itu dengan orang lain, contohnya

dengan membandingkannya dengan orang lain yang lebih buruk keadaannya.

3. Dukungan Instrumental

Dukungan instrumental mencakup bantuan langsung, seperti kalau orang

memberi pinjaman uang kepada orang itu.Bentuk dukungan ini dapat

mengurangi beban individu karena individu dapat langsung memecahkan

masalahnya yang berhubungan dengan materi.

4. Dukungan Informatif

Dukungan informatif mencakup memberikan nasehat, petunjuk-petunjuk,

saran-saran atau umpan balik. Jenis informasi seperti ini dapat menolong

individu untuk mengenali dan mengatasi masalah dengan lebih mudah.

2.2.3 Sumber Dukungan Sosial Keluarga

Menurut Root & Dooley (1985) dalam Kuncoro (2002) ada 2 sumber

dukungan sosial keluarga yaitu natural dan artifisial. Dukungan sosial keluarga

yang natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupan secara

spontan dengan orang yang berada di sekitarnya. Dukungan sosial keluarga ini

bersifat formal sedangkan dukungan sosial keluarga artifisial adalah dukungan

yang dirancang dalam kebutuhan primer seseorang misalnya dukungan keluarga

akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan sehingga sumber dukungan

sosial keluarga natural mempunyai berbagai perbedaan jika dibandingkan dengan

dukungan sosial keluarga artifisial.

Perbedaan terletak pada keberadaan sumber dukungan sosial keluarga

natural bersifat apa adanya tanpa di buat-buat sehingga mudah diperoleh dan

bersifat spontan, Sumber dukungan sosial keluarga yang natural mempunyai

kesesuaian dengan nama yang berlaku tentang kapan sesuatu harus diberikan,

sumber dukungan sosial keluarga natural berakar dari hubungan yang berakar

lama, sumber dukungan natural mempunyai keragaman dalam penyampaian

dukungan, mulai dari pemberian barang yang nyata, menemui seseorang dengan

menyampaikan salam, sumber dukungan sosial keluarga natural terbatas dari

beban dan label psikologis.

Page 11: Asuhan Keperawatan Komunitas Jiwa Masyarakat

11

2.2.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Dukungan sosial keluarga

Sarafino (2006) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi apakah seseorang akan menerima dukungan sosial keluarga atau

tidak. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah :

1. Faktor dari penerima dukungan (recipient)

Seseorang tidak akan menerima dukungan sosial dari orang lain jika ia tidak

suka bersosial, tidak suka menolong orang lain, dan tidak ingin orang lain tahu

bahwa ia membutuhkan bantuan. Beberapa orang terkadang tidak cukup asertif

untuk memahami bahwa ia sebenarnya membutuhkan bantuan dari orang lain,

atau merasa bahwa ia seharusnya mandiri dan tidak mengganggu orang lain,

atau merasa tidak nyaman saat orang lain menolongnya, atau tidak tahu kepada

siapa dia harus meminta pertolongan.

2. Faktor dari pemberi dukungan (providers)

Seseorang terkadang tidak memberikan dukungan sosial kepada orang lain

ketika ia sendiri tidak memiliki sumberdaya untuk menolong orang lain, atau

tengah menghadapi stres, harus menolong dirinya sendiri, atau kurang sensitif

terhadap sekitarnya sehingga tidak menyadari bahwa orang lain membutuhkan

dukungan darinya.

Menurut Friedman (1998), faktor yang mempengaruhi dukungan sosial

keluarga lainnya adalah kelas sosial ekonomi orang tua. Kelas sosial ekonomi

disini meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan orang tua dan tingkat

pendidikan orang tua. Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan lebih

demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas bawah,

hubungan yang ada lebih otoritas atau otokrasi.Selain itu orang tua dengan kelas

sosial menengah mempunyai tingkat dukungan, efeksi dan keterlibatan yang lebih

tinggi dari pada orang tua dengan kelas sosial bawah.

2.2.5 Indikator Dukungan Sosial Keluarga

Indikator rendahnya dukungan sosial keluarga diantaranya:

1. Keluarga belum dapat memantau penderita gangguan jiwa dalam pemberian

obat sesuai dengan anjuran petugas kesehatan.

2. Keluarga belum bisa menjaga kebersihan diri penderita gangguan jiwa.

Page 12: Asuhan Keperawatan Komunitas Jiwa Masyarakat

12

3. Keluarga belum bisa memenuhi kebutuhan KDM penderita di sebabkan adanya

kegiatan lain.

4. Keluarga masih melakukan pengasingan pada penderita gangguan jiwa.

5. Keluarga masih merasa malu dengan adanya penderita gangguan jiwa di

rumahnya karena dianggap aib keluarga.

6. Keluarga juga tidak mempunyai kreativitas dalam cara pemberian obat pada

penderita gangguan jiwa.

7. Keluarga tidak dapat berkomunikasi baik dengan penderita gangguan jiwa.

8. Keluarga belum mampu memberikan informasi dan motivasi pada penderita

gangguan jiwa.

9. Keluarga masih beranggapan bahwa penderita gangguan jiwa tidak dapat di

sembuhkan lagi.

2.2.6 Indikator Pencegahan Kekambuhan pada Penderita Gangguan Jiwa

Indikator pencegahan kekambuhan penderita gangguan jiwa di Puskesmas

adalah sebagai berikut :

1. Tidak terjadinya prilaku penyimpangan penderita seperti perilaku kekerasan

2. Tidak terjadinya prilaku penyimpangan pada penderita seperti Histeris

3. Tidak Terjadi prilaku penyimpangan seperti tidak mau minum obat, tidak mau

makan, tidak mau minum, tidak mau tidur, tidak mau keluar rumah, tidak mau

bicara, tidak mau mandi.

4. Tidak terjadinya prilaku seperti bicara sendiri

5. Tidak terjadinya prilaku ketawa sendiri, bicara gaur, berdiam diri, BAB dan

BAK sembarangan.

2.2.7 Fungsi Keluarga Dalam Memberikan Dukungan

Caplan (1964) dalam Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga

memiliki beberapa fungsi dukungan yaitu:

1. Dukungan informasional

Keluarga berfungsi sebagai kolektor dan diseminator (penyebar) informasi

tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi yang

dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini

Page 13: Asuhan Keperawatan Komunitas Jiwa Masyarakat

13

adalah menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan

dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek dalam

dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi.

2. Dukungan penilaian

Keluarga sebagai bimbingan umpan balik, yaitu dengan membimbing

dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator indentitas

anggota keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan, perhatian

3. Dukungan instrumental

Keluarga merupakan sumber pertolongan praktis dan konkrit,

diantaranya: kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum,

istirahat, terhindarnya penderita dari kelelahan.

4. Dukungan emosional

Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan

pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari

dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi,

adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan.

Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku ke

dalam 3 domain (ranah), meskipun ranah tersebut tidak mempunyai batasan yang

jelas dan tegas tetapi pembagian tersebut dilakukan untuk tujuan suatu pendidikan

adalah mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain (ranah) perilaku

tersebut, yang terdiri dari ranah kognitif (coognitif domain) dan ranah afektif

(affective domain) dan ranah psikomotor (psychomotor domain). Dalam

perkembangan selanjutnya dan untuk kepentingan pengukuran hasil pendidikan,

ketiga domain ini diukur dari pengetahuan (Knowledge), Sikap dan tanggapan

(attitude), praktek dan tindakan (Practice).

Penderita gangguan jiwa tidak mungkin mampu mengatasi masalah

kejiwaanya sendiri. Individu tersebut membutuhkan peran orang lain di

sekitarnya, khususnya keluarganya. Peran keluarga dalam kesembuhan dan

kekambuhan penderita gangguan jiwa sangat penting, karena keluargalah orang

yang paling dekat dengan penderita gangguan jiwa.Pencegahan kekambuhan atau

mempertahankan penderita gangguan jiwa di lingkungan keluarga dapat

terlaksana dengan persiapan pulang yang adekuat serta mobilisasi fasilitas

Page 14: Asuhan Keperawatan Komunitas Jiwa Masyarakat

14

pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat khususnya peran serta keluarga.

(Sarafino, 2006)

2.3 Konsep Dasar Community Mental Healthy Nursing

2.3.1 Pengertian

Keperawatan kesehatan jiwa komunitas adalah pelayanan keperawatan

yang komprehensif , holistik, dan paripurna yang berfokus pada masyarakat yang

sehat jiwa , rentan terhadap stress (resiko gangguan jiwa) dan dalam tahap

pemulihan serta pencegahan kekambuhan (gangguan jiwa).

Pelayanan keperawatan komprehensif adalah pelayanan yang berfokuskan

pada pencegahan primer pada anggota masyarakat yang sehat jiwa, pencegahan

sekunder pada masyarakat yang mengalami masalah psikososial (resiko gangguan

jiwa) dan pencegahan tersier pasien gangguan jiwa dengan proses pemulihan.

Pelayanan keperawatan holistik adalah pelayanan menyeluruh pada semua

aspek kehidupan manusia yaitu aspek bio-psiko-sosio-cultural dan spiritual.

1. Aspek (bio-fisik)

Dikaitkan dengan masalah kesehatan fisik seperti kehilangan orang tubuh yag

dialami anggota masyarakat akibat bencana yang memerlukan pelayanan dala

rangka adaptasi mereka terhadap kondisi fisiknya. Demikian pula dengan

penyakit fisik lain baik yang akut,kronis maupun terminal yang memberi

dampak pada kesehatan jiwa.

2. Aspek psikologis

Dikaitkan dengan berbagai masalah psikologis yang dialami masyarakat seperti

ketakutan, trauma, kecemasan maupun kondisi lebih berat yang memerlukakan

pelayanan agar mereka dapat beradaptasi dengan situasi tersebut.

3. Aspek social

Dikaitkan dengan kehilangan suami/istri/anak, keluarga dekat, pekerjaan,

tempat tinggal, dan harta benda yang memerlukan pelayanan dari berbagai

sektor terkait agar mampu mempertahankan kehidupan sosial yg memuaskan.

4. Aspek cultural

Dikaitkan dengan tolong menolong yang dapat digunakan sebagai sistem

pendukung sosial dalam mengatasi berbagai permasalahan yang ditemukan.

Page 15: Asuhan Keperawatan Komunitas Jiwa Masyarakat

15

5. Aspek spiritual

Dikaitkan dengan nilai-nilai keagamaan yang kuat yang dapat diperdayakan

sebagai potensi masyarakat dalam mengatasi berbagai konflik dan masalah

kesehatan yang terjadi.

Pelayanan keperawatan paripurna adalah pelayanan pada semua jenjang

pelayanan yaitu dari pelayanan kesehatan jiwa spesialis , pelayanan kesehatan

jiwa integratif dan pelayanan kesehatan jiwa yang bersumber daya masyarakat.

Perberdayaan seluruh potensi dan sumber daya yang ada dimasyarakat diupayakan

agar terwujud masyarakat yang mandiri dalam memelihara kesehatannya.

2.3.2 Prinsip-Prinsip Keperawatan Kesehatan Jiwa

Prinsip-prinsip keperawatan kesehatan jiwa adalah sebagai berikut :

1. Therapeutic Nurse patient relationship (hubungan yang terapeutik antara

perawat dengan klien).

2. Conceptual models of psychiatric nursing (konsep model keperawatan jiwa).

3. Stress adaptation model of psychiatric nursing (model stress dan adaptasi

dalam keperawatan jiwa).

4. Biological context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan biologis dalam

keperawatan jiwa).

5. Psychological context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan psikologis

dalam keperawatan jiwa).

6. Sociocultural context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan sosial

budaya dalam keperawatan jiwa).

7. Environmental context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan

lingkungan dalam keperawatan jiwa).

8. Legal ethical context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan legal etika

dalam keperawatan jiwa).

9. Implementing the nursing process : standards of care (penatalaksanaan proses

keperawatan: dengan standar- standar perawatan).

10. Actualizing the Psychiatric Nursing Role : Professional Performance

Standards (aktualisasi peran keperawatan jiwa: melalui penampilan standar-

standar professional).

Page 16: Asuhan Keperawatan Komunitas Jiwa Masyarakat

16

2.3.3 Jenis – jenis CMHN

1. Basic Course (BC) CMHN

Sasaran : perawat keswamas (puskesmas)

Kegiatan : perawat diberikan pelatihan cara memberikan asuhan keperawatan

(7Dx Keperawatan) pada klien dan keluarga pasien gangguan jiwa

dirumah.

2. Intermediate Course (IC) CMHN

Sasaran : Kader Keswa dan Perawat Keswa (Puskesmas

Kegiatan :

a. Membentuk desa siaga sehat jiwa

b. Merekrut dan melatih kader keswa untuk skreening ggn jiwa di masyarakat,

masalah psikososial dan sehat jiwa.

c. Melatih perawat keswa mengintervensi klien dengan masalah psikososial

dan mengembangkan rehabilitasi pasien gangguan jiwa.

3. Advance Course (AC) CMHN  

Sasaran : individu, keluarga, staf puskesmas, kelompok formal dan informal

serta masyarakat luas

Kegiatan :

a. Manajemen keperawatan kesehatan jiwa

b. Kerjasama Lintas sektoral

1) Psycoanalytical (Freud, Erickson).

Menjelaskan bahwa gangguan jiwa dapat terjadi pada seseorang apabila

ego (akal) tidak berfungsi dalam mengontrol id (kehendak nafsu atau

insting). Ketidakmampuan seseorang dalam menggunakan akalnya (ego)

untuk mematuhi tata tertib, peraturan, norma, agama(super ego/das uber

ich), akan mendorong terjadinya penyimpangan perilaku (deviation of

Behavioral). Faktor penyebab lain gangguan jiwa dalam teori ini adalah

adanya konflik intrapsikis terutama pada masa anak-anak. Misalnya

ketidakpuasan pada masa oral dimana anak tidak mendapatkan air susu

secara sempurna, tidak adanya stimulus untuk belajar berkata- kata,

dilarang dengan kekerasan untuk memasukkan benda pada mulutnya

pada fase oral dan sebagainya. Hal ini akan menyebabkan traumatic yang

Page 17: Asuhan Keperawatan Komunitas Jiwa Masyarakat

17

membekas pada masa dewasa. Proses terapi pada model ini adalah

menggunakan metode asosiasi bebas dan analisa mimpi, transferen untuk

memperbaiki traumatic masa lalu. Misalnya klien dibuat dalam keadaan

ngantuk yang sangat. Dalam keadaan tidak berdaya pengalaman alam

bawah sadarnya digali dengamn pertanyaan-pertanyaan untuk menggali

traumatic masa lalu. Hal ini lebih dikenal dengan metode hypnotic yang

memerlukan keahlian dan latihan yang khusus. Dengan cara demikian,

klien akan mengungkapkan semua pikiran dan mimpinya, sedangkan

therapist berupaya untuk menginterpretasi pikiran dan mimpi pasien.

Peran perawat adalah berupaya melakukan assessment atau pengkajian

mengenai keadaan-keadaan traumatic atau stressor yang dianggap

bermakna pada masa lalu misalnya ( pernah disiksa orang tua, pernah

disodomi, diperlakukan secar kasar, diterlantarkan, diasuh dengan

kekerasan, diperkosa pada masa anak), dengan menggunakan pendekatan

komunikasi terapeutik setelah terjalin trust (saling percaya).

2) Interpersonal ( Sullivan, peplau).

Menurut konsep model ini, kelainan jiwa seseorang bisa muncul akibat

adanya ancaman. Ancaman tersebut menimbulkan kecemasan (Anxiety).

Ansietas timbul dan alami seseorang akibat adanya konflik saat

berhubungan dengan orang lain (interpersonal). Menurut konsep ini

perasaan takut seseorang didasari adnya ketakutan ditolak atau tidak

diterima oleh orang sekitarnya. Proses terapi menurut konsep ini adalh

Build Feeling Security (berupaya membangun rasa aman pada klien),

Trusting Relationship and interpersonal Satisfaction (menjalin hubungan

yang saling percaya) dan membina kepuasan dalam bergaul dengan orang

lain sehingga klien merasa berharga dan dihormati. Peran perawat dalam

terapi adalah share anxieties (berupaya melakukan sharing mengenai apa-

apa yang dirasakan klien, apa yang biasa dicemaskan oleh klien saat

berhubungan dengan orang lain), therapist use empathy and relationship

(perawat berupaya bersikap empati dan turut merasakan apa-apa yang

dirasakan oleh klien). Perawat memberiakan respon verbal yang

mendorong rasa aman klien dalam berhubungan dengan orang lain.

Page 18: Asuhan Keperawatan Komunitas Jiwa Masyarakat

18

3) Social ( Caplan, Szasz).

Seseorang akan mengalami gangguan jiwa atau penyimpangan perilaku

apabila faktor social dan faktor lingkungan yang memicu munculnya

stress pada seseorang (social and environmental factors create stress,

which cause anxiety and symptom). Prinsip proses terapi yang sangat

penting dalam konsep model ini adalah environment manipulation and

social support (pentingnya modifikasi lingkungan dan adanya dukungan

sosial) Peran perawat dalam memberikan terapi menurut model ini adalah

pasien harus menyampaikan masalah menggunakan sumber yang ada di

masyarakat melibatkan teman sejawat, atasan, keluarga atau suami-istri.

Sedangkan therapist berupaya : menggali system sosial klien seperti

suasana dirumah, di kantor, di sekolah, di masyarakat atau tempat kerja.

4) Existensial ( Ellis, Rogers).

Menurut teori model ekistensial gangguan perilaku atau gangguan jiwa

terjadi bila individu gagal menemukan jati dirinya dan tujuan hidupnya.

Individu tidak memiliki kebanggaan akan dirinya. Membenci diri sendiri

dan mengalami gangguan dalam Body imagenya. Prinsip proses terapi-

nya adalah : mengupayakan individu agar bergaul dengan orang lain,

memahami riwayat hidup orang lain yang dianggap sukses atau dapat

dianggap sebagai panutan (experience in relationship), memperluas

kesadaran diri dengan cara introspeksi (self assessment), bergaul dengan

kelompok sosial dan kemanusiaan (conducted in group), mendorong

untuk menerima jati dirinya sendiri dan menerima kritik atau feedback

tentang perilakunya dari orang lain (encouraged to accept self and control

behavior). Prinsip keperawatannya adalah : klien dianjurkan berperan

serta memperoleh pengalaman yang berarti untuk memperlajari dirinya

dan mendapatkan feed back dari orang lain, misalnya melalui terapi

aktivitas kelompok. Terapist berupaya untuk memperluas kesadaran diri

klien melalui feedback, kritik, saran atau reward & punishment.

5) Supportive Therapy ( Wermon, Rockland).

Penyebab gangguan jiwa dalam konsep ini adalah: factor biopsikososial

dan respo maladaptive saat ini. Aspek biologisnya menjadi masalah

Page 19: Asuhan Keperawatan Komunitas Jiwa Masyarakat

19

seperti: sering sakit maag, migraine, batuk-batuk. Aspek psikologisnya

mengalami banyak keluhan seperti : mudah cemas, kurang percaya diri,

perasaan bersalah, ragu-ragu, pemarah. Aspek sosialnya memiliki

masalah seperti : susah bergaul, menarik diri,tidak disukai, bermusuhan,

tidak mampu mendapatkan pekerjaan, dan sebagainya. Semua hal

tersebut terakumulasi menjadi penyebab gangguan jiwa. Fenomena

tersebut muncul akibat ketidakmamupan dalam beradaptasi pada

masalah-masalah yang muncul saat ini dan tidak ada kaitannya dengan

masa lalu. Prinsip proses terapinya adalah menguatkan respon coping

adaptif, individu diupayakan mengenal telebih dahulu kekuatan-kekuatan

apa yang ada pada dirinya; kekuatan mana yang dapat dipakai alternative

pemecahan masalahnya. Perawat harus membantu individu dalam

melakukan identifikasi coping yang dimiliki dan yang biasa digunakan

klien. Terapist berupaya menjalin hubungan yang hangat dan empatik

dengan klien untuk menyiapkan coping klien yang adaptif.

6) Medica (Meyer, Kraeplin).

Menurut konsep ini gangguan jiwa muncul akibat multifactor yang

kompleks meliputi: aspek fisik, genetic, lingkungan dan sosial. Sehingga

focus penatalaksanaannya harus lengkap melalui pemeriksaan diagnostic,

terapi somatic, farmakologik dan teknik interpersonal. Perawat berperan

dalam berkolaborasi dengan tim medis dalam melakukan prosedur

diagnostic dan terapi jangka panjang, therapist berperan dalam pemberian

terapi, laporan mengenai dampak terapi, menentukan diagnose, dan

menentukan jenis pendekatan terapi yang digunakan.

2.3.4 Peran dan Fungsi Perawatan Kesehatan Jiwa Komunitas

Keperawatan kesehatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya

untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang mendukung pada fungsi

yang terintegrasi sehingga sanggup mengembangkan diri secara wajar dan dapat

melakukan fungsinya dengan baik, sanggup menjelaskan tugasnya sehari-hari

sebagaimana mestinya. Dalam mengembangkan upaya pelayanan keperawatan

jiwa, perawat sangat penting untuk mengetahui dan meyakini akan peran dan

Page 20: Asuhan Keperawatan Komunitas Jiwa Masyarakat

20

fungsinya, serta memahami beberapa konsep dasar yang berhubungan dengan

asuhan keperawatan jiwa.

Center for Mental Health Services secara resmi mengakui keperawatan

kesehatan jiwa sebagai salah satu dari lima inti disiplin kesehatan jiwa. Perawat

jiwa menggunakan pengetahuan dari ilmu psikososial, biofisik,, teori kepribadian,

dan perilaku manusia untuk mendapatkan suatu kerangka berpikir teoritis yang

mendasari praktik keperawatan.

1. Pengkajian yg mempertimbangkan budaya

2. Merancang dan mengimplementasikan rencana tindakan

3. Berperan serta dalam pengelolaan kasus

4. Meningkatkan dan memelihara kesehatan mental, mengatasi pengaruh penyakit

mental - penyuluhan dan konseling

5. Mengelola dan mengkoordinasikan sistem pelayanan yang mengintegrasikan

kebutuhan pasien, keluarga staf dan pembuat kebijakan

6. Memberikan pedoman pelayanan kesehatan

2.3.5 Kompetensi perawat kesehatan jiwa komunitas (competent of caring)

1. Pengkajian biopsikososial yang peka terhadap budaya.

2. Merancang dan implementasi rencana tindakan untuk klien dan keluarga.

3. Peran serta dalam pengelolaan kasus: mengorganisasikan, mengkaji, negosiasi,

koordinasi pelayanan bagi individu dan keluarga.

4. Memberikan pedoman pelayanan bagi individu, keluarga, kelompok, untuk

menggunakan sumber yang tersedia di komunitas kesehatan mental, termasuk

pelayanan terkait, teknologi dan sistem sosial yang paling tepat.

5. Meningkatkan dan memelihara kesehatanmental serta mengatasi pengaruh

penyakit mental melalui penyuluhan dan konseling.

6. Memberikan askep pada penyakit fisik yang mengalami masalah psikologis

dan penyakit jiwa dengan masalah fisik.

7. Mengelola dan mengkoordinasi sistem pelayanan yang mengintegrasikan

kebutuhan klien, keluarga, staf, dan pembuat kebijakan.

Page 21: Asuhan Keperawatan Komunitas Jiwa Masyarakat

21

2.3.6 Pelayanan Keperawatan Jiwa Komunitas

Pelayanan keperawatan jiwa komprehensif adalah pelayanan keperawatan

jiwa yang diberikan pada masyarakat pasca bencana dan konflik, dengan kondisi

masyarakat yang sangat beragam dalam rentang sehat – sakit yang memerlukan

pelayanan keperawatan pada tingkat pencegahan primer, sekunder, dan tersier.

Pelayanan keperawatan kesehatan jiwa yang komprehensif mencakup 3 tingkat

pencegahan yaitu pencegaha primer , sekunder, dan tersier.

1. Pencegahan Primer

Fokus pelayanan keperawatan jiwa adalah pada peningkatan kesehatan

dan pencegahan terjadinya gangguan jiwa. Tujuan pelayanan adalah mencegah

terjadinya gangguan jiwa , mempertahankan dan meningkatkan kesehtan jiwa.

Target pelayanan yaitu anggota masyarakat yang belum mengalami gangguan

jiwa sesuai dengan kelompok umur yaitu anak, remaja, dewasa, dan usia lanjut.

Aktivitas pada pencegahan primer adalah program pendidikan kesehatan ,

program stimulasi perkembangan, program sosialisasi kesehatan jiwa ,

manajemen stress, persiapan menjadi orang tua. Beberapa kegiatan yang

dilakukan adalah :

a. Memberikan pendidikan kesehatan pada orangtua antara lain :

1) Pendidikan menjadi orangtua

2) Pendidikan tentang perkembangan anak sesuai dengan usia.

3) Memantau dan menstimulasi perkembangan

4) Mensosialisasikan anak dengan lingkungan

b. Pendidikan kesehatan mengatasi stress

1) Stress pekerjaan

2) Stress perkawinan

3) Stress sekolah

4) Stress pasca bencana

c. Program dukungan sosial diberikan pada anak yatim piatu , individu yang

kehilangan pasangan , pekerjaan, kehilangan rumah/ tempat tinggal , yang

semuanya ini mungkin terjadi akibat bencana. Beberapa kegiatan yang

dilakukan adalah :

1) Memberikan informasi tentang cara mengatasi kehilangan

Page 22: Asuhan Keperawatan Komunitas Jiwa Masyarakat

22

2) Menggerakkan dukungan masyarakat seperti menjadi orangtua asuh bagi

anak yatim piatu.

3) Melatih keterampilan sesuai dengan keahlian masing-masing untuk

mendapatkan pekerjaan

4) Mendapatkan dukungan pemerintah dan LSM untuk memperoleh tempat

tinggal.

d. Program pencegahan penyalahgunaan obat. Penyalahgunaan obat sering

digunakan  sebagai koping untuk mengtasi masalah. Kegiatan yang

dilakukan:

1) Pendidikan kesehatan melatih koping positif untuk mengatasi stress

2) Latihan asertif yaitu mengungkapkan keinginan dan perasaan tanpa

menyakiti orang lain.

3) Latihan afirmasi dengan menguatkan aspek-aspek positif yang ada pada

diri seseorang.

e. Program pencegahan bunuh diri. Bunuh diri merupakan salah satu cara

penyelesaian masalah oleh individu yang mengalami keputus asaan. Oleh

karena itu perlu dilakukan program :

1) Memberikan informasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat

tentang tanda-tanda bunuh diri.

2) Menyediakan lingkungan yang aman untuk mencegah bunuh diri.

3) Melatih keterampilan koping yang adaptif.

2. Pencegahan Sekunder

Fokus pada pencegahan sekunder adalah deteksi dini dan penanganan

dengan segera masalah psikososial dan gangguan jiwa. Tujuan pelayanan

adalah menurunkan angka kejadian gangguan jiwa. Target pelayanan adalah

anggota masyarakat yang beresiko atau memperlihatkan tanda-tanda masalah

dan gangguan jiwa. Aktivitas pada pencegahan sekunder adalah :

a. Menemukan kasus sedini mungkin dengan cara memperoleh informasi dari

berbagai sumber seperti masyarakat, tim kesehatan dan penemuan langsung.

b. Melakukan penjaringan kasus dengan melakukan langkah sebagai berikut :

1) Melakukan pengkajian 2menit untuk memperoleh data fokus pada semua

pasien yang berobat kepukesmas dengan keluhan fisik.

Page 23: Asuhan Keperawatan Komunitas Jiwa Masyarakat

23

2) Jika ditemukan tanda-tanda yang berkaitan dengan kecemasan dan

depresi maka lanjutkan pengkajian dengan menggunakan pengkajian

keperawatan kesehatan jiwa.

3) Mengumumkan kepada masyarakat tentang gejala dini gangguan jiwa (di

tempat– tempat umum)

4) Memberikan pengobatan cepat terhadap kasus baru yang ditemukan

sesuai dengan standar pendelegasian program pengobatan (bekerja sama

dengan dokter) dan memonitor efek samping pemberian obat, gejala, dan

kepatuhan pasien minum obat.

5) Bekerja sama dengan perawat komunitas dalam pemberian obat lain yang

dibutuhkan pasien untuk mengatasi gangguan fisik yang dialami (jika ada

gangguan fisik yang memerlukan pengobatan).

6) Melibatkan keluarga dalam pemberian obat, mengajarkan keluarga agar

melaporkan segera kepada perawat jika ditemukan adanya tanda-tanda

yang tidak biasa, dan menginformasikan jadwal tindak lanjut.

7) Menangani kasus bunuh diri dengan menempatkan pasien ditempat yang

aman, melakukan pengawasan ketat, menguatkan koping, dan melakukan

rujukan jika mengancam keselamatan jiwa.

8) Melakukan terapi modalitas yaitu berbagai terapi keperawatan untuk

membantu pemulihan pasien seperti terapi aktivitas kelompok , terapi

keluarga dan terapi lingkungan.

9) Memfasilitasi self-help group (kelompok pasien, kelompok keluarga,

atau kelompok masyarakat pemerhati) berupa kegiatan kelompok yang

mebahas masalah-masalah yang terkait dengan kesehatan jiwa dan cara

penyelesaiannya.

10) Menyediakan hotline service untuk intervensikrisis yaitu pelayanan

dalam 24 pukul melalu telepon berupa pelayan konseling.

11) Melakukan tindakkan lanjut (follow-up) dan rujukan kasus.

3. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier adalah pelayanan keperawatan yang berfokus pada

peningkatkan fungsi dan sosialisasi serta pencegahan kekambuhan pada pasien

gangguan jiwa. Tujuan pelayanan adalah mengurangi kecacatan atau ketidak-

Page 24: Asuhan Keperawatan Komunitas Jiwa Masyarakat

24

mampuan akibat gangguan jiwa. Target pelayanan yaitu anggota masyarakat

mengalami gangguan jiwa pada tahap pemulihan. Aktifitas pada pencegahan

tersier meliputi :

a. Program dukungan sosial dengan menggerakan sumber-sumber di

masyarakat seperti : sumber pendidikan, dukungan masyarakat (tetangga,

teman dekat, tokoh masyarakat), dan pelayan terdekat yang terjangkau

masyarakat. Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah :

1) Pendidikan kesehatan tentang perilaku dan sikap masyarakat terhadap

penerima pasien gangguan jiwa.

2) Penjelasan tentang pentingnya pemanfaatan pelayanan kesehatan dalam

penanganan pasien yang melayani kekambuhan.

b. Program rehabilitas untuk memberdayakan pasien dan keluarga hingga

mandiri berfokus pada kekuatan dan kemampuan pasien dan keluarga

dengan cara :

1) Meningkatkan kemampuan koping yaitu belajar mengungkapkan dan

menyelesaikan masalah dengan cara yang tepat

2) Mengembangkan sistem pendukung dengan memberdayakan keluarga

dan masyarakat.

3) Menyediakan pelatihan dan kemampuan dan potensi yang perlu

dikembangkan oleh pasien, keluarga dan masyarakat agar pasien

produktif kembali.

4) Membantu pasien dan keluarga merencanakan dan mengambil keputusan

untuk dirinya.

c. Program sosialisasi

1) Membuat tempat pertemuan untuk sosialisasi.

2) Mengembangkan keterampilan hidup (aktifitas hidup sehari-hari

[ADL],mengelola rumah tangga, mengembangkan hobi

3) Program rekreasi seperti nonton bersama, jalan santai, pergi rekreasi.

4) Kegiatan sosial dan keagamaan (arisan, pengajian, majelis taklim,

kegiatan adat)

4. Program mencegah stigma. Stigma merupaka anggapan yang keliru dalam

masyarakat terhadap gangguan jiwa, oleh karena itu, perlu diberikan program

Page 25: Asuhan Keperawatan Komunitas Jiwa Masyarakat

25

mencegah stigma untuk menghindari isolasi dan deskriminasi terhadap pasien

gangguan jiwa. Beberapa kegiatan yang dilakukan, yaitu :

a. Memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang kesehatan

jiwa dan gangguan jiwa, serta tentang sikap dan tindakan menghargai pasien

gangguan jiwa.

b. Melakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat, atau yang berpengaruh

dalam rangka mensosialisasikan kesehatan jiwa dan gangguan jiwa.

2.3.7 Jenis gangguan jiwa yang ditangani pada (anak, remaja dan lansia)

1. Jenis gangguan jiwa yang ditangani pada Anak

Berdasarkan data hasil Riskesdas tahun 2007, persentase gangguan jiwa

mencapai 11,6 % dari sekitar 19 juta penduduk yang berusia di atas 15 tahun.

Hal ini menjadikan masalah kesehatan jiwa sebagai prioritas bagi Kementerian

Kesehatan karena merupakan tantangan yang besar dengan kompleksitas tinggi

di berbagai lapisan dan aspek kehidupan. Anak-anak dapat menderita gangguan

jiwa, sebagai berikut :

a. Gangguan kecemasan : Anak dengan gangguan kecemasan menanggapi hal-

hal tertentu atau situasi dengan rasa takut dan ketakutan, serta dengan tanda

fisik kecemasan (gugup), seperti detak jantung yang cepat dan berkeringat.

b. Gangguan perilaku : Anak dengan gangguan ini cenderung menentang

aturan dan sering mengganggu di lingkungan terstruktur, seperti sekolah.

c. Gangguan perkembangan : Anak dengan gangguan ini memiliki masalah

dalam memahami dunia di sekitar mereka.

d. Gangguan makan : Gangguan makan dapat melibatkan emosi dan sikap,

serta perilaku tidak biasa, terkait dengan kondisi tubuh bahkan makanan.

e. Gangguan Eliminasi : Gangguan ini mempengaruhi perilaku yang terkait

dengan pembuangan limbah tubuh (feses dan urin).

f. Gangguan Afektif : Gangguan ini melibatkan perasaan sedih terus menerus

bahkan berubahnya suasana hati dengan cepat.

g. Skizofrenia :  gangguan serius melibatkan persepsi terdistorsi dan pikiran.

h. Gangguan Tic : Gangguan ini menyebabkan seseorang melakukan aktifitas

yang sama serta berulang, gerakan tiba-tiba dan tak terkendali serta sering.

Page 26: Asuhan Keperawatan Komunitas Jiwa Masyarakat

26

Beberapa penyakit, seperti gangguan kecemasan, gangguan makan,

gangguan afektif, dan skizofrenia, dapat terjadi pada orang dewasa maupun

anak-anak. Sedangkan gangguan perilaku dan gangguan perkembangan,

gangguan eliminasi, gangguan belajar dan komunikasi dimulai pada masa

kanak-kanak saja, meskipun dapat berlanjut terus sampai dewasa. Dalam kasus

yang jarang terjadi, gangguan tic dapat terjadi pada orang dewasa. Tetapi hal

yang tidak biasa bagi seorang anak memiliki lebih dari satu gangguan.

2. Jenis Gangguan jiwa yang ditangani pada Remaja

a. Gangguan Cemas

Cemas (ansietas) adalah perasaan gelisah yang dihubungkan dengan

suatu antisipasi terhadap bahaya, ini berbeda dengan rasa takut, yang

merupakan bentuk respon emosional terhadap bahaya yang obyektif,

walaupun manifestasifisiologik yang ditimbulkannya sama cemas

merupakan suatu bentuk pengalamanan yang umum, tapi dapat ditemui

dalam bentuk yang berbeda pada gangguan psikiatrik dan gangguan medis

Diagnosis mengenai cemas ditegakkanapabila gejala cemas mendominasi

dan menyebabkan distres (rasa tertekan) atau gangguan yang nyata.

b. Gangguan Depresi

Dalam perkembangan normal, remaja mempunyai kecenderungan

mengalami depresi, oleh karena itu sangatlah penting untuk membedakan

secara jelas dan hati-hati antara depresi yang disebabkan oleh gejolak mood

yang normal pada remaja (adolescent turmoil) dengan depresi patologik.

Akibat sulitnya membedakan antara kedua kondisi diatas, membuat depresi

pada remaja sering tidak terdiagnosis, bila tidak ditangani dengan baik,

gangguan psikiatrik pada remaja sering kali akan berlanjut sampai

masa dewasa. Menurut Carlson, seperti yang dikutip oleh shafii  membagi

depresi pada remaja menjadi tipe primer dan sekunder.

1) Tipe primer : bila tidak ada gangguan psikiatrik sebelumnya

2) Tipe sekunder : bila gangguan yang sekarang mempunyai hubungan

dengan gangguan psikiatrik sebelumnya. Pada gangguan depresi yang

sekunder biasanya lebih kacau, lebih agresif, mempunyai lebih banyak

kelelahan sometik, dan lebih sering terlihat mudah tersinggung, putus

Page 27: Asuhan Keperawatan Komunitas Jiwa Masyarakat

27

asa, mempunyai ide bunuh diri, problem tidur, penurunan prestasi

sekolah, harga diri yang rendah , dan tidak patuh.

c. Gangguan somatoform ( Psikosomatik )

Gangguan ini lebih dikenal di masyarakat umum sebagai gangguan

psikosomatik . Ciri uatama dari gangguan somatoform adalah adanya

keluhan gejala fisik yang berulang, yang disertai dengan dengan permintaan

pemeriksaan medis : meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif

dan juga telah dijelaskan oleh dokter bahwa tidak ditemukan kelainan fisik

yang menjadi dasar keluhannya. Pasien biasanya menolak adanya

kemungkinan penyebab psikologis, walaupun ditemukan gejala ansietas dan

depresi yang nyata.

d. Gangguan Psikotik

Gangguan psikotik adalah suatu kondisi terdapatnya gangguan yang berat

dalam kemampuan menilai realitas, yang bukan karena retardasi mental atau

gangguan penyalahgunaan NAPZA. Terdapat gejala yaitu waham ,

halusinasi,

perilaku yang sangat kacau , pembicaraan yang inkoheren ( kacau ) , tingkah

laku agitatif dan disorientasi yang termasuk gangguan psikotik antara lain :

1) Skizofrenia

2) Gangguan mood / afektif yang disertai dengan gejala psikotik

3) Gangguan waham

4) Gangguan mental organik gejala psikotik (ditandai adanya delirium,

demensia). Skizofrenia pada masa kanak dan remaja didefinisikan sama

dengan skizofrenia pada masa dewasa, dengan gejala psikotik yang khas,

seperti adanya defisit pada fungsi adaptasi, waham, halusinasi, asosiasi

yang melonggar atau inkoherensi ( isi pikir yang kacau), katatonia, afek

yang tumpul atau tidak dapat diraba-rabakan.

e. Gangguan penyalahgunaan NAPZA (narkotik, alkohol, psikotropika, dan

zat Adikif lainnya )

Penyalahgunaan Napza di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini

semakin meningkat. Faktor risiko yang dapat diidentifikasi pada remaja

penyalahgunaan NAPZA :

Page 28: Asuhan Keperawatan Komunitas Jiwa Masyarakat

28

1) Konflik keluarga yang berat

2) Kesulitan Akademik

3) Adanya komorbiditas dengan gangguan psikiatrik lain, seperti gangguan

tingkah laku dan depresi.

4) Penyalahgunaan NAPZA oleh orang tua dan teman

5) Impulsivitas

6) Merokok pada usia terlalu muda

3. Jenis Gangguan Jiwa yang ditangani pada Lansia

a. Skizofernia

Skizofrenia Gangguan jiwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa

yang berat dan gawat yang dapat dialami manusia sejak muda dan dapat

berlanjut menjadi kronis dan lebih gawat ketika muncul pada lanjut usia

(lansia) karena menyangkut perubahan pada segi fisik, psikologis dan

sosial-budaya. Skizofrenia pada lansia angka prevalensinya sekitar 1% dari

kelompok lanjut usia (lansia) (Dep.Kes.1992).

Gangguan skizofrenia pada lanjut usia (lansia) ditandai oleh

gangguan pada alam pikiran sehingga pasien memiliki pikiran yang kacau.

Hal tersebut juga menyebabkan gangguan emosi sehingga emosi menjadi

labil misalnya cemas, bingung, mudah marah, mudah salah faham dan

sebagainya. Terjadi juga gangguan perilaku, yang disertai halusinasi,

waham dan gangguan kemampuan dalam menilai realita, sehingga penderita

menjadi tak tahu waktu, tempat maupun orang. Ganguan skizofrenia

berawal dengan keluhan halusinasi dan waham kejaran yang khas seperti

mendengar pikirannya sendiri diucapkan dengan nada keras, atau

mendengar dua orang atau lebih memperbincangkan diri si penderita

sehingga ia merasa menjadi orang ketiga.

b. Parafrenia

Parafrenia merupakan gangguan jiwa gawat yang pertama timbul

pada (lansia), (misalnya pada waktu menopause pada wanita). Gangguan ini

sering dianggap sebagai kondisi diantara Skizofrenia paranoid di satu pihak

dan gangguan depresif di pihak lain. Lebih sering terjadi pada wanita

dengan kepribadian pramorbidnya (keadaan sebelum sakit) dengan ciri-ciri

Page 29: Asuhan Keperawatan Komunitas Jiwa Masyarakat

29

paranoid (curiga, bermusuhan) dan skizoid (aneh, bizar). Mereka biasanya

tidak menikah atau hidup perkawinan dan sexual yang kurang bahagia, jika

punya sedikit itupun sulit mengasuhnya sehingga anaknyapun tak bahagia

dan biasanya secara khronik terdapat gangguan pendengaran. Umumnya

banyak terjadi pada wanita dari kelas sosial rendah atau lebih rendah.

c. Gangguan Jiwa Afektif

Gangguan jiwa afektif adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan

adanya gangguan emosi (afektif) sehingga segala perilaku diwarnai oleh

ketergangguan keadan emosi. Gangguan afektif ini antara lain:

1) Gangguan Afektif tipe Depresif

2) Gangguan Afektif tipe Manik

d. Neurosis

Gangguan neurosis dialami sekitar 10-20% kelompok lansia. Sering

sukar untuk mengenali gangguan ini pada lansia karena disangka sebagai

gejala ketuaan. Hampir separuhnya merupakan gangguan yang ada sejak

masa mudanya, sedangkan separuhnya lagi adalah gangguan yang

didapatkannya pada masa memasuki lansia. Gangguan neurosis pada lansia

berhubungan erat dengan masalah psikososial dalam memasuki tahap lansia.

Gangguan ini ditandai oleh kecemasan sebagai gejala utama dengan daya

tilikan (insight) serta daya menilai realitasnya yang baik. Kepribadiannya

tetap utuh, secara kualitas perilaku orang neurosis tetap baik, namun secara

kuantitas perilakunya menjadi irrasional. Secara umum gangguan neurosis

dapat dikategorikan sebagai berikut:

1) Neurosis cemas dan panic

2) Neurosis obsesif kompulsif

3) Neurosis fobik

4) Neurosis histerik (konversi)

5) Gangguan somatoform

6) Hipokondriasis

Page 30: Asuhan Keperawatan Komunitas Jiwa Masyarakat

30

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS JIWA MASYARAKAT

3.1 Pengkajian Keperawatan

3.1.1 Data Inti (Core)

1. Riwayat :

a. Usia penderita:

Anak : 15 – 20 tahun

Orang tua : 32 tahun

b. Jenis ganguan jiwa yang pernah diderita: gangguan konsep diri: harga diri

rendah, memandang dirinya tidak sebaik teman-temannya di sekolah.

c. Riwayat trauma : takut yang berlebihan

d. Konflik : penganiayaan

2. Demografi

a. Vital statistik:

Kelurahan Patimuan terletak di Kecamatan Patimuan, Kabupaten Cilacap.

Kelurahan Patimuan berbatasan langsung dengan 4 Kelurahan. Sebelah

utara berbatasan dengan Kelurahan purwodadi, sebelah Selatan berbatasan

dengan Kelurahan cinyawang, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan

sidamukti, dan sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Maos. Kelurahan

Patimuan terdapat 5 RW, dan setiap RW ada 5 RT, dan setiap RT terdapat

28 Kepala Keluarga.          

b. Agama         : Islam

c. Budaya        : Jawa

3. Data Delapan subsistem

a. Lingkungan fisik

Kualitas udara di Kelurahan Patimuan cukup bersih tidak ada polusi udara,

karena Kelurahan tersebut masih banyak terdapat pohon-pohon rindang.  Di

Kelurahan Patimuan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari memakai air

sumur jadi selama pohon-pohon itu masih mampu menampung air,

ketersediaan air bersih akan terpenuhi.

Page 31: Asuhan Keperawatan Komunitas Jiwa Masyarakat

31

Tingkat kebisingan di Kelurahan Patimuan masih diambang batas normal,

karena di Kelurahan tersebut tidak terdapat pabrik ataupun industri. Selain

itu kendaraan bermotor yang bisa menjadi sumber kebisingan juga jarang

berlalu-lalang di Kelurahan tersebut, karena warga di Kelurahan Patimuan

lebih banyak menggunakan sepeda untuk beraktifitas sehari-hari.

Jarak antar rumah di Kelurahan Patimuan sangan dekat, hampir tak ada

pagar pembatas untuk tiap-tiap rumah. Kepadatan penduduk di Kelurahan

Patimuan sangat padat. Faktor pengganggu seperti hewan buas ataupun

hewan pemangsa tidak ada. Sebagian besar pendidikan warga masyarakat

Kelurahan Patimuan lulusan SD, urutan yang kedua lulusan SMP dan

sisanya lulusan SMA. Untuk yang sekolah sampai sarjana masih bisa di

hitung dengan jari. Sarana pendidikan belum begitu terpenuhi, apalagi

terkait sarana pendidikan jiwa, belum ada. Terkait sarana pendidikan formal

terdapat 5 SD di Kelurahan Patimuan, untuk sekolah SMP ada satu dan

SMA juga ada satu.

b. Keamanan & transportasi

Petugas keamanan di Kelurahan Patimuan sistemnya digilir. Jadi setiap

malam ronda yang terpusat di pos kamling kemudian keliling Kelurahan,

untuk pembagian jadwalnya diatur oleh penanggung jawab keamanan di

Kelurahan tersebut. Setiap malam ada 2 orang yang bertugas.

Sarana tranportasi yang biasa digunakan adalah sepeda “onthel” dan

sebagian kecil menggunakan motor sebagai alat transportasinya. Tidak

jarang orang bepergian ke kota harus jalan kaki dahulu keluar Kelurahan,

setelah itu naik angkot atau kendaraan umum lainnya. Untuk keamanan

transportasi sendiri masih terjaga, selain karena ada jadwal pos kamling

setiap malam, warga Kelurahan Patimuan orangnya lebih bangga dengan

barang-barangnya sendiri. Jadi untuk situasi keamanan lingkungan masih

terjaga. Tidak ada pencurian, perampokan, perkosaan apalagi perkelahian

antar warga. Kelurahan Patimuan walaupun sebagian besar tingkat

penghasilan warganya tergolong menengah kebawah, namun mereka

bangga dengan hasil yang halal, untuk pencurian atau perampokan jarang

terjadi.

Page 32: Asuhan Keperawatan Komunitas Jiwa Masyarakat

32

Keamanan di jalan bisa dipastikan kurang terpenuhi, selain karena jalannya

apabila hujan licin, dan apabila musim kemarau berdebu. Jadi untuk

keamanan di jalan kurang terjaga, masih ada yang terjatuh gara-gara selip

ataupun senggolan karena sempitnya gang masuk di Kelurahan tersebut. 

c. Petugas di jalan raya

Petugas dijalan raya di dekat Kelurahan Patimuan sudah bekerja seoptimal

mungkin. Kecelakaan juga jarang terjadi, karena polisi yang bertugas di lalu

lintas mewajibkan setiap pengendara sepeda motor memakai helm, dan

untuk pengendara mobil wajib memakai sabuk pengaman. Jadi walaupun di

jalan raya ramai dengan kendaraan, kecelakaan bisa di minimalisir.

Antara Kelurahan Patimuan dengan Kelurahan sebelah dihubungkan dengan

jembatan penyeberangan. Jembatan tersebut terbuat dari bahan bangunan.

Jadi untuk keamanan sudah terpenuhi. Tidak ikut hanyut terbawa sungai,

kalaupun itu hujan deras.

d. Politik & pemerintahan

Pemerintah daerah (Pemda) setempat kurang tanggap dengan kejadian

gangguan jiwa di masyarakat. Pemda masih fokus dengan masalah-masalah

yang sifatnya medis, misalnya demam berdarah, diare, kusta, terkait

program imunisasi lengkap. Gangguan jiwa masyarakat belum mendapatkan

perhatian khusus. Skrining warga dengan gangguan jiwa juga belum pernah

dilakukan. Aturan pemda tentang jiwa di masyarakat sudah ada, tetapi

dalam prakteknya keluarga pasien yang berinisiatif membawanya berobat ke

pelayanan pengobatan terkait. Perlindungan warga dari pasien jiwa juga

kurang optimal. Stigma negatif untuk orang dengan gangguan jiwa masih

melekat dalam kehidupan warga Kelurahan Patimuan.

Situasi politik di Kelurahan Patimuan juga kurang terlihat. Pemerintah

setempat lebih tertarik membiayai pemenuhan sarana dan prasarana di

Kelurahan Patimuan, bukan tertarik di kesehatannya, lebih-lebih tertarik

dengan kesehatan jiwa masyarakat. Jadi pengaruhnya dengan jiwa

masyarakat tidak terdeteksi lebih dini. Banyak orang stress dengan semakin

meningkatnya kebutuhan, tetapi tingkat penghasilan minimal. Yang seperti

itu kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah setempat.

Page 33: Asuhan Keperawatan Komunitas Jiwa Masyarakat

33

e. Pelayanan umum dan kesehatan

Akses pelayanan kesehatan jiwa terhadap masyarakat kurang terjangkau.

Ada puskesmas pembantu di Kelurahan Patimuan itupun melayani penyakit

yang umum dimasyarakat seperti flu, batuk, dan panas. Puskesmas di

Kecamatan harus menempuh jarak 10 km untuk mengakses pelayanan

kesehatan tersebut. Kalau mau ke RS harus menempuh jarak ±20 km.

Jenis pelayanan kesehatan jiwa yang diberikan adalah belum begitu

berpengaruh dengan masih tingginya tingkat stress warga di Kelurahan

Patimuan. Pelayanan yang biasanya dilakukan adalah memberikan

penyuluhan sederhana terkait steres dan dampaknya jangka panjang.

Dampak pelayanan kesehatan bagi kesehatan jiwa masyarakat bisa

diminimalisir untuk kejadian gannguan jiwa, apalagi yang sampai

mengamuk ataupun merusak prasarana Kelurahan. Jadi deteksi dini jiwa

msyarakat perlu dioptimalkan lagi oleh petugas pelayanan kesehatan

terutama kita sebagai perawat. Tidak menungga ada kasus, tetapi kita harus

peka dengan kejadian walaupun itu baru stress masyarakat.

Jenis pelayanan umum untuk masyarakat adalah kesehatan ibu dan anak,

KB, imunisasi, pelayanan kesehatan untuk masyarakat yang sakit umum,

seperti flu, batuk, panas. Untuk penyakit serius akan di rujuk di RS terdekat.

f. Komunikasi

Komunikasi yang digunakan diwilayah tersebut adalah musyawarah yang

dilakukan antar warga dan pejabat kelurahan, serta setiap informasi yang

ada sering dilakukan melalui masjid yang ada. Media komunikasi yang ada

di masyarakat Patimuan cukup di mengerti oleh warga, namun terhadap

kesehatan jiwa belum begitu berdampak karena masih sedikit media yang

menjelaskan mengenai kesehatan jiwa.

g. Ekonomi

Kondisi ekonomi yang sedang sulit disebagian keluarga di kelurahan

Patimuan, maka kesejahteraan masyarakatnya terbilang masih rendah.

Karena kesejahteraaan ekonomi yang rendah, maka ada sebagian keluarga

yang mengalami sedikit gangguan jiwa seperti seringnya marah-marah pada

anak sehingga anak mengalami gangguan konsep diri. Peluang penghasilan

Page 34: Asuhan Keperawatan Komunitas Jiwa Masyarakat

34

tambahan masyarakat di kelurahan Patimuan ke banyakan warganya adalah

petani, namun karena musim yang sedang mendukung ada juga sebagian

warga menggunakan kendaraan sepeda motornya untuk mengojeg, dan ada

ibu-ibu yang berdagang di depan rumahnya.

Kepadatan kerja masyarakat dan dampak terhadap kesehatan jiwa

masyarakat. Karena kebanyakan warga hanya petani, pada saat musim tidak

mendukung untuk bertani maka sebagian warga beralih ke pekerjaan yang

sama seperti mengojeg, sehingga menyebabkan saingan dan juga

pendapatan yang kurang maka para orang tua sering marah pada anaknya

sebagai pelampiasan kekesalannya terhaap kondisi ekonomi.

h. Rekreasi

Sarana rekreasi yang sering digunakan oleh warga yang ada di kelurahan

Patimuan adalah bermain bersama di lapangan bola setiap sore, dan sering

berkumpul mengobrol di lingkungan rumah. Warga yang ada di kelurahan

Patimuan biasanya melakukan rekreasi di lapangan pada sore hari dan

berkumpul di lingkungan rumah pada saat malam sehabis magrib.

Dampak rekreasi terhdap kesehatan jiwa masyarakat rekreasi yang ada

cukup memberikan dampak positif pada warga, karena semakin terjalinnya

kebersamaan dan rasa peduli antar warga dan sering berdiskusi untuk

mengatasi masalah ekonomi yang sulit sehinga kondisi emosional sebagian

warga yang sering marah dapat di kurangi dengan saling berdiskusi pada

saat berkumpul di lingkungan rumah.

3.2 Diagnosa Keperawatan

Harga diri rendah situasional pada remaja di kelurahan Patimuan

berhubungan dengan Gangguan gambaran diri yang dimanifestasikan  dengan

Akibat dimarahi dan diperlakukan kasar sama orang tua.

3.3 Perencanan

1. Tujuan jangka panjang

Koping komunitas di kelurahan Patimuan menjadi efektif dalam menjalani

masalah.

Page 35: Asuhan Keperawatan Komunitas Jiwa Masyarakat

35

2. Tujuan jangka pendek

a. Orangtua di kelurahan patimuan dapat mengatasi stres.

b. Tidak terjadi kekerasan pada remaja di kelurahan patimuan.

c. Remaja di kelurahan patimuan tidak lagi takut dengan orangtuanya.

d. Percaya diri paa remaja di kelurahan patimuan meningkat.

e. Kedekatan orang tua dan remaja menjadi lebih baik.

Page 36: Asuhan Keperawatan Komunitas Jiwa Masyarakat

36

3.3 Implementasi

Dx Tujuan Umum Tujuan Khusus Strategi Rencana Kegiatan Sumber Tempat WaktuKriteri

aStandar Evaluasi Evaluator

. I Setelah dilakukan

tind.keperawatan

selama 3 minggu

diharapkan

orangtua bisa

melakukan

tindakan koping

yang efektif.

Setelah dilakukan

tind. keperawatan

selama 1 minggu:

Warga Kelurahan

Patimuan dapat

membentuk

kelompok kerja

kesehatan jiwa di

desa dan

kelompok

pendukung .

Proses

kelompok

1. Pembentukan

kelompok kerja

kesehatan jiwa di

desa

2. Pembentukan

kelompok

pendukung seperti

kelompok

pengajian,

kelompok diskusi

kesehatan jiwa.

1. Kader

kesehatan

2. Tokoh

masy.

3. Maha

siswa

4. Materi ttg

kesehatan

jiwa

Aula

Kelurahan

Patimuan

Setiap

hari

minggu,

dilakukan

2 kali/

minggu.

Respon

verbal

1. Warga

mengikuti

kelompok kerja

kesehatan jiwa

di desa

2. Warga

mengikuti

kelompok

pengajian

Mahasiswa

Kader

kesehatan

Setelah dilakukan

tind keperawatan 

selama 2 minggu

warga kelurahan

Pedidikan

kesehatan

Jiwa

melalui

3. Latihan

kepemimpinan

(mengadakan

training motivasi)

1. kader

kesehatan

2. Tokoh

masy.

Aula

Kelurahan

Patimuan

Setiap

hari

minggu,

dilakukan

Respon

verbal

1. Warga

mengikuti

training motivasi

2. Warga bisa

Mahasiswa

Kader

kesehatan

Page 37: Asuhan Keperawatan Komunitas Jiwa Masyarakat

37

patimuan dapat

melakukan

demonstrasi ttg

bagaimana cara

menyelesaikan

suatu masalah

yang baik.

Formasi

kepemimp

inan

4. Edukasi

(penyuluhan

tentang

bagaimana cara

memecahkan

masalah)

3. Tokoh

Agama

4. mahasiswa

5. materi

tentang

kesehatan

jiwa

2 kali/ 1

minggu

menyebut

bagaimana cara

memecahkan

masalah

Setelah dilakukan

tind. keperawatan

selama 3 minggu

warga kelurahan

patimuan dapat

melakukan studi

kasus tentang

masalah yang

sering dihadapi

Pemberda

yaan dan

kemitraan

1. Pembinaan

keluarga sehat dan

anggota keluarga

resiko gang. jiwa

membahas kasus

terkait manajemen

stress dan di

diskusikan.

2. Pembinaan

kelompok &

masy. melalui

1. Kader

kesehatan

2. Tokoh

masy.

3. Maha

siswa

4. Materi

tentang

kesehatan

jiwa

Aula

Kelurahan

Patimuan

Setiap

hari

minggu,

dilakukan

2 kali/ 1

minggu

Respo

nPsiko

motor

Respon

Afektif

1. Warga aktif

diskusi terkait

kasus yang ada

2. Warga

terkontrol

emosinya

dengan

kelompok

diskusi tersebut

3. Masyarakat

lebih mampu

Mahasiswa

Kader

kesehatan

Page 38: Asuhan Keperawatan Komunitas Jiwa Masyarakat

38

kunjungan Perawa

t Puskesmas/

Komunitas

3. Kerjasama LP

dengan Dinas

Kesehatan

Kabupaten berupa

pengadaan

kegiatan rutin Life

Skill Education

dan LS berupa

pelatihan

kewirausaan dari

Dinas Perikanan.

menghadapi

kemungkinan

masalah yg ada

warga terbuka

wawasan dan

peluang usaha

untuk perbaikan

ekonominya.

Setelah dilakukan

tind.keperawatan

selama 4 minggu

warga kelurahan

Intervensi

profesiona

l

1. Terapi modalitas

keperawatan

berupa pemberian

teknik relaksasi

4. Perawat

5. Tokoh

masy.

6. Tokoh

Aula

Kelurahan

Patimuan

Setiap 2

hari

sekali/min

ggu

Respon

verbal

1. Warga merasa

lebih tenang

2. Warga merasa

lebih semangat

Mahasiswa

dan kader

kesehatan

Page 39: Asuhan Keperawatan Komunitas Jiwa Masyarakat

39

patimuan dapat

melakukan studi

kasus tentang

masalah yang

sering dihadapi

nafas dalam.

2. Terapi

komplementer

berupa

manajemen stress

3. Pemberian

bimbingan

keagamaan

(spiritual)

agama

7. Maha

siswa

3. Warga bisa

mengontrol

emosinya

Page 40: Asuhan Keperawatan Komunitas Jiwa Masyarakat

40

BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Keperawatan Jiwa adalah pelayan keperawatan aladaptive didasarkan pada

ilmu perilaku, Ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan

dengan respon psiko-sosial yang aladaptive yang disebabkan oleh gangguan bio-

psiko-sosial, dengan menggunakan diri sendiri dan terapi keperawatan jiwa

(komunikasi terapetik dan dan terapi modalitas keperawatan kesehatan jiwa)

melalui pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan, mencegah,

mempertahankan dan memulihkan masalah kesehatan jiwa. Klien, (individu,

keluarga, kelompok komunitas).

Keperawatan kesehatan jiwa merupakan proses interpersonal yang

berupaya untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang mendukung

pada fungsi yang terintegrasi sehingga sanggup mengembangkan diri secara wajar

dan dapat melakukan fungsinya dengan baik, sanggup menjelaskan tugasnya

sehari-hari sebagaimana mestinya, Dalam mengembangkan upaya pelayanan

keperawatan jiwa, perawat sangat penting untuk mengetahui dan meyakini akan

peran dan fungsinya, serta memahami beberapa konsep dasar yangf berhubungan

denga asuhan keperawatan jiwa.

4.2 Saran

1. Bagi Mahasiswa

Sebagai tambahan informasi bagi mahasiswa mengenai asuhan keperawatan

jiwa di komunitas manusia serta pencegahanya

2. Bagi Institusi

Sebagai acuan wawasan pengetahuan dalam praktek pengajaran

Page 41: Asuhan Keperawatan Komunitas Jiwa Masyarakat

41

DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN

Basic. Jakarta: EGC.

Makalah Keperawatanku, Community Mental Health Nursing. Post 14 Maret

2012. Diambil pada tanggal 21 Juni 2014, dari

alamathttp://makalahkeperawatanku.blogspot.com/2012/03/community-

mental-health-nursing.html