asuhan keperawatan takul jiwa

31
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN HALUSINASI PENDENGARAN PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH Disusun Untuk Memenuhi Syarat Menyelesaikan Tugas Akhir Mata Kuliah Riset Keperawatan pada Program Studi DIII Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bhakti Mandala Husada Slawi Disusun Oleh: PUTRI RIZQIA A0011062 PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN PROGRAM A SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Yosep (2011) Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan jiwa, melainkan mengandung berbagai karakteristik yang positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya. Menurut UU Kesehatan jiwa No.3 Tahun 1966 Kesehatan jiwa adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik,intelektual,emosional secara optimal dari seseorang, dan perkembangan ini berjalan selaras dengan orang lain. AdapunMenurut Maslim (2002), gangguan jiwa

Upload: dewiratnasyeosiin

Post on 27-Sep-2015

264 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

ASUHAN KEPERAWATAN DENGANHALUSINASIPENDENGARAN

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Menyelesaikan Tugas Akhir Mata Kuliah Riset Keperawatan pada Program Studi DIII KeperawatanSekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bhakti Mandala Husada Slawi

Disusun Oleh:PUTRI RIZQIAA0011062

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN PROGRAM ASEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATANBHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI2013

BAB IPENDAHULUAN

A.Latar BelakangMenurut Yosep (2011) Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan jiwa, melainkan mengandung berbagai karakteristik yang positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya. Menurut UU Kesehatan jiwa No.3 Tahun 1966 Kesehatan jiwa adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik,intelektual,emosional secara optimal dari seseorang, dan perkembangan ini berjalan selaras dengan orang lain. AdapunMenurut Maslim (2002), gangguan jiwa merupakan sindrom atau pola perilaku atau psikologi seseorang yang secara klinis cukup bermakna, dan yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih fungsi penting dari manusia.Menurut WHO (2006) menyebutkan bahwa diperkirakan 26 juta penduduk Indonesia mengalami gangguan kejiwaan, dari tingkat ringan hingga berat. Sedangkanmenurut dataWorld Health Organization(WHO) (2007), prevalensi klien yang mengalami tekanan psikologis ringan (20-40%), prevalensi klien yang mengalami psikologis sedang sampai berat (30-50%), sedangkan klien yang mengalami gangguan jiwa ringan sampai sedang (depresidan gangguan kecemasan) yaitu 20%, dan gangguan jiwa berat (depresi berat, gangguan psikotik) sekitar (3-4%) yang memerlukan penanganan dalam kesehatan jiwa. Gangguan kesehatan mental merupakan kesehatan yang merupakan masalah yang paling serius, WHO memprediksi bahwa tahun 2020 masalah kesehatan mental seperti depresi akan menjadi penyakit yang paling banyak dialami dan akan menjadi penyebab kedua terbesar kematian setelah serangan jantung (Kencana, 2009).BerdasarkanRiset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2007) mengatakan klien dengan gangguan mental emosional sebagian besar dialami oleh klien yang berusia lebih dari 15 tahun mencapai 19 juta (11,6%). Hal ini dikarenakan tingkat emosional pada usia 15 tahun masih belum dapat terkontrol, sementara yang mengalami gangguan jiwa berat sebesar 1 juta jiwa (0,46%). Menurut Riskesdas, jumlah kasus gangguan mental emosional juga meningkat sejalan dengan bertambahnya usia, masyarakat yang mengalami gangguan emosional khusunya depresi sebagian besar dialami oleh klien yang berusia 75 tahun (33,7%). Dari 150 juta populasi di Indonesia, berdasarkan data Departemen Kesehatan (Depkes), ada1,74 jutamengalami gangguan mental emosionaldan hampir sebagian besar mengalami krisis ekonomi dunia yang semakin beratsehinggamendorong jumlah penderita gangguan jiwayang adadi dunia, dandari tahun ke tahun pendudukIndonesia khususnyasemakinmeningkat, diperkirakan sekitar 50 juta(25%)dari penduduk Indonesiaygmengalami gangguan jiwa (Nurdwiyanti, 2008).Menurut Depkes RI (2009), jumlah klien yang mengalami gangguan jiwa di Indonesia saat ini mencapai lebih dari 28 juta orang, dengan kategori gangguan jiwa ringan (11,6%) dan yang mengalami gangguan jiwa berat (0,46%), pada klien dengan masalah gangguan jiwa hanya (30-40%) yang dapat sembuh total, (30%) tetap berobat jalan, dan (30%) lainnya harus menjalani perawatan.Masalah gangguan kesehatan jiwa merupakan masalah kesehatan masyarakat yang demikian tinggi dibandingkan dengan masalah kesehatan lain yang ada dimasyarakat.Menurut Depkes RI (2003) gangguan jiwa adalah gangguan pikiran, perasaan dan tingkah laku seseorang sehingga dapat menimbulkan penderitaan dan terganggunya aktifitas sehari-hari. Sedangkanmenurut Depkes RI (2005)Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagai mana adanya. Serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Adapun menurut Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Depkes RI (2005) masalah-masalah gangguan kesehatan jiwa yang banyak dialami masyarakat Indonesia antara lain psikosis, demensia, retardasi mental dan gangguan kesehatan jiwa lainnya.Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (2012) bahwa terdapat 923 jiwa yang mengalami gangguan jiwa, dengan 818 jiwa masih dirawat di Rumah Sakit Jiwa dan 475 jiwa pengobatan rawat jalan diantaranya yaitu RSJD Semarang terdapat 431 jiwa, RSJ Magelang 172 jiwa, RS Banyumas 5 jiwa, Puskesmas Kabupaten Purbalingga 6 jiwa, RSJ Surakarta 172 jiwa, RSJ Klaten 32 jiwa. Dari data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah masalah dengan gangguan jiwa paling banyak ditemukan di RSJ Semarang yaitu 431 jiwa. Dari dataRSJD dr. AMINOGONDOHUTOMO Semarang (2010), masalah gangguan jiwa yang sering dialami oleh klien yaitu halusinasi yang dibuktikan dengan data: Halusinasi (41%), Kekerasan (39,2%), Depresi (16,9%), Isolasi Sosial (11,7%), Waham (2,8%), Harga Diri Rendah (2,1%), Bunuh Diri (2,3%).Berdasarkan data dan penelitianyang diperolehdi Provinsi Jawa Tengah, klienyang mengalami masalah dengan gangguan jiwa paling banyak yaitu halusinasi. Sehingga Penulis tertarik untuk mendokumentasikan asuhan keperawatan jiwa dengan gangguan Persepsi Sensori :Halusinasi.

B.Tujuan Penulisan1. Tujuan UmumTujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah adalah untuk memberikan gambaran nyata tentang asuhan keperawatan pada klien dengangangguan persepsi sensori: halusinasi.2. Tujuan Khususa.Dapat melakukan pengkajian pada klien dengangangguanpersepsi sensori: halusinasi pendengaran.b.Dapat membuat hasil analisa data pada klien dengangangguanpersepsi sensori: halusinasi pendengaran.c.Dapat menegakkandiagnosa keperawatan pada klien dengangangguanpersepsi sensori: halusinasi pendengaran.d.Dapat merumuskan Rencana Asuhan Keperawatanpada klien dengangangguanpersepsi sensori: halusinasi pendengaran.e.Dapat melakukan implementasi keperawatanpada klien dengangangguanpersepsi sensori: halusinasi pendengaran.f.Dapat mengevaluasi hasil tindakan keperawatan pada klien dengangangguanpersepsi sensori: halusinasi pendengaran.g.Dapat membandingkan kesenjangan antara teori dengan kenyataan yang penulis dapatkanpada kliendengan gangguan halusinasi pendengaran.C.Metode penulisanDalam penulisan laporan proposal karya tulis ilmiah ini penulis menggunakan metode deskriptif dan dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan di sajikan dalam bentuk narasi.Cara yang digunakan oleh penulis dalam mengumpulkan data guna penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah, misalnya:1.WawancaraMengadakan tanya jawab dengan pihak yang terkait:pasienmaupun tim kesehatan mengenai datapasiendengan Halusinasi . Wawancara dilakukan selama proses keperawatan berlangsung.2.Observassi partisipasiDengan mengadakan pendekatan dan melaksanakan asuhan keperawatan secara langsung padapasienselama di rumah sakit.3.Studi dokumentasiDokumentassi ini diambil dan dipelajari dari catatan medis, catatan perawatan untuk mendapatkan data-data mengenai perawatan maupun pengobatan.4.Studi KepustakaanMenggunakan dan mempelajari literature medis maupun perawatan penunjang sebagai teoritis untuk menegakkan diagnosa dan perencanaan keperawatan.Dokumentassi ini diambil dan dipelajari dari catatan medis, catatan perawatan untuk mendapatkan data-data mengenai perawatan maupun pengobatan.D.Manfaat PenulisanPenulis mengharapkan karya tulis ini dapatmemberikan manfaatuntuk :1.Institusi pendidikanHasil penulisan ini dapat digunakan untuk menambah referensi dalam bidang pendidikan keperawatan sehingga dapat menyiapkan perawat yang berkompetensi dan berdedikasi tinggi dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif, khususnya dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan jiwa.2.Rumah SakitSebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat yang ada di Rumah Sakit dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan jiwa khususnya dengan kasus halusinasi.3.Klien dan KeluargaMemberikan pengetahuan serta masukkan untuk klien dan keluarga tentang cara menangani,merawat, mencegah dan berkomunikasi kepada klien. Serta membantu keluarga mengenal klien yang mengalami gangguan jiwa.4.Tenaga KeperawatanSebagai bahan masukan dan informasi untuk menambah pengetahuan (kognitif), keterampilan (skill), dan sikap (attitude) bagi instansi yang terkait khususnya di dalam meningkatkan pelayanan Asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi.5.PenulisUntuk menambah referensi dan kemampuan mengaplikasikan asuhan keperawatan jiwa pada klien halusinasi dan untuk mengaplikasikan dalam menerapkan komunikasi terapeutik dengan menggunakan pendekatan SP.

BAB IITINJAUAN TEORIGANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI

A. KONSEP DASARMenurut Keliat (2010)Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi; merasakan sensasi palsu berupa suara,penglihatan,pengecapan,perabaan atau penghiduan. Menurut Damayanti(2008)halusinasi dapat di artikansuatu keadaan seorang individu yang mengalami suatu perubahan pada jumlah atau pola stimulus yang diterima, diikuti dengan suatu respon terhadap stimulus tersebut yang dihilangkan, dilebihkan, disampingkan, atau dirusakkan.AdapunmenurutYosep(2011)Halusinasi dapat didefinisikan sebagai suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya rangsangan dari luar.Sedangkan menurutSurya Direja(2011)halusinasimerupakanhilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).Berdasarkan pengertian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa halusinasi adalah suatu keadaan seorang individu yang mengalami suatu perubahan pada pola stimulus yang diterima, diikuti dengan suatu respon terhadap stimulus tersebut yang dihilangkan, dilebihkan, disampingkan, atau dirusakkan yang merasakan sensasi palsu berupa penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penciuman dan hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).

B. ETIOLOGI1.Faktor PredisposisiMenurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:a. BiologisAbnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:1)Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia.Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.2)Beberapa zat kimia di otak seperti dopaminneurotransmitteryang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinyaskizofrenia.3)Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia.Pada anatomi otak klien denganskizofreniakronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum).Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).

b.PsikologisKeluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.c. Sosial BudayaKondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress. d. Faktor Genetik Gen yang berpengaruh dalamskizofreniabelum diketahui, tetapi hasil studi menunjukan bahwa faktor keluarga menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.2.Faktor PresipitasiMenurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:a.BiologisGangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.

b.Stress lingkunganAmbang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressorlingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.c.Sumber kopingSumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

C. TANDA DAN GEJALAMenurutKusumawatidan Hartono(2011), tanda dan gejala pada halusinasi:1.Menarik diri2.Tersenyum sendiri3.Duduk terpaku4.Bicara sendiri5.Memandang satu arah6.Menyerang7.Tiba-tiba marah8.Gelisah

E.JENIS-JENIS HALUSINASIMenurutKusumawati danhartono (2011), tanda dan gejala pada halusinasi:1.Halusinasi pendengaran adalah mendengarkan suara atau kebisingan yang kurang jelas ataupun yang jelas, di mana terkadang suara-suara tersebut seperti mengajak berbicara klien dan kadang memerintah klien untuk melakukan sesuatu.2.Halusinasi penglihatan adalah stimulus visual dalam bentuk kilatan atau cahaya, gambar atau bayangan yang rumit dan kompleks. Bayangan bisa menyenagkan atau menakutkan.3.Halusinasi penciumanadalah mencium bau-bauan tertentu seperti bau darah, urine, feses, parfum atau bau yang lain. Ini sering terjadi pada seseorang pasca serangan stoke, kejang, atau dimensia.4.Halusinasi pengecapan adalah merasa mengecap rasa seperti darah, urine, feses atau yang lainnya.5.Halusinasi perabaan adalah merasa mengalami nyeri, rasa tersetrum atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas.6.Halusinasicenestheticadalah merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan, makanan atau pembentukan urine.7.Halusinasikinesetikaadalah merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

E. FASE-FASE HALUSINASIMenurut Surya Direja (2011), Halusinasi berkembang melalui empat fase :1.Fase PertamaDisebut juga denganfase comfortingyaitu fase menyenangkan. Pada tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik.

Karakteristik atau Sifat :Klien mengalami stres, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak dan tidak dapat diselesaikan.klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini hanya menolong sementara.Tanda-tanda :Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, mengerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.2.Fase KeduaDisebut denganfase condemmingatau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi menjijikan. Termasuk dalam psikotik ringan.Karakterisktik atau Sifat :Pengalaman senssori menjijikan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun dan berpikir sendiri jadi dominan.Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu dan masih tetap dapat mengontrolnya.Tanda-tanda :Meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.

3.Fase KetigaAdalahfase controllingatau ansietas berat yaitu pengalaman sensori menjai berkuasa.Termasuk dalam gangguan psikotik. Karakterisktik atau Sifat :Bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.Tanda-tanda :Kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik, Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi perintah.4.Fase KeempatAdalahfase conqueringatau panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya.Termasuk dalam psikotik berat.Karakterisktik atau Sifat :Halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah, danmemarahi klien.Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan.Tanda-tanda :Perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.

F.RENTANG RESPONPersepsi mengacu pada identifikasi dan interpretasi dari awal stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra antara lain, perilaku berhubungan dengan emosi, perilaku yang berhubungan dengan gerakan dan perilaku, perilaku yang berkaitan dengan hubungan.

Respon adaptif Respon maladaptifPikiran logisPersepsi akuratEmosi konsisten dengan pengalamanPerilaku socialHubungan social

Pikiran terkadang menyimpangIlusiEmosional berlebihan/dengan pengalaman kurangPerilaku ganjilMenarik diri

Kelainan fikiranHalusinasiTidak mampu mengontrol emosiKetidakteraturan perilakuIsolasi soial

Gambar2.1. Rentan Respon Halusinasi menurut Stuart (2007)1.Respon adaptifRespon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut, respon adaptif:a.Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.b.Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyatan.c.Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari pengalaman.d.Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran.e.Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan.2.Respon psikososialRespon psikosial meliputi:a.Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan.b.Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera.c.Emosi berlebihan atau berkurang.d.Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas kewajaran.e.Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain.

3.Respon maladaptifRespon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan, adapun respon maladaptif meliputi:a.Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial.b.Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada.c.Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.d.Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.e.Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam.

G. POHON MASALAHResiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

( Akibat )Perubahan persepsi sensori : Halusinasi

( Core Problem )

Isolasi sosial : Menari diri

( Penyebab )

Gb 2.2 Pohon masalah halusinasi(Sumber : Keliat,2006)

H. PENATALAKSANAAN Menurut Townsend (2003), ada dua jenis penatalaksanaan yaitu sebagai berikut :1. TerapiFarmakologia.Haloperidol (HP)1)Klasifikasi antipsikotik, neuroleptik, butirofenon.2)IndikasiPenatalaksanaan psikosis kronik dan akut, pengendalian hiperaktivitas dan masalah prilaku berat pada ana-anak.3)Mekanisme kerjaMekanisme kerja anti psikotik yang tepat belum dipahami sepenuhnya, tampak menekan SSP pada tingkat subkortikal formasi reticular otak, mesenfalon dan batang otak.4)Kontra indikasiHipersensitifitas terhadap obat ini pasien depresi SSP dan sumsum tulang, kerusakan otak subkortikal, penyakit Parkinson dan anak dibawah usia 3 tahun.5)Efek sampingSedasi, sakit kepala, kejang, insomnia, pusing, mulut kering dan anoreksia.b.Chlorpromazin1)Klasifikasi sebagai antipsikotik, antiemetic.

2)IndikasiPenanganan gangguan psikotik seperti skizofrenia, fase mania pada gangguan bipolar, gangguan skizoaktif, ansietas dan agitasi, anak hiperaktif yang menunjukkan aktivitas motorik berlebihan.3)Mekanisme KerjaMekanisme kerja antipsiotik yangtepat belum dipahami sepenuhnya, namun mungkin berhubungan dengan efek antidopaminergik. Antipsikotik dapat menyekat reseptor dopamine postsinaps pada ganglia basal, hipotalamus, system limbik, batang otak dan medula.4)Kontra IndikasiHipersensitivitas terhadap obat ini, pasien koma atau depresi sum-sum tulang, penyakit Parkinson, insufiensi hati, ginjal dan jantung, anak usia dibawah 6 bulan dan wanita selama kehamilan dan laktasi.5)Efek SampingSedasi, sakit kepala, kejang, insomnia, pusing, hipotensi, ortostatik, hipertensi, mulut kering, mual dan muntah.c.Trihexypenidil (THP)1)Klasifikasi antiparkinson2)IndikasiSegala penyakit Parkinson, gejala ekstra pyramidal berkaitan dengan obat antiparkinson3)Mekanisme kerjaMengoreksi ketidakseimbangan defisiensi dopamine dan kelebihan asetilkolin dalam korpus striatum, asetilkolin disekat oleh sinaps untuk mengurangi efek kolinergik berlebihan.4)Kontra indikasiHipersensitifitas terhadap obat ini, glaucoma sudut tertutup, hipertropi prostat pada anak dibawah usia 3 tahun.5)Efek sampingMengantuk, pusing, disorientasi, hipotensi, mulut kering, mual dan muntah.2.Terapi non Farmakologia.Terapi Aktivitas Kelompok (TAK).Terapi aktivitas kelompok yang sesuai dengan Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi adalah TAK Stimulasi Persepsi.b.Elektro Convulsif Therapy (ECT)Merupakan pengobatan secara fisik menggunakan arus listrik dengan kekuatan 75-100 volt, cara kerja belum diketahui secara jelas namun dapat dikatakan bahwa terapi ini dapat memperpendek lamanya serangan Skizofrenia dan dapat mempermudah kontak dengan orang lain.c.Pengekangan atau pengikatanPengembangan fisik menggunakan pengekangannya mekanik seperti manset untuk pergelangan tangan dan pergelangan kaki sprei pengekangan dimana klien dapat dimobilisasi dengan membalutnya,cara ini dilakukan pada klien halusinasi yang mulai menunjukan perilaku kekerasan diantaranya : marah-marah / mengamuk.

I. ASUHAN KEPERAWATAN1.PENGKAJIANPengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan masalah klien. Data yang dikumpulkan maliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Hal-hal yang perlu dikaji pada klien menarik diri adalah biodata klien, alasan masuk, keluhan utama, faktor predisposisi, status mental, faktor-faktor psikososial serta mekanisme koping yang sering digunakan.a.Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi (Core Problem)1)Data Subjektifa)Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata.b)Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata.c)Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus.d)Klien merasa makan sesuatu.e)Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya.f)Klien takut pada suara/ bunyi/ gambar yang dilihat dan didengar.g)Klien ingin memukul/ melempar barang-barang.2)Data Objektifa)Klien berbicara dan tertawa sendiri.b)Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu.c)Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu.d)Disorientasi.b.Isolasi Sosial : Menarik Diri (Penyebab)1)Data Subjektifa)Klien mengungkapkan tidak berdaya dan tidak ingin hidup lagib)Klien mengungkapkan enggan berbicara dengan orang lainc)Klienmalu bertemu dan berhadapan dengan orang lain.2)Data Objektifa)Klien terlihat lebih suka sendirib)Bingung bila disuruh memilih alternatif tindakanc)Ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidupc.Risiko Mencederai Diri Sendiri, Lingkungan Dan Orang Lain( Akibat )1)Data subjektifKlien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh, ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya.2)Data objektifKlien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.

2. DIAGNOSA KEPERAWATANMenurut NANDA (2010) diagnosa keperawatan Halusinasi1.Gangguan persepsi sensori : Halusinasi2.Isolasi sosial : menarik diri.3.Resiko mencederai diri sendiri, lingkungan dan orang lain.

3.INTERVENSI KEPERAWATANDiagnosa1:Gangguanpersepsi sensori : halusinasi Tujuan umum : Klien tidak mencederai orang lainTUK 1 :Klien dapat membina hubungan saling percaya `Intervensi :1.Beri salam dan panggil nama klien2.Sebutkan nama perawat, sambil berjabat tangan3.Jelaskan maksud hubungan interaksi4.Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat.5.Beri rasa aman dan sikap empati.6.Lakukan kontak singkat tapi sering.TUK 2: Membantu klien mengenal halusinasi ( jenis, isi, waktu, frekuensi, situasi, respon ).Intervensi : Bantu klien mengenal halusinasinya yang meliputi isi, waktu terjadi halusinasi, frekuensi, situasi pencetus, dan perasaan saat terjadi halusinasi.TUK 3: Menjelaskan cara-cara mengontrol halusinasi.Intevensi : Menjelaskan cara-cara mengontrol halusinasi saat klien mengalami halusinasi.TUK 4: Mengajarkan klien mengontrol halusinasi dengan cara yaitu :1.Menghardik.2.Becakap-cakap dengan orang lain3.Melakukan kegiatan yang biasa dilakukan Intervensi : Mendemonstrasikan atau mengajarkan cara mengontrol halusinasi yaitu dengan :1.Cara menghardik2.Bercakap-cakap dengan orang lain dan3.Melakukan kegiatan yang biasa dilakukan.TUK 5: Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai dengan program pengobatan)Intervensi:1.Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien pada klien dan keluarga.2.Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin dokter.3.Jelaskan prinsip 5 benar minum obat (nama klien, obat, dosis, cara dan waktu).4.Anjurkan klien minta obat dan minum obat tepat waktu5.Anjurkan klien melaporkan pada perawat atau dokter jika merasakan efek yang tidak menyenangkan.6.Beri pujian jika klien minum obat dengan benar.Diagnosa2:Isolasi sosial : menarik diriTujuan Umum : Klien dapat berhungan dengan orang lain.TUK 1:Klien dapat membina hubungan saling percayaIntevensi:1.Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan diri, jelaskantujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kesepakatan dengan jelas tentang topik, tempat dan waktu.2.Beriperhatian dan penghargaan : temani klien walau tidak menjawab.3.Dengarkandengan empati : beri kesempatan bicara, jangan terburu-buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.TUK 2:Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diriIntervensi:1.Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya.2.Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri atau mau bergaul.3.Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta penyebab yang muncul.4.Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya.TUK 3:Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.Intervensi :1.Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang lain.2.Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.3.Diskusikanbersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.4.Berireinforcementpositif terhadap kemampuanmengungkapkanperasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.5.Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain.6.Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang lain.7.Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.8.Beri reinforcementpositif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.TUK 4: Mengajarkan klien cara berkenalan dengan satu orang, dengan perawat dan klien lain. Intervensi :1.Mengajarkan cara berkenalan dengan orang dengan cara mempraktekan dan melakukan.2.Berikan reinforcement positif terhadap kemampuan klien.TUK 5: Mengajarkan klien cara berkenalan dengan dua orang. Intervensi :1.Mengajarkan cara berkenalan dengan dua orang dengan cara mempraktekan dan melakukan.2.Berikan reinforcement positif terhadap kemampuan klien.Diagnosa 3 :Resikomencederaidiri sendiri,lingkungandan orang lain.TujuanUmum: Tidak terjadi perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain.TUK 1: Klien dapat membina hubungan saling percaya. Intervensi :1.Beri salam dan panggil nama klien.2.Sebutkan nama perawat, sambil berjabat tangan.3.Jelaskan maksud hubungan interaksi.4.Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat.5.Beri rasa aman dan sikap empati.6.Lakukan kontak singkat tapi sering.TUK 2: Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasanIntervensi :1.Beri kesempatanuntukmengungkapkan perasaan.2.Bantu klienuntukmengungkapkanpenyebabperasaan jengkelataukesal. TUK 3: Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasanIntervensi:1.Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkelataukesal.2.Observasi tanda perilaku kekerasan.3.Simpulkan bersama klien tanda tanda jengkelataukesal yang dialami klien.TUK 4: Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukanIntervensi:1.Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.2.Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.3.Bicarakan dengan klien"apakah dengan cara yangklienlakukan masalahnyabisaselesai ?" TUK 5: Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan. Intervensi:1.Bicarakan akibatataukerugian dari cara yang dilakukan.2.Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.3.Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat. TUK 6: Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan. Intervensi:1.Tanyakan kepada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat2.Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.3.Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.a.Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.b.Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesalatautersinggung.c.Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehatd.Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi kesabaran.TUK 7: Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan Intervensi:1.Bantu memilih cara yang paling tepat.2.Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.3.Bantu menstimulasikan cara yang telah dipilih.4.Beri reinforcement positif atas keberhasilanklien menstimulasi cara tersebut5.Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkelataumarah.TUK 8: Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai dengan program pengobatan)Intervensi:1.Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien pada klien dan keluarga.2.Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin dokter.3.Jelaskan prinsip 5 benar minum obat (nama klien, obat, dosis, cara dan waktu).4.Anjurkan klien minta obat dan minum obat tepat waktu5.Anjurkan klien melaporkan pada perawatataudokter jika merasakan efek yang tidak menyenangkan.6.Beri pujian jika klien minum obat dengan benar.TUK 9: Klien mendapat dukungan keluarga dalm mengontrol perilaku kekerasan Intervensi:1.Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari sikap apa yang telah dilakukan keluarga selama ini.2.Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.3.Jelaskan cara-cara merawat klien :a.Cara mengontrol perilaku marah secara konstruktif.b.Sikap tenang, bicara tenang dan jelas.c.Membantu klien mengenal penyebab marah.4.Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.5.Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi.

DAFTAR PUSTAKAAde Herman DS. 2011.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha MedikaBadan Litbang Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2001.Survey Kesehatan Rumah Tangga.www.faperta.ugm.ac.id diunduh 21 Februari 2013.Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2000). Hubungan dukungan keluarga dengan tingkat kekambuhan klien.http://repository.unand.ac.id. Diunduh tanggal 23 Februari 2013Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2003). Hubungan dukungan keluarga dengan tingkat kekambuhan klien.http://repository.unand.ac.id. Diunduh tanggal 25 Februari 2013Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2005).gangguan mental depresi.http://mey20.wordpress.com/kesehatan.diunduhtanggal 25 Februari 2013Dinas Kesehatan Jawa Tengah. 2012. Buku Saku Kesehatan Tahun 2012.

www.dinkesjateng.go.iddiunduh 20 Februari 2013.Farida Kusumawati YH. 2011.Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba MedikaGail W. Stuart, 2007.Buku Saku Keperawatan Jiwa.Edisi5.Jakarta : EGC.Keliat, Budi Ana. 2006.Proses keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.Kusumawati, Farida. 2011.Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.Maramis. 2005.Tentang Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.Nanda. 2010.Diagnosa Keperawatan. PSIK. UGMNANDA. 2012.Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGCRiset Kesehatan Dasar Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Analisis Gejala Gangguan Mental Emosional Penduduk Indonesia.http://www.google.data riskesda 2007 gangguan jiwa indonesia.digitaljournals.org. diunduh23 februari 2013.RSJD dr.AMINOGONDOHUTOMOSEMARANG.2010.Data RSj Semarang. http:file:///H:jiwaDataRsj Semarang2010.htmStuart. 2007.Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta: EGC.Townsend.2003. Karya Tulis Ilmiah Keperawatan Jiwa : Halusinasi.http://iputujuniarthasemaraputra.wordpress.com/2012/07/18/karya-tulis-ilmiah-keperawatan-jiwa-halusinasi/. 23 febuari 2013Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.Yudi Hartono dan Farida Kusumawati. 2011.Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika