asma bronchiale
DESCRIPTION
paruTRANSCRIPT
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Latar Belakang
Asma merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak di negara maju. Sejak
dua dekade terakhir dilaporkan bahwa prevalensi asma meningkat pada anak maupun dewasa,
yaitu 300 juta jiwa. Asma memberikan dampak negatif bagi kehidupan penderitanya. Telah
terjadi perubahan pola patogenesis asma dulu diyakini bahwa asma adalah akibat dari
bronkospasme sehingga diberikan bronkodilator pada penderitanya, baru ini diketahui bahwa
asma merupakan bentuk dari inflamasi kronik, sehingga diberikan obat antiinflamasi kecuali
pada asma yang ringan2,3.
Asma pada anak-anak dapat dikendalikan namun pada kenyataanya masih banyak kasus
asma mengalami misdiagnosed. Pada anak dan bayi yang mengalami mengi saat infeksi
saluran nafas akut tidak berkembang menjadi asma saat dewasa3.
Algortima penanganan asma yang diberikan oleh Global initiative for asthma (GINA)
yang didirikan oleh Lung, Heart and Blood Intitute of America yang bekerja sama dengan
world health organization (WHO), tidak sepenuhnya dapat diterapkan sehingga pediatric
asthma consensus group dalam pertemuan di bulan mei 1995 mengeluarkan konsesus
internasional III penanggulangan asma pada anak, yang dipublikasi tahun 1998. Selain GINA
dan konsesnsu internasional banyak negara memiliki konsensus tersebdiri dalam menangani
asma, contohnya indonesia memiliki Konsensus Nasional Asma Anak (KNAA) yang disusun
oleh Unit Kerja Nasional Pulmonologi pengurus pusat Ikatan Dokter Indonesia (IDAI)
konsesus nasional asma anak menjadi acuan dalam tatalaksana asma anak di indonesia, maka
istilah konsessus diganti menjadi pedoman3,5.
2. 2. Definisi
Global initiative for asthma (GINA) mendefinisikan sebagai gangguan inflmasi kronis
saluran nafas dengan banyak sel berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada
orang yang rentan inflamasi tersebut menyebabkan episode mengi berulang, sesak nafas rasa
dada tertekan dan batuk khususnya pada malam atau dini hari 2.
Menurut pedoman nasional, asma adalah mengi berulang dan atau batuk persisten dengan
karateristik sebagai berikut4:
Timbul secara episodik/kronis dan musiman
Dengan pencentus, cenderung muncul saat malam hari/dini hari (nokturnal),
musiman atau aktifitas fisik
Reversibel baik secara spontan maupun pengobatan
Terdapat riwayat asma dalam keluarga atau riwayat atopi lain pada psien dan atau
keluarga
Eksaserbasi adalah episode perburukan gejala-gejala asma secara progresif. Gejala yang
dimaskud adalah sesak nafas, batuk, mengi dan dada terasa tertekan atau berbagai kombinasi
gejala tersebut. Pada umumnya eksaserbasi disertai distres pernafasan. Serangan asma
ditandai oleh penurunan PEF atau FEV. Derajat serangan asma bervariasi mulai dari yang
ringan, sedang, berat dan serangan yang mengancam jiwa, perburukan dapat terjadi dalam
beberapa menit, jam atau hari. Serangan kuat biasanya muncul akibat pajanan terhadap faktor
pencentus (infeksi virus, dan alergen), sedangkan perburukan berupa perburukan yang
bertahap mencerminkan kegagalan pengelolaan jangka panjang penyakit4.
Gejala asma yang khas biasanya berupa batuk episodik dan wheezing disertai rasa
tertekan di dada dan kesulitan bernafas, terutama pada malam hari. Batuk biasanya kering
namun dapat produktif dengan sputum yang kental dan lengket. Adakalanya batuk
merupakan gejala satu-satunya. Gambaran klinik ini akibat dari penyempitan saluran
pernafasan yang mengakibatkan obstruksi aliran udara. Penyempitan saluran udara terjadi
akibat proses peradangan melalui 3 hal2:
o Kontraksi otot polos bronkus yang eksesif
o Penebalan dinding saluran bronchus
o Sekresi berlebihan di dalam lumen
2. 3. Patogenesis
Inflmasi berperan sentral pada patogenesis asma, inflamsi saluran nafas melibatkan
interaksi banyak sel dan berbagai mediator. Sebelum mengalami proses inflamasi pencetus
serangan asma menginduksi respon inflamasi akut yang terjadi atas reaksi asma dini (early
asthma reaction), dan reaksi asma lambat ( late asthma reaction). Setelah reaksi asma lambat
dan cepat terjadi maka dapat berlanjut dengan keadaan reaksi subakut dan kronis. Pada
keadaan ini terjadi inflamasi di bronkus dan sekitarnya, berupa infiltrasi sel-sel inflamasi
terutama eosinofil dan monosit dalam jumlah besar ke dinding lumen bronkus3.
Inflamasi akut
o Reaksi asma tipe cepat
Alergen akan terikat oleh ig-E yang menempel pada sel mast dan terjadi degranulasi
sel mast tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan perfomed mediator seperti
histamin, protease dan newly generated kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus
dan vasodilatasi3.
o Reaksi asma tipe lambat
Reaksi ini timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan pengerahan
serta aktivitas eosinofil sel CD4, neutrofil dan makrofag3.
Inflamasi kronis
o Limfosit
Limfosit yang berperan adalah limfosit T dan CD4 Limfosit T ini berperan sebagai
orkestra inflamasi traktus respiratori dengan mengeluarkan sitokin antara lain, IL-3,
IL-4, IL-5, dn IL-13. Interleukin akan menginduksi sel limfosit B mensisntesis ig-E.
Eosinofil ditemukan pada saluran nafas penderita asma dalam keadaan teraktivasi.
Mediator inflamsi secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan serangan
asma melalui sel efektor sekunder seperti eosinofil, dan limfosit. Hal ini
menyebabkan hiperaktivitas bronkus3.
o Epitel
Sel epitel yang teraktivasi dapat mengekspresikan membrane markers seperti molekul
adhesi, endothelin, nitric oxide synthase, sitokin atau kemokin. Sehingga terjadi
transudasi plasma, eosinofile granule protein, oxygen free-radical, TNF-alfa, mast-cell
proteolytic enzym dan metaloprotease sel epitel3.
o Sel mast
Sel mast mempunyai reseptor ig-E dengan afinitas yang tinggi sehingga menyebabkan
terjadinya degranulasi sel mast dan mengeluarkan perfomed mediator seperti
histamin, protease, prostaglandin, dan leukotrine. Sel mast juga mengeluarkan sitokin
seperti TNF alfa, Il-3, Il-4, Il-53.
Airway remodeling
o Proses inflamasi pada asma akan menimbulkan kerusakan jaringan yang secara
fisiologis akan diikuti oleh proses penyembuhan yang akan menghasilkan perbaikan
dan regenerasi sel. Proses regenerasi pada sel yang mengalami injuri sebagai akibat
dari inflamasi akan menyebabkan fibrosis atau skar. Skar yang muncul akan
menghasilkan perubahan struktur, hal ini yang disebut dengan airway remodeling.
Airway remodeling menghasilkan peningkatan gejala dan tanda asma. Perubahan
struktur yang terjadi1:
Hipertrofi dan hiperplasi otot polos pada traktus respiratorius
Hipertrofi dan hiperplasi pada sel goblet
Penebalan membran retiukuler basal
Pembuluh darah meningkat
Matriks ekstraseluler fungsinya meningkat
Perubahan struktur parenkim
Peningkatan fibrogenic factor menjadikan fibrosis
Dari uraian di atas, sejauh ini airway remodeling merupakan fenomena sekunder dari
inflmasi atau meupakan akibat inflamasi yang terus menerus. Konsekuensinya adalah klinis
airway remodelling adalah peningkatan gejala dan tanda asma seperti hiperaktivitas traktus
respiratori masalah disentebilitas dan obstruksi.
2. 4. Klasifikasi
Penilaian derajat klinis serangan asma24
Parameter klinis,
fungsi paru,
laboratorium
Ringan Sedang Berat Ancaman henti nafas
Sesak (breathless) Berjalan
Bayi : menangis
keras
Berbicara
Bayi : tangis pendek
dan lemah,
kesulitan
makan/minum susu
Istirahat
Bayi : tidak mau
makan minum
Posisi Bisa berbaring Lebih suka duduk Duduk bertopang
lengan
Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata
Kesadaran Mungkin
iritable
Biasanya iritable Biasanya iritable Kebingungan
Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Ada
Wheezing Sedang, sering
biasanya pada
saat ekspirasi
Nyaring, sepanjang
ekspirasi-inspirasi
Sangat nyaring Sulit/tidak terdengar
Penggunaan otot Biasanya tidak Biasanya ya Ya Gerakan
bantu respiratorik paradoksismal/torakoa
bdoiminal
Retraksi Dangkal,
retraksi
interkostal
Retraksi
suprasternal
Nafas cuping
hidung
Dangkal/hilang
Frekuensi nafas Takipneu Takipneu Takipneu Bradipneu
Frekuensi nadi Normal Takikardi Takikardi Bradikardi
Laju nafas
Pedoman nilai laju nafas pada anak sadar
< 2 bulan < 60/menit
2 – 12 bulan < 50/menit
1 – 5 bulan < 40/menit
6- 8 bulan < 30/menit
Laju nadi Normal Takikardi Takikardi Bradikardi
Pedoman nilai uji baku laju nadi pada anak
2-12 bulan <160/menit
1-2 tahun <120/menit
3-8 tahun <110/menit
SaO2% >95% 91-95% <90%
PER atau FEV (1%
nilai prediksi/%
terbaik)
-pra bronkodilator
-pasca bronkodilatro
>60%
>80%
40-60%
60-80%
<40%
<60%
Respon <2 jam
Sedangkan menurut global initiative for asthma , dapat diklasifikasi menjadi2:
o Intermiten
Gejala kurang dari 1 kali, serangan singkat, gejala nokturnal tidak lebih dari 2 kali
dalam sebulan (FEV1 ≥80% atau PEF ≥80% nilai terbaik individu variabiitas PEV
atau FEVI<20%
o Persisten ringan
Gejala lebih dari 1/minggu tapi kurang dari 1 kali/hari, serangan dapat mengganggu
aktifitas dan tidur, gejala maksimal >2 kali/tahun (FEVI ≥80%atau PEF ≥80% nilai
terbaik individu, variabilitas PEV atau FEV 120-30%).
o Persisten sedang
Gejala terjadi setiap hari, serangan dapat menggangu aktivitas dan tidur, gejala
maksimal >1 kali/minggu, menggunakan agonis β2 kerja pendek setiap hari (FEVI
60-80% nilai terbaik individu, variabilitas PEV atau FEV>30%)
o Persisten berat
Gejala terjadi setiap hari, serangan sering terjadi, gejala asma nokturnal sering terjadi
(FEV≤50% atau PEF≤60% nilai terbaik individu variabilitas PEV atau FEV>30%)
2. 5. Diagnosa
Algortima Diagnosa Asma2
o Anamnesis
Untuk memperkuat dugaan asma, anamnesa dilakukan dengan cermat agar didapatkan
riwayat penyakit yang tepat mengenai gejala sulit bernafas, mengi atau dada terasa
berat yang bersifat episodik dan berkaitan dengan musim serta adanya riwayat asma
atau penyakit atopi pada anggota keluarga. Pernyataan berikut ini sangat berguna
dalam pertimbangan diagnosis asma (consider diagnosis of asthma)4 :
-apakah anak mengalami serangan mengi atau serangan mengi berulang?
-apakah anak sering terganggu oleh batuk pada malam hari?
-apakah anak mengalami mengi atau batuk setelah berolahraga?
-apakah anak mengalami gejala mengi, dan terasa berat, atau batuk setelah terpajan
alergen atau polutan?
-apakah jika mengalami pilek, anak membutuhkan >10 hari untuk sembuh?
-apakah gejala klinis membaik setelah pemberian pengobatan antiasma?
Pola gejala harus dibedakan apakah gejala tersebut timbul pada saat infeksi virus atau
timbul tersendiri di antara batuk pilek biasa. Pencetus yang spesifik dapat
berupaaktivitas (menangis atau tertawa), debu, makanan/minuman, pajanan terhadap
hewan berbulu suhu lingkungan atau cuaca, aroma parfume yang kuat atau aerosol/,
asap rokok, atau asap dari perapian. Derajat berat ringannya gejala harus ditentukan
untuk mengarahkan pengobatan yang akan diberikan.
o Pemeriksaan fisis4
-kesadaran
-suhu tubuh
-sesak nafas, apakah terdapat sesak nafas
-tanda gagal nafas
-tanda infeksi penyerta/komplikasi
-penilaian derajat serangan asma;ringan/sedang/berat/mengancam jiwa
o Pemeriksaan penunjang4
-pemeriksaan fungsi paru : ppok flow meter, spiroumeter
-analisa gas darah : pada asma dapat terjadi asidosis respiratorik dan metabolik
-foto toraks : pada asma umumnya tampak hiperaerasi, bisa dijumpai komplikasi
berupa atelektasis, dan pneumotoraks.
Klasifikasi derajat penyakit asma anak berdasarkan episode serangan2
Parameter klinisAsma episodik
jarang
Asma episodik seringAsma persisten
frekuensi serangan <1x/bulan >1x/bulan Sering
lama serangan <1 minggu >1 minggu Hampir sepanjang
tahun, tidak ada remisi
intensitas serangan Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya berat
diantara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan
malam
tidur dan aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Terganggu
Pemeriksaan fisik di luar
serangan
Normal (tidak
ditemukan
kelaian)
Mungkin terganggu
(ditemukan kelainan)
Tidak pernah normal
Obat pengendali (anti
inflamasi)
Tidak perlu Perlu steroid Perlu steroid
Uji faal paru (di luar
serangan)
PEF/FEV1 >80% PEF/FEV1 60-80% PEF/FEV1 <60%
Variabilitas faal paru >15% >30% >50%
2. 6. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan asma2:
o Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma/mencapai asma terkontrol
o Mencegah eksaserbasi akut
o Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
o Mengupayakan aktivitis normal termasuk exercise
o Menghindari efek samping obat
o Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel
o Mencegah kematian karena asma
Asma dikatakan terkontrol bila:2
o Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam
o Tidak ada keterbatasan aktivitas termasuk exercise
o Kebutuhan bronkodilator (β2agonis kerja singkat) minimal (idealnya tidak diperlukan)
o Variasi harian APE kurang dari 20%
o Nilai APE normal atau mendekati normal
o Efek samping obat minimal (tidak ada)
o Tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat
Prinsip pengobatan asma dibagi 2, yaitu pelega (reliever) dan pengontrol (controller)
o Pengontrol (Controllers)2
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan
setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma
persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol :
Kortikosteroid inhalasi
Kortikosteroid sistemik
Sodium kromoglikat
Nedokromil sodium
Metilsantin
Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi
Agonis beta-2 kerja lama, oral
Leukotrien modifiers
Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1)
Lain-lain
o Pelega (Reliever)2
Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan
atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa
berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan
hiperesponsif jalan napas.
Termasuk pelega adalah :
Agonis beta2 kerja singkat
Kortikosteroid sistemik.
Antikolinergik
Aminofillin
Adrenalin
o Oksigen
Oksigenasi digunakan untuk membantu mengkoreksi ventilasi dan perfusi . Bisa
diberikan menggunakan nasal kanul atau face mask. Jika terjadi hipoksemia yang
signifikan, nonbreathing mask bisa digunakan untuk memberikan sebanyak-banyaknya
98% oksigen. Tujuan pemberian oksigen adalah untuk mencapai saturasi oksigen di
atas 90%.
Tatalaksana awal ini sekaligus sebagai penapis yaitu untuk penetnuan derajat serangan.
o Serangan asma ringan4
Jika dengan sekali nebulisasi pasien menunjukkan respon yang baik/ respon
komplit, berarti derajat ringan.
Pasien diobservasi selama 1-2 jam, jika respons tersebut bertahan pasien dapat
dipulangkan. Pasien dibekali obat β2agonis (hirup atau oral) yang harus diberikan
tiap 4-6 jam.
Jika pencentus serangannya adalah infeksi virus, dapat ditambahkan steroid oral
jangka pendek (3-5 hari).
Pasien kemudian disuruh untuk kontrol ke klinik rawat jalan dalam waktu 24-48
jam untuk evaluasi ulang tatalaksana.
Jika sebelum serangan pasien sudah mendapat obat pengendali, obat tersebut
diteruskan hingga evaluasi ulang yang dilakukan di rawat jalan. Namun jika
setelah observasi 2 jam gejala timbul kembali, pasien diperlakukan sebagai
serangan asma sedang.
o Serangan asma sedang4
Jika setelah pemberian nebulisasi pasien hanya menunjukkan respon pasrial,
kemungkinan derajat serangannya sedang. Untuk itu derajat serangan harus
dinilai ulang sesuai pedoman.
Jika serangannya termasuk serangan sedang, pasien perlu diobservasi dan
ditangani di ruang rawat sehari. Pada serangan asma sedang pasien diberikan
kostrikostreoid oral dosis 0,5-1 mg/kgbb/hari selama 3-5 hari
Walaupun belum tentu diperlukan untuk persiapan keadaan darurat pasian
yang akan diobservasi di ruang rawat dipasang jalur parentral sejak di unit
gawat darurat
o Serangan asma berat4
Bila dengan 3 kali berturut-turut nebulisasi pasien tidak menunjukkan respon
yaitu gejala dan tanda serangan masih ada pasien harus dirawat di ruang rawat
inap.
Nilai derajat serangan
Tatalaksana awalNebulisasi -agonis 1-3x, selang 20 menit(2)Nebulisasi ketiga + antikolinergik.Jika serangan berat, nebulisasi -agonis (+antikolinergik)
Oksigen 2-4 liter/menit diberikan sejak awal termasuk saat nebulisasi.
Dipasang jalur parentral bdan dilakukan poto toraks.
Bila pasien menunjukkan gejala dan tanda henti nafas, pasien harus langsung
dirawat di ruang rawat intensif. Pada pasien dengan serangan asma berat atau
ancaman henti nafas makan poto toraks harus segera dibuat untuk mengetahui
komplikasi pneumotoraks atau penumomediastinum.
Jika ada dehidrasi dan asidosis diatasi dengan cara pemberian cairan intravena
dan koreksi asidosis.
Steroid intravena dapat diberikan bolus setiap 6-8 jam
Dosis steroid intravena 0,5-1 mg/kgbb/hari
Nebulisasi β2agonis dan antokolinergik dengan oksigen dilanjutkan tiap 1-2
jam, jika dengan 4-6 kali pemberian mulai terjadi perbaikan klinis jarak
pemberian dapat diperlebar menjadi tiap 4-6 jam.
Aminofilin diberikan secara intravena, dengan ketentuan sebagai berikut :
-jika pasien belum mendapatkan aminofilin sebelumnya diberikan aminofilin
dosis awal sebesar 6-8 mg/kgbb dilarutkan dalam dexrosa 5% atau garam
fisiologis sebanyak 20 ml diberikan dalam 20-30 menit
-jika psien telah mendapatkan aminofilin sebelumnya (<4 jam yang lalu),
dosis yang diberikan adalah setengah dosis inisial.
-sebaiknya kadar aminofilin dalam darah diukur dan dipertahankan sebesar
10-20 mcg/ml
-selanjutnya aminofilin dosis rumatan diberikan sebesar sebesar 05-1
mg/kgbb/jam
-jika telah terjadi perbaikan klinis maka nebulisasi dapat dilakukan setiap 6
jam, sampai dengan 24 jam
Steroid dan aminofilin diberikan dalam bentuk oral
Jika dalam 24 jam pasien tetap stabil pasien dapat dipulangkan dengan
dibekali obat β2agonis diberikan tiap 4-6 jam selama 24 -48 jam. Selain itu
steroid oral dilanjutkan hingga pasien kontrol ke klinik rawat jalan dalam 24-
48 jam untuk evaluasi ulang tatalaksana
Ancaman henti nafas hipoksemia tetap terjadi walupun sudah diberikan
oksigen (kadar PaO2 <60mmHg dan atau PaCO2 >45 mmHg). Pada serangan
henti napas diperlukan ventilasi mekanik
Algortima Penatalksaan Asma Eksaserbasi
Pada anak dengan kriteria klinis sesuai diagnosa asma yang tidak terkontrol dan pada
anak yang dicurigai menderita asma, maka pemberian inhalasi/oral β2agonis dapat
dipertimbangkan sebagai kontroler. Pemberian antihistamin sebagai kontroler dapat diberikan
pada anak dengan resiko asma yang kuat misalnya memiliki riwayat atopi pada keluarga dan
alergi lain selain asma pada individu tersebut. Pemberian kostikosteroid oral pada anak pasca
eksaserbasi akut dan dapat diberhentikan secara spontan tanpa tappering up. Pada anak yang
mengalami eksaserbasi akut diberikan β2agonis kerja singkat setiap 4-6 jam selama setelah
beberapa hari bebas gejala dan harus dilakukan follow up/kontrol ulang dalam waktu 1
minggu sejak terjadinya eksaserbasi akut guna menentukan penatalakasnaan selanjutnya2.
2. 7. Prognosis
Prognosis bergantung pada penatalaksaan baik farmakologi maupun secara konservatif.
Manajemen penatalaksaan yang tepat serta minimalnya pajanan faktor pencetus dapat
memenuhi sasaran dari target tatalaksana yaitu asma terkontrol2.
Mortalitas akibat asma jumlahnya kecil.Gambaran yang paling akhir menunjukkan
kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang jumlahnya kira-kira 10
juta penduduk. Angka kematian cenderung meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas
kesehatan terbatas. 2
Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan bahwa prognosis baik ditemukan
pada 50–80% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan dan timbul pada masa
kanak-kanak. Jumlah anak yang masih menderita asma 7–10 tahun setelah diagnosis pertama
bervariasi dari 26–78% dengan nilai rata-rata 46%, akan tetapi persentase anak yang
menderitaringan dan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang menderita asma
penyakit yang berat relatif berat (6 –19%). Secara keseluruhan dapat dikatakan 70–80% asma
anak bila diikuti sampai dengan umur 21 tahun asmanya sudah menghilang.2
Prognosis pada pasien dengan status asmatikus pada umumnya baik apabila dilakukan
penanganan yang tepat dan cepat.2