referat asma bronchiale

47
ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (406100062) BAB I PENDAHULUAN Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan. 1) . Berbagai sel inflamasi yang berperan terutama sel mast, eosinofil, limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel. 2) Inflamasi jalan napas berkaitan dengan hiperaktivitas jalan napas atau hiperresponsif bronkus yang menggambarkan respon atas berbagai stimulus terhadap bronkus. 3) . Iritabilitas dan hiperaktifitas dari jalan napas, walaupun tidak terbatas hanya pada pasien asma, tampak sebagai suatu bagian intrinsik dari penyakit dan terdapat pada berbagai derajat pada hampir semua pasien asma. Manifestasi dari hiperresponsifitas tersebut berupa bronkokonstriksi jalan napas yang terjadi selama aktivitas latihan (olahraga), zat-zat rangsang, seperti sulfur dioksida, asap rokok, udara dingin, bahkan dapat KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA RSPI SULIANTI SAROSO JAKARTA PERIODE 30 MEI – 06 AGUSTUS 2011 1

Upload: devianna-chandra

Post on 25-Jul-2015

447 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: REFERAT Asma Bronchiale

ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (406100062)

BAB I

PENDAHULUAN

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan

banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif

jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas,

dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik

tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan

seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.1). Berbagai sel inflamasi

yang berperan terutama sel mast, eosinofil, limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel

epitel. 2)

Inflamasi jalan napas berkaitan dengan hiperaktivitas jalan napas atau

hiperresponsif bronkus yang menggambarkan respon atas berbagai stimulus terhadap

bronkus.3). Iritabilitas dan hiperaktifitas dari jalan napas, walaupun tidak terbatas

hanya pada pasien asma, tampak sebagai suatu bagian intrinsik dari penyakit dan

terdapat pada berbagai derajat pada hampir semua pasien asma. Manifestasi dari

hiperresponsifitas tersebut berupa bronkokonstriksi jalan napas yang terjadi selama

aktivitas latihan (olahraga), zat-zat rangsang, seperti sulfur dioksida, asap rokok,

udara dingin, bahkan dapat juga akibat pemaparan yang tidak disengaja terhadap

bahan bahan laboratorium, seperti terhirup histamin atau agen-agen parasimpatis.

Iritabilitas jalan napas yang diperkuat ini merupakan indikator asma obyektif yang

sensitif dan timbul pada berbagai tingkat pada pasien yang tidak bergejala, bebas dari

tanda-tanda fisik abnormal, dan yang mampu memberikan hasil normal pada

spirometri.

Hiperaktifitas jalan napas berkaitan dengan tingkat keparahan penyakit secara

keseluruhan. Hiperaktifitas ini bervariasi pada setiap penderita asma, namun relatif

stabil selama beberapa waktu pada penderita yang sama, kecuali pada fluktuasi

sementara, seperti: terjadinya kenaikan reaktifitas selama infeksi virus pada

pernapasan, pasca pemaparan terhadap polusi udara dan alergen dan pasca pemberian

antagonis reseptor-β. Penurunan akut terhadap iritabilitas jalan napas menyertai

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

RSPI SULIANTI SAROSO JAKARTA

PERIODE 30 MEI – 06 AGUSTUS 2011 1

Page 2: REFERAT Asma Bronchiale

ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (406100062)

pemberian agonis reseptor-β, teofilin dan antikolinergik. Penurunan iritabilitas juga

mneyertai pamberian menahun dari kromolin, nedokromil atau kortikosteroid

sistemik maupun inhalasi.2)

Serangan asma bervariasi dari yang ringan sampai yang berat dan

mengancam kehidupan. Berbagai faktor dapat menjadi pencetus timbulnya serangan

asma antara lain aktivitas fisik, alergen, infeksi, perubahan mendadak suhu udara

atau pajanan terhadap iritan respiratorik seperti asap rokok, dan lain sebagainya.

Selain itu juga berbagai faktor mempengaruhi tinggi rendahnya prevalens asma di

suatu tempat antara lain, umur, gender, ras, sosio-ekonomi dan faktor lingkungan.

Faktor-faktor tersebut mempengaruhi prevalens asma, terjadinya serangan asma,

berat ringannya serangan, status asma dan kematian karena penyakit asma.1 Di lain

pihak, walaupun banyak hal yang berkaitan dengan asma telah terungkap namun

ternyata hingga saat ini, secara keseluruhan asma masih merupakan misteri.

Pengetahuan tentang patologi, patofisiologi, dan imunologi asma berkembang sangat

pesat, khususnya untuk asma pada orang dewasa dan anak besar. Pada anak kecil dan

bayi, mekanisme dasar perkembangan penyakit ini masih belum diketahui pasti.

Selain itu bayi dan balita yang mengalami wheezing saat terkena infeksi respiratorik

akut banyak yang tidak berkembang menjadi asma saat dewasanya. Akibat

ketidakjelasan tadi, definisi asma pada anak sulit untuk dirumuskan, sehingga untuk

menyusun diagnosis dan tatalaksana yang baku juga mengalami kesulitan dengan

akibat adanya under / overdiagnosis maupun under / overtreatment. 1

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

RSPI SULIANTI SAROSO JAKARTA

PERIODE 30 MEI – 06 AGUSTUS 2011 2

Page 3: REFERAT Asma Bronchiale

ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (406100062)

EPIDEMIOLOGI

Asma merupakan masalah yang terus meningkat, baik di negara maju

maupun negara berkembang. WHO memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia

adalah penyandang asma dan diperkirakan terus bertambah sekitar 180.000 orang

setiap tahun.2 Demikian juga di Indonesia, asma juga merupakan problema kesehatan

masyarakat. Dari hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1986

didapatkan asma, bersama bronkitis kronis dan penyakit saluran napas lainnya

menduduki urutan ke 5 pola kesakitan (6,4/1000 penduduk), serta urutan ke 10

penyebab kematian (27/100.000 penduduk). Sedangkan  pada SKRT tahun 1992

menunjukkan asma , bronkitis kronis dan emfisema merupakan urutan ke 4 dari

penyebab kematian (5,6% dari total kematian). Tahun 1995, prevalensi asma

diseluruh Indonesia sebasar 13/1000.2 Jumlah penderita asma pada anak juga

cenderung meningkat setiap tahun. Data Departemen Kesehatan menunjukan, pada

1995 prevalensi asma 2,1 persen. Pada 2003, prevalensinya meningkat menjadi 5,2

persen. Sedangkan hasil survei pada anak sekolah di Medan, Palembang, Jakarta,

Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang dan Denpasar pada 2001, menunjukkan

prevalensi asma anak berusia 6-12 sebesar 3,7 - 16,4 persen, sedangkan pada anak

SMP di Jakarta 5,8 persen. Saat ini diprediksi 25 persen penduduk Indonesia

menderita asma.2

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

RSPI SULIANTI SAROSO JAKARTA

PERIODE 30 MEI – 06 AGUSTUS 2011 3

Page 4: REFERAT Asma Bronchiale

ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (406100062)

I. DEFINISIAsma disebut juga sebagai reactive air way disease (RAD), adalah

suatu penyakit obstruksi pada jalan nafas secara riversibel yang ditandai dengan

bronchospasme, inflamasi dan peningkatan sekresi jalan napas terhadap berbagai

stimulan. 5

Global Initiative for Asthma (GINA) mendefinisikan asma sebagai gangguan

inflamasi kronis saluran nafas dengan banyak sel berperan, khususnya sel mast,

eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan inflamasi tersebut

menyebabkan episode mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan, dan

batuk, khususnya pada malam atau dini hari. Gejala tersebut biasanya

berhubungan dengan penyempitan jalan napas yang luas namun bervariasi, yang

paling tidak sebagian bersifat reversible baik secara spontan maupun dengan

pengobatan. 2,5

Pedoman Nasional Asma Anak digunakan definisi yang praktis dalam bentuk

definisi operasional yaitu wheezing dan/atau batuk dengan karakteristik sebagai

berikut: timbul secara episodik dan/atau kronik, cenderung pada malam/dini hari,

musiman, adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas fisik, dan bersifat

reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan, serta adanya riwayat

asma atau atopi lain pada pasien/keluarganya, sedangkan sebab-sebab lain sudah

disingkirkan. 5

II. ETIOLOGI

Ada beberapa hal yang menjadi faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya

serangan asma bronchial. Dalam hal ini faktor predisposisi adalah faktor penjamu

(host factor), dan faktor presipitasi adalah faktor lingkungan (environmental factor). 5

1. Faktor penjamu, meliputi :

♦ Genetik.

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

RSPI SULIANTI SAROSO JAKARTA

PERIODE 30 MEI – 06 AGUSTUS 2011 4

Page 5: REFERAT Asma Bronchiale

ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (406100062)

Dalam beberapa penelitian dibuktikan bahwa asma adalah penyakit

yang diturunkan dan menunjukkan peningkatan prevalensi dari asma. Dalam

penilitian tersebut juga didapatkan fenotip yang berkaitan dengan asma, yang

dikaitkan dengan ukuran subyektif (gejala) dan obyektif (hiperaktivitas

bronkus dan kadar IgE serum) dan atau keduanya. Karena kompleksnya

gambaran klinis asma, maka dasar genetik asma dipelajari dan diteliti melalui

fenotip-fenotip perantara yang dapat diukur secara obyektif seperti

hiperaktivitas bronkus, alergi/atopik, walau kondisi tersebut disadari tidak

khusus untuk asma.

♦ Alergi(atopik).

Atopik yang dikaitkan sebagai produksi sejumlah IgE abnormal

sebagai respon terhadap alergen lingkungan, yang menyebabkan peningkatan

secara total atau spesifik serum IgE. Atopik menjadi faktor penjamu yang

penting yang menjadi predisposisi individu berkembang menjadi asma.

Risiko orang tua atopik dengan asma, nantinya akan mempunyai anak dengan

asma dengan insiden yang meningkat pada keluarga dengan riwayat asma

yang disertai alergi (atopik).

♦ Hiperaktifitas bronkus.

Hiperaktivitas jalan nafas, merupakan keadaan dimana bronkus

menyempit terlalu mudah dan terlalu berlebihan sebagai respon terhadap

stimuli.

♦ Ras/etnik

Ras kulit hitam menpunyai prevalensi lebih tinggi untuk terjadi asma

dibandingkan dengan ras kulit putih di Amerika Serikat, namun hal ini juga

dicetuskan oleh kondisi dari sosioekonomi, paparan terhadap alergen serta

faktor-faktor diet, dan tidak hanya karena ras/etnik saja.

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

RSPI SULIANTI SAROSO JAKARTA

PERIODE 30 MEI – 06 AGUSTUS 2011 5

Page 6: REFERAT Asma Bronchiale

REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)

2. Faktor lingkungan, dibagi menjadi

Faktor yang mempengaruhi individu dengan kecenderungan predisposisi asma untuk

berkembang menjadi asma

Faktor yang mencetuskan terjadinya eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala

asma yang menetap, diantaranya :

◘ Alergen. ◘ Status sosioekonomi

◘ Sensitisasi lingkungan kerja. ◘ Besarnya keluarga.

◘ Asap rokok. ◘ Diet dan obat-obatan.

◘ Polusi udara. ◘ Obesitas.

◘ Infeksi pernapasan (virus). ◘ Olah raga.

◘ Perubahan cuaca

Faktor Penjamu4

Terdapat penelitian yang membuktikan bahwa asma adalah penyakit yang

diturunkan. Sejumlah penelitian menunjukkan peningkatan prevalensi dari asma. Serta

fenotip yang berkaitan dengan asma, yang dikaitkan dengan ukuran subyektif (gejala) dan

obyektif (hiperaktivitas bronkus dan kadar IgE serum) dan atau keduanya. Karena

kompleksnya gambaran klinis asma, maka dasar genetik asma dipelajari dan diteliti

melalui fenotip-fenotip perantara yang dapat diukur secara obyektif seperti hiperaktivitas

bronkus, alergi/atopik, walau kondisi tersebut disadari tidak khusus untuk asma.

Atopik yang dikaitkan sebagai produksi sejumlah IgE abnormal sebagai respon

terhadap alergen lingkungan, yang menyebabkan peningkatan secara total atau spesifik

serum IgE. Atopik menjadi faktor penjamu yang penting yang menjadi predisposisi

individu berkembang menjadi asma. Risiko orang tua atopik dengan asma, nantinya akan

mempunyai anak dengan asma dengan insiden yang meningkat pada keluarga dengan

riwayat asma yang disertai alergi (atopik).

Hiperaktivitas jalan nafas, merupakan keadaan dimana bronkus menyempit terlalu

mudah dan terlalu berlebihan sebagai respon terhadap stimuli.

Ras kulit hitam menpunyai prevalensi lebih tinggi untuk terjadi asma

dibandingkan dengan ras kulit putih di Amerika Serikat, namun hal ini juga dicetuskan

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE

Page 7: REFERAT Asma Bronchiale

REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)

oleh kondisi dari sosioekonomi, paparan terhadap alergen serta faktor-faktor diet, dan

tidak hanya karena ras/etnik saja.

III. PATOGENESIS ASMA

Dulu asma diartikan sebagai sumbatan jalan napas yang timbul mendadak , dan

akan membaik  secara spontan atau dengan pengobatan. Mekanisme utama timbulnya

gejala asma diakibatkan hiperreaktivitas bronkus, sehingga pengobatan utama asma

adalah untuk mengatasi bronkospasme.1 Sedangkan konsep terkini patogenesis asma

adalah suatu proses inflamasi kronik yang melibatkan dinding bronkus yang berkembang

menjadi hambatan jalan napas dan peningkatan aktifitas bronkus, yang nantinya menjadi

predisposisi penyempitan bronkus sebagai respon terhadap berbagai stimuli. Tanda khas

inflamasi jalan napas adalah peningkatan sejumlah sel-sel; eosinofil, sel mast, makrofag

dan limfosit T pada mukosa dan lumen bronkus. Perubahan ini dapat terjadi meskipun

secara klinis asma tidak bergejala.1 Pada banyak kasus terutama pada anak asma

dihubungkan dengan manifestasi atopi melalui mekanisme IgE-dependent,

diperkirakan faktor atopi memberikan kontribusi pada 40%.1

1. Inflamasi Akut

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE

Page 8: REFERAT Asma Bronchiale

REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)

Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain :

alergen, virus, zat iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut yang terdiri atas

reaksi asma tipe cepat (ekstrinsik) dan lambat (intrinsik).1

Reaksi fase cepat

Reaksi cepat dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang sensitif terhadap ikatan alergen

dan IgE-spesifik terutama sel mast dan makrofag. Alergen akan terikat pada IgE yang

menempel pada sel mast dan terjadi degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut

mengeluarkan preformed mediator seperti : histamin, proteolitik dan enzim glikolitik dan

newly generated mediators seperti : leukotrien, prostaglandin dan PAF yang

menyebabkan kontraksi otot polos bronkus, hipersekresi mukus, vasodilatasi dan

perembesan mikrovaskular.1

Reaksi fase lambat

Fase lambat dipikirkan sebagai sistem untuk mempelajari mekanisme inflamasi

pada asma. Selama respons fase lambat dan selama berlangsungnya paparan alergen,

aktivasi sel-sel pada saluran pernapasan menghasilkan sitokin-sitokin ke dalam sirkulasi

dan merangsang lepasnya sel leukosit pro inflamasi terutama eosinofil dan sel

prekursornya dari sumsum tulang ke dalam sirkulasi. Reaksi ini timbul antara 6-9 jam

setelah provokasi alergen.1

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE

Page 9: REFERAT Asma Bronchiale

REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)

2. Inflamasi Kronik 1

Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel tersebut ialah :

limfosit T, eosinofil, makrofag, sel mast, sel epitel, fibroblast dan otot polos bronkus.

♦ Limfosit T

Yang berperan pada asma adalah limfosit T CD4+ (subtipe Th2), berperan

sebagai orchestra inflamasi saluran nafas dengan mengeluarkan sitokin antara lain IL-3,

IL-4, IL-5, IL-13 dan GM-CSF. IL-4 berperan dalam menginduksi sel limfosit B untuk

mensintesis IgE. IL-3, IL-5 dan GM-CSF berperan pada maturasi, aktivasi serta

memperpanjang ketahanan hidup eosinofil.

♦ Eosinofil

Karakteristik untuk asma tapi tidak spesifik. Eosinofil yang ditemukan pada

saluran nafas penderita asma dalam keadaan teraktivasi. Berperan sebagai efektor dan

mensintesis sejumlah sitokin, antara lain IL-3, IL-5, IL-6, GM-CSF, TNF-alfa serta

mediator lipid. Sebaliknya IL-3, IL-5 dan GM-CSF meningkatkan maturasi, aktivasi dan

memperpanjang ketahanan hidup eosinofil. Eosinofil mengandung granul protein :

eosinophil cationic protein (ECP), major basic protein (MBP), eosinophil

peroxidase(EPO) dan eosinophil derived neurotoxin (EDN) yang toksik terhadap epitel

saluran napas.

♦ Sel mast

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE

Page 10: REFERAT Asma Bronchiale

REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)

Mempunyai reseptor IgE dengan afinitas tinggi. Cross-linking reseptor IgE

dengan ”factors” pada sel mast mengaktifkan sel mast. Terjadi degranulasi sel mast yang

mengeluarkan preformed mediator seperti histamin dan protease serta newly generated

mediator (prostaglandin D2 dan leukotrien), serta mengeluarkan sitokin antara lain TNF-

alfa, IL-3, IL-4, IL-5 dan GM-CSF.

♦ Makrofag

Sel terbanyak pada organ pernapasan baik pada orang normal maupun penderita

asma, didapatkan di alveoli dan seluruh percabangan bronkus dan menghasilkan beberapa

mediator (leukotrien, PAF serta sejumlah sitokin). Selain berperan dalam proses

inflamasi juga berperan pada regulasi airway remodelling. Peran tersebut melalui antara

lain : sekresi growth promoting factors untuk fibroblast, sitokin, PDGF dan TGF-β.

3. Airway Remodeling

Sejalan dengan proses inflamasi kronik, perlukaan epitel bronkus merangsang

proses reparasi saluran respiratorik yang menghasilkan perubahan struktural dan

fungsional yang menyimpang pada saluran respiratorik yang dikenal dengan istilah

remodeling atau repair. Kerusakan epitel bronkus adalah akibat dilepaskannya sitokin

dari sel inflamasi seperti eosinofil. Kini dibuktikan bahwa  otot polos saluran napas  juga

memproduksi sitokin dan kemokin seperti eotaxin, RANTES, GM-CSF dan IL-5, juga

faktor pertumbuhan dan mediator lipid, sehingga mengakibatkan penumpukan kolagen di

lamina propia. Pada proses remodeling yang berperan adalah sitokin IL4, TGF beta dan

Eosinophil Growth Factor (EGF). TGF beta merangsang sel fibroblast berproliferasi,

epitel mengalami hiperplasia, pembentukan kolagen bertambah. Akibat proses

remodeling tersebut terjadi pelepasan epitel yang rusak, jaringan membrana basalis

mukosa menebal (pseudothickening), hiperplasia kelenjar, edema submukosa, infiltrasi

sel radang dan hiperplasia otot. Perubahan semacam ini tidak memberikan perbaikan

klinis, tetapi mengakibatkan penyempitan lumen bronkus yang persisten dan memberikan

gambaran klinis asma kronis.5

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE

Page 11: REFERAT Asma Bronchiale

REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)

Menurut paradigma yang lampau, proses remodeling  terjadi akibat kerusakan

epitel bronkus yang disebabkan oleh proses inflamasi kronis. Sehingga apabila obat

antiinflamasi tidak diberikan sedini mungkin sebagai profilaksis, maka  inflamasi

berlangsung terus dan obstruksi saluran napas menjadi irreversibel dan proses remodeling

bertambah hebat. Pada penelitian terhadap anak  dengan riwayat keluarga atopi yang

belum bermanifestasi sebagai asma ternyata ditemukan  infiltrasi eosinofil  dan penebalan

lamina retikularis. Hal ini mencurigakan bahwa  proses remodeling telah terjadi sebelum

atau bersamaan dengan proses inflamasi. Apabila intervensi dini diberikan segera setelah

gejala asma timbul, bisa jadi tindakan kita telah terlambat untuk mencegah terjadinya

proses remodeling.5

Pada asma terdapat saling ketergantungan antara proses inflamasi dan

remodelling. Infiltrasi sel-sel inflamasi terlibat dalam proses remodelling juga komponen

lainnya.1

♣ Perubahan struktur yang terjadi :

◦ Hipertrofi dan hiperplasi otot polos jalan

napas.

◦ Hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus.

◦ Penebalan membran retikular basal.

◦ Pembuluh darah meningkat.

◦ Matriks ekstraseluller fungsinya meningkat.

◦ Perubahan struktur parenkim.

◦ Peningkatan fibrogenic growth factor

menjadikan fibrosis

Dari uraian diatas, sejauh ini airway remodelling merupakan fenomena sekunder

dari inflamasi atau merupakan akibat inflamasi yang terus menerus. Konsekuensi klinis

airway remodelling adalah peningkatan gejala dan tanda asma seperti hiperaktivasi jalan

napas, masalah regangan jalan napas dan obstruksi jalan napas.6

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE

Page 12: REFERAT Asma Bronchiale

REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)

IV. PATOFOSIOLOGI ASMA

Obstruksi Saluran Pernapasan

Inflamasi saluran respiratorik yang

ditemukan pada pasien asma diyakini

merupakan hal yang mendasari gangguan

fungsi : obstruksi saluran pernapasan

menyebabkan keterbatasan aliran udara, yang

dapat kembali secara spontan atau setelah

pengobatan. Perubahan fungsional yang

dihubungkan dengan gejala khas asma: batuk,

sesak dan wheezing disertai hiperaktivitas

saluran pernapasan terhadap berbagai

rangsangan. Batuk sangat mungkin disebabkan oleh stimulasi saraf sensoris pada saluran

respiratorik oleh mediator inflamasi. Pada anak, batuk berulang bisa jadi merupakan satu-

satunya gejala asma yang ditemukan. 6

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE

Page 13: REFERAT Asma Bronchiale

REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)

Penyempitan saluran respiratorik pada asma dipengaruhi oleh banyak faktor.

Penyebab utama penyempitan saluran pernapasan adalah kontraksi otot polos bronkus

yang diprovokasi oleh pelepasan agonis dari sel-sel inflamasi. Kontraksi otot polos

saluran pernapasan diperkuat oleh penebalan dinding saluran napas akibat edema akut,

infiltrasi sel-sel inflamasi, remodeling, hiperplasia dan hipertrofi kronis otot polos pada

dinding saluran pernapasan. Selain itu, hambatan saluran pernapasan juga bertambah

akibat produksi sekret yang banyak, kental, dan lengket oleh sel goblet dan kelenjar

submukosa. 6

Hiperreaktivitas Bronkus

Hiper-reaktivitas bronkus yaitu peningkatan respons bronkus dan penurunan

ambang rangsang konstriksi bronkus terhadap berbagai stimulus. Penyempitan saluran

pernapasan secara berlebihan merupakan patofisiologis yang secara klinis paling relevan

pada penyakit asma. Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap reaktivitas yang

berlebihan atau hiperreaktivitas ini belum diketahui tetapi mungkin berhubungan dengan

perubahan otot polos saluran napas (hiperplasi dan hipertrofi) yang terjadi secara

sekunder yang menyebabkan perubahan kontraktilitas. Selain itu, inflamasi dinding

saluran pernapasan terutama daerah peribronkial dapat memperberat penyempitan saluran

pernapasan selama kontraksi otot polos.2

Hiper-reaktivitas bronkus secara klinis sering diperiksa dengan memberikan

stimulus aerosol histamin atau metakolin yang dosisnya dinaikkan secara progresif

kemudian dilakukan pengukuran perubahan fungsi paru (PFR atau FEV1). Provokasi atau

stimulus lain seperti latihan fisik, hiperventilasi, udara kering dan aerosol garam

hipertonik tidak mempunyai efek langsung terhadap otot polos (tidak seperti histamin dan

metakolin), akan tetapi dapat merangsang pelepasan mediator dari sel mast, ujung serabut

saraf atau sel-sel lain pada saluran pernapasan. Dikatakan hiperreaktif bila cara histamin

didapatkan penurunan FEV1 20% pada konsentrasi histamin kurang dari 8 mg%.2

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE

Page 14: REFERAT Asma Bronchiale

REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)

V. GEJALA KLINIS ASMA

Timbulnya eksaserbasi asma dapat secara akut atau diam-diam. Episode akut

paling sering disebabkan oleh pemaparan terhadap iritan seperti udara dingin dan

gas(asap) beracun atau pemaparan terhadap alergen atau bahan kimia sederhana,

misalnya aspirin atau sulfit. Bila penyumbatan jalan napas terjadi dengan cepat dalam

beberapa menit, biasanya disebabkan oleh spasme otot polos pada bronkus. Karena

pembukaan bronkus berkurang pada malam hari, banyak anak menderita asma akut pada

malam hari (nokturnal).1

Tanda-tanda dan gejala asma adalah

batuk nonproduktif pada awal perjalanan serangan, wheezing(mengi), takipneu dan

dispneu dengan ekspirasi panjang serta menggunakan otot-otot pernapasan tambahan,

sianosis, hiperinflasi dada, takikardi dan pulsus paradoksus, yang mungkin dijumpai pada

berbagai tingkat, tergantung pada stadium dan keparahan serangan. Dapat dijumpai batuk

tanpa mengi, atau mengi tanpa batuk, juga dapat dijumpai takipneu tanpa mengi.

Manifestasi akan bervariasi, tergantung dari keparahan eksaserbasi.5

Bila penderita berada dalam distres pernapasan yang berat, tanda-tanda utama

asma, mengi, mungkin tidak mencolok, pada penderita demikian dapat terjadi gerakan

udara yang cukup untuk menimbulkan mengi hanya sesudah pengobatan bronkodilator,

yang memberikan sebagian kelegaan dari penyumbatan jalan napas. Napas yang pendek

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE

Page 15: REFERAT Asma Bronchiale

REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)

mungkin begitu berat, sehingga anak mengalami kesukaran berjalan atau bahkan

berbicara. Penderita dengan penyumbatan berat bersikap duduk membungkuk, posisi

duduk seperti tripod yang membuatnya lebih mudah bernapas. Ekspirasi (khas) lebih

sukar karena penutupan prematur jalan napas ekspirasi. Sering didapat nyeri abdomen

terutama pada anak yang lebih muda, dan agaknya karena penggunaan otot abdomen dan

diafragma yang berlebihan. Hati dan limpa mungkin dapat teraba karena hiperinflasi

paru. Sering disertai muntah dan dapat disertai pengurangan gejala sementara.5

Selama penyumbatan jalan napas yang berat, usaha yang luar biasa untuk

bernapas dapat dijumpai dan anak dapat berkeringat banyak, dapat terjadi demam ringan

hanya karena kerja pernapasan yang berat, kelelahan mungkin menjadi berat. Diantara

serangan-serangan yang buruk anak dapat bebas gejala sama sekali dan tidak ditemui

bukti adanya penyakit paru pada pemeriksaan fisik. Deformitas dada seperti tong

merupakan tanda penyumbatan jalan napas asma berat yang kronis dan terus menerus.5

VI. KLASIFIKASI

Klasifikasi asma menurut konsensus internasional diklasifikasi berdasarkan

etiologi, beratnya penyakit asma dan pola waktu terjadinya serangan asma.

Klasifikasi ini berguna untuk diagnosis, pengobatan dan menentukan prognosis

penyakit. 2,5

Klasifikasi Berdasarkan Etiologinya

1. Asma bronkial Intrinsik / non atopi

Keluhan tidak ada hubungan dengan paparan terhadap alergen dan sifat-sifatnya:

a. Serangan timbul setelah dewasa.

b. Pada keluarga tidak ada yang menderita asma

c. Penyakit infeksi sering menimbulkan serangan

d. Ada hubungan dengan pekerjaan atau beban fisik.

e. Rangsangan psikis/kejiwaan mempunyai peran untuk menimbulkan

serangan asma

f. Perubahan cuaca merupakan keadaan yang peka bagi penderita

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE

Page 16: REFERAT Asma Bronchiale

REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)

2. Asma  bronkial ekstrinsik /atopi

Keluhan ada hubungan dengan paparan terhadap alergen lingkungan yang spesifik

dan sifat-sifatnya :

a. Timbul sejak kanak-kanak.

b. Pada famili ada yang menderita asma

c. Adanya eksim pada waktu bayi

d. Sering menderita rinitis

e. Penyebabnya sering tungau, debu, tepung sari bunga

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE

Page 17: REFERAT Asma Bronchiale

REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)

3. Asma bronkial campuran

Keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun ekstrinsik

Klasifikasi Berdasarkan Berat Penyakit 3

Tidak ada satu pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan beratnya penyakit.

Kombinasi berbagai pemeriksaan, gejala-gejala dan uji faal paru berguna untuk 

klasifikasi berdasarkan beratnya penyakit. Klasifikasi ini lebih penting untuk tujuan

penatalaksanaan asma. Pada klasifikasi ini beratnya ditentukan oleh berbagai faktor yang

dapat dilihat pada tabel.

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE

Page 18: REFERAT Asma Bronchiale

REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)

Klasifikasi Berdasarkan Pola Waktu Serangan 2

Klasifikasi asma juga bisa dibuat berdasarkan pola waktu terjadi serangan yang di

pantau dengan pemeriksaan APE. Klasifikasi ini mencerminkan berbagai kelainan

patologi yang menyebabkan gangguan aliran udara serta mempunyai dampak terhadap

pengobatan. Termasuk dalam klasifikasi ini adalah:

♦ Asma Episodik Jarang

Biasanya terdapat pada anak sekitar umur 3-8 tahun. Pada umumya serangan

dicetuskan oleh infeksi virus saluran napas atas dengan gejala pilek, demam ringan, sakit

tenggorokan, kemudian diikuti batuk-batuk dan mengi. Jarang sampai sesak napas.

Gejala lebih nyata pada malam hari. Mengi jarang ditemukan tetapi batuk dapat

berlangsung 1-2 minggu. Riwayat atopi jarang ditemukan. Tumbuh kembang anak

biasanya baik. Diluar serangan tidak ditemukan kelainan. Periode bebas serangan dapat

sampai berbulan-bulan.

♦ Asma Episodik Sering

Pada sebagian besar kasus serangan pertama terjadi pada umur sebelum 3 tahun,

dan berhubungan dengan infeksi saluran napas akut. Pada umur 5-6 tahun dapat terjadi

serangan-serangan tanpa infeksi yang jelas. Biasanya orang tua menghubungkan dengan

perubahan udara, adanya alergen, aktivitas fisik dan stress. Tetapi banyak juga yang tidak

jelas. Umumnya gejala memburuk pada malam hari dengan batuk dan mengi yang dapat

mengganggu tidurnya. Frekuensi serangan paling tinggi sekitar umur 8-13 tahun. Bila

serangan sedemikian sering kadang-kadang sukar dibedakan dengan asma kronis atau

persisten, dan pada pemeriksaan fisik diluar serangan ditemukan ronki dan ekspirium

memanjang baik waktu istirahat maupun setelah aktivitas ringan. Bila episode bebas

serangan cukup panjang, misal 1-2 minggu maka biasanya tidak ditemukan kelainan pada

pemeriksaan fisik.

♦ Asma Kronis atau Persisten

Sebagian besar (75 %) kasus mendapat serangan pertama sebelum umur 3 tahun,

sedangkan 25 % kasus malahan mendapat serangan pertama sebelum usia 6 bulan. Lebih

separuh kasus mengalami mengi menetap pada dua tahun pertama kehidupan dan sisanya

dalam bentuk episodik dan sering. Sekitar umur 5 – 6 tahun akan jelas terjadinya

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE

Page 19: REFERAT Asma Bronchiale

REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)

obstruksi saluran napas persisten. Pada anak hampir selalu terdapat mengi tiap hari dan

malam sering disertai gangguan batuk. Aktivitas fisik sering menyebabkan mengi.

Sewaktu-waktu dapat terjadi serangan berat, yang kadang-kadang memerlukan perawatan

di Rumah Sakit. Gejala obstruksi saluran napas mencapai puncaknya sekitar umur 8-14

tahun setelah itu terjadi perbaikan. Walaupun demikian kira-kira 50 % kasus gejala akan

menetap sampai usia dewasa, sisanya mungkin dalam bentuk mengi episodik. Jarang

yang betul-betul bebas dari mengi pada masa dewasa. Biasanya didapatkan riwayat atopi

baik pada penderita maupun pada keluarganya.

Pada pemeriksaan fisik terlihat kelainan bentuk dada dan gangguan pertumbuhan

fisik. Kemampuan aktivitas fisiknya sangat berkurang, sering tidak dapat melakukan olah

raga dan kegiatan biasanya lainnya. Akibat serangan yang terjadi sering tidak masuk

sekolah sehingga prestasi belajar terganggu. Sebagian kecil dapat mengalami gangguan

psikososial. Seperti telah disebutkan 80 % kasus terdiri dari anak laki-laki, kenapa hal ini

demikian tidak diketahui penyebabnya.

Parameter klinis, kebutuhan obat dan faal paru

Asma episodik jarang

Asma episodik sering

Asma persisten

Frekuensi serangan < 1x/bulan > 1x/bulan SeringLama serangan < 1 minggu ≥ 1 minggu Hampir sepanjang

tahun, tidak ada remisi

Intensitas serangan Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya beratDi antara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan

malam

Tidur dan aktifitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat tergangguPemeriksaan fisis diluar serangan

Normal (tidak ditemukan kelainan)

Mungkin terganggu (ditemukan kelainan)

Tidak pernah normal

Obat pengendali (anti inflamasi)

Tidak perlu Perlu Perlu

Uji faal paru (di luar serangan)

PEF/FEV1 > 80% PEF/FEV1 60-80% PEF/FEV1 < 60%Variabilitas 20-30%

Variabilitas faal paru (bila ada serangan)

Variabilitas > 15% Variabilitas > 30% Variabilitas > 50%

VII. DIAGNOSIS

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE

Page 20: REFERAT Asma Bronchiale

REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)

Seperti penyakit lain pada umumnya, diagnosis asma didasarkan atas ananmesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.1

Anamnesis

Anamnesis yang teliti merupakan hal yang sangat penting dalam menegakkan

diagnosis dan untuk mendapatkan data dasar yang dapat dipakai sebagai pedoman dalam

memberikan pengelolaan yang tepat. Berbagai aspek sebagai data dasar yang ditanyakan

meliputi hal-hal sebagai berikut:

* Gambaran keluhan : sesak napas, napas bunyi, tanda-tanda episode berulang yang khas

untuk asma, atau hanya keluhan batuk berulang saja.

* Apa faktor pencetusnya : infeksi saluran napas, berbagai alergen (inhalan atau polutan),

latihan fisik atau faktor psikis.

* Bagaimana pola serangan : sering, lebih berat malam hari atau pagi hari.

* Kapan serangan pertama kali timbul

* Bagaimana perjalanan penyakitnya : makin berat, tetap atau makin ringan, berapa kali

serangan dalam satu tahun terakhir

* Apakah pernah dirawat di rumah sakit

* Bagaimana pengobatan yang didapatkan sebelumnya : jenis obat, waktu pemberian,

cara pemberian, ditanyakan juga tindakan lain seperti desensitisasi, latihan pernapasan,

dan lain-lain.

* Adakah riwayat atopi pada penderita dan pada keluarga

Pemeriksaan Fisik

Pada anak dengan asma ringan pemeriksaan fisik diluar serangan biasanya

normal, tetapi pada anak dengan asma berat dapat terjadi deformitas bentuk dada dan

gangguan pertumbuhan fisik, sehingga berat badan dan tinggi badan perlu dicatat.

Serangan asma dapat terjadi pelan-pelan atau mendadak. Pada serangan umumnya

terdapat batuk, sesak napas, ekspirasi memanjang, mengi, juga dapat dijumpai napas

cuping hidung dan sianosis. Tidak semua keadaan tersebut selalu terdapat pada setiap

serangan.1

Pemeriksaan Penunjang1

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE

Page 21: REFERAT Asma Bronchiale

REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)

♦ Pemeriksaan rutin dan IgE

Pemeriksaan laboratorium rutin (hematologi) tidak selalu menyokong diagnosis

asma. Biasanya terdapat eosinofilia pada pemeriksaan darah tepi dan sekret hidung. Juga

sebaiknya dilakukan pemeriksaan IgE total dan kalau fasilitas memungkinkan dilakukan

pula pemeriksaan IgE spesifik dengan Radioallergosorbent Test (RAST).

♦ Uji kulit alergi

Uji kulit alergi perlu untuk mengetahui adanya alergen yang tidak dapat diketahui

dengan pengamatan biasa. Hasil positif baru berarti apabila terdapat relevansi dengan

gejala klinik. Pemeriksaan menggunakan tes tempel.

♦ Pemeriksaan radiologi paru

Pada asma ringan tidak terdapat kelainan khas pada gambaran radiologi paru.

Pada asma berat atau persisten kemungkinan terlihat gambaran hiperinflasi paru

(emfisematous), atau terdapatnya komplikasi. Pemeriksaan radiologi paru dilakukan

terutama untuk konfirmasi komplikasi yang terjadi dan menyingkirkan penyakit paru

lainnya.

♦ Uji faal paru

Idealnya setiap anak dengan asma dilakukan uji faal paru. Uji faal paru

merupakan bukti yang paling dapat dipercaya adanya obstruksi saluran napas. Tetapi

biasanya hanya dapat dilakukan pada anak usia diatas 5-6 tahun. Pemeriksaan yang

paling sederhana dan mudah ialah dengan memakai flow meter dan dapat mengukur flow

rate. Sedangkan yang lebih kompleks ialah dengan menggunakan spirometer yang dapat

mengukur tidak saja flow rate tetapi juga FEV1, FVC, dll, yang lebih merefleksikan

pengukuran saluran napas kecil.

♦ Uji provokasi bronkus

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE

Page 22: REFERAT Asma Bronchiale

REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)

Uji provokasi bronkus dimaksudkan untuk mengetahui adanya hiperreaktivitas

bronkus. Uji provokasi bronkus dapat dilaksanakan dengan:

◦ Uji latihan fisik

Anak berlari di teadmill selama 6-8 menit, kemudian dilakukan pengukuran PFR

atau FEV1 sebelum dan sesudah pengujian.

◦ Inhalasi histamin atau metakolin

Anak menghirup larutan histamin atau metakolin dari larutan yang paling rendah

sampai larutan yang paling tinggi. Dilakukan pengukuran PFR dan FEV1 sebelum

dan sesudah pengujian. Konsentrasi histamin atau metakolin yang menyebabkan

FEV1 turun 20% disebut PC 20. Bila PC 20 < 8 mg/ml dianggap uji provokasi

positif.

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE

Page 23: REFERAT Asma Bronchiale

REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE

Page 24: REFERAT Asma Bronchiale

REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)

VIII. DIAGNOSIS BANDING

Kebanyakan anak yang menderita episode batuk dan mengi berulang menderita

asma. Penyebab lain penyumbatan jalan napas adalah malformasi kongenital(sistem

pernapasan, kardiovaskuler, gastrointestinal), benda asing pada jalan napas atau esofagus,

bronkiolitis infeksius, kistik fibrosis, penyakit defisiensi imunologis, pneumonitis

hipersensitifitas, aspergilosis bronkopulmonal alergika dan berbagai keadaan lebih jarang

yang mengganggu jalan napas, termasuk tuberkulosis endobronkial, penyakit jamur dan

adenoma bronkus.5

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE

Page 25: REFERAT Asma Bronchiale

REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)

IX. PENATALAKSANAAN

Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin tercapainya potensi

tumbuh kembang anak secara optimal. Secara lebih rinci tujuan yang ingin dicapai adalah

Pasien dapat menjalani aktivitas normalnya, termasuk bermain dan berolahraga.

Gejala tidak timbul siang ataupun malam hari.

Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal yang mencolok.

Kebutuhan obat seminimal mungkin dan tidak ada serangan.

Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sesedikit mungkin timbul terutama

yang mempengaruhi tumbuh kembang anak.

Sesedikit mungkin angka absensi sekolah.

Apabila tujuan ini belum tercapai maka perlu reevaluasi tatalaksananya.

Tatalaksana asma mencakup edukasi terhadap pasien dan atau keluarganya tentang

penyakit asma, penghindaran terhadap faktor pencetus dan tatalaksana

medikamentosanya, baik dalam memilih obat yang tepat untuk mengatasi serangan atau

monitor dan pengelolaan asma jangka panjang. 1

Tatalaksana Medikamentosa

Obat asma dapat dibagi 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (Reliever) dan obat

pengendali (Controller). Obat pereda ada yang menyebutnya obat pelega atau obat

serangan. Obat kelompok ini digunakan pada saat eksaserbasi atau saat gejala asma

sedang timbul dan apabila serangan sudah teratasi maka obat ini dihentikan. Termasuk

obat pereda asma adalah: inhalasi agonis β2 aksi cepat (terbutalin, salbutamal,

orsiprenalin, fenoterol), steroid sistemik (prednison, prednisolon, metil prednisolon),

inhalasi anti kolinergik (ipratropium bromid, oksitropium bromid), xantinergik aksi cepat

(teofilin), agonis β2 aksi cepat oral (terbutalin, salbutamol, orsiprenalin, heksoprenalin,

trimetokuinol).6

Obat pengendali asma digunakan untuk pencegahan atau obat profilaksis. Obat ini

digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma yaitu inflamasi kronik saluran nafas.

Dengan demikian pemakaian obat ini terus menerus dalam jangka waktu relatif lama,

tergantung derajat penyakit asma dan respon terhadap pengobatan. Obat-obat pengendali

diberikan pada Asma Episodik Sering dan Asma Persisten. Termasuk obat ini adalah :

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE

Page 26: REFERAT Asma Bronchiale

REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)

inhalasi anti inflamasi non steroid (kromoglikat, nedokromil), inhalasi steroid

(beklometason, budesonid, triamsionolon, flunisonid dan flutikason dipropionat), inhalasi

atau oral agonis β2 aksi lambat( prokaterol, bambuterol, salmeterol, klenbuterol),

golongan obat oral lepas lambat (terbutalin, salbutamol, teofilin), antihistamin (ketotifen),

anti leukotrin (zafirlukas).6

Tata laksana asma dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu pada saat serangan

(asma akut) dan di luar serangan (asma kronik). Di luar serangan, pemberian obat

controller tergantung pada derajat asma. Pada asma episodik jarang, tidak diperlukan

controller, sedangkan pada asma episodik sering dan asma persisten memerlukan obat

controller. Pada saat serangan lakukan prediksi derajat serangan, kemudian di tata

laksana sesuai dengan derajatnya.6

►Pada serangan asma akut yang berat :

◦ Berikan oksigen

◦ Nebulasi dengan β-agonis + antikolinergik dengan oksigen dengan 4-6 kali

pemberian.

◦ Koreksi asidosis, dehidrasi dan gangguan elektrolit bila ada◦ Berikan steroid

intra vena secara bolus, tiap 6-8 jam

◦ Berikan aminofilin intra vena :

Bila pasien belum mendapatkan amonifilin sebelumnya, berikan

aminofilin dosis awal 6 ◦ mg/kgBB dalam dekstrosa atau NaCl sebanyak

20 ml dalam 20-30 menit

Bila pasien telah mendapatkan aminofilin (kurang dari 4 jam), dosis

diberikan separuhnya.

Bila mungkin kadar aminofilin diukur dan dipertahankan 10-20 mcg/ml

Selanjutnya berikan aminofilin dosis rumatan 0,5-1 mg/kgBB/jam

◦ Bila terjadi perbaikan klinis, nebulasi diteruskan tiap 6 jam hingga 24 jam, dan

pemberian steroid dan aminofilin dapat per oral

◦ Bila dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dapat dipulangkan dengan dibekali

obat β-agonis (hirupan atau oral) yang diberikan tiap 4-6 jam selama 24-48 jam.

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE

Page 27: REFERAT Asma Bronchiale

REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)

Selain itu steroid oral dilanjutkan hingga pasien kontrol ke klinik rawat jalan

dalam 24-48 jam untuk reevaluasi tatalaksana.

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE

Page 28: REFERAT Asma Bronchiale

REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)

Berikut merupakan daftar obat-obat yang umum digunakan berdasarkan UKK

pulmonologi PP IDAI(Pedoman Nasional Anak Asma) 2

Obat-Obat Yang Umum Digunakan

Tabel 1. : Takaran obat, cairan, dan waktu untuk nebulisasi

Cairan , Obat, Waktu Nebulisasi jet Nebulisasi ultrasonik

Garam faali (NaCl 0,9%) 5 ml 10 ml

-agonis/antikolinergik/steroid Lihat tabel 2

Waktu 10-15 menit 3-5 menit

 

Tabel 2. : Obat untuk nebulisasi, jenis dan dosis

Nama generik Nama dagang Sediaan Dosis nebulisasi

Golongan -agonis

Fenoterol Berotec Solution 0,1% 5-10 tetes

Salbutamol Ventolin Nebule 2,5 mg 1 nebule (0,1-0,15

mg/kg)

Terbutalin Bricasma Respule 2,5 mg 1 repsule

Golongan antikolinergik

Ipratropium

bromide

Atroven Solution 0,025% > 6 thn : 8-20 tetes

6 thn : 4-10 tetes

Golongan steroid

Budesonide

Fluticasone

Pulmicort

Flixotide

Respule

Nebule

 

 

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE

Page 29: REFERAT Asma Bronchiale

REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)

Tabel 3. : Sediaan steroid yang dapat digunakan untuk serangan asma

Steroid Oral :

Nama

Generik

Nama Dagang Sediaan Dosis

Prednisolon Medrol, Medixon

Lameson, Urbason

Tablet

4 mg

1-2 mg/kgBB/hari-tiap 6 jam

 

Prednison Hostacortin, Pehacort,

Dellacorta

Tablet

5 mg

1-2 mg/kgBB/hari-tiap 6 jam

 

Triamsinolon Kenacort Tablet

4 mg

1-2 mg/kgBB/hari-tiap 6 jam

Steroid Injeksi :

Nama Generik Nama Dagang Sediaan Jalur Dosis

M. prednisolon

suksinat

Solu-Medrol

Medixon

Vial 125 mg

Vial 500 mg

IV / IM 1-2 mg/kg

tiap 6 jam

Hidrokortison-Suksinat Solu-Cortef

Silacort

Vial 100 mg

Vial 100 mg

IV / IM 4 mg/kgBB/x

tiap 6 jam

Deksametason Oradexon

Kalmetason

Fortecortin

Corsona

Ampul 5 mg

Ampul 4 mg

Ampul 4 mg

Ampul 5 mg

IV / IM 0,5-1mg/kgBB bolus,

dilanjutkan 1

mg/kgBB/hari

diberikan tiap 6-8 jam

Betametason Celestone Ampul 4 mg IV / IM 0,05-0,1 mg/kgBB

tiap 6 jam

TABLE 137-2. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS OF CHILDHOOD ASTHMA.2)

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE

Page 30: REFERAT Asma Bronchiale

REFERAT ASMA BRONCHIALE ZASCHA FUSHIANY GUNAWAN (4060100062)

X. PROGNOSIS

Dari beberapa studi penelitian dikatakan bahwa banyak bayi dengan wheezing

tidak berlanjut menjadi asma pada masa anak dan remajanya. Proporsi kelompok tersebut

berkisar antara 45-85%. Sehingga pada bayi mengi dengan ISPA, 60% asimtomatik pada

umur 6 tahun. Asma mempunyai kecenderungan untuk sembuh selama pubertas, hal ini

terjadi lebih cepat pada anak perempuan. Walaupun bila di bandingkan dengan laki-laki,

perempuan mempunyai nilai BHR(bronchial hyperresponsiveness) yang lebih. 5

Adanya asma pada orang tua dan dermatitis atopi pada anak dengan wheezing merupakan

salah satu indikator penting untuk terjadinya asma dikemudian hari. Apabila terdapat

kedua hal tersebut maka kemungkinan menjadi asma lebih besar atau terdapat salah satu

diatas disertai dengan 2-3 keadaan berikut yaitu eosinofilia, rhinitis alergika dan

wheezing yang menetap pada keadaan bukan flu. 5

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSPI SULIANTI SAROSO JAKARTAPERIODE