artikel [cu(acac)2] dan [cr(acac)3]

9
PENGGUNAAN ASETILASETON SEBAGAI PEREAKSI PENGKHELAT PADA EKSTRAKSI LOGAM TEMBAGA(II) DAN KROMIUM(III) SERTA KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS BIS-ASETILASETONATO TEMBAGA(II) DAN TRIS-ASETILASETONATO KROMIUM(III) Ersan Yudhapratama, Soja Siti Fatimah, Zackiyah Program Studi Kimia, Jurusan Pendidikan Kimia, FPMIPA UPI Jl. Dr. Setiabudhi No. 299, Bandung Email: [email protected]; [email protected] Abstrak Pada penelitian ini, ekstraksi logam Cu(II) dan Cr(III) dilakukan dengan menggunakan asetilaseton sebagai pereaksi pengkhelat yang dilarutkan dalam fasa organik serta dilakukan karakterisasi terhadap senyawa kompleks asetilaseton dengan kedua logam tersebut. Pengukuran logam yang terekstrak dilakukan dengan menggunakan Atomic Absorbstion Spectrofotometer (AAS). Dari hasil pengukuran, diketahui bahwa logam Cu(II) dapat terekstrak secara optimum sebesar 95,42% pada pH 12 dengan menggunakan perbandingan konsentrasi logam Cu(II) : asetilaseton sebesar 1:1 sedangkan logam Cr(III) dapat tersekstrak secara optimum sebesar 52,61% pada pH 8 dengan perbandingan konsentrasi logam Cr(III) : asetilaseton sebesar 1:3. Dari hasil karakterisasi diketahui bahwa senyawa kompleks [Cu(acac) 2 ] dan [Cr(acac) 3 ] telah terbentuk. Kata kunci: asetilaseton, pereaksi pengkhelat, ekstraksi logam Cu(II) dan Cr(III) Abstract In this study, the extraction of Cu(II) and Cr(III) was performed by using acetylacetone as a chelating agent that dissolved in the organic phase as well as the characterization of the acetylacetone complexes with both metal. Measurement of the extracted metal was done by using Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). From the measurement, it is known that Cu(II) can be optimally extracted by 95,42% at pH 12, by using a ratio of metal concentration of Cu(II): acetylacetone of 1:1 whereas Cr(III) optimally extracted by 52,61% at pH 8, by using a ratio of metal concentration of Cr(III): acetylacetone at 1:3. From the results it is known that the characterization of complex compounds [Cu(acac) 2 ] and [Cr(acac) 3 ] was formed. Keyword: acetylacetone, chelating agent, metal extraction of Cu(II) and Cr(III)

Upload: ersan-yudhapratama

Post on 17-Feb-2015

509 views

Category:

Documents


48 download

DESCRIPTION

ekstraksi dan karakterisasi senyawa kompleks [Cu(acac)2] dan [Cr(acac)3] dari fasa air menuju fasa organik (kloroform).sintesis senyawa kompleks tersebut disintesis dari garamnya dengan pereaksi pengkhelat asetilaseton.pengujian dilakukan dengan menggunakan UV-Vis, FTIR, dan TG-DTA

TRANSCRIPT

Page 1: Artikel [Cu(Acac)2] Dan [Cr(Acac)3]

PENGGUNAAN ASETILASETON SEBAGAI PEREAKSI PENGKHELAT

PADA EKSTRAKSI LOGAM TEMBAGA(II) DAN KROMIUM(III) SERTA

KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS BIS-ASETILASETONATO

TEMBAGA(II) DAN TRIS-ASETILASETONATO KROMIUM(III)

Ersan Yudhapratama, Soja Siti Fatimah, Zackiyah

Program Studi Kimia, Jurusan Pendidikan Kimia, FPMIPA UPI

Jl. Dr. Setiabudhi No. 299, Bandung

Email: [email protected]; [email protected]

Abstrak

Pada penelitian ini, ekstraksi logam Cu(II) dan Cr(III) dilakukan dengan menggunakan

asetilaseton sebagai pereaksi pengkhelat yang dilarutkan dalam fasa organik serta dilakukan

karakterisasi terhadap senyawa kompleks asetilaseton dengan kedua logam tersebut. Pengukuran

logam yang terekstrak dilakukan dengan menggunakan Atomic Absorbstion Spectrofotometer

(AAS). Dari hasil pengukuran, diketahui bahwa logam Cu(II) dapat terekstrak secara optimum

sebesar 95,42% pada pH 12 dengan menggunakan perbandingan konsentrasi logam Cu(II) :

asetilaseton sebesar 1:1 sedangkan logam Cr(III) dapat tersekstrak secara optimum sebesar

52,61% pada pH 8 dengan perbandingan konsentrasi logam Cr(III) : asetilaseton sebesar 1:3.

Dari hasil karakterisasi diketahui bahwa senyawa kompleks [Cu(acac)2] dan [Cr(acac)3] telah

terbentuk.

Kata kunci: asetilaseton, pereaksi pengkhelat, ekstraksi logam Cu(II) dan Cr(III)

Abstract

In this study, the extraction of Cu(II) and Cr(III) was performed by using acetylacetone as a

chelating agent that dissolved in the organic phase as well as the characterization of the

acetylacetone complexes with both metal. Measurement of the extracted metal was done by using

Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). From the measurement, it is known that Cu(II) can

be optimally extracted by 95,42% at pH 12, by using a ratio of metal concentration of Cu(II):

acetylacetone of 1:1 whereas Cr(III) optimally extracted by 52,61% at pH 8, by using a ratio of

metal concentration of Cr(III): acetylacetone at 1:3. From the results it is known that the

characterization of complex compounds [Cu(acac)2] and [Cr(acac)3] was formed.

Keyword: acetylacetone, chelating agent, metal extraction of Cu(II) and Cr(III)

Page 2: Artikel [Cu(Acac)2] Dan [Cr(Acac)3]

PENDAHULUAN

Sampai saat ini, pemisahan dengan

menggunakan ekstraksi cair-cair masih terus

berkembang, hal ini karena banyak bidang

kajian ilmu yang proses pemisahannya

menggunakan ekstraksi cair-cair. Selain itu,

perkembangan ekstraksi cair-cair juga tidak

lepas dari tujuan utamanya yaitu untuk

mendapatkan zat analit yang efektif dan

efisien untuk dapat dianalisis. Oleh karena

itu, penelitian-penelitian tentang ekstraksi

cair-cair, mulai dari jenis ekstraksi cair-cair

yang digunakan, jenis analit yang

dipisahkan, pelarut dan pereaksi

pengompleks yang digunakan masih perlu

dilakukan. Ekstraksi dengan cara

pembentukkan senyawa kompleks khelat

merupakan cara yang paling luas

penggunaannya dalam ekstraksi cair-cair

terhadap logam (Soebagio, dkk., 2003)

Ekstraksi cair-cair terhadap beberapa

logam dengan menggunakan pereaksi

pengkhelat asetilaseton sudah pernah

dilakukan sebelumnya oleh Tabushi (1959).

Namun pada penelitan tersebut asetilaseton

yang digunakan sebagai pereaksi pengkhelat

dilarutkan terlebih dahulu di dalam fasa air.

Cara yang dilakukan oleh Tabushi

merupakan cara yang tidak umum digunakan

dalam ekstraksi cair-cair dengan

menggunakan pereaksi pengkhelat, karena

pada umumnya pereaksi pengkhelat pada

ekstraksi cair-cair ditambahkan ke dalam

fasa organik (Soebagio, dkk., 2003).

Pada penelitian ini, asetilaseton

digunakan sebagai pereaksi pengkhelat yang

dilarutkan dalam fasa organik, yaitu

kloroform. Penggunaan asetilaseton sebagai

pereaksi pengkhelat karena asetilaseton

mempunyai sifat sangat mudah larut dalam

kloroform sebagai fasa organik (dengan

perbandingan pelarut dan zat terlarut 1:1)

dan banyak yang logam yang dapat

membentuk senyawa kompleks khelat

dengan asetilaseton, seperti logam Cu(II)

dan logam Cr(III) (Fernelius, 1946). Selain

itu, asetilaseton merupakan senyawa

golongan β-diketon yang baik sebagai

pereaksi pengkhelat dalam proses ekstraksi

logam. Pada penelitian ini, logam Cu(II)

dipilih karena pada ekstraksi terhadap

beberapa logam yang dilakukan Tabushi

menunjukkan bahwa persen terekstraksi

yang tinggi, yaitu sebesar 85% dan senyawa

kompleks [Cu(acac)2] merupakan senyawa

kompleks yang stabil dan mudah untuk

terbentuk (Charles, 1957 dan Kirna, 1998).

Sedangkan logam Cr(III) dipilih karena

belum ada penelitian yang melakukan

ekstraksi terhadap logam Cr(III) dengan

menggunakan asetilaseton sebagai pereaksi

pengkhelat, sehingga belum diketahui

berapa persen terekstraksi logam tersebut

dengan cara yang sama seperti yang

dilakukan pada logam Cu(II).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini terdiri dari beberapa

tahapan, yaitu memperlajari pengaruh pH

terhadap ekstraksi, pengaruh konsentrasi

asetilaseton sebagai pereaksi pengkhelat

terhadap ekstraksi, dan karakterisasi

senyawa kompleks hasil ekstraksi dengan

menggunakan Spektrofotometer UV-Vis,

FTIR, dan TG-DTA.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah gelas

kimia, pipet volume, corong pisah, kaca

preparat, pipa kapiler, labu ukur, buret, pipet

tetes, botol vial, corong Buchner,

mikroskop, Atomic Absorbstion

Spectrofotometer (AAS) Varian 220 FS,

Thermal Gravimetric – Differential Thermal

analysis (TG-DTA) Shimadzu 60 A, dan

Spektrofotometer UV-Vis mini Shimadzu.

Bahan-bahan yang digunakan adalah

akuades, natrium asetat, amonium

hidroksida, asetilaseton, kloroform, metanol,

Page 3: Artikel [Cu(Acac)2] Dan [Cr(Acac)3]

kromium(III) klorida heksahidrat,

tembaga(II) klorida dihidrat, besi(III) klorida

heksahidrat, dan asam klorida.

Cara Kerja

Pengaruh pH Terhadap Ekstraksi

Pengaruh pH pada ekstraksi logam

Cu(II) dilakukan dengan cara memasukkan

larutan logam Cu(II) 20 ppm 10 mL dan

larutan penyangga pH tertentu sebanyak 5,0

mL ke dalam corong pisah 100 mL. Setiap

corong pisah berisi pH yang bervariasi,

mulai dari pH 7 sampai dengan pH 12.

Kemudian ditambahkan larutan asetilaseton

60 ppm 10 mL dan kloroform sebanyak 5,0

mL.

Setelah semua pereaksi telah

dimasukkan ke dalam corong pisah,

dilakukan pengocokan untuk semua corong

pisah dengan alat pengocok EYELA MMS-

3000 selama 1 jam dengan kecepatan 157

rpm pada suhu ruang. Setelah pengocokan,

fasa air dan fasa organik dipisahkan. Fasa air

diukur konsentrasi logamnya dengan

menggunakan AAS.

Untuk logam Cr(III), pengaruh pH

terhadap ekstraksi dapat diketahui dengan

cara yang sama seperti mengetahui pengaruh

pH logam Cu(II), namun dengan rentang

variasi pH 4 sampai dengan pH 9.

Pengaruh Konsentrasi Asetilaseton

Terhadap Ekstraski

Pengaruh konsentrasi asetilaseton pada

ekstraksi logam Cu(II) dilakukan dengan

memasukkan larutan logam Cu(II) 20 ppm

sebanyak 10,0 mL dan larutan penyangga

pH 12 sebanyak 5,0 mL ke dalam corong

pisah 100 mL. Kemudian ditambahkan

larutan asetilaseton dengan variasi

konsentrasi 20, 40, 60, 80, dan 100 ppm

sebanyak 10,0 mL dan kloroform 5,0 mL.

Setelah semua pereaksi dimasukkan ke

dalam corong pisah, dilakukan pengocokan

dan pengukuran seperti pada perlakuan

sebelumnya.

Untuk mengetahui pengaruh

asetilaseton terhadap ekstraksi logam Cr(III)

dilakukan dengan cara yang sama dengan

cara untuk mengetahui pengaruh konsentrasi

asetilaseton untuk logam Cu(II) pada pH 8.

Karakterisasi Senyawa Kompleks

[Cu(acac)2] dan [Cr(acac)3]

Karakterisasi untuk senyawa kompleks

[Cu(acac)2] dilakukan dengan menggunakan

spektrofotometer UV-Vis, FTIR dan TG-

DTA terhadap senyawa kompleks yang telah

dimurnikan dengan cara rekristalisasi.

Penentuan kemurnian kristal dilakukan

dengan uji titik leleh.

Karakterisasi menggunakan

spektrofotometer UV-Vis, dilakukan dengan

melarutkan terlebih dahulu kristal senyawa

kompleks [Cu(acac)2] dalam 100 mL

kloroform dengan konsentrasi 1000 ppm.

Larutan tersebut kemudian dilakukan

pemindaian pada daerah 400-800 nm.

Karakterisasi senyawa kompleks [Cu(acac)2]

menggunakan FTIR dilakukan dengan

menggunakan metode pelet KBr dari

bilangan gelombang 4000-500 cm-1

, dan

untuk karakterisasi kestabilan senyawa

kompleks terhadap suhu, dilakukan dengan

metode Termogravimetri Analisis.

Karakterisasi terhadap senyawa

kompleks [Cr(acac)3] dilakukan dengan cara

yang sama seperti karakterisasi senyawa

kompleks [Cu(acac)2].

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh pH Terhadap Ekstraksi.

Ekstraksi untuk mengetahui pengaruh

pH terhadap ekstraksi logam Cu(II) dan

Cr(III) dilakukan secara terpisah untuk

Page 4: Artikel [Cu(Acac)2] Dan [Cr(Acac)3]

masing-masing logam, hasil yang diperoleh

ditunjukkan pada tabel 1

Tabel 1. Hasil ekstraksi logam Cu(II) dan

logam Cr(III) dengan asetilaseton sebagai

pereaksi pengkhelat

Cu(II) Cr(III)

pH

Persen

Ekstraksi

(%)

pH

Persen

Ekstraksi

(%)

4 46,69 7 42,93

5 50,29 8 56,10

6 58,75 9 64,88

7 63,13 10 82,41

8 63,22 11 85,46

9 63,32 12 94,55

Ekstraksi untuk logam Cu(II) dilakukan

secara bertahap, dimulai pada pH 7 sampai

dengan pH 9 terlebih dahulu. Dari hasil

ekstraksi menunjukkan adanya peningkatan

harga persen ekstraksi seiring dengan

peningkatan harga pH, sehingga ekstraksi

selanjutnya dilakukan pada pH di atas 9.

Namun pada pH 13, larutan logam Cu(II)

sudah mengalami pengendapan, sehingga

eksraksi tidak dilakukan hingga pH 13,

selain itu, karena harga persen ekstraksi

pada pH 12 sudah mencapai 94,55%, sudah

dianggap efektif untuk mengekstrak logam

Cu(II).

Pada ekstraksi logam Cr(III), ekstraksi

juga dilakukan secara bertahap mulai dari

pH 7 sampai dengan pH 9. Dari hasil

ekstraksi, menunjukkan peningkatan harga

persen ekstraksi yang tidak signifikan

dengan peningkatan harga pH. Namun pada

pH 10, larutan Cr(III) telah terjadi endapan

sehingga ekstraksi tidak dapat dilakukan

lebih dari pH 9. Oleh karena itu, ekstraksi

dilakukan pada pH 4 sampai dengan 6.

Ekstraksi harus berlangsung dalam

keadaan basa, karena asetilaseton akan

bereaksi pada logam dalam suasana basa,

sedangkan dalam suasana basa, logam

sangat rentan terjadi pengendapan. Oleh

karena itu, pH yang optimum adalah pH

yang dalam suasana basa, tidak terjadi

pengendapan, dan tidak terjadi lagi

peningkatan harga persen ekstraksi yang

signifikan.

Pengaruh Konsentrasi Asetilaseton

Terhadap Ekstraksi

Hasil ekstraksi untuk mengetahui

pengaruh konsentrasi asetilaseton terhadap

ekstraksi logam Cu(II) dan Cr(III)

ditunjukkan pada tabel 2

Tabel 2. Hasil ekstraksi logam Cu(II) dan

logam Cr(III) terhadap beberapa konsentrasi

asetilaseton

Konsentrasi

Asetilaseton

(ppm)

Persen Ekstraksi (%)

Cu(II) Cr(III)

20 95,42 37,83

40 98,16 43,68

60 98,89 52,61

80 99,42 51,02

100 99,68 50,87

Berdasarkan hasil tabel 2, untuk logam

Cu(II) 20 ppm, dengan konsentrasi

asetilaseton 20 ppm, harga %E dapat

mencapai 95,42%. Sedangkan pada ekstraksi

logam Cr(III) dengan konsentrasi yang sama

seperti logam Cu(II), harga persen ekstraksi

maksimal tercapai pada konsentrasi

asetilaseton 60 ppm yaitu dengan 52,61%.

Kecilnya harga persen ekstraksi pada

logam Cr(III) dikarenakan pembentukan

senyawa kompleks [Cr(acac)3] yang sukar

terjadi pada suhu ruang. Sedangkan pada

logam Cu(II), pembentukan senyawa

kompleks [Cu(acac)2], dapat terjadi dengan

baik pada suhu ruang.

Karakterisasi Senyawa Kompleks

[Cu(acac)2] dan [Cr(acac)3]

Spektrofotometer UV-Vis

Page 5: Artikel [Cu(Acac)2] Dan [Cr(Acac)3]

Hasil pengukuran dengan menggunakan

spektrofotometer UV-Vis, dapat mengetahui

puncak serapan maksimum dan energi

pembentukkan senyawa kompleks dari

[Cu(acac)2] dan [Cr(acac)3]. Gambar 1

menunjukkan hasil analisis spektrofotometer

UV-Vis untuk senyawa kompleks

[Cu(acac)2] dan [Cr(acac)3].

(a)

(b)

Gambar 1. Hasil analisis spektrofotometer

UV-Vis untuk senyawa kompleks

[Cu(acac)2] (a) dan [Cr(acac)3] (b)

Pada Gambar 1, dapat terlihat puncak

serapan maksimum dari senyawa kompleks

[Cu(acac)2] terdapat pada panjang

gelombang 657,0 nm. Sedangkan hasil

pengukuran puncak serapan maksimum

untuk senyawa kompleks [Cr(acac)3],

puncak serapan terjadi pada panjang

gelombang 560,5 nm. Dari kedua spektra

UV-Vis yang diperoleh, dapat terlihat

perbedaan puncak serapan yang jelas, hal

dikarenakan warna dari masing-masing

senyawa kompleks yang berbeda. Warna

senyawa kompleks untuk [Cu(acac)2] adalah

biru sedangkan warna senyawa kompleks

dari [Cr(acac)3] adalah merah muda.

Selain itu, dari spektra kedua senyawa

kompleks tersebut juga dapat diketahui

energi pembentukkan senyawa kompleks

untuk masing-masing senyawa kompleks.

Meskipun ligan yang menyusun kedua

senyawa kompleks tersebut merupakan ligan

yang sama, tapi ketika membentuk senyawa

kompleks dengan logam yang berbeda,

maka akan memiliki energi pembentukkan

senyawa kompleks yang berbeda pula.

Spektra FTIR

Spektra FTIR hasil pengukuran untuk

senyawa kompleks [Cu(acac)2] dan

[Cr(acac)3] ditunjukkan pada Gambar 2.

Pada spektra senyawa kompleks

asetilaseton dengan logam Cu(II), terdapat

puncak serapan yang dikenali seperti pada

penelitian Kirna dan Nakamoto, yaitu

terdapat pada bilangan gelombang

2970-2920 cm-1

puncak serapan untuk

regangan C-H pada CH3 pada senyawa

kompleks [Cu(acac)2]. Namun ada juga

puncak serapan yang tak dikenali, yaitu pada

daerah 3433 cm-1

. Puncak serapan tersebut

diperkirakan berasal dari gugus O-H yang

berasal dari tautomer keto-enol, oleh karena

itu puncak serapan yang muncul berada pada

daerah gugus O-H pada alkohol, tapi puncak

serapan yang terjadi tidak besar, karena

karakter dari gugus O-H pada bentuk enol

yang kecil pada senyawa tersebut. Mungkin

juga puncak serapan ini terjadi karena

adanya sisa metanol pada saat karakterisasi,

Hanya puncak serapan ini tidak terdapat

pada penelitian Kirna maupun Nakamoto.

Gambar 1 menunjukkan spektra hasil

karakterisasi dengan menggunakan FTIR.

Page 6: Artikel [Cu(Acac)2] Dan [Cr(Acac)3]

Puncak serapan selanjutnya, pada

bilangan gelombang 1577 cm-1

adalah

puncak serapan untuk regangan gugus fungsi

C=C, sedangkan pada bilangan gelombang

sekitar 1531 cm-1

, merupakan pecahan dari

puncak C=O yang disebabkan oleh adanya

ikatan konjugasi pada asetilaseton.

Pada daerah bilangan gelombang

1458-973 cm-1

merupakan vibrasi bending

C-H, kombinasi antara vibrasi regangan

C=C, dan C=O dengan vibrasi bending C-H.

Puncak kuat pada sekitar bilangan

gelombang 783 cm-1

berasal dari vibrasi

bending C-H aromatik. Puncak-puncak

lemah pada 684-613 cm-1

berasal dari

kombinasi antara vibrasi bending-H atau C-

C dengan vibrasi regangan ikatan koordinasi

M-O. namun pada penelitian ini, karena

keterbatasan kemampuan alat yang

digunakan, maka tidak dapat mengukur

bilangan gelombang di bawah 500 cm-1,

sehingga tidak dapat mengamati vibrasi

sidik jari di bawah bilangan gelombang

tersebut.

Pada beberapa daerah bilangan

gelombang, senyawa kompleks asetilaseton

dengan logam Cr(III) yang telah terbentuk,

memiliki pola yang hampir sama seperti

senyawa kompleks asetilaseton dengan

logam Cu(II). Hal ini karena jika

asetilaseton dengan logam Cr(III)

membentuk senyawa kompleks [Cr(acac)3],

maka akan memiliki banyak kesamaan

gugus fungsi dengan senyawa kompleks

yang terbentuk antara asetilaseton dengan

logam Cu(II) yaitu [Cu(acac)2], namun

spektrum yang muncul tentu berbeda.

Perbedaan spektrum yang muncul untuk

senyawa kompleks [Cr(acac)3] dapat terlihat

dari intensitas serapannya atau pergeseran

puncak serapan. Pada beberapa daerah

bilangan gelombang tertentu, spektrum

senyawa kompleks [Cr(acac)3] memiliki

perbedaan dengan spektrum senyawa

kompleks [Cu(acac)2], perbedaan mencolok

terjadi pada daerah bilangan gelombang

infra merah 700-500 cm-1

.

Pada penelitian ini, hasil pengukuran

dengan menggunakan FTIR pada daerah

bilangan gelombang 700-500 cm-1

, terdapat

puncak yang khas untuk senyawa kompleks

[Cu(acac)2] dan [Cr(acac)3] seperti yang

terdapat hasil pengukuran yang dilakukan

oleh Nakamoto.

Gambar 2. Perbandingan spektra FTIR asetilaseton, [Cu(acac)2], dan [Cr(acac)3]

Page 7: Artikel [Cu(Acac)2] Dan [Cr(Acac)3]

Analisis Termal Senyawa Kompleks

[Cu(acac)2] dan [Cr(acac)3]

Gambar 3 menunjukkan termogram

[Cu(acac)2] hasil pengukuran dengan

menggunakan TG-DTA.

Gambar 3. Termogram senyawa kompleks

[Cu(acac)2] hasil pengukuran dengan

menggunakan TG-DTA

Gambar 3 menunjukkan penurunan

massa senyawa kompleks tersebut seiring

dengan meningkatnya suhu. Senyawa

kompleks [Cu(acac)2] mulai terjadi

penurunan massa pada suhu 289,16 oC dan

berhenti pada suhu 304,07 oC, hal ini terjadi

karena zat tersebut mengalami dekomposisi

sebesar 63,12%. Bagian pada senyawa

kompleks [Cu(acac)2] yang terdekomposisi

terlebih dahulu adalah bagian ligan, karena

ligan pada senyawa kompleks [Cu(acac)2]

teridiri dari hidrokarbon, sehingga memiliki

kemungkinan untuk terdekomposisi terlebih

dahulu dari pada logam sebagai atom pusat.

Pada termogram DTA, dapat terlihat puncak

pada daerah sekitar 288-289 oC, puncak ini

menunjukkan titik leleh dari senyawa

kompleks [Cu(acac)2] yang diuji. Jika dilihat

dari titik leleh [Cu(acac)2] yang 284-288 oC,

maka dapat dikatakan bahwa senyawa

kompleks yang diuji adalah senyawa

kompleks [Cu(acac)2] yang murni.

Sedangkan untuk termogram senyawa

kompleks [Cr(acac)3] ditunjukkan pada

Gambar 4.

Gambar 4. Termogram senyawa kompleks

[Cr(acac)3] hasil pengukuran dengan

menggunakan TG-DTA

Gambar 4 menunjukkan termogram

TGA senyawa kompleks [Cr(acac)3], dapat

terlihat bahwa senyawa kompleks tersebut

mulai terjadi penurunan massa mulai pada

suhu 213-282 oC, hal ini terjadi karena

senyawa kompleks tersebut mengalami

dekomposisi. Diperkirakan hal ini terjadi

karena ligan pada senyawa kompleks

[Cr(acac)3] yang mengalami dkomposisi.

Namum, pada suhu berikutnya, [Cr(acac)3]

Page 8: Artikel [Cu(Acac)2] Dan [Cr(Acac)3]

tidak mengalami penurunan massa secara

signifikan, dari 282–540 oC hanya terjadi

penurunan massa sebesar 10%. Jika melihat

termogram DTA, maka akan terlihat mulai

adanya perubahan pada suhu 213,30 oC,

suhu tersebut adalah titik leleh dari senyawa

[Cr(acac)3].

KESIMPULAN

Dari penelitian ini, dapat ditarik

kesimpulan yaitu:

1. Kondisi ekstraksi cair-cair untuk

ekstraksi logam Cu(II) adalah pada pH

12 dengan perbandingan konsentrasi

antara asetilaseton dengan logam Cu(II)

sebesar 1:1 dan kondisi untuk ekstraksi

logam Cr(III) adalah pada pH 8 dengan

perbandingan konsentrasi antara

asetilaseton dengan logam Cr(III)

adalah 3:1.

2. Harga persen ekstraksi untuk logam

Cu(II) pada pH dan konsentrasi

asetilaseton optimum sebesar 95,42%

dan untuk logam Cr(III) sebesar

52,61%.

3. Dari hasil karakterisasi diketahui bahwa

senyawa kompleks [Cu(acac)2] dan

[Cr(acac)3] telah terbentuk.

DAFTAR PUSTAKA

Charles. Robert G. 1957. Comparative Heat

Stabilities of Some Metal

Acetylacetonate Chelates. J. Phys.

Chem. 62. 440-444.

Diaz-Acosta, Irina. 2001. Calculated and

Experimental Geometries and

Infrared Spectra of Metal Tris-

Acetylacetonates: Vibrational

Spectrocopy as A Probe of

Molecular Structure for Ionic

Complexes Part I. J. Phys. Chem.

105. 238-244.

Fernelius, W. Conard. (1946). Inorganic

Syntheses Volume II. New York:

McGraw-Hill Company, Inc.

Fukuda, Yutaka. 1970. Formation Constants

of Chromium(II) Complexes with

(O,O)-, (O,N)- and (N,N)- Type

Ligands and Comparasion with

Those of Other First Transition

Metal Complexes. Chemical Society

of Japan. 43. 745-749

Imamkhasani, Soemanto. (2001). Lembar

Data Keselamatan Bahan Vol.III.

Bandung: LIPI.

Kirna, I Made. 1998. Sintesis dan

Karakterisasi Spektra Inframerah

Kompleks Asetilasetonato M(II).

ISJD. 31. 32-43

Mudzakir, Ahmad. (1997). Sintesis 1-fenil-

3-metil-4-benzoil-5-pirazolon dan

Penggunaannya pada Ekstraksi

Sinergis Kobalt (II) dan Kadmium

(II). Tesis. Program Pascasarjana

UGM. Tidak Diterbitkan.

Nakamoto, K. (2009). Infrared and Raman

Spectra of Inorganic and

Coordination Compounds Part B

Sixth Edition. New Jersey: John

Wiley and Sons, Inc.

Permanasari, Anna, dkk. (2007). Kimia

Analitik 2. Jakarta: Universitas

Terbuka.

Seco, Miquel. 1989. Acetylacetone: A

Versatile Ligand. 1989. J. Chem.

Educ. 66. 779.

Silvestre, Cristina I.C. 2009. Liquid-liquid

Extraction in Flow Analysis: A

Critical Review. Analytica Chimica

Acta. 652. 54-65.

Page 9: Artikel [Cu(Acac)2] Dan [Cr(Acac)3]

Skoog, Douglas, A. (2004). Fundamentals

of Analitical Chemistry Eight

Edition. Kanada: Brooks/Cole.

Soebagio, dkk. (2003). Kimia Analitik II.

Malang: Jurusan Kimia FMIPA

Universitas Negeri Malang

Tabushi, Masayuki. 1959. Solvent

Extraction of Metal

Acetylacetonates. Bull. Inst. Chem.

37. 9.

Vigato, P. Alessandro. 2009. The Evolution

of β-diketone or β-diketophenol

ligands and related complexes.

Coordination Chemistry. 253.

1099-1201.