aplikasi metode spasial durbin model (sdm) untuk analisis...

12
A-1 APLIKASI METODE SPASIAL DURBIN MODEL (SDM) UNTUK ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENCEMARAN UDARA DI KABUPATEN BANTUL, DIY Kris Suryowati 1 , Rokhana Dwi Bekti 2 , Khaifa Zulfenia 3 1,2,3 Jurusan Statistika, Fakultas Sains Terapan, Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta e-mail : 1 [email protected], 2 [email protected], 3 [email protected] ABSTRACT The continuously increasing population will have an impact on increasing industrial activities, technological developments and so on, thus impacting on the deterioration of the quality of health and the environment, especially air. Bantul Regency in Special Region of Yogyakarta (DIY), which consists of 17 sub-districts, is an area that continues to grow and has increased population activities. In 2014, 16 sub-districts had been contaminated by air quality. To find out things that can affect air pollution in the area, this study conducted Spatial Autoregressive Models (SAR). This method is used as an alternative OLS method that does not meet assumptions when used in the case of spatial data. The reason for using SAR is because there is an autocorrelation in air quality among sub-districts. By OLS regression model, a significant factor influencing is the number of villages according to the type of transportation infrastructure. However, this model does not pay attention to the geographical location factor and the residual assumption that normal distribution is not met. The results of SAR model show that if the population density is high, transportation infrastructure is high, and the number of landfills in the hole or burned high then the number of villages polluted. also high. A sub-district will have a high number of polluted villages if it is adjacent to other sub-districts with a high number of polluted villages. However, the variable that has a significant influence (α = 5%) on air pollution is number of villages according to the type of transportation infrastructure. Keywords : air pollutant, regression analysis, Spatial Autoregressive Model ABSTRAK Peningkatan jumlah penduduk berdampak pada peningkatan aktifitas industri, perkembangan teknologi, yang berakibat menurunnya kualitas lingkungan hidup khususnya udara sehingga dapat menurunkan tingkat kesehatan masyarakat. Salah satu di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yaitu Kabupaten Bantul terdiri dari 17 kecamatan, merupakan daerah yang terus berkembang dan aktifitas penduduk meningkat juga terdapat alih fungsi lahan, pariwisata juga mengalami peningkatan. Berdasarkan data bahwa pada tahun 2014, dari 17 kecamatan 16 diantaranya telah tercemar kualitas udaranya. Untuk mengetahui hal yang dapat mempengaruhi pencemaran udara di wilayah Bantul, maka penelitian ini digunakan analisis regresi Spatial Durbin Models (SDM). Metode ini digunakan sebagai alternatif metode OLS yang tidak memenuhi asumsi ketika digunakan pada kasus data spasial. Alasan penggunaan SDM dikarenakan kualitas udara antar wilayah saling berhubungan. Berdasarkan model regresi dengan metode OLS, faktor yang signifikan berpengaruh adalah jumlah desa menurut jenis prasarana transportasi, tetapi model ini tidak memperhatikan faktor lokasi geografis dan asumsi residual tidak terpenuhi distribusi normal. Melalui model SDM, diperoleh hasil bahwa jika kepadatan penduduk meningkat, prasarana transportasi meningkat, dan jumlah jenis tempat pembuangan sampah dalam lubang atau dibakar tinggi maka jumlah desa yang tercemar udara juga meningkat. Berkaitan dengan letak geografis sehingga kecamatan yang memiliki jumlah desa tercemar tinggi maka kecamatan-kecamatan lain yang bertetanggan akan memiliki jumlah desa tercemar yang tinggi juga. Tetapi, variabel yang memberikan pengaruh signifikan (α=5%) pada pencemaran udara adalah variabel jumlah desa menurut jenis prasarana transportasi. Kata kunci : pencemaran udara, analisis regresi, Spatial Durbin Model

Upload: others

Post on 12-Aug-2020

21 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: APLIKASI METODE SPASIAL DURBIN MODEL (SDM) UNTUK ANALISIS …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/suryowati_22922.pdf · Berdasarkan data bahwa pada tahun 2014, dari

A-1

APLIKASI METODE SPASIAL DURBIN MODEL (SDM) UNTUK ANALISIS FAKTOR

YANG MEMPENGARUHI PENCEMARAN UDARA DI KABUPATEN BANTUL, DIY

Kris Suryowati1, Rokhana Dwi Bekti2, Khaifa Zulfenia3

1,2,3Jurusan Statistika, Fakultas Sains Terapan, Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta

e-mail :[email protected], [email protected], [email protected]

ABSTRACT

The continuously increasing population will have an impact on increasing industrial activities, technological

developments and so on, thus impacting on the deterioration of the quality of health and the environment,

especially air. Bantul Regency in Special Region of Yogyakarta (DIY), which consists of 17 sub-districts, is an

area that continues to grow and has increased population activities. In 2014, 16 sub-districts had been

contaminated by air quality. To find out things that can affect air pollution in the area, this study conducted

Spatial Autoregressive Models (SAR). This method is used as an alternative OLS method that does not meet

assumptions when used in the case of spatial data. The reason for using SAR is because there is an

autocorrelation in air quality among sub-districts. By OLS regression model, a significant factor influencing is

the number of villages according to the type of transportation infrastructure. However, this model does not pay

attention to the geographical location factor and the residual assumption that normal distribution is not met. The

results of SAR model show that if the population density is high, transportation infrastructure is high, and the

number of landfills in the hole or burned high then the number of villages polluted. also high. A sub-district will

have a high number of polluted villages if it is adjacent to other sub-districts with a high number of polluted

villages. However, the variable that has a significant influence (α = 5%) on air pollution is number of villages

according to the type of transportation infrastructure.

Keywords : air pollutant, regression analysis, Spatial Autoregressive Model

ABSTRAK

Peningkatan jumlah penduduk berdampak pada peningkatan aktifitas industri, perkembangan teknologi,

yang berakibat menurunnya kualitas lingkungan hidup khususnya udara sehingga dapat menurunkan tingkat

kesehatan masyarakat. Salah satu di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yaitu Kabupaten Bantul terdiri dari 17

kecamatan, merupakan daerah yang terus berkembang dan aktifitas penduduk meningkat juga terdapat alih

fungsi lahan, pariwisata juga mengalami peningkatan. Berdasarkan data bahwa pada tahun 2014, dari 17

kecamatan 16 diantaranya telah tercemar kualitas udaranya. Untuk mengetahui hal yang dapat mempengaruhi

pencemaran udara di wilayah Bantul, maka penelitian ini digunakan analisis regresi Spatial Durbin Models

(SDM). Metode ini digunakan sebagai alternatif metode OLS yang tidak memenuhi asumsi ketika digunakan

pada kasus data spasial. Alasan penggunaan SDM dikarenakan kualitas udara antar wilayah saling

berhubungan. Berdasarkan model regresi dengan metode OLS, faktor yang signifikan berpengaruh adalah

jumlah desa menurut jenis prasarana transportasi, tetapi model ini tidak memperhatikan faktor lokasi geografis

dan asumsi residual tidak terpenuhi distribusi normal. Melalui model SDM, diperoleh hasil bahwa jika

kepadatan penduduk meningkat, prasarana transportasi meningkat, dan jumlah jenis tempat pembuangan

sampah dalam lubang atau dibakar tinggi maka jumlah desa yang tercemar udara juga meningkat. Berkaitan

dengan letak geografis sehingga kecamatan yang memiliki jumlah desa tercemar tinggi maka

kecamatan-kecamatan lain yang bertetanggan akan memiliki jumlah desa tercemar yang tinggi juga. Tetapi,

variabel yang memberikan pengaruh signifikan (α=5%) pada pencemaran udara adalah variabel jumlah desa

menurut jenis prasarana transportasi.

Kata kunci : pencemaran udara, analisis regresi, Spatial Durbin Model

Page 2: APLIKASI METODE SPASIAL DURBIN MODEL (SDM) UNTUK ANALISIS …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/suryowati_22922.pdf · Berdasarkan data bahwa pada tahun 2014, dari

A-2

1. PENDAHULUAN

Menurut Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. 02 tahun 1988,

pencemaran udara adalah masuk atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi dan komponen lain ke udara

atau berubahnya tatanan udara oleh kegiatan manusia atau proses alam sehingga kualitas udara turun hingga ke

tingkat tertentu yang menyebabkan udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan

peruntukannya. Banyak faktor yang menyebabkan meningkatnya potensi pencemaran udara, diantaranya dapat

disebabkan oleh aktivitas manusia seperti yang berasal dari pabrik, kendaraan bermotor, pembakaran sampah,

sisa pertanian dan peristiwa alam seperti kebakaran hutan, letusan gunung api yang mengeluarkan debu, gas dan

awan panas.

Kabupaten Bantul di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yang terdiri dari 17 kecamatan, merupakan

daerah yang terus berkembang dan mengalami peningkatkan aktifitas penduduk. Pertumbuhan penduduk terus

meningkat, dimana laju pertumbuhan penduduknya pada 2000 – 2010 adalah 1,56%. Sementara itu, dengan luas

wilayah 506,85 km2 , kepadatan penduduk Kabupaten Bantul tahun 2016 adalah 1.940 jiwa per km2 (BPS,

2017). Menurut data Buku Potensi Desa, pada tahun 2011 terdapat 7 kecamatan yang mengalami pencemaran

udara kemudian pada tahun 2014 meningkat menjadi 16 kecamatan. Menurut data pemantauan kualitas udara

ambient di Kabupaten Bantul sejak tahun 2004 hingga 2015, parameter Total Suspenden Particulate (TSP) telah

melampaui baku mutu yang dipersyaratkan. Sementara itu, konsentrasi SO2 dan CO di udara ambien juga terus

mengalami peningkatan sejak tahun 2014 hingga 2016. Peningkatan konsentrasi zat tersebut merupakan salah

satu penyebab terjadinya penurunan kualitas udara.

Banyak faktor yang menyebabkan meningkatnya pencemaran udara di Kabupaten Bantul. Untuk

mengetahui faktor-faktor dominan, maka penelitian ini melakukan analisis statistik regresi spasial. Analisis

regresi spasial merupakan pengembangan dari metode regresi linier klasik Ordinary Least Square (OLS)

berdasarkan hukum Tobler yang menyatakan“ bahwa segala sesuatu saling berhubungan satu dengan yang

lainnya, tetapi sesuatu yang lebih dekat akan mempunyai pengaruh yang lebih daripada sesuatu yang jauh”. Ini

berarti adanya pengaruh tempat atau spasial pada data yang dianalisis.

Metode OLS tidak memperhatikan posisi geografi data yang digunakannya atau tidak memperhatikan

unsur spasial dalam analisisnya. Dalam permodelan, apabila metode OLS digunakan sebagai alat analisis pada

data spasial, maka dapat menyebabkan kesimpulan yang kurang tepat karena asumsi error saling bebas dan

asumsi homogenitas tidak terpenuhi. Begitu juga pada analisis pemodelan pencemaran udara. Kualitas udara dan

pencemarannya juga sangat dipengaruhi oleh faktor posisi geografi. Setiap daerah memiliki kondisi geografi dan

pencemaran udara yang berbeda-beda. Selain itu, pencemaran kualitas udara antar daerah juga dapat saling

berhubungan. Dengan demikian, regresi spasial perlu digunakan.

Salah satu jenis model regresi spasial adalah Spatial Durbin Model (SDM) merupakan penyempurnaan

model SAR dengan memberikan lag pada variabel yang berpengaruh menurut Anselin dan Rey (2010), SDM

adalah model yang mengkombinasikan model SAR dengan lag spasial pada variabel dependen artinya spasial

lag muncul saat nilai observasi variabel dependen pada suatu lokasi berkorelasi dengan nilai observasi variabel

dependen di lokasi sekitarnya. Beberapa penelitian yang menggunakan metode ini diantaranya Melati dkk

Page 3: APLIKASI METODE SPASIAL DURBIN MODEL (SDM) UNTUK ANALISIS …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/suryowati_22922.pdf · Berdasarkan data bahwa pada tahun 2014, dari

A-3

(2016) serta Bekti, Nurhadiyanti, Irwansyah. (2014). Penelitian yang menggunakan metode regresi spasial

lainnya diantaranya Saputri dan Suryowati (2018), Suryowati, Bekti, dan Faradila (2018).

Penelitian ini menggunakan metode regresi spasial SDM untuk mendapatkan faktor-faktor yang

signifikan mempengaruhi pencemaran udara di Kabupaten Bantul. Dengan analisis ini diharapkan dapat

memberikan informasi pencemaran udara dari segi pola dan faktor spasial.

2. METODE PENELITIAN

Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder yang didasarkan pada tahun 2014 dengan

17 Kecamatan di Kabupaten Bantul. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kaupaten Bantul.

Variabel yang digunakan dalam penelitian terdiri dari variabel dependen (Y) yang berupa jumlah desa

menurut jenis pencemaran lingkungan yakni pencemaran udara. Data ini diperoleh dari Buku Statistik Potensi

Desa Kabupaten Bantul 2014. Sementara itu, variabel independen yang terdiri dari kepadatan penduduk (X1),

prasarana transportasi (X2), dan jenis tempat pembuangan sampah (X3). Kepadatan penduduk didefinisikan

sebagai Jumlah penduduk tiap wilayah (km2). prasarana transportasi didefinisikan sebagai Jumlah desa menurut

jenis prasarana transportasi darat berupa jalan yang dilalui oleh kendaraan. Jenis tempat pembuangan sampah

didefinisikan sebagai Jumlah desa menurut jenis tempat pembuangan sampah dalam lubang atau dibakar.

Metode analisis yang digunakan adalah regresi Spatial Durbin Model (SDM). Analisis regresi spasial

digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen dan variabel independen dengan

mempertimbangkan keterkaitan antar wilayah dalam artian memperhitungkan ketergantungan antar pengamatan

yang satu dengan pengamatan yang lain. Pengamatan yang dikumpulkan bisa berasal dari suatu titik atau area di

suatu wilayah tertentu. Menurut Anselin (2013), LeSage dan Pace (2009) model umum regresi spasial dapat

ditunjukkan pada persamaan sebagai berikut:

(1)

dengan u = λW2 + ε ε ~ N(0, 2I)

Keterangan:

y : vektor variabel dependen, ukuran (n x 1)

X : matriks variabel independen, ukuran (n x (k+1))

β : vektor parameter koefisien regresi, berukuran (k+1) x 1

ρ : parameter koefisien lag variabel dependen

λ : parameter koefisien lag pada error

u : vektor error berukuran (n x 1)

ε : vektor error berukuran (n x 1)

W1,W2 : Matriks pembobot, berukuran (n x n)

Pada persamaan (1), jika nilai ρ ≠ 0 atau λ = 0 maka menjadi Spatial Autoregressive Model (SAR)

seperti pada persamaan (2) yang mengasumsikan bahwa proses autoregressive hanya pada variabel dependen

y = ρW1y + Xβ + ε (2)

dan ε ~ N(0,2I)

Page 4: APLIKASI METODE SPASIAL DURBIN MODEL (SDM) UNTUK ANALISIS …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/suryowati_22922.pdf · Berdasarkan data bahwa pada tahun 2014, dari

A-4

Model SAR dalam bentuk matriks 𝒚 = 𝝆𝑾1y + 𝑿𝜷 + 𝜺 (3)

dengan

Spasial durbin model (SDM) merupakan kasus khusus dari SAR yaitu dengan menambahkan pengaruh

lag pada variabel independen sehingga ditambahkan spasial lag pada model. Pembobotan dilakukan pada

variabel independen maupun dependen. Bentuk model SDM adalah sebagai berikut (Anselin, 1988)& (Rokhana,

2017):

(4)

Memenihi dan

Estimasi Parameter Spatial Durbin Model Maximum Likelihood Estimation, dengan persamaan sebagai berikut:

(5)

dengan (6)

Estimasi adalah: dengan Z =[I X W1X] (7)

DenganZ =[I X W1X] (Anselin,1988)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1 berikut menunjukkan karakteristik pencemaran udara pada tahun 2011 dan 2014. Pada tahun

2011 di Kabupaten Bantul terdapat 7 kecamatan yang memiliki desa tercemar udara. Selanjutnya jumlah desa

tercemar semakin meningkat hingga tahun 2014, dimana terdapat 16 kecamatan yang memiliki desa tercemar

udara. Secara rata-rata, terdapat 4 desa tercemar udara (mengalamai pencemaran lingkungan yakni pencemaran

udara) di setiap kecamatan. Dengan demikian dari tahun 2011 menjadi 2014 terdapat peningkatan pencemaran

udara. Tahun 2011 Tahun 2014

Gambar 1. Peta Tematik Presentase Jumlah Desa Tercemar Tahun 2011 dan 2014

Page 5: APLIKASI METODE SPASIAL DURBIN MODEL (SDM) UNTUK ANALISIS …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/suryowati_22922.pdf · Berdasarkan data bahwa pada tahun 2014, dari

A-5

Selanjutnya Gambar 1 juga menunjukkan pola spasial Kecamatan yang tercemar menurut Jumlah Desa

dengan Jenis Pencemaran Udara di Kabupaten Bantul tahun 2014. Pengelompokan kelas interal dibagi menjadi 3

yaitu sebagai berikut:

1) Angka 0-3 menunjukkan Kecamatan yang memiliki 0-3 desa tercemar yaitu terdapat di Kecamatan Pajangan

dan Srandakan.

2) Angka 4-5 menunjukkan Kecamatan yang memiliki 4-5 desa tercemar yaitu terdapat di Kecamatan Sedayu,

Kasihan, Sewon, Piyungan, Pleret, Bantul, Pleret, Jetis, Pandak, Bamanglipuro, Pundong, Sanden dan Kretek

3) Angka 6-8 menunjukkan Kecamatan yang memiliki 6-8 desa tercemar yaitu terdapat di Kecamatan

Banguntapan, Imogiri dan Dlingo

Menurut pola spasial, dapat diketahui bahwa Kecamatan dengan banyak desa tercemar adalah saling

mengelompok dan berdekatan, sebagai contoh adalah Kecamatan Imogiri dan Dlingo. Sementara itu, Kecamatan

yang berada di wilayah timur lebih memiliki banyak desa tercemar dibandingkan dengan wilayah lainnya.

Gambar 2. Pola spasial Jumlah Desa Menurut Jenis Pencemaran Udara

Gambaran pola spasial variabel independen juga dapat dilihat di Gambar 3. Kecamatan yang memiliki

kepadatan penduduk tinggi terletak pada kelas interval 3.388-4.755 jiwa/km2 yaitu berada pada kecamatan

Kasihan, Sewon dan Banguntapan. Ketiga kecamatan cenderung mengelompok dan berada Kab. Bantul bagian

utara. Kecamatan dengan jumlah desa yang memiliki banyak prasarana transportasi, yaitu yang berupa berupa

jalan yang dilalui oleh kendaraan, berada pada kelas interval 7-8 desa yaitu terdapat di Kecamatan Banguntapan

dan Imogiri. Kecamatan yang memiliki banyak desa menurut jenis tempat pembuangan sampah dalam lubang

atau dibakar terletak pada kelas interval 7-8 yaitu berada di Kecamatan Imogiri.

Page 6: APLIKASI METODE SPASIAL DURBIN MODEL (SDM) UNTUK ANALISIS …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/suryowati_22922.pdf · Berdasarkan data bahwa pada tahun 2014, dari

A-6

Kepadatan Penduduk Prasarana Transportasi

Jenis Pembuangan Sampah

Gambar 3. Pola spasial Kepdatan Penduduk, Prasarana Transportasi, dan Jenis Pembuangan Sampah.

3.1 Pemodelan Regresi Metode Ordinary Least Square (OLS)

Pada gambar pola spasial menunjukkan adanya indikasi pengaruh spasial antara kecamatan yang satu

dengan lainnya. Dengan demikian, perlu juga dibuktikan dengan melakukan pengujian efek spasial guna

mengetahui apakah terdapat keterkaitan antar Kecamatan di Kabupaten Bantul. Namun demikian, sebelum

dilakukan pemodelan spasial terlebih dahulu melakukan pemodelan regresi dengan metode OLS serta menguji

asumsi residual normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi

Estimasi parameter model regresi metode Ordinary Least Square (OLS) yang tidak melibatkan efek

spasial disajikan di Tabel 1.

Tabel 1. Output Regresi Metode OLS

Variabel Std. Eror

P-value

Konstanta -1,0620 0,7795 -1,362 0,1962

0,0002 0,0003 0,890 0,3898

0,8777 0,3409 2,574 0,0231 *

0,2405 0,3837 0,627 0,5415

Page 7: APLIKASI METODE SPASIAL DURBIN MODEL (SDM) UNTUK ANALISIS …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/suryowati_22922.pdf · Berdasarkan data bahwa pada tahun 2014, dari

A-7

R-Square = 0,8756

P-value =

Berdasarkan tabel 1 diperoleh estimasi pemodelan regresi OLS sebagai berikut:

(8)

Secara umum, model dapat diinterpretasikan bahwa jika kepadatan penduduk (X1) di Kabupaten Bantul

naik sebesar 10.000 jiwa/km2 maka jumlah desa yang tercemar di Kabupaten Bantul naik sebesar 2 desa. Jika

jumlah desa menurut jenis prasarana transportasi darat berupa jalan (X2) naik sebesar satu jenis prasarana

transportasi maka dapat jumlah desa yang tercemar di Kabupaten Bantul naik sebesar 0,8777 desa. Jika jumlah

desa menurut jenis tempat pembuangan sampah dalam lubang atau dibakar (X3) naik sebesar satu jenis tempat

pembuangan sampah dalam lubang atau dibakar maka jumlah desa yang tercemar Kabupaten Bantul naik sebesar

0,2405 desa.

Model regresi OLS yang terbentuk mempunyai nilai R2 sebesar 0,8756 atau 87,56% yang berarti ketiga

variabel independen penelitian dapat menjelaskan pencemaran udara di Kabupaten Bantul sebesar 87,56%

sedangkan sisanya sebesar 12,44% dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Hasil pengujian asumsi klasik pada

model regresi OLS dilakukan dengan uji Shapiro Wilks, Uji Durbin Watson, nilai VIF, dan Breusch-Pagan. Hasil

pengujian menunnjukkan bahwa asumsi yang terpenuhi adalah residual independen, identik, dan tidak terjadi

multikolinearitas. Sementara itu, asumsi residual berdistribusi normal tidak terpenuhi.

Melalui pengujian pengujian signifikansi parameter menggunakan uji t diperoleh kesimpulan bahwa

terdapat satu variabel penelitian signifikan pada taraf α=5%, yakni variabel jumlah desa menurut jenis prasarana

transportasi darat (X2). Sedangkan kepadatan penduduk (X1) dan jumlah desa menurut jenis tempat pembuangan

sampah dalam lubang/dibakar (X2) tersebut tidak signifikan berpengaruh.

3.2 Uji Efek Spasial

Uji efek spasial dilakukan dengan 2 uji yaitu uji Lagrange Multiplier (LM) dan Moran’s I. Menurut uji

LM di Tabel 2, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat dependensi spasial dalam lag maupun error. Sedangkan

hasil uji Moran’s I di Tabel 3 memberikan kesimpulan bahwa ada autokorelasi spasial yang signifikan pada

α=5% di variabel kepadatan penduduk atau terdapat keterkaitan pada data kepadatan penduduk di Kabupaten

Bantul. Sementara itu, variabel dependen dan independen yang lain tidak memiliki autokorelasi spasial. Namun

demikian, berdasarkan perbandingan nilai E(I) dan Moran’s I, dapat diketahui bahwa nilai Moran’s I pada

variabel dependen (Y) dan jenis tempat pembuanangan sampah (X3) lebih besar dari E(I). Hal ini menunjukkan

ada pola mengelompok antar lokasi pada variabel tersebut.

Tabel 2. Output Lagrange Multiplier

No Uji dependensi spasial Nilai P-value

1 Lagrange Multiplier lag 0,022 0,882

2 Lagrange Multiplier error 0,004 0,948

Page 8: APLIKASI METODE SPASIAL DURBIN MODEL (SDM) UNTUK ANALISIS …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/suryowati_22922.pdf · Berdasarkan data bahwa pada tahun 2014, dari

A-8

Tabel 3. Hasil Uji Morans’I

Variabel Morans’I E(I) p-value

Y 0,0760 -0,0625 0,3626

X1 0,2350 -0,0625 0,04162 *

X2 -0,2502 -0,0625 0,7958

X3 0,0314 -0,0625 0,4948

3.3 Hasil Spatial Durbin Model (SDM)

Pada penelitian ini diawali pemodelan spasial SAR, selanjutnya untuk model SDM merupakan

pengembangan model lag vareabel bebas dan tidak bebas karena model SDM merupakan pengembangan model

sar yaitu melibatkan lag digunakan sebab pada Asumsi pengujian regresi metode OLS terdapat asumsi yang

tidak dipenuhi yaitu distribusi normal residual yang tidak terpenuhi. Selanjutnya hasil estimasi model SAR

disajikan di Tabel 4. Model yang didapatkan adalah

321 2398,08781,00002,00094.01021,1ˆ XXXYWY jij (9)

Tabel 4. Estimasi Parameter Model SAR

Variabel Koefisien Std.error

Pr(|Z|)

Konstanta -1,1021 0,9855 -1,1183 0,2634

X1 0,0002 0,0002 1,0224 0,3066

X2 0,8781 0,2984 2,9421 0,0033*

X3 0,2398 0,3358 0,7141 0,4751

0,0094 0,1674 0,0651 0,9553

AIC = 46,55

Dari model dapat diinterpretasikan bahwa jika kepadatan penduduk tinggi, prasarana transportasi tinggi,

dan jumlah jenis tempat pembuangan sampah dalam lubang atau dibakar tinggi maka jumlah desa tercemar udara

juga tinggi. Koefisien menunjukkan spasial lag variabel jumlah desa tercemar, memiliki nilai estimasinya adalah

0,0094. Angka ini menunjukkan bahwa kecamatan yang bertetanggan dengan kecamatan lain yang memiliki

jumlah desa tercemar tinggi maka akan memiliki jumlah desa tercemar yang tinggi. Pada uji signifikansi parameter

dengan α=5%, variabel independen yang memberikan pengaruh adalah variabel jumlah desa menurut jenis

prasarana transportasi (X2). Setelah dilakukan uji efek spasial SAR diperoleh kesimpulan bahwa tidak terdapat

autokorelasi spasial pada lag sehingga dilakukan pengujian menggunakan model SDM yang bertujuan untuk

mendapatkan hasil adanya efek spasial lag pada variabel dependen dan independen.

Hasil perhitungan berdasarkan output untuk model SDM , maka hasil perhitungan parameter diperoleh

pada tabel 5 berikut

Page 9: APLIKASI METODE SPASIAL DURBIN MODEL (SDM) UNTUK ANALISIS …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/suryowati_22922.pdf · Berdasarkan data bahwa pada tahun 2014, dari

A-9

Tabel 5 Hasil perhitungan parameter model SDM

Parameter Estimate

(intercept) 1,9903 1,3535 1,4705 0,1414

0,0004 0,0001 2,9378 0,0033*

1,1694 0,2147 5,4459 *

-0,1721 0,2479 -0,6944 0,4874

-0,0021 0,0005 -4,4604 *

1,5129 0,4733 3,1962 0,0013*

-0,9838 0,5682 -1,7316 0,0833

-0,3626 0,2777 -1,3057 0,19164

AIC = 33,058

*) signifikan pada

Persamaan modelnya adalah sebagai berikut,

Nilai estimasi parameter , , menunjukkan koefisien regresi non spasial dan nilai estimasi

parameter , , menunjukkan parameter lag spasial pada variabel independen. Nilai estimasi

parameter menunjukkan pengaruh spasial lag variabel dependen.

Estimasi parameter bernilai -0,3626 dan koefisien parameter bernilai negatif menunjukkan bahwa suatu

Kecamatan akan memiliki jumlah desa yang tercemar yang rendah jika berdekatan dengan Kecamatan yang

memiliki jumlah desa tercemar tinggi.

Estimasi parameter bernilai 0,0004 dan nilai estimasi parameter bernilai -0,0021. Koefisien

parameter lag kepadatan penduduk bernilai negatif, menunjukkan bahwa Kecamatan yang kepadatan

penduduknya rendah dan bersebelahan dengan Kecamatan yang kepadatan penduduknya rendah akan memiliki

kecamatan dengan jumlah desa yang tercemar tinggi.Sehingga hal ini menunjukkan jika kepadatan penduduk

menurun maka Kecamatan dengan jumlah desa yang tercemar akan meningkat.

Estimasi parameter bernilai 1,1694 dan nilai estimasi parameter bernilai 1,5129. Koefisien

parameter lag jumlah desa menurut prasarana transportasi bernilai positif, menunjukkan bahwa Kecamatan yang

memiliki jumlah desa menurut prasarana transportasi tinggi dan bersebelahan dengan Kecamatan yang memiliki

jumlah desa menurut prasarana transportasi tinggi akan memiliki kecamatan dengan jumlah desa yang

tercemar tinggi juga. Sehingga hal ini menunjukkan jika Kecamatan yang memiliki jumlah desa menurut

prasarana transportasi tinggi maka akan meningkatkan jumlah desa yang tercemar.

Estimasi parameter bernilai -0,1721 dan nilai estimasi parameter bernilai -0,9838. Koefisien

parameter lag jenis tempat pembuangan sampah dalam lubang atau dibakar bernilai negatif, menunjukkan bahwa

Kecamatan yang memiliki jumlah desa menurut jenis tempat pembuangan sampah dalam lubang atau dibakar

rendah dan bersebelahan dengan Kecamatan yang memiliki jumlah desa menurut jenis tempat pembuangan

Page 10: APLIKASI METODE SPASIAL DURBIN MODEL (SDM) UNTUK ANALISIS …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/suryowati_22922.pdf · Berdasarkan data bahwa pada tahun 2014, dari

A-10

sampah dalam lubang atau dibakar rendah juga. Sehingga hal ini menunjukkan jika Kecamatan yang memiliki

jumlah desa menurut prasarana transportasi rendah maka jumlah desa yang tercemar akan meningkat.

Berdasarkan uji residual dengan menggunakan uji Shapiro Wilk atau nilai p-value sehingga diperoleh

dan artinya residual berdistribusi normal.

Selanjutnya dilakukan uji signifikansi parameter model SDM. Dari tabel 5 dengan taraf signifikansi

variabel yang memberikan pengaruh pada pencemaran udara adalah variabel kepadatan penduduk

ditunjukkan nilai dan . Kemudian

variabel jumlah desa menurut jenis prasarana transportasi darat ( ) yang ditunjukkan

olehnilai dan maka ditolak.

Selanjutnya variabel jumlah desa menurut jenis tempat pembuangan sampah dalam lubang atau dibakar

ditunjukkan oleh nilai dan maka

tidak ditolak. Kemudian variabel lag kepadatan penduduk yang ditunjukkan

olehnilai dan p-value variabel lag kepadatan penduduk

maka ditolak. Dan variabel lag jumlah desa menurut jenis prasarana

transportasi darat yang ditunjukkan olehnilai p-value variabel lag

jumlah desa menurut jenis prasarana transportasi darat = maka ditolak.

Selanjutnya dilakukan estimasi parameter kembali menggunakan variabel yang signifikan. Hasil untuk

masing-masing parameter signifikan dapat dilihat pada tabel 6 berikut:

Tabel 6 Output Spatial Durbin Model untuk vareabe sifnifikan

Parameter

(intercept) 0,0102 0,7469 0,0137 0,9890

0,0004 0,0001 3,8784 0,0001 *

1,0320 0,0642 16,0633 *

-0,0015 0,0005 -5,5194 *

1,0574 0,0002 3,3537 0,0007 *

-0,6608 0,2577 -2,5647 0,0103*

AIC = 33,058

*) signifikan pada

Setelah diperoleh estimasi parameter model SDM yang signifikan adalah maka didapatkan model :

Sehingga dapat disimpulkan adanya pengaruh variabelkepadatan penduduk, jumlah desa menurut jenis

prasarana transportasi, lag kepadatan penduduk, lag jumlah desa menurut jenis prasarana transportasi, dan lag

variabel dependen terhadap jumlah desa yang tercemar. Dengan kata lain terdapat pengaruh spasial lag variabel

Page 11: APLIKASI METODE SPASIAL DURBIN MODEL (SDM) UNTUK ANALISIS …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/suryowati_22922.pdf · Berdasarkan data bahwa pada tahun 2014, dari

A-11

dependen dan independen.

4. KESIMPULAN

Kejadian pencemaran udara di Kabupaten Bantul mengalami peningkatan dari tahun 2011 ke tahun 2014.,

yang menunjukkan bahwa kualitas udara di wilayah tersebut kurang baik dan perlu diketahui faktor-faktor yang

mempengaruhinya. Melalui model regresi OLS, faktor yang signifikan berpengaruh adalah jumlah desa menurut

jenis prasarana transportasi, tetapi model ini memiliki kelemahan yaitu tidak memperhatikan faktor spasial atau

lokasi geografis dan asumsi residual tidak terpenuhi distribusi normal.

Melalui identifikasi pola spasial sehingga dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh / efek spasial pada

kasus penelitian, yaitu adanya pola mengelompok pada data jumlah desa tercemar udara di setiap kecamatan

serta terdapat keterkaitan kepadatan penduduk antar kecamatan. Dengan demikian, sebagai alternatif OLS

adalah model regresi Spatial Durbin Model (SDM). Melalui model ini didapatkan hasil bahwa jika kepadatan

penduduk tinggi, prasarana transportasi tinggi, dan jumlah jenis tempat pembuangan sampah dalam lubang atau

dibakar tinggi maka jumlah desa tercemar udara juga tinggi. Suatu kecamatan akan memiliki jumlah desa tercemar

tinggi jika bertetanggaan dengan kecamatan-kecamatan lain dengan jumlah desa tercemar tinggi pula. Tetapi

vareabel yang memberikan pengaruh signifikan pada pencemaran udara yaitu kepadatan penduduk, jumlah desa

menurut jenis prasarana transportasi, lag kepadatan penduduk, lag jumlah desa menurut jenis prasarana

transportasi.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini merupakan bagian dari Hibah Penelitian Kerjasama antar Perguruan Tinggi (PKPT) dari

Kemenristek Dikti Pendanaan tahun 2018. Terimakasih kami ucapkan kepada Kemenristek Dikti atas dana yang

diberikan, kepada IST AKPRIND Yogyakarta yang telah memberikan sarana dan prasarana penelitian, serta

Jurusan Statistika dan Teknik Lingkungan Universitas Islam Indonesia (UII) sebagai Tim Peneliti Mitra (TPM).

DAFTAR PUSTAKA

Anselin, L. (2013). Spatial econometrics: methods and models(Vol. 4). Springer Science & Business Media.

Anselin, L&S.J. Rey, 2010. Perspectives on Spatial Data Analysis. Santa Barbara,C, USA.

Bekti RD. (2011). Spatial Durbin Model (SDM) Untuk Mengetahui Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap

Kejadian Diare di Kabupaten Tuban.Jurnal diterbitkanSurabaya. Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Bekti, R. D., Nurhadiyanti, G., & Irwansyah, E. (2014, October). Spatial pattern of diarrhea based on regional

economic and environment by spatial autoregressive model. In AIP Conference Proceedings (Vol. 1621,

No. 1, pp. 454-461). AIP.

LeSage, J., & Pace, R. K. (2009). Introduction to spatial econometrics. Chapman and Hall/CRC

Melati, P. M., Ramadhan, F., Nasution, A. Y., Mahardia, N. F. R., Setyaningsih, P. E., & Beksti, R. D. (2016).

Model Regresi Spasial Untuk Analisis Persentase Penduduk Miskin di Propinsi Nanggroe Aceh

Darussalam. Jurnal Statistika Industri dan Komputasi, 1(1).

Saputri, W. A. K., & Suryowati, K. (2018). ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI GINI

RATIO DI PROVINSI PAPUA DENGAN MODEL SPASIAL DATA PANEL. Jurnal Statistika Industri

dan Komputasi, 3(2).

Suryowati, K., Bekti, R. D., & Faradila, A. (2018, April). A Comparison of Weights Matrices on Computation of

Page 12: APLIKASI METODE SPASIAL DURBIN MODEL (SDM) UNTUK ANALISIS …repository.akprind.ac.id/sites/files/personal/2018/suryowati_22922.pdf · Berdasarkan data bahwa pada tahun 2014, dari

A-12

Dengue Spatial Autocorrelation. In IOP Conference Series: Materials Science and Engineering (Vol. 335,

No. 1, p. 012052). IOP Publishing.

-------------------, 2017. Kabupaten Bantul dalam Angka 2017. Jakarta : BPS

------------------,2017, Statistika Potensi Desa Kab. Bantul, BPS, Jakarta