pemodelan regresi spasial
DESCRIPTION
Pemodelan Regresi Spasial dan Aplikasinya pada Angka Harapan Hidup di Provinsi Papua BaratTRANSCRIPT
1
Abstrak — Angka Harapan Hidup (AHH) merupakan
salah satu penentu derajat kesehatan masyarakat. Pada
umumnya AHH yang rendah menunjukkan bahwa tingkat
kesejahteraan masyarakat juga rendah. AHH di Provinsi
Papua Barat dalam skala nasional masih tergolong rendah.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji indikator-indikator
yang mempengaruhi Angka Harapan Hidup (AHH) di Provinsi
Papua Barat dan mengetahui faktor yang paling berpengaruh
terhadap besarnya AHH. Pendekatan yang digunakan dalam
pemodelan ini yaitu regresi linier berganda dan regresi spasial
(dimana terdapat indikasi adanya pengaruh dependensi spasial
besarnya AHH antar lokasi). Kriteria pemilihan model
berdasarkan AIC dan R2. Diperoleh model regresi spasial error
yang sesuai untuk memodelkan AHH di Provinsi Papua Barat,
karena diperoleh nilai AIC kecil dan R2 yang besar dengan
variabel yang berpengaruh terhadap AHH yaitu persentase RT
dengan penolong kelahiran pertama tenaga ahli kesehatan dan
besarnya Angka Melek Huruf.
Kata Kunci — Angka Harapan Hidup, Autokorelasi Spasial,
Regresi Spasial Error
I. PENDAHULUAN
esehatan merupakan suatu tolok ukur tingkat
kesejahteraan masyarakat. Semakin tinggi indeks
angka kesehatan maka dapat dikatakan masyarakat
semakin sejahtera. Banyak indikator yang digunakan untuk
mengetahui tingkat kesehatan masyarakat. Menurut Badan
Pusat Statistik (BPS) Angka Harapan Hidup merupakan alat
untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan
kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan
derajat kesehatan pada khususnya. Jadi Angka Harapan
Hidup merupakan salah satu indikator dari kesehatan. Angka
Harapan Hidup yang rendah di suatu daerah harus diikuti
dengan program pembangunan kesehatan, dan program
sosial lainnya termasuk kesehatan lingkungan, kecukupan
gizi dan kalori termasuk program pemberantasan
kemiskinan.
Di Indonesia pencatatan Angka Harapan Hidup
dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Menurut BPS,
Angka Harapan Hidup di Indonesia mengalami kenaikan
setiap tahunnya. Pada periode 1995-2000 indeks Angka
Harapan Hidup di Indonesia menunjukan angka 66, pada
periode 2000-2005 menunjukan angka 67,8, pada periode
2005-2010 menunjukan angka 69,1, dan pada periode 2010-
2013 menunjukan angka 70,1. Angka Harapan Hidup di
Indonesia cenderung naik setiap tahunnya. Akan tetapi ada
beberapa provinsi Angka Harapan Hidupnya masih dibawah
Indonesia, salah satunya yaitu Provinsi Papua Barat. Pada
tahun 2013 indeks Angka Harapan Hidup di Provinsi Papua
Barat menunjukan angka 69,14. Angka tersebut masih
dibawah dari 70,1 yang merupakan indeks Angka Harapan
Hidup Indonesia pada tahun 2013.
Menurut World Bank adapun indikator-indikator dari
Harapan Hidup yaitu angka bebas cacat, kesehatan yang
bagus, dan bebas dari penyakit. Angka Harapan Hidup akan
tinggi jika angka bebas cacat tinggi, kesehatan yang bagus
dan penduduk bebas dari penyakit.
Papua Barat (sebelumnya Irian Jaya Barat disingkat
Irjabar) adalah sebuah provinsi Indonesia yang terletak di
bagian barat Pulau Papua. Papua Barat merupakan salah satu
provinsi termuda pemekaran dari Provinsi Papua dengan
ibukota provinsinya adalah Kabupaten Manokwari. Provinsi
Papua Barat terletak antara 0 – 4 derajat Lintang Selatan dan
124 – 132 derajat Bujur Timur, tepat dibawah garis
katulistiwa dengan ketinggian 0 – 100 meter dari permukaan
laut. Luas wilayah Provinsi Papua Barat sebesar 126.093
kilometer persegi. Pada tahun 2013, Provinsi Papua Barat
memiliki 10 Kabupaten dan 1 Kota, namun pada akhir tahun
2014 sudah mengalami pemekaran. Sebagai salah satu
provinsi baru, Angka Harapan Hidup di Provinsi Barat masih
tergolong rendah dibandingkan dengan AHH di Indonesia.
Hal ini tentu saja menjadi perhatian bagi pemerintah
khususnya pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat.
Dalam penelitian ini dikaji indikator-indikator yang
mempengaruhi Angka Harapan Hidup di Provinsi Papua
Barat. Indikator-indikator yang digunakan beracuan dari
indikator-indikator yang digunakan oleh World Bank.
Indikator yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
persentase rumah tangga (RT) dengan penolong kelahiran
pertama tenaga ahli kesehatan, persentase RT dengan
fasilitas sanitasi layak, persentase RT dengan fasilitas air
minum bersih, Angka Kesakitan Penduduk, Angka Melek
Huruf Penduduk. Terbatasnya akses transportasi serta
kesulitan dalam komunikasi antar wilayah kabupaten/kota di
Provinsi Papua Barat diduga berpengaruh terhadap Angka
Harapan Hidup.
Menurut Draper dan Smith (1981), metode yang bisa
digunakan untuk mengetahui hubungan suatu variabel
dengan varibel yang mempengaruhinya yaitu regresi linier.
Regresi linier mampu menunjukan besar-kecilnya pengaruh
dari variabel prediktor terhadap variabel respon. Akan tetapi
kekurangan dari regresi linier yaitu tidak dapat menangkap
efek dari spasial. Anselin (1988) mengembangkan regresi
linier menjadi regresi spasial. Regresi spasial dapat
Pemodelan Regresi Spasial dan Aplikasinya pada Angka
Harapan Hidup di Provinsi Papua Barat
Muktar Redy Susila, Eva Khoirun Nisa, Maulidiah Nitivijaya
Jurusan Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
Email: [email protected], [email protected], [email protected]
K
2
mengetahui pengaruh variabel prediktor terhadap variabel
respon dan efek spasial.
Tujuan penelitian ini adalah memodelkan Angka
Harapan Hidup di Provinsi Papua Barat menggunakan
regresi spasial. Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat
mengetahui variabel-variabel prediktor yang berpengaruh
signifikan terhadap variabel respon dan dapat mengetahui
adanya efek spasial terhadap Angka Harapan Hidup antar
wilayah di Provinsi Papua Barat.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Analisis Regresi
Analisis regresi adalah analisis yang digunakan untuk
menyatakan pola hubungan antara satu variabel respon dan
satu atau lebih variabel prediktor. Apabila variabel prediktor
berjumlah lebih dari satu maka digunakan analisis regresi
linier berganda. Untuk pengamatan sebanyak n dengan
variabel prediktor X sebanyak p maka model regresi linear
berganda dapat diformulasikan dalam bentuk matriks sebagai
berikut (Draper dan Smith, 1981).
(1)
dengan
111 121 0 1
221 122 1 2
1 2
1
1, , ,
1
p
p
n nn p nnp
xx xy
xx xyy X
x xy x
Salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam regresi
dengan beberapa variabel prediktor adalah tidak adanya
korelasi antara satu variabel prediktor dengan variabel
prediktor lainnya. Adanya korelasi dalam suatu model
regresi menyebabkan taksiran parameter regresi yang
dihasilkan akan memiliki error yang sangat besar. Kasus
multikolinieritas dapat dilihat melalui nilai Variance
Inflation Factor (VIF). Jika nilai VIF lebih besar dari 10
maka terdapat indikasi multikolinieritas (Hocking, 1996).
Pendugaan vektor β dapat dilakukan pendugaan dengan
menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) dan
didapatkan hasil sebagai berikut: 1( ' ) ( ' )X X X Y (2)
Pengujian terhadap dilakukan dengan dua cara yaitu
pengujian secara serentak dan pengujian secara individu. Uji
serentak merupakan pengujian secara bersama semua
parameter dalam model regresi. Hipotesis yang digunakan
adalah:
H0 : 1 2 ... 0j
H1 : paling tidak ada satu 0j , j = 1, 2, ... p
Statistik uji yang digunakan adalah
2
1
2
1
/ ( )
/ ( 1)
n
i
ihitung n
ii
i
Y Y pMSR
FMSE
Y Y n p
(3)
MSR :Mean Square Regression
MSE :Mean Square Error
Pengambilan keputusan adalah apabila Fhitung > F𝛼(p, n-p-1)
dengan p adalah parameter maka H0 ditolak pada tingkat
signifikansi 𝛼, artinya paling sedikit ada satu j yang tidak
sama dengan nol. Pengambilan keputusan juga dapat melalui
P-value dimana H0 ditolak jika P-value < 𝛼.
Uji parsial merupakan pengujian secara individu setiap
parameter dalam model regresi yang bertujuan untuk
mengetahui signifikansi parameter model regresi. Hipotesis
yang digunakan adalah sebagai berikut:
H0 : 0j
H1 : 0j , j = 1, 2, ..., p
Statistik uji yang digunakan adalah
( )
j
hitung
j
tS
(4)
dengan 2 1( ) ( ' ) ( ' ' ' ) / 1jS X X Y Y X Y n p
Pengambilan keputusannya yaitu apabila |thitung| > t(1- 𝛼/2,
n-p-1) dengan p adalah parameter maka H0 ditolak pada tingkat
signifikansi 𝛼, artinya ada pengaruh variabel Xj terhadap
variabel respon. Pengambilan keputusan juga dapat melalui
P-value, dimana H0 ditolak jika P-value < α.
B. Pengujian Asumsi Regresi Klasik
1. Pengujian Multikolinieritas
Untuk melihat apakah variabel prediktor yang kita
pergunakan mengandung unsur multikolinieritas maka
dapat diperlihatkan dengan nilai VIF (Variance Inflation
Factor). Apabila VIF > 10 maka dapat disimpulkan bahwa
tidak terdapat multikolinieritas pada variabel prediktor.
2. Pengujian Normalitas
Salah satu asumsi klasik yang harus dipenuhi dalam
analisis regresi linier yaitu residual harus menyebar normal
atau ε ∼ N(0, σ2
). Uji normalitas dapat dilakukan dengan
beberapa cara, salah satunya yaitu melalui uji Jarque Bera.
Poitras (2005) menyatakan bahwa statistik uji Jarque Bera
memperhitungkan skewness dan kurtosis suatu distribusi
data. Pendekatan yang dilakukan yaitu dengan memeriksa
momen ketiga dan keempat dari galat. Hipotesis uji Jarque
Bera (Brys, et al, 2004).
H0 : i = 0 (residual berdistribusi normal)
H1 : i ≠ 0 (residual tidak berdistribusi normal)
α = 0.05
24
3K
6
SNJB
22 )( 22 (5)
dengan
S =
22
3
mm
m
K = 2
2
4
)(m
m
sedangkan mk adalah momen ke-k dengan persamaan
mk = i
ki yY
1N
1)(
)( (6)
Y X
3
keterangan:
JB : statistik uji untuk uji Jarque Bera
N : banyaknya sampel
S : skewness (ke-asimetrian) distribusi
K : kurtosis (kelandaian) distribusi
m2 : momen kedua dari fungsi distribusi yang diuji
m3 : momen ketiga dari fungsi distribusi yang diuji
m4 : momen keempat fungsi ditribusi yang diuji.
Apabila statistik uji JB > 2(2) atau p-value < , maka H0
ditolak artinya residual tidak berdistribusi normal.
3. Pengujian Homoskedastisitas
Salah satu asumsi yang harus dipenuhi dalam analisis
klasik regresi linier yaitu residual bersifat homoskedastik,
yaitu residual memiliki varians yang sama atau E(2)=2.
Untuk menguji apakah residual pada regresi linier bersifat
homoskedastik, dapat dilakukan melalui uji Breusch Pagan.
Hipotesisnya adalah sebagai berikut (Hansen, 2001):
H0 : 21 = 2
2 = ..... = 2N
H1 : paling tidak ada 1 σ2 yang berbeda
Sedangkan statistik uji Breusch Pagan yaitu
)(
)(
/
1kn
R1
kRF
2
2
2
2
F ,(k,n-k-1) (7) (2.4)
dimana k = banyaknya peubah bebas 2
2R
diperoleh dengan cara meregresikan residual terhadap k
variabel prediktor yang dilibatkan termasuk intersep. R-
square dari regresi tersebut yang dinamakan 22R
. Apabila
statistik uji F > F (k,n-k-1) atau p-value > maka H0 ditolak,
artinya varians residual tidak homogen atau tidak identik.
C. Regresi Spasial
Model regresi spasial dikembangkan oleh Anselin
(1988) menggunakan data spasial cross section. Model dari
regresi spasial secara umum ditunjukkan dengan
1Y W Y X u (8)
2
2(0, )
u W u
N
dimana Y adalah vektor variabel respon yang berukuran n x 1
dan X adalah matrik variabel prediktor, berukuran n x (p+1).
β adalah vektor parameter koefisien regresi, berukuran
(p+1) x 1. ρ adalah koefisien spasial lag variabel respon. λ
merupakan koefisien spasial lag pada error yang bernilai
λ < 1. W1 dan W2 adalah matriks pembobot yang berukuran
n x n. u adalah vektor error yang berukuran n x 1, yang
berdistribusi normal dengan mean nol dan varians σ2.
1 2 1 2
1 2
'; ';
'
n n
n
Y Y Y Y u u u u
11 1 0
21 2 1
1
1
1;
1
p
p
pn np
X X
X XY
X X
1W atau
11 12 1
21 22 22
1 2
n
n
n n nn
W W W
W W WW
W W W
Terdapat empat model yang bisa dibentuk dari model
uum regresi spasial yaitu sebagai berikut:
1) Apabila ρ = 0, λ = 0 maka persamaan menjadi:
Y XB (9)
Persamaan ini disebut model regresi Ordinary Least
Square (OLS), yaitu regresi yang tidak mempunyai efek
spasial.
2) Apabila ρ ≠ 0, λ = 0 maka persamaan menjadi:
Y = ρW1Y + XB + ε (10)
Persamaan (8) disebut sebagai regresi Spatial Lag
Model (SLM) atau biasa disebut dengan Spatial
Autoregresive Models (SAR).
3) Apabila ρ = 0, λ ≠ 0 maka persamaan menjadi:
Y = XB + u , u = λW2u + ε (11)
Persamaan (9) disebut juga regresi Spatial Error Model
(SEM).
4) Apabila ρ ≠ 0, λ ≠ 0 maka persamaan menjadi:
Y = ρW1Y + Xβ + u, u = λW2u + ε (12)
Persamaan (10) disebut General Spatial Model atau
disebut juga model Spatial Autoregressive Moving
Average (SARMA).
Identifikasi efek spasial yaitu spatial dependence dan spatial
heterogeneity pada data digunakan beberapa metode
pengujian. Metode Moran’s I dan Lagrange Multiplier (LM)
untuk mengidentifikasi spatial dependence.
Pengecekan Moran’s I menggunakan persamaan berikut.
*
1 1
2
1
( )( )
( )
n n
ij i j
i j
n
i
i
W y y y y
I
y y
(13)
Untuk mengetahui apakah indeks Moran’s I menunjukan
adanya autokorelasi spasial maka dilakukan pengujian
Moran’s I dengan hipotesis.
H0: Tidak terdapat autokorelasi spasial
H1: Terdapat autokorelasi spasial
Statistik Uji :
( )
var( )I
I E IZ
I
(14)
Dengan
1
( )1
E In
2 221 2 0
2 20
3var( ) ( )
( 1)
n S nS SI E I
n S
0
1 1
n n
ij
i j
S w
2
1
1 1
1
2
n n
ij ji
i j
S w w
4
2
2 .
1
n
i i
i
S w w
Keputusan adalah Tolak H0 jika nilai statistik uji lebih dari
1Z .
Pada LM test diperoleh berdasar pada asumsi model di
bawah H0.
a) H0 : ρ = 0 dengan H1 : ρ ≠ 0 (untuk model SAR)
b) H0 : λ = 0 dengan H1 : λ ≠ 0 (untuk model SEM)
c) H0 : ρ, λ = 0 dengan H1 : ρ, λ ≠ 0 (untuk model
SARMA)
Statistik uji yang digunakan adalah:
1 2 2 222 12 e 11 ( )( ) 2 (R ) ( )y y mLM E R T R T D T (15)
dengan
m = jumlah parameter spasial (SAR = 1, SEM = 1,
SARMA = 2)
21
2e 2
1
21 1
211 22 12
' /
R ' /
( ' ) '
' , , 1, 2
( ) ' ( )
( ) ( )
y
fg f g f g
R e W y
e W e
M I X X X X
T tr W W W W f g
D W X M W X
E D T T T
e adalah least square residual untuk observasi. Jika matriks
penimbang spasial W1 = W2 = W maka T11 = T12 = T22 = T =
tr{(W’ + W) W}.Keputusan tolak H0 jika nilai LM > 2( )m .
Metode regresi spasial erat kaitannya dengan
penggunaan bobot, yang mana menunjukkan ukuran
hubungan lokasi. Dalam penelitian ini bobot yang digunakan
adalah pembobot customize dimana penentuan bobot ini
berdasarkan karakteristik kemiripan antar lokasi satu dengan
lainnya (memiliki kesamaan kekhasan).
Pemilihan model terbaik dilakukan untuk mendapatkan
faktor yang paling mendukung penelitian. Beberapa ukuran
sebagai kriteria pemilihan model terbaik yang digunakan
adalah Akaike’s Information Criteria (AIC) dan R2. Wei
(2006) mendefinisikan AIC sebagai berikut
AIC (M) = n Ln(2
a ) + 2M (16)
dimana n adalah banyaknya pengamatan efektif yaitu
banyaknya pengamatan yang diikutkan dalam proses
penaksiran parameter,2
a merupakan estimator maksimum
likelihood dari 2
a , dan M adalah banyaknya parameter
yang diestimasi dalam model.
III. METODOLOGI
A. Data Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian adalah data
Angka Harapan Hidup kabupaten/kota di Papua Barat
beserta variabel-variabel yang diduga mempengaruhi Angka
Harapan Hidup. Data yang digunakan merupakan data
sekunder yang diperoleh dari BPS Provinsi Papua Barat
tahun 2013.
Tabel 1. Variabel Penelitian
Nama Uraian Skala
Y Angka Harapan Hidup Tahun
X1
Persentase RT dengan Penolong
Kelahiran Pertama Tenaga Ahli
Kesehatan
Persen
X2 Persentase RT dengan Fasilitas Sanitasi
Layak Persen
X3 Persentase RT dengan Fasilitas Air
Minum Bersih Persen
X4 Angka Kesakitan Penduduk Persen
X5 Angka Melek Huruf Penduduk Persen
Adapun jumlah kota/kabupaten di Provinsi Papua Barat
sebanyak 11 kota/kabupaten. Berikut adalah peta wilayah
dari Provinsi Papua Barat beserta nama kota/kabupaten yang
berada di Provinsi Papua Barat.
Gambar 1. Peta Provinsi Papua Barat
B. Definisi Operasional Variabel
Pada penelitian ini, variabel yang dipergunakan adalah
sebagai berikut:
1. Angka Harapan Hidup, yaitu perkiraan banyaknya tahun
yang dapat ditempuh oleh seseorang selama hidup
(secara rata-rata)
2. Penolong kelahiran pertama oleh tenaga ahli kesehatan
yaitu meliputi dokter atau bidan.
3. Fasilitas sanitasi (tempat buang air besar) adalah
ketersediaan jamban/kakus yang dapat digunakan oleh
rumah tangga (RT).
a. Sendiri, adalah bila fasilitas tempat buang air besar
hanya digunakan oleh satu RT.
b. Bersama, adalah bila fasilitas tempat buang air
besar digunakan oleh RT bersama dengan beberapa
RT tertentu.
c. Umum, adalah bila fasilitas tempat buang air besar
dapat digunakan oleh setiap RT.
d. Tidak ada, adalah bila RT tidak mempunyai fasilitas
tempat buang air besar.
Sanitasi yang layak yaitu jika ketersediaan
jamban/kakus dipakai sendiri atau oleh satu RT.
4. Fasilitas air minum bersih, adalah instalasi air minum
yang dikelola oleh PAM (Perusahaan Air
Minum)/PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) atau
non-PAM/PDAM, termasuk sumur dan pompa. Instalasi
yang dikelola oleh non-PAM/PDAM dapat
menggunakan cara penjernihan air yang sama atau
berbeda dengan PAM/PDAM, seperti penyaluran air
KAIMANA
FAKFAK
TELUK BINTUNI
MANOKWARI
SORONG
TAMBRAUW
TELUK WONDAMA
MAYBRAT
SORONG SELATAN
RAJA AMPAT
KOTA SORONG
5
dari mata air ke rumah dengan menggunakan pipa atau
bambu.
a. Sendiri, adalah bila fasilitas air minum hanya
digunakan oleh satu rumah tangga.
b. Bersama, adalah bila fasilitas air minum digunakan
oleh rumah tangga bersama dengan beberapa rumah
tangga tertentu.
c. Umum, adalah bila fasilitas air minum dapat
digunakan oleh setiap rumah tangga.
d. Tidak ada, adalah bila rumah tangga tidak
mempunyai fasilitas air minum, walaupun ada
fasilitas air minum jaraknya > 2,5 km. Mengambil
air langsung dari sungai atau air hujan dianggap
tidak ada fasilitas.
Fasilitas air minum yang bersih yakni apabila fasilitas
air minum dipakai sendiri oleh satu rumah tangga.
5. Angka Kesakitan Penduduk menunjukkan persentase
penduduk yang mengalami keluhan kesehatan yang
menyebabkan gangguan terhadap aktivitas sehari-hari
seperti bekerja, sekolah, atau mengerjakan pekerjaan
rumah.
6. Angka Melek Huruf, yaitu persentase penduduk usia 15
tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf
latin dan atau huruf lainnya.
C. Langkah Analisis
Langkah-langkah analisis yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Membuat peta Provinsi Papua Barat berdasarkan Angka
Harapan Hidup dan variabel prediktor yang diduga
mempengaruhi Angka Harapan Hidup.
2. Mengidentifikasi pola hubungan faktor-faktor penyebab
Angka Harapan Hidup (variabel prediktor) terhadap
Angka Harapan Hidup (variabel respon).
3. Melakukan pemodelan regresi OLS, melakukan
pengujian signifikansi parameter dan melakukan
pengujian residualnya.
4. Menentukan pembobot antar lokasi yang digunakan
dalam penelitian.
5. Identifikasi awal efek spasial yang akan digunakan
dengan melihat parameter mana yang signifikan pada
hasil Moran’s I dan pengujian dependensi spasial
melalui LM test.
6. Melakukan pemodelan regresi spasial dan melakukan
pengujian signifikansi koefisien spasial lag (ρ) dan
koefisien spasial error (λ) serta uji residual.
7. Menentukan model terbaik.
8. Intepretasi Model.
IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Angka Harapan Hidup dan Variabel
Prediktor di Papua Barat
Angka Harapan Hidup antar kabupaten/kota di Papua
Barat memiliki variansi yang cukup rendah, artinya tingkat
Angka Harapan Hidup antar kabupaten/kota memiliki angka
yang tidak jauh berbeda.
Tabel 2.Statistika Deskriptif Tingkat Penganguran Terbuka
Variabel Rata-rata Varians Minimum Maksimum
Y 68,649 3,809 66,48 72,52
X1 52,32 372,2 28,57 83,7
X2 48,8 397,73 16,79 74,32
X3 41,35 433,49 15,79 81,38
X4 11,1 17,53 4,44 20,09
X5 90,63 37,8 77,38 98,47
Akan tetapi untuk variabel kelahiran pertama oleh tenaga ahli
kesehatan, persentase RT dengan fasilitas sanitasi layak, dan
persentase RT dengan fasilitas air minum bersih memiliki
varians yang tinggi, artinya variabel-variabel tersebut
memiliki variansi angka-angka untuk masing-masing
variabel yang berbeda antara wilayah satu dengan wilayah
lainnya.
Gambar 2. Persebaran Angka Harapan Hidup
Untuk Angka Harapan Hidup tertinggi yaitu Kota Sorong,
sedangkan Angka Harapan Hidup paling rendah yaitu
Kabupaten Tambrauw. Hal ini cukup wajar karena
Kabupaten Tambrauw masih tergolong kabupaten baru yang
merupakan pemekaran dari Kabupaten Sorong, sedangkan
Kota Sorong merupakan satu-satunya wilayah Papua Barat
yang berstatus kota dimana sudah memiliki fasilitas
kesehatan yang cukup lengkap. Rata-rata di Papua Barat
memiliki Angka Harapan Hidup 68,649.
KAIMANA
FAKFAK
TELUK BINTUNI
MANOKWARISORONG
TAMBRAUW
TELUK WONDAMA
MAYBRAT
SORONG SELATAN
RAJA AMPAT
KOTA SORONG
AHH
66.48 - 66.99
66.99 - 70.11
70.11 - 72.52
KAIMANA
FAKFAK
TELUK BINTUNI
MANOKWARISORONG
TAMBRAUW
TELUK WONDAMA
MAYBRAT
SORONG SELATAN
RAJA AMPAT
KOTA SORONG
28.57 - 40.840.8 - 64.3564.35 - 83.7
KAIMANA
FAKFAK
TELUK BINTUNI
MANOKWARISORONG
TAMBRAUW
TELUK WONDAMA
MAYBRAT
SORONG SELATAN
RAJA AMPAT
KOTA SORONG
16.79 - 32.51
32.51 - 55.41
55.41 - 74.32
KAIMANA
FAKFAK
TELUK BINTUNI
MANOKWARISORONG
TAMBRAUW
TELUK WONDAMA
MAYBRAT
SORONG SELATAN
RAJA AMPAT
KOTA SORONG
15.79 - 24.03
24.03 - 40.75
40.75 - 81.38
KAIMANA
FAKFAK
TELUK BINTUNI
MANOKWARISORONG
TAMBRAUW
TELUK WONDAMA
MAYBRAT
SORONG SELATAN
RAJA AMPAT
KOTA SORONG
4.44 - 8.23
8.23 - 14.87
14.87 - 20.09
a) b)
c) d)
6
Gambar 2. Persebaran Variabel Prediktor ( a=X1, b=X2, c=X3, d=X4, e=X5)
Untuk kelahiran pertama tenaga ahli kesehatan, persentase RT
dengan fasilitas sanitasi layak, persentase RT dengan fasilitas
air minum bersih, Angka Kesakitan Penduduk, dan Angka
Melek Huruf Penduduk yang memiliki angka paling tinggi
yaitu Kota Sorong,Kota Sorong, Kabupaten Sorong,
Kabupaten Teluk Bintuni, dan Kabupaten Fak-fak.
Untuk mengetahui pola hubungan antara Angka
Harapan Hidup dengan variabel-variabel prediktornya, maka
dilakukan analisis scatter plot dan korelasi antara varibel
Angka Harapan Hidup dengan variabel-variabel
prediktornya sebagai berikut:
Gambar 3. Scatter PlotVariabel Respon dengan Variabel Prediktor
Tabel 3.Korelasi Antara Variabel Respon dan Variabel Prediktor
X1 X2 X3 X4 X5
Y
Korelasi
Pearson 0,901 0,762 0,68 0,126 0,67
P-value 0,000* 0,006* 0,021* 0,713 0,024*
Berdasarkan Scatter Plot pada Gambar 3 dapat dijelaskan
hubungan antara variabel Y dengan X1, X2, X3, X5 yaitu
positif dan saling berkorelasi. Sedangkan Variabel Y dengan
X4 tidak terlalu signifikan, karena garis regresi yang
terbentuk dari scatter plot landai. Diperkuat juga tidak
adanya korelasi yang signifikan antara Variabel Y dengan
X4. Berdasarkan uraian hubungan pola antara Angka
Harapan Hidup dengan variabel-variabel prediktornya dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara Angka
Harapan Hidup dengan Angka Kesakitan Penduduk dengan
kata lain Angka Harapan Hidup tidak dipengaruhi oleh
Angka Kesakitan Penduduk. Pendapat ini akan diperkuat
dengan analisis regresi linier berganda pada pembahasan
selanjutnya.
B. Pemodelan Regresi Linier Berganda
Analisis regresi linier berganda dilakukan untuk
mengetahui hubungan antara variabel respon dengan variabel
prediktor. Regresi linier berganda dapat menunjukan
variabel prediktor yang signifikan mempengaruhi varibel
respon dan mengetahui seberapa besar pengaruhnya. Berikut
hasil analisis regresi linier berganda antara Angka Harapan
Hidup dengan variabel-variabel prediktornya.
Tabel 4. Analisis Regresi Linier Berganda Variabel Respon dengan
Variabel Prediktor
Prediktor Koefisien SE
Koefisien t
P-
Value
Konstanta 55,766 4,217 13,22 0,000*
X1 0,12154 0,02796 4,35 0,007*
X2 -0,06225 0,02963 -2,1 0,09**
X3 0,01776 0,01607 1,11 0,319
X4 -0,04232 0,05997 -0,71 0,512
X5 0,10258 0,0496 2,07 0,093**
Berdasarkan Tabel 4 dapat disimpulkan bahwa variabel
kelahiran pertama tenaga ahli kesehatan berpengaruh signifikan
terhadap Angka Harapan Hidup pada taraf alfa 5%. Sementara
itu variabel persentase RT dengan fasilitas sanitasi layak dan
Angka Melek Huruf Penduduk berpengaruh signifikan
terhadap Angka Harapan Hidup pada taraf alfa 10%. Untuk
variabel prediktor yang lainnya tidak berpengaruh terhadap
Angka Harapan Hidup. Selanjutnya untuk mendapatkan model
regresi yang sesuai dilakukan proses stepwise. Dalam
pemilihan model pada regresi stepwise dipilih model yang
memiliki CP Mallows yang terkecil dan nilai R2 yang tinggi
sehingga dengan regresi stepwise diperoleh model yang sesuai
yaitu sebagai berikut.
Tabel 5. Analisis Regresi Linier Berganda Variabel Respon dengan
Variabel Prediktor yang Sesuai
Prediktor Koefisien SE
Koefisien t P-Value VIF
Konstanta 54,7767 7,15982 7,651 0,000*
X1 0,10031 0,02736 3,666 0,006* 1,365
X5 0,09817 0,08585 1,143 0,086** 1,365
Berdasarkan Tabel 5 diperoleh model regresi yang sesuai
dengan variabel prediktor signifikan pada taraf alfa 10%.
Pada model tersebut tidak terdapat kasus nilai
multikolinieritas, dapat dilihat pada nilai VIF yang kecil
(VIF < 10). Untuk selanjutnya yaitu pengecekan asumsi
residual dari model yang didapat.
Tabel 6. Uji Jarque Bera
DF Statistik Uji P-value
2 0,7338 0,69288
Berdasarkan residual yang dihasilkan dari model, dapat
disimpulkan dengan uji Jarque Bera data berdistribusi
normal dengan nilai P-value > 0,05.
KAIMANA
FAKFAK
TELUK BINTUNI
MANOKWARISORONG
TAMBRAUW
TELUK WONDAMA
MAYBRAT
SORONG SELATAN
RAJA AMPAT
KOTA SORONG
77.38
77.38 - 91.84
91.84 - 98.47
806040 604020 906030
72.5
70.0
67.5
65.0
18126
72.5
70.0
67.5
65.0
1009080
X1
Y
X2 X3
X4 X5
e)
7
Tabel 7. Uji Breusch-Pagan
Tes DF Statistik Uji P-value
Breusch-Pagan 2 8,6043 0,01354*
Selanjutnya yaitu pengujian untuk residual identik
menggunakan uji Breusch Pagan. Tabel 7 menunjukkan
bahwa dengan alfa sebesar 5%, p-value statistik uji Breusch-
Pagan berada di luar wilayah penolakan H0 sehingga dapat
disimpulkan bahwa asumsi varians residual homogen
(identik) tidak terpenuhi. Untuk pengujian asumsi residual
independen model regresi dilakukan dengan uji Durbin-
Watson. Berdasarkan hasil pengujian dengan diperoleh nilai
statistik uji Durbin-Watson sebesar 1,611. Dengan
menggunakan nilai d tabel yaitu dL sebesar 0,807. Maka
diperoleh informasi bahwa dhitung lebih dari dL,α/2(1,44969 >
0,807) yang tidak terjadi autokorelasi (independen) sehingga
residual dari model sudah memenuhi asumsi IIDN.
C. Pemodelan Regresi Spasial
Bobot matriks yang dipergunakan pada penelitian ini
yaitu bobot customize dengan pertimbangan sebagai berikut:
i. Wilayah Papua Barat terdiri atas wilayah pegunungan
dan kepulauan dimana tidak semua wilayah dapat
ditempuh dengan perjalanan darat.
ii. Seringkali batas wilayah antar kabupaten/kota belum
mempunyai akses transportasi secara langsung (mudah),
jadi harus menyesuaikan dengan wilayah yang memiliki
pelabuhan atau Bandar udara.
iii. Secara tidak langsung dengan terbatasnya akses
transportasi diduga dapat mempengaruhi kemajuan antar
wilayah baik dari sisi perkembangan sosial, roda
perekonomian, kualitas kesehatan dan juga kemajuan
pendidikan.
Dengan mempertimbangkan akses transportasi dan
perkembangan informasi, maka diperoleh bobot customize
seperti dibawah ini:
Matriks Bobot Customize Kode
Kab 9101 9102 9103 9104 9105 9106 9107 9108 9109 9110 9171
9101 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 1
9102 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1
9103 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
9104 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1
9105 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 1
9106 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0
9107 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1
9108 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
9109 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0
9110 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0
9171 1 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0
Sebelum dilakukan pemodelan regresi spasial maka
dilakukan identifikasi efek spasial (autokorelasi spasial)
sebagai berikut.
Tabel 8. Uji Autokorelasi Spasial
Tes MI/DF Statistik
Uji P-value
Moran's I (error) -0,5019 -1,9722 0,04859*
Lagrange Multiplier (lag) 1 0,9526 0,32905
Robust LM (lag) 1 0,0024 0,96093
Lagrange Multiplier
(error) 1 3,7199 0,05377**
Robust LM (error) 1 2,7697 0,09607**
Lagrange Multiplier
(SARMA) 1 3,7223 0,15549
Berdasarkan hasil pengujian autokorelasi pada Tabel 8 dapat
diidentifikasi adanya autokorelasi spasial yaitu dengan
melihat p-value Moran’s I bahwa model regresi yang
dibentuk mengandung unsur dependensi spasial pada error.
Dengan alpha 10% maka diperoleh p-value pada LM error
sebesar 0,05377 dan Robust LM error sebesar 0,09607
dimana nilai tersebut lebih kecil dari alpha, sehingga
disimpulkan bahwa model regresi yang terbentuk melibatkan
unsur spasial error atau disebut Model Regresi Spasial Error/
Spatial Error Model (SEM). Dengan memasukkan unsur
spasial error maka dibentuklah model Regresi Spasial Error
Model sebagai berikut:
Tabel 9. Analisis Regresi Spasial Error Model
Variabel Koefisien Std, Error Statistik
Uji P-value
Konstanta 47,49097 4,428278 10,72448 0,00000*
X1 0,0820181 0,0171374 4,785918 0,00000*
X5 0,1899786 0,0546589 3,475712 0,00051*
Lamda -0,6057657 0,2770436 -2,18653 0,02878*
Pada pengujian signifikansi parameter Tabel 9 dapat
disimpulkan bahwa dengan alpha sebesar 5% parameter X1
(persentase RT dengan penolong kelahiran pertama tenaga ahli
kesehatan), X5 (Angka Melek Huruf Penduduk) dan parameter
lambda signifikan sehingga koefisien spasial error layak
untuk dipertimbangkan. Model regresi spasial error yang
terbentuk adalah sebagai berikut
1 5 1, 147,49097 0,080202 0,18998 0,60577 ,
ni i i i j ii j
Y X X W u
dengan Wij merupakan matriks pembobot spasial customize
berukuran 11 x 11. Residual yang dihasilkan dari model
bersifat identik (homoskedastik) pada taraf signifikansi 10%.
Berikut uji Breusch-Pagan untuk residual dari model.
Tabel 10. Uji Breusch-Pagan pada Regresi Spasial Error Model
DF Statistik Uji P-value
2 5,0469 0,08018**
P-value pada Tabel 10 sebesar 0,08018 < 0,10. Kesimpulan
yang diperoleh yaitu gagal tolak H0, artinya residual bersifat
homoskedastik (identik). Untuk pengujian normalitas dari
residual diperoleh nilai p-value 0,145, artinya gagal tolak H0
(Lampiran 6). Sehingga residual berdistribusi normal.
Sedangkan dilihat dari segi autokorelasi dari residual dapat
disimpulkan bahwa residual independen (Lampiran 7).
8
Sehingga model regresi spasial error sudah memenuhi asumsi
IIDN.
D. Perbandingan Model Regresi Linier Berganda (OLS)
dan Regresi Spasial Error (SEM)
Pada pembahasan sebelumnya diperoleh dua model
yang sesuai untuk memodelkan Angka Harapan Hidup di
Provinsi Papua Barat yaitu OLS dan regresi spasial error.
Sehingga untuk memilih model yang paling sesuai dilakukan
perbandingan nilai AIC dan R2, semakin kecil nilai AIC dan
semakin besar nilai R2 maka model dikatakan bagus. Berikut
perbandingan nilai AIC dan R2 dari kedua model tersebut:
Tabel 11. Perbandingan Nilai AIC dan R2 Model Regresi OLS dan SEM
Model Regresi AIC R2
OLS 56,620 76,496
SEM 37,465 85,596
Pada Tabel 11 terlihat bahwa dengan menggunakan model
SEM, diperoleh nilai R2 lebih besar dibandingkan model
Regresi OLS. Artinya model SEM dapat menjelaskan
varians dengan lebih baik. Selain itu nilai AIC yang
dihasilkan oleh model Regresi OLS nilainya lebih besar
daripada Regresi SEM, sehingga dapat disimpulkan bahwa
model Regresi SEM lebih baik untuk memodelkan Angka
Harapan Hidup di Papua Barat. Faktor yang paling
berpengaruh terhadap besarnya Angka Harapan Hidup yaitu
persentase RT dengan penolong kelahiran pertama oleh
tenaga ahli kesehatan dan Angak Melek Huruf serta
pengaruh spasial angka harapan hidup.
E. Intepretasi Model yang Sesuai
Interpretasi dari model regresi spasial error yang
terbentuk yaitu model SEM mampu menjelaskan variasi dari
persentase angka harapan hidup sebesar 85,59 persen,
sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model dimana
variabel yang paling berpengaruh yaitu persentase RT dengan
penolong kelahiran pertama tenaga ahli kesehatan dan
besarnya Angka Melek Huruf. Jika persentase RT dengan
penolong kelahiran pertama oleh tenaga ahli kesehatan
meningkat 10 persen maka akan meningkatkan Angka
Harapan Hidup di Provinsi Papua Barat sebesar 0,8 tahun
(kurang lebih 10 bulan) dengan asumsi variabel lain
dianggap tetap. Apabila persentase angka melek huruf
penduduk meningkat sebesar 1% maka akan meningkatkan
Angka Harapan Hidup sebesar 0,18998 tahun (±2 bulan)
dengan asumsi variabel lain dianggap tetap. Apabila
dimodelkan per kabupaten, misalkan Kabupaten Fakfak
maka didapatkan bentuk sebagai berikut:
Y Fakfak = 47,49097 + 0,08202 X1 + 0,18998 X5 – 0,60577 (0.25
UKaimana + 0,25 UBintuni + 0,25 UManokwari + 0,25 Ukota Sorong)
= 47.49097 + 0.08202 X1 + 0.18998 X5 + 0.00569
= 47.49666 + 0.08202 X1 + 0.18998 X5
Angka Harapan Hidup pada Kab. Fakfak dipengaruhi
residual kab. Kaimana, Kab. Bintuni, Kab. Manokwari dan
Kota Sorong yang artinya terdapat dependensi antara Angka
Harapan Hidup pada kabupaten Fakfak dengan Angka
Harapan Hidup pada kab. Kaimana, Kab. Bintuni, Kab.
Manokwari dan Kota Sorong. Selanjutnya jika kita ambil
contoh Kota Sorong diperoleh bentuk sebagai berikut:
Y KotaSorong = 47.49097 + 0.08202 X1 + 0.18998 X5 - 0.60577
(0.167UFakfak + 0.167 Ukaimana + 0.167 UBintuni + 0.167
UManokwari + 0.167 Usorong + 0.167 URajaAmpat)
= 47.49097 + 0.08202 X1 + 0.18998 X5 + 0.25147
= 47.74244 + 0.08202 X1 + 0.18998 X5
Angka Harapan Hidup (AHH) pada Kota Sorong
dipengaruhi residual kab. Fakfak, Kab. Kaimana, Kab.
Bintuni, Kab. Manokwari, Kab. Sorong, dan Kab. Raja
Ampat yang artinya terdapat dependensi antara Angka
Harapan Hidup (AHH) pada kabupaten Fakfak dengan AHH
pada kab. Fakfak, Kab. Kaimana, Kab. Bintuni, Kab.
Manokwari, Kab. Sorong, dan Kab. Raja Ampat
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah
dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor yang
paling berpengaruh terhadap besarnya Angka Harapan Hidup
di Papua Barat yaitu tingginya persentase RT dengan
penolong kelahiran pertama oleh tenaga ahli kesehatan dan
Angka Melek Hidup serta adanya dependensi atau
ketergantungan antar lokasi berdasarkan pembobot spasial
customize, dimana penentuan pembobot didasarkan pada
akses transportasi dan komunikasi yang tersedia di Provinsi
Papua Barat.
DAFTAR PUSTAKA
Anselin, L. (1988), “Spatial Econometrics:Methods and Models”, Kluwer
Academic Publishers, Dordrecht. Badan Pusat Statistik. (2013), Indeks Pembangunan Manusia Provinsi
Papua Barat 2012.
Badan Pusat Statistik. (2013), Statistik Kesejahteraan Rakyat Provinsi
Papua Barat 2013.
Badan Pusat Statistik. (2013), Indikator Kesejahteraan Rakyat Papua Barat
2013.
Brys, G., M. Hubert, dan A. Struyf (2004), A Robustification of The Jarque-
Bera Test of Normality.
http://wis.kuleuven.be/stat/robust/Papers/tailweightCOMPSTAT04.
pdf. Tanggal akses 2 April 2015.
Draper, N.R dan Smith (1981). “Applied Regression Analysis”, Edisi II,
John Wiley & Sons.Inc, New York.
Hansen, H. (2001), Economic Modelling.
http://www.econ.ku.dk/hansen/em/Bptest.pdf. Tanggal akses 29
Maret 2015.
Hocking, R.R. (1996), Methods and Applications of Linear Models, New
York: John Wiley & Sons, Inc.
Poitras, G. (2005), More on The Correct Use of Omnibus Tests for
Normality. http://www.sfu.ca/~poitras/el$.pdf. Tanggal akses 1
April 2015.
Wei, W. W., (2006), Time Series Analysis: Univariate and Multivariate
Methods 2nd Ed., New York: Pearson.
9
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Penelitian.
Kabupaten/ Kota X1 X2 X3 X4 X5 Y
Fak-Fak 69,67 68,6 66,56 4,44 98,47 71,24
Kaimana 60,1 45,43 53,53 11,88 96,99 70,11
Teluk Wondama 40,8 32,51 31,02 11,18 85,12 68,01
Teluk Bintuni 64,35 55,41 40,75 20,09 87,38 68,88
Manokwari 70,62 66,33 28,77 10,25 89,03 68,58
Sorong Selatan 35,09 29,04 20,14 8,23 88,45 66,99
Sorong 59,18 72,72 81,38 10,63 91,84 68,59
Raja Ampat 28,57 31,59 35,72 13,58 94,34 66,82
Tambrauw 30 16,79 24,03 10,23 77,38 66,48
Maybrat 33,42 44,02 15,79 6,72 91,22 66,92
Kota Sorong 83,7 74,32 57,11 14,87 96,69 72,52
Lampiran 2. Analisis Regresi Linier Berganda antara Variabel Y dan X1, X2, X3, X4, dan X5
Regression Analysis: AHH versus x1, x2, x3, x4, x5 The regression equation is
AHH = 55.8 + 0.122 x1 - 0.0623 x2 + 0.0178 x3 - 0.0423 x4 + 0.103 x5
Predictor Coef SE Coef T P VIF
Constant 55.766 4.217 13.22 0.000
x1 0.12154 0.02796 4.35 0.007 5.647
x2 -0.06225 0.02963 -2.10 0.090 6.779
x3 0.01776 0.01607 1.11 0.319 2.172
x4 -0.04232 0.05997 -0.71 0.512 1.224
x5 0.10258 0.04960 2.07 0.093 1.805
S = 0.717819 R-Sq = 93.2% R-Sq(adj) = 86.5%
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 5 35.5176 7.1035 13.79 0.006
Residual Error 5 2.5763 0.5153
Total 10 38.0939
10
Lampiran 3. Pemilihan Variabel yang Signifikan untuk Pemodelan Regresi Linier Berganda
Stepwise Regression: AHH versus x1, x2, x3, x4, x5 Alpha-to-Enter: 0.15 Alpha-to-Remove: 0.15
Response is AHH on 5 predictors, with N = 11
Step 1 2 3
Constant 63.88 56.62 53.91
x1 0.091 0.077 0.115
T-Value 6.24 5.07 4.57
P-Value 0.000 0.001 0.003
x5 0.089 0.122
T-Value 1.87 2.66
P-Value 0.099 0.032
x2 -0.048
T-Value -1.80
P-Value 0.115
S 0.891 0.789 0.697
R-Sq 81.23 86.93 91.06
R-Sq(adj) 79.15 83.66 87.23
Mallows Cp 6.9 4.7 3.6
11
Lampiran 4. Regresi OLS dengan Variabel yang Signifikan
SUMMARY OF OUTPUT: ORDINARY LEAST SQUARES ESTIMATION
Data set : 9100KabKota
Dependent Variable : Y Number of Observations: 11
Mean dependent var : 68.9218 Number of Variables : 3
S.D. dependent var : 2.51362 Degrees of Freedom : 8
R-squared : 0.764960 F-statistic : 13.0184
Adjusted R-squared : 0.706200 Prob(F-statistic) : 0.00305189
Sum squared residual: 16.3356 Log likelihood : -17.7833
Sigma-square : 2.04195 Akaike info criterion : 41.5666
S.E. of regression : 1.42897 Schwarz criterion : 42.7603
Sigma-square ML : 1.48505
S.E of regression ML: 1.21863
-----------------------------------------------------------------------
Variable Coefficient Std.Error t-Statistic Probability
-----------------------------------------------------------------------
CONSTANT 54.77675 7.159822 7.650574 0.00006
X1 0.1003056 0.02736117 3.665983 0.00635
X5 0.0981732 0.08585542 1.143471 0.08590
-----------------------------------------------------------------------
REGRESSION DIAGNOSTICS
MULTICOLLINEARITY CONDITION NUMBER 41.966834
TEST ON NORMALITY OF ERRORS
TEST DF VALUE PROB
Jarque-Bera 2 0.7338 0.69288
DIAGNOSTICS FOR HETEROSKEDASTICITY
RANDOM COEFFICIENTS
TEST DF VALUE PROB
Breusch-Pagan test 2 8.6043 0.01354
Koenker-Bassett test 2 6.6113 0.03668
DIAGNOSTICS FOR SPATIAL DEPENDENCE
FOR WEIGHT MATRIX : Cust9100KabKota.gal
(row-standardized weights)
TEST MI/DF VALUE PROB
Moran's I (error) -0.5019 -1.9722 0.04859
Lagrange Multiplier (lag) 1 0.9526 0.32905
Robust LM (lag) 1 0.0024 0.96093
Lagrange Multiplier (error) 1 3.7199 0.05377
Robust LM (error) 1 2.7697 0.09607
Lagrange Multiplier (SARMA) 2 3.7223 0.15549
========================== END OF REPORT ==============================
12
Lampiran 5. Regresi Error Model (SEM)
SUMMARY OF OUTPUT: SPATIAL ERROR MODEL - MAXIMUM LIKELIHOOD ESTIMATION
Data set : 9100KabKota
Spatial Weight : Cust9100KabKota.gal
Dependent Variable : Y Number of Observations: 11
Mean dependent var : 68.921818 Number of Variables : 3
S.D. dependent var : 2.513620 Degrees of Freedom : 8
Lag coeff. (Lambda) : -0.605766
R-squared : 0.855960 R-squared (BUSE) : -
Sq. Correlation : - Log likelihood : -15.732722
Sigma-square : 0.910085 Akaike info criterion : 37.4654
S.E of regression : 0.953984 Schwarz criterion : 38.6591
-----------------------------------------------------------------------
Variable Coefficient Std.Error z-value Probability
-----------------------------------------------------------------------
CONSTANT 47.49097 4.428278 10.72448 0.00000
X1 0.08201811 0.01713738 4.785918 0.00000
X5 0.1899786 0.05465891 3.475712 0.00051
LAMBDA -0.6057657 0.2770436 -2.186536 0.02878
-----------------------------------------------------------------------
REGRESSION DIAGNOSTICS
DIAGNOSTICS FOR HETEROSKEDASTICITY
RANDOM COEFFICIENTS
TEST DF VALUE PROB
Breusch-Pagan test 2 5.0469 0.08018
DIAGNOSTICS FOR SPATIAL DEPENDENCE
SPATIAL ERROR DEPENDENCE FOR WEIGHT MATRIX : Cust9100KabKota.gal
TEST DF VALUE PROB
Likelihood Ratio Test 1 4.1011 0.04285
========================== END OF REPORT ==============================
13
Lampiran 6. Uji Asumsi Normalitas Regresi Error Model (SEM)
Lampiran 7. Uji Asumsi Independen Regresi Error Model (SEM)
3210-1-2-3
99
95
90
80
70
60
50
40
30
20
10
5
1
Pe
rce
nt
Mean 0.0000009091
StDev 1.001
N 11
KS 0.218
P-Value 0.146
Normal
321
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
Lag
Au
toco
rre
lati
on
Autocorrelation Function (with 5% significance limits for the autocorrelations)