antipiretik

3
ANALGESIK-ANTIPIRETIK Analgesik adalah obat yang menghilangkan rasa nyeri dengan cara meningkatkan nilai ambang nyeri di SSP tanpa menekan kesadaran. Antipiretik adalah obat yang menekan suhu tubuh pada keadaan demam. Karena kedua efek ini didapatkan dalam satu obat, istilah analgesik-antipiretik dipakai pada sebagai satu kesatuan,meskipun belum tentu satu obat tersebut memiliki kedua khasiat secara seimbang. Kelompok obat lain yang menekan rasa nyeri hebat adalah golongan narkotik dan atas dasar efek ini disebut analgesik-narkotik. Jadi analgesik-antipiretik adalah kelompok non narkotik,artinya obat-obat ini tidak menimbulkan adiksi pada penggunaan jangka panjang (Djamhuri, 1995). Derivat para amino fenol yaitu fenasetin dan asetaminofen. Di dalam tubuh,kedua obat ini diubah menjadi zat aktif yaitu N-asetil-p-aminofenol dan zat lain yang beracun. Karena itu fenasetin tidak lagi digunakan misalnya APC. Asetaminofen(Parasetamol) merupakan metabolit fenasetin yang penggunaannya makin banyak. Efek antipiretik maupun analgesik paracetamol sama dengan salisilat,dengan mekanisme kerja yang mungkin juga sama. Yang menguntungkan dari obat tersebut adalah tidak mengiritasi lambung dan tidak mengakibatkan perdarahan. Parasetamol tidak memiliki khasiat anti- inflamasi.indikasi pemakaian para-amino-fenol sama dengan salisilat,tetapi jangan digunakan untuk jangka panjang (Djamhuri, 1995). Batas keamanan dosisnya cukup luas hingga maksimum 4 gram sehari,tetapi pemberiannya cukup dengan 4x500mg sehari.

Upload: anggiopple

Post on 24-Oct-2015

64 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

n

TRANSCRIPT

Page 1: antipiretik

ANALGESIK-ANTIPIRETIK

Analgesik adalah obat yang menghilangkan rasa nyeri dengan cara meningkatkan

nilai ambang nyeri di SSP tanpa menekan kesadaran. Antipiretik adalah obat yang menekan

suhu tubuh pada keadaan demam. Karena kedua efek ini didapatkan dalam satu obat, istilah

analgesik-antipiretik dipakai pada sebagai satu kesatuan,meskipun belum tentu satu obat

tersebut memiliki kedua khasiat secara seimbang. Kelompok obat lain yang menekan rasa

nyeri hebat adalah golongan narkotik dan atas dasar efek ini disebut analgesik-narkotik. Jadi

analgesik-antipiretik adalah kelompok non narkotik,artinya obat-obat ini tidak menimbulkan

adiksi pada penggunaan jangka panjang (Djamhuri, 1995).

Derivat para amino fenol yaitu fenasetin dan asetaminofen. Di dalam tubuh,kedua

obat ini diubah menjadi zat aktif yaitu N-asetil-p-aminofenol dan zat lain yang beracun.

Karena itu fenasetin tidak lagi digunakan misalnya APC. Asetaminofen(Parasetamol)

merupakan metabolit fenasetin yang penggunaannya makin banyak. Efek antipiretik maupun

analgesik paracetamol sama dengan salisilat,dengan mekanisme kerja yang mungkin juga

sama. Yang menguntungkan dari obat tersebut adalah tidak mengiritasi lambung dan tidak

mengakibatkan perdarahan. Parasetamol tidak memiliki khasiat anti-inflamasi.indikasi

pemakaian para-amino-fenol sama dengan salisilat,tetapi jangan digunakan untuk jangka

panjang (Djamhuri, 1995).

Batas keamanan dosisnya cukup luas hingga maksimum 4 gram sehari,tetapi

pemberiannya cukup dengan 4x500mg sehari. Toksisitas para-amino-fenol berupa kerusakan

sel darah, kerusakan hati dan ginjal, stimulus SSP hingga konvulsi (Djamhuri, 1995).

Pasien bisa asimtomatik atau hanya mengeluhkan mual dan mudah. Tetapi setelah

tertunda 48-72 jam, jumlah yang relatif kecil (>10 g, 20-30 tablet) bisa menyebabkan

nekrosis hepatoseluler fatal (Neal,2006).

Paracetamol tidak mempunyai efek antiinflamasi yang bermakna, tetapi banyak digunakan

sebagai analgesik ringan bila nyeri tidak memiliki komponen inflamasi. Parasetamol

diabsopsi dengan baik secara oral dan tidak menyebabkan iritasi lambung. Paracetamol

mempunyai kekurangan berupa hepatoksisitas yang mungkin terjadi (Neal,2006).

Secara normal, parasetamol dimetabolisme terutama melalui reaksi konjugasi dalam hati,

tetapi parasetamol dosis tinggi mensaturasi jalur ini dan kemudiaan obat dioksidasi menjadi

intermediet kuinon reaktif (toksik) (N-asetilbenzokuioneimin). Kuinon dapat diinaktivasi

melalui kombinasi dengan glutation, tetapi parasetamol dosis tinggi menurunkan simpanan

glutation hati dan selanjutnya kuinon reaktif terikat secara kovalen dengan gugus tiol pada

Page 2: antipiretik

protein sel dan membunuh sel. Asetilsistein (intravena atau oral) dan metion (oral) adalah

antidot yang berpotensi menyelamatkan nyawa pada kasus keracunan paracetamol karena

obat-obat tersebut meningkatkan sintesis gutation hati. Pasien yang mengkonsumsi

parasetamol overdosis seharusnya diambil sampel darahnya pada 4 jam (atau lebih) setelah

menelan untuk menentukan dengan cepat konsentrasi obat dalam plasma sehingga dapat

diberikan antidot. Bila kurang dari satu jam tertelan, satu dosis karbon aktif sebaiknya

diberikan. Penentuan apakah terapi dengan antidot dilanjutka diputuskan dengan

memproyeksikan konsentrasi plasmake sebuah nomogram, yang menyatukan plot semilog

200 mg/L pada 4 jam dan 30 mg/L pada 15 jam. Nomogram ini berdasarkan studi yang

dihasilkan dari banyak kasus keracunan fatal dan nonfatal yang dilakukan sebelum terapi

efektif tersedia. Bila konsentrasi obat pasien di atas garis 200 maka terapi antidot dilanjutkan.

Pasien yang mengkonsumsi obat penginduksi enzim (termasuk alkohol) dan pasien dengan

kekurangan glutation (misalnya pasien dengan gangguan makan) mempunyai risiko yang

meningkat dan untuk pasien-pasien ini antidot diberikan bila konsentrasi parasetamol plasma

di atas garis 100 (menggabungkan 100 mg/L pada 4 jam dan 15 mg/L pada 15 jam). Bila

waktu sejak tertelan lebih dari 4 jam, konsentrasi plasma tidak dapat dipercaya karena

absopsi parasetamol akan terus berlanjut. Antidot yang paling efektif adalah asetilsistein yang

diberikan secara intravena dalam 8 jam setela menelan parasetamol. Efek samping termasuk

reaksi anafilaktoid, terjadi pada sekitar 5 % pasien (Neal,2006).